Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Hewan

Teripang atau timun laut (Sea Cucumber) termasuk dalam filum Echinodermata yang merupakan salah satu biota laut yang banyak ditemukan di perairan Indonesia, sebab secara geografis perairan Indonesia terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia merupakan habitat terbaik untuk hewan teripang (Conand dan Byrne, 1993). Teripang adalah hewan tidak bertulang belakang dengan tubuh berbentuk silinder. Bentuk tersebut menyerupai mentimun sehingga teripang dikenal dengan nama mentimun laut (sea cucumber) (Martoyo, et al., 2006). Teripang Pearsonothuria graeffei berwarna krim sampai cokelat dengan banyak bintik berwarna hitam. Tubuhnya memanjang dibagian perut dengan lipatan melintang. Terdapat 23-28 tentakel pada mulut bagian depan. Permukaan anus tidak terdapat gigi ataupun papila. Permukaan punggung (dorsal) dan perut (ventral) tampak kasar (Conand, et al., 2012). Gambar teripang Pearsonothuria graeffei dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(2)

2.1.1 Sistematika hewan

Determinasi/identifikasi sampel teripang di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, dengan hasil sebagai berikut:

Filum : Echinodermata Kelas : Holothuroidea Ordo : Aspidochirotida Famili : Holothuriidae Genus : Pearsonothuria

Spesies : Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868). 2.1.2 Habitat

Teripang dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai di Indonesia, mulai dari daerah pasang-surut yang dangkal sampai perairan yang lebih dalam. Teripang lebih menyukai perairan yang jernih dan airnya relatif tenang. Umumnya, masing-masing jenis teripang mempunyai habitat yang spesifik, ada jenis teripang yang hidup berkelompok dan ada pula yang hidup soliter (sendiri). Teripang umumnya menempati ekosistem terumbu karang yang jernih, bebas dari polusi, air relatif tenang dengan kualitas air cukup baik. Habitat ideal bagi teripang adalah air laut dengan salinitas 29-33 % yang memiliki kisaran pH 6,5-8,5; kecerahan air 50-150 cm; kandungan oksigen terlarut 4-8 ppm dan suhu air laut 20-25O C (Widodo, 2012).

Penyebaran teripang di Indonesia sangat luas. Beberapa daerah penyebaran antara lain meliputi perairan pantai Madura, Bali, Lombok, Aceh, Bengkulu, Bangka, Riau, Belitung, Kalimantan (Barat, Timur dan Selatan), Maluku, Timor, Kepulauan Seribu, dan Sulawesi (Widodo, 2012). Daerah Sulawesi Selatan


(3)

(Makassar) yang merupakan salah satu penghasil dan pengekspor teripang utama di Indonesia. Macam-macam teripang yang terdapat di Makassar adalah Actinopyga echinites, Actinopyga mauritiana, Bohadschia argus, Holothuria scabra, Stichopus hermanni, Thelenota ananas dan Pearsonothuria graeffei (Lovatelli, et al., 2004). Habitat dari Pearsonothuria graeffei yaitu terumbu karang, lereng terumbu, di perairan dangkal pada kedalaman 0 dan 25 meter (Conand, et.al., 2012).

2.1.3 Morfologi

Teripang memiliki mulut dan anus yang terletak di ujung poros berlawanan, yaitu mulut di anterior dan anus di posterior, disekitar mulut teripang terdapat tentakel yang dapat dijulurkan dan ditarik dengan cepat (Karnila, 2011). Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata). Namun, tidak semua jenis teripang mempunyai duri kulitnya. Ada beberapa jenis teripang yang tidak berduri. Duri-duri pada teripang tersebut sebenarnya merupakan rangka atau skelet yang tersusun dari zat kapur dan terletak di dalam kulitnya. Rangka dari zat kapur tersebut tidak dapat dilihat dengan mata biasa. Oleh karena sangat kecil, rangka baru bisa dilihat dengan bantuan mikroskop (Martoyo, et al., 2006).

Ukuran teripang Pearsonothuria graeffei kering adalah sekitar 15 cm. Duri-duri pada teripang Pearsonothuria graeffei dapat dilihat menggunakan mikroskop dengan bentuk batang, rossete (20-90 µm), pseudo-tables (30-50 µm) yang berasal dari tubuh teripang (Conand, et al., 2012).


(4)

2.1.4 Manfaat teripang

Penggunaan teripang sudah dikenal sejak 300 tahun lalu pada masyarakat pulau Langkawi di Semenanjung Malaya digunakan sebagai antiseptik tradisional. Biasanya air sari teripang diminumkan kepada wanita sehabis melahirkan untuk menghentikan pendarahan dan mempercepat proses penyembuhan luka khitan pada anak laki-laki masyarakat tersebut (Karnila, 2011). Masyarakat umumnya masih melakukan pengolahan tradisional, yaitu teripang dimanfaatkan sebagai bahan pangan baik dalam bentuk basah maupun dalam bentuk makanan olahan seperti bakso dan capcay. Sejarah bangsa Cina diketahui penggunaan teripang sebagai sumber nutrisi, untuk mengatasi gangguan ginjal, menjaga sistem reproduksi, mengatasi kelelahan, impotensi dan konstipasi. Sejak tahun 1990, teripang (sea cucumber) diketahui sebagai salah satu sumber kondroitin sulfat atau disebut juga sea chondroitin yang berguna untuk mengurangi nyeri akibat rematik saperti rhematoid arthritis atau osteoathirits (Sendih dan Gunawan, 2006). Pearsonothuria graeffei atau disebut juga teripang bintik hitam yang dibudidayakan di Sulawesi Selatan (Makassar) berkhasiat sebagai antikanker karena memiliki kandungan glikosida triterpene sulfat yaitu holothurin A (HA) dan 24-dehydroechinoside A (DHEA). Selain HA dan DHEA, kandungan lain dari teripang ini yaitu triterpenoid saponin, glikolipid, dan kondroitin sulfat (Bordbar, et al., 2011). Pemberian serbuk teripang Stichopus variegatus diteliti memiliki aktivitas antidiabetik dan meningkatkan superoxide dismutase yang mampu menurunkan kadar gula darah tikus hiperglikemik yang diinduksi aloksan (Fitriah, et al., 2013) karena teripang Stichopus variegatus memiliki senyawa yang sama dengan teripang Pearsonothuria graeffei (Bordbar, et al., 2011).


(5)

2.1.5 Kandungan senyawa kimia teripang a. Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida dan glikosida steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat (Harborne, 1987).

Larutan yang sangat encer dari saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan dan beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal dua jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping spirorektal. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonnya disebut sapogenin diperoleh dengan hidrolisis dalam suasan asam atau hidrolisis memakai enzim, dan tanpa bagian gula ciri kelarutannya sama dengan ciri sterol lain (Robinson, 1995).

Hasil laporan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa saponin merupakan komponen bioaktif yang memberikan manfaat seperti antidiabetes, antihiperlipidemia, dan menghambat lipid peroxida. Jadi saponin dapat menghambat aktivitas radikal bebas dengan memberikan elektron atau atom hidrogen untuk menginaktifasi radikal bebas. Saponin juga dapat meningkatkan antioksidan enzim seperti superoxide dismutase (SOD) dan catalase (CAT). Dimana SOD merupakan enzim antioksidan yang memberikan pertahanan pada sistem tubuh skarena mengkatalisis radikal superoxida (O2-) untuk membentuk


(6)

H2O2 dan molekul oksigen. Peningkatan aktivitas SOD menunjukkan aktivitas katalase dimana katalase mengkatalisis hidrogen peroksida dan melindungi jaringan dari radikal hidrogen. ROS merupakan penyebab utama diabetes dengan mengambil elektron dari tubuh. Dengan meningkatnya SOD dan CAT, regulasi ROS akan meningkat pula sehingga mengurangi resiko penyakit kronis seperti diabetes (Elekofehintini, et al., 2013).

b. Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik yaitu skualena. Triterpenoid dapat dibagi atas empat golongan yaitu triterpenoid sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Triterpena atau steroid yang terutama terdapat sebagai glikosida. Triterpenoid merupakan senyawa yang tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan optik aktif yang umumnya sukar dicirikan karena tidak mempunyai kereaktifan kimia (Harborne, 1987). Menurut Farnswoth (1966), penambahan pereaksi Liebermann-Burchard memberikan warna biru atau biru hijau untuk steroid saponin dan memberikan warna merah, pink, atau ungu jika pada sampel yang memiliki senyawa triterpenoid saponin.

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal dengan menggunakan pelarut. Umumnya zat berkhasiat tersebut dapat ditarik, namun khasiatnya tidak berubah. Tujuan utama ekstraksi adalah mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan


(7)

dari zat-zat yang tidak dibutuhkan, agar lebih mudah digunakan (kemudahan diabsorpsi, rasa dan pemakaian) dan disimpan dibandingkan simplisia asal dan tujuan pengobatannya terjamin. Hasil ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Depkes RI, 1995).

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

a. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokkan atau pengadukkan pada temperatur kamar sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar (Ditjen POM, 2000). Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).


(8)

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi dan merendam sampel dalam tabung soklet dan setelah pelarut mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi setelah melewati pipa sifon, demikian berulang-ulang (Ditjen POM, 2000). 3. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50o C (Ditjen POM, 2000).

4. Infus

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisa nabati dengan air pada suhu 90o C selama 15 menit (Depkes RI, 1979). 5. Dekok

Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada waktu yang lebih lama ± 30 menit dengan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.3 Diabetes melitus

Diabetes melitus adalah sekelompok sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia; perubahan metabolisme lipid, karbohidrat dan protein; peningkatan penyakit pembuluh darah. Hampir semua bentuk diabetes melitus disebabkan oleh menurunnya konsentrasi insulin dalam sirkulasi (defisiensi insulin) dan menurunnya respons jaringan perifer terhadap insulin (resistensi insulin).


(9)

Diabetes Melitus ditandai oleh poliuri, polidipsi, dan polifagi disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa puasa ≥ 126 mg/dL atau postpandial ≥ 200 mg/dL atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dL). Hiperglikemia timbul akibat berkurangnya insulin sehingga glukosa darah tidak dapat masuk ke sel-sel otot, jaringan adiposa atau hepar dan metabolismenya juga terganggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila hebat sekali hingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang berbahaya ialah glikosuria yang timbul karena glukosa bersifat diuretik osmotik sehingga diuresis sangat meningkat disertai kehilangan elektrolit. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada pasien DM yang tidak diobati. Karena adanya dehidrasi, maka badan berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa yang dieksresi. Polifagia timbul karena perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus oleh kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar itu (Suherman dan Nafrialdi, 1995). 2.3.1 Jenis-jenis diabetes melitus

a. Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes tipe 1 tersebut sangat lazim terjadi pada anak remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non-obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan


(10)

katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel beta pankreas gagal merespons semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Katzung, 2002).

b. Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 merupakan suatu kelompok heterogen yang terdiri dari bentuk diabetes yang lebih ringan yang terutama terjadi pada orang dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Sirkulasi insulin endogen cukup untuk mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin tersebut sering dalam kadar kurang dari normal atau secara relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan. Obesitas, yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin merupakan faktor resiko yang biasa tejadi pada diabetes tipe ini, dan sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh gemuk.

Selain terjadinya penurunan kepekaan jaringan pada insulin, yang telah terbukti terjadi pada sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 telepas dari berat badan, adalah terjadi pula suatu defisiensi respons sel beta pankreas terhadap glukosa. Baik resistensi jaringan terhadap insulin maupun kerusakan respons sel beta terhadap glukosa dapat lebih diperparah dengan meningkatnya hiperglikemia, dan kedua kerusakan tersebut dapat diperbaiki melalui manuver-manuver terapik yang mengurangi hiperglikemia tersebut (Katzung, 2002).

2.3.2 Insulin

Insulin merupakan suatu protein berukuran kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua


(11)

rantai (A dan B) yang dihubungkan dengan jembatan disulfida. Insulin dirilis dari sel beta pankreas, pada keadaan basal dengan kecepatan rendah dan pada keadaan stimulasi sebagai respon terhadap berbagai stimulus, khususnya glukosa dengan suatu kecepatan yang jauh lebih tinggi. Mekanisme stimulasi rilis insulin adalah hiperglikemia menyebabkan peningkatan kadar ATP intraseluler, sehingga menutup kanal kalium yang tergantung pada ATP. Penurunan arus ke luar dari kalium melalui kanal tersebut menyebabkan depolarisasi sel beta dan terbukanya kanal kalsium yang tergantung voltase (voltage-gated). Hasil peningkatan kalsium intraseluler memicu sekresi hormon tersebut (Katzung, 2002).

Kerja insulin mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Insulin menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan; menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif; menaikkan pembentukkan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian glikogen; menstimulasi pembentukkan protein dan lemak dari glukosa. Semua proses ini menyebabkan kadar glukosa darah menurun akibat pengaruh insulin. Dalam jaringan lemak dan hati insulin merangsang pengambilan asam lemak bebas yang selanjutnya disimpan dalam bentuk trigliserida (lemak cadangan). Selain itu insulin sebaliknya bekerja memobilisasi lemak dan penguraian lemak (lipolisis). Kerja insulin lainnya ialah menaikkan pengambilan ion kalium ke dalam sel dan menurunkan kerja katabolik glukokortikoid dan hormon kelenjar tiroid (Mutschler, 1991).

2.3.3 Antidiabetika oral

Insulin sebagai polipeptida hanya dapat diberikan secara parenteral. Karena itu, penyuntikan insulin yang dibutuhkan tiap hari sangat membebani para


(12)

penderita diabetes. Sehubungan dengan itu, kemajuan yang berarti diperoleh, pada saat turunan sulfonilurea dan turunan biguanida yag dapat dipakai secara oral telah digunakan untuk mengobati diabetes mellitus. Walaupun demikian, berdasarkan pengalaman sampai saat ini, dan sebagian karena efek samping yang serius maka seharusnya pemakaian antidiabetika oral pada pokoknya lebih dikurangi daripada sebelumnya. Obat-obat ini hanya diindikasi jika tidak terdapat diabetes tipe 1; tindakan diet tidak cukup; tidak perlu diberikan insulin sebagai pengganti antidiabetika oral.

a. Sulfonilurea

Mekanisme kerjanya membebaskan insulin yang dapat dimobilisasi dari sel beta pankreas dan pada saat yang sama memperbaiki tanggapan terhadap rangsang glukosa fisiologik. Ini berarti bahwa obat ini hanya berkhasiat jika produksi insulin tubuh sendiri paling kurang sebagian masih bertahan atau dengan kata lain obat ini tidak berkhasiat jika tidak ada produksi insulin. (Mutschler, 1991). Contoh antidiabetika oral kelompok sulfonamida adalah golongan pertama adalah tolbutamid, asetoheksamida, tolazamida dan klorpropamida. Generasi kedua adalah gliburida (glibenklamida), glipizida, gliklazida dan glimepirid yang lebih kuat dibandingkan senyawa sebelumnya (Goodman dan Gilman, 2006). Kontraindikasi, sulfonilura tidak dapat diberikan pada diabetes tipe 1, pada asetonuria parah, pada prakoma dan koma diabetik, pada gangguan fungsi ginjal yang parah dan semua dekompensasi metabolisme dalam penyakit infeksi, operasi dan tekanan-tekanan lain. Demikian juga pada saat kehamilan dianjurkan untuk mengganti dengan insulin (Mutschler, 1991).


(13)

b. Biguanide

Metformin, fenformin dan buformin merupakan obat antidiabetes golongan ini. Metformin jarang menyebabkan komplikasi asidosis laktat sehingga masih bisa diresepkan namun dengan tindakan hati-hati. Metformin bersifat antihiperglikemia bukan hipoglikemia yang tidak menyebabkan pelepasan insulin dari pankreas dan tidak menyebabkan hipoglikemia bahkan dalam dosis besar (Goodman dan Gillman, 2006). Biguanida paling sering diresepkan pada pasien dengan obesitas yang hipeglikemianya disebabkan oleh kerja insulin yang tidak efektif. Oleh karena metformin merupakan agen hemat-insulin dan tidak meningkatkan berat badan atau menyebabkan hipoglikemia. Maka, metformin menawarkan keuntungan yang melebihi insulin dan sulfonilurea untuk mengobati hiperglikemia pada pasien (Katzung, 2002).

Mekanisme kerja dari metformin yaitu berpindahnya metformin menuju ke sel hati melalui transporter OCT1 yang akan menghambat respirasi mitokondria (complex 1) dan menyebabkan kurangnya energi di dalam sel sehingga menghambat glukoneogenesis di hati. Hal ini terjadi dengan 2 cara yaitu pertama, dengan bekurangnya ATP menyebabkan meningkatkan konsentrasi AMP yang diduga berkontribusi menghambat proses glukoneogenesis (karena berkurangnya ATP). Kedua, peningkatan AMP ini merupakan mediator kunci signal yang bertujuan menghambat signal cAMP-PKA melalui adenilat siklase, menghambat FBPase (kunci dari enzim glukoneogenesis), dan menghambat sintesis kolesterol yang berkontribusi untuk metabolisme jangka panjang (Rena, et al., 2013).


(14)

c. Penghambat alfa-glucosidase

Penghambat glucosidase merupakan penghambat kompetitif alfa-glucosidase usus yang dapat memecah oligosakarida atau disakarida menjadi monosakarida dan diserap duodenum dan jejenum menuju ke dalam aliran darah. Akibat klinis hambatan enzim adalah untuk meminimalkan pencernaan pada usus bagian atas dan menunda pencernaan (dan juga absorpsi) zat tepung dan disakarida yang masuk pada usus kecil bagian distal, sehingga menurunkan glikemik setelah makan sebanyak 45-60 mg/dL dan menciptakan suatu efek hemat-insulin. Contoh agen penghambat alfa-glukosidase adalah miglitol dan akarbose (Katzung, 2002).

2.3.4 Aloksan

Aloksan (2, 4, 5, 6-tetraoxypyrimidine; 5,6-dioxyuracil) disintesis dengan oksidasi asam urat yang dimana efeknya pada kelinci terjadi nekrosis tertentu dari pulau pankreas. Sehingga aloksan digunakan untuk hewan model insulin dependen diabetes mellitus. Aloksan diberikan secara parenteral: intravena, intraperitonial atau subkutan. Dosis intravena Aloksan untuk menjadikan tikus diabetes adalah 65 mg/kg BB (Gruppuso, et al., 1990, Boylan, et al., 1992). Ketika aloksan diberikan intraperitonial dan subkutan dosis efektif harus 2-3 kali lebih tinggi. Dosis intraperitoneal dibawah 150 mg/kg BB mungkin ticak cukup untuk mendorong diabetes pada tikus (Katsumata, et al., 1992, 1993).

2.3.5 Mekanisme aloksan

Aloksan meningkatkan pengeluaran insulin tiba-tiba, pelepasan insulin akibat aloksan dikarenakan respon dari penekanan pulau Langerhans. Penyerapan aloksan dengan cepat oleh sel beta pankreas merupakan faktor penyebab diabetes.


(15)

Selain itu, aloksan dapat mereduksi dan mengurangi kerja dari gluthathione (GSH) dan protein bound sulfhydryl (-SH) grup. Aloksan tereduksi menjadi asam dialurik dan kemudian teroksidasi membentuk reactive oxygen species (ROS) dan superoxide radicals dan dengan adanya H2O2 yang berasal dari superoxide dismutase (SOD) dan besi sehingga menghasilkan radikal hidroksil yang reaktif. ROS diperbaiki oleh ADP-ribosylation. ROS dapat merusak DNA pankreas dan menginaktivasi kerja dari enzim antioksidan seperti superoxide dismutase, catalase. Selain itu, aloksan meningkatkan konsentrasi ion Ca2+ bebas di sel beta. Masuknya kalsium ke dalam sel beta dikarenakan oleh aloksan untuk mendepolarisasi pankreas sel beta yang lebih terbuka tergantung saluran kalsium dan meningkatkan masuknya kalsium ke dalam sel pankreas. Peningkatan ion Ca2+ disertai ROS dapat menyebabkan kerusakan sel beta pulau pankreas (Rohilla dan Ali, 2012).


(1)

katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel beta pankreas gagal merespons semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Katzung, 2002).

b. Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 merupakan suatu kelompok heterogen yang terdiri dari bentuk diabetes yang lebih ringan yang terutama terjadi pada orang dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Sirkulasi insulin endogen cukup untuk mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin tersebut sering dalam kadar kurang dari normal atau secara relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan. Obesitas, yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin merupakan faktor resiko yang biasa tejadi pada diabetes tipe ini, dan sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh gemuk.

Selain terjadinya penurunan kepekaan jaringan pada insulin, yang telah terbukti terjadi pada sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 telepas dari berat badan, adalah terjadi pula suatu defisiensi respons sel beta pankreas terhadap glukosa. Baik resistensi jaringan terhadap insulin maupun kerusakan respons sel beta terhadap glukosa dapat lebih diperparah dengan meningkatnya hiperglikemia, dan kedua kerusakan tersebut dapat diperbaiki melalui manuver-manuver terapik yang mengurangi hiperglikemia tersebut (Katzung, 2002).

2.3.2 Insulin

Insulin merupakan suatu protein berukuran kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua


(2)

rantai (A dan B) yang dihubungkan dengan jembatan disulfida. Insulin dirilis dari sel beta pankreas, pada keadaan basal dengan kecepatan rendah dan pada keadaan stimulasi sebagai respon terhadap berbagai stimulus, khususnya glukosa dengan suatu kecepatan yang jauh lebih tinggi. Mekanisme stimulasi rilis insulin adalah hiperglikemia menyebabkan peningkatan kadar ATP intraseluler, sehingga menutup kanal kalium yang tergantung pada ATP. Penurunan arus ke luar dari kalium melalui kanal tersebut menyebabkan depolarisasi sel beta dan terbukanya kanal kalsium yang tergantung voltase (voltage-gated). Hasil peningkatan kalsium intraseluler memicu sekresi hormon tersebut (Katzung, 2002).

Kerja insulin mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Insulin menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan; menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif; menaikkan pembentukkan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian glikogen; menstimulasi pembentukkan protein dan lemak dari glukosa. Semua proses ini menyebabkan kadar glukosa darah menurun akibat pengaruh insulin. Dalam jaringan lemak dan hati insulin merangsang pengambilan asam lemak bebas yang selanjutnya disimpan dalam bentuk trigliserida (lemak cadangan). Selain itu insulin sebaliknya bekerja memobilisasi lemak dan penguraian lemak (lipolisis). Kerja insulin lainnya ialah menaikkan pengambilan ion kalium ke dalam sel dan menurunkan kerja katabolik glukokortikoid dan hormon kelenjar tiroid (Mutschler, 1991).

2.3.3 Antidiabetika oral

Insulin sebagai polipeptida hanya dapat diberikan secara parenteral. Karena itu, penyuntikan insulin yang dibutuhkan tiap hari sangat membebani para


(3)

penderita diabetes. Sehubungan dengan itu, kemajuan yang berarti diperoleh, pada saat turunan sulfonilurea dan turunan biguanida yag dapat dipakai secara oral telah digunakan untuk mengobati diabetes mellitus. Walaupun demikian, berdasarkan pengalaman sampai saat ini, dan sebagian karena efek samping yang serius maka seharusnya pemakaian antidiabetika oral pada pokoknya lebih dikurangi daripada sebelumnya. Obat-obat ini hanya diindikasi jika tidak terdapat diabetes tipe 1; tindakan diet tidak cukup; tidak perlu diberikan insulin sebagai pengganti antidiabetika oral.

a. Sulfonilurea

Mekanisme kerjanya membebaskan insulin yang dapat dimobilisasi dari sel beta pankreas dan pada saat yang sama memperbaiki tanggapan terhadap rangsang glukosa fisiologik. Ini berarti bahwa obat ini hanya berkhasiat jika produksi insulin tubuh sendiri paling kurang sebagian masih bertahan atau dengan kata lain obat ini tidak berkhasiat jika tidak ada produksi insulin. (Mutschler, 1991). Contoh antidiabetika oral kelompok sulfonamida adalah golongan pertama adalah tolbutamid, asetoheksamida, tolazamida dan klorpropamida. Generasi kedua adalah gliburida (glibenklamida), glipizida, gliklazida dan glimepirid yang lebih kuat dibandingkan senyawa sebelumnya (Goodman dan Gilman, 2006). Kontraindikasi, sulfonilura tidak dapat diberikan pada diabetes tipe 1, pada asetonuria parah, pada prakoma dan koma diabetik, pada gangguan fungsi ginjal yang parah dan semua dekompensasi metabolisme dalam penyakit infeksi, operasi dan tekanan-tekanan lain. Demikian juga pada saat kehamilan dianjurkan untuk mengganti dengan insulin (Mutschler, 1991).


(4)

b. Biguanide

Metformin, fenformin dan buformin merupakan obat antidiabetes golongan ini. Metformin jarang menyebabkan komplikasi asidosis laktat sehingga masih bisa diresepkan namun dengan tindakan hati-hati. Metformin bersifat antihiperglikemia bukan hipoglikemia yang tidak menyebabkan pelepasan insulin dari pankreas dan tidak menyebabkan hipoglikemia bahkan dalam dosis besar (Goodman dan Gillman, 2006). Biguanida paling sering diresepkan pada pasien dengan obesitas yang hipeglikemianya disebabkan oleh kerja insulin yang tidak efektif. Oleh karena metformin merupakan agen hemat-insulin dan tidak meningkatkan berat badan atau menyebabkan hipoglikemia. Maka, metformin menawarkan keuntungan yang melebihi insulin dan sulfonilurea untuk mengobati hiperglikemia pada pasien (Katzung, 2002).

Mekanisme kerja dari metformin yaitu berpindahnya metformin menuju ke sel hati melalui transporter OCT1 yang akan menghambat respirasi mitokondria (complex 1) dan menyebabkan kurangnya energi di dalam sel sehingga menghambat glukoneogenesis di hati. Hal ini terjadi dengan 2 cara yaitu pertama, dengan bekurangnya ATP menyebabkan meningkatkan konsentrasi AMP yang diduga berkontribusi menghambat proses glukoneogenesis (karena berkurangnya ATP). Kedua, peningkatan AMP ini merupakan mediator kunci signal yang bertujuan menghambat signal cAMP-PKA melalui adenilat siklase, menghambat FBPase (kunci dari enzim glukoneogenesis), dan menghambat sintesis kolesterol yang berkontribusi untuk metabolisme jangka panjang (Rena, et al., 2013).


(5)

c. Penghambat alfa-glucosidase

Penghambat glucosidase merupakan penghambat kompetitif alfa-glucosidase usus yang dapat memecah oligosakarida atau disakarida menjadi monosakarida dan diserap duodenum dan jejenum menuju ke dalam aliran darah. Akibat klinis hambatan enzim adalah untuk meminimalkan pencernaan pada usus bagian atas dan menunda pencernaan (dan juga absorpsi) zat tepung dan disakarida yang masuk pada usus kecil bagian distal, sehingga menurunkan glikemik setelah makan sebanyak 45-60 mg/dL dan menciptakan suatu efek hemat-insulin. Contoh agen penghambat alfa-glukosidase adalah miglitol dan akarbose (Katzung, 2002).

2.3.4 Aloksan

Aloksan (2, 4, 5, 6-tetraoxypyrimidine; 5,6-dioxyuracil) disintesis dengan oksidasi asam urat yang dimana efeknya pada kelinci terjadi nekrosis tertentu dari pulau pankreas. Sehingga aloksan digunakan untuk hewan model insulin dependen diabetes mellitus. Aloksan diberikan secara parenteral: intravena, intraperitonial atau subkutan. Dosis intravena Aloksan untuk menjadikan tikus diabetes adalah 65 mg/kg BB (Gruppuso, et al., 1990, Boylan, et al., 1992). Ketika aloksan diberikan intraperitonial dan subkutan dosis efektif harus 2-3 kali lebih tinggi. Dosis intraperitoneal dibawah 150 mg/kg BB mungkin ticak cukup untuk mendorong diabetes pada tikus (Katsumata, et al., 1992, 1993).

2.3.5 Mekanisme aloksan

Aloksan meningkatkan pengeluaran insulin tiba-tiba, pelepasan insulin akibat aloksan dikarenakan respon dari penekanan pulau Langerhans. Penyerapan aloksan dengan cepat oleh sel beta pankreas merupakan faktor penyebab diabetes.


(6)

Selain itu, aloksan dapat mereduksi dan mengurangi kerja dari gluthathione (GSH) dan protein bound sulfhydryl (-SH) grup. Aloksan tereduksi menjadi asam dialurik dan kemudian teroksidasi membentuk reactive oxygen species (ROS) dan superoxide radicals dan dengan adanya H2O2 yang berasal dari superoxide dismutase (SOD) dan besi sehingga menghasilkan radikal hidroksil yang reaktif. ROS diperbaiki oleh ADP-ribosylation. ROS dapat merusak DNA pankreas dan menginaktivasi kerja dari enzim antioksidan seperti superoxide dismutase, catalase. Selain itu, aloksan meningkatkan konsentrasi ion Ca2+ bebas di sel beta. Masuknya kalsium ke dalam sel beta dikarenakan oleh aloksan untuk mendepolarisasi pankreas sel beta yang lebih terbuka tergantung saluran kalsium dan meningkatkan masuknya kalsium ke dalam sel pankreas. Peningkatan ion Ca2+ disertai ROS dapat menyebabkan kerusakan sel beta pulau pankreas (Rohilla dan Ali, 2012).


Dokumen yang terkait

Karakterisasi dan Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Teripang Pearsonothuria graeffei(semper) Pada Tikus Yang Diinduksi Kafein dan Hati Ayam

4 58 103

Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

0 30 101

Karakterisasi dan Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Teripang Pearsonothuria graeffei(semper) Pada Tikus Yang Diinduksi Kafein dan Hati Ayam

1 15 103

Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

0 0 15

Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

0 0 2

Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

0 0 5

Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

0 0 3

Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

0 1 37

Karakterisasi dan Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Teripang Pearsonothuria graeffei(semper) Pada Tikus Yang Diinduksi Kafein dan Hati Ayam

0 0 15

Karakterisasi dan Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Teripang Pearsonothuria graeffei(semper) Pada Tikus Yang Diinduksi Kafein dan Hati Ayam

0 0 2