this PDF file UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN STRATEGI RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT) DI KELAS X IIS 3 SMA NEGERI 6 SURAK
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT
DIVISION (STAD) DENGAN STRATEGI RELATING, EXPERIENCING,
APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT)
DI KELAS X IIS 3 SMA NEGERI 6 SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2014/2015
Esthi Putri Hapsari 1), Ira Kurniawati 2), Rubono Setiawan 3)
1)
Mahasiswa Pendidikan Matematika, FKIP, UNS
2),3)
Dosen Pendidikan Matematika, FKIP, UNS
Alamat Korespondensi:
1)
[email protected]
[email protected]
3)
[email protected]
2)
ABSTRAK
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mendeskripsikan
pelaksanaan model pembelajaran STAD dengan strategi REACT yang dapat
meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa dan mendeskripsikan
peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas X IIS 3 SMA Negeri 6
Surakarta tahun ajaran 2014/2015 setelah mengikuti pembelajaran tersebut. Data
yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data keterlaksanaan pembelajaran
dan hasil tes kemampuan koneksi matematis tiap siklus. Data keterlaksanaan
pembelajaran diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung. Sedangkan untuk data kemampuan koneksi matematis
siswa diperoleh dari hasil tes akhir siklus. Hasil pra siklus menunjukkan bahwa
persentase keterlaksanaan pembelajaran termasuk dalam kategori sedang dengan
persentase 45%. Selanjutnya, persentase keterlaksanaan model pembelajaran
STAD dengan strategi REACT meningkat menjadi 77,5% pada siklus I dan
menjadi 100% pada siklus II atau tergolong dalam kategori tinggi. Dari hasil tes
kemampuan koneksi matematis siswa, persentase kemampuan koneksi matematis
siswa dengan kategori minimal baik mengalami peningkatan dari 12,5% siswa
pada pra siklus menjadi 37,5% siswa pada siklus I dan menjadi 65, 625% siswa
pada siklus II. Apabila dibandingkan, hasil kemampuan koneksi matematis siswa
pada kategori minimal baik antara pra siklus dan siklus I dapat meningkat sebesar
25% serta dari siklus I ke siklus II meningkat sebesar 28,125%. Berdasarkan hasil
tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Student Teams
Achievement Division (STAD) dengan strategi Relating, Experiencing, Applying,
Cooperating, Transferring (REACT) dapat meningkatkan kemampuan koneksi
matematis siswa kelas X IIS 3 SMA Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015.
Kata kunci:
Model STAD, strategi REACT, koneksi matematis
Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.3 Mei 2017
91
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah
satu mata pelajaran wajib yang
diberikan dari jenjang pendidikan
dasar hingga pendidikan tinggi.
Sejalan dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22
Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006
tentang standar isi satuan pendidikan
dasar
dan
menengah
yang
menjelaskan bahwa pembelajaran
matematika perlu diberikan kepada
semua peserta didik mulai dari
sekolah dasar. Hal ini disebabkan
karena matematika merupakan ilmu
pengetahuan yang diterapkan dalam
berbagai disiplin ilmu. Matematika
mempunyai peranan penting dalam
mendukung
kemajuan
ilmu
pengetahuan dan teknologi. Oleh
karena itu matematika merupakan
mata pelajaran yang penting untuk
dipelajari dan dikuasai.
Pada
kenyataannya
mata
pelajaran matematika masih sulit
untuk dikuasai oleh siswa, seperti
yang terjadi di SMA Negeri 6
Surakarta. Rendahnya hasil belajar
matematika terlihat pada hasil Ujian
Tengah Semester (UTS) siswa SMA
Negeri 6 Surakarta kelas X IIS 3
pada tahun ajaran 2014/2015, dimana
nilai rata-rata mata pelajaran
matematika hanya 59.40. Pencapaian
nilai UTS pada mata pelajaran
Matematika siswa kelas X IIS 3
SMA Negeri 6 Surakarta tahun
ajaran
2014/2015,yaitu
terlihat
seperti tabel berikut:
Tabel 1.1 Pencapaian Nilai UTS
Matematika Siswa Kelas X IIS 3
SMA Negeri 6 Surakarta Tahun
Ajaran 2014/2015
No Rentan Jumlah Presentase
g Nilai Siswa
(%)
1
96-100
2
91-95
3
85-90
4
80-84
5
75-79
1
3.03
6
70-74
7
65-69
4
12.12
8
60-64
8
24.24
9
55-59
13
39.39
10
1-54
7
21.21
Berdasarkan data nilai UTS
mata pelajaran matematika siswa
kelas X IIS 3 SMA Negeri 6
Surakarta tahun ajaran 2014/2015
pada Tabel 1.1 diatas, jika ditetapkan
nilai KKM berdasarkan kurikulum
2013 dengan skala 4, yaitu 2,66 atau
sebanding dengan nilai 66,5 maka
tampak bahwa sekitar 84,84% siswa
belum mencapai nilai KKM.
Banyaknya siswa dengan nilai
matematika di bawah nilai KKM
mungkin dapat disebabkan oleh
rendahnya standar proses yang
belum dimiliki siswa. Siswa kelas X
IIS 3 kesulitan dalam mengerjakan
soal-soal UTS karena siswa masih
memandang materi matematika
sebagai materi yang berdiri sendiri
dan tidak saling terkait. Hal tersebut
mengakibatkan siswa tidak dapat
menyelesaikan soal yang berkaitan
dengan konsep-konsep yang pernah
dipelajari atau yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari. Pernyataan
tersebut didukung oleh hasil
penelitian yang menyatakan bahwa,
“Salah
satu
faktor
yang
menyebabkan rendahnya prestasi
belajar matematika yaitu kemampuan
koneksi matematis siswa yang masih
rendah” [1]. Oleh karena itu,
kemampuan koneksi matematis yang
baik
sangat
berperan
dalam
mendukung tercapainya hasil belajar
yang bermakna.
Kemampuan
koneksi
matematis menjadi salah satu
kemampuan yang penting dimiliki
dan dikuasai oleh siswa.
Hal
tersebut sesuai dengan ketetapan
National Council of Teachers of
Mathematics (2000) tentang standar
proses yang perlu dimiliki siswa
dalam pembelajaran matematika,
yaitu: (1) pemecahan masalah
(problem solving); (2) Penalaran dan
pembuktian (reasoning and proof);
(3) Komunikasi (communication);
(4) Koneksi (connection) dan (5)
Representasi (representation) [2].
Koneksi berasal dari kata connection
dalam bahasa Inggris yang artinya
hubungan. Koneksi matematis dapat
diartikan sebagai keterkaitan antara
konsep-konsep matematika secara
internal yaitu berhubungan dengan
matematika itu sendiri ataupun
keterkaitan secara eksternal, yaitu
matematika dengan bidang lain, baik
bidang studi lain maupun dengan
kehidupan
sehari-hari.
