Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia Untu

MENUJU MANAJEMEN PUBLIK KELAS DUNIA

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia

MENUJU MANAJEMEN PUBLIK KELAS DUNIA

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

Penanggung Jawab:

Eddy Purwanto, Deputi Seswapres Bidang Tata Kelola Pemerintahan

Editor:

Togar Silaban, Asdep Seswapres Bidang Pelayanan Publik

Cetakan Pertama:

Februari 2012 ISBN 978-602-18070-0-2

COVER

Dari karya Fiona Pfennigwerth untuk bukunya "The Scrolls Illuminated" (http://fionapfennigwerth.info/the-scrolls/), dengan izin pelukis.

• Kupu-Kupu berasal dari ulat yang hidup dari mengkonsumsi dedaunan, berevolusi melalui metamorfosa menjadi Kupu-Kupucantik yang membantu penyerbukan bunga-bunga, Terjadilah pertumbuhan dan pemeliharaan hutan hijau.

• Bunga dan hutan melambangkan rakyat banyak, dan Kupu-Kupumelambangkan

pemerintahan yang semula hidup ditengah-tengah rakyat, lalu kemudian berperan sebagai pemimpin yang peduli pada pertumbuhan kesejahteraan dan kehidupan rakyat, penuh ketulusan.

KARTUN

Wahyu Kokkang dari Jawa Pos Group menggambarkan kartun di Bab 3 yang diterbitkan dalam laporan "Pemerintahan untuk seluruh masyarakat" pada tahun 2004, dan yang lain khusus untuk buku ini.

WEB

Buku ini juga diterbitkan di website kami, http://www.inspire-web.or.id/

UCAPAN TERIMA KASIH

Deputi Seswapres Bidang Tata Kelola Pemerintahan yang membantu Wakil Presiden sebagai Ketua Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada AusAID, Kemitraan (Partnership for Governance Reform) dan Tim Bantuan Tata Kelola Pemerintahan serta semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan dan penerbitan buku ini.

Diterbitkan oleh:

Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta 10110

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

Assalamu’alaikum Wr.Wb. Salam sejahtera untuk kita semua Sejalan sengan ikhtiar untuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat melalui kegiatan pembangunan di segala bidang, sudah sepantasnya kita senantiasa memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas semua limpahan Rahmat dan Karunia-Nya yang tidak terhingga bagi bangsa dan negara tercinta ini.

Penerbitan buku “Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia: Untuk Reformasi Birokras di Indonesia” patut kita sambut gembira sebagai salah satu upaya memberikan informasi yang positif kepada masyarakat mengenai langkah- langkah kita menuju Good Governance khususnya bidang peningkatan kualitas pelayanan publik.

Kualitas pelayanan publik yang prima merupakan muara dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Terdapat sinergi positif dan hubungan kualitas yang sangat erat antara Reformasi Birokrasi dengan penyelenggaraan pelayanan publik. Hal itu didasarkan pada satu prinsip utama bahwa setiap penyelenggara negara merupakan pelayanan Publik, dari level tinggi sampai dengan jajaran paling bawah.

Jika birokrasi sudah tertata dengan baik, dan secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang mengamanatkan kepada setiap penyelenggara negara untuk mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif,

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

dan selektif, maka pelayanan publik secara otomatis akan berjalan dengan baik.

Alhamdulillah kita sudah mempunyai landasan hukum dan blue print mengenai pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang tertuang dalam Pepres Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 serta Permenpan-RB Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Dalam visi yang tercantum dalam Grand Design telah diarahkan menuju pemerintahan Kelas Dunia, dan hal ini sejalan dengan buku ini. Namun untuk mempercepat Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, kita harus melakukan terobosan-terobosan positif dan

“berlari kencang” sehingga target yang hendak dicapai dalam memperbaiki kualitas birokrasi di Indonesia dapat segera terwujud. Jika gerakan Reformasi Birokrasi ini tidak kita percepat, maka langkah kita akan semakin berat di tengah-tengah persaingan global yang makin terasa. Itulah sebabnya, saya beserta jajaran Kementerian PAN dan RB serta didukung penuh oleh Tim Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional yang dipimpin oleh Wakil Presiden, menyusun kebijakan berupa 9 (Sembilan) Program Percepatan Reformasi Birokrasi sebagai ekstraksi dari Grand Design Reformasi Birokrasi yang terdiri dari : 1) Penataan Struktur Birokrasi, 2) Penataan Jumlah, Distribusi dan Kualitas PNS, 3) Sistim Seleksi dan Promosi secara

Terbuka, 4) Profesionalitas PNS, 5) Pengembangan Sistim Elektronik Pemerintah (E-Government), 6) Penyederhanaan Perijinan Usaha, 7) Pelaporan Harta Kekayaan Pegawai Negeri, 8) Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Negeri, serta 9) Eisiensi pengunaan Fasilitas, Sarana dan Prasarana Pegawai Negeri.

Dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, juga harus dilakukan terobosan strategis dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang cepat, tepat, transparan dan akuntabel. Berbagai instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah sudah melaksanakan kebijakan tersebut dan terbukti berhasl meningkatkan taraf hidup masyarakat

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

serta mendatangkan investasi yang menguntungkan bagi pengembangan bangsa dan negara. “Success Story” tentang pengembangan pelayanan publik, hendaknya terus digemakan sering dengan bergulirnya percepatan Reformasi Birokrasi.

Buku ini diharapkan akan menjadi referensi sekaligus wacana yang berharga dalam rangka mewujudkan manajemen pelayanan publik yang berkelas dunia sebagaimana visi Reformasi Birokrasi. Harapan tersebut bukan sesuatu yang muluk-muluk, asalkan kita bersungguh-sungguh dan bekerja keras untuk memperbaiki kualitas kinerja birokrasi Indonesia. Insya Allah, Tuhan yang Maha Bijaksana akan senantiasa meridhoi dan memayungi setiap perjuangan kita.

Billahittauiq wal hidayah Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,

Azwar Abubakar

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

Pendahuluan

Pemerintah Indonesia telah menetapkan suatu Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 sebagai pedoman dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Indonesia. Grand Design Reformasi Birokrasi tersebut antara lain menetapkan tujuan Reformasi Birokrasi yang meliputi:

■ Meningkatkan Pelayanan Publik yang Baik

dan Benar; Reformasi Birokrasi memperbaiki dan meningkatkan pelayanan publik secara menyeluruh. Sasaran utama peningkatan adalah unit pelayananan publik di Pemerintah Daerah yang berhadapan langsung dengan masyarakat, serta unit pelayanan pemerintah Pusat seperti Polisi, Kejaksaan, Beacukai, Pajak, Badan Pertanahan Nasional, Kementerian

Agama, dll.

