Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

(1)

KARAKTERISASI DAN UJI EFEK EKSTRAK ETANOL

TERIPANG JENIS

Pearsonothuria graeffei (

Semper)

TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA

DARAH MENCIT YANG DIINDUKSI

ALOKSAN

SKRIPSI

OLEH:

CLAUDIA NATASYA TOBING

NIM 131524005

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KARAKTERISASI DAN UJI EFEK EKSTRAK ETANOL

TERIPANG JENIS

Pearsonothuria graeffei (

Semper)

TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA

DARAH MENCIT YANG DIINDUKSI

ALOKSAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

CLAUDIA NATASYA TOBING

NIM 131524005

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

KARAKTERISASI DAN UJI EFEK EKSTRAK ETANOL

TERIPANG JENIS

Pearsonothuria graeffei (

Semper)

TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA

DARAH MENCIT YANG DIINDUKSI

ALOKSAN

OLEH:

CLAUDIA NATASYA TOBING NIM 131524005

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 31 Agustus 2015

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195107231982032001 NIP 195301011983031004

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.

Pembimbing II, NIP 195107231982032001

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt NIP 195103261978022001 NIP 197506102005012003

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. NIP 195109081985031002

Medan, Oktober 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,

Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt. selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., dan Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. selaku ketua penguji, Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt. dan Bapak Drs, Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan Bapak Dadang Irfan Husori, S.Si.,M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing akademik serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.


(5)

Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga tercinta almarhum Ayahanda Junias Rosihar Lumban Tobing, Ibunda Clementina Sidabutar, S.Pd., M.M., kedua adikku Tommy Julio Lumban Tobing, dan Prita Uli Tobing, serta Inangtua Esther Sonmeavanti Sidabutar sekeluarga, Tante Silvia Sidabutar sekeluarga, Opungku P.L.Tobing br Sitompul, Opungku K. Sidabutar br Manik dan Namboru Shelly Farida Tobing sekeluarga atas limpahan kasih sayang, semangat dan doa yang tak ternilai dengan apa pun. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar Palembang dan teman-teman mahasiswa/i Farmasi Ekstensi Stambuk 2013 yang selalu memberi dukungan dan canda tawa.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, 31 Agustus 2015 Penulis,

Claudia Natasya Tobing NIM 131524005


(6)

KARAKTERISASI DAN UJI EFEK EKSTRAK ETANOL TERIPANG JENIS Pearsonothuria graeffei (Semper) TERHADAP PENURUNAN

KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT YANG DIINDUKSI ALOKSAN

ABSTRAK

Teripang banyak ditemukan di perairan Indonesia, salah satunya jenis Pearsonothuria graeffei. Masyarakat mengkonsumsi teripang sebagai bahan pangan dan belum digunakan sebagai bahan obat. Kandungannya adalah triterpenoid saponin, glikolipid dan kondroitin sulfat. Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui karakterisasi simplisia, pemeriksaan golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak etanol dan uji efek antidiabetes teripang Pearsonothuria graeffei.

Hasil karakterisasi simplisia teripang terhadap kadar air 9,47 %, kadar sari larut air 36,56 %, kadar sari larut etanol 24,01 %, kadar abu total 28,75 %, dan kadar abu tidak larut asam 3,66 %. Mikroskopik serbuk simplisia yakni spikula bentuk kancing (buttons), spikula dari tentakel dan spikula bentuk meja semu (pseudo-tables). Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia simplisia teripang mengandung glikosida, saponin dan triterpenoid/steroid.

Pada uji toleransi glukosa sebagai pembandingnya glibenklamid 0,65 mg/kg BB. Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok, terdiri dari 25 ekor. Dengan pemberian dosis ekstrak etanol teripang 200, 400, 600 mg/kg BB, kontrol negatifnya adalah natrium carboxyl metyl cellulosa 0,5% b/v dosis 1% BB. Pengukuran kadar gula darah mencit pada menit ke-30, 60, 90 dan 120. Pada uji aloksan sebagai penginduksi, pembandingnya adalah metformin 65 mg/kg BB. Pengelompokan hewan uji, dosis ekstrak etanol teripang dan kontrol negatif sama dengan uji toleransi glukosa. Mencit diinduksi aloksan dengan dosis 150 mg/kg BB secara peritoneal. Setiap kelompok uji diberikan sediaan uji secara per oral selama 15 hari berturut-turut dan dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke-3, 6, 9, 12, 15.

Hasil analisis ANOVA uji Tukey HSD pemberian ekstrak etanol teripang dosis 200, 400, 600 mg/kg BB memberikan persentase penurunan kadar glukosa darah yang sama secara signifikan dengan pembanding glibenklamid 0,65 mg/kg BB pada uji toleransi glukosa. Pada uji induksi aloksan, pemberian ekstrak etanol teripang dengan dosis 200, 400 dan 600 mg/kg BB memberikan persentase penurunan yang sama secara signifikan dengan metformin dosis 65 mg/kg BB. Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei memberikan penurunan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan.

Kata Kunci: teripang (Pearsonothuria graeffei), aloksan, diabetes, penurunan kadar glukosa darah, uji toleransi glukosa


(7)

CHARACTERIZATION AND EXAMINING EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF SEA CUCUMBER Pearsonothuria graeffei (Semper)

DECREASING MICE BLOOD GLUCOSE LEVELS BY ALLOXAN INDUCTION

ABSTRACT

Sea cucumbers are mostly found in the ocean of Indonesia, one of them is Pearsonothuria graeffei. Indonesia people commonly consume sea cucumber but unfamiliar using for medication. Chemical compounds of this sea cucumber are triterpenoid saponin, glycolipid, and chondroitin sulfates. The purpose of this research was characterizing, screening chemical compounds, extracting simplisia and examining the effect of ethanol extract of Pearsonothuria graeffei (Semper,1868).

Th f ch c c f c c ’ n content 9.47%, water soluble extract concentration 36.56%, ethanol soluble extract concentration 24.01%, total ash content 28.75%, insoluble ash content in acid 3.66%. The result of microscopic simplicia sea cucumber has spicules button type, spicules from tentacles, and pseudo-tables of body wall. The result of simplisia screening presents glycosides, saponin and triterpenoid/steroid.

The oral glucose tolerance test was using glibenclamid 0.65 mg/kg BW as a positive control. 25 mice were alienated into 5 groups that are ethanol extract of sea cucumber dose 200; 400; 600 mg/kg BW, natrium carboxyl metil cellulosa 0.5% b/v dose 1% BW as a control negative then the measurement of the blood glucose level on ’; ’; ’ nd ’ The research continues with diabetic mice that induced by alloxan dose 150 mg/kg BW intraperitoneal. Metformin dose 50 mg/kg BW as a positive control. The diabetic mice were randomly divided into five treatment groups correspond to the oral glucose tolerance test then all mice in the groups were measured the blood glucose level on day 3; 6; 9; 12; and 15.

The result of ANOVA analysis Tukey HSD test, ethanol extract of sea cucumber dose 200; 400; 600 mg/kg BW increase the percentage blood glucose level significantly compared with glibenclamid 0.65 mg/kg BW. On alloxan induction test, ethanol extract of sea cucumber 200; 400 and 600 mg/kg BW increase the percentage blood glucose level significantly compared with metformin dose 65 mg/kg BW. The result of this research was ethanol extract of sea cucumber Pearsonothuria graeffei (Semper,1868) able to decrease mice blood level induced by alloxan.

Keywords: sea cucumber (Pearsonothuria graeffei), alloxan, diabetes, blood glucose level, oral glucose tolerance test


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Hewan ... 6

2.1.1 Sistematika hewan ... 7

2.1.2 Habitat ... 7


(9)

2.1.5 Kandungan senyawa kimia teripang ... 10

2.2 Ekstraksi ... 11

2.3 Diabetes Melitus ... 13

2.3.1 Jenis-jenis diabetes melitus ... 14

2.3.2 Insulin ... 15

2.3.3 Antidiabetika oral ... 16

2.3.4 Aloksan ... 19

2.3.5 Mekanisme aloksan ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Alat dan Bahan ... 21

3.1.1 Alat-alat ... 21

3.1.2 Bahan-bahan ... 22

3.2 Penyiapan Sampel ... 22

3.2.1 Pengumpulan sampel ... 22

3.2.2 Identifikasi sampel ... 22

3.2.3 Pengolahan sampel ... 22

3.3 Pembuatan Pereaksi ... 23

3.3.1 Pereaksi Molisch ... 23

3.3.2 Larutan asam klorida 2 N ... 23

3.3.3 Larutan asam sulfat 2 N ... 23

3.3.4 Larutan asam nitrat 0,5 N ... 23

3.3.5 Larutan timbal (II) asetat 0,4 M ... 23

3.3.6 Larutan kloralhidrat ... 24


(10)

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 24

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 24

3.4.3 Penetapan kadar air ... 25

3.4.4 Penetapan kadar sari larut air ... 25

3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol ... 26

3.4.6 Penetapan kadar abu Total ... 26

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 26

3.5 Pemeriksaan Golongan Senyawa Kimia Simplisia ... 27

3.5.1 Pemeriksaan glikosida ... 27

3.5.2 Pemeriksaan saponin ... 27

3.5.3 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 27

3.6 Pembuatan Ekstrak Teripang ... 28

3.7 Penyiapan Hewan Percobaan ... 29

3.8 Pengujian Aktivitas Antidiabetes ... 29

3.8.1 Pembuatan suspensi Na-CMC 0,5% ... 29

3.8.2 Pembuatan aloksan 150 mg/kg BB ... 29

3.8.3 Pembuatan suspensi ekstrak etanol teripang (EET) 29 3.8.4 Pembuatan suspensi metformin dosis 65 mg/kg BB 29

3.8.5 Pembuatan suspensi glibenklamid 0,65 mg/kg BB .. 30

3.8.6 Penyiapan hewan uji yang hiperglikemia ... 30

3.8.7 Penggunaan alat glukometer ... 30

3.8.8 Penentuan kadar glukosa darah (KGD) ... 30

3.8.9 Uji aktivitas antidiabetes dengan metode toleransi glukosa ... 31 3.8.10 Uji aktivitas antidiabetes dengan metode induksi


(11)

3.9 Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Hasil Identifikasi Sampel ... 33

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 33

4.3 Hasil Pemeriksaan Golongan Senyawa Kimia ... 35

4.4 Hasil Uji Aktivitas Antidiabetes ... 35

4.4.1 Aktivitas antidiabetes dengan metode uji toleransi gl u k o s a ... 36

4.4.2 Aktivitas antidiabetes ekstrak etanol teripang (EET ) dengan metode induksi aloksan ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 44


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil karakterisasi simplisia teripang ... 34 4.2 Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia serbuk simplisi a

teripang Pearsonothuria Graeffei ... 35 4.3 Data persentase penurunan KGD mencit pada uji toleransi glukosa 36 4.4 Hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit antar individu

setelah diberi perlakuan ... 38 4.5 Hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit antar kelompok

setelah diberi perlakuan ... 39 4.6 Hasil selisih (delta) KGD rata -rata mencit setelah diber i


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1.1 Skema kerangka pikir penelitian ... 5 2.1 Teripang Pearsonothuria Graeffei ... 6 4.1 Grafik hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit antar individu

setelah diberi perlakuan ... 38 4.2 Grafik hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit antar kelompok

setelah diberi perlakuan ... 40 4.3 Grafik hasil selisih (delta) KGD rata-rata mencit setelah


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Identifikasi sampel ... 48

2. Karakteristik teripang pearsonothuria graeffei ... 49

3. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia teripang ... 51

4. Bagan alur pembuatan ekstrak teripang ... 52

5. Bagan alur pengukuran KGD mencit ... 53

6. Bagan alur pengujian efek penurunan KGD mencit diinduksi aloksan ... 54

7. Alat pengukur glukosa darah ... 55

8. Perhitungan hasil penetapan kadar air serbuk simplisi a teripang ... 56

9. Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut air serbu k simplisia teripang ... 57

10. Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut etanol serbuk simplisia teripang ... 58

11. Perhitungan hasil penetapan kadar abu total serbuk simplisia teripang ... 59

12. Perhitungan hasil penetapan kadar abu tidak larut asam serbuk simplisia teripang ... 60

13. Contoh perhitungan dosis ... 61

14. Data pengukuran KGD mencit metode induksi aloksan ... 64

15. Data persen penurunan KGD mencit antar individu ... 69

16. Data persen penurunan KGD mencit antar kelompok ... 74

17. Data hasil selisih (delta) KGD rata -rata m encit yan g diinduksialoksan ... 76


(15)

19. Signifikansi persentase penurunan rata-rata mencit antar

individu setelah diinduksi aloksan ... 82 20. Signifikansi persentase penurunan rata-rata mencit antar

i n d i v i d u setelah diinduksi aloksan ... 83 21. Signifikansi selisih (delta) KGD rata-rata mencit yang diinduksi

aloksan ... 84


(16)

KARAKTERISASI DAN UJI EFEK EKSTRAK ETANOL TERIPANG JENIS Pearsonothuria graeffei (Semper) TERHADAP PENURUNAN

KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT YANG DIINDUKSI ALOKSAN

ABSTRAK

Teripang banyak ditemukan di perairan Indonesia, salah satunya jenis Pearsonothuria graeffei. Masyarakat mengkonsumsi teripang sebagai bahan pangan dan belum digunakan sebagai bahan obat. Kandungannya adalah triterpenoid saponin, glikolipid dan kondroitin sulfat. Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui karakterisasi simplisia, pemeriksaan golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak etanol dan uji efek antidiabetes teripang Pearsonothuria graeffei.

Hasil karakterisasi simplisia teripang terhadap kadar air 9,47 %, kadar sari larut air 36,56 %, kadar sari larut etanol 24,01 %, kadar abu total 28,75 %, dan kadar abu tidak larut asam 3,66 %. Mikroskopik serbuk simplisia yakni spikula bentuk kancing (buttons), spikula dari tentakel dan spikula bentuk meja semu (pseudo-tables). Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia simplisia teripang mengandung glikosida, saponin dan triterpenoid/steroid.

Pada uji toleransi glukosa sebagai pembandingnya glibenklamid 0,65 mg/kg BB. Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok, terdiri dari 25 ekor. Dengan pemberian dosis ekstrak etanol teripang 200, 400, 600 mg/kg BB, kontrol negatifnya adalah natrium carboxyl metyl cellulosa 0,5% b/v dosis 1% BB. Pengukuran kadar gula darah mencit pada menit ke-30, 60, 90 dan 120. Pada uji aloksan sebagai penginduksi, pembandingnya adalah metformin 65 mg/kg BB. Pengelompokan hewan uji, dosis ekstrak etanol teripang dan kontrol negatif sama dengan uji toleransi glukosa. Mencit diinduksi aloksan dengan dosis 150 mg/kg BB secara peritoneal. Setiap kelompok uji diberikan sediaan uji secara per oral selama 15 hari berturut-turut dan dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke-3, 6, 9, 12, 15.

Hasil analisis ANOVA uji Tukey HSD pemberian ekstrak etanol teripang dosis 200, 400, 600 mg/kg BB memberikan persentase penurunan kadar glukosa darah yang sama secara signifikan dengan pembanding glibenklamid 0,65 mg/kg BB pada uji toleransi glukosa. Pada uji induksi aloksan, pemberian ekstrak etanol teripang dengan dosis 200, 400 dan 600 mg/kg BB memberikan persentase penurunan yang sama secara signifikan dengan metformin dosis 65 mg/kg BB. Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei memberikan penurunan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan.

Kata Kunci: teripang (Pearsonothuria graeffei), aloksan, diabetes, penurunan kadar glukosa darah, uji toleransi glukosa


(17)

CHARACTERIZATION AND EXAMINING EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF SEA CUCUMBER Pearsonothuria graeffei (Semper)

DECREASING MICE BLOOD GLUCOSE LEVELS BY ALLOXAN INDUCTION

ABSTRACT

Sea cucumbers are mostly found in the ocean of Indonesia, one of them is Pearsonothuria graeffei. Indonesia people commonly consume sea cucumber but unfamiliar using for medication. Chemical compounds of this sea cucumber are triterpenoid saponin, glycolipid, and chondroitin sulfates. The purpose of this research was characterizing, screening chemical compounds, extracting simplisia and examining the effect of ethanol extract of Pearsonothuria graeffei (Semper,1868).

Th f ch c c f c c ’ n content 9.47%, water soluble extract concentration 36.56%, ethanol soluble extract concentration 24.01%, total ash content 28.75%, insoluble ash content in acid 3.66%. The result of microscopic simplicia sea cucumber has spicules button type, spicules from tentacles, and pseudo-tables of body wall. The result of simplisia screening presents glycosides, saponin and triterpenoid/steroid.

The oral glucose tolerance test was using glibenclamid 0.65 mg/kg BW as a positive control. 25 mice were alienated into 5 groups that are ethanol extract of sea cucumber dose 200; 400; 600 mg/kg BW, natrium carboxyl metil cellulosa 0.5% b/v dose 1% BW as a control negative then the measurement of the blood glucose level on ’; ’; ’ nd ’ The research continues with diabetic mice that induced by alloxan dose 150 mg/kg BW intraperitoneal. Metformin dose 50 mg/kg BW as a positive control. The diabetic mice were randomly divided into five treatment groups correspond to the oral glucose tolerance test then all mice in the groups were measured the blood glucose level on day 3; 6; 9; 12; and 15.

The result of ANOVA analysis Tukey HSD test, ethanol extract of sea cucumber dose 200; 400; 600 mg/kg BW increase the percentage blood glucose level significantly compared with glibenclamid 0.65 mg/kg BW. On alloxan induction test, ethanol extract of sea cucumber 200; 400 and 600 mg/kg BW increase the percentage blood glucose level significantly compared with metformin dose 65 mg/kg BW. The result of this research was ethanol extract of sea cucumber Pearsonothuria graeffei (Semper,1868) able to decrease mice blood level induced by alloxan.

Keywords: sea cucumber (Pearsonothuria graeffei), alloxan, diabetes, blood glucose level, oral glucose tolerance test


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teripang atau timun laut (Sea Cucumber) termasuk dalam filum Echinodermata yang merupakan salah satu biota laut yang banyak ditemukan di perairan Indonesia, sebab secara geografis perairan Indonesia terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia merupakan habitat terbaik untuk hewan teripang (Conand dan Byrne, 1993). Teripang adalah hewan tidak bertulang dengan tubuh berbentuk silinder memanjang dengan mulut dan anus terletak di ujung poros berlawanan yaitu mulut di anterior dan anus di posterior, di sekitar mulut teripang terdapat tentakel yang digunakan sebagai penangkap makanan (Wibowo, et al., 1997).

Pada tahun 2004, Indonesia mengekspor teripang ke Malaysia dan juga ke Cina untuk memenuhi 37% kebutuhan teripang di sana. Hal ini dikarenakan potensi teripang yang sangat memungkinkan untuk dikembangkan sebagai produk makanan kesehatan yang mengandung kandungan protein dan kolagen yang sangat tinggi. Selain itu, penggunaan teripang sudah dikenal sejak 300 tahun lalu pada masyarakat pulau Langkawi di Semenanjung Malaya digunakan sebagai antiseptik tradisional. Biasanya air sari teripang diminumkan kepada wanita sehabis melahirkan untuk menghentikan pendarahan dan mempercepat proses penyembuhan luka khitan pada anak laki-laki masyarakat tersebut (Karnila, 2011).


(19)

Daerah Sulawesi Selatan (Makassar) yang merupakan salah satu penghasil dan pengekspor teripang utama di Indonesia. Macam-macam teripang yang terdapat di Makassar adalah Actinopyga echinites, Actinopyga mauritiana, Bohadschia argus, Holothuria scabra, Stichopus hermanni, Thelenota ananas dan Pearsonothuria graeffei. Penggunaan teripang di Indonesia adalah untuk komoditi ekspor sub sektor perikanan yang cukup potensial dan bahan pangan oleh masyarakat setempat. Padahal, teripang tidak semata-mata untuk bahan makanan tetapi telah diteliti memiliki aktifitas farmakologi yang digunakan untuk pengobatan. Salah satu teripang yang memiliki manfaat untuk pengobatan adalah Pearsonothuria graeffei (Lovatelli, et al., 2004).

Pearsonothuria graeffei atau disebut juga teripang bintik hitam yang dibudidayakan di Sulawesi Selatan (Makassar) berkhasiat sebagai antikanker karena memiliki kandungan glikosida triterpene sulfat yaitu holothurin A (HA) dan 24-dehydroechinoside A (DHEA). Selain HA dan DHEA, kandungan lain dari teripang ini yaitu triterpenoid saponin, glikolipid, dan kondroitin sulfat (Bordbar, et al., 2011). Menurut penelitian, senyawa triterpenoid saponin memiliki efek hipoglikemik (Burdi, et al., 2014) serta saponin yang mampu mencegah komplikasi diabetes (Elekofehintini, et al., 2013). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang menyatakan bahwa pemberian serbuk teripang (Stichopus variegatus) dapat menurunkan kadar glukosa darah dari tikus putih jantan yang telah diinduksi aloksan (Fitriah, et al., 2013).

Berdasarkan uraian-uraian di atas, peneliti tertarik untuk menguji pengaruh ekstrak etanol dari teripang Pearsonothuria graeffei terhadap penurunan kadar glukosa darah mencit dengan metode induksi aloksan.


(20)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

a. apakah karakteristik simplisia teripang Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868) yang diteliti memenuhi persyaratan mutu simplisia secara umum? b. apakah golongan senyawa kimia yang terkandung dari simplisia teripang

Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868)?

c. apakah ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868) memberikan efek penurunan kadar glukosa darah mencit dengan menggunakan metode induksi aloksan?

1.3Hipotesis

Berdasarkan latar belakang di atas maka hipotesis dari penelitian ini adalah: a. karakteristik simplisia teripang Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868)

memenuhi persyaratan mutu simplisia secara umum.

b. kandungan yang terdapat dalam simplisia etanol teripang Pearsonothuria graeffei (Semper,1868) adalah glikosida, saponin dan triterpenoid/steroid. c. ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868)

memberikan efek penurunan kadar glukosa darah mencit dengan menggunakan metode induksi aloksan.


(21)

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. mengetahui karakteristik simplisia teripang Pearsonothuria graeffei

(Semper, 1868) yang diteliti memenuhi persyaratan mutu simplisia secara umum.

b. mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam simplisia teripang Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868).

c. mengetahui efek ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868) secara ilmiah terhadap penurunan kadar glukosa darah mencit dengan menggunakan metode induksi aloksan.

1.5Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka manfaat dari penelitian ini adalah: a. memberi informasi bagi masyarakat tentang manfaat dari teripang jenis

Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868).

b. meningkatkan pemanfaatan biota laut terutama teripang. c. menambah inventaris obat yang berasal dari hewan.


(22)

1.6Kerangka Pikir Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Sebagai variabel bebas yaitu suspensi Na-CMC dosis 1% BB, EET Pearsonothuria graeffei dosis 200, 400, 600 mg/kg BB, suspensi metformin 65 mg/kg BB, waktu pengamatan dan sebagai variabel terikat adalah penurunan kadar glukosa darah mencit seperti yang di tunjukkan pada Gambar 1.1.

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian

EET 200 mg/kg BB EET 400 mg/kg BB EET 600 mg/kg BB

Penurunan Kadar Glukosa

Darah Mencit

Kadar Glukosa Darah Mencit Kontrol Negatif

Suspensi Na-CMC 1% BB

Kontrol Positif Suspensi Metformin

65 mg/kg BB

Waktu Pengamatan

-Hari ke-3 -Hari ke-6 -Hari ke-9 -Hari ke-12 -Hari ke-15


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Hewan

Teripang atau timun laut (Sea Cucumber) termasuk dalam filum Echinodermata yang merupakan salah satu biota laut yang banyak ditemukan di perairan Indonesia, sebab secara geografis perairan Indonesia terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia merupakan habitat terbaik untuk hewan teripang (Conand dan Byrne, 1993). Teripang adalah hewan tidak bertulang belakang dengan tubuh berbentuk silinder. Bentuk tersebut menyerupai mentimun sehingga teripang dikenal dengan nama mentimun laut (sea cucumber) (Martoyo, et al., 2006). Teripang Pearsonothuria graeffei berwarna krim sampai cokelat dengan banyak bintik berwarna hitam. Tubuhnya memanjang dibagian perut dengan lipatan melintang. Terdapat 23-28 tentakel pada mulut bagian depan. Permukaan anus tidak terdapat gigi ataupun papila. Permukaan punggung (dorsal) dan perut (ventral) tampak kasar (Conand, et al., 2012). Gambar teripang Pearsonothuria graeffei dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(24)

2.1.1 Sistematika hewan

Determinasi/identifikasi sampel teripang di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, dengan hasil sebagai berikut:

Filum : Echinodermata Kelas : Holothuroidea Ordo : Aspidochirotida Famili : Holothuriidae Genus : Pearsonothuria

Spesies : Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868).

2.1.2 Habitat

Teripang dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai di Indonesia, mulai dari daerah pasang-surut yang dangkal sampai perairan yang lebih dalam. Teripang lebih menyukai perairan yang jernih dan airnya relatif tenang. Umumnya, masing-masing jenis teripang mempunyai habitat yang spesifik, ada jenis teripang yang hidup berkelompok dan ada pula yang hidup soliter (sendiri). Teripang umumnya menempati ekosistem terumbu karang yang jernih, bebas dari polusi, air relatif tenang dengan kualitas air cukup baik. Habitat ideal bagi teripang adalah air laut dengan salinitas 29-33 % yang memiliki kisaran pH 6,5-8,5; kecerahan air 50-150 cm; kandungan oksigen terlarut 4-8 ppm dan suhu air laut 20-25O C (Widodo, 2012).

Penyebaran teripang di Indonesia sangat luas. Beberapa daerah penyebaran antara lain meliputi perairan pantai Madura, Bali, Lombok, Aceh, Bengkulu, Bangka, Riau, Belitung, Kalimantan (Barat, Timur dan Selatan), Maluku, Timor, Kepulauan Seribu, dan Sulawesi (Widodo, 2012). Daerah Sulawesi Selatan


(25)

(Makassar) yang merupakan salah satu penghasil dan pengekspor teripang utama di Indonesia. Macam-macam teripang yang terdapat di Makassar adalah Actinopyga echinites, Actinopyga mauritiana, Bohadschia argus, Holothuria scabra, Stichopus hermanni, Thelenota ananas dan Pearsonothuria graeffei (Lovatelli, et al., 2004). Habitat dari Pearsonothuria graeffei yaitu terumbu karang, lereng terumbu, di perairan dangkal pada kedalaman 0 dan 25 meter (Conand, et.al., 2012).

2.1.3 Morfologi

Teripang memiliki mulut dan anus yang terletak di ujung poros berlawanan, yaitu mulut di anterior dan anus di posterior, disekitar mulut teripang terdapat tentakel yang dapat dijulurkan dan ditarik dengan cepat (Karnila, 2011). Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata). Namun, tidak semua jenis teripang mempunyai duri kulitnya. Ada beberapa jenis teripang yang tidak berduri. Duri-duri pada teripang tersebut sebenarnya merupakan rangka atau skelet yang tersusun dari zat kapur dan terletak di dalam kulitnya. Rangka dari zat kapur tersebut tidak dapat dilihat dengan mata biasa. Oleh karena sangat kecil, rangka baru bisa dilihat dengan bantuan mikroskop (Martoyo, et al., 2006).

Ukuran teripang Pearsonothuria graeffei kering adalah sekitar 15 cm. Duri-duri pada teripang Pearsonothuria graeffei dapat dilihat menggunakan mikroskop dengan bentuk batang, rossete (20-90 µm), pseudo-tables (30-50 µm) yang berasal dari tubuh teripang (Conand, et al., 2012).


(26)

2.1.4 Manfaat teripang

Penggunaan teripang sudah dikenal sejak 300 tahun lalu pada masyarakat pulau Langkawi di Semenanjung Malaya digunakan sebagai antiseptik tradisional. Biasanya air sari teripang diminumkan kepada wanita sehabis melahirkan untuk menghentikan pendarahan dan mempercepat proses penyembuhan luka khitan pada anak laki-laki masyarakat tersebut (Karnila, 2011). Masyarakat umumnya masih melakukan pengolahan tradisional, yaitu teripang dimanfaatkan sebagai bahan pangan baik dalam bentuk basah maupun dalam bentuk makanan olahan seperti bakso dan capcay. Sejarah bangsa Cina diketahui penggunaan teripang sebagai sumber nutrisi, untuk mengatasi gangguan ginjal, menjaga sistem reproduksi, mengatasi kelelahan, impotensi dan konstipasi. Sejak tahun 1990, teripang (sea cucumber) diketahui sebagai salah satu sumber kondroitin sulfat atau disebut juga sea chondroitin yang berguna untuk mengurangi nyeri akibat rematik saperti rhematoid arthritis atau osteoathirits (Sendih dan Gunawan, 2006). Pearsonothuria graeffei atau disebut juga teripang bintik hitam yang dibudidayakan di Sulawesi Selatan (Makassar) berkhasiat sebagai antikanker karena memiliki kandungan glikosida triterpene sulfat yaitu holothurin A (HA) dan 24-dehydroechinoside A (DHEA). Selain HA dan DHEA, kandungan lain dari teripang ini yaitu triterpenoid saponin, glikolipid, dan kondroitin sulfat (Bordbar, et al., 2011). Pemberian serbuk teripang Stichopus variegatus diteliti memiliki aktivitas antidiabetik dan meningkatkan superoxide dismutase yang mampu menurunkan kadar gula darah tikus hiperglikemik yang diinduksi aloksan (Fitriah, et al., 2013) karena teripang Stichopus variegatus memiliki senyawa yang sama dengan teripang Pearsonothuria graeffei (Bordbar, et al., 2011).


(27)

2.1.5 Kandungan senyawa kimia teripang

a. Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida dan glikosida steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat (Harborne, 1987).

Larutan yang sangat encer dari saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan dan beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal dua jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping spirorektal. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonnya disebut sapogenin diperoleh dengan hidrolisis dalam suasan asam atau hidrolisis memakai enzim, dan tanpa bagian gula ciri kelarutannya sama dengan ciri sterol lain (Robinson, 1995).

Hasil laporan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa saponin merupakan komponen bioaktif yang memberikan manfaat seperti antidiabetes, antihiperlipidemia, dan menghambat lipid peroxida. Jadi saponin dapat menghambat aktivitas radikal bebas dengan memberikan elektron atau atom hidrogen untuk menginaktifasi radikal bebas. Saponin juga dapat meningkatkan antioksidan enzim seperti superoxide dismutase (SOD) dan catalase (CAT). Dimana SOD merupakan enzim antioksidan yang memberikan pertahanan pada sistem tubuh skarena mengkatalisis radikal superoxida (O2-) untuk membentuk


(28)

H2O2 dan molekul oksigen. Peningkatan aktivitas SOD menunjukkan aktivitas katalase dimana katalase mengkatalisis hidrogen peroksida dan melindungi jaringan dari radikal hidrogen. ROS merupakan penyebab utama diabetes dengan mengambil elektron dari tubuh. Dengan meningkatnya SOD dan CAT, regulasi ROS akan meningkat pula sehingga mengurangi resiko penyakit kronis seperti diabetes (Elekofehintini, et al., 2013).

b. Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik yaitu skualena. Triterpenoid dapat dibagi atas empat golongan yaitu triterpenoid sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Triterpena atau steroid yang terutama terdapat sebagai glikosida. Triterpenoid merupakan senyawa yang tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan optik aktif yang umumnya sukar dicirikan karena tidak mempunyai kereaktifan kimia (Harborne, 1987). Menurut Farnswoth (1966), penambahan pereaksi Liebermann-Burchard memberikan warna biru atau biru hijau untuk steroid saponin dan memberikan warna merah, pink, atau ungu jika pada sampel yang memiliki senyawa triterpenoid saponin.

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal dengan menggunakan pelarut. Umumnya zat berkhasiat tersebut dapat ditarik, namun khasiatnya tidak berubah. Tujuan utama ekstraksi adalah mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan


(29)

dari zat-zat yang tidak dibutuhkan, agar lebih mudah digunakan (kemudahan diabsorpsi, rasa dan pemakaian) dan disimpan dibandingkan simplisia asal dan tujuan pengobatannya terjamin. Hasil ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Depkes RI, 1995).

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

a. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokkan atau pengadukkan pada temperatur kamar sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar (Ditjen POM, 2000). Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).


(30)

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi dan merendam sampel dalam tabung soklet dan setelah pelarut mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi setelah melewati pipa sifon, demikian berulang-ulang (Ditjen POM, 2000). 3. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50o C (Ditjen POM, 2000).

4. Infus

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisa nabati dengan air pada suhu 90o C selama 15 menit (Depkes RI, 1979). 5. Dekok

Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada waktu yang lebih lama ± 30 menit dengan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.3 Diabetes melitus

Diabetes melitus adalah sekelompok sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia; perubahan metabolisme lipid, karbohidrat dan protein; peningkatan penyakit pembuluh darah. Hampir semua bentuk diabetes melitus disebabkan oleh menurunnya konsentrasi insulin dalam sirkulasi (defisiensi insulin) dan menurunnya respons jaringan perifer terhadap insulin (resistensi insulin).


(31)

Diabetes Melitus ditandai oleh poliuri, polidipsi, dan polifagi disertai n n k n k d k d h h k k ≥ /dL atau postpandial ≥ /dL k w k ≥ /dL Hiperglikemia timbul akibat berkurangnya insulin sehingga glukosa darah tidak dapat masuk ke sel-sel otot, jaringan adiposa atau hepar dan metabolismenya juga terganggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila hebat sekali hingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang berbahaya ialah glikosuria yang timbul karena glukosa bersifat diuretik osmotik sehingga diuresis sangat meningkat disertai kehilangan elektrolit. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada pasien DM yang tidak diobati. Karena adanya dehidrasi, maka badan berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa yang dieksresi. Polifagia timbul karena perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus oleh kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar itu (Suherman dan Nafrialdi, 1995).

2.3.1 Jenis-jenis diabetes melitus

a. Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes tipe 1 tersebut sangat lazim terjadi pada anak remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non-obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan


(32)

katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel beta pankreas gagal merespons semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Katzung, 2002).

b. Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 merupakan suatu kelompok heterogen yang terdiri dari bentuk diabetes yang lebih ringan yang terutama terjadi pada orang dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Sirkulasi insulin endogen cukup untuk mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin tersebut sering dalam kadar kurang dari normal atau secara relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan. Obesitas, yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin merupakan faktor resiko yang biasa tejadi pada diabetes tipe ini, dan sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh gemuk.

Selain terjadinya penurunan kepekaan jaringan pada insulin, yang telah terbukti terjadi pada sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 telepas dari berat badan, adalah terjadi pula suatu defisiensi respons sel beta pankreas terhadap glukosa. Baik resistensi jaringan terhadap insulin maupun kerusakan respons sel beta terhadap glukosa dapat lebih diperparah dengan meningkatnya hiperglikemia, dan kedua kerusakan tersebut dapat diperbaiki melalui manuver-manuver terapik yang mengurangi hiperglikemia tersebut (Katzung, 2002).

2.3.2 Insulin

Insulin merupakan suatu protein berukuran kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua


(33)

rantai (A dan B) yang dihubungkan dengan jembatan disulfida. Insulin dirilis dari sel beta pankreas, pada keadaan basal dengan kecepatan rendah dan pada keadaan stimulasi sebagai respon terhadap berbagai stimulus, khususnya glukosa dengan suatu kecepatan yang jauh lebih tinggi. Mekanisme stimulasi rilis insulin adalah hiperglikemia menyebabkan peningkatan kadar ATP intraseluler, sehingga menutup kanal kalium yang tergantung pada ATP. Penurunan arus ke luar dari kalium melalui kanal tersebut menyebabkan depolarisasi sel beta dan terbukanya kanal kalsium yang tergantung voltase (voltage-gated). Hasil peningkatan kalsium intraseluler memicu sekresi hormon tersebut (Katzung, 2002).

Kerja insulin mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Insulin menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan; menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif; menaikkan pembentukkan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian glikogen; menstimulasi pembentukkan protein dan lemak dari glukosa. Semua proses ini menyebabkan kadar glukosa darah menurun akibat pengaruh insulin. Dalam jaringan lemak dan hati insulin merangsang pengambilan asam lemak bebas yang selanjutnya disimpan dalam bentuk trigliserida (lemak cadangan). Selain itu insulin sebaliknya bekerja memobilisasi lemak dan penguraian lemak (lipolisis). Kerja insulin lainnya ialah menaikkan pengambilan ion kalium ke dalam sel dan menurunkan kerja katabolik glukokortikoid dan hormon kelenjar tiroid (Mutschler, 1991).

2.3.3 Antidiabetika oral

Insulin sebagai polipeptida hanya dapat diberikan secara parenteral. Karena itu, penyuntikan insulin yang dibutuhkan tiap hari sangat membebani para


(34)

penderita diabetes. Sehubungan dengan itu, kemajuan yang berarti diperoleh, pada saat turunan sulfonilurea dan turunan biguanida yag dapat dipakai secara oral telah digunakan untuk mengobati diabetes mellitus. Walaupun demikian, berdasarkan pengalaman sampai saat ini, dan sebagian karena efek samping yang serius maka seharusnya pemakaian antidiabetika oral pada pokoknya lebih dikurangi daripada sebelumnya. Obat-obat ini hanya diindikasi jika tidak terdapat diabetes tipe 1; tindakan diet tidak cukup; tidak perlu diberikan insulin sebagai pengganti antidiabetika oral.

a. Sulfonilurea

Mekanisme kerjanya membebaskan insulin yang dapat dimobilisasi dari sel beta pankreas dan pada saat yang sama memperbaiki tanggapan terhadap rangsang glukosa fisiologik. Ini berarti bahwa obat ini hanya berkhasiat jika produksi insulin tubuh sendiri paling kurang sebagian masih bertahan atau dengan kata lain obat ini tidak berkhasiat jika tidak ada produksi insulin. (Mutschler, 1991). Contoh antidiabetika oral kelompok sulfonamida adalah golongan pertama adalah tolbutamid, asetoheksamida, tolazamida dan klorpropamida. Generasi kedua adalah gliburida (glibenklamida), glipizida, gliklazida dan glimepirid yang lebih kuat dibandingkan senyawa sebelumnya (Goodman dan Gilman, 2006). Kontraindikasi, sulfonilura tidak dapat diberikan pada diabetes tipe 1, pada asetonuria parah, pada prakoma dan koma diabetik, pada gangguan fungsi ginjal yang parah dan semua dekompensasi metabolisme dalam penyakit infeksi, operasi dan tekanan-tekanan lain. Demikian juga pada saat kehamilan dianjurkan untuk mengganti dengan insulin (Mutschler, 1991).


(35)

b. Biguanide

Metformin, fenformin dan buformin merupakan obat antidiabetes golongan ini. Metformin jarang menyebabkan komplikasi asidosis laktat sehingga masih bisa diresepkan namun dengan tindakan hati-hati. Metformin bersifat antihiperglikemia bukan hipoglikemia yang tidak menyebabkan pelepasan insulin dari pankreas dan tidak menyebabkan hipoglikemia bahkan dalam dosis besar (Goodman dan Gillman, 2006). Biguanida paling sering diresepkan pada pasien dengan obesitas yang hipeglikemianya disebabkan oleh kerja insulin yang tidak efektif. Oleh karena metformin merupakan agen hemat-insulin dan tidak meningkatkan berat badan atau menyebabkan hipoglikemia. Maka, metformin menawarkan keuntungan yang melebihi insulin dan sulfonilurea untuk mengobati hiperglikemia pada pasien (Katzung, 2002).

Mekanisme kerja dari metformin yaitu berpindahnya metformin menuju ke sel hati melalui transporter OCT1 yang akan menghambat respirasi mitokondria (complex 1) dan menyebabkan kurangnya energi di dalam sel sehingga menghambat glukoneogenesis di hati. Hal ini terjadi dengan 2 cara yaitu pertama, dengan bekurangnya ATP menyebabkan meningkatkan konsentrasi AMP yang diduga berkontribusi menghambat proses glukoneogenesis (karena berkurangnya ATP). Kedua, peningkatan AMP ini merupakan mediator kunci signal yang bertujuan menghambat signal cAMP-PKA melalui adenilat siklase, menghambat FBPase (kunci dari enzim glukoneogenesis), dan menghambat sintesis kolesterol yang berkontribusi untuk metabolisme jangka panjang (Rena, et al., 2013).


(36)

c. Penghambat alfa-glucosidase

Penghambat glucosidase merupakan penghambat kompetitif alfa-glucosidase usus yang dapat memecah oligosakarida atau disakarida menjadi monosakarida dan diserap duodenum dan jejenum menuju ke dalam aliran darah. Akibat klinis hambatan enzim adalah untuk meminimalkan pencernaan pada usus bagian atas dan menunda pencernaan (dan juga absorpsi) zat tepung dan disakarida yang masuk pada usus kecil bagian distal, sehingga menurunkan glikemik setelah makan sebanyak 45-60 mg/dL dan menciptakan suatu efek hemat-insulin. Contoh agen penghambat alfa-glukosidase adalah miglitol dan akarbose (Katzung, 2002).

2.3.4 Aloksan

Aloksan (2, 4, 5, 6-tetraoxypyrimidine; 5,6-dioxyuracil) disintesis dengan oksidasi asam urat yang dimana efeknya pada kelinci terjadi nekrosis tertentu dari pulau pankreas. Sehingga aloksan digunakan untuk hewan model insulin dependen diabetes mellitus. Aloksan diberikan secara parenteral: intravena, intraperitonial atau subkutan. Dosis intravena Aloksan untuk menjadikan tikus diabetes adalah 65 mg/kg BB (Gruppuso, et al., 1990, Boylan, et al., 1992). Ketika aloksan diberikan intraperitonial dan subkutan dosis efektif harus 2-3 kali lebih tinggi. Dosis intraperitoneal dibawah 150 mg/kg BB mungkin ticak cukup untuk mendorong diabetes pada tikus (Katsumata, et al., 1992, 1993).

2.3.5 Mekanisme aloksan

Aloksan meningkatkan pengeluaran insulin tiba-tiba, pelepasan insulin akibat aloksan dikarenakan respon dari penekanan pulau Langerhans. Penyerapan aloksan dengan cepat oleh sel beta pankreas merupakan faktor penyebab diabetes.


(37)

Selain itu, aloksan dapat mereduksi dan mengurangi kerja dari gluthathione (GSH) dan protein bound sulfhydryl (-SH) grup. Aloksan tereduksi menjadi asam dialurik dan kemudian teroksidasi membentuk reactive oxygen species (ROS) dan superoxide radicals dan dengan adanya H2O2 yang berasal dari superoxide dismutase (SOD) dan besi sehingga menghasilkan radikal hidroksil yang reaktif. ROS diperbaiki oleh ADP-ribosylation. ROS dapat merusak DNA pankreas dan menginaktivasi kerja dari enzim antioksidan seperti superoxide dismutase, catalase. Selain itu, aloksan meningkatkan konsentrasi ion Ca2+ bebas di sel beta. Masuknya kalsium ke dalam sel beta dikarenakan oleh aloksan untuk mendepolarisasi pankreas sel beta yang lebih terbuka tergantung saluran kalsium dan meningkatkan masuknya kalsium ke dalam sel pankreas. Peningkatan ion Ca2+ disertai ROS dapat menyebabkan kerusakan sel beta pulau pankreas (Rohilla dan Ali, 2012).


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi pengumpulan sampel, identifikasi sampel, pengolahan sampel, pemeriksaan karakteristik simplisia, pemeriksaan golongan senyawa kimia simplisia, pembuatan ekstrak etanol teripang, penyiapan hewan percobaan, pengujian efek ekstrak teripang Pearsonothuria graeffei terhadap penurunan kadar glukosa darah (KGD) mencit dengan metode induksi aloksan. Data hasil penelitian dianalisis dengan metode analisis variasi (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95% dilanjutkan dengan uji Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Februari sampai Mei 2015.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat - alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi lemari pengering, blender (Philip), oven (Memmert), neraca listrik (Mettler Toledo), neraca hewan (GW-1500), mikroskop, desikator, penangas air, rotary evaporator (Heidolph WB 2000), Glucometer (GlucoDrTM) dan Glucotest strip (GlucoDrTM strip test), magnetic stirer, spuit, oral sonde, mortir dan stamfer, alat-alat gelas dan alat laboratorium lainnya.


(39)

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah teripang (Pearsonothuria graeffei). Bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisa kecuali dinyatakan lain adalah kloral hidrat, toluen, kalium iodida, bismuth nitrat, asam nitrat, d α-naftol, besi (III) klorida, timbal (II) asetat, serbuk seng, serbuk magnesium, asam asetat anhidrida, isopropanol, natrium hidroksida, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, kloroform, n-heksan, metanol, etanol 96% (teknis), larutan fisiologis NaCl 0,9%, aloksan (Sigma Aldrich), metformin, glibenklamid, Na-CMC dan air suling (teknis).

3.2 Penyiapan Sampel 3.2.1 Pengumpulan sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan sampel dari daerah lain. Bahan penelitian adalah teripang Pearsonothuria graeffei yang diperoleh dari pantai di pulau Barang Lompo kecamatan ujung tanah sebelah barat kota Makassar.

3.2.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 48.

3.2.3 Pengolahan sampel

Teripang dibersihkan dari kotoran dengan cara mencuci di bawah air mengalir hingga bersih, kemudian dipisahkan dari bagian dalam perut dan diperkecil potongannya selanjutnya ditiriskan lalu ditimbang kemudian disebar di


(40)

atas wadah. Sampel dikeringkan di lemari pengering. Teripang yang sudah kering ini disebut simplisia hewan. Kemudian simplisia itu diblender sampai menjadi serbuk, ditimbang beratnya. Selanjutnya, simplisia disimpan dalam wadah plastik di tempat yang terlindung dari cahaya.

3.3 Pembuatan Pereaksi 3.3.1 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g α-naftol P, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.2 Larutan asam klorida 2 N

Larutan asam klorida pekat sebanyak 17 ml ditambahkan air suling

sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.3 Larutan asam sulfat 2 N

Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,8 ml ditambahkan air suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.4 Larutan asam nitrat 0,5 N

Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga volume 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.5 Larutan timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat P dilarutkan dalam air bebas karbon dioksida hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).


(41)

3.3.6 Larutan pereaksi kloralhidrat

Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 71,43 ml air suling (Depkes RI, 1995).

3.3.7 Larutan pereaksi Liebermann-Burchard

Asam sulfat pekat sebanyak 5 ml dicampurkan dalam 50 ml etanol 96%, lalu ditambahkan 5 ml asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut (Depkes RI, 1995).

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam. Gambar karakteristik teripang dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 49.

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, panjang, dan lebar dari teripang segar dan simplisia teripang Pearsonothuria graeffei.

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei dilakukan dengan cara sampel diletakkan di atas kaca objek yang telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati di bawah mikroskop. Gambar pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 51.


(42)

3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Prosedur kerja:

1. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam, kemudiaan toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml (WHO, 1998).

2. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan kedalam labu alas bulat berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes perdetik sampai bagian air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempurna volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

3.4.4 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang


(43)

larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes RI, 1995).

3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol (95%) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95%) dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.4.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600°C. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (WHO, 1998).

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan diudara (WHO, 1998).


(44)

3.5 Pemeriksaan Golongan Senyawa Kimia Simplisia 3.5.1 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume air suling (7:3), direfluk selama 10 menit didinginkan dan disaring, pada 20 ml filtrat tambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, diamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, setiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform P dan 2 bagian volume isopropanolol P, pada sari yang dikumpukan tambahkan natrium sulfat anhidrida P, disaring dan uapkan pada suhu tidak lebih dari 50℃. Larutkan sisa dengan 2 ml metanol P, dimasukkan 0,1 ml larutan dalam tabung reaksi, uapkan di atas penangas air, pada sisa tambahkan 2 ml air dan 5 tetes Molisch, ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat P, bila terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (reaksi Molisch) (Depkes RI, 1995).

3.5.2 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, terbentuk buih atau busa tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm, pada penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2 N apabila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.5.4 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap, pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat, apabila timbul warna meah


(45)

kecokelatan hingga ungu maka positif triterpenoid dan dari warna ungu menjadi biru atau hijau maka positif steroid (Farnsworth, 1966).

3.6 Pembuatan ekstrak teripang

Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi dengan pelarut etanol 96%. Cara kerja: Sebanyak 550 g serbuk teripang Pearsonothuria graeffei dibasahi dengan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 3 jam, kemudian dimasukkan ke dalam alat perkolator. Lalu dituang larutan penyari etanol 96% secukupnya sampai semua simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari diatasnya, mulut tabung perkolator ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan dibiarkan tetesan ekstrak mengalir 1 ml tiap menit. Perkolasi dihentikan setelah 500 mg perkolat terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa (Ditjen POM, 1979). Selanjutnya ekstrak diuapkan dengan alat rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental kemudian ekstrak dikeringkan dengan freezedryer. Bagan alur pembuatan ekstrak teripang dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 52.

3.7 Penyiapan hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit sebanyak 25 ekor , dikelompokkan dalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Sebelum pengujian, terlebih dahulu mencit dikondisikan selama 1 minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan dengan lingkungannya.


(46)

3.8. Pengujian Aktivitas Antidiabetes

3.8.1 Pembuatan suspensi Na-CMC 0,5% b/v

Sebanyak 0,5 g Na-CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi ± 10 ml air suling panas. Didiamkan selama 15 menit lalu digerus hingga diperoleh massa yang transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan air suling, dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 ml, dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda.

3.8.2 Pembuatan aloksan 150 mg/kg BB

Aloksan monohidrat 150 mg dilarutkan dalam larutan fisiologis NaCl 0,9% dalam labu tentukur 10 ml. Larutan selalu dibuat baru setiap pengujian. Perhitungan aloksan dapat dilihat pada Lampiran 13 halaman 63.

3.8.3 Pembuatan suspensi ekstrak etanol teripang (EET)

Masing-masing ekstrak dibuat suspensi dengan Na-CMC 0,5% dengan dosis yang berbeda, dosis 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB. Masing-masing dosis ditimbang dan dicampurkan dengan Na-CMC 0,5% sampai homogen hingga volume 10 ml. Perhitungan dosis suspensi EET dapat dilihat pada Lampiran 13 halaman 63.

3.8.4 Pembuatan suspensi metformin dosis 65 mg/kg BB

Tablet Metformin digerus dan diambil sebanyak 70 mg, dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, volume dicukupkan hingga 10 ml. Perhitungan dosis suspensi metformin dapat dilihat pada Lampiran 13 halaman 61.


(47)

3.8.5 Pembuatan suspensi glibenklamid dosis 0,65 mg/kg BB

Tablet Glibenklamid digerus dan diambil sebanyak 26 mg, dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, volume dicukupkan hingga 10 ml. Perhitungan dosis suspensi glibenklamid dapat dilihat pada Lampiran 13 halaman 62.

3.8.6 Penyiapan hewan uji yang hiperglikemia

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit yang sehat dan dewasa sebanyak 25 ekor yang terlebih dahulu dikarantina selama 2 minggu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ditimbang berat badan dan diukur kadar gula darah puasa masing-masing mencit sebelum percobaan dilakukan.

3.8.7 Penggunaan alat glucometer

Alat yang digunakan untuk mengukur KGD adalah Glucometer Gluko DrTM dengan menggunakan test strip yang bekerja secara enzimatis. Glucometer ini secara otomatis akan hidup ketika test strip dimasukkan dan akan mati ketika test strip dicabut. Kode nomor yang muncul pada layar dicocokkan dengan yang ada pada vial Gluko DrTM test strip. Test strip yang dimasukkan pada glucometer maka pada bagian layar akan tertera angka yang sesuai dengan kode test strip, kemudian pada layar monitor glucometer muncul tanda akan siap diteteskan darah. Dengan menyentuh setetes darah ke test strip melalui aksi kapiler. Ketika wadah terisi penuh oleh darah, alat mulai mengukur KGD.

3.8.8 Penentuan kadar glukosa darah (KGD)

KGD mencit yang dipuasakan (tidak diberi makan tetapi tetap diberi minum) selama 10-16 jam sebelum percobaan diukur menggunakan glukometer GlucoDr. Masing-masing mencit diukur dengan diambil darah mencit melalui


(48)

pembuluh darah vena, setelah ekor mencit didesinfektan dengan etanol 70%, ujung ekor dipotong secara aseptik tetesan darah pertama dibuang, tetesan darah berikutnya diserapkan pada test strip yang terselip pada alat. Ketika wadah pada test strip terisi penuh oleh darah, alat mulai mengukur KGD. Bagan alur pengukuran KGD mencit dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 53.

3.8.9 Uji aktivitas antidiabetes dengan metode toleransi glukosa

Uji pendahuluan dilakukan dengan metode tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu pemberian glukosa 50% dengan dosis 3 g/kg BB. Mencit sehat yang sudah diaklimatisasi dipuasakan selama 10-16 jam kemudian ditimbang berat badan dan diukur KGD. Mencit dibagi 5 kelompok masing–masing kelompok 5 ekor.

Kelompok I : suspensi Na-CMC 0,5% b/v dosis 1% kg BB Kelompok II : suspensi EET dosis 200 mg/kg BB

Kelompok III : suspensi EET dosis 400 mg/kg BB Kelompok IV : suspensi EET dosis 600 mg/kg BB Kelompok V : suspensi Glibenklamid 0,65 mg/kg BB

Satu jam kemudian masing – masing kelompok diberi glukosa 50% dosis 3 g/kg BB, pada menit ke-30, 60, 90 dan menit ke 120 diukur KGD mencit. Kemudian dari hasil KGD dianalisis.

3.8.10 Uji aktivitas antidiabetes dengan metode induksi aloksan

Mencit jantan sebanyak 25 ekor dengan berat badan 20-30 g yang telah dipuasakan ditimbang berat badannya, ditentukan KGD puasa, kemudian masing-masing mencit diinduksi dengan aloksan dosis 150 mg/kg BB secara intraperitoneal. Mencit diberi makan dan minum seperti biasa, diamati tingkah


(49)

laku dan berat badannya, mencit diukur KGD pada hari yang ke-3. Mencit dianggap diabetes apabila KGD puasa pada hari ke-3 ≥ 200 mg/dl dan dapat digunakan untuk pengujian.

Mencit diabetes dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 ekor dan diberi perlakuan secara oral, yakni :

Kelompok I : suspensi Na-CMC 0,5% b/v dosis 1% kg BB Kelompok II : suspensi EET dosis 200 mg/kg BB

Kelompok III : suspensi EET dosis 400 mg/kg BB Kelompok IV : suspensi EET dosis 600 mg/kg BB Kelompok V : suspensi Metformin 65 mg/kg BB

Kelima kelompok diberi sediaan uji selama ± 2 minggu berturut-turut, pengukuran KGD diukur pada hari ke-3, 6, 9, 12, 15 menggunakan alat ukur glukometer. Bagan alur pengujian efek KGD diinduksi aloksan dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 54.

3.9 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan metode analisis variansi (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan. Analisis Statistik ini menggunakan program Statistic and Service Solutions (SPSS) versi 18.


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel

Hasil identifikasi yang dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta terhadap sampel teripang yang digunakan pada penelitian ini adalah teripang jenis Pearsonothuria graeffei. Hasil identifikasi teripang ini dari filum Echinodermata, kelas Holothuroida, bangsa Aspidochirotida, suku Holothuridae, marga Pearsonothuria, jenis Pearsonothuria graeffei

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia

Standarisasi suatu simplisia dilakukan sebagai pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan obat dan menjadi penetapan nilai untuk berbagai parameter produk (Ditjen POM, 2000).

Hasil pemeriksaan karakteristik teripang segar secara makroskopik adalah bentuk teripang dengan panjang 65 cm dan lebar 10 cm. Kulit teripang yang lunak dan berlendir dengan warna cokelat berbintik-bintik hitam. Pemeriksaan makroskopik simplisia teripang berwarna cokelat pucat yang keras dan rasa yang asin. Hasil mikroskopik serbuk simplisia teripang terlihat adanya spikula bentuk kancing (buttons), spikula dari tentakel dan spikula bentuk meja semu ( pseudo-tables).

Penetapan kadar air yang didapatkan 9,47% dan hasilnya sesuai dengan standar mutu teripang kering Sistem Pengendalian Intern Perikanan


(51)

(SPI-701/Kpts/TP>830/10/1987 tentang penetapan standar mutu hasil perikanan standar Indonesia oleh Dewan Standarisasi Nasional, yaitu tidak lebih dari 20% (Martoyo, et al., 2006). Kelebihan air dalam simplisia menyebabkan pertumbuhan mikroba, jamur atau serangga, serta mendorong kerusakan bahan aktif yang terkandung didalamnya karena dapat terurai (hidrolisis) (WHO, 1998).

Kadar sari larut air 36,56% menunjukkan bahwa teripang Pearsonothuria graeffei mengandung banyak zat yang larut dalam air seperti glikosida, lendir, enzim, protein, lemak, dan vitamin B1, B2, (Martoyo, et al., 2006). Kadar sari larut etanol 24,01% menunjukkan bahwa teripang Pearsonothuria graeffei mengandung zat yang larut dalam etanol seperti saponin, glikosida, steroid, dan triterpenoid (Martoyo, et al., 2006). Kadar abu total 28,75% menunjukkan bahwa kadar abu teripang tinggi, ini disebabkan karena teripang mengandung berbagai mineral seperti kalsium, fosfor, besi, kalium dan natrium (Wibowo, et al., 2006). Kadar abu tidak larut asam 3,66% dan hasil tersebut sesuai dengan standar mutu teripang kering (SPI-kan/02/29/1987) berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian no. 701/Kpts/TP>830/10/1987 yaitu tidak lebih dari 7% (Martoyo, et al., 2006). Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia teripang dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia teripang

No Parameter Hasil SPI-kan

1 Penetapan Kadar Air 9,47% <20%

2 Penetapan Kadar Sari Larut Air 36,56%

3 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol 24,01%

4 Penetapan Kadar Abu Total 28,75%

5 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut


(52)

4.3 Hasil Pemeriksaan Golongan Senyawa Kimia

Pemeriksaan golongan senyawa kimia dilakukan untuk mengetahui golongan metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas biologi yang terdapat dalam simplisia teripang. Pemeriksaan golongan senyawa kimia yang dilakukan adalah pemeriksaan golongan senyawa glikosida, saponin dan triterpenoid/steroid. Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia simplisia teripang dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia serbuk simplisia Teripang

Pearsonothuria graeffei

No Pemeriksaan Simplisia

1 Glikosida +

2 Saponin +

3 Triterpenoid/ Steroid +

Keterangan: + = mengandung golongan senyawa - = tidak mengandung golongan senyawa

Berdasarkan hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia diketahui bahwa simplisia etanol teripang mengandung glikosida, saponin dan triterpenoid/steroid. Hal ini sesuai dengan penelitian yang mengatakan bahwa teripang Pearsonothuria graeffei mengandung senyawa tersebut (Bordbar, et al., 2011).

4.4. Hasil Uji Aktivitas Antidiabetes

Pada penelitian ini menggunakan mencit jantan yang telah dilakukan uji

orientasi penurunan KGD dengan pemberian EET dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB, 600 mg/kg BB, 800 mg/kg BB, 1000 mg/kg BB. Berdasarkan hasil orientasi yang telah dilakukan, penurunan KGD sudah terlihat pada semua dosis. Pada dosis 800 mg/kg BB tidak terlalu menunjukan penurunan bermakna. Dengan demikian berdasarkan hasil orientasi yang dilakukan maka


(53)

ditetapkan dosis untuk pengujian selanjutnya digunakan EET dosis 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB.

4.4.1 Aktivitas antidiabetes dengan metode uji toleransi glukosa

Pengukuran KGD mencit dengan metode uji toleransi glukosa dilakukan setelah mendapatkan dosis dari uji orientasi. Mencit dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok Na-CMC 0,5% dosis 1% BB, EET dosis 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB, 600 mg/kg BB, dan glibenklamid 0,65 mg/kg BB. Satu hari sebelum perlakuan mencit dipuasakan selama 10-16 jam, diukur KGD awal lalu diberikan perlakuan sesuai pembagian kelompok. Kemudian 30 menit setelah perlakuan, dilakukan loading glukosa 50% dengan dosis 3 g/kg BB dan diukur KGD mencit pada menit ke-30, 60, 90 dan 120. Hasil persentase penurunan KGD uji toleransi glukosa dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil persentase penurunan KGD mencit pada uji toleransi glukosa

Keterangan :

* = berbeda signifikan dengan kelompok glibenklamid

Kelompok

Rata-rata % Penurunan KGD ± SEM (mg/dL) Menit

ke-60 P

Menit

ke-90 P

Menit

ke-120 P

Kontrol Na-CMC 0,5% b/v

dosis 1% BB

5,21 ± 1,88 - 0,008* 20,01 ± 2,79 - 0,083 27,90 ± 3,53 - 0,002* EET dosis 200

mg/kg BB 15,79 ± 3,33 0,583 0,173 35,36 ± 6,21 0,529 0,771 51,23 ± 2,28 0,044# 0,634 EET dosis 400

mg/kg BB 18,65 ± 7,99 0,356 0,329 29,42 ± 9,01 0,867 0,415 47,31 ± 6,46 0,120 0,342 EET dosis 600

mg/kg BB 10,77 ± 3,85 0,933 0,045 40,11 ± 9,99 0,274 0,959 52,79 ± 8,72 0,029# 0,753 Glibenklamid dosis 0,65 mg/kg BB 32,49 ± 5,81 0,008# - 46,70 ± 3,15 0,083 - 61.92 ± 3,21 0,002# -


(54)

Pada pemberian EET dengan dosis 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB, dan 600 mg/kg BB terjadi penurunan KGD pada menit ke-60 sampai menit ke-120. Hasil analisis persentase penurunan KGD menunjukkan bahwa pemberian EET dosis 200 mg/kg BB dan dosis 600 mg/kg BB menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kontrol Na-CMC (p<0,05) sedangkan hasil analisis EET dosis 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB tidak terdapat perbedaan yang nyata dengan kelompok pembanding glibenklamid (p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut EET pada dosis 200 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB menurunkan KGD lebih baik dibandingkan EET dosis 400 mg/kg BB.

4.4.2 Aktivitas antidiabetes ekstrak etanol teripang (EET) dengan metode induksi aloksan

Mencit uji dikelompokkan menjadi 5 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit yaitu kelompok kontrol yang diberi Na-CMC 0,5% b/v dosis 1% BB, kelompok uji dengan 3 variasi dosis perlakuan yaitu suspensi EET dosis 200, 400, 600 mg/kg BB, dan kelompok pembanding metformin dosis 65 mg/kg BB.

Satu hari sebelum perlakuan mencit dipuasakan selama 10-16 jam, besoknya diukur KGD awal. Kemudian mencit diinduksi dengan aloksan dosis 150 mg/kg BB secara intraperitonial, diamati tingkah laku dan bobot badan, serta diukur KGD pada hari ke-3 hingga hari berikutnya sampai menunjukkan kenaikan KGD dan mencit dapat mulai digunakan dalam pengujian. Mencit yang telah memiliki KGD ≥ /dL d nc d P k n d k n 15 hari untuk melihat penurunan KGD mencit yang telah diabetes. Pemberian sediaan uji pada setiap kelompok mencit diabetes selanjutnya dianggap sebagai hari pertama pemberian sediaan uji (hari ke-1).


(55)

Hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit antar individu setelah diberi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan pada Gambar 4.1.

Tabel 4.4 Hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit antar individu setelah

diberi perlakuan

Kelompok Uji

% penurunan rata-rata KGD mencit ± SEM

Hari ke-3 Hari ke-6 Hari ke-9 Hari ke-12 Hari ke-15

Kontrol Na-CMC 1% BB -11,13 ± 1,46 -21,80 ± 3,03 -26,46 ± 5,46 -36,52 ± 13,40 -45,04 ± 10,91 EET 200 mg/kg BB 5,15 ± 0,50 21,37 ± 2,39 30,05 ± 1,76 31,42 ± 3,04 44,50 ± 3,90 EET 400 mg/kg BB 8,18 ± 2,17 16,67 ± 1,55 18,97 ± 2,51 34,13 ± 4,19 52,09 ± 0,822 EET 600 mg/kg BB 24,23 ± 5,11 35,39 ± 5,19 41,22 ± 7,42 55,69 ± 3,05 65,89 ± 3,32 Metformin 65 mg/kg BB 15,78 ± 1,65 25,93 ± 3,04 35,48 ± 6,42 37,06 ± 4,44 64,16 ± 4,21

Gambar 4.1 Grafik hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit antar

individu setelah diberi perlakuan -10,00% 0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00% 80,00%

Hari ke-3 Hari ke-6 Hari ke-9 Hari ke-12 Hari ke-15

P

er

se

n

tase


(1)

79 Lampiran 17. (lanjutan)

4. Setelah pemberian ekstrak etanol teripang dosis 600 mg/kgbb

No Hewan

BB Hewan (gram)

KGD sebelum diinduksi

aloksan (mg/dL)

KGD Sesudah diinduksi

aloksan (mg/dL)

KGD setelah perlakuan (mg/dL)

Hari ke-

3 6 9 12 15

1 27,4 88 207 82 49 41 24 33

2 32,8 80 221 165 146 93 78 39

3 27,9 113 292 222 185 240 66 -15

4 25,1 98 227 180 100 74 23 -6

5 30,7 77 211 129 116 76 66 31


(2)

80 Lampiran 17. (lanjutan)

5. Setelah pemberian suspensi metformin 65 mg/kgbb

No Hewan

BB Hewan (gram)

KGD sebelum diinduksi

aloksan (mg/dL)

KGD Sesudah diinduksi

aloksan (mg/dL)

KGD setelah perlakuan (mg/dL)

Hari ke-

3 6 9 12 15

1 27,4 97 142 100 82 52 58 12

2 30,0 86 156 123 97 46 46 3

3 26,3 91 493 376 273 196 154 48

4 31,4 103 483 421 355 313 282 67

5 32,9 79 337 266 251 277 242 104


(3)

81

Lampiran 18. Signifikansi hasil pengukuran SPSS KGD mencit yang diinduksi aloksan

Keterangan : * = Berbeda signifikan dengan Metformin ; # = Berbeda signifikan dengan Na-CMC Kelompok uji KGD rata-rata puasa (mg/dL) KGD rata-rata induksi aloksan

KGD setelah perlakuan (mg/dL) ±SEM

Hari ke-

3 P 6 P 9 P 12 P 15 P

Kontrol Na-CMC 1% bb

88,20 ± 3,17 373,80 ± 27,18 414,40 ± 27,64 - 0,737 453,00 ± 26,55 - 0,028* 470,20 ± 33,17 - 0,011* 503,00 ± 40,73 - 0,000* 537,20 ± 38,92 - 0,000* EET 200 mg/kgbb 87,60 ± 2,11 492,60 ± 29,79 467,00 ± 27,50 0,862 0,219 387,00 ± 24,24 0,612 0,383 357,20 ± 25,83 0,268 0,491 335,2 ± 14,32 0,007# 0,283 269,20 ± 7,19 0,000# 0,001* EET 400 mg/kgbb 98,60 ± 8,57 380,60 ± 21,28 350,20 ± 23,98 0,755 1,000 317,40 ± 19,45 0,054 0,998 303,60 ± 29,89 0,043# 0,964 249,60 ± 16,75 0,000# 1,000 181,80 ± 8,08 0,000# 0,540 EET 600 mg/kgbb 91,20 ± 6,55 322,80 ± 21,47 246,80 ± 28,56 0,039# 0,355 210,40 ± 26,23 0,000# 0,296 196,00 ± 40,06 0,001# 0,680 142,60 ± 12,18 0,000# 0,144 107,60 ± 5,68 0,000# 0,814 Metformin 65 mg/kgbb 91,20 ± 4,18 413,40 ± 77,04 348,40 ± 66,06 0,737 - 302,80 ± 53,97 0,028# - 268,00 ± 55,98 0,011# - 247,60 ± 48,07 0,000# - 138,00 ± 17,74 0,000# -


(4)

82

Lampiran 19. Signifikansi persentase penurunan rata-rata KGD mencit antar individu setelah diinduksi aloksan

Kelompok Uji

% penurunan rata-rata KGD mencit ± SEM Hari

ke-3 P

Hari

ke-6 P

Hari

ke-9 P

Hari

ke-12 P

Hari

ke-15 P

Kontrol Na-CMC 1% BB

-11,13 ± 1,46

- 0,000*

-21,80 ± 3,03

- 0,000*

-26,46 ± 5,46

- 0,000*

-36,52 ± 13,40

- 0,000*

-45,04 ± 10,91

- 0,000* EET

200 mg/kg BB

5,15 ± 0,50

0,003# 0,073

21,37 ± 2,39

0,000# 0,859

30,05 ± 1,76

0,000# 0,205

31,42 ± 3,04

0,000# 0,976

44,50 ± 3,90

0,000# 0,148 EET

400 mg/kg BB

8,18 ± 2,17

0,000# 0,301

16,67 ± 1,55

0,000# 0,301

18,97 ± 2,51

0,000# 0,205

34,13 ± 4,19

0,000# 0,998

52,09 ± 0,822

0,000# 0,579 EET

600 mg/kg BB

24,23 ± 5,11

0,000# 0,209

35,39 ± 5,19

0,000# 0,282

41,22 ± 7,42

0,000# 0,938

55,69 ± 3,05

0,000# 0,339

65,89 ± 3,32

0,000# 0,999 Metformin

65 mg/kg BB

15,78 ± 1,65

0,000* -

25,93 ± 3,04

0,000* -

35,48 ± 6,42

0,000* -

37,06 ± 4,44

0,000* -

64,16 ± 4,21

0,000* - Keterangan : * = Berbeda signifikan dengan Metformin ; # = Berbeda signifikan dengan Na-CMC


(5)

83

Lampiran 20. Signifikansi persentase penurunan rata-rata KGD mencit antar kelompok setelah diinduksi aloksan

Kelompok Uji

% penurunan rata-rata KGD mencit antar kelompok ± SEM Hari

ke-3 P

Hari

ke-6 P

Hari

ke-9 P

Hari

ke-12 P

Hari

ke-15 P

EET 200 mg/kgbb

-14,25 ± 9,35

- 0,368

13,96 ± 5,99

- 0,474

23,18 ± 6,39

- 0,580

32,37 ± 3,42

- 0,564

48,89 ± 3,62

- 0,000* EET

400 mg/kgbb

17,06 ± 5,62

- 0,996

31,25 ± 3,15

- 1,000

34,64 ± 7,20

- 0,968

48,36 ± 6,54

- 0,999

65,61 ± 2,38

- 0,351 EET

600 mg/kgbb

39,42 ± 8,39

- 0,413

53,07 ± 6,67

- 0,293

57,05 ± 10,30

- 0,644

70,71 ± 3,82

- 0, 176

79,82 ± 0,64

- 0,481 Metformin

65 mg/kg BB

13,31 ± 18,75

- -

31,37 ± 13,37

- -

40,85 ± 13,22

- -

46,90 ± 13,15

- -

72,26 ± 4,58

- - Keterangan : * = Berbeda signifikan dengan Metformin ; # = Berbeda signifikan dengan Na-CMC


(6)

84

Lampiran 21. Signifikansi hasil selisih (delta) KGD rata-rata mencit yang diinduksi aloksan

Keterangan : * = Berbeda signifikan dengan Metformin ; # = Berbeda signifikan dengan Na-CMC Kelompok

uji

KGD

rata-rata induksi

aloksa n

KGD setelah perlakuan (mg/dL) ± SEM

Hari ke-

3 P 6 P 9 P 12 P 15 P

Kontrol Na-CMC 1%

bb

285,60 ± 27,94

326,20 ± 27,50

- 0,668

364,80 ± 27,07

- 0,018*

382,00 ± 33,20

- 0,005*

414,80 ± 42,81

- 0,000*

449,00 ± 41,65

- 0,000* EET

200 mg/kgbb

405,00 ± 30,98

379,49 ± 28,68

0,835 0,161

269,60 ± 27,01

0,234 0,684

247,60 ± 16,15

0,092 0,626

181,60 ± 9,04

0,000# 0,947

181,60 ± 9,04

0,000# 0,002* EET

400 mg/kgbb

282,00 ± 14,59

251,60 ± 16,03

0,602 1,000

238,80 ± 8,91

0,065 0,971

205,00 ± 24,75

0,016# 0,979

151,00 ± 10,72

0,000# 1,000

83,20 ± 5,88

0,000# 0,754 EET

600 mg/kgbb

231,60 ± 15,51

155,60 ± 16,03

0,025# 0,311

119,20 ± 22,75

0,000# 0,259

104,80 ± 34,83

0,000# 0,612

51,40 ± 11,60

0,000# 0,131

16,40 ± 11,15

0,000# 0,853 Metformin

65 mg/kgbb

322,20 ± 75,94

257,20 ± 64,71

0,668 -

211,6 ± 52,83

0,018# -

176,80 ± 55,52

0,005# -

156,40 ± 47,42

0,000# -

46,80 ± 18,45

0,000# -


Dokumen yang terkait

Karakterisasi dan Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Teripang Pearsonothuria graeffei(semper) Pada Tikus Yang Diinduksi Kafein dan Hati Ayam

4 58 103

Karakterisasi dan Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Teripang Pearsonothuria graeffei(semper) Pada Tikus Yang Diinduksi Kafein dan Hati Ayam

1 15 103

Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

0 0 15

Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

0 0 2

Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

0 0 5

Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

0 0 15

Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

0 0 3

Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

0 1 37

Karakterisasi dan Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Teripang Pearsonothuria graeffei(semper) Pada Tikus Yang Diinduksi Kafein dan Hati Ayam

0 0 15

Karakterisasi dan Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Teripang Pearsonothuria graeffei(semper) Pada Tikus Yang Diinduksi Kafein dan Hati Ayam

0 0 2