Pada
hakekatnya konsep dan prinsip
dalam matematika saling berkaitan
antara satu dengan yang lain
sehingga diperlukan kemampuan
koneksi
matematis
untuk
memperoleh
pemahaman
yang
bermakna. Kemampuan koneksi
matematis
akan
memperluas
pengetahuan
siswa
terhadap
matematika karena siswa dapat
mengaitkan
kejadian
dalam
kehidupan sehari-hari dengan materi
yang dipelajari. Selain itu, siswa
akan lebih mudah dalam memahami
suatu konsep. Jika siswa tidak
mampu melakukan koneksi antara
beberapa ide matematik maka siswa
akan kesulitan dalam memahami
materi
matematika.
Rendahnya
kemampuan koneksi matematis
siswa akan mengganggu kelancaran
kegiatan pembelajaran. Terutama
kemampuan siswa dalam mengingat
dan mengaitkan materi prasyarat
dengan materi baru. Siswa cenderung
sudah melupakan materi prasyarat
yang dibutuhkan dan guru harus
kembali
menjelaskan
serta
mengulang materi sebelumnya.
Berdasarkan keterangan dari
Ibu Rohmi Malikah, S.Pd selaku
guru matematika kelas X IIS 3 SMA
Negeri
6
Surakarta,
peneliti
memperoleh informasi bahwa siswa
masih
kesulitan
dalam
menyelesaikan
persoalan
yang
membutuhkan penguasaan pada
materi yang telah dipelajari. Bahkan
terdapat
siswa
yang
masih
menanyakan materi-materi yang
seharusnya dikuasai pada jenjang SD
dan SMP. Selain itu, siswa
cenderung
kesulitan
apabila
berhadapan dengan soal cerita,
terutama yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari.
Hal
tersebut
didukung
dengan hasil observasi di kelas X IIS
3 SMA Negeri 6 Surakarta pada
tanggal 6 Maret 2015 tentang
pembahasan soal-soal UTS dan 4
Mei 2015 dengan materi statistika.
Diketahui bahwa dalam proses
pembelajaran matematika, guru
masih menggunakan pendekatan
pembelajaran konvensional yang
didominasi dengan metode ceramah.
Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.3 Mei 2017
93
Selanjutnya guru memberikan contoh
soal dan latihan soal kepada siswa.
Siswa terlihat kesulitan dalam
mengerjakan latihan soal yang
sedikit berbeda dengan contoh,
sehingga siswa hanya menunggu
pembahasan yang diberikan guru
kemudian
mencatatnya.
Saat
beberapa siswa mengerjakan kembali
soal UTS di depan kelas, ternyata
terlihat bahwa siswa kesulitan
menyelesaikan
soal
tentang
menentukan batas nilai m dari
persamaan
kuadrat
2
“(m-5)x -4mx+m-2=0”
yang
mempunyai akar real berbeda. Siswa
mampu
menggunakan
syarat
diskriminan lebih dari nol sehingga
diperoleh pertidaksamaan kuadrat
baru dengan variabel m. Akan tetapi
siswa berhenti pada langkah
menentukan himpunan penyelesaian
dari
pertidaksamaan
tersebut.
Akibatnya guru harus berulang kali
mengingatkan siswa untuk membuka
buku catatan atau menjelaskan
kembali karena materi tersebut telah
disampaikan
pada
semester
sebelumnya. Kemampuan siswa
yang
masih
rendah
dalam
mengaitkan beberapa ide matematik
disebabkan karena siswa hanya
memandang matematika sebagai
sekumpulan topik yang terpisahpisah.
Rendahnya
kemampuan
koneksi matematis siswa terutama
saat menuliskan permasalahan dalam
bentuk
model
matematika,
menuliskan konsep yang mendasari
jawaban
dan
menggunakan
keterkaitan konsep dengan prosedur
atau operasi hitung lainnya dalam
menyelesaikan masalah diperkuat
dengan hasil observasi awal di kelas
X IIS 3 SMA Negeri 6 Surakarta
tahun ajaran 2014/2015. Terdapat
fakta bahwa hanya 12,5 % siswa
memiliki
kemampuan
koneksi
matematis baik, 46,875% dengan
kategori cukup, 34,375% kategori
kurang dan 6,25% kategori sangat
kurang.
Berdasarkan uraian diatas,
peneliti dan guru memilih untuk
menerapkan model pembelajaran
kooperatif, salah satunya adalah
model pembelajaran kooperatif tipe
STAD (Student Teams Achievement
Division). STAD merupakan salah
satu model pembelajaran yang paling
sederhana, dan model paling baik
untuk tahap permulaan bagi guru
yang baru menggunakan pendekatan
kooperatif. Model pembelajaran
STAD terdiri dari lima komponen
utama, yaitu 1) presentasi kelas;
2) tim, 3) kuis, 4) skor kemajuan dan
5) rekognisi tim [3]. Presentasi kelas
yang dipimpin langsung oleh guru
akan mempermudah siswa dalam
mempelajari materi. Dalam kegiatan
belajar mengajar dengan model
STAD, siswa tidak hanya menerima
materi dari guru melainkan siswa
juga berlatih untuk berdiskusi. Siswa
menghubungkan keterkaitan antar
konsep dan prinsip matematika
dengan
bekerja
sama
dalam
kelompoknya. Selain itu, siswa dapat
mengukur kemampuan koneksi
matematis yang telah dimiliki
melalui kuis yang dikerjakan secara
individu. Adanya rekognisi tim akan
memotivasi
siswa
untuk
memperdalam konsep dan prinsip
yang
dimiliki.
Hal
tersebut
diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan koneksi matematis
siswa.
Selanjutnya,
model
pembelajaran STAD (Student Teams
Achievement
Division)
yang
dimodifikasi dengan strategi REACT
(Relating, Experiencing, Applying,
Cooperating,
Transferring)
merupakan salah satu upaya untuk
menumbuhkembangkan kemampuan
koneksi matematis siswa. Menurut
Crawford
(2001)
strategi
pembelajaran REACT, terdiri dari
lima komponen yaitu Relating (R)
atau mengaitkan, Experiencing (E)
atau mengalami, Applying (A) atau
menerapkan, Cooperating (C) atau
bekerjasama dan Transferring (T)
atau mentransfer [4]. Strategi ini
dapat membantu siswa mengaitkan
materi yang dipelajari melalui
kegiatan eksplorasi dan penemuan
bersama
dalam
kelompoknya.
Konsep dan prinsip yang telah
dipelajari dapat diperkuat dengan
latihan-latihan soal yang bervariatif.
Selain itu, kegiatan transferring akan
mendorong siswa menggunakan
pengetahuan yang dimiliki ke dalam
situasi baru yang belum dipelajari.