■ Meningkatkan Kualitas Pengambilan Kebijakan

dan Keputusan; Reformasi Birokrasi mensinergikan kegiatan-kegiatan entitas yang saling terkait, setiap entitas dapat mendukung entitas lainnya terutama dalam kebutuhan informasi/dokumen, sehingga kualitas pegambilan keputusan bisa menjadi lebih baik.

■ Mencegah Penyalahgunaan Wewenang; dengan Reformasi Birokrasi, para pejabat publik dilarang menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi dan atau untuk kepentingan golongan.

■ Meningkatkan Eisiensi Sumber Daya; Reformasi Birokrasi harus meminimalkan biaya-biaya dalam

setiap kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Untuk mencapai tujuan Reformasi Birokrasi seperti diatas,

berbagai upaya harus akan dilakukan agar pencapaian tujuan tersebut selalu berada pada koridor yang benar.

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Semua pihak diharapkan memberikan kontribusi untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Seluruh komponen bangsa, sesuai fungsi masing-masing, diharapkan untuk bersama- sama mendukung, memberi masukan, dan mengawasi pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Dengan dukungan itu, semua pejabat publik akan bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan Reformasi Birokrasi. Hasil dari Reformasi Birokrasi didambakan dan ditungu-tunggu seluruh lapisan masyarakat.

Tujuan Reformasi Birokrasi dilandasi oleh 13 prinsip- prinsip penting. Dengan 13 prinsip dalam tulisan ini, para pejabat publik diharapkan dapat menjabarkan Reformasi Birokrasi menjadi program yang lebih rinci. Ketigabelas prinsip tersebut menjadi “ruh birokrasi” untuk senantiasa meningkatkan kinerja. Tulisan ini dimaksudkan sebagai inspirasi bagi para pejabat publik, di pusat dan daerah dalam melaksanakan Reformasi Birokrasi, sehingga diharapkan jadi pemacu untuk melaksanakan Reformasi Birokrasi dengan sungguh-sungguh.

Ketigabelas prinsip mengulas Reformasi Birokrasi yang sesungguhnya merupakan warisan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 dan Pancasila. Reformasi Birokrasi adalah penjabaran dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sudah ada sejak lama. Bangsa Indonesia menterjemahkan nilai-nilai luhur tersebut dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, nilai-nilai luhur yang mengispirasi Reformasi Birokrasi menghadapi berbagai tantangan dan rintangan yang tidak mudah.

Reformasi Birokrasi menghadapi berbagai tantangan berupa rintangan-rintangan sulit, yang meski tampaknya sederhana, tapi berakibat signiikan. Rintangan sulit adalah kondisi yang dihadapi oleh para pejabat publik dan harus diatasi dengan keinginan dan komitmen kuat secara konsisten. Para pejabat publik mengatasi dan

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

menyelesaikan rintangan sulit secara sistematis agar ada sinergi yang baik untuk mewujudkan birokrasi yang profesional dan handal.

Menghadapi rintangan sulit, diperlukan manajemen perubahan yang memberi ruang dan kesempatan bagi pejabat publik agar senantiasa meningkatkan kemampuan dan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Kondisi masyarakat dan dunia selalu berkembang dan berubah. Karena itu manajemen perubahan menjadi bagian integral dari sistim birokrasi untuk mengantisipasi dinamika masyarakat. Para pejabat publik juga harus menerapkan pendekatan prinsip nilai-nilai terbaik (best value) untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai adalah pelayanan publik yang baik dan benar, diukur dengan indikator kinerja yang dikenal luas secara internasional, yaitu pelayanan publik kelas dunia. Setiap pejabat publik berkewajiban untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas kelas dunia pada unit- unit pelayanan masing-masing.

Presiden selaku kepala pemerintahan mengemban tugas untuk mewujudkan pelayanan masyarakat. Presiden mendelegasikan tugas tersebut kepada menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah. Menteri dan pimpinan lembaga adalah pelayan masyarakat yang bertanggungjawab terhadap tugas pelayanan di entitasnya. Menteri menugaskan setiap pejabat setingkat dibawah menteri untuk melaksanakan tugas pelayanan masyarakat. Para pejabat tersebut menyiapkan indikator kinerja keberhasilan dari pelaksanaan pelayanan publik. Menteri harus memastikan bahwa kinerja pelayanan publik meningkat dari waktu ke waktu. Menteri mengawasi pejabat dibawahnya untuk memastikan bahwa mandat pelayanan publik terlaksana dengan baik dan benar.

Menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah dalam melaksanakan mandatnya tidak dapat bekerja sendirian; mereka didukung oleh aparatur Negara yang bekerja

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

secara profesional. Aparatur Negara dapat bekerja secara profesional dengan dukungan suatu sistim manajemen aparatur yang mengatur dan mengendalikan pembinaan aparatur yang berkualitas. Sistim manajemen aparatur negara menjamin transparansi dan seluruh pelaksanaan asas-asas pemerintahan yang baik.

Agar kinerja menteri, pimpinan lembaga, kepala daerah, dan aparatur negara dapat diukur dengan lebih baik, para pejabat publik tersebut perlu menyusun Petunjuk Operasional Kegiatan (POK), untuk menjabarkan tugas dan fungsi entitas masing-masing dalam kinerja anggaran. POK disahkan oleh menteri, pimpinan lembaga, atau kepala daerah, merupakan instrumen untuk pengukuran kinerja dan pelaksanaan pengendalian. Setiap unit kerja menyusun POK sebagai dasar pencapaian kinerja dan DIPA/ DPA, sebagai dasar penggunaan keuangan berdasarkan tugas dan fungsi unit kerja. Peningkatan kinerja diukur berdasarkan kriteria pada program jangka menengah (PJM) yang sudah ditetapkan. POK merupakan penjabaran PJM di setiap kementerian, lembaga dan pemerintah daerah. PJM disusun dengan basis kinerja yang meningkat dari tahun ketahun. Program Reformasi Birokrasi dilaksanakan dengan mewujudkan peningkatan kinerja secara terus menerus dari setiap unit kerja.

