MAKALAH MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA
MAKALAH MASUKNYA ISLAM DI
NUSANTARA
Diposting oleh muhammad aziz husain pada 10:35, 15-Peb-15 • Di: Sejarah >>>SMA
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya,
makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan Salam tetap kita curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya
yang senantiasa menjalankan sunnah-sunnah beliau.
Tidak lupa penyusun ucapkan kepada Bapak/Ibu guru yang telah membimbing dan
memberikan ilmunya kepada penyusun, dan juga teman-teman yang ikut menyumbang
pikirannya sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penyusun mohon kepada bapak/Ibu guru khususnya, dan umumnya kepada para pembaca
apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi
bahasanya maupun isinya, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya makalah – makalah yang akan
datang.
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku
bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa
Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut
antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya
dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial, ekonomi, dan budayanya
agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang
berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial
budaya yang lebih berkembang akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.
Proses Islamisasi di Indonesia
Dalam masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang
bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa,
Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai. Agama Islam yang
datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk
agama Hindu. Agama Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama
Hindu, karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan
dalam masyarakat. Daya penarik Islam bagi pedagangpedagang yang hidup di bawah
kekuasaan raja-raja Indonesia-Hindu agaknya ditemukan pada pemikiran orang kecil. Islam
memberikan sesuatu persamaan bagi pribadinya sebagai anggota masyarakat muslim.
Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu, ia hanyalah makhluk yang lebih rendah
derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di dalam Islam, ia merasa dirinya sama atau bahkan
lebih tinggi dari pada orang-orang yang bukan muslim, meskipun dalam struktur masyarakat
menempati kedudukan bawahan.
Proses islamisasi di Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya dukungan dua pihak:
orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat
Indonesia sendiri yang menerimanya. Dalam masa-masa kegoncangan politik, ekonomi, dan
sosial budaya, Islam sebagai agama dengan mudah dapat memasuki & mengisi masyarakat
yang sedang mencari pegangan hidup, lebih-lebih cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang
muslim dalam menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya
yang telah ada. Dengan demikian, pada tahap permulaan islamisasi dilakukan dengan saling
pengertian akan kebutuhan & disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Pembawa dan
penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang, yang
sebenarnya menjadikan faktor ekonomi perdagangan sebagai pendorong utama untuk
berkunjung ke Indonesia. Hal itu bersamaan waktunya dengan masa perkembangan pelayaran
dan perdagangan internasional antara negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur Asia.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah islamisasi dan silang budaya nusantara ?
1.3.Tujuan
Agar kita mengetahui sejarah islamisasi dan silang budaya nusantara
BAB II
Pembahasan
Penyebaran islam merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam sejarah
Indonesia dan juga paling tidak jelas sumbernya. Secara umum ada dua proses yang mungkin
telah terjadi. Pertama, penduduk pribumi mengalami kontak dengan agama islam kemudian
menganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia yang telah memeluk agama islam tinggal
secara tetap di suatu wilayah Indonesia .Ruang ligkup kajian sejarah islam, Indonesai sejak
abad 14 sampai abad ke19 yang menjadi perhatian para sejarawan adalah bagaimana proses
masuknya islam di Asia Tenggara termasuk nusantara, darimana asal islam, siapa yang
membawa serta pengaruh yang dihasilkan akibat islamisasi tersebut. Banyak para ahli yang
mengemukakan teori tentang kapan islam datang, dari mana asalnya, serta siapa pembawa
islam tersebut. Berikut adalah beberapa teori yang di kemukakan oleh para ahli yang
menjelaskan tentang darimana, siapa yang membawa, serta bukti yang ada tentang masuknya
islam ke nusantara.
Pijnappel mengemukakan bahwa asal islam adalah dari Gujarat/ Malabar, yang
dibawa oleh Orang-orang yang bermadzhab syafi’i yang berimigarasi dan menetap di wilayah
India. Snouck Hurgronje, menerangkan islam datang ke nusantara pada abad ke-12, yan
berasal dari anak benua India, dan di bawa oleh Para pedagang yang sebagai perantara
perdagangan Timur Tengah dengan nusantara datang ke dunia Melayu, kemudian di susul
dengan orang-orang arab yang kebanyakan keturunan Nabi. Moquette, menerangkan bahwa
islam berasal dari Gujarat, yang di bawa oleh Para pengimpor batu nisan dari gujarat dengan
mengimpor batu nisan ini maka orang nusantara mengambil islam,
2.1 Proses Islamisasi di Nusantara
Menurut Hasan Muarif Ambary ada tiga tahap proses islamisasi di Nusantara. Pertama, fase
kehadiran para pedagang muslim (abad ke-1 sampai ke-4 H). Sejak permulaan abad Masehi
kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara. Akan tetapi
apakah ada data tentang masuknya penduduk asli ke dalam Islam? Meskipun ada dugaan
bahwa dalam abad ke-1 sampai ke-4 H terdapat hubungan perkawinan antara pedagang
muslim dengan penduduk setempat, sehingga mereka memeluk agama Islam. Pada abad ke 14 H / 7-10 M Jawa tidak disebut-sebut sebagai tempat persinggahan pedagang. Mengenai
adanya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik dengan angka tahun 475 H/1082 M
bentuk maesan dan jiratnya menunjukkan pola gaya hias makam dari abad ke-16 M. Fatimi
berpendapat bahwa nisan itu ditulis oleh orang Syiah dan ia bukan seorang muslim Jawa,
tetapi seorang pendatang yang sebelumnya bermukim di timur jauh.