Oleh karena itu, penggunaan strategi
REACT
akan
meningkatkan
kemampuan koneksi matematis
siswa karena dapat mendorong siswa
dalam membuat keterkaitan antar
konsep matematika itu sendiri
ataupun keterkaitan antar konsep
matematika
dengan
kehidupan
sehari-hari.
Penerapan
model
pembelajaran tipe STAD dengan
strategi REACT diharapkan dapat
lebih
efektif
meningkatkan
kemampuan koneksi matematis
siswa kelas X IIS 3 SMA Negeri 6
Surakarta.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
penelitian tindakan kelas tentang
upaya meningkatkan kemampuan
koneksi
matematis
siswa
menggunakan model pembelajaran
STAD dengan strategi REACT.
Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas X IIS 3 SMA Negeri 6
Surakarta semester genap tahun
ajaran 2014/2015 yang terdiri dari 32
siswa.
Penelitian ini dimulai dari
bulan Januari hingga Oktober 2015.
Pelaksanaan penelitian ini dibagi
dalam 3 tahapan kegiatan. Tahap
pertama yaitu persiapan penelitian
yang berlangsung pada bulan Januari
hingga bulan April 2015. Tahap
kedua yaitu pelaksanaan tindakan
yang berlangsung pada bulan Mei
2015. Tahap ketiga yaitu analisis
data
dan
pelaporan
yang
dilaksanakan pada bulan Mei –
Oktober 2015.
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian adalah data keterlaksanaan
pembelajaran dan data kemampuan
koneksi matematis siswa tiap siklus.
Data keterlaksanaan pembelajaran
diperoleh dari hasil observasi selama
proses pembelajaran. Sedangkan data
kemampuan koneksi matematis
siswa diperoleh dari tes akhir siklus.
Berdasarkan sumber data yang
digunakan,
ada
tiga
metode
pengumpulan data. Pertama adalah
metode observasi, yaitu cara
pengumpulan data dimana peneliti
(atau
orang
yang
ditugasi)
melakukan pengamatan terhadap
subjek penelitian demikian hingga si
subjek tidak tahu bahwa dia sedang
diamati [5]. Kedua metode tes, yaitu
dengan memberikan soal tes pada
setiap akhir siklus untuk mengukur
kemampuan koneksi matematis
siswa.
Ketiga
yaitu
metode
dokumentasi yang digunakan untuk
Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.3 Mei 2017
95
mendapatkan data tambahan serta
informasi lainnya yang mendukung
data penelitian.
Dalam penelitian ini digunakan
triangulasi
penyidik
yaitu
membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi
yang
diperoleh
dengan
cara
memanfaatkan
peneliti
atau
pengamat lainnya [6] untuk menguji
validitas
data
keterlaksanaan
pembelajaran dari hasil observasi
dan data yang diperoleh dari tes
kemampuan koneksi matematis
siswa. Data hasil observasi dari tiga
orang observer dikatakan valid
apabila menghasilkan informasi yang
sama minimal diantara dua orang
observer. Sedangkan untuk validitas
data hasil tes kemampuan koneksi
matematis siswa dilakukan dengan
cara
membandingkan
hasil
pengkategorian kemampuan koneksi
matematis dari tiga orang korektor.
Analisis
hasil
observasi
keterlaksanaan pembelajaran STAD
dengan strategi REACT dimulai
dengan menelaah lembar observasi
kemudian memberikan skor 1 jika
langkah pembelajaran terlaksana dan
skor 0 apabila langkah-langkah
pembelajaran yang diamati tidak
terlaksana. Selanjutnya dianalisis
dengan menghitung persentase hasil
observasi tiap pertemuan dan
kemudian dicari rata-rata persentase
keterlaksanaan pembelajaran dari
tiap pertemuan dalam satu siklus
utuk
memperoleh
persentase
keterlaksanaan pembelajaran tiap
siklus.
Sedangkan
hasil
tes
kemampuan koneksi matematis
siswa dianalisis dengan mengoreksi
hasil
pekerjaan
siswa
yang
dibandingkan
dengan
rubrik
penskoran tes kemampuan koneksi
matematis siswa sehingga diperoleh
skor kemampuan koneksi matematis
siswa
untuk
tiap
indikator.
Selanjutnya dihitung rata-rata skor
kemampuan koneksi matematis
siswa dari ketiga indikator kemudian
dikategorikan untuk menentukan
tingkat
kemampuan
koneksi
matematis siswa yang disajikan
seperti Tabel 3.3 berikut ini.
Tabel 3.3. Kategori Hasil Skor Tes
Kemampuan
Koneksi
Matematis
Rentang Skor Tes
Koneksi
Kategori
Matematis
80≤ skor ≤ 100
Sangat Baik
66 ≤ skor < 80
Baik
56 ≤ skor < 66
Cukup
40 ≤ skor < 56
Kurang
0 ≤ skor < 40
Sangat Kurang
Persentase
kemampuan
koneksi matematis siswa yang
mencapai kategori diatas ditentukan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
Ta: Persentase siswa yang mencapai
kategori a, dengan a = sangat
kurang,
kurang, cukup, baik,
dan sangat baik
na: Banyak siswa yang mencapai
kategori a
:
Banyaknya
siswa
secara
keseluruhan
Selanjutnya, untuk mengetahui
peningkatan kemampuan koneksi
matematis siswa setelah penerapan
model pembelajaran STAD dengan
strategi REACT dilakukan dengan
cara membandingkan persentase
kemampuan koneksi matematis
siswa setelah tindakan dan sebelum
tindakan dilakukan.
HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Pada tahapan pra siklus
dilakukan observasi keterlaksanaan
pembelajaran sebelum tindakan dan
tes kemampuan koneksi matematis
siswa. Hal tersebut bertujuan untuk
mengetahui keadaan awal, yaitu
persentase
keterlaksanaan
pembelajaran
dan
kemampuan
koneksi matematis siswa kelas X IIS
3 SMA Negeri 6 Surakarta.
Persentase
keterlaksanaan
pembelajaran pada pra siklus
sebelum tindakan yaitu sebesar 45%
atau termasuk dalam kategori
sedang. Berdasarkan hasil tes
kemampuan koneksi matematis pada
pra siklus diperoleh sebanyak 12,5%
siswa memiliki kemampuan koneksi
matematis dengan kategori minimal
baik. Jika skor kemampuan koneksi
matematis siswa dikategorikan untuk
masing-masing
indikator
maka
diperoleh persentase kemampuan
koneksi matematis siswa dengan
kategori minimal baik, yaitu
sebanyak 9,375% siswa pada
indikator menuliskan permasalahan
dalam bentuk model matematika,
46,875% siswa pada indikator
menuliskan konsep matematika yang
mendasari jawaban dan 21,875%
siswa pada indikator menggunakan
keterkaitan konsep dengan prosedur
atau operasi hitung lainnya dalam
menyelesaikan masalah.
Dari hasil observasi dan tes
kemampuan koneksi matematis pada
pra siklus maka dilaksanakan
tindakan perbaikan pada siklus I
menggunakan model pembelajaran
STAD dengan strategi REACT
sebagai upaya untuk meningkatkan
kemampuan koneksi matematis
siswa. Pada siklus I, diperoleh
peningkatan
persentase
keterlaksanaan pembelajaran yang
termasuk pada kategori tinggi
dengan persentase 77,5%. Sedangkan
persentase kemampuan koneksi
matematis siswa untuk setiap
indikator
kemampuan
koneksi
matematis dengan kategori minimal
baik, yaitu sebanyak 90,625% siswa
pada
indikator
menuliskan
permasalahan dalam bentuk model
matematika, 18,75% siswa pada
indikator
menuliskan
konsep
matematika yang mendasari jawaban
dan 21,875% siswa pada indikator
indikator menggunakan keterkaitan
konsep dengan prosedur atau operasi
hitung lainnya dalam menyelesaikan
masalah.
Apabila
siklus
I
dibandingkan dengan pra siklus
terdapat peningkatan kemampuan
koneksi matematis siswa sebanyak
25%. Dengan kata lain, pada siklus I
terdapat sebanyak 37,5% siswa
memiliki
kemampuan
koneksi
matematis dengan kategori minimal
baik. Walaupun kemampuan koneksi
matematis
siswa
mengalami
peningkatan
setelah
diterapkan
model pembelajaran STAD dengan
strategi REACT pada siklus I tetapi
peningkatan
tersebut
belum
mencapai indikator keberhasilan
yang ditentukan oleh peneliti. Oleh
karena itu, perlu dilakukan tindakan
perbaikan pembelajaran pada siklus
II.
Perbaikan
tindakan
pada
penerapan
model
pembelajaran
Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.3 Mei 2017
97
STAD dengan strategi REACT yang
dilakukan di siklus II yaitu
berdasarkan hasil refleksi pada siklus
I. Pada siklus II diperoleh persentase
keterlaksanaan pembelajaran sebesar
100%, ini artinya langkah-langkah
pembelajaran dapat berjalan dengan
kategori tinggi. Adanya persentase
keterlaksanaan pembelajaran yang
termasuk dalam kategori tingggi
berarti proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik sehingga siswa
lebih mudah dalam memahami
ataupun membuat keterkaitan antar
materi. Hal tersebut berperan dalam
menigkatkan kemampuan koneksi
matematis siswa pada siklus II.
Ringkasan kemampuan koneksi
matematis siswa dengan kategori
minimal baik untuk tiap indikator
pada siklus II adalah sebagai berikut:
sebanyak 65,625% siswa pada
indikator menuliskan permasalahan
dalam bentuk model matematika,
46,875% siswa pada indikator
menuliskan konsep matematika yang
mendasari jawaban dan 71,875%
siswa pada indikator indikator
menggunakan keterkaitan konsep
dengan prosedur atau operasi hitung
lainnya
dalam
menyelesaikan
masalah. Sedangkan, persentase
kemampuan koneksi matematis
siswa dengan kategori minimal baik
meningkat sebesar 28,125%, yaitu
dari 37,5% siswa pada siklus I
menjadi 65,625% siswa pada siklus
II. Dalam hal ini hasil tindakan pada
siklus II sudah mencapai indikator
keberhasilan
penelitian
yang
ditentukan, yaitu lebih dari atau sama
dengan 60% dari jumlah total siswa
minimal
mencapai
kategori
kemampuan koneksi matematis baik
(skor kemampuan koneksi matematis
lebih besar atau sama dengan 66).
Oleh karena itu, peneliti tidak
melanjutkan tindakan untuk siklus
berikutnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran STAD dengan
strategi REACT dapat meningkatkan
kemampuan koneksi matematis
siswa, sebelum dilakukan tindakan
yaitu hanya terdapat sebanyak 12,5%
siswa memiliki kemampuan koneksi
matematis siswa dengan kategori
minimal baik dan setelah tindakan
meningkat menjadi 37,5% pada
siklus I serta 65,625% pada siklus II.
Saran terhadap penelitian ini
adalah (1) Guru hendaknya mampu
menerapkan model pembelajaran
STAD dengan strategi REACT
dalam proses pembelajaran sebagai
salah
satu
alternatif
dalam
meningkatkan kemampuan koneksi
matematis
siswa.
(2)
Siswa
hendaknya mengetahui pentingnya
mengikuti proses pembelajaran yang
bertahap dan dapat diwujudkan
dengan mengikuti langkah-langkah
dalam
mengerjakan
Lembar
Kegiatan (LK) secara sistematis.
(3) Siswa hendaknya mampu
menghubungkan keterkaitan materi
matematika yang pernah dipelajari
sehingga dapat memudahkannya
untuk memahami suatu materi. (4)
Pihak
sekolah
hendaknya
mendukung guru dalam menerapkan
model atau pun strategi pembelajaran
inovatif dengan cara memberikan
sosialisasi tentang model, strategi
ataupun media pembelajaran yang
bervariasi dan segera memperbaiki
fasilitas
pembelajaran
yang
bermasalah, seperti LCD untuk
meningkatkan kualitas, proses dan
hasil pembelajaran. (5) Peneliti
lanjutan
dapat
meningkatkan
kemampuan koneksi matematis
siswa pada beberapa indikator
dengan
lebih
mengoptimalkan
kegiatan tim. Kegiatan tim pada
model pembelajaran STAD dengan
strategi
REACT
dapat
lebih
dioptimalkan dengan memperbaharui
Lembar Kegiatan (LK) yang
merupakan
media
untuk
memfasilitasi terlaksananya strategi
REACT.
[6]
Moleong,
L.
J.
(1999).
Metodologi
Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
Mandur, K., Sadra, I.W., &
Suparta, I.N. (2013). Kontibusi
Kemampuan
Koneksi,
Kemampuan Representasi dan
Disposisi Matematis terhadap
Prestasi Belajar Matematika
Siswa
SMA
Swasta
di
Kabupaten Manggarai. E-Jurnal
Program
Pascasarjana
Universitas
Pendidikan
Ganesha, 2, 1-10. Diperoleh 7
Maret
2015,
dari
http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/.
NCTM. (2000). Curriculum and
Evaluation Standards for School
Matematics. Reston VA :
National Council of Teaching of
Mathematics.
Slavin,
R.
E.
(2008).
Cooperative Learning. Bandung:
Nusa Media.
Crawford. (2001). Teaching
Contextually.
Texas:
CCI
Publishing, Inc.
Budiyono. (2003). Metodologi
Penelitian
Pendidikan.
Surakarta:
Sebelas
Maret
University Press
Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.3 Mei 2017
99
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT
DIVISION (STAD) DENGAN STRATEGI RELATING, EXPERIENCING,
APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT)
DI KELAS X IIS 3 SMA NEGERI 6 SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2014/2015
Esthi Putri Hapsari 1), Ira Kurniawati 2), Rubono Setiawan 3)
1)
Mahasiswa Pendidikan Matematika, FKIP, UNS
2),3)
Dosen Pendidikan Matematika, FKIP, UNS
Alamat Korespondensi:
1)
[email protected]
[email protected]
3)
[email protected]
2)
ABSTRAK
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mendeskripsikan
pelaksanaan model pembelajaran STAD dengan strategi REACT yang dapat
meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa dan mendeskripsikan
peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas X IIS 3 SMA Negeri 6
Surakarta tahun ajaran 2014/2015 setelah mengikuti pembelajaran tersebut. Data
yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data keterlaksanaan pembelajaran
dan hasil tes kemampuan koneksi matematis tiap siklus. Data keterlaksanaan
pembelajaran diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung. Sedangkan untuk data kemampuan koneksi matematis
siswa diperoleh dari hasil tes akhir siklus. Hasil pra siklus menunjukkan bahwa
persentase keterlaksanaan pembelajaran termasuk dalam kategori sedang dengan
persentase 45%. Selanjutnya, persentase keterlaksanaan model pembelajaran
STAD dengan strategi REACT meningkat menjadi 77,5% pada siklus I dan
menjadi 100% pada siklus II atau tergolong dalam kategori tinggi. Dari hasil tes
kemampuan koneksi matematis siswa, persentase kemampuan koneksi matematis
siswa dengan kategori minimal baik mengalami peningkatan dari 12,5% siswa
pada pra siklus menjadi 37,5% siswa pada siklus I dan menjadi 65, 625% siswa
pada siklus II. Apabila dibandingkan, hasil kemampuan koneksi matematis siswa
pada kategori minimal baik antara pra siklus dan siklus I dapat meningkat sebesar
25% serta dari siklus I ke siklus II meningkat sebesar 28,125%. Berdasarkan hasil
tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Student Teams
Achievement Division (STAD) dengan strategi Relating, Experiencing, Applying,
Cooperating, Transferring (REACT) dapat meningkatkan kemampuan koneksi
matematis siswa kelas X IIS 3 SMA Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015.
Kata kunci:
Model STAD, strategi REACT, koneksi matematis
Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.3 Mei 2017
91
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah
satu mata pelajaran wajib yang
diberikan dari jenjang pendidikan
dasar hingga pendidikan tinggi.
Sejalan dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22
Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006
tentang standar isi satuan pendidikan
dasar
dan
menengah
yang
menjelaskan bahwa pembelajaran
matematika perlu diberikan kepada
semua peserta didik mulai dari
sekolah dasar. Hal ini disebabkan
karena matematika merupakan ilmu
pengetahuan yang diterapkan dalam
berbagai disiplin ilmu. Matematika
mempunyai peranan penting dalam
mendukung
kemajuan
ilmu
pengetahuan dan teknologi. Oleh
karena itu matematika merupakan
mata pelajaran yang penting untuk
dipelajari dan dikuasai.
Pada
kenyataannya
mata
pelajaran matematika masih sulit
untuk dikuasai oleh siswa, seperti
yang terjadi di SMA Negeri 6
Surakarta. Rendahnya hasil belajar
matematika terlihat pada hasil Ujian
Tengah Semester (UTS) siswa SMA
Negeri 6 Surakarta kelas X IIS 3
pada tahun ajaran 2014/2015, dimana
nilai rata-rata mata pelajaran
matematika hanya 59.40. Pencapaian
nilai UTS pada mata pelajaran
Matematika siswa kelas X IIS 3
SMA Negeri 6 Surakarta tahun
ajaran
2014/2015,yaitu
terlihat
seperti tabel berikut:
Tabel 1.1 Pencapaian Nilai UTS
Matematika Siswa Kelas X IIS 3
SMA Negeri 6 Surakarta Tahun
Ajaran 2014/2015
No Rentan Jumlah Presentase
g Nilai Siswa
(%)
1
96-100
2
91-95
3
85-90
4
80-84
5
75-79
1
3.03
6
70-74
7
65-69
4
12.12
8
60-64
8
24.24
9
55-59
13
39.39
10
1-54
7
21.21
Berdasarkan data nilai UTS
mata pelajaran matematika siswa
kelas X IIS 3 SMA Negeri 6
Surakarta tahun ajaran 2014/2015
pada Tabel 1.1 diatas, jika ditetapkan
nilai KKM berdasarkan kurikulum
2013 dengan skala 4, yaitu 2,66 atau
sebanding dengan nilai 66,5 maka
tampak bahwa sekitar 84,84% siswa
belum mencapai nilai KKM.
Banyaknya siswa dengan nilai
matematika di bawah nilai KKM
mungkin dapat disebabkan oleh
rendahnya standar proses yang
belum dimiliki siswa. Siswa kelas X
IIS 3 kesulitan dalam mengerjakan
soal-soal UTS karena siswa masih
memandang materi matematika
sebagai materi yang berdiri sendiri
dan tidak saling terkait. Hal tersebut
mengakibatkan siswa tidak dapat
menyelesaikan soal yang berkaitan
dengan konsep-konsep yang pernah
dipelajari atau yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari. Pernyataan
tersebut didukung oleh hasil
penelitian yang menyatakan bahwa,
“Salah
satu
faktor
yang
menyebabkan rendahnya prestasi
belajar matematika yaitu kemampuan
koneksi matematis siswa yang masih
rendah” [1]. Oleh karena itu,
kemampuan koneksi matematis yang
baik
sangat
berperan
dalam
mendukung tercapainya hasil belajar
yang bermakna.
Kemampuan
koneksi
matematis menjadi salah satu
kemampuan yang penting dimiliki
dan dikuasai oleh siswa.
Hal
tersebut sesuai dengan ketetapan
National Council of Teachers of
Mathematics (2000) tentang standar
proses yang perlu dimiliki siswa
dalam pembelajaran matematika,
yaitu: (1) pemecahan masalah
(problem solving); (2) Penalaran dan
pembuktian (reasoning and proof);
(3) Komunikasi (communication);
(4) Koneksi (connection) dan (5)
Representasi (representation) [2].
Koneksi berasal dari kata connection
dalam bahasa Inggris yang artinya
hubungan. Koneksi matematis dapat
diartikan sebagai keterkaitan antara
konsep-konsep matematika secara
internal yaitu berhubungan dengan
matematika itu sendiri ataupun
keterkaitan secara eksternal, yaitu
matematika dengan bidang lain, baik
bidang studi lain maupun dengan
kehidupan
sehari-hari.
Pada
hakekatnya konsep dan prinsip
dalam matematika saling berkaitan
antara satu dengan yang lain
sehingga diperlukan kemampuan
koneksi
matematis
untuk
memperoleh
pemahaman
yang
bermakna. Kemampuan koneksi
matematis
akan
memperluas
pengetahuan
siswa
terhadap
matematika karena siswa dapat
mengaitkan
kejadian
dalam
kehidupan sehari-hari dengan materi
yang dipelajari. Selain itu, siswa
akan lebih mudah dalam memahami
suatu konsep. Jika siswa tidak
mampu melakukan koneksi antara
beberapa ide matematik maka siswa
akan kesulitan dalam memahami
materi
matematika.
Rendahnya
kemampuan koneksi matematis
siswa akan mengganggu kelancaran
kegiatan pembelajaran. Terutama
kemampuan siswa dalam mengingat
dan mengaitkan materi prasyarat
dengan materi baru. Siswa cenderung
sudah melupakan materi prasyarat
yang dibutuhkan dan guru harus
kembali
menjelaskan
serta
mengulang materi sebelumnya.
Berdasarkan keterangan dari
Ibu Rohmi Malikah, S.Pd selaku
guru matematika kelas X IIS 3 SMA
Negeri
6
Surakarta,
peneliti
memperoleh informasi bahwa siswa
masih
kesulitan
dalam
menyelesaikan
persoalan
yang
membutuhkan penguasaan pada
materi yang telah dipelajari. Bahkan
terdapat
siswa
yang
masih
menanyakan materi-materi yang
seharusnya dikuasai pada jenjang SD
dan SMP. Selain itu, siswa
cenderung
kesulitan
apabila
berhadapan dengan soal cerita,
terutama yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari.
Hal
tersebut
didukung
dengan hasil observasi di kelas X IIS
3 SMA Negeri 6 Surakarta pada
tanggal 6 Maret 2015 tentang
pembahasan soal-soal UTS dan 4
Mei 2015 dengan materi statistika.
Diketahui bahwa dalam proses
pembelajaran matematika, guru
masih menggunakan pendekatan
pembelajaran konvensional yang
didominasi dengan metode ceramah.
Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.3 Mei 2017
93
Selanjutnya guru memberikan contoh
soal dan latihan soal kepada siswa.
Siswa terlihat kesulitan dalam
mengerjakan latihan soal yang
sedikit berbeda dengan contoh,
sehingga siswa hanya menunggu
pembahasan yang diberikan guru
kemudian
mencatatnya.
Saat
beberapa siswa mengerjakan kembali
soal UTS di depan kelas, ternyata
terlihat bahwa siswa kesulitan
menyelesaikan
soal
tentang
menentukan batas nilai m dari
persamaan
kuadrat
2
“(m-5)x -4mx+m-2=0”
yang
mempunyai akar real berbeda. Siswa
mampu
menggunakan
syarat
diskriminan lebih dari nol sehingga
diperoleh pertidaksamaan kuadrat
baru dengan variabel m. Akan tetapi
siswa berhenti pada langkah
menentukan himpunan penyelesaian
dari
pertidaksamaan
tersebut.
Akibatnya guru harus berulang kali
mengingatkan siswa untuk membuka
buku catatan atau menjelaskan
kembali karena materi tersebut telah
disampaikan
pada
semester
sebelumnya. Kemampuan siswa
yang
masih
rendah
dalam
mengaitkan beberapa ide matematik
disebabkan karena siswa hanya
memandang matematika sebagai
sekumpulan topik yang terpisahpisah.
Rendahnya
kemampuan
koneksi matematis siswa terutama
saat menuliskan permasalahan dalam
bentuk
model
matematika,
menuliskan konsep yang mendasari
jawaban
dan
menggunakan
keterkaitan konsep dengan prosedur
atau operasi hitung lainnya dalam
menyelesaikan masalah diperkuat
dengan hasil observasi awal di kelas
X IIS 3 SMA Negeri 6 Surakarta
tahun ajaran 2014/2015. Terdapat
fakta bahwa hanya 12,5 % siswa
memiliki
kemampuan
koneksi
matematis baik, 46,875% dengan
kategori cukup, 34,375% kategori
kurang dan 6,25% kategori sangat
kurang.
Berdasarkan uraian diatas,
peneliti dan guru memilih untuk
menerapkan model pembelajaran
kooperatif, salah satunya adalah
model pembelajaran kooperatif tipe
STAD (Student Teams Achievement
Division). STAD merupakan salah
satu model pembelajaran yang paling
sederhana, dan model paling baik
untuk tahap permulaan bagi guru
yang baru menggunakan pendekatan
kooperatif. Model pembelajaran
STAD terdiri dari lima komponen
utama, yaitu 1) presentasi kelas;
2) tim, 3) kuis, 4) skor kemajuan dan
5) rekognisi tim [3]. Presentasi kelas
yang dipimpin langsung oleh guru
akan mempermudah siswa dalam
mempelajari materi. Dalam kegiatan
belajar mengajar dengan model
STAD, siswa tidak hanya menerima
materi dari guru melainkan siswa
juga berlatih untuk berdiskusi. Siswa
menghubungkan keterkaitan antar
konsep dan prinsip matematika
dengan
bekerja
sama
dalam
kelompoknya. Selain itu, siswa dapat
mengukur kemampuan koneksi
matematis yang telah dimiliki
melalui kuis yang dikerjakan secara
individu. Adanya rekognisi tim akan
memotivasi
siswa
untuk
memperdalam konsep dan prinsip
yang
dimiliki.
Hal
tersebut
diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan koneksi matematis
siswa.
Selanjutnya,
model
pembelajaran STAD (Student Teams
Achievement
Division)
yang
dimodifikasi dengan strategi REACT
(Relating, Experiencing, Applying,
Cooperating,
Transferring)
merupakan salah satu upaya untuk
menumbuhkembangkan kemampuan
koneksi matematis siswa. Menurut
Crawford
(2001)
strategi
pembelajaran REACT, terdiri dari
lima komponen yaitu Relating (R)
atau mengaitkan, Experiencing (E)
atau mengalami, Applying (A) atau
menerapkan, Cooperating (C) atau
bekerjasama dan Transferring (T)
atau mentransfer [4]. Strategi ini
dapat membantu siswa mengaitkan
materi yang dipelajari melalui
kegiatan eksplorasi dan penemuan
bersama
dalam
kelompoknya.
Konsep dan prinsip yang telah
dipelajari dapat diperkuat dengan
latihan-latihan soal yang bervariatif.
Selain itu, kegiatan transferring akan
mendorong siswa menggunakan
pengetahuan yang dimiliki ke dalam
situasi baru yang belum dipelajari.
Oleh karena itu, penggunaan strategi
REACT
akan
meningkatkan
kemampuan koneksi matematis
siswa karena dapat mendorong siswa
dalam membuat keterkaitan antar
konsep matematika itu sendiri
ataupun keterkaitan antar konsep
matematika
dengan
kehidupan
sehari-hari.
Penerapan
model
pembelajaran tipe STAD dengan
strategi REACT diharapkan dapat
lebih
efektif
meningkatkan
kemampuan koneksi matematis
siswa kelas X IIS 3 SMA Negeri 6
Surakarta.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
penelitian tindakan kelas tentang
upaya meningkatkan kemampuan
koneksi
matematis
siswa
menggunakan model pembelajaran
STAD dengan strategi REACT.
Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas X IIS 3 SMA Negeri 6
Surakarta semester genap tahun
ajaran 2014/2015 yang terdiri dari 32
siswa.
Penelitian ini dimulai dari
bulan Januari hingga Oktober 2015.
Pelaksanaan penelitian ini dibagi
dalam 3 tahapan kegiatan. Tahap
pertama yaitu persiapan penelitian
yang berlangsung pada bulan Januari
hingga bulan April 2015. Tahap
kedua yaitu pelaksanaan tindakan
yang berlangsung pada bulan Mei
2015. Tahap ketiga yaitu analisis
data
dan
pelaporan
yang
dilaksanakan pada bulan Mei –
Oktober 2015.
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian adalah data keterlaksanaan
pembelajaran dan data kemampuan
koneksi matematis siswa tiap siklus.
Data keterlaksanaan pembelajaran
diperoleh dari hasil observasi selama
proses pembelajaran. Sedangkan data
kemampuan koneksi matematis
siswa diperoleh dari tes akhir siklus.
Berdasarkan sumber data yang
digunakan,
ada
tiga
metode
pengumpulan data. Pertama adalah
metode observasi, yaitu cara
pengumpulan data dimana peneliti
(atau
orang
yang
ditugasi)
melakukan pengamatan terhadap
subjek penelitian demikian hingga si
subjek tidak tahu bahwa dia sedang
diamati [5]. Kedua metode tes, yaitu
dengan memberikan soal tes pada
setiap akhir siklus untuk mengukur
kemampuan koneksi matematis
siswa.
Ketiga
yaitu
metode
dokumentasi yang digunakan untuk
Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.3 Mei 2017
95
mendapatkan data tambahan serta
informasi lainnya yang mendukung
data penelitian.
Dalam penelitian ini digunakan
triangulasi
penyidik
yaitu
membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi
yang
diperoleh
dengan
cara
memanfaatkan
peneliti
atau
pengamat lainnya [6] untuk menguji
validitas
data
keterlaksanaan
pembelajaran dari hasil observasi
dan data yang diperoleh dari tes
kemampuan koneksi matematis
siswa. Data hasil observasi dari tiga
orang observer dikatakan valid
apabila menghasilkan informasi yang
sama minimal diantara dua orang
observer. Sedangkan untuk validitas
data hasil tes kemampuan koneksi
matematis siswa dilakukan dengan
cara
membandingkan
hasil
pengkategorian kemampuan koneksi
matematis dari tiga orang korektor.
Analisis
hasil
observasi
keterlaksanaan pembelajaran STAD
dengan strategi REACT dimulai
dengan menelaah lembar observasi
kemudian memberikan skor 1 jika
langkah pembelajaran terlaksana dan
skor 0 apabila langkah-langkah
pembelajaran yang diamati tidak
terlaksana. Selanjutnya dianalisis
dengan menghitung persentase hasil
observasi tiap pertemuan dan
kemudian dicari rata-rata persentase
keterlaksanaan pembelajaran dari
tiap pertemuan dalam satu siklus
utuk
memperoleh
persentase
keterlaksanaan pembelajaran tiap
siklus.
Sedangkan
hasil
tes
kemampuan koneksi matematis
siswa dianalisis dengan mengoreksi
hasil
pekerjaan
siswa
yang
dibandingkan
dengan
rubrik
penskoran tes kemampuan koneksi
matematis siswa sehingga diperoleh
skor kemampuan koneksi matematis
siswa
untuk
tiap
indikator.
Selanjutnya dihitung rata-rata skor
kemampuan koneksi matematis
siswa dari ketiga indikator kemudian
dikategorikan untuk menentukan
tingkat
kemampuan
koneksi
matematis siswa yang disajikan
seperti Tabel 3.3 berikut ini.
Tabel 3.3. Kategori Hasil Skor Tes
Kemampuan
Koneksi
Matematis
Rentang Skor Tes
Koneksi
Kategori
Matematis
80≤ skor ≤ 100
Sangat Baik
66 ≤ skor < 80
Baik
56 ≤ skor < 66
Cukup
40 ≤ skor < 56
Kurang
0 ≤ skor < 40
Sangat Kurang
Persentase
kemampuan
koneksi matematis siswa yang
mencapai kategori diatas ditentukan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
Ta: Persentase siswa yang mencapai
kategori a, dengan a = sangat
kurang,
kurang, cukup, baik,
dan sangat baik
na: Banyak siswa yang mencapai
kategori a
:
Banyaknya
siswa
secara
keseluruhan
Selanjutnya, untuk mengetahui
peningkatan kemampuan koneksi
matematis siswa setelah penerapan
model pembelajaran STAD dengan
strategi REACT dilakukan dengan
cara membandingkan persentase
kemampuan koneksi matematis
siswa setelah tindakan dan sebelum
tindakan dilakukan.
HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Pada tahapan pra siklus
dilakukan observasi keterlaksanaan
pembelajaran sebelum tindakan dan
tes kemampuan koneksi matematis
siswa. Hal tersebut bertujuan untuk
mengetahui keadaan awal, yaitu
persentase
keterlaksanaan
pembelajaran
dan
kemampuan
koneksi matematis siswa kelas X IIS
3 SMA Negeri 6 Surakarta.
Persentase
keterlaksanaan
pembelajaran pada pra siklus
sebelum tindakan yaitu sebesar 45%
atau termasuk dalam kategori
sedang. Berdasarkan hasil tes
kemampuan koneksi matematis pada
pra siklus diperoleh sebanyak 12,5%
siswa memiliki kemampuan koneksi
matematis dengan kategori minimal
baik. Jika skor kemampuan koneksi
matematis siswa dikategorikan untuk
masing-masing
indikator
maka
diperoleh persentase kemampuan
koneksi matematis siswa dengan
kategori minimal baik, yaitu
sebanyak 9,375% siswa pada
indikator menuliskan permasalahan
dalam bentuk model matematika,
46,875% siswa pada indikator
menuliskan konsep matematika yang
mendasari jawaban dan 21,875%
siswa pada indikator menggunakan
keterkaitan konsep dengan prosedur
atau operasi hitung lainnya dalam
menyelesaikan masalah.
Dari hasil observasi dan tes
kemampuan koneksi matematis pada
pra siklus maka dilaksanakan
tindakan perbaikan pada siklus I
menggunakan model pembelajaran
STAD dengan strategi REACT
sebagai upaya untuk meningkatkan
kemampuan koneksi matematis
siswa. Pada siklus I, diperoleh
peningkatan
persentase
keterlaksanaan pembelajaran yang
termasuk pada kategori tinggi
dengan persentase 77,5%. Sedangkan
persentase kemampuan koneksi
matematis siswa untuk setiap
indikator
kemampuan
koneksi
matematis dengan kategori minimal
baik, yaitu sebanyak 90,625% siswa
pada
indikator
menuliskan
permasalahan dalam bentuk model
matematika, 18,75% siswa pada
indikator
menuliskan
konsep
matematika yang mendasari jawaban
dan 21,875% siswa pada indikator
indikator menggunakan keterkaitan
konsep dengan prosedur atau operasi
hitung lainnya dalam menyelesaikan
masalah.
Apabila
siklus
I
dibandingkan dengan pra siklus
terdapat peningkatan kemampuan
koneksi matematis siswa sebanyak
25%. Dengan kata lain, pada siklus I
terdapat sebanyak 37,5% siswa
memiliki
kemampuan
koneksi
matematis dengan kategori minimal
baik. Walaupun kemampuan koneksi
matematis
siswa
mengalami
peningkatan
setelah
diterapkan
model pembelajaran STAD dengan
strategi REACT pada siklus I tetapi
peningkatan
tersebut
belum
mencapai indikator keberhasilan
yang ditentukan oleh peneliti. Oleh
karena itu, perlu dilakukan tindakan
perbaikan pembelajaran pada siklus
II.
Perbaikan
tindakan
pada
penerapan
model
pembelajaran
Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.3 Mei 2017
97
STAD dengan strategi REACT yang
dilakukan di siklus II yaitu
berdasarkan hasil refleksi pada siklus
I. Pada siklus II diperoleh persentase
keterlaksanaan pembelajaran sebesar
100%, ini artinya langkah-langkah
pembelajaran dapat berjalan dengan
kategori tinggi. Adanya persentase
keterlaksanaan pembelajaran yang
termasuk dalam kategori tingggi
berarti proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik sehingga siswa
lebih mudah dalam memahami
ataupun membuat keterkaitan antar
materi. Hal tersebut berperan dalam
menigkatkan kemampuan koneksi
matematis siswa pada siklus II.
Ringkasan kemampuan koneksi
matematis siswa dengan kategori
minimal baik untuk tiap indikator
pada siklus II adalah sebagai berikut:
sebanyak 65,625% siswa pada
indikator menuliskan permasalahan
dalam bentuk model matematika,
46,875% siswa pada indikator
menuliskan konsep matematika yang
mendasari jawaban dan 71,875%
siswa pada indikator indikator
menggunakan keterkaitan konsep
dengan prosedur atau operasi hitung
lainnya
dalam
menyelesaikan
masalah. Sedangkan, persentase
kemampuan koneksi matematis
siswa dengan kategori minimal baik
meningkat sebesar 28,125%, yaitu
dari 37,5% siswa pada siklus I
menjadi 65,625% siswa pada siklus
II. Dalam hal ini hasil tindakan pada
siklus II sudah mencapai indikator
keberhasilan
penelitian
yang
ditentukan, yaitu lebih dari atau sama
dengan 60% dari jumlah total siswa
minimal
mencapai
kategori
kemampuan koneksi matematis baik
(skor kemampuan koneksi matematis
lebih besar atau sama dengan 66).
Oleh karena itu, peneliti tidak
melanjutkan tindakan untuk siklus
berikutnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran STAD dengan
strategi REACT dapat meningkatkan
kemampuan koneksi matematis
siswa, sebelum dilakukan tindakan
yaitu hanya terdapat sebanyak 12,5%
siswa memiliki kemampuan koneksi
matematis siswa dengan kategori
minimal baik dan setelah tindakan
meningkat menjadi 37,5% pada
siklus I serta 65,625% pada siklus II.
Saran terhadap penelitian ini
adalah (1) Guru hendaknya mampu
menerapkan model pembelajaran
STAD dengan strategi REACT
dalam proses pembelajaran sebagai
salah
satu
alternatif
dalam
meningkatkan kemampuan koneksi
matematis
siswa.
(2)
Siswa
hendaknya mengetahui pentingnya
mengikuti proses pembelajaran yang
bertahap dan dapat diwujudkan
dengan mengikuti langkah-langkah
dalam
mengerjakan
Lembar
Kegiatan (LK) secara sistematis.
(3) Siswa hendaknya mampu
menghubungkan keterkaitan materi
matematika yang pernah dipelajari
sehingga dapat memudahkannya
untuk memahami suatu materi. (4)
Pihak
sekolah
hendaknya
mendukung guru dalam menerapkan
model atau pun strategi pembelajaran
inovatif dengan cara memberikan
sosialisasi tentang model, strategi
ataupun media pembelajaran yang
bervariasi dan segera memperbaiki
fasilitas
pembelajaran
yang
bermasalah, seperti LCD untuk
meningkatkan kualitas, proses dan
hasil pembelajaran. (5) Peneliti
lanjutan
dapat
meningkatkan
kemampuan koneksi matematis
siswa pada beberapa indikator
dengan
lebih
mengoptimalkan
kegiatan tim. Kegiatan tim pada
model pembelajaran STAD dengan
strategi
REACT
dapat
lebih
dioptimalkan dengan memperbaharui
Lembar Kegiatan (LK) yang
merupakan
media
untuk
memfasilitasi terlaksananya strategi
REACT.
[6]
Moleong,
L.
J.
(1999).
Metodologi
Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
Mandur, K., Sadra, I.W., &
Suparta, I.N. (2013). Kontibusi
Kemampuan
Koneksi,
Kemampuan Representasi dan
Disposisi Matematis terhadap
Prestasi Belajar Matematika
Siswa
SMA
Swasta
di
Kabupaten Manggarai. E-Jurnal
Program
Pascasarjana
Universitas
Pendidikan
Ganesha, 2, 1-10. Diperoleh 7
Maret
2015,
dari
http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/.
NCTM. (2000). Curriculum and
Evaluation Standards for School
Matematics. Reston VA :
National Council of Teaching of
Mathematics.
Slavin,
R.
E.
(2008).
Cooperative Learning. Bandung:
Nusa Media.
Crawford. (2001). Teaching
Contextually.
Texas:
CCI
Publishing, Inc.
Budiyono. (2003). Metodologi
Penelitian
Pendidikan.
Surakarta:
Sebelas
Maret
University Press
Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.3 Mei 2017
99