Dalam beberapa tahun belakangan, banyak dijumpai tumpang tindih peraturan perundang-undangan. Selain tumpang tindih, ternyata ada juga peraturan yang saling bertentangan, dan bahkan dinilai dapat menghambat kemajuan. Berangkat dari kondisi tersebut, dalam kaitan pelaksanaan Reformasi Birokrasi, peraturan perundang- undangan harus dikaji dan dianalisa dan bila perlu dirubah. Peraturan perundang-undangan yang kontradiktif dengan tujuan Reformasi Birokrasi layak dievaluasi dan direvisi.

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

Keterlibatan dan kemitraan stakeholder untuk mendukung pelaksanaan Reformasi Birokrasi mutlak diperlukan. Pelibatan dalam kemitraan (engaging partners) antara stakeholder, kalangan profesional, masyarakat, parlemen, politisi, dan semua komponen bangsa memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Kemitraan dilaksanakan dalam semua tahap pelaksanaan Reformasi Birokrasi, mulai dari perumusan peraturan perundang-undangan, perencanaan program, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program reformasi.

Dengan prinsip kemitraan antara semua stakeholder, akan terjadi akuntabilitas sesuai dengan yang diharapkan. Kinerja pelayanan publik dilaksanakan dan diukur dengan kriteria dan standar-standar yang diakui secara luas. Setiap biaya yang dikeluarkan harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan aturan dan standar akuntabilitas yang berlaku secara internasional. Setiap pejabat publik yang menggunakan sumber daya mempertanggungjawabkannya dengan baik dan benar.

Ketigabelas prinsip tersebut diulas lebih lanjut dalam seri tulisan berikut. Setiap pejabat publik berkewajiban menjabarkan dan mengintegrasikan prinsip-prinsip Reformasi Birokrasi dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Pada saatnya pelaksanaan prinsip Reformasi Birokrasi tersebut menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis. Prinsip Reformasi Birokrasi tersebut menjadikan Indonesia memiliki most- improved bureaucracy, birokrasi dengan manajemen publik kelas dunia.

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Prinsip-prinsip Reformasi Birokrasi tersebut meliputi:

Prinsip 1: Dasar perilaku pejabat publik yang baik adalah pengabdian, niat untuk mengelola pelayanan kepada masyarakat, serta mendukung dan mendorong pihak lain yang memberi pelayanan masyarakat.

Prinsip 2: Belajar dari rintangan sulit. Prinsip 3: Reformasi Birokrasi dimulai dengan reformasi

individu, dan membutuhkan dukungan pendongkrak perubahan yang mendorong orang lain untuk reformasi diri.

Prinsip 4: Memberi nilai terbaik diwujudkan melalui

pelayanan terbaik.

Prinsip 5: Menteri dan kementerian sebagai pelayan publik dan membantu pelayanan publik.

Prinsip 6: Pejabat senior wajib menyusun rencana strategis individu sebagai pejabat untuk melaksanakan rencana strategis lembaganya.

Prinsip 7: Aparatur profesional menjadi tulang punggung pelaksanaan Reformasi Birokrasi.

Prinsip 8: Ukuran pencapaian kinerja adalah petunjuk operasional kegiatan, seperti dasar penggunaan keuangan adalah DIPA/DPA.

Prinsip 9: Tujuan Reformasi Birokrasi adalah perbaikan secara menyeluruh yang menghasilkan peningkatan manfaat yang besar untuk masyarakat.

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

Prinsip 10: Dalam peraturan perundang-undangan tidak boleh ada aturan ganda dan tidak membebani masyarakat selain yang diperlukan untuk menjamin hak perorangan dan mengatur kepentingan masyarakat luas.

Prinsip 11: Pemerintah tidak memikul reformasi sendiri; banyak mitra yang ikut serta untuk meningkatkan kinerja pemerintah.

Prinsip 12: Reformasi Birokrasi perlu dukungan politis untuk mendapatkan momentum dan resonansi yang besar.

Prinsip 13: Setiap orang dan setiap kelompok orang yang ditugaskan di sektor publik dan menggunakan keuangan negara wajib membuktikan hasil kinerjanya, dan wajib patuh pada peraturan perundang-undangan.

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

1 Nilai-Nilai Luhur Pelayanan Publik

Prinsip 1: Dasar perilaku pejabat publik yang baik adalah pengabdian, niat untuk mengelola pelayanan kepada masyarakat, serta mendukung dan mendorong pihak lain yang memberi pelayanan masyarakat.

Para pendiri Negara Indonesia meninggalkan warisan yang luar biasa untuk bangsa Indonesia. Warisan luar biasa itu berupa ide-ide, nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dijadikan sebagai dasar kehidupan sebagai suatu bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Prinsip-prinsip tersebut memberi inspirasi kepada bangsa Indonesia untuk melanjutkan reformasi sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, dan Pancasila.

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Negara dan Pemerintah Indonesia dibentuk dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Tujuan pembentukan Negara itulah yang harus selalu dipegang dan dijadikan landasan dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bertanah air.

Undang-Undang Dasar mengamanatkan bahwa Pemerintah dan Negara bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu bentuk peningkatan kesejahteraan umum dilakukan dengan mewujudkan pelayanan publik yang baik. Undang-Undang tentang Pelayanan Publik (UU No 25/2009) menjadi landasan bagi peningkatan pelayanan publik oleh para penyelenggara Negara di semua lini.

Undang-Undang pelayanan publik menetapkan duabelas asas. Tetapi seperti halnya undang–undang lainnya, UU nomor 25 tahun 2009 belum mengatur secara lengkap bagaimana seharusnya penyelenggara pelayanan publik bertindak sesuai dengan asas-asas dimaksud. Juga belum diatur bagaimana para pejabat dan pegawai negeri akan berperilaku dan memotivasi diri untuk melayani.

Undang-Undang Pelayanan Publik, dengan asas-asas pemerintahan yang baik (good governance), harus menjadi inspirasi untuk membangun dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, bebas dari KKN. Banyak orang yang sudah tahu asas-asas dan prinsip- prinsip pemerintahan yang baik. Tapi harus diakui, belum semua orang melaksanakan asas dan prinsip yang sudah diketahuinya. Banyak diantara penyelenggara pelayanan publik yang sudah memahami asas-asas pemerintahan yang baik, tapi mereka gagal memberikan pelayanan publik yang baik. Karena itu, para penyelenggara negara, pejabat publik, pegawai negeri, dan setiap orang yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik berkewajiban

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

untuk menjabarkan prinsip dan asas pelayanan yang baik dalam bentuk rencana kerja yang rinci dan terukur. Rencana kerja dengan asas-asas tersebut dilaksanakan sehari-harinya oleh setiap unit pelayanan publik.