2.2.Proses Islamisasi di Sumatera
Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima
agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai.
Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H /
1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam.
Adanya berita dari Marcopolo yang mengatakan bahwa ketika ia mengunjungi Sumatera
penduduk Sumatera Utara beragama Hindu kecuali Ferlec yang sudah beragama Islam dan
adanya batu nisan kubur di Aceh dengan nama Sultan Al Malik al-Saleh yang berangka tahun
wafat 1297 M menandakan bahwa Islam sudah tumbuh dan berkembang di wilayah
Sumatera. Adapun teori yang mengatakan Islam masuk Indonesia abad ke-7 M, tidak lebih
realitas “masuknya” yang dibawa oleh para pedagang muslim karena dalam perjalanan
pelayaran dagang mereka ke dan dari Cina selalu singgah
2.3. Proses Islamisasi di Jawa
Sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, di Jawa telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu
dan kerajaan-kerajaan Budha yang cukup kokoh dan tangguh, bahkan sampai saat ini hasil
peradabannya masih dapat disaksikan. Misalnya, candi Borobudur yang merupakan
peninggalan Budha Mahayana dan kelompok candi Roro Jonggrang di desa Prambanan dan
peninggalan-peninggalan lainnya yang tersebar di Jawa.Setelah agama Islam datang di Jawa
dan Kerajaan Majapahit semakin merosot pengaruhnya di masyarakat, terjadilah pergeseran
di bidang politik.
Menurut Sartono, islamisasi menunjukkan suatu proses yang terjadi cepat, terutama sebagai
hasil dakwah para wali sebagai perintis dan penyebar agama Islam di Jawa. Di samping
kewibawaan rohaniah, para wali juga berpengaruh dalam bidang politik, bahkan ada yang
memegang pemerintahan. Otoritas kharismatis mereka merupakan ancaman bagi raja-raja
Hindu di pedalaman.
2.4. Persialangan Budaya di Nusantara
Indonesia secara tepat digambarkan Bung Karno sebagai “taman sari dunia”. Sebagai
“negara kepulauan” terbesar di dunia, yang membujur di titik strategis persilangan antarbenua
dan antarsamudera, dengan daya tarik kekayaan sumberdaya yang berlimpah, Indonesia sejak
lama menjadi titik-temu penjelajahan bahari yang membawa berbagai arus peradaban.
Menurut Denys Lombard (1996: I, 1), “Sungguh tak ada satu pun tempat di dunia ini—
kecuali mungkin Asia Tengah—yang, seperti Nusantara, menjadi tempat kehadiran hampir
semua kebudayaan besar dunia, berdampingan atau lebur menjadi satu.” Dia melukiskan
adanya beberapa ‘nebula sosial-budaya’ yang secara kuat mempengaruhi peradaban
Nusantara (secara khusus Jawa): Indianisasi, jaringan Asia (Islam dan China), serta arus
pembaratan.
Pengaruh Indianisasi (Hindu-Budha) mulai dirasakan pada abad ke-5, bersama kemunculan
dua kerajaan yang terkenal, Kerajaan Mulawarman di Kalimantan Timur dan Kerajaan
Tarumanegara di Jawa Barat sebagai pengikut setia Wisnu, yang kemudian berkembang
secara luas dan dalam hingga seribu tahun kemudian (abad ke-15), terutama di Sumatra, Jawa
dan Bali. Struktur konsentris kosmologi India berpengaruh pada mentalitas orang-orang di
wilayah tersebut, terlebih di Jawa dan Bali, seperti tampak pada cara berfikir dan sistem tata
susila, juga dalam upacara-upacara dan ungkapan seni.
Pengaruh Islamisasi mulai dirasakan secara kuat pada abad ke-13, dengan kemunculan
kerajaan-kerajaan Islam awal seperti Kerajaan Samudera-Pasai di sekitar Aceh. Dari ujung
Barat Nusantara, pengaruh Islam secara cepat meluas ke bagian Timur meresapi wilayahwilayah yang sebelumnya dipengaruhi Hindu-Budha, yang akselarasinya dipercepat justru
oleh penetrasi kekuatan-kekuatan Eropa di Nusantara sejak abad ke-16. Kehadiran Islam
membawa perubahan penting dalam pandangan dunia (world view) dan etos masyarakat
Nusantara, terutama, pada mulanya, bagi masyarakat wilayah pesisir. Islam meratakan jalan
bagi modernitas dengan memunculkan masyarakat perkotaan dengan konsepsi ‘kesetaraan’
dalam hubungan antarmanusia, konsepsi ‘pribadi’ (nafs, personne) yang mengarah pada
pertanggungjawaban individu, serta konsepsi waktu (sejarah) yang ‘linear’, menggantikan
konsepsi sejarah yang melingkar (Lombard, 1996: II, 149-242).
Pengaruh China hampir bersamaan dan saling meresapi (osmosis) dengan pengaruh Islam,
yang mulai dirasakan setidaknya sejak abad ke-14 (zaman Dinasti Ming di China), ketika
imigran-imigran baru dari Fujian dan Guangdong tiba di Nusantara, dan segera membaur ke
dalam struktur sosial-budaya yang ada tanpa hambatan berarti (Coppel, 1983). Kehadiran
anasir China berperan penting dalam memperkenalkan dan mengembangkan teknik produksi
berbagai komoditi (gula, arak dan lain-lain), pemanfaatan laut untuk perikanan,
pembudidayaan tiram dan udang, dan pembuatan garam, pengadopsian teknik serta
perlengkapan perdagangan, gaya hidup (arsitektur, perhiasan, hiburan, tontonan, beladiri,
dan romannya), peran sosial-budaya klenteng serta keterlibatan ulama keturunan China dalam
proses Islamisasi (Lombard, 1996: II, 243-337).
Pengaruh pembaratan diperkenalkan oleh kehadiran Portugis pada abad ke-16, disusul oleh
Belanda dan Inggris. Tetapi aktor utamanya tak pelak lagi adalah Belanda. Sejak kedatangan
armada pertama Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman pada 1596, yang disusul
oleh operasi ’Serikat Perseroan Hindia Belanda’ (VOC) sejak 1602, secara berangsur proses
pembaratan mulai dirasakan. Dengan jatuhnya VOC pada tahun 1799, hegemoni atas Hindia
diserahkan dari ‘perusahaan-swasta-kolonial’ kepada imperium negara-kolonial. Negara
kolonial Belanda mulai menancapkan pengaruhnya setelah kekuasaan sementara Inggris
selama perang Napoleon (1811-1816).
Sejak itu, sebagian besar kepulauan Nusantara secara berangsur dan berbeda-beda
diintegrasikan ke dalam satu wilayah kekuasaan kolonial, yang mentransformasikan pusatpusat kekuasaan yang terpencar ke dalam suatu negara kesatuan kolonial. Intensifikasi
proses pembaratan terjadi selama masa rezim ‘Liberal’ pada paruh kedua abad ke-19 yang
dilanjutkan oleh rezim ‘Politik Etis’ pada awal ke-20 (Latif, 2005).
Pengaruh pembaratan membawa mentalitas modern yang telah dibuka oleh pengaruh Islam
menuju perkembangan yang lebih luas dan dalam. Pada bidang sosial-ekonomi, pengaruh
Barat memunculkan sistem perkebunan, perusahaan dan perbankan modern, pemakaian besi,
perkembangan angkutan, khususnya kereta api, dan pengobatan modern. Pada bidang sosialpolitik, pengaruhnya dirasakan pada modernisasi tata-kelola negara dan masyarakat, klub
sosial, organisasi, dan bahasa politik modern. Pada bidang sosial-budaya, pengaruhnya
tampak pada kehadiran lembaga pendidikan dan penelitian modern, perkembangan tulisan
latin, percetakan dan pers, dan gaya hidup (Lombard, 1996: I).
Sedemikian ramainya penetrasi global silih berganti, sehingga Nusantara sebagai tempat
persilangan jalan (carrefour) tidak pernah sempat berkembang tanpa gangguan dan pengaruh
dari luar. Akan tetapi, seperti dikatakan oleh Denys Lombard (1996), situasi demikian tidak
perlu dipandang sebagai kerugian. Posisi sebuah negeri pada persilangan jalan, pada titik
pertemuan berbagai dunia dan kebudayaan, jika dikelola secara baik, mungkin dalam evolusi
sejarahnya bisa membawa keuntungan, kalau bukan syarat untuk terjadinya peradaban
agung.
2.3. Bukti – Bukti Peninggalan Islam di Indonesia
Masjid Agung Banten (bangun beratap tumpang)
Masjid Demak (dibangun para wali)
Karya seni atau kaligrafi
Nisan Di Leran, Gresik (Jawa timur) terdapat batu nisan bertuliskan bahasa dan huruf
Arab, yang memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah
binti Maimun yang berangka tahun 475 Hijriah (1082 M);
Karya sastra
Karya sastra yang dihasilkan cukup beragam. Para seniman muslim menghasilkan beberapa
karya sastra antara lain berupa syair, hikayat, suluk, babad, dan kitab-kitab.Bukti-bukti
peninggalan syair yang ada di nusantara antara lain :
(a)
Syair Perahu,karya Hamzah Fanzuriyang hidup di aceh pada masa pemerintahan sultan
Alaidin Riayat Syah Syidil Mukam II (1589-1604)),Syair ini berisi pengajaran tentang adap.
(b) Syair Kompeni Walanda,yang di dalamnya berisitentang riwayat Nabi.
2.4..Salah satu contoh Silang Budaya Indonesia Tiongkok di Bidang Seni Musik
1.Gambang kromong terdapat banyak lagu Tionghoa. Perkembangan music itu erat kaitannya
dengan warga Tionghoa di Jakarta pada abad ke 18 yang bernama Nie Fugong. Justru atas
prakarsa Nie lah, Gambang Kromong telah menyerap irama lagu-lagu Tionghoa.
Kemudian, Gambang Kromong mengiringi tidak saja lagu-lagu lama Jakarta, tapi juga lagulagu baru. Gambang Kromong tak dapat dipisahkan pula dengan music lenong. Namun,
Gambang Kromong semakin terdesak seiring bertambah besarnya pengaruh music barat.
Kawula muda kurang menunjukan minat terhadap Gambang Kromong. Dan, instrument yang
digunakan di samping gambang, yakni alat-alat music Tingkok lain seperti qin dan erhu
(rebab berdawai dua) berangsur-angsur digantikan oleh alat-alat music barat, seperti bilao,
bass, dan suling; kadang-kadang bahkan menggunakan saksofon, terompet dan alat-alat
music barat lainnya.
2.Musik Ujung Pandang
3.Lagu Indonesia di gemari Rakyat Tiongkok
Pada masa kini, salah satu lagu Indonesia yang paling awal popular di tingkok adalah
“Bengawan Solo” yang sangat merdu iramannya. Komponis lagu itu, Gesang ketikan
berkunjung di Tiongkok pada tahun 1963 pernah memberikan bimbingan kepada musisi
muda Tiongkok untuk memainkan music tersebut. Lagu ini sangat digemari rakyat Tiongkok.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Proses islamisasi tidak mempunyai awal yang pasti, juga tidak berakhir. Islamisasi lebih
merupakan proses berkesinambungan yang selain mempengaruhi masa kini, juga masa yang
akan datang.Islam telah dipengaruhi oleh lingkungannya, tempat Islam ber-pijak dan
berkembang. Di samping itu, Islam juga menjadi tra-disi tersendiri yang tertanam dalam
konteks
Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan budaya, yakni memperhalus dan
memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian antara adat dan syariah di berbagai
daerah di Indonesia selalu terjadi, meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan
mengalami proses pertentangan dalam masyarakat. Meskipun demikian, proses islamisasi di
berbagai tempat di Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh rakyat
setempat, sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada umumnya menunjukkan unsur
campuran antara Islam dengan kepercayaan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan oleh
penyebar Islam karena di Indonesia telah sejak lama terdapat agama (Hindu-Budha) dan
kepercayaan animisme.
Pada umumnya kedatangan Islam dan cara menyebarkannya kepada golongan bangsawan
maupun rakyat umum dilakukan dengan cara damai, melalui perdagangan sebagai sarana
dakwah oleh para mubalig atau orang-orang alim. Kadang-kadang pula golongan bangsawan
menjadikan Islam sebagai alat politik untuk mempertahankan atau mencapai kedudukannya,
terutama dalam mewujudkan suatu kerajaan Islam.
Daftar Pustaka
.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modem (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1991),
him.
Azyumardi Azra, Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal (Bandung: Mizan, 2002)
hlm.20-21
] P.A. Hosein Djadjadiningrat, “Islam di Indonesia”, dalam Kennet Morgan, ed., Islam
Djalan Mutlak, terj. Abu Salamah, ddk. (Djakarta : PT. Pembangunan, 1963), hlm. 99-140
Buku Silang Budaya Tiongkok Indonesia – Prof Kong Yuanzhi
NUSANTARA
Diposting oleh muhammad aziz husain pada 10:35, 15-Peb-15 • Di: Sejarah >>>SMA
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya,
makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan Salam tetap kita curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya
yang senantiasa menjalankan sunnah-sunnah beliau.
Tidak lupa penyusun ucapkan kepada Bapak/Ibu guru yang telah membimbing dan
memberikan ilmunya kepada penyusun, dan juga teman-teman yang ikut menyumbang
pikirannya sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penyusun mohon kepada bapak/Ibu guru khususnya, dan umumnya kepada para pembaca
apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi
bahasanya maupun isinya, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya makalah – makalah yang akan
datang.
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku
bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa
Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut
antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya
dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial, ekonomi, dan budayanya
agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang
berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial
budaya yang lebih berkembang akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.
Proses Islamisasi di Indonesia
Dalam masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang
bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa,
Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai. Agama Islam yang
datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk
agama Hindu. Agama Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama
Hindu, karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan
dalam masyarakat. Daya penarik Islam bagi pedagangpedagang yang hidup di bawah
kekuasaan raja-raja Indonesia-Hindu agaknya ditemukan pada pemikiran orang kecil. Islam
memberikan sesuatu persamaan bagi pribadinya sebagai anggota masyarakat muslim.
Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu, ia hanyalah makhluk yang lebih rendah
derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di dalam Islam, ia merasa dirinya sama atau bahkan
lebih tinggi dari pada orang-orang yang bukan muslim, meskipun dalam struktur masyarakat
menempati kedudukan bawahan.
Proses islamisasi di Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya dukungan dua pihak:
orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat
Indonesia sendiri yang menerimanya. Dalam masa-masa kegoncangan politik, ekonomi, dan
sosial budaya, Islam sebagai agama dengan mudah dapat memasuki & mengisi masyarakat
yang sedang mencari pegangan hidup, lebih-lebih cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang
muslim dalam menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya
yang telah ada. Dengan demikian, pada tahap permulaan islamisasi dilakukan dengan saling
pengertian akan kebutuhan & disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Pembawa dan
penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang, yang
sebenarnya menjadikan faktor ekonomi perdagangan sebagai pendorong utama untuk
berkunjung ke Indonesia. Hal itu bersamaan waktunya dengan masa perkembangan pelayaran
dan perdagangan internasional antara negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur Asia.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah islamisasi dan silang budaya nusantara ?
1.3.Tujuan
Agar kita mengetahui sejarah islamisasi dan silang budaya nusantara
BAB II
Pembahasan
Penyebaran islam merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam sejarah
Indonesia dan juga paling tidak jelas sumbernya. Secara umum ada dua proses yang mungkin
telah terjadi. Pertama, penduduk pribumi mengalami kontak dengan agama islam kemudian
menganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia yang telah memeluk agama islam tinggal
secara tetap di suatu wilayah Indonesia .Ruang ligkup kajian sejarah islam, Indonesai sejak
abad 14 sampai abad ke19 yang menjadi perhatian para sejarawan adalah bagaimana proses
masuknya islam di Asia Tenggara termasuk nusantara, darimana asal islam, siapa yang
membawa serta pengaruh yang dihasilkan akibat islamisasi tersebut. Banyak para ahli yang
mengemukakan teori tentang kapan islam datang, dari mana asalnya, serta siapa pembawa
islam tersebut. Berikut adalah beberapa teori yang di kemukakan oleh para ahli yang
menjelaskan tentang darimana, siapa yang membawa, serta bukti yang ada tentang masuknya
islam ke nusantara.
Pijnappel mengemukakan bahwa asal islam adalah dari Gujarat/ Malabar, yang
dibawa oleh Orang-orang yang bermadzhab syafi’i yang berimigarasi dan menetap di wilayah
India. Snouck Hurgronje, menerangkan islam datang ke nusantara pada abad ke-12, yan
berasal dari anak benua India, dan di bawa oleh Para pedagang yang sebagai perantara
perdagangan Timur Tengah dengan nusantara datang ke dunia Melayu, kemudian di susul
dengan orang-orang arab yang kebanyakan keturunan Nabi. Moquette, menerangkan bahwa
islam berasal dari Gujarat, yang di bawa oleh Para pengimpor batu nisan dari gujarat dengan
mengimpor batu nisan ini maka orang nusantara mengambil islam,
2.1 Proses Islamisasi di Nusantara
Menurut Hasan Muarif Ambary ada tiga tahap proses islamisasi di Nusantara. Pertama, fase
kehadiran para pedagang muslim (abad ke-1 sampai ke-4 H). Sejak permulaan abad Masehi
kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara. Akan tetapi
apakah ada data tentang masuknya penduduk asli ke dalam Islam? Meskipun ada dugaan
bahwa dalam abad ke-1 sampai ke-4 H terdapat hubungan perkawinan antara pedagang
muslim dengan penduduk setempat, sehingga mereka memeluk agama Islam. Pada abad ke 14 H / 7-10 M Jawa tidak disebut-sebut sebagai tempat persinggahan pedagang. Mengenai
adanya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik dengan angka tahun 475 H/1082 M
bentuk maesan dan jiratnya menunjukkan pola gaya hias makam dari abad ke-16 M. Fatimi
berpendapat bahwa nisan itu ditulis oleh orang Syiah dan ia bukan seorang muslim Jawa,
tetapi seorang pendatang yang sebelumnya bermukim di timur jauh.
2.2.Proses Islamisasi di Sumatera
Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima
agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai.
Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H /
1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam.
Adanya berita dari Marcopolo yang mengatakan bahwa ketika ia mengunjungi Sumatera
penduduk Sumatera Utara beragama Hindu kecuali Ferlec yang sudah beragama Islam dan
adanya batu nisan kubur di Aceh dengan nama Sultan Al Malik al-Saleh yang berangka tahun
wafat 1297 M menandakan bahwa Islam sudah tumbuh dan berkembang di wilayah
Sumatera. Adapun teori yang mengatakan Islam masuk Indonesia abad ke-7 M, tidak lebih
realitas “masuknya” yang dibawa oleh para pedagang muslim karena dalam perjalanan
pelayaran dagang mereka ke dan dari Cina selalu singgah
2.3. Proses Islamisasi di Jawa
Sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, di Jawa telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu
dan kerajaan-kerajaan Budha yang cukup kokoh dan tangguh, bahkan sampai saat ini hasil
peradabannya masih dapat disaksikan. Misalnya, candi Borobudur yang merupakan
peninggalan Budha Mahayana dan kelompok candi Roro Jonggrang di desa Prambanan dan
peninggalan-peninggalan lainnya yang tersebar di Jawa.Setelah agama Islam datang di Jawa
dan Kerajaan Majapahit semakin merosot pengaruhnya di masyarakat, terjadilah pergeseran
di bidang politik.
Menurut Sartono, islamisasi menunjukkan suatu proses yang terjadi cepat, terutama sebagai
hasil dakwah para wali sebagai perintis dan penyebar agama Islam di Jawa. Di samping
kewibawaan rohaniah, para wali juga berpengaruh dalam bidang politik, bahkan ada yang
memegang pemerintahan. Otoritas kharismatis mereka merupakan ancaman bagi raja-raja
Hindu di pedalaman.
2.4. Persialangan Budaya di Nusantara
Indonesia secara tepat digambarkan Bung Karno sebagai “taman sari dunia”. Sebagai
“negara kepulauan” terbesar di dunia, yang membujur di titik strategis persilangan antarbenua
dan antarsamudera, dengan daya tarik kekayaan sumberdaya yang berlimpah, Indonesia sejak
lama menjadi titik-temu penjelajahan bahari yang membawa berbagai arus peradaban.
Menurut Denys Lombard (1996: I, 1), “Sungguh tak ada satu pun tempat di dunia ini—
kecuali mungkin Asia Tengah—yang, seperti Nusantara, menjadi tempat kehadiran hampir
semua kebudayaan besar dunia, berdampingan atau lebur menjadi satu.” Dia melukiskan
adanya beberapa ‘nebula sosial-budaya’ yang secara kuat mempengaruhi peradaban
Nusantara (secara khusus Jawa): Indianisasi, jaringan Asia (Islam dan China), serta arus
pembaratan.
Pengaruh Indianisasi (Hindu-Budha) mulai dirasakan pada abad ke-5, bersama kemunculan
dua kerajaan yang terkenal, Kerajaan Mulawarman di Kalimantan Timur dan Kerajaan
Tarumanegara di Jawa Barat sebagai pengikut setia Wisnu, yang kemudian berkembang
secara luas dan dalam hingga seribu tahun kemudian (abad ke-15), terutama di Sumatra, Jawa
dan Bali. Struktur konsentris kosmologi India berpengaruh pada mentalitas orang-orang di
wilayah tersebut, terlebih di Jawa dan Bali, seperti tampak pada cara berfikir dan sistem tata
susila, juga dalam upacara-upacara dan ungkapan seni.
Pengaruh Islamisasi mulai dirasakan secara kuat pada abad ke-13, dengan kemunculan
kerajaan-kerajaan Islam awal seperti Kerajaan Samudera-Pasai di sekitar Aceh. Dari ujung
Barat Nusantara, pengaruh Islam secara cepat meluas ke bagian Timur meresapi wilayahwilayah yang sebelumnya dipengaruhi Hindu-Budha, yang akselarasinya dipercepat justru
oleh penetrasi kekuatan-kekuatan Eropa di Nusantara sejak abad ke-16. Kehadiran Islam
membawa perubahan penting dalam pandangan dunia (world view) dan etos masyarakat
Nusantara, terutama, pada mulanya, bagi masyarakat wilayah pesisir. Islam meratakan jalan
bagi modernitas dengan memunculkan masyarakat perkotaan dengan konsepsi ‘kesetaraan’
dalam hubungan antarmanusia, konsepsi ‘pribadi’ (nafs, personne) yang mengarah pada
pertanggungjawaban individu, serta konsepsi waktu (sejarah) yang ‘linear’, menggantikan
konsepsi sejarah yang melingkar (Lombard, 1996: II, 149-242).
Pengaruh China hampir bersamaan dan saling meresapi (osmosis) dengan pengaruh Islam,
yang mulai dirasakan setidaknya sejak abad ke-14 (zaman Dinasti Ming di China), ketika
imigran-imigran baru dari Fujian dan Guangdong tiba di Nusantara, dan segera membaur ke
dalam struktur sosial-budaya yang ada tanpa hambatan berarti (Coppel, 1983). Kehadiran
anasir China berperan penting dalam memperkenalkan dan mengembangkan teknik produksi
berbagai komoditi (gula, arak dan lain-lain), pemanfaatan laut untuk perikanan,
pembudidayaan tiram dan udang, dan pembuatan garam, pengadopsian teknik serta
perlengkapan perdagangan, gaya hidup (arsitektur, perhiasan, hiburan, tontonan, beladiri,
dan romannya), peran sosial-budaya klenteng serta keterlibatan ulama keturunan China dalam
proses Islamisasi (Lombard, 1996: II, 243-337).
Pengaruh pembaratan diperkenalkan oleh kehadiran Portugis pada abad ke-16, disusul oleh
Belanda dan Inggris. Tetapi aktor utamanya tak pelak lagi adalah Belanda. Sejak kedatangan
armada pertama Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman pada 1596, yang disusul
oleh operasi ’Serikat Perseroan Hindia Belanda’ (VOC) sejak 1602, secara berangsur proses
pembaratan mulai dirasakan. Dengan jatuhnya VOC pada tahun 1799, hegemoni atas Hindia
diserahkan dari ‘perusahaan-swasta-kolonial’ kepada imperium negara-kolonial. Negara
kolonial Belanda mulai menancapkan pengaruhnya setelah kekuasaan sementara Inggris
selama perang Napoleon (1811-1816).
Sejak itu, sebagian besar kepulauan Nusantara secara berangsur dan berbeda-beda
diintegrasikan ke dalam satu wilayah kekuasaan kolonial, yang mentransformasikan pusatpusat kekuasaan yang terpencar ke dalam suatu negara kesatuan kolonial. Intensifikasi
proses pembaratan terjadi selama masa rezim ‘Liberal’ pada paruh kedua abad ke-19 yang
dilanjutkan oleh rezim ‘Politik Etis’ pada awal ke-20 (Latif, 2005).
Pengaruh pembaratan membawa mentalitas modern yang telah dibuka oleh pengaruh Islam
menuju perkembangan yang lebih luas dan dalam. Pada bidang sosial-ekonomi, pengaruh
Barat memunculkan sistem perkebunan, perusahaan dan perbankan modern, pemakaian besi,
perkembangan angkutan, khususnya kereta api, dan pengobatan modern. Pada bidang sosialpolitik, pengaruhnya dirasakan pada modernisasi tata-kelola negara dan masyarakat, klub
sosial, organisasi, dan bahasa politik modern. Pada bidang sosial-budaya, pengaruhnya
tampak pada kehadiran lembaga pendidikan dan penelitian modern, perkembangan tulisan
latin, percetakan dan pers, dan gaya hidup (Lombard, 1996: I).
Sedemikian ramainya penetrasi global silih berganti, sehingga Nusantara sebagai tempat
persilangan jalan (carrefour) tidak pernah sempat berkembang tanpa gangguan dan pengaruh
dari luar. Akan tetapi, seperti dikatakan oleh Denys Lombard (1996), situasi demikian tidak
perlu dipandang sebagai kerugian. Posisi sebuah negeri pada persilangan jalan, pada titik
pertemuan berbagai dunia dan kebudayaan, jika dikelola secara baik, mungkin dalam evolusi
sejarahnya bisa membawa keuntungan, kalau bukan syarat untuk terjadinya peradaban
agung.
2.3. Bukti – Bukti Peninggalan Islam di Indonesia
Masjid Agung Banten (bangun beratap tumpang)
Masjid Demak (dibangun para wali)
Karya seni atau kaligrafi
Nisan Di Leran, Gresik (Jawa timur) terdapat batu nisan bertuliskan bahasa dan huruf
Arab, yang memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah
binti Maimun yang berangka tahun 475 Hijriah (1082 M);
Karya sastra
Karya sastra yang dihasilkan cukup beragam. Para seniman muslim menghasilkan beberapa
karya sastra antara lain berupa syair, hikayat, suluk, babad, dan kitab-kitab.Bukti-bukti
peninggalan syair yang ada di nusantara antara lain :
(a)
Syair Perahu,karya Hamzah Fanzuriyang hidup di aceh pada masa pemerintahan sultan
Alaidin Riayat Syah Syidil Mukam II (1589-1604)),Syair ini berisi pengajaran tentang adap.
(b) Syair Kompeni Walanda,yang di dalamnya berisitentang riwayat Nabi.
2.4..Salah satu contoh Silang Budaya Indonesia Tiongkok di Bidang Seni Musik
1.Gambang kromong terdapat banyak lagu Tionghoa. Perkembangan music itu erat kaitannya
dengan warga Tionghoa di Jakarta pada abad ke 18 yang bernama Nie Fugong. Justru atas
prakarsa Nie lah, Gambang Kromong telah menyerap irama lagu-lagu Tionghoa.
Kemudian, Gambang Kromong mengiringi tidak saja lagu-lagu lama Jakarta, tapi juga lagulagu baru. Gambang Kromong tak dapat dipisahkan pula dengan music lenong. Namun,
Gambang Kromong semakin terdesak seiring bertambah besarnya pengaruh music barat.
Kawula muda kurang menunjukan minat terhadap Gambang Kromong. Dan, instrument yang
digunakan di samping gambang, yakni alat-alat music Tingkok lain seperti qin dan erhu
(rebab berdawai dua) berangsur-angsur digantikan oleh alat-alat music barat, seperti bilao,
bass, dan suling; kadang-kadang bahkan menggunakan saksofon, terompet dan alat-alat
music barat lainnya.
2.Musik Ujung Pandang
3.Lagu Indonesia di gemari Rakyat Tiongkok
Pada masa kini, salah satu lagu Indonesia yang paling awal popular di tingkok adalah
“Bengawan Solo” yang sangat merdu iramannya. Komponis lagu itu, Gesang ketikan
berkunjung di Tiongkok pada tahun 1963 pernah memberikan bimbingan kepada musisi
muda Tiongkok untuk memainkan music tersebut. Lagu ini sangat digemari rakyat Tiongkok.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Proses islamisasi tidak mempunyai awal yang pasti, juga tidak berakhir. Islamisasi lebih
merupakan proses berkesinambungan yang selain mempengaruhi masa kini, juga masa yang
akan datang.Islam telah dipengaruhi oleh lingkungannya, tempat Islam ber-pijak dan
berkembang. Di samping itu, Islam juga menjadi tra-disi tersendiri yang tertanam dalam
konteks
Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan budaya, yakni memperhalus dan
memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian antara adat dan syariah di berbagai
daerah di Indonesia selalu terjadi, meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan
mengalami proses pertentangan dalam masyarakat. Meskipun demikian, proses islamisasi di
berbagai tempat di Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh rakyat
setempat, sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada umumnya menunjukkan unsur
campuran antara Islam dengan kepercayaan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan oleh
penyebar Islam karena di Indonesia telah sejak lama terdapat agama (Hindu-Budha) dan
kepercayaan animisme.
Pada umumnya kedatangan Islam dan cara menyebarkannya kepada golongan bangsawan
maupun rakyat umum dilakukan dengan cara damai, melalui perdagangan sebagai sarana
dakwah oleh para mubalig atau orang-orang alim. Kadang-kadang pula golongan bangsawan
menjadikan Islam sebagai alat politik untuk mempertahankan atau mencapai kedudukannya,
terutama dalam mewujudkan suatu kerajaan Islam.
Daftar Pustaka
.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modem (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1991),
him.
Azyumardi Azra, Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal (Bandung: Mizan, 2002)
hlm.20-21
] P.A. Hosein Djadjadiningrat, “Islam di Indonesia”, dalam Kennet Morgan, ed., Islam
Djalan Mutlak, terj. Abu Salamah, ddk. (Djakarta : PT. Pembangunan, 1963), hlm. 99-140
Buku Silang Budaya Tiongkok Indonesia – Prof Kong Yuanzhi