KESANTUNAN BERBAHASA DALAM BUKU AJAR BAH

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM BUKU AJAR
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNTUK SMK

Iis Darliah, Ahadi Sulissusiawan, Deden Ramdani
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan
Email: [email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesantunan berbahasa dalam
buku ajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMK kelas XII Karangan Siswasih
dan Kawan-kawan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif.
Jumlah data dalam penelitian ini adalah 242 kalimat. Hasil analisis data
menunjukkan bahwa buku tersebut dikatagorikan santun. Hal ini ditunjukkan dari
242 kalimat, terdapat 155 kalimat yang mematuhi prinsip kesantunan yang terdiri
atas 134 maksim kearifan, 19 maksim pujian, dan 2 maksim kearifan dan
kesepakatan. Sedangkan pelanggaran pematuhan prinsip kesantunan memiliki
proporsi yang lebih rendah, yaitu sebanyak 87 kalimat yang terdiri atas 4
pelanggaran maksim kearifan, 41 pelanggaran maksim pujian, 1 pelanggaran
maksim kearifan dan pujian, 23 pelanggaran maksim kearifan dan kesepakatan, 13
pelanggaran maksim pujian dan kesepakatan, dan 5 pelanggaran maksim kearifan,
pujian, dan kesepakatan. Penentuan bentuk pematuhan dan pelanggaran prinsip
kesantunan berbahasa disusun peneliti berdasarkan teori-teori kesantunan dan
prinsip kesantunan Goeffrey Leech.

Kata Kunci: Kesantunan Berbahasa, Buku Ajar
Abstract: This research aims to find out the well language manner in textbook of
Bahasa dan Sastra Imdonesia untuk SMK Kelas XII written by Siswasih and
friends. This research used descriptive method. The total of data in this research
are 242 sentence. The result of the data showed that the text book was categorizet
in well mannered. It was showed from 242 sentence, there were 155 sentences
which obey to the principle of manner which consists of 134 from wisdom
maxims, 19 of praise maxims, and 2 of wisdom maxims and agreement. While,
the compliance of violation manner principle indicated a lower propotion, as
many as 87 sentence consist of 4 from wisdom maxim violations, 41 violations
ofpraise maxim, 1 maxim of wisdom and praise violations, 23 violations of
wisdom and agreement maxims, 13 violations of praise and agreemet maxim, and
5 violations of wisdom, praise, and agreement maxim. Determination of
compliance from and the violation of manner principle are compiled by the
researcher based on the theories of cavity and manner principle by Goeffrey
Leech.
Key Word: Language Manner, Textbook

1


K

esantunan berbahasa, khususnya dalam komunikasi verbal dapat dilihat dari
beberapa indikator. Satu di antara indikator tersebut adalah adanya maksimmaksim kesantunan yang ada dalam tuturan tersebut. Maksim-maksim tersebut
terdiri atas maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim
kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Semakin
terpenuhinya maksim-maksim kesantunan suatu tuturan, semakin santun tuturan
tersebut.
Penerapan prinsip kesantunan berbahasa yang berupa pematuhan maksimmaksim kesantunan dalam kegiatan berkomunikasi amatlah penting. Setiap
maksim mempunyai paranan yang berbeda, seperti (1) dengan mematuhi maksim
kearifan, peserta tutur dapat menghindari sikap dengki, iri hati, dan sikap-sikap
lain yang kurang santun terhadap orang lain, (2) dengan mematuhi maksim
kedermawanan peserta tutur dapat menghormati orang lain, (3) dengan mematuhi
maksim pujian, peserta tutur dapat memberikan penghargaan terhadap orang lain,
(4) dengan mematuhi maksim kerendahan hati, peserta tutur dapat bersikap
rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri, (5) dengan
mematuhi maksim kesepakatan, peserta tutur dapat saling membina kecocokan
atau kesepakatan di dalam kegiatan bertutur, dan (6) dengan mematuhi maksim
simpati, peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu
dengan pihak yang lain dengan cara memberikan senyuman, anggukan, dan

sebagainya.
Aspek kesantunan berbahasa juga harus diperhatikan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia, karena pembelajaran bahasa Indonesia memiliki peranan yang
penting dalam membentuk sikap siswa, terutama dalam hal kesantunan berbahasa.
Oleh karena itu, aspek kesantunan perlu diterapkan terutama dalam proses belajar
mengajar di kelas, pengembangan instrument evaluasi pembelajaran, serta dalam
materi pembelajaran.
Pada pengadaan materi pembelajaran harus diperhatikan aspek-aspek
kesantunan berbahasa. Buku ajar adalah satu di antara sumber materi
pembelajaran yang sering dipakai di sekolah. Buku ajar semestinya memuat nilainilai kesantunan berbahasa baik secara eksplisit maupun secara implisit. Buku ajar
sering digunakan siswa sebagai bahan utama dalam belajar. Hal tersebut
menjadikan buku ajar sering dipakai sebagai sebuah role model bagi siswa. Oleh
karena itu, pematuhan prinsip-prinsip kesantunan dalam terdapat dalam suatu
buku ajar.
Buku ajar bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang strategis dalam
proses pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Artinya, dalam pembelajaran
bahasa Indonesia buku ajar menjadi sarana yang sangat penting dalam upaya
pengembangan dan pencapaian kompetensi berbahasa dan bersastra serta
pengembangan sikap dan budi pekerti peserta didik. Oleh karena itu, buku ajar


2

bahasa Indonesia harus disusun dan dikembangkan berdasarkan pedoman penyusunan buku pelajaran dan kriteria validatoran buku.
Mencermati keterkaitan antara buku ajar bahasa Indonesia dengan
pendidikan budi pekerti (satu di antaranya adalah aspek kesantunan), seharusnya
penulis buku mengintegrasikan nilai-nilai kesantunan dalam bahan ajar atau
materi ajar dalam buku yang disusunnya. Namun, pada kenyataannya masih
banyak ditemukan buku ajar yang belum memberikan perhatian terhadap aspek
kesantunan. Seperti, ditemukan bahan ajar berupa buku pelajaran yang kalimatkalimatnya kurang santun. Satu di antara kekurangsantunan itu dapat ditemukan
pada kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif berupa tuturan-tuturan penulis
yang terdapat dalam sebuah buku ajar.
Fenomena kebahasaan tersebut tentu saja menarik untuk diteliti. Karena,
dapat menambah wawasan mengenai prinsip-prinsip kesantunan berbahasa serta
pematuhan prinsip-prinsip kesantunan tersebut dalam berkomunikasi. Selain itu
juga menambah wawasan agar tenaga pendidik dapat menyiapkan meteri ajar
yang mengintegrasikan prinsip-prinsip kesantunan berbahasa sebagai upaya
pengembangan dan pencapaian kompetensi berbahasa dan bersastra serta
pengembangan sikap dan budi pekerti peserta didik.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Metode deskriptif adalah metode yang mengungkapkan, menggambarkan,
mendeskripsikan, menguraikan, dan memaparkan objek. Metode deskriptif sangat
berguna dalam penyediaan/pemberian gambaran mengenai kesantunan berbahasa
dalam buku ajar Bahasa dan Sastra Indonesia karangan Siswasih dan Kawankawan. Dengan penggunaan metode deskriptif peneliti berupaya mengungkapkan
bentuk pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa serta
mengungkapkan maksim-maksim kesantunan yang dipatuhi dan dilanggar dalam
buku ajar Bahasa dan Sastra Indonesia karangan Siswasih dan Kawan-kawan.
Bentuk pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa serta maksimmaksim kesantunan yang dipatuhi dan dilanggar dalam buku tersebut
diungkapkan secara apa adanya.
Prosedur dalam penelitian ini terdiri atas tiga tahap, yaitu 1) tahap
persiapan, 2) tahap pelaksanaan, dan 3) tahap akhir.
Tahap Persiapan
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap persiapan antara lain: (1)
Mengumpulkan data untuk menjawab masalah penelitian, yaitu bentuk pematuhan
dan pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa serta mengungkapkan maksimmaksim kesantunan yang dipatuhi dan dilanggar dalam buku ajar Bahasa dan
Sastra Indonesia karangan Siswasih dan Kawan-kawan. (2) Mengklasifikasikan

3

data berdasarkan masalah penelitian, yaitu bentuk pematuhan dan pelanggaran

prinsip kesantunan berbahasa serta mengungkapkan maksim-maksim kesantunan
yang dipatuhi dan dilanggar dalam buku ajar Bahasa dan Sastra Indonesia
karangan Siswasih dan Kawan-kawan.
Tahap Pelaksanaan
Menganalisis data. Data yang sudah diklasifikasikan dianalisis untuk menjawab
masalah penelitian yang terdiri atas (1) bentuk pematuhan prinsip kesantunan
berbahasa, (2) pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa, dan (3) maksimmaksim kesantunan yang dipatuhi dan dilanggar dalam buku ajar Bahasa dan
Sastra Indonesia karangan Siswasih dan Kawan-kawan. Penentuan bentuk
pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa disusun peneliti
berdasarkan teori-teori kesantunan dan prinsip kesantunan Goeffrey Leech.
Tahap Akhir
a. Mendeskripsikan hasil analisis data dan memberikan kesimpulan sebagai
jawaban dari rumusan masalah
b. Menyusun laporan penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian ini diperoleh 155 bentuk pematuhan prinsip
kesantunan. Bentuk-bentuk pematuhan tersebut terdiri atas 134 maksim kearifan,
19 maksim pujian, dan 2 maksim kearifan dan kesepakatan. Hasil penelitian
tentang bentuk pematuhan-pematuhan prinsip kesantunan tersebut terlihat pada

tabel 1 berikut.
Tabel 1 Pematuhan Prinsip Kesantunan dalam Buku Ajar Bahasa dan Sastra
Indonesia untuk SMK Kelas XII karangan Siswasih dkk.
Pematuhan Prinsip Kesantunan
1 Maksim
Maksim Kearifan
Maksim Pujian
2 Maksim
Maksim Kearifan dan Kesepakatan
Total

Jumlah
134 pematuhan
19 pematuhan
2 pematuhan
155 pematuhan

Tabel 1 menunjukkan bahwa dalam buku ajar Bahasa dan Sastra
Indonesia untuk SMK Kelas XII karya Siswasih dkk. terdapat 155 pematuhan
prinsip kesantunan berbahasa yang terdiri atas 153 pematuhan terhadap satu

maksim dan 2 pematuhan terhadap dua maksim sekaligus dalam sebuah kalimat
atau tuturan. Berdasarkan jumlah keseluruhan pematuhan yang ditemukan,
sebagian besar pematuhan adalah pematuhan terhadap maksim kearifan dan
maksim pujian.

4

Pada buku ini terdapat pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa berupa
pelanggaran satu maksim, pelanggaran dua maksim, dan pelanggaran 3 maksim
pada satu kalimat dalam sebuah tuturan. Bentuk-bentuk pelanggaran dalam buku
ajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMK Kelas XII karya Siswasih dkk.
terdiri atas 4 pelanggaran maksim kearifan, 41 pelanggaran maksim pujian, 1
pelanggaran maksim kearifan dan pujian, 23 pelanggaran maksim kearifan dan
kesepakatan, 13 pelanggaran maksim pujian dan kesepakatan, dan 5 pelanggaran
maksim kearifan, pujian, dan kesepakatan. Hasil penelitian tentang bentuk
pelanggaran terhadap prinsip kesantunan berbahasa tersebut terlihat pada tabel 2
berikut.
Tabel 2 Pelanggaran Prinsip Kesantunan dalam Buku Ajar Bahasa dan
Sastra Indonesia untuk SMK Kelas XII karangan Siswasih dkk.
Pelanggaran Prinsip Kesantunan

Jumlah
1 Maksim
Pelanggaran Maksim Kearifan
4 pelanggaran
Pelanggaran Maksim Pujian
41 pelanggaran
2 Maksim
Pelanggaran Maksim Kearifan dan Pujian
1 pelanggaran
Pelanggaran Maksim Pujian dan Kesepakatan
23 pelanggaran
Pelanggaran Maksim Pujian dan Kesepakatan
13 pelanggaran
3 Maksim
Pelanggaran Maksim Kearifan, Pujian, dan
5 pelanggaran
Kesepakatan
Total
87 pelanggaran
Tabel 2 menunjukkan bahwa dalam buku ajar Bahasa dan Sastra

Indonesia untuk SMK Kelas XII karangan Siswasih dkk terdapat 87 pelanggaran
prinsip kesantunan berbahasa yang terdiri atas 45 pelanggaran terhadap satu
maksim, 37 pelanggaran terhadap dua maksim sekaligus dalam sebuah kalimat
atau tuturan, dan 5 pelanggaran terhadap tiga maksim sekaligus dalam sebuah
kalimat atau tuturan. Berdasarkan jumlah keseluruhan pelanggaran yang
ditemukan, sebagian besar pelanggaran adalah pelanggaran terhadap maksim
pujian.
Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian ini meliputi bentuk pematuhan prinsip
kesantunan berbahasa, pematuhan prinsip kesantunan berbahasa, dan maksimmaksim kesantunan yang dipatuhi dan dilanggar dalam buku ajar Bahasa dan
Sastra Indonesia untuk SMK Kelas XII karangan Siswasih dkk. Pembahasan ini
berdasarkan hasil yang diperoleh dari penyajian data dan klasifikasi data.
Penentuan bentuk pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa
disusun peneliti berdasarkan skala kesantunan yang dikemukakan oleh Goeffrey
5

Leech. Penentuan maksim-maksim kesantunan yang dipatuhi dan dilanggar
disusun peneliti berdasarkan teori kesantunan dan prinsip kesantunan yang
dikemukakan oleh Goeffrey Leech.
Bentuk pematuhan kesantunan kalimat atau tuturan yang terdapat dalam

buku ajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMK Kelas XII karangan Siswasih
dkk disebabkan penulis mempertimbangkan kaidah antara lain formalitas,
ketidaklangsungan, pilihan dan persamaan atau kesekawanan. Pematuhan yang
paling mendominasi pada kalimat atau tuturan tersebut dikarenakan adanya
pertimbangan penggunaan kaidah formalitas yang menghendaki para peserta tutur
dapat merasa nyaman dan kerasan dalam kegiatan bertutur.
Bentuk pelanggaran kesantunan kalimat atau tuturan yang terjadi dalam
dalam buku ajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMK Kelas XII karangan
Siswasih dkk dikarenakan adanya penyampaian kalimat atau tuturan yang tidak
mempertimbangkan kaidah antara lain formalitas, ketidaklangsungan, pilihan dan
persamaan atau kesekawanan. Pelanggaran yang paling mendominasi pada
kalimat atau tuturan tersebut dikarenakan tidak adanya pertimbangan penggunaan
bentuk penghargaan/pujian yang menghendaki para peserta tutur untuk selalu
berprasangka baik serta memberikan penghargaan/pujian terhadap mitra tutur
sehingga akan tercipta rasa saling menghargai dan menghormati dalam kegiatan
bertutur.
Pada buku ajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMK Kelas XII karya
Siswasih dkk terdapat 155 pematuhan prinsip kesantunan berbahasa. Bentukbentuk pematuhan tersebut terdiri atas 134 maksim kearifan, 19 maksim pujian,
dan 2 maksim kearifan dan kesepakatan. Selain itu, juga terdapat pelanggaran
prinsip kesantunan berbahasa berupa pelanggaran satu maksim, pelanggaran dua
maksim, dan pelanggaran tiga maksim pada satu kalimat dalam sebuah tuturan.
Bentuk-bentuk pelanggaran tersebut terdiri atas 4 pelanggaran maksim kearifan,
41 pelanggaran maksim pujian, 1 pelanggaran maksim kearifan dan pujian, 23
pelanggaran maksim kearipan dan kesepakatan, 13 pelanggaran maksim pujian
dan kesepakatan, dan 5 pelanggaran maksim kearifan, pujian, dan kesepakatan.
Berikut ini akan dijabarkan maksim-maksim kesantunan yang dipatuhi dan
dilanggar dalam buku ajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMK Kelas XII
karya Siswasih dkk.
1) Pematuhan Satu Maksim
Pematuhan satu maksim merupakan bentuk pematuhan satu maksim dalam
satu kalimat. Pematuhan satu maksim terdiri atas pematuhan maksim kearifan dan
maksim pujian. Berikut ini akan dijabarkan pematuhan maksim kearifan dan
maksim pujian.

6

a) Pematuhan Maksim Kearifan
Maksim kearifan berarti dalam menghasilkan ujaran, seseorang harus
bersikap arif, tidak mengeluarkan perasaan iri, dengki, angkuh, dan sebagainya.
Serta sikap-sikap yang kurang santun kepada lawan tutur. Maksim kearifan
memiliki dasar bahwa para peserta tuturan hendaknya berpegang pada prinsip
untuk selalu mengurangi keuntungan diri sendiri. Leech (1993: 207)
menyampaikan bahwa maksim kearifan prinsipnya adalah buatlah kerugian orang
lain sekecil mungkin dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Chaer
menggunakan istilah maksim kebijaksanaan untuk maksim kearifan Leech.
Dinyatakan bahwa maksim kebijaksanaan menggariskan setiap peserta pertuturan
harus meminimalkan kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan bagi
orang lain (Chaer, 2010: 56). Maksim kearifan memiliki konsep “Buatlah
kerugian orang lain sekecil mungkin, dan buatlah keuntungan orang lain sebesar
mungkin.” Contoh tuturan yang mengandung maksim kearifan seperti berikut.
(1) Bacalah teks ilmiah berikut ini.
(No. Data 14-15-c)
Informasi Indeksal:
Tuturan berupa kalimat imperatif yang terdapat pada bagian
penyampaian kompetensi, halaman 8. Kalimat ini memiliki amanat
agar siswa membaca teks ilmiah tersebut yang bertujuan agar siswa
memahami materi tentang makna denotatif dan konotatif dalam teks
ilmiah.
Kalimat (1) mematuhi maksim kearifan. Penggunaan partikel –lah
menjadikan kalimat itu bermakna halus. Selain itu, kalimat tersebut tidak
memberatkan pembaca dengan cara memaksa atau mengharuskan sesuatu yang
tidak harus kepada pembaca. Misalnya, tidak mengharuskan pembaca untuk
membaca dengan menggunakan kata suruh cermat, saksama, dan dengan kata
suruh lainnya.
b) Pematuhan Maksim Pujian
Prinsip dasar maksim pujian adalah kecamlah orang sedikit mungkin dan
pujilah orang lain sebanyak mungkin (Leech, 1993: 211). Hal ini berarti dalam
menghasilkan ujaran, seorang harus mempertimbangkan perasaan lawan tuturnya.
Jangan sampai mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi orang lain.
Chaer menggunakan istilah maksim kemurahan untuk maksim pujian Leech.
Menurut Chaer (2010: 57) menyatakan bahwa maksim kemurahan menuntut
setiap peserta pertuturan memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain dan
meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain. Ketentuan maksim
kerendahan hati dirumuskan “kurangi cacian pada orang lain atau meminimalkan
penjelekan terhadap orang lain dan tambahi pujian pada orang lain atau
memaksimalkan rasa hormat pada orang lain.” Contoh tuturan yang mengandung
maksim pujian seperti berikut.

7

Anda tentunya sudah sering membaca cerpen baik itu di majalah atau
buku kumpulan cerpen. (No. Data 15-19-a)
Kalimat (1) mematuhi maksim pujian, karena penulis memberikan
prasangka baik pada pembaca. Penulis memposisikan siswa selaku pembaca
sebagai seseorang yang memiliki pengalaman membaca karya sastra, berupa
cerpen.
2) Pematuhan Dua Maksim
Pematuhan dua maksim merupakan bentuk pematuhan dua maksim
sekaligus yang terdapat dalam sebuah kalimat atau tuturan. Terdapat satu
pematuhan dua maksim sekaligus yang terdapat dalam sebuah kalimat atau
tuturan, yaitu pematuhan maksim kearifan dan kesepakatan. Berikut ini akan
dipaparkan mengenai pematuhan dua maksim tersebut.
a) Pematuhan Maksim Kearifan dan Kesepakatan
Menurut maksim kearifan, kesantunan dalam bertutur dapat dilakukan
apabila maksim kearifan dilaksanakan atau dipatuhi dengan baik. Maksim
kearifan memiliki konsep “Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, dan
buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin.”
Wijana (1996: 59) menyatakan bahwa dalam maksim kesepakatan
ditekankan agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau
kemufakatan dalam bertutur. Kesepakatan antara penutur dan lawan tutur
diusahakan sebanyak mungkin. Chaer menggunakan istilah maksim kecocokan
untuk menyebut maksim kesepakatan Leech. Menurut Chaer (2010: 59) maksim
kecocokan menghendaki agar setiap penutur dan lawan tutur memaksimalkan
persetujuan di antara mereka. Kesepakatan antara penutur dan lawan tutur dapat
menjadikan suatu tuturan yang biasanya berbentuk ujaran imperatif lebih santun.
Di dalam maksim kesepakatan menghendaki bahwa agar ketidaksepakatan antara
diri sendiri dengan oranglain terjadi sesedikit mungkin dan kesepakatan terjadi
sebanyak mungkin. Contoh tuturan yang mengandung maksim kearifan dan
kesepakatan seperti berikut.
Tulislah surat edaran yang berisi pemberitahuan kepada siswa SMK yang
berminat mengikuti lomba puisi! Isi surat lebih detail ditentukan sendiri!
(No. Data 198-97-c)
Terdapat pematuhan maksim kearifan dan kesepakatan pada kalimat (1).
Pematuhan maksim kearifan pada kalimat (1) terlihat pada penggunaan partikel –
lah pada kata “tulis”. Penggunaan partikel –lah menjadikan kalimat itu bermakna
halus. Selain itu, kalimat tersebut tidak memberatkan pembaca dengan cara
memaksa atau mengharuskan sesuatu yang tidak harus kepada pembaca.
Misalnya, tidak mengharuskan pembaca untuk membaca dengan menggunakan
kata suruh cermat, saksama, dan dengan kata suruh lainnya. Penulis
memaksimalkan keuntungan bagi pembaca dengan cara siswa membuat surat
edaran dengan menentukan sendiri isi suratnya. Penggunaan pronomina yang
8

lebih halus, seperti pronomina Anda juga membuat tuturan semakin terasa santun.
Pematuhan maksim kesepakatan pada kalimat ini terlihat dari penulis yang
berusaha memaksimalkan kesesuaian/kesepakatan dengan siswa selaku pembaca
dengan cara memberikan keleluasaan kepada siswa untuk mengerjakan tugas
menulis surat edaran yang berisi pemberitahuan kepada siswa SMK yang
berminat mengikuti lomba puisi dengan menentukan sendiri kelengkapan isi surat
tersebut. Kesepakatan antara penulis dan siswa selaku pembaca dapat menjadikan
kalimat imperatif ini terasa lebih santun.
a. Maksim-Maksim yang Dilanggar dalam Buku Ajar Bahasa dan Sastra
Indonesia 3 untuk SMK Kelas XII karya Siswasih dkk.
Pada bagian ini akan dijabarkan beberapa bentuk pelanggaran-pelanggaran
yang terjadi pada wacana-wacana yang terdapat dalam buku ajar Bahasa
Indonesia Tataran Unggul untuk SMK dan MAK Kelas XII. Pelanggaran prinsip
kesantunan berbahasa dijabarkan berdasarkan maksim-maksim yang dilanggar
sebagai berikut.
1) Pelanggaran Satu Maksim
Pelanggaran satu maksim merupakan bentuk pelanggaran satu maksim
dalam satu kalimat. Pelanggaran satu maksim terdiri atas pelanggaran maksim
kearifan dan maksim pujian. Berikut ini akan dijabarkan pelanggaran maksim
kearifan dan maksim pujian.
a) Pelanggaran Maksim Kearifan
Pelanggaran prinsip kearifan dalam sebuah kalimat yang memiliki ragam
tulis dapat dilihat dari adanya sikap tidak berprasangka baik, memberatkan
pembaca, dan tidak menghargai pembaca, tidak menggunakan penghalus kalimat,
serta pemilihan kata yang relatif bernilai negatif. Pelanggaran maksim kearifan
dapat dilihat pada beberapa data berikut.
Pada bagian ini Anda harus mampu menyusun proposal yang berkonteks
keahlian masing-masing. (No. Data 129-61-a)
Kalimat (1) melanggar maksim kearifan karena kalimat tersebut di rasa
memberatkan pembaca. Penggunaan kata “harus” menjadi penentu penyimpangan
maksim kearifan dalam kalimat tersebut karena kata “harus” memberatkan
pembaca. Dalam skala keuntungan-kerugian, suatu kalimat akan semakin tidak
santun jika semakin memberatkan lawan tutur. Penggunaan kata “harus”
memberikan penekanan bahwa siswa diharuskan mampu menyusun proposal yang
berkonteks keahlian masing-masing. Penggunan kata tersebut dalam kalimat
sebenarnya juga dapat dihilangkan karena siswa sudah mengetahui bahwa
kompetensi tersebut memang berusaha akan mereka kuasai, termasuk mampu
membuat sebuah proposal sebagai evaluasi untuk mengukur pencapaian
kompetensi tersebut.

9

b) Pelanggaran Maksim Pujian
Maksim pujian menghendaki setiap tuturan memberikan sebanyakbanyaknya rasa hormat pada orang lain. Pelanggaran maksim pujian dapat
ditandai dengan adanya prasangka negatif, tidak menghargai apa yang dilakukan
pembaca, memandang rendah kemampuan pembaca. Pelanggaran maksim pujian
dapat dilihat pada beberapa data berikut.
Dapatkah Anda menyebutkan makna apresiasi? (No. Data 1-9-b)
Kalimat (1) melanggar maksim pujian karena penutur tidak memberikan
penghargaan pada pembaca. Terdapat prasangka negatif dalam kalimat itu. Hal itu
terlihat bahwa penulis meragukan kemampuan pembaca mengungkapkan makna
apresiasi. Penulis menyampaikan “dapatkah Anda….” dengan nada berprasangka
bahwa pembacanya belum sepenuhnya mengerti tentang makna apresiasi. Padahal
pada umumnya siswa SMK kelas XII sudah mengerti makna apresiasi. Pertanyaan
seperti ini dapat “menjatuhkan muka” lawan tutur (pembaca). Pertanyaan
“dapatkah Anda…?” bisa diartikan bahwa penutur memasukkan dugaan atau
bahkan penganggapan remeh tentang kemampuan lawan tuturnya. Prasangka
negatif yang terindikasi pada kalimat (1) inilah yang menyebabkan kalimat
tersebut melanggar maksim pujian yang menghendaki setiap tuturan memberikan
penghargaan dan prasangka baik pada lawan tutur.
1) Pelanggaran Dua Maksim
Pelanggaran dua maksim merupakan bentuk pelanggaran dua maksim
sekaligus yang terdapat dalam sebuah kalimat atau tuturan. Terdapat tiga
pelanggaran dua maksim sekaligus yang terdapat dalam sebuah kalimat atau
tuturan, yaitu pelanggaran maksim kearifan dan pujian, pelanggaran maksim
kearifan dan kesepakatan, dan pelanggaran maksim pujian dan kesepakatan.
Berikut ini akan dipaparkan mengenai pelanggaran dua maksim kesantunan
tersebut.
a) Pelanggaran Maksim Kearifan dan Maksim Pujian
Penyimpangan maksim kearifan dan maksim kesepakatan dapat dilihat
dari beberapa data berikut.
Tulis dan artikan istilah-istilah yang tidak Anda pahami dalam kutipan
novel di atas! (No. Data 109-53-b)
Pelanggaran maksim kearifan dan maksim pujian pada kalimat di atas
disebabkan oleh penggunaan kata “tulis” dan “artikan” dan adanya prasangka
negatif. Penggunaan kata “tulis” dan “artikan” pada kalimat ini menjadi penanda
pelanggaran maksim kearifan. Kata “tulis” dan “artikan” dianggap memberatkan
pembaca. Kata “tulis” dan “artikan” menyebabkan tuturan ini mengharuskan
pembaca menulis dan mengartikan, tidak sekedar membaca. Penyampaian hal
tersebutlah yang menyebabkan penggunaan kata “tulis” dan “artikan” cenderung
memberatkan pembaca dibandingkan kata tulislah dan artikanlah. Penggunaan
partikel –lah pada kata “tulis” dan “artikan” dapat membuat kalimat tersebut
10

bermakna halus. Partikel –lah merupakan satu di antara ungkapan-ungkapan
penanda kesantunan. Pelanggaran maksim pujian pada kalimat ini disebabkan
adanya prasangka negatif terhadap pembaca. Pernyataan “…..istilah-istilah yang
tidak Anda pahami….” bisa diartikan bahwa penulis memasukkan dugaan atau
menganggap remeh tentang kemampuan pembaca dalam memahami istilah-istilah
yang terdapat pada kutipan novel. Prasangka negatif yang terindikasi
menyebabkan kalimat tersebut melanggar maksim pujian yang menghendaki
setiap tuturan memberikan penghargaan dan prasangka baik pada lawan tutur.
b) Pelanggaran Maksim Kearifan dan Maksim Kesepakatan
Penyimpangan maksim kearifan dan maksim kesepakatan dapat dilihat
dari beberapa data berikut.
Sebutkan dua bentuk umum dari laporan! (No. Data 237-109-c)
Pelanggaran maksim kearifan dan maksim kesepakatan pada kalimat (1)
disebabkan penggunaan kata “sebutkan” yang dirasa memberatkan pembaca dan
bentuk kalimat yang bersifat langsung. Pelanggaran maksim kearifan pada kalimat
(1) disebabkan oleh penggunan kata “sebutkan” yang dirasa memberatkan
pembaca. Tuturan tersebut menghendaki pembaca untuk menyebutkan dua bentuk
umum dari laporan. Penggunaan kata “sebutkan” cenderung memberatkan
pembaca dibandingkan kata sebutkanlah, atau tulislah. Penggunaan partikel –lah
pada kata “sebutkan” dapat membuat kalimat tersebut bermakna halus. Partikel –
lah merupakan satu di antara ungkapan-ungkapan penanda kesantunan. Selain itu,
kalimat tersebut juga akan terasa santun apabila menggunakan penanda
kesantunan “coba” pada awal kalimat. Kalimat “Coba sebutkan dua bentuk umum
dari laporan!” terasa lebih santun dibandingkan kalimat “sebutkan dua bentuk
umum dari laporan!” karena dengan menggunakan bentuk yang demikian,
seolah-olah pembaca diperlakukan sebagai orang yang sejajar dengan penulis
meskipun pada kenyataannya tingkat kedudukan di antara keduanya jauh berbeda.
Hal yang demikian akan menopang kesantunan di dalam kegiatan bertutur.
Pelanggaran maksim kesepakatan pada kalimat (1) terlihat dari pemilihan bentuk
imperatif yang langsung. Dalam skala ketidaklangsungan kalimat, semakin
langsung sebuah kalimat maka semakin tidak santun kalimat tersebut. Dalam
sebuah kalimat yang bersifat langsung, khususnya kalimat imperatif, tidak ada
pilihan yang diberikan penutur pada lawan tuturnya. Dalam kalimat (1), perintah
langsung yang disampaikan penulis juga tidak memberikan pilihan pada pembaca.
Hal tersebut menyebabkan tuturan ini melanggar maksim kesepakatan yang
menghendaki adanya permufakatan dan pilihan antara penutur dan lawan tutur.
c) Pelanggaran Maksim Pujian dan Maksim Kesepakatan
Penyimpangan maksim pujian dan maksim kesepakatan dapat dilihat dari
beberapa data berikut.

11

Salah seorang teman Anda atau guru Anda membacakan kutipan novel
tersebut dan siswa yang lain menyimak dengan saksama! (No.Data 12-11-c)
Pelanggaran maksim pujian dan maksim kesepakatan pada kalimat (1)
disebabkan adanya prasangka negatif dan bentuk kalimat yang bersifat langsung.
Pelanggaran maksim pujian ditentukan oleh penggunaan kata “saksama”.
Pelanggaran maksim pujian disebabkan kalimat (1) menganggap pembaca tidak
seksama dalam melakukan proses menyimak kutipan novel. Prasangka inilah yang
menyebabkan kalimat (1) melanggar maksim pujian. Pelanggaran maksim
kesepakatan pada kalimat (1) terlihat dari pemilihan bentuk imperatif yang
langsung. Dalam skala ketidaklangsungan tuturan, semakin langsung sebuah
tuturan maka semakin tidak santun tuturan tersebut. Dalam sebuah tuturan yang
berbentuk kalimat yang bersifat langsung, khususnya kalimat imperatif, tidak ada
pilihan yang diberikan penutur pada lawan tuturnya. Pada kalimat (1), perintah
langsung yang disampaikan penulis juga tidak memberikan pilihan pada pembaca.
Hal tersebut menyebabkan kalimat ini melanggar maksim kesepakatan yang
menghendaki adanya permufakatan dan pilihan antara penutur dan lawan tutur.
2) Pelanggaran Tiga Maksim
Pelanggaran tiga maksim merupakan bentuk pelanggaran tiga maksim
sekaligus yang terdapat dalam sebuah kalimat atau tuturan. Terdapat satu
pelanggaran tiga maksim sekaligus yang terdapat dalam sebuah kalimat atau
tuturan, yaitu pelanggaran maksim kearifan, pujian, dan kesepakatan. Berikut ini
akan dipaparkan mengenai pelanggaran tiga maksim kesantunan tersebut.
a) Pelanggaran Maksim Kearifan, Maksim Pujian, dan Maksim
Kesepakatan
Penyimpangan maksim kearifan, maksim pujian dan maksim kesepakatan
dapat dilihat dari data berikut.
Kerjakan soal berikut dengan tepat! (No. data 40-31-c)
Pelanggaran maksim kearifan, maksim pujian dan maksim kesepakatan
yang terdapat pada kalimat di atas disebabkan kata suruh yang memberatkan
pembaca, terdapat prasangka negatif dan meremehkan pembaca, dan bentuk
kalimat yang bersifat langsung. Pelanggaran maksim kearifan terlihat pada
penggunaan kata suruh “kerjakan”. Penggunaan kata suruh tersebut menjadi satu
di antara penanda pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa dalam kalimat
tersebut. Kata “kerjakan” memiliki intensitas yang tinggi. Hal ini menyebabkan
kata tersebut lebih memberatkan pembaca dibandingkan kata suruh lain seperti
jawablah, tulislah, pilihlah, dan buatlah. Partikel –lah merupakan satu di antara
ungkapan-ungkapan penanda kesantunan. Pelanggaran maksim pujian ditentukan
oleh penggunaan kata “tepat”. Pelanggaran maksim pujian disebabkan kalimat ini
menganggap pembaca tidak dapat menjawab soal dengan tepat. Prasangka inilah
yang menyebabkan kalimat ini melanggar maksim pujian. Pelanggaran maksim
12

kesepakatan pada kalimat ini terlihat dari pemilihan bentuk imperatif yang
langsung. Dalam skala ketidaklangsungan tuturan, semakin langsung sebuah
tuturan maka semakin tidak santun tuturan tersebut. Dalam sebuah tuturan yang
berbentuk kalimat yang bersifat langsung, khususnya kalimat imperatif, tidak ada
pilihan yang diberikan penutur pada lawan tuturnya. Pada kalimat ini perintah
langsung yang disampaikan penulis juga tidak memberikan pilihan pada pembaca.
Hal tersebut menyebabkan kalimat ini menyimpang dari maksim kesepakatan
yang menghendaki adanya permufakatan dan pilihan antara penutur dan lawan
tutur.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa buku
ajar Bahasa dan Sastra Indonesia karangan Siswasih dan Kawan-kawan
dikatagorikan santun. Hal ini ditunjukkan dari 242 kalimat, terdapat 155 kalimat
yang mematuhi prinsip kesantunan yang menggunakan teori Leech. Sedangkan
pelanggaran pematuhan prinsip kesantunan memiliki proporsi yang lebih rendah,
yaitu sebanyak 87 kalimat.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh peneliti memberikan saran
sebagai berikut: (1) penyusun buku ajar harus pengembangan materi ajar yang
mengintegrasikan nilai-nilai kesantunan, (2) orang tua (wali murid) memiliki andil
besar dalam pembentukan kemampuan anak dalam mengolah kata, sehingga
sangat diperlukan kesadaran para orang tua untuk senantiasa bertutur santun agar
anak menyerap dan mengapresiasikan bahasa yang santun pula, dan (3)
masyarakat pengguna bahasa, kesadaran dari semua pihak pentingnya bahasa
sebagai sarana komunikasi yang sentral, melalui bahasa interaksi akan dapat
terjalin dan baik buruknya hubungan interaksi bisa sangat dipengaruhi oleh
penggunaan bahasa, demi terjalinnya hubungan yang baik dan harmonis dalam
interaksi hidup maka sudah seharusnya penggunaan bahasa yang santun sangatlah
mutlak dibutuhkan.
DAPTAR RUJUKAN
Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group.
Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. dan Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.

13

Devi, Septiana Anjela. 2011. Realisasi Kesantunan Berbahasa dalam Masyarakat
Dayak Kanayatn. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni. Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Tanjungpura Pontianak..
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.
Jakarta: Erlangga.
Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga.
Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press.
Leech, Goeffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik (Ed. Oka, M.D.D). Jakarta:
Universitas Indonesia Press.

Moleong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Muslich, Masnur. 2007. Kesantunan Berbahasa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik.
(Online).
(http://muslich-m-blogspot.com/2007/04/kesantunan-kajianhtml, diunduh 20 Oktober 2012)
Nawawi, Hadari. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press
Pranowo. 2009. Berbahasa Secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sawali, dkk. 2005. Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMK/MAK. Kelas VII.
Yogyakarta: Citra Aji Pariwara.
Siswasih, dkk. 2007. Bahasa dan Sastra Indonesia 3 untuk SMK Kelas XII.
Jakarta: PT. Galaxy Puspa Mega.
Soeparno. 2002. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sudaryanto. 2003. Metodologi Penelitian Pengajaran Bahasa. Handout. Program
Studi Bahasa dan Sastra Indonesia.
Vince, Paskalia Panca Wati, 2010. Maksim Kesantunan Berbahasa di Lingkungan
Masyarakat Sejiram. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Tanjungpura Pontianak.

14

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.
Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi, M. 2009. Analisis Wacana Pragmatik.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Yustinah dan Ahmad Iskak, 2008. Bahasa Indonesia Tataran Unggul untuk SMK
dan MAK Kelas XII. Jakarta: Erlangga.

15