Dialog itu diharapkan untuk memberi inspirasi dan mendorong pejabat-pejabat, baik di pusat maupun di daerah, baik yang melayani masyarakat maupun yang memberikan pelayanan internal, untuk selalu berperilaku sesuai dengan prinsip pelayanan publik dan pemerintahan yang baik. Pada saat yang sama mereka diwajibkan untuk secara terus menerus memperbaiki kinerjanya. Dialog yang dimaksudkan akan dilaksanakan secara berkala, dan berkelanjutan sampai semua pihak ikut memberi

Tulisan ini mengajak masukan dalam peningkatan kualitas birokrasi kita.

semua orang, untuk Tulisan ini mengajak semua orang, untuk ikut serta

ikut serta dalam dialog dalam dialog tentang pelaksanaan nilai-nilai luhur

tentang pelaksanaan dan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan

nilai-nilai luhur pengelolaan pelayanan publik yang baik. Dialog

dapat diperluas dalam berbagai bentuk, melalui dan prinsip-prinsip koran, TV, internet, Facebook, Twitter, di kantor, atau

pemerintahan yang di mana saja. Masyarakat mempunyai hak untuk

baik dan pengelolaan memberi masukan kepada entitas pemerintah

melalui dialog atau melalui media lainnya. Semua pelayanan publik yang entitas pemerintah semestinya menyiapkan situs

baik. (website) untuk menerima komentar dan tanggapan dari masyarakat. Masyarakat diharapkan mendorong pemerintah kita untuk berlaku adil dan transparan, dan bertindak rendah hati dihadapan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jiwa dari bangsa Indonesia.

Dengan secara terus menerus membuka dialog untuk menterjemahkan nilai-nilai luhur bangsa, secara berangsur- angsur pelayanan publik di Indonesia akan menjadi kebanggaan dan memberi dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Secara bertahap manajemen publik kelas dunia di Indonesia bisa terwujud.

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

2 Rintangan Sulit (Hard Choices)

Prinsip 2: Belajar dari rintangan sulit. Menyusun asas-asas dan menetapkan nilai-nilai tata kelola

pemerintahan yang baik seringkali tidak terlalu sulit. Upaya untuk melakukan peningkatan hal tersebut sudah sering dilakukan. Akan tetapi dalam kenyataan pelaksanaannya, selalu ditemui rintangan-rintangan yang tidak mudah untuk diatasi.

Salah satu rintangan yang sering ditemui adalah adanya penolakan. Seringkali penolakan itu tidak terlihat, karena pihak-pihak yang menolak tidak menyatakan penolakannya secara langsung. Atau bahkan secara terbuka mereka menyatakan menerima dan mendukung pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik. Tetapi dalam kenyataannya, mereka tetap melaksanakan praktek- praktek tata kelola pemerintahan yang buruk. Penyebabnya

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

adalah karena pihak-pihak tersebut “menikmati” tata kelola pemerintahan yang buruk, mereka mendapatkan

“keuntungan” dari keadaan yang tidak baik. Perilaku seperti itu adalah perilaku pelaku korupsi. Para pelaku korupsi secara terbuka menyatakan akan melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik, tapi dalam kenyataanya, mereka

terus melakukan korupsi. Mereka melakukan berbagai upaya agar kebiasaan korupsi akan tetap berlangsung.

Para atasan harus memberikan

Di sisi lain, tidak jarang ditemui bahwa “rencana tata kelola pemerintahan yang baik” tidak disusun secara

kesempatan kepada baik. Secara deinisi disiapkan sebuah good governance

bawahannya untuk plan, tetapi penyusunannya tidak lengkap, tidak akurat, belajar mengatasi

akhirnya rencana itu bukan sebuah rencana yang baik. Atas alasan ini para pelaku korupsi “merasa nyaman”

kesulitan, atasan untuk terus melaksanakan praktek-praktek kotornya.

sekaligus memberi Hal tersebut adalah salah satu rintangan sulit (hard motivasi dan

choice). Karena itu para pejabat publik harus selalu waspada dan menyiapkan diri untuk menghadapi

dorongan agar rintangan-rintangan sulit tersebut.

bawahannya melakukan yang

Ada pihak-pihak yang ingin mempertahankan status quo, mereka tidak mau melakukan perubahan. Karena

terbaik dalam status quo memberikan kesempatan pada mereka

melakukan untuk melakukan kecurangan-kecurangan, melakukan perubahan.

korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Perubahan bisa mempunyai kelebihan dan kekurangan, tetapi perubahan yang diinginkan adalah perubahan yang

menuju kebaikan, perubahan yang membawa manfaat bagi masyarakat. Salah satu contoh nyata yang masih sering dijumpai adanya pejabat publik yang menerapkan prinsip:

“Kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah!”Sesungguhnya tidak terlalu sulit untuk melakukan perubahan, tetapi tidak mudah untuk mengubah orang yang mendapatkan

“keuntungan” dari kondisi status quo.

Hal lain yang menyebabkan perubahan menjadi sulit adalah karena banyak orang tidak mampu melihat persoalan

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

yang sesungguhnya. Mereka tidak bisa mengidentiikasi dan memetakan persoalan korupsi dengan sistematis. Sehingga terkesan bahwa korupsi merupakan persoalan yang multi-kompleks. Ketidakmampuan menjelaskan apa sesungguhnya KKN berdampak buruk bagi masyarakat. Banyak orang tidak bisa menguraikan dengan jelas bagaimana KKN terjadi dan bagaimana mengatasinya. Kemampuan yang terbatas untuk mengidentiikasi masalah KKN dengan tuntas membuat banyak orang menjadi frustasi dan putus asa untuk melakukan perubahan.

Adanya beberapa kasus yang tidak terselesaikan dengan tuntas membuat orang pesimis terhadap perubahan. Kasus maia pajak, maia hukum, maia peradilan mengakibatkan banyak orang kehilangan kepercayaan pada sistem dan aparat. Sebagai contoh kasus Gayus

Tambunan baru mengungkap sebagian saja dari persoalan yang sesungguhnya tentang maia pajak dan maia hukum. Persoalan besar yang sesungguhnya belum bisa dibongkar dan diselesaikan. Yang terungkap hanya “isu permukaan” dari maia pajak dan maia hukum tersebut.

Di tingkat masyarakat sehari-hari, persoalan kemiskinan, kualitas lingkungan yang semakin buruk, dan masalah kemacetan lalu lintas yang tidak terselesaikan membuat orang putus harapan akan adanya perbaikan. Orang tidak percaya akan ada perubahan dan akan adanya Reformasi Birokrasi. Ini menjadi rintangan sulit yang harus bisa dijelaskan dan diatasi.

Beberapa teori menyatakan perlunya mendorong “contoh unggulan” (best practices). Tapi dalam kenyataannya, best practices tidak selalu mudah untuk direplikasi di tempat lain. Pengalaman pelaksanaan best practices memang bukan untuk serta merta direplikasi, contoh-contoh itu adalah untuk dianalisa dan dikaji untuk dilaksanakan. “Kalau ada pihak yang bisa melaksanakan, tentu orang lain juga bisa lebih baik lagi”.

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Semua pihak harus belajar dari hal-hal sulit, dari rintangan- rintangan besar. Untuk melawan KKN, diperlukan upaya luar biasa. Tetapi rintangan sulit bisa diatasi. Pemerintah harus mendapatkan kepercayaan publik untuk mendapatkan dukungan masyarakat. Karena itu rintangan sulit harus diatasi.

Banyak aparat pemerintah yang baik, tapi mereka ter- perangkap pada kondisi yang buruk. Para aparat yang baik merindukan kondisi yang dapat menjadikan mereka terus menjadi lebih baik. Tetapi selama ini mereka terkungkung pada keadaan KKN yang menggurita. Kadang-kadang pada tempat yang praktek KKN-nya sudah sangat buruk, orang-orang baik bahkan dianggap sebagai ancaman bagi pelaku KKN. Mereka yang baik, bahkan diperlakukan tidak adil dan sekaligus ditakut-takuti. Kita harus memilah yang baik dari yang tidak baik. Jangan sampai mereka yang baik terbawa arus ke dalam situasi yang salah. Karena itu setiap kementerian/lembaga/pemda semestinya menyiapkan suatu sistem dan iklim serta kondisi yang mendorong peningkatan bagi mereka yang baik, dan pada saat yang sama juga menyiapkan sistem dan kondisi yang memberi hukuman berat bagi pelaku KKN. Tidak ada ruang bagi penyalahgunaan wewenang dan jabatan (zero tolerance). Setiap aparat harus memilih apakah ia akan mengikuti sistem yang baik, atau menjerumuskan diri pada kejahatan KKN yang akan dibasmi dan dihukum.

Ada hal yang mudah bagi seseorang, tetapi merupakan hal sangat sulit bagi orang lain. “Barzun’s Laws of Learning” mengatakan:

“The simple but diicult arts of paying attention, copying accurately, following an argument, detecting an ambiguity or false inference, testing guesses by summoning up contrary instances, organising one’s time and one’s though for study; all of these arts... cannot be taught in the air but only through the diiculties of a deined subject.”

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

Hal-hal sederhana, yang biasa dilakukan orang, kadang- kadang merupakan hal yang tersulit bagi orang lain. Bagi sebagian orang, untuk melakukan hal baik yang sederhana harus melalui suatu tahapan dan proses yang tidak mudah dan melelahkan. Kendala-kendala seperti itu kadang tidak mudah untuk dideteksi dan diselesaikan.

Tidak mudah untuk menjadi aparat pemerintah yang baik. Pimpinan yang mengalami kesulitan dalam melakukan perubahan harus mampu melihat bahwa kesulitan juga dihadapi oleh para bawahannya. Para atasan harus memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk belajar mengatasi kesulitan, atasan sekaligus memberi motivasi dan dorongan agar bawahannya melakukan yang terbaik dalam melakukan perubahan.

Hal lain yang juga merupakan rintangan adalah pembiaran atas kekeliruan kecil. Sering kali “kesalahan kecil” ditolerir dan tidak mengingatkan mereka yang melakukan kesalahan kecil tersebut. Kesalahan kecil sering dianggap akan menjadi benar dengan sendirinya. Padahal pembiaran dan toleransi terhadap “kesalahan kecil” adalah bibit dari kesalahan besar, ia bahkan bisa menjadi cikal bakal kejahatan KKN. Ketika ada orang merokok di ruangan yang dilarang untuk merokok, banyak orang mendiamkannya dan tidak menegur orang yang merokok. Atau ketika seseorang melanggar lalu lintas, tidak ada yang menegur. Orang tidak menegur ketika ada orang membuang sampah sembarangan. Hal-hal yang terlihat sederhana seperti itu sesungguhnya adalah rintangan sulit yang kita hadapi dalam melakukan perubahan.

Untuk mengatasi rintangan sulit ini, seluruh entitas publik diharapkan menerapkan ‘Open Government Partnership’, keterbukaan pemerintahan bagi publik. Masyarakat ikut mengatasi rintangan sulit. Dengan prinsip ‘Open Government Partnership’ (OGP), masyarakat ikut melaksanakan gerakan anti KKN, prinsip OGP akan menentukan kecepatan langkah dalam memerangi dan memenangkan perang melawan KKN.

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

3 Manajemen Perubahan

Prinsip 3: Reformasi Birokrasi mulai dengan reformasi individu, dan membutuhkan dukungan pendongkrak perubahan yang mendorong orang lain untuk reformasi diri.

Manajemen Perubahan adalah suatu proses perencanaan dan bertindak untuk memperbaiki sistem secara konsisten dan berkelanjutan agar tercapai tujuan yang diharapkan oleh sistem tersebut. Dalam kondisi globalisasi seperti yang terjadi sekarang ini, perubahan yang diharapkan bukan saja perubahan internal dalam kelompok orang atau sistem, tetapi perubahan yang dapat bertahan dan terus berlangsung dalam situasi yang dinamis.

Perubahan suatu sistem dapat berlangsung dengan baik bila didukung oleh perubahan pola pikir orang yang mendukung dan menjalankan sistem dimaksud. Perubahan terhadap pola pikir orang, bukan sebatas pada mengubah perilaku saja, yang bisa jadi hanya sementara dan dalam bentuk kepura-puraan, tetapi perubahan cara pandang (mind set) seseorang yang dapat bertahan lama.

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Mengubah pola pikir atau cara pandang seseorang merupakan suatu proses yang panjang, hal itu memerlukan upaya kuat dan terus menerus, dalam suatu proses yang disebut reformasi diri. Untuk mengubah pola pikir, terutama untuk mengubah pola pikir sekitar lima juta pegawai negeri dan penjabat publik lain, dibutuhkan suatu “pendongkrak perubahan” (levers of change). Psikolog Amerika, Howard Gardner memperkenalkan tujuh pendongkrak perubahan yaitu:

R-1 Reason. Manusia punya kemampuan berpikir, dan bila diberi penjelasan atas alasan untuk berubah, ia akan bertindak untuk berubah. Bila hanya diperintahkan

untuk berubah, seseorang tidak akan melakukannya dengan sepenuh hati, ia

Setiap emosi, alasan dan hanya sekedar ikut-ikutan saja, atau bahkan

ancaman yang menghambat ia akan menolak perubahan. Untuk itu, perubahan, bila dikelola

semua aparat dalam pemerintahan bertanya

dengan baik, dapat kepada dirinya sendiri dan bertanya kepada

rekan sekerjanya tentang kenapa ia harus menjadi umpan balik untuk

berubah.

menyempurnakan upaya reformasi. R-2 Research. Begitu banyak upaya

perubahan gagal karena kurang siap. Siapa yang akan membangun rumah tanpa

membuat perencanaan dan perhitungan sebelumnya? Semua perubahan harus diteliti lebih dahulu. Untuk ini, lembaga yang paling tepat untuk melakukan perubahan adalah Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang). Kementerian, lembaga dan pemda memanfaatkan penelitian dan hasil-hasil dari Balitbang untuk dijadikan sebagai pendongkrak perubahan. Dan yang lebih penting agar perubahan yang dilakukan berdasar dan didukung oleh suatu penelitian yang benar. Perubahan yang demikian akan dapat bertahan dan berkelanjutan.

R-3 Resonance. Pada alat musik gitar, resonansi adalah efek memperkuat dan meningkatkan kualitas suara oleh

“badan” gitar yang menerima getaran dari tali senar ketika

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

dipetik. Analogi resonansi yang sama juga terjadi dalam masyarakat. Dampak suatu gerakan moral untuk berubah adalah resonansi, suara dari banyak orang yang sehati- sepikir, suara itu akan membuat keinginan untuk berubah makin kuat. Begitu banyak resonansi di negara ini, yang menyebut diri sebagai pro-reformasi. Mereka bicara di televisi dan koran, tetapi gerakannya bukan gerakan orang yang melaksanakan perubahan, melainkan membuat frustrasi masyarakat yang sudah lama menunggu perubahan. Semua aparat pemerintahan semestinya lebih proaktif bergerak, semua membuat resonansi yang lebih kuat untuk berubah.

R-4 Representational Redescription. Setiap orang mempunyai cara masing-masing dalam memahami dan memaknai perubahan yang ia laksanakan. Perubahan bisa menjadi sesuatu yang unik yang menggambarkan cara seseorang. Agar semua orang tertarik ikut reformasi, dan supaya orang tidak bosan mendengar pesan yang berulang- ulang, perubahan harus disebutkan melalui kata-kata baru, terminologi baru, dan media baru untuk mengungkapkan dan menjelaskan perubahan dan reformasi yang diharapkan. Untuk ini, kementerian, lembaga dan pemda hendaknya tidak lagi beranggapan bahwa suatu petunjuk pelaksanaan (guidelines) tentang perubahan dapat dibuat sama atau seragam. Semua kementerian, lembaga dan pemda secara terus menerus memberi penjelasan dan dorongan untuk melakukan perubahan.

R-5 Resources and rewards. Pendongkrak ini adalah pemberian sumber daya untuk berubah dan memberi penghargaan kepada mereka yang melakukan perubahan. Permasalahan yang paling menghambat para manajer publik yang akan melakukan reformasi bukan karena penghargaan (rewards) yang kurang, melainkan karena para manajer itu tidak mendapat sumber daya yang dibutuhkan. Sering terjadi suatu posisi dalam jabatan diisi oleh orang yang tidak mempunyai latar belakang dan kemampuan yang dibutuhkan. Bahkan kadang terjadi hal yang lebih

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

buruk, dimana pengisian jabatan lebih didasarkan pada kolusi dan koncoisme. Pihak yang bertanggungjawab atas pengadaan pegawai harus benar-benar menjalankan fungsinya, menyiapkan personil, sumber daya manusia, sesuai dengan yang dibutuhkan. Pejabat yang bertanggung jawab dibidang kepegawaian harus melayani setiap manajer publik agar para manajer publik tersebut mendapat sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan. Semua manajer pelayanan masyarakat perlu didukung oleh fasilitas yang memadai dan terawat baik.

R-6 Real World Events. Banyak kejadian di dunia ini yang dapat mendorong orang melakukan perubahan dalam dirinya, bahkan dunia dibuat berubah. Krisis moneter sekitar empat belas tahun yang lalu telah membawa perubahan yang besar dalam cara pandang bangsa Indonesia, bahkan krisis itu menjadi titik balik untuk melakukan reformasi. Ingat betapa pola pikir dan cara pandang masyarakat berubah setelah tsunami di Aceh. Akan tetapi setelah bencana tsunami di Jepang, kita didorong untuk berubah lebih baik lagi. Mari mendengar suara hati nurani untuk berubah tanpa menunggu kejadian seperti itu lagi. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk melaksanakan reformasi.

R-7 Resistances. Setiap emosi, alasan dan ancaman yang menghambat perubahan, bila dikelola dengan baik, dapat menjadi umpan balik untuk menyempurnakan upaya reformasi. Semua pejabat semestinya lebih mendengar orang yang mengadu, lebih menghargai pikiran orang lain daripada pikirannya sendiri, dan memanfaatkannya untuk meningkatkan perubahan yang diinginkan. Pengaduan harus ditindaklanjuti secepat mungkin, tidak boleh ditunda-tunda.

Ketujuh pendongkrak perubahan tersebut diatas harus digunakan sebaik-baiknya untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Pendongkrak perubahan menjadi alat yang sangat efektif untuk pelaksanaan perubahan.

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

Orang sering mengatakan “perubahan mulai dari atas”. Presiden telah menetapkan Reformasi Birokrasi sebagai prioritas utama, dan telah menyusun rencana pelaksanaannya. Presiden menugaskan Wakil Presiden untuk memimpin pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Perubahan mulai dari atas dan mengalir ke bawah. Dibawah Presiden dan Wakil Presiden, ada menteri dan kemudian ada pejabat eselon satu. Para menteri mewakili Presiden untuk mengelola perubahan dalam bidangnya masing-masing, dan menugaskan bawahannya untuk menyempurnakan kinerja dan melaksanakan inisiatif baru. Di bawah pejabat eselon satu ada direktur, dan dibawahnya lagi terdapat para manajer program, yaitu orang yang bertanggungjawab atas pelaksanaan program pemerintah, yang harus mengimplementasikan perubahan sesuai dengan arahan atasannya.

Prinsip yang sama berlaku di daerah. Eksistensi kepala daerah dan para kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah untuk mengelola perubahan supaya pemerintahan berjalan lebih baik.

Perubahan mulai di atas tetapi tidak berakhir di bawah. Perubahan harus menyeluruh. Perubahan di atas adalah perubahan kebijakan. Perubahan di bawah adalah yang memberi manfaat bagi masyarakat. Perubahan yang membawa dampak kepada masyarakat adalah ketika kebijakan tersebut dilaksanakan dengan baik dan benar.

Pertanyaan kepada setiap pejabat dan setiap aparat pemerintah adalah: “Apa yang telah anda buat hari ini,

supaya tata kelola pemerintahan di negara ini menjadi lebih baik?”

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

4 Best Value

Prinsip 4: Memberi nilai terbaik diwujudkan melalui pelayanan terbaik.

Nilai terbaik (best value) adalah suatu kerangka kerja untuk memastikan bahwa unit-unit pemerintah yang memberi jasa pelayanan kepada masyarakat telah memenuhi kebutuhan masyarakat, dan berfokus pada eisiensi dan good governance. Kerangka kerja tersebut menghargai tingkat otonomi yang diberi kepada unit-unit kerja tersebut. Walaupun best value mengharuskan fungsinya diselenggarakan sebaik mungkin, best value tidak campur tangan dalam proses kerja.

Setiap unit kerja memastikan pelaksanaan asas-asas berikut. ■ Seluruh jasa harus memenuhi standar kualitas dan

harga/biaya. Setiap unit kerja yang memberikan pelayanan menetapkan kualitas pelayanan yang diberikan, dan menetapkan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk jasa pelayanan tersebut.

■ Seluruh jasa responsif terhadap kebutuhan masyarakatnya.

■ Setiap jasa harus dapat diakses oleh mereka yang membutuhkan.

■ Penyelenggara layanan harus secara berkelanjutan meningkatkan kualitas layanan publiknya.

■ Penyelenggara layanan harus berkonsultasi terus menerus dan terencana dengan masyarakatnya mengenai layanan publik yang diberikan.

■ Penyelenggara layanan membuat laporan berkala, minimum setahun 1 kali, mengenai hasil dan manfaat

yang dicapai sesuai dengan prinsip-prinsip best value.

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Beberapa kelebihan best value dengan pendekatan kerangka sebagai berikut. Pertama, harapan dihubungkan langsung dengan eisiensi dan sekaligus ”good governance”. Kedua, pendekatan best value diimplementasikan pada berbagai unit kerja kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah, meski kondisi masing-masing unit kerja tersebut berbeda-beda. Seluruh organisasi Pemerintah dapat mengakomodasikan pendekatan best value.

Ketiga, melalui penerapan best value, ada suatu jalinan konsultasi kinerja yang interaktif diantara pihak yang melayani dan pihak yang dilayani sesuai dengan prinsip Open Government Partnership. Keempat, masyarakat atau komunitas yang dilayani oleh setiap unit penyelenggara layanan mendapatkan layanan publik dengan nilai terbaik (best value outcomes), karena pendekatan ini menekankan pada manfaat, bukan biaya. Kelima, akuntabilitas unit pelayanan akan meningkat. Best value membantu laporan akuntabilitas yang diinginkan masyarakat.

Keenam, pendekatan best value merangsang tumbuhnya ide-ide atau inovasi-inovasi yang berguna bagi pemberi layanan publik dan penerima layanan publiknya.

Di beberapa negara prinsip best value diintegrasikan dalam peraturan perundang-undangan. Ada juga negara yang menerapkan prinsip best value sebagai bagian dari standar manajemen ISO 9000. Kedua pola tersebut dapat diterapkan di Indonesia.

Untuk Indonesia, fokus utama adalah menerapkan keenam prinsip best value secara konsisten dalam setiap aspek manajemen publik. Karena itu semua pejabat publik agar benar-benar memahami prinsip best value dan mengembangkannya dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan publik, meningkatkan pelayanan publik dengan prinsip nilai terbaik. Kemudian secara bertahap, prinsip best value diintegrasikan dalam ketentuan perundang- undangan.

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

5 Menteri Sebagai Pelayan Publik

Prinsip 5: Menteri dan kementerian sebagai pelayan publik dan membantu pelayanan publik.

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa tujuan pembentukan Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dengan kata lain, bahwa pembentukan pemerintah itu adalah untuk membantu masyarakat mencapai kebahagiaan, membantu rakyat untuk merasa bahagia. Semua tujuan tersebut dapat disebut sebagai pelayanan kepada masyarakat, pelayanan perlindungan, pelayanan kesejahteraan, pelayanan untuk mencerdaskan kehidupan, pelayanan dalam ikut pelaksanaan ketertiban dunia. Pemerintah yang dipimpin oleh Presiden mendelegasikan tugas-tugas tersebut kepada menteri untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Jadi pembentukan kementerian dan penunjukan menteri adalah untuk melayani masyarakat.

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Itu hal yang sulit dibayangkan jika birokrasi kita seperti yang sekarang. Proses perubahan yang diharapkan hanya dapat dimulai bila setiap kementerian/lembaga melihat fungsinya sebagai pelayanan. Kebanyakan kementerian dan lembaga tidak melayani masyarakat secara langsung. Lalu bagaimana seorang menteri bisa bertanggungjawab atas pelayanan kepada masyarakat di bidangnya? Sesungguhnya setiap Kementerian berfungsi melayani lembaga lain, sehingga lembaga yang dilayani itu dapat menjalankan fungsinya dengan baik untuk melayani masyarakat. Dapatkah dibayangkan suatu birokrasi yang dapat melindungi, mencerdaskan dengan hikmat, atau memberi kebahagiaan kepada masyarakat?

Sistim disiapkan sedemikian rupa sehingga setiap kementerian/lembaga bertugas dan berfungsi untuk membantu kementerian/lembaga/pemda. Sehingga kementerian/lembaga lain dan pemda dapat melayani masyarakat untuk mencapai kebahagiaan (happiness). Masyarakat harus membiasakan diri untuk melihat bahwa menteri atau pemimpin lembaga adalah pelayan untuk membantu suatu sistem yang dibentuk supaya masyarakat mendapatkan kebahagiaan dalam arti luas, yaitu kebahagiaan lahir dan batin. Setiap menteri atau pemimpin lembaga dan jajaran dibawahnya harus bisa menyusun dan melaksanakan rencana kerja yang terukur untuk membantu rakyat mencapai kebahagiaan. Setiap menteri menetapkan dengan jelas dan terukur, siapa sasaran penerima manfaat (beneiciaries) dari jasa pelayanan yang diberikan.

Kebanyakan fungsi pelayanan kepada masyarakat dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Walaupun demikian, menteri/pimpinan lembaga bertanggungjawab atas semua kegiatan pemerintahan di bidangnya termasuk pelayanan masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah Daerah. Pertanggungjawaban ini tidak dilaksanakan secara langsung, karena setiap daerah mempunyai otonomi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kementerian merancang peraturan pelaksanaan

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

undang-undang yang mengatur otonomi daerah, dan sekaligus melakukan pengawasan teknis agar menteri dapat mempertanggungjawabkan kegiatan dibidangnya. Kementerian juga melayani pemerintah daerah melalui jasa pembinaan. Pembinaan adalah pelayanan jasa yang diberikan menteri kepada daerah supaya daerah dapat melayani masyarakat dengan lebih baik.

Pejabat di bawah menteri melayani menteri dengan mengawasi daerah, termasuk merancang tindak lanjut

Dapatkah dibayangkan dari pengawasan. Pejabat dibawah

suatu birokrasi yang dapat menteri yang melayani pemerintah

melindungi, mencerdaskan daerah dengan jasa pembinaan, tidak

lebih tinggi atau lebih rendah. Ia dengan hikmat, atau adalah pemberi jasa, dengan tugas

memberi kebahagiaan kepada dari menteri untuk melayani. Sebagai

masyarakat? contoh, Menteri Keuangan melayani

Presiden dengan mengelola keuangan, dan melayani menteri lain dengan fasilitasi penganggaran, pendanaan dan perbendaharaan. Contoh lain, Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melayani semua menteri dalam bidang sistem organisasi dan kepegawaian.

Setiap kementerian menentukan core-business nya sebagai fungsi pelayanan dengan perspektif baru, meningkatkan pelayanannya berdasarkan prinsip nilai-nilai terbaik (best value). Kementerian menetapkan pihak-pihak yang menerima layanannya. Menteri memastikan bahwa penerima jasa (beneiciaries) mendapatkan layanan sesuai kriteria dan prinsip pelayanan yang dikenal luas/ internasional.

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

6 Perencanaan Strategis Individu

Prinsip 6: Pejabat senior wajib menyusun rencana strategis individu sebagai pejabat untuk melaksanakan rencana strategis lembaganya.

Para menteri/pimpinan lembaga memimpin dan bertanggungjawab atas pengelolaan perubahan pada tata kelola pemerintahan di kementerian/lembaga masing-masing, supaya pemerintahan di masing-masing kementerian semakin efektif dan semakin eisien. Efektiitas dan eisiensi diukur dengan indikator yang ditentukan dalam rencana strategis dan rencana tahunan. Para menteri/pimpinan

Hanya orang yang lembaga mengukur efektiitas dan eisiensi

mempunyai rencana strategis pejabat bawahannya. Menteri/pimpinan

individu seperti di atas, lembaga menyiapkan metoda pengukuran

efektiitas kerja para pejabat bawahannya. dan bekerja keras melaksanakannya, layak

Road Map Reformasi Birokrasi Nasional menjadi atau tetap menjadi mewajibkan setiap Kementerian/Lembaga

untuk menyiapkan suatu rencana strategis pejabat. perubahan. Inti dari rencana ini adalah

rencana strategis individu setiap pejabat senior (pejabat eselon satu), tentang bagaimana ia akan mengelola perubahan, dengan indikator keberhasilan yang terukur. Rencana strategis individu disiapkan dan atau disesuaikan setiap kali ada perubahan yang terjadi. Setiap ada mutasi, pejabat baru wajib menyiapkan rencana strategis individu yang baru, agar pejabat baru dapat lebih berhasil dari pejabat sebelumnya. Rencana strategis Reformasi Birokrasi Kementerian di-update sejalan dengan pelaksanaan mutasi. Mutasi yang dilakukan tidak hanya sekedar pergantian personil, tetapi adalah untuk meningkatkan kinerja Kementerian/Lembaga tersebut.

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia

Indikator sukses para pejabat senior dapat disusun setidaknya dalam empat bidang: (1) pengembangan loyalitas, (2) peningkatan efektivitas dan eisiensi, (3) cara kerja dengan pihak luar (eksternal), dan (4) cara kerja dengan pihak dalam (internal). Perubahan pada masing- masing bidang berdasarkan tiga prinsip pokok berikut.

Setiap pejabat mendasarkan tindakannya atas prinsip loyalitas, prinsip etis, serta prinsip legitimasi dan akuntabilitas. Kemudian pejabat dimaksud membangun tiga prinsip tersebut dalam entitasnya. Berdasarkan prinsip loyalitas, setiap pejabat berjuang untuk mencapai hasil yang diinginkan atasannya. Tujuan yang diutamakan, bukan untuk sekedar mengikuti perintah atasan, bukan asal bapak senang. Tentu saja loyalitas yang dimaksudkan bukanlah loyalitas kepada pribadi atasan, tetapi loyalitas terhadap visi dan misi lembaga dalam pelaksanaan perubahan dan Reformasi Birokrasi.

Setiap pejabat bekerja dengan prinsip etis agar memastikan bahwa setiap keputusan dan tindakan berdasarkan nilai- nilai dan prinsip-prinsip pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance dan good public management).

Setiap pejabat bertindak berdasarkan prinsip legitimasi dan akuntabilