MENGENAL HAKIKAT DAN MISI PENDIDIKAN AGA
MENGENAL HAKIKAT DAN MISI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM DI INDONESIA
Mohammad Adnan
Prodi Manajemen Pendidikan Islam
STAI Hasan Jufri Bawean Gresik
[email protected]
Abstrak
Sejarah pendidikan Islam di Indonesai tidak dapat kita lepaskan begitu saja dalam percaturan
pendidikan yang ada saat ini. Hal yang demikian itu adalah suatu proses panjang yang pernah
mengisih lembaran-lembaran sejarah pendidikan kita. Pendidikan Islam yang berarti proses
bimbingan dari pendidikan terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke
arah terbentuknya pribadi muslim, telah berkembang di berbagai daerah dari sistem yang paling
sederhana menuju pada sistem pendidikan Islam yang modern. Perkembagan pendidikan Islam
dari zaman ke zaman di berbagai daerah memperlihatkan kecenderungan perkembangan umum
(general trend), ada juga perkembangan yang memperlihatkan keteraturan (regularity trend) dengan
fakta-fakta sejarah pendidikan Islam, dalam aspek, sistem, dan bentuk-bentuk lembaganya.
Namun demikian, terlihat pula kecenderungan perkembangan pendidikan Islam yang
memperlihatkan kecenderungan tidak teratur (irregularity trend) dengan berbagai hambatanhambatannya. Almuhafadhoh ala qodimis sholeh, wal akhdu bijadidil ashlah, ini adalah sebuah solusi
yang mungkin bisa memecahkan permasalahan yang mengakar ditubuh madrasah sekarang ini,
seperti yang telah di paparkan di atas bahwa softskil atau keterampilan siswa itu sangatlah urgen
dalam perkembangan pendidikan siswa. Kita tahu bahwa image yang ada tentang madrasah
cenderung mengarah ke sesuatu yang bersifat agamis saja, berbeda dengan Sekolah Umum yang
masyhur dengan sainsnya. Semua itu bisa kita rubah dengan tetep mempertahankan dasar
madrasah sebagai wadah pendidikan yang bersifat agamis, tanpa mengenyampingkan ilmu
pengetahuan umum atau dalam hal ini adalah sains dan keterampilan.
Key Words: Perkembangan, Hakikat, Misi PAI di Indonesia
Pendahuluan
Sejarah pendidikan Islam di Indonesai tidak dapat kita lepaskan begitu saja dalam percaturan
pendidikan yang ada saat ini. Hal yang demikian itu adalah suatu proses panjang yang pernah
mengisih lembaran-lembaran sejarah pendidikan kita. Pendidikan Islam yang berarti proses
bimbingan dari pendidika terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah
terbentuknya pribadi muslim, telah berkembang di berbagai daerah dari sistem yang paling
sederhana menuju pada sistem pendidikan Islam yang modern. Perkembangan pendidikan Islam
dalam sejarahnya menunjukkan perkembangan dalam subsistem yang bersifat oprasional dan
teksnis terutama tentang metode, alat-alat, dan bentuk kelembagaan. Adapun hal yang bersifat
prinsip dasar dan tujuan pendidikan Islam, tetap dipertahankan seseuai dengan prinsip ajaran
Islam yang tertuang dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Perkembagan pendidikan Islam dari zaman ke zaman di berbagai daerah memperlihatkan
kecenderungan
perkembangan
umum
(general
trend),
ada
juga
perkembangan
yang
memperlihatkan keteraturan (regularity trend) dengan fakta-fakta sejarah pendidikan Islam, dalam
aspek, sistem, dan bentuk-bentuk lembaganya. Namun demikian, terlihat pula kecenderungan
perkembangan pendidikan Islam yang memperlihatkan kecenderungan tidak teratur (irregularity
trend) dengan berbagai hambatan-hambatannya.1
Dalam perkembagan tiga dekade terakhir, pendidikan Islam tampak memberikan kontribusi
yang cukup berarti terhadap pendidikan Indonesia. Data statistik tahun 1994/1995 yang
dikeluarkan Departemen Agama RI dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI,
menggambarkan bahwa jumlah murid dan mahasiswa di lembaga-lembaga pendidikan di
Indonesia. Secara jelas keadaan siswa dan mahasiswa, baik pada Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan dan Departemen Agama sangat mengalami kenaikan.2
Hal yang demikian ini memperlihatkan perkembagan positif dalam pertumbuhan lembaga
pendidikan Islam yang ada di Indonesia, dengan berpedoman pada sejarah pertumbuhannya
yang sedemikian pesat. Namun pada pembahasan kali ini adalah untuk melihat kembali sejarah
perkembagan lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia. Yang diantaranya adalah sejarah
perkembangan Madrasah yang tumbuh berkembang di Indonesia dari zaman ke zaman. Untuk
itu penulis akan berusaha memberikan rumusan yang akan membawa pada pembahasan yang di
maksudkan di atas.
Sejarah Perkembangan Hakikat dan Misi Lembaga Pendidikan Islam (Madrasah) di
Indonesia
1. Pengertian Madrasah
Kata madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat atau wahana untuk mengenyam proses
pembelajaran.3 Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan
1
A. Mustafa, Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam di Idonesia (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 11.
Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembagannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 1.
3
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), 50.
2
atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran. 4 Karenanya, istilah madrasah tidak hanya
diartikan sekolah dalam arti sempit, tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan,
surau, masjid, dan lain-lain, bahkan seorang ibu juga bisa dikatakan madrasah pemula.5 sementara
Karel A. steenbrik justru membedakan antara madrasah dan sekolah-sekolah, dia beralasan
bahwa antara madrasah dan sekolah mempunyai ciri yang berbeda.6 Meskipun demikian, dalam
konteks ini penulis cenderung untuk menyamakan arti madrah dan sekolah.
Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar
ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber dari Islam itu sendiri.
2. Sejarah Perkembangan Madrasah
Dalam khazanah pendidikan Islam, sejarah perkembagan madrasah akan selalu menjadi
kajian yang menarik untuk terus dianalisis secara kritis. Kajian kritis ini menjadi sangat urgenth
karena dinilai akan dapat menempatkan madrasah dalam sejarah perkembangan pendidikan dan
intlektual muslim secara lebih objektif dan komprehensif. Dengan demikian, diharapkan akan di
peroleh gambaran yang semestinya tentang keberadaan madrasah.7
Sebagian sarjana pendidikan berasumsi bahwa tradisi pendidikan Islam di Indonesia tidak
sepenuhnya khas Indonesia, kecuali hanya menambhkan muatan dan corak keislaman terhadap
tradisi pendidkan yang sudah ada, terutama yang bermula dari agama Hindu. IP Simanjuntak
berargumen misalnya bahwa masuknya agama Islam tidak mengubah hakekat pengajaran agama
yang formil; yang berubah sejak pengembangan agama Islam ialah: isi agama yang dipelajari,
bahasa yang menjadi wahana bagi pelajaran agama itu, serta latar belakang pelajar-pelajar.
Ditambahkannya lagi, dalam zaman pengembangan agama Islam tidak mengalami perubahan
(tetap menganut pola Hindu). Yang dimaksudkan dengan kalimat itu, ialah yang bekenaan
dengan struktur organisasi pendidikan keagamaan itu. Mengikuti asumsi ini orang tentunya akan
mudah cenderung kepada anggapan bahwa pertumbuhan madrasah di Indonesia sepenuhnya
merupakan usaha penyesuaian atas tradisi persekolahan yang dikembangkan oleh pemerintah
Hindia Belanda. Mengingat struktur dan mekanismenya yang hampur sama, sekilas dapat diduga
bahwa madrasah merupakan bentuk lain dari sekolah yang hanya diberi muatan dan corak
keislaman.
4
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. VII; Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 889.
Suwito, Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana, 2005), 214.
6
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 160.
7
Fauzan, SejarahSosial., 189.
5
Asumsi seperti itu agaknya tidak sepenuhnya benar, meskipun dalam ukuran tertentu tidak
bisa diabaikan bahwa pertumbuhan madrasah itu merupakan respon pendidikan Islam terhadap
sistem sekolahan yang sudah menjadi kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam kerangka
politik etisnya. Latar belakang lain yang layak dipertimbangkan adalah bahwa pertumbuhan dan
perkembangan madrasah pada awal abad 20 ini merupakan bagian dari gerakan pembaharuan
Islam di Indonesia, yang memiliki kontak cukup intensif dengan gerakan pembaharuan di Timur
Tengah, sebagai agama yang universal, Islam membawakan peradabannya sendiri termasuk
dalam bidang pendidikan yang berakar pada tradisi yang sangat panjang sejak masa peradaban
Islam itu tetap mempertahankan esensinya yang sejati yang kondisional. Dalam kaitannya dengan
pertumbuhan madrasah di Indonesia, aspek universal dari tradisi itu tidak bisa dilepaskan karena
memang dalam kenyataannya eksistensi lembaga madrasah itu sudah berkembang sejak masa
Islam klasik, dan bahkan terus berkembang hingga masa modern dengan segala bentuk
penyesuaian dan pembaharuannya.8
Pada masa kedudukan Jepang, ada satu hal yang istimewa dalam dunia pendidikan
sebagaimana telah dilakukan, yaitu sekolah-sekolah telah diseragamkan dan dinegerikan
meskipun sekolah-sekolah swasta lain, seperti Muhammadiyah, Taman Siswa dan lain-lain
diizinkan terus berkembang dengan pengaturan dan di selenggarakan oleh pendudukan Jepang.
Sementara itu, khususnya pada masa awal-awalnya, madrasah dibangun dengan gencar-gencarnya
selagi ada angin segar yang diberikan oleh Jepang. Walaupun lebih bersifat pletis belaka,
kesempatan itu tidak disia-siakan begitu saja dan umat Islam Indonesia memanfaatkannya denga
sebaik-baiknya. Ini tampak di Sumatra dengan berdirinya madrasah Awaliyanya, yang di ilhami
oleh Majelis Islam Tinggi. Hampir seluruh pelosok pedesaan terdapat madrasah Awaliyah yang
dikunjungi banyak anak laki-laki dan perempuan. Madrasah Awaliyah ini dadakan pada sore hari
dengan waktu kurang satu setengah jam. Materi yang diajarkan ialah belajar mambaca al-Quran,
ibadahm akhlak dan keimanan sebagai pelatihan pelajaran agama yang dilakukan di sekolah
rakyat pagi hari. Oleh karena itu meskipun dunia pendidikan secara umum terbengkalai, karena
murid-muridnya setiap hari hanya disuruh gerak badan, baris-berbaris, bekerja bakti (rumosha),
bernyanyi dan sebagainya, madrasah-madrasah yang berada di dalam lingkungan pondok
pesantren bebas dari pengawasan langsung pemerintah pendudukan Jepang. Pendidikan dalam
pondok pesantren dapat berjalan dengan wajar.9 Dan begitu pula dalam keterangan lain.
8
9
Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembagannya., 81-82.
, Fauzan, SejarahSosial Pendidikan Islam,. 110.
Madrasah adalah saksi dari perjuangan pendidikan yang tak kenal henti. Pada zaman
penjajahan Belanda, madrasah didirikan untuk semua warga. Sejarah mencatat, madrasah
pertama kali berdiri di Sumatra, Madrasah Adabiyah (1908, dimotori Syekh Abdullah Ahmad),
tahun 1910 berdiri Madrasah Schoel di Batusangkar oleh Syaikh M. Taib Umar, kemudian M.
Mahmud Yunus pada 1918 mendirikan Diniyah Schoel sebagai lanjutan dari Madrasah Schoel.
Madrasah Tawalib didirikan Syeikh Abdul Karim Amrullah di Padang Panjang (1907). Lalu,
Madrasah Nurul Uman dididirikan H. Abdul Somad di Jambi.
Madrasah berkembang di Jawa mulai 1912. Ada model madrasah-pesantren NU dalam
bentuk Madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Muallimin Wustha, dan Muallimin Ulya
(mulai 1919); ada madrasah yang mengapropriasi sistem pendidikan Belanda plus, seperti
Muhammadiyah (1912) yang mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsnawiyah, Muallimin,
Muballighin, dan madrasah Diniyah. Ada juga model Al-Irsyad (1913) yang mendirikan madrasah
Awaliyah, Ibtidaiyah, Madrasah Tajhiziyah, Muallimin dan Tahassus; atau model madrasah PUI
di Jabar yang mengembangkan madrasah pertanian.
Belanda tentu saja resah akan perkembangan madrasah, lalu keluarlah peraturan yang
menetapkan madrasah sebagai sekolah liar , kemudian mengeluarkan sejumlah peraturan yang
melarang atau membatasi madrasah. Kalaupun kemudian Pemerintah Belanda memberikan
apresiasi pada kepentingan Islam, bantuan diberikan 7.500 gulden untuk 50.000.000 jiwa.
Menyimak pidato Oto Iskandardinata pada 1928 di Voolkraad, bantuan itu dianggap penghinaan
karena seharusnya yang diberikan Belanda satu juta gulden.
Akan tetapi, madrasah berdiri di mana-mana. Madrasah adalah perjuangan warga
republik ini untuk mendapatkan pendidikan. Pada 1915 berdiri madrasah bagi kaum perempuan,
yaitu Madrasah Diniyah putri yang didirikan Rangkayo Rahmah Al-Yunisiah. Zaiuniddin Labai
ini juga yang pertama kali mendirikan Persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI) di
Minangkabau pada 1919.10
Setelah Indonesia merdeka, pendidikan agama telah mendapat perhatian serius dari
pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha tersebut dimulai dengan memberikan
bantuan sebagaimana anjuran oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27
Desember 1945, disebutkan:
Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu sumber pendidikan dan
pencerdasan rakyat jelata yang telah berurat dan berakar dalam masyarakat Indonesia pada
10
http://seputar-man3barabai.blogspot.com/2012/06/sejarah-madrasah-di-indonesia.html.
umumnya, hendaknya mendapatkan perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan
material dari pemerintah.11
Perkembangan madrasah pada masa orde lama sejak awal kemerdekaan sangat terkait dengan
peran departemen agama yang resmi berdiri pada tanggal 3 Januari 1946, dalam perkembangan
selanjutnya departemen agama menyeragamkan nama, jenis dan tingkatan madrasah sebagaimana
yang ada sekarang. Dalam UU No. 4 tahun 1950 dan No. 12 tahun 1954 tentang dasar-dasar
pendidikan dan pengajaran di sekolah dalam pasal 2 ditegaskan bahwa Undang-undang ini tidak
berlaku untuk pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah agama. Dan dalam pasal 20 ayat 1
disebutkan bahwa pendidikan agama di sekolah bukan masa pelajaran wajib dan bergantung pada
persetujuan orang tua siswa. Dengan rekomendasi ini, madrasah tetap berada di luar system
pendidikan nasional, tetapi sudah merupakan langkah pengakuan akan eksistensi madrasah dalam
kerangka pendidikan nasional.12
3. Hakikat dan Misi Lembaga Madrasah
Dalam perkembangannya, sistem pendidikan Islam madrasah sudah tidak menggunakan
sistem pendidikan yang sama dengan sistem pendidikan Islam pesantren. Karena di lembaga
pendidikan madrasah ini sudah mulai dimasukkan pelajaran-pelajaran umum seperti sejarah ilmu
bumi, dan pelajaran umum lainnya. Sedangkan metode pengajarannya pun sudah tidak lagi
menggunakan sistem halaqah, melainkan sudah mengikuti metode pendidikan moderen barat,
yaitu dengan menggunakan ruang kelas, kursi, meja, dan papan tulis untuk proses belajar
mengajar.13
Melihat kenyataan sejarah, kita tentunya bangga dengan sistem dan lembaga pendidikan
Islam madrasah yang ada di Indonesia. Apalagi dengan metode dan kurikulum pelajarannya yang
sudah mengadaptasi sistem pendidikan serta kurikulum pelajaran umum. Peran dan kontribusi
madrasah yang begitu besar itu pada gilirannya
sejak awal kemerdekaan
sangat terkait dengan
peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara
intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia.
Orientasi usaha Departemen Agama dalam bidang pendidikan Islam bertumpu pada aspirasi
umat Islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah, di samping pada pengembangan
11
http://www.pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=sejarahpendis.diakses-tgl/21/03/13.
http://anggihblogs.blogspot.com/2012/09/sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan_16.html-diakses.21/03/13.
13
A. Mustafa, Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas Tarbiyah (Bandung: CV.
Pustaka Setia, 1999), 151.
12
madrasah itu sendiri. Perkembangan serta kemajuan pendidikan Islam terus meningkat secara
signifikan. Hal itu dapat dilihat misalnya pada pertengahan dekade 60-an, madrasah sudah
tersebar di berbagai daerah di hampir seluruh propinsi Indonesia. Dilaporkan bahwa jumlah
madrasah tingkat rendah pada masa itu sudah mencapai 13.057. dengan jumlah ini, sedikitnya
1.927.777 telah terserap untuk mengenyam pendidikan agama. Laporan yang sama juga
menyebutkan jumlah madrasah tingkat pertama (tsanawiyah) yang mencapai 776 buah dengan
jumlah murid 87.932. Adapun jumlah madrasah tingkat Aliyah diperkirakan mencapai 16
madrasah dengan jumlah murid 1.881. Dengan demikian, berdasarkan laporan ini, jumlah
madrasah secara keseluruhan sudah mencapai 13.849 dengan jumlah murid sebanyak 2.017.590.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa sudah sejak awal, pendidikan madrasah memberikan
sumbangan yang signifikan bagi proses pencerdasan dan pembinaan akhlak bangsa.14
Dalam pada itu, meskipun pemerintah melalui departemen agama sudah banyak melakukan
perubahan dan perumusan kebijakan di sana-sini untuk memajukan madrasah, namun itu belum
terlalu berhasil jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah umum yang dalam hal ini dikelola oleh
departemen pendidikan. Karena realitasnya, masyarakat hingga periode 90-an masih mempunyai
sense of interest yang tinggi untuk masuk ke sekolah-sekolah umum yang dinilainya mempunyai
prestige yang lebih baik daripada madrasah atau sekolah Islam (Islamic School). Lebih dari itu,
dengan masuk ke sekolah-sekolah umum, masa depan siswa akan lebih terjamin ketimbang
masuk ke madrasah atau sekolah Islam.
Hal itu bisa jadi disebabkan oleh image yang menggambarkan lulusan-lulusan madrasah tidak
mampu bersaing dengan lulusan-lulusan dari sekolah-sekolah umum. Lulusan madrasah hanya
mampu menjadi seorang guru agama atau ustdaz. Sedangkan lulusan dari sekolah umum mampu
masuk ke sekolah-sekolah umum yang lebih bonafide dan mempunyai jaminan lapangan pekerjaan
yang pasti.
Dalam konteks kekinian, image madrasah atau sekolah Islam telah berubah. Madrasah
sekarang tidak lagi menjadi sekolah Islam yang hanya diminati oleh masyarakat kelas menengah
ke bawah. Melainkan sudah diminati oleh siswa-siswa yang berasal dari masyarakat golongan
kelas menengah ke atas. Hal itu disebabkan sekolah-sekolah Islam atau madrasah elit yang sejajar
dengan sekolah-sekolah umum sudah banyak bermunculan. Diantara madrasah atau sekolah
14
Depag, Kebijakan Departemen Agama dalam Peningkatan Mutu Madrasah di Indonesia (Jakarta: Ditjen Penais
Departemen Agama, 2008), 45.
Islam itu adalah; Madrasah Pembangunan UIN Jakarta, Sekolah Islam al-Azhar, Sekolah Islam
al-Izhar, Sekolah Islam Insan Cendekia, Madania School, dan lain sebagainya.
Sebelum mengalami perkembangan seperti sekarang ini, madrasah hanya diperuntukkan bagi
kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah. Namun sejak mulai mengadopsi sistem
pendidikan moderen yang berasal dari Barat sambil tetap mempertahankan yang sudah ada dan
dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang mendukung iklim pembelajaran siswa dan pengajaran
siswa, madrasah (atau sekolah Islam) sekarang sudah sangat diminati oleh kalangan masyarakat
kelas menengah ke atas. Apalagi madrasah sekarang ini sudah banyak yang menjalankan dengan
apa yang disebut sebagai English Daily. Semua guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar
harus berbicara dalam bahasa Inggris. Seperti Madrasah Pembangunan UIN Jakarta, Sekolah
Islam Al-Azhar, sekolah Islam Al-Izhar, Sekolah Islam Insan Cendekia, dan lain sebagainya
adalah beberapa contoh di antaranya.
Kemampuan bahasa asing yang bagus di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak
diperlukan. Oleh karena itu, di beberapa madrasah dan sekolah Islam itu kemudian tidak hanya
memberikan pengetahuan bahasa Inggris saja. Lebih dari itu, pengetahuan bahasa asing lainnya
juga absolut diajarkan oleh madrasah seperti bahasa Arab misalnya. Atau bahasa Jepang,
Mandarin dan lainnya pada tingkat Madrasah Aliyah. Di samping itu, dalam menghadapi era
globalisasi, madrasah sebagai institusi pendidikan Islam tidak lantas cukup merasa puas atas
keberhasilan yang telah dicapainya dengan memberikan pengetahuan bahasa asing kepada para
siswanya dan desain kurikulum pendidikan yang kompatibel dan memang dibutuhkan oleh
madrasah.15
Akan tetapi, justru madrasah harus terus berpikir ulang secara berkelanjutan yang mengarah
kepada progresivitas madrasah dan para siswanya. Oleh karena itu, dalam pendidikan madrasah
memang sangat diperlukan pendidikan keterampilan. Pendidikan keterampilan ini bisa berbentuk
kegiatan ekstra kurikuler atau kegiatan intra kurikuler yang berupa pelatihan atau kursus
komputer, tari, menulis, musik, teknik, montir, lukis, jurnalistik atau mungkin juga kegiatan
olahraga seperti sepak bola, basket, bulu tangkis, catur dan lain sebagainya.
Dari pendidikan keterampilan nantinya diharapkan akan berguna ketika para siswa lulus dari
madrasah. Karena jika sudah dibekali dengan pendidikan keterampilan, ketika ada siswa yang
tidak dapat melanjutkan sekolahnya ke tingkat yang lebih tinggi seperti universitas misalnya,
maka siswa dengan bekal keterampilan yang sudah pernah didapatnya ketika di madrasah tidak
15
Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia., 155.
akan kesulitan lagi dalam upaya mencari pekerjaan. Jadi, kiranya penting bagi madrasah untuk
mengembangkan pendidikan keterampilan tersebut. Sebab, dengan begitu siswa akan langsung
dapat mengamalkan ilmunya setelah lulus dari madrasah atau sekolah Islam. Namun semua itu
tentunya harus dilakukan secara profesional. Dengan adanya pendidikan keterampilan di sekolahsekolah Islam atau madrasah, lulusan madrasah diharapkan mampu merespon tantangan dunia
global yang semakin kompetitif. Dan nama serta citra madrasah juga tetap akan terjaga. Karena
ternyata alumni-alumni madrasah mempunyai kompetensi yang tidak kalah kualitasnya dengan
alumni sekolah-sekolah umum.
Latar Belakang Berdirinya Madrasah Ibtidaiyah di Indonesia
1. Pengertian Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah ibtidaiyah (disingkat MI) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal
diIndonesia, setara dengan Sekolah Dasar, yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian
Agama. Pendidikan madrasah ibtidaiyah ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1
sampai kelas 6. Lulusan madrasah ibtidaiyah dapat melanjutkan pendidikan ke madrasah
tsanawiyah atau sekolah menengah pertama. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun.
2. Perkembangan Madrasah Ibtidaiyah Pada Masa Orde baru
Masa Orde baru, perkembangan Madrasah Ibtidaiyah ditandai dengan adanya perhatian
pemerintah yang diwujudkan dengan adanya rangkaian dikeluarkannya peraturan pemerintah (PP)
sejak masa orde lama yakni PP No 33 tahun 1949 dan PP No 33 tahun 1950, yang sebelumnya
didahului dengan dikeluarkan Permenag No 1 Tahun 1946, No 7 tahun 1952, No 2 tahun 1960
dan terakhir No. 3 Tahun 1979 tentang pemberian bantuan kepada madrasah. Kemudian lahir
kebijakan dalam rangka pengembangan madrasah tingkat dasar (Ibtidaiyah), pemerintah
(Departemen Agama) mendirikan Mdarasah Wajib Belajar (MWB) yang menjadi langkah awal
dari adanya bantuan dan pembinaan madrasah dalam rangka penyeragaman kurikulum dan sistem
penyelenggaraannya, dalam upaya peningkatan mutu madrasah ibtidaiyah. Walaupun kemudian
MWB ini tidak berjalan sesuai dengan harapan karena berbagai kendala seperti terbatasnya sarana
prasarana, masyarakat kurang tanggap dan juga pihak penyelenggara madrasah, setidaknya itu
menjadi pendorong kemudian pemerintah mendirikan adanya madrasah negeri yang lebih lengkap
dan terperinci, dengan perbandingan materi agama 30% dan materi pengetahuan umum 70%.
Dalam Pasal 4 TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966 disebutkan tentang isi pendidikan, di mana
untuk mencapai dasar dan tujuan pendidikan, maka isi pendidikan adalah:
pertama, mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama. Kedua,
mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan, dan yang ketiga, membina dan mengembangkan fisik
yang kuat dan sehat.
Pada tahun 1962 terbuka kesempatan untuk menegrikan madrasah untuk semua tingkatan
yaitu, Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN), dan Madrasah
Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN). Dengan adanya kesempatan tersebut, maka jumlah
keseluruhan madrasah negeri yaitu MIN 358 buah, MTsN 182 buah, dan MAAIN 42 buah.
3. Eksistensi Madrasah Ibtidaiyah Masa Orde Baru
Sekitar akhir tahun 70-an, pemerintah Orde Baru mulai memikirkan kemungkinan
mengintegrasikan madrasah ke dalam Sistem Pendidikan Nasional. Usaha tersebut diwujudkan
dengan upaya yang dilakukan pemerintah dengan melakukan upaya memperkuat struktur
madrasah, kurikulum dan jenjangnya, sehingga lulusan madrasah dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, yaitu sekolah-sekolah yang dikelola oleh departemen pendidikan
dankebudayaan. Dalam rangka merespon SKB tersebut, maka disusun kurikulum madrasah tahun
1975 dengan perbandingan bobot alokasi waktu 70% pelajaran umum dan 30% pelajaran agama.
Ketentuan untuk mengajarkan pengetahuan umum 1/3 dari seluruh jam pengajaran
dilatarbelakangi oleh saran Panitia Penyelidik Pengajaran yang mengamati bahwa di madrasahmadrasah jarang sekali diajarkan pengetahuan umum yang sangat berguna bagi kehidupan seharihari. Kekurangan pengetahuan umum akan menyebabkan orang mudah diombang-ambingkan
oleh pendapat yang kurang benar dan pikiran kurang luas.
4. Permasalahan-permasalahan yang ada di Madrasah Ibtidaiyah
Permasalahan yang ada di madrasah adalah kompleks serta saling terkait dengan keadaan
lainnya. Permasalah yang ada dan berkembang di masyarakat berasal dari faktor dari dalam diri
madrasah (internal) dan faktor dari luar madrasah (eksternal). Faktor yang berasal dari dalam
madrasah antara lain adalah kurang
respon dan minatnya umat Islam sendiri untuk
menyekolahkan anak-anaknya di madrasah. Secara umum dapat disebutkan permasalahanpermasalahan yang ada di masyarakat sebagai berikut:
a. Madrasah masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Madrasah dianggap lembaga
pendidikan kelas dua.
b. Kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Sehingga kebijakan-kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah justru terasa mempersulit upaya-upaya pengembangan madrasah.
c. Mutu pendidikan relatif rendah kurang terjamin bila dibandingkan dengan sekolah formal
karena banyaknya bidang studi yang diajarkan.
d. Kualitas guru masih rendah. Hal ini ditandai dengan banyaknya guru-guru atau pengajar yang
mengajar mata pelajarn yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
e. Manajemen pengelolaan kurang professional. Hal ini ada kaitannya dengan mutu sumber daya
manusia yang rendah, sebab bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
f. Sarana prasarana pendidikan yang pas-pasan.
g. Jumlah siswa yang sedikit serta berlatar belakang intelegensi yang rendah dan berasal dari
keluarga yang tidak mampu.
5. Pembinaan Pemerintah Terhadap Madrasah
Usaha peningkatan dan pembinaan dalam pendidikan madrasah ini kembali terwujud
dengan adanya Surat Keputusan Besama (SKB) pada tahun 1975 yang menegaskan bahwa :
a. Yang dimaksud madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan agama Islam sebagai
mata pelajaran dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
b. Madrasah meliputi 3 tingkatan ;
1. Madarasah Ibtidaiyah setingkat dengan pendidikan dasar.
2. Madrsah Tsanawiyah setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama
3. Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas
Pembinaan dan pengembangan madrasah versi SKB Tiga menteri terus berlangsung
dengan tujuan mencapai mutu yang dicita-citakan. Penyamaan madrasah dengan sekolah umum
tidak hanya dalam hal penjenjangan saja, namun juga dalam hal struktur program dan kurikulum
juga mengalami pembakuan dan penyeragaman setidaknya itu diperkuat dengan terbitnya
Keputusan Besama Menteri Pendidian dan kebudayaan dengan Menteri Agama
No.
0299/U/1984 dan No. 45 Tahun1984, tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah
Umum dan Kurikulum Madrasah. Perbedaan terlihat pada identitas madrasah, yang menjadikan
pendidikan dengan pelajaran agama sebagai mata pelajaran dasar sekurang-kurangnya 30% di
samping mata pelajaran umum.
Menurut UU Nomor 2 tahun 1989, tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. (Depag RI, 1991/1991). Beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dari undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ini, mengusahakan :
1. Membentuk manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya yang
mampu mandiri.
2. Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang
terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh, yang mengandung terwujudnya kemampuan
bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan idiologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Dengan landasan demikian, sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara nyata,
menyeluruh dan terpadu. Semesta dalam arti terbuka bagi seluruh rakyat, dan berlaku di seluruh
wilayah negara, menyeluruh dalam arti mencakup semua jalur. Jenjang dan jenis pendidikan, dan
terpadu dalam arti adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha
pembangunan nasional.16
16
http://asrinuriyah.blogspot.com/2012/12/sejarah-madrasah-ibtidaiyah-di-indonesia.html.
Penutup
Almuhafadhoh ala qodimis sholeh, wal akhdu bijadidil ashlah, ini adalah sebuah solusi yang
mungkin bisa memecahkan permasalahan yang mengakar ditubuh madrasah sekarang ini, seperti
yang telah di paparkan diatas bahwa softskil atau keterampilan siswa itu sangatlah urgen dalam
perkembangan pendidikan siswa.
Kita tahu bahwa image yang ada tentang madrasah cenderung mengarah ke sesuatu yang
bersifat agamis saja, berbeda dengan Sekolah Umum yang masyhur dengan sainsnya. Semua itu
bisa kita rubah dengan tetep mempertahankan dasar madrasah sebagai wadah pendidikan yang
bersifat agamis, tanpa mengenyampingkan ilmu pengetahuan umum atau dalam hal ini adalah
sains dan keterampilan.
Solusi yang kedua adalah dengan mempertimbagkan kembali ide yang sebenarnya sudah
lama disuarakan oleh beberapa kalangan, yaitu adanya pendapat yang menginginkan pendidikan
satu atap di negeri ini. Seperti yang diungkapkan bahwa fenomena penganaktirian madrasah
sesungguhnya adalah konsekwensi dari pemberlakuan dualisme manajemen pendidikan di negeri
ini yang berlangsung sudah sejak lama. Maka terkait dengan masalah dualisme pendidikan ini, ide
tentang pendidikan satu atap ini juga layak kembali dipertimbangkan.
Menurut saya ketika semangat otonomi pendidikan menjadi isu sentral dalam reformasi
pendidikan nasional, maka madrasah seharusnya include dalam semangat otonomi itu. Ada banyak
alasan ilmiah yang menguatkan bahwa otonomi pendidikan diyakini akan mendatangkan
kemaslahatan terhadap peningkatan kualitas pendidikan nasional di masa datang. Masalahnya
adalah sekalipun madrasah sesungguhnya bergerak di bidang pendidikan yang sudah diotnomikan,
selama ini madrasah berada dalam jalur birokrasi Departemen Agama yang tidak diberikan
wewenang otonomi, maka akibatnya jadilah madrasah sebagai anak tiri oleh pemerintahan daerah.
Saya beranggapan bahwa pendidikan satu atap, dimana pendidikan hanya dikelola oleh
satu departemen, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, akan memberikan dampak luar
bisa kepada perkembangan madrasah pada masa datang. Apalagi UU No.20/2003 telah
menegaskan bahwa madrasah dalam banyak hal, seperti dalam hal kedududukan, status, dan
kurikulum sama persih dengan sekolah umum, maka secara yuridis ide pendidikan satu atap ini
sesungguhnya telah memiliki landasan hukum yang sangat kuat.
Pada tataran praktis, kalau ummat Islam khawatir memudarnya idealisme pendidikan
Islam di madrasah, kenapa tidak dibuka saja satu jurusan baru di SMA, jurusan Pendidikan Agama
Islam misalnya, yang khusus mengakomodir keinginan peserta didik untuk mempelajari agama
Islam secara lebih mendalam? Apalagi bukankah juga sudah ada ribuan pesantern yang
memfasilitasi keinginan itu? wacana tentang "pendidikan satu atap ini" sangat debatable, karena ada
banyak kepentingan di situ. Tapi poin saya adalah semua kalangan dalam pendidikan Islam tidak
boleh berhenti mencarikan solusi terbaik agar madrasah tidak terus menerus menjadi anak tiri,
agar madrasah bisa "dipangku ibu pertiwi" dalam makna yang sesungguhnya.
Daftar Pustaka
Abdullah Aly, A. Mustafa. Sejarah Pendidikan Islam di Idonesia, Bandung: Pustaka Setia, 1998.
--------.Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas Tarbiyah, Bandung: CV. Pustaka
Setia, 1999.
Depag. Kebijakan Departemen Agama dalam Peningkatan Mutu Madrasah di Indonesia, Jakarta: Ditjen
Penais Departemen Agama, 2008.
Fauzan, Suwito. SejarahSosial Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2005.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Maksum. Madrasah Sejarah dan Perkembagannya, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Nata, Abuddin. Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004.
W.J.S. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. VII; Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
http://seputar-man3barabai.blogspot.com/2012/06/sejarah-madrasah-di-indonesia.html.
http://www.pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=sejarahpendis.diaksestgl/21/03/13.
http://anggihblogs.blogspot.com/2012/09/sejarah-pertumbuhan-danperkembangan_16.html-diakses.21/03/13.
http://asrinuriyah.blogspot.com/2012/12/sejarah-madrasah-ibtidaiyah-di-indonesia.html.
ISLAM DI INDONESIA
Mohammad Adnan
Prodi Manajemen Pendidikan Islam
STAI Hasan Jufri Bawean Gresik
[email protected]
Abstrak
Sejarah pendidikan Islam di Indonesai tidak dapat kita lepaskan begitu saja dalam percaturan
pendidikan yang ada saat ini. Hal yang demikian itu adalah suatu proses panjang yang pernah
mengisih lembaran-lembaran sejarah pendidikan kita. Pendidikan Islam yang berarti proses
bimbingan dari pendidikan terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke
arah terbentuknya pribadi muslim, telah berkembang di berbagai daerah dari sistem yang paling
sederhana menuju pada sistem pendidikan Islam yang modern. Perkembagan pendidikan Islam
dari zaman ke zaman di berbagai daerah memperlihatkan kecenderungan perkembangan umum
(general trend), ada juga perkembangan yang memperlihatkan keteraturan (regularity trend) dengan
fakta-fakta sejarah pendidikan Islam, dalam aspek, sistem, dan bentuk-bentuk lembaganya.
Namun demikian, terlihat pula kecenderungan perkembangan pendidikan Islam yang
memperlihatkan kecenderungan tidak teratur (irregularity trend) dengan berbagai hambatanhambatannya. Almuhafadhoh ala qodimis sholeh, wal akhdu bijadidil ashlah, ini adalah sebuah solusi
yang mungkin bisa memecahkan permasalahan yang mengakar ditubuh madrasah sekarang ini,
seperti yang telah di paparkan di atas bahwa softskil atau keterampilan siswa itu sangatlah urgen
dalam perkembangan pendidikan siswa. Kita tahu bahwa image yang ada tentang madrasah
cenderung mengarah ke sesuatu yang bersifat agamis saja, berbeda dengan Sekolah Umum yang
masyhur dengan sainsnya. Semua itu bisa kita rubah dengan tetep mempertahankan dasar
madrasah sebagai wadah pendidikan yang bersifat agamis, tanpa mengenyampingkan ilmu
pengetahuan umum atau dalam hal ini adalah sains dan keterampilan.
Key Words: Perkembangan, Hakikat, Misi PAI di Indonesia
Pendahuluan
Sejarah pendidikan Islam di Indonesai tidak dapat kita lepaskan begitu saja dalam percaturan
pendidikan yang ada saat ini. Hal yang demikian itu adalah suatu proses panjang yang pernah
mengisih lembaran-lembaran sejarah pendidikan kita. Pendidikan Islam yang berarti proses
bimbingan dari pendidika terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah
terbentuknya pribadi muslim, telah berkembang di berbagai daerah dari sistem yang paling
sederhana menuju pada sistem pendidikan Islam yang modern. Perkembangan pendidikan Islam
dalam sejarahnya menunjukkan perkembangan dalam subsistem yang bersifat oprasional dan
teksnis terutama tentang metode, alat-alat, dan bentuk kelembagaan. Adapun hal yang bersifat
prinsip dasar dan tujuan pendidikan Islam, tetap dipertahankan seseuai dengan prinsip ajaran
Islam yang tertuang dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Perkembagan pendidikan Islam dari zaman ke zaman di berbagai daerah memperlihatkan
kecenderungan
perkembangan
umum
(general
trend),
ada
juga
perkembangan
yang
memperlihatkan keteraturan (regularity trend) dengan fakta-fakta sejarah pendidikan Islam, dalam
aspek, sistem, dan bentuk-bentuk lembaganya. Namun demikian, terlihat pula kecenderungan
perkembangan pendidikan Islam yang memperlihatkan kecenderungan tidak teratur (irregularity
trend) dengan berbagai hambatan-hambatannya.1
Dalam perkembagan tiga dekade terakhir, pendidikan Islam tampak memberikan kontribusi
yang cukup berarti terhadap pendidikan Indonesia. Data statistik tahun 1994/1995 yang
dikeluarkan Departemen Agama RI dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI,
menggambarkan bahwa jumlah murid dan mahasiswa di lembaga-lembaga pendidikan di
Indonesia. Secara jelas keadaan siswa dan mahasiswa, baik pada Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan dan Departemen Agama sangat mengalami kenaikan.2
Hal yang demikian ini memperlihatkan perkembagan positif dalam pertumbuhan lembaga
pendidikan Islam yang ada di Indonesia, dengan berpedoman pada sejarah pertumbuhannya
yang sedemikian pesat. Namun pada pembahasan kali ini adalah untuk melihat kembali sejarah
perkembagan lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia. Yang diantaranya adalah sejarah
perkembangan Madrasah yang tumbuh berkembang di Indonesia dari zaman ke zaman. Untuk
itu penulis akan berusaha memberikan rumusan yang akan membawa pada pembahasan yang di
maksudkan di atas.
Sejarah Perkembangan Hakikat dan Misi Lembaga Pendidikan Islam (Madrasah) di
Indonesia
1. Pengertian Madrasah
Kata madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat atau wahana untuk mengenyam proses
pembelajaran.3 Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan
1
A. Mustafa, Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam di Idonesia (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 11.
Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembagannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 1.
3
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), 50.
2
atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran. 4 Karenanya, istilah madrasah tidak hanya
diartikan sekolah dalam arti sempit, tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan,
surau, masjid, dan lain-lain, bahkan seorang ibu juga bisa dikatakan madrasah pemula.5 sementara
Karel A. steenbrik justru membedakan antara madrasah dan sekolah-sekolah, dia beralasan
bahwa antara madrasah dan sekolah mempunyai ciri yang berbeda.6 Meskipun demikian, dalam
konteks ini penulis cenderung untuk menyamakan arti madrah dan sekolah.
Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar
ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber dari Islam itu sendiri.
2. Sejarah Perkembangan Madrasah
Dalam khazanah pendidikan Islam, sejarah perkembagan madrasah akan selalu menjadi
kajian yang menarik untuk terus dianalisis secara kritis. Kajian kritis ini menjadi sangat urgenth
karena dinilai akan dapat menempatkan madrasah dalam sejarah perkembangan pendidikan dan
intlektual muslim secara lebih objektif dan komprehensif. Dengan demikian, diharapkan akan di
peroleh gambaran yang semestinya tentang keberadaan madrasah.7
Sebagian sarjana pendidikan berasumsi bahwa tradisi pendidikan Islam di Indonesia tidak
sepenuhnya khas Indonesia, kecuali hanya menambhkan muatan dan corak keislaman terhadap
tradisi pendidkan yang sudah ada, terutama yang bermula dari agama Hindu. IP Simanjuntak
berargumen misalnya bahwa masuknya agama Islam tidak mengubah hakekat pengajaran agama
yang formil; yang berubah sejak pengembangan agama Islam ialah: isi agama yang dipelajari,
bahasa yang menjadi wahana bagi pelajaran agama itu, serta latar belakang pelajar-pelajar.
Ditambahkannya lagi, dalam zaman pengembangan agama Islam tidak mengalami perubahan
(tetap menganut pola Hindu). Yang dimaksudkan dengan kalimat itu, ialah yang bekenaan
dengan struktur organisasi pendidikan keagamaan itu. Mengikuti asumsi ini orang tentunya akan
mudah cenderung kepada anggapan bahwa pertumbuhan madrasah di Indonesia sepenuhnya
merupakan usaha penyesuaian atas tradisi persekolahan yang dikembangkan oleh pemerintah
Hindia Belanda. Mengingat struktur dan mekanismenya yang hampur sama, sekilas dapat diduga
bahwa madrasah merupakan bentuk lain dari sekolah yang hanya diberi muatan dan corak
keislaman.
4
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. VII; Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 889.
Suwito, Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana, 2005), 214.
6
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 160.
7
Fauzan, SejarahSosial., 189.
5
Asumsi seperti itu agaknya tidak sepenuhnya benar, meskipun dalam ukuran tertentu tidak
bisa diabaikan bahwa pertumbuhan madrasah itu merupakan respon pendidikan Islam terhadap
sistem sekolahan yang sudah menjadi kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam kerangka
politik etisnya. Latar belakang lain yang layak dipertimbangkan adalah bahwa pertumbuhan dan
perkembangan madrasah pada awal abad 20 ini merupakan bagian dari gerakan pembaharuan
Islam di Indonesia, yang memiliki kontak cukup intensif dengan gerakan pembaharuan di Timur
Tengah, sebagai agama yang universal, Islam membawakan peradabannya sendiri termasuk
dalam bidang pendidikan yang berakar pada tradisi yang sangat panjang sejak masa peradaban
Islam itu tetap mempertahankan esensinya yang sejati yang kondisional. Dalam kaitannya dengan
pertumbuhan madrasah di Indonesia, aspek universal dari tradisi itu tidak bisa dilepaskan karena
memang dalam kenyataannya eksistensi lembaga madrasah itu sudah berkembang sejak masa
Islam klasik, dan bahkan terus berkembang hingga masa modern dengan segala bentuk
penyesuaian dan pembaharuannya.8
Pada masa kedudukan Jepang, ada satu hal yang istimewa dalam dunia pendidikan
sebagaimana telah dilakukan, yaitu sekolah-sekolah telah diseragamkan dan dinegerikan
meskipun sekolah-sekolah swasta lain, seperti Muhammadiyah, Taman Siswa dan lain-lain
diizinkan terus berkembang dengan pengaturan dan di selenggarakan oleh pendudukan Jepang.
Sementara itu, khususnya pada masa awal-awalnya, madrasah dibangun dengan gencar-gencarnya
selagi ada angin segar yang diberikan oleh Jepang. Walaupun lebih bersifat pletis belaka,
kesempatan itu tidak disia-siakan begitu saja dan umat Islam Indonesia memanfaatkannya denga
sebaik-baiknya. Ini tampak di Sumatra dengan berdirinya madrasah Awaliyanya, yang di ilhami
oleh Majelis Islam Tinggi. Hampir seluruh pelosok pedesaan terdapat madrasah Awaliyah yang
dikunjungi banyak anak laki-laki dan perempuan. Madrasah Awaliyah ini dadakan pada sore hari
dengan waktu kurang satu setengah jam. Materi yang diajarkan ialah belajar mambaca al-Quran,
ibadahm akhlak dan keimanan sebagai pelatihan pelajaran agama yang dilakukan di sekolah
rakyat pagi hari. Oleh karena itu meskipun dunia pendidikan secara umum terbengkalai, karena
murid-muridnya setiap hari hanya disuruh gerak badan, baris-berbaris, bekerja bakti (rumosha),
bernyanyi dan sebagainya, madrasah-madrasah yang berada di dalam lingkungan pondok
pesantren bebas dari pengawasan langsung pemerintah pendudukan Jepang. Pendidikan dalam
pondok pesantren dapat berjalan dengan wajar.9 Dan begitu pula dalam keterangan lain.
8
9
Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembagannya., 81-82.
, Fauzan, SejarahSosial Pendidikan Islam,. 110.
Madrasah adalah saksi dari perjuangan pendidikan yang tak kenal henti. Pada zaman
penjajahan Belanda, madrasah didirikan untuk semua warga. Sejarah mencatat, madrasah
pertama kali berdiri di Sumatra, Madrasah Adabiyah (1908, dimotori Syekh Abdullah Ahmad),
tahun 1910 berdiri Madrasah Schoel di Batusangkar oleh Syaikh M. Taib Umar, kemudian M.
Mahmud Yunus pada 1918 mendirikan Diniyah Schoel sebagai lanjutan dari Madrasah Schoel.
Madrasah Tawalib didirikan Syeikh Abdul Karim Amrullah di Padang Panjang (1907). Lalu,
Madrasah Nurul Uman dididirikan H. Abdul Somad di Jambi.
Madrasah berkembang di Jawa mulai 1912. Ada model madrasah-pesantren NU dalam
bentuk Madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Muallimin Wustha, dan Muallimin Ulya
(mulai 1919); ada madrasah yang mengapropriasi sistem pendidikan Belanda plus, seperti
Muhammadiyah (1912) yang mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsnawiyah, Muallimin,
Muballighin, dan madrasah Diniyah. Ada juga model Al-Irsyad (1913) yang mendirikan madrasah
Awaliyah, Ibtidaiyah, Madrasah Tajhiziyah, Muallimin dan Tahassus; atau model madrasah PUI
di Jabar yang mengembangkan madrasah pertanian.
Belanda tentu saja resah akan perkembangan madrasah, lalu keluarlah peraturan yang
menetapkan madrasah sebagai sekolah liar , kemudian mengeluarkan sejumlah peraturan yang
melarang atau membatasi madrasah. Kalaupun kemudian Pemerintah Belanda memberikan
apresiasi pada kepentingan Islam, bantuan diberikan 7.500 gulden untuk 50.000.000 jiwa.
Menyimak pidato Oto Iskandardinata pada 1928 di Voolkraad, bantuan itu dianggap penghinaan
karena seharusnya yang diberikan Belanda satu juta gulden.
Akan tetapi, madrasah berdiri di mana-mana. Madrasah adalah perjuangan warga
republik ini untuk mendapatkan pendidikan. Pada 1915 berdiri madrasah bagi kaum perempuan,
yaitu Madrasah Diniyah putri yang didirikan Rangkayo Rahmah Al-Yunisiah. Zaiuniddin Labai
ini juga yang pertama kali mendirikan Persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI) di
Minangkabau pada 1919.10
Setelah Indonesia merdeka, pendidikan agama telah mendapat perhatian serius dari
pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha tersebut dimulai dengan memberikan
bantuan sebagaimana anjuran oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27
Desember 1945, disebutkan:
Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu sumber pendidikan dan
pencerdasan rakyat jelata yang telah berurat dan berakar dalam masyarakat Indonesia pada
10
http://seputar-man3barabai.blogspot.com/2012/06/sejarah-madrasah-di-indonesia.html.
umumnya, hendaknya mendapatkan perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan
material dari pemerintah.11
Perkembangan madrasah pada masa orde lama sejak awal kemerdekaan sangat terkait dengan
peran departemen agama yang resmi berdiri pada tanggal 3 Januari 1946, dalam perkembangan
selanjutnya departemen agama menyeragamkan nama, jenis dan tingkatan madrasah sebagaimana
yang ada sekarang. Dalam UU No. 4 tahun 1950 dan No. 12 tahun 1954 tentang dasar-dasar
pendidikan dan pengajaran di sekolah dalam pasal 2 ditegaskan bahwa Undang-undang ini tidak
berlaku untuk pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah agama. Dan dalam pasal 20 ayat 1
disebutkan bahwa pendidikan agama di sekolah bukan masa pelajaran wajib dan bergantung pada
persetujuan orang tua siswa. Dengan rekomendasi ini, madrasah tetap berada di luar system
pendidikan nasional, tetapi sudah merupakan langkah pengakuan akan eksistensi madrasah dalam
kerangka pendidikan nasional.12
3. Hakikat dan Misi Lembaga Madrasah
Dalam perkembangannya, sistem pendidikan Islam madrasah sudah tidak menggunakan
sistem pendidikan yang sama dengan sistem pendidikan Islam pesantren. Karena di lembaga
pendidikan madrasah ini sudah mulai dimasukkan pelajaran-pelajaran umum seperti sejarah ilmu
bumi, dan pelajaran umum lainnya. Sedangkan metode pengajarannya pun sudah tidak lagi
menggunakan sistem halaqah, melainkan sudah mengikuti metode pendidikan moderen barat,
yaitu dengan menggunakan ruang kelas, kursi, meja, dan papan tulis untuk proses belajar
mengajar.13
Melihat kenyataan sejarah, kita tentunya bangga dengan sistem dan lembaga pendidikan
Islam madrasah yang ada di Indonesia. Apalagi dengan metode dan kurikulum pelajarannya yang
sudah mengadaptasi sistem pendidikan serta kurikulum pelajaran umum. Peran dan kontribusi
madrasah yang begitu besar itu pada gilirannya
sejak awal kemerdekaan
sangat terkait dengan
peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara
intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia.
Orientasi usaha Departemen Agama dalam bidang pendidikan Islam bertumpu pada aspirasi
umat Islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah, di samping pada pengembangan
11
http://www.pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=sejarahpendis.diakses-tgl/21/03/13.
http://anggihblogs.blogspot.com/2012/09/sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan_16.html-diakses.21/03/13.
13
A. Mustafa, Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas Tarbiyah (Bandung: CV.
Pustaka Setia, 1999), 151.
12
madrasah itu sendiri. Perkembangan serta kemajuan pendidikan Islam terus meningkat secara
signifikan. Hal itu dapat dilihat misalnya pada pertengahan dekade 60-an, madrasah sudah
tersebar di berbagai daerah di hampir seluruh propinsi Indonesia. Dilaporkan bahwa jumlah
madrasah tingkat rendah pada masa itu sudah mencapai 13.057. dengan jumlah ini, sedikitnya
1.927.777 telah terserap untuk mengenyam pendidikan agama. Laporan yang sama juga
menyebutkan jumlah madrasah tingkat pertama (tsanawiyah) yang mencapai 776 buah dengan
jumlah murid 87.932. Adapun jumlah madrasah tingkat Aliyah diperkirakan mencapai 16
madrasah dengan jumlah murid 1.881. Dengan demikian, berdasarkan laporan ini, jumlah
madrasah secara keseluruhan sudah mencapai 13.849 dengan jumlah murid sebanyak 2.017.590.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa sudah sejak awal, pendidikan madrasah memberikan
sumbangan yang signifikan bagi proses pencerdasan dan pembinaan akhlak bangsa.14
Dalam pada itu, meskipun pemerintah melalui departemen agama sudah banyak melakukan
perubahan dan perumusan kebijakan di sana-sini untuk memajukan madrasah, namun itu belum
terlalu berhasil jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah umum yang dalam hal ini dikelola oleh
departemen pendidikan. Karena realitasnya, masyarakat hingga periode 90-an masih mempunyai
sense of interest yang tinggi untuk masuk ke sekolah-sekolah umum yang dinilainya mempunyai
prestige yang lebih baik daripada madrasah atau sekolah Islam (Islamic School). Lebih dari itu,
dengan masuk ke sekolah-sekolah umum, masa depan siswa akan lebih terjamin ketimbang
masuk ke madrasah atau sekolah Islam.
Hal itu bisa jadi disebabkan oleh image yang menggambarkan lulusan-lulusan madrasah tidak
mampu bersaing dengan lulusan-lulusan dari sekolah-sekolah umum. Lulusan madrasah hanya
mampu menjadi seorang guru agama atau ustdaz. Sedangkan lulusan dari sekolah umum mampu
masuk ke sekolah-sekolah umum yang lebih bonafide dan mempunyai jaminan lapangan pekerjaan
yang pasti.
Dalam konteks kekinian, image madrasah atau sekolah Islam telah berubah. Madrasah
sekarang tidak lagi menjadi sekolah Islam yang hanya diminati oleh masyarakat kelas menengah
ke bawah. Melainkan sudah diminati oleh siswa-siswa yang berasal dari masyarakat golongan
kelas menengah ke atas. Hal itu disebabkan sekolah-sekolah Islam atau madrasah elit yang sejajar
dengan sekolah-sekolah umum sudah banyak bermunculan. Diantara madrasah atau sekolah
14
Depag, Kebijakan Departemen Agama dalam Peningkatan Mutu Madrasah di Indonesia (Jakarta: Ditjen Penais
Departemen Agama, 2008), 45.
Islam itu adalah; Madrasah Pembangunan UIN Jakarta, Sekolah Islam al-Azhar, Sekolah Islam
al-Izhar, Sekolah Islam Insan Cendekia, Madania School, dan lain sebagainya.
Sebelum mengalami perkembangan seperti sekarang ini, madrasah hanya diperuntukkan bagi
kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah. Namun sejak mulai mengadopsi sistem
pendidikan moderen yang berasal dari Barat sambil tetap mempertahankan yang sudah ada dan
dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang mendukung iklim pembelajaran siswa dan pengajaran
siswa, madrasah (atau sekolah Islam) sekarang sudah sangat diminati oleh kalangan masyarakat
kelas menengah ke atas. Apalagi madrasah sekarang ini sudah banyak yang menjalankan dengan
apa yang disebut sebagai English Daily. Semua guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar
harus berbicara dalam bahasa Inggris. Seperti Madrasah Pembangunan UIN Jakarta, Sekolah
Islam Al-Azhar, sekolah Islam Al-Izhar, Sekolah Islam Insan Cendekia, dan lain sebagainya
adalah beberapa contoh di antaranya.
Kemampuan bahasa asing yang bagus di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak
diperlukan. Oleh karena itu, di beberapa madrasah dan sekolah Islam itu kemudian tidak hanya
memberikan pengetahuan bahasa Inggris saja. Lebih dari itu, pengetahuan bahasa asing lainnya
juga absolut diajarkan oleh madrasah seperti bahasa Arab misalnya. Atau bahasa Jepang,
Mandarin dan lainnya pada tingkat Madrasah Aliyah. Di samping itu, dalam menghadapi era
globalisasi, madrasah sebagai institusi pendidikan Islam tidak lantas cukup merasa puas atas
keberhasilan yang telah dicapainya dengan memberikan pengetahuan bahasa asing kepada para
siswanya dan desain kurikulum pendidikan yang kompatibel dan memang dibutuhkan oleh
madrasah.15
Akan tetapi, justru madrasah harus terus berpikir ulang secara berkelanjutan yang mengarah
kepada progresivitas madrasah dan para siswanya. Oleh karena itu, dalam pendidikan madrasah
memang sangat diperlukan pendidikan keterampilan. Pendidikan keterampilan ini bisa berbentuk
kegiatan ekstra kurikuler atau kegiatan intra kurikuler yang berupa pelatihan atau kursus
komputer, tari, menulis, musik, teknik, montir, lukis, jurnalistik atau mungkin juga kegiatan
olahraga seperti sepak bola, basket, bulu tangkis, catur dan lain sebagainya.
Dari pendidikan keterampilan nantinya diharapkan akan berguna ketika para siswa lulus dari
madrasah. Karena jika sudah dibekali dengan pendidikan keterampilan, ketika ada siswa yang
tidak dapat melanjutkan sekolahnya ke tingkat yang lebih tinggi seperti universitas misalnya,
maka siswa dengan bekal keterampilan yang sudah pernah didapatnya ketika di madrasah tidak
15
Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia., 155.
akan kesulitan lagi dalam upaya mencari pekerjaan. Jadi, kiranya penting bagi madrasah untuk
mengembangkan pendidikan keterampilan tersebut. Sebab, dengan begitu siswa akan langsung
dapat mengamalkan ilmunya setelah lulus dari madrasah atau sekolah Islam. Namun semua itu
tentunya harus dilakukan secara profesional. Dengan adanya pendidikan keterampilan di sekolahsekolah Islam atau madrasah, lulusan madrasah diharapkan mampu merespon tantangan dunia
global yang semakin kompetitif. Dan nama serta citra madrasah juga tetap akan terjaga. Karena
ternyata alumni-alumni madrasah mempunyai kompetensi yang tidak kalah kualitasnya dengan
alumni sekolah-sekolah umum.
Latar Belakang Berdirinya Madrasah Ibtidaiyah di Indonesia
1. Pengertian Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah ibtidaiyah (disingkat MI) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal
diIndonesia, setara dengan Sekolah Dasar, yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian
Agama. Pendidikan madrasah ibtidaiyah ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1
sampai kelas 6. Lulusan madrasah ibtidaiyah dapat melanjutkan pendidikan ke madrasah
tsanawiyah atau sekolah menengah pertama. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun.
2. Perkembangan Madrasah Ibtidaiyah Pada Masa Orde baru
Masa Orde baru, perkembangan Madrasah Ibtidaiyah ditandai dengan adanya perhatian
pemerintah yang diwujudkan dengan adanya rangkaian dikeluarkannya peraturan pemerintah (PP)
sejak masa orde lama yakni PP No 33 tahun 1949 dan PP No 33 tahun 1950, yang sebelumnya
didahului dengan dikeluarkan Permenag No 1 Tahun 1946, No 7 tahun 1952, No 2 tahun 1960
dan terakhir No. 3 Tahun 1979 tentang pemberian bantuan kepada madrasah. Kemudian lahir
kebijakan dalam rangka pengembangan madrasah tingkat dasar (Ibtidaiyah), pemerintah
(Departemen Agama) mendirikan Mdarasah Wajib Belajar (MWB) yang menjadi langkah awal
dari adanya bantuan dan pembinaan madrasah dalam rangka penyeragaman kurikulum dan sistem
penyelenggaraannya, dalam upaya peningkatan mutu madrasah ibtidaiyah. Walaupun kemudian
MWB ini tidak berjalan sesuai dengan harapan karena berbagai kendala seperti terbatasnya sarana
prasarana, masyarakat kurang tanggap dan juga pihak penyelenggara madrasah, setidaknya itu
menjadi pendorong kemudian pemerintah mendirikan adanya madrasah negeri yang lebih lengkap
dan terperinci, dengan perbandingan materi agama 30% dan materi pengetahuan umum 70%.
Dalam Pasal 4 TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966 disebutkan tentang isi pendidikan, di mana
untuk mencapai dasar dan tujuan pendidikan, maka isi pendidikan adalah:
pertama, mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama. Kedua,
mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan, dan yang ketiga, membina dan mengembangkan fisik
yang kuat dan sehat.
Pada tahun 1962 terbuka kesempatan untuk menegrikan madrasah untuk semua tingkatan
yaitu, Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN), dan Madrasah
Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN). Dengan adanya kesempatan tersebut, maka jumlah
keseluruhan madrasah negeri yaitu MIN 358 buah, MTsN 182 buah, dan MAAIN 42 buah.
3. Eksistensi Madrasah Ibtidaiyah Masa Orde Baru
Sekitar akhir tahun 70-an, pemerintah Orde Baru mulai memikirkan kemungkinan
mengintegrasikan madrasah ke dalam Sistem Pendidikan Nasional. Usaha tersebut diwujudkan
dengan upaya yang dilakukan pemerintah dengan melakukan upaya memperkuat struktur
madrasah, kurikulum dan jenjangnya, sehingga lulusan madrasah dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, yaitu sekolah-sekolah yang dikelola oleh departemen pendidikan
dankebudayaan. Dalam rangka merespon SKB tersebut, maka disusun kurikulum madrasah tahun
1975 dengan perbandingan bobot alokasi waktu 70% pelajaran umum dan 30% pelajaran agama.
Ketentuan untuk mengajarkan pengetahuan umum 1/3 dari seluruh jam pengajaran
dilatarbelakangi oleh saran Panitia Penyelidik Pengajaran yang mengamati bahwa di madrasahmadrasah jarang sekali diajarkan pengetahuan umum yang sangat berguna bagi kehidupan seharihari. Kekurangan pengetahuan umum akan menyebabkan orang mudah diombang-ambingkan
oleh pendapat yang kurang benar dan pikiran kurang luas.
4. Permasalahan-permasalahan yang ada di Madrasah Ibtidaiyah
Permasalahan yang ada di madrasah adalah kompleks serta saling terkait dengan keadaan
lainnya. Permasalah yang ada dan berkembang di masyarakat berasal dari faktor dari dalam diri
madrasah (internal) dan faktor dari luar madrasah (eksternal). Faktor yang berasal dari dalam
madrasah antara lain adalah kurang
respon dan minatnya umat Islam sendiri untuk
menyekolahkan anak-anaknya di madrasah. Secara umum dapat disebutkan permasalahanpermasalahan yang ada di masyarakat sebagai berikut:
a. Madrasah masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Madrasah dianggap lembaga
pendidikan kelas dua.
b. Kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Sehingga kebijakan-kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah justru terasa mempersulit upaya-upaya pengembangan madrasah.
c. Mutu pendidikan relatif rendah kurang terjamin bila dibandingkan dengan sekolah formal
karena banyaknya bidang studi yang diajarkan.
d. Kualitas guru masih rendah. Hal ini ditandai dengan banyaknya guru-guru atau pengajar yang
mengajar mata pelajarn yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
e. Manajemen pengelolaan kurang professional. Hal ini ada kaitannya dengan mutu sumber daya
manusia yang rendah, sebab bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
f. Sarana prasarana pendidikan yang pas-pasan.
g. Jumlah siswa yang sedikit serta berlatar belakang intelegensi yang rendah dan berasal dari
keluarga yang tidak mampu.
5. Pembinaan Pemerintah Terhadap Madrasah
Usaha peningkatan dan pembinaan dalam pendidikan madrasah ini kembali terwujud
dengan adanya Surat Keputusan Besama (SKB) pada tahun 1975 yang menegaskan bahwa :
a. Yang dimaksud madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan agama Islam sebagai
mata pelajaran dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
b. Madrasah meliputi 3 tingkatan ;
1. Madarasah Ibtidaiyah setingkat dengan pendidikan dasar.
2. Madrsah Tsanawiyah setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama
3. Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas
Pembinaan dan pengembangan madrasah versi SKB Tiga menteri terus berlangsung
dengan tujuan mencapai mutu yang dicita-citakan. Penyamaan madrasah dengan sekolah umum
tidak hanya dalam hal penjenjangan saja, namun juga dalam hal struktur program dan kurikulum
juga mengalami pembakuan dan penyeragaman setidaknya itu diperkuat dengan terbitnya
Keputusan Besama Menteri Pendidian dan kebudayaan dengan Menteri Agama
No.
0299/U/1984 dan No. 45 Tahun1984, tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah
Umum dan Kurikulum Madrasah. Perbedaan terlihat pada identitas madrasah, yang menjadikan
pendidikan dengan pelajaran agama sebagai mata pelajaran dasar sekurang-kurangnya 30% di
samping mata pelajaran umum.
Menurut UU Nomor 2 tahun 1989, tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. (Depag RI, 1991/1991). Beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dari undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ini, mengusahakan :
1. Membentuk manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya yang
mampu mandiri.
2. Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang
terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh, yang mengandung terwujudnya kemampuan
bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan idiologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Dengan landasan demikian, sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara nyata,
menyeluruh dan terpadu. Semesta dalam arti terbuka bagi seluruh rakyat, dan berlaku di seluruh
wilayah negara, menyeluruh dalam arti mencakup semua jalur. Jenjang dan jenis pendidikan, dan
terpadu dalam arti adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha
pembangunan nasional.16
16
http://asrinuriyah.blogspot.com/2012/12/sejarah-madrasah-ibtidaiyah-di-indonesia.html.
Penutup
Almuhafadhoh ala qodimis sholeh, wal akhdu bijadidil ashlah, ini adalah sebuah solusi yang
mungkin bisa memecahkan permasalahan yang mengakar ditubuh madrasah sekarang ini, seperti
yang telah di paparkan diatas bahwa softskil atau keterampilan siswa itu sangatlah urgen dalam
perkembangan pendidikan siswa.
Kita tahu bahwa image yang ada tentang madrasah cenderung mengarah ke sesuatu yang
bersifat agamis saja, berbeda dengan Sekolah Umum yang masyhur dengan sainsnya. Semua itu
bisa kita rubah dengan tetep mempertahankan dasar madrasah sebagai wadah pendidikan yang
bersifat agamis, tanpa mengenyampingkan ilmu pengetahuan umum atau dalam hal ini adalah
sains dan keterampilan.
Solusi yang kedua adalah dengan mempertimbagkan kembali ide yang sebenarnya sudah
lama disuarakan oleh beberapa kalangan, yaitu adanya pendapat yang menginginkan pendidikan
satu atap di negeri ini. Seperti yang diungkapkan bahwa fenomena penganaktirian madrasah
sesungguhnya adalah konsekwensi dari pemberlakuan dualisme manajemen pendidikan di negeri
ini yang berlangsung sudah sejak lama. Maka terkait dengan masalah dualisme pendidikan ini, ide
tentang pendidikan satu atap ini juga layak kembali dipertimbangkan.
Menurut saya ketika semangat otonomi pendidikan menjadi isu sentral dalam reformasi
pendidikan nasional, maka madrasah seharusnya include dalam semangat otonomi itu. Ada banyak
alasan ilmiah yang menguatkan bahwa otonomi pendidikan diyakini akan mendatangkan
kemaslahatan terhadap peningkatan kualitas pendidikan nasional di masa datang. Masalahnya
adalah sekalipun madrasah sesungguhnya bergerak di bidang pendidikan yang sudah diotnomikan,
selama ini madrasah berada dalam jalur birokrasi Departemen Agama yang tidak diberikan
wewenang otonomi, maka akibatnya jadilah madrasah sebagai anak tiri oleh pemerintahan daerah.
Saya beranggapan bahwa pendidikan satu atap, dimana pendidikan hanya dikelola oleh
satu departemen, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, akan memberikan dampak luar
bisa kepada perkembangan madrasah pada masa datang. Apalagi UU No.20/2003 telah
menegaskan bahwa madrasah dalam banyak hal, seperti dalam hal kedududukan, status, dan
kurikulum sama persih dengan sekolah umum, maka secara yuridis ide pendidikan satu atap ini
sesungguhnya telah memiliki landasan hukum yang sangat kuat.
Pada tataran praktis, kalau ummat Islam khawatir memudarnya idealisme pendidikan
Islam di madrasah, kenapa tidak dibuka saja satu jurusan baru di SMA, jurusan Pendidikan Agama
Islam misalnya, yang khusus mengakomodir keinginan peserta didik untuk mempelajari agama
Islam secara lebih mendalam? Apalagi bukankah juga sudah ada ribuan pesantern yang
memfasilitasi keinginan itu? wacana tentang "pendidikan satu atap ini" sangat debatable, karena ada
banyak kepentingan di situ. Tapi poin saya adalah semua kalangan dalam pendidikan Islam tidak
boleh berhenti mencarikan solusi terbaik agar madrasah tidak terus menerus menjadi anak tiri,
agar madrasah bisa "dipangku ibu pertiwi" dalam makna yang sesungguhnya.
Daftar Pustaka
Abdullah Aly, A. Mustafa. Sejarah Pendidikan Islam di Idonesia, Bandung: Pustaka Setia, 1998.
--------.Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas Tarbiyah, Bandung: CV. Pustaka
Setia, 1999.
Depag. Kebijakan Departemen Agama dalam Peningkatan Mutu Madrasah di Indonesia, Jakarta: Ditjen
Penais Departemen Agama, 2008.
Fauzan, Suwito. SejarahSosial Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2005.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Maksum. Madrasah Sejarah dan Perkembagannya, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Nata, Abuddin. Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004.
W.J.S. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. VII; Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
http://seputar-man3barabai.blogspot.com/2012/06/sejarah-madrasah-di-indonesia.html.
http://www.pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=sejarahpendis.diaksestgl/21/03/13.
http://anggihblogs.blogspot.com/2012/09/sejarah-pertumbuhan-danperkembangan_16.html-diakses.21/03/13.
http://asrinuriyah.blogspot.com/2012/12/sejarah-madrasah-ibtidaiyah-di-indonesia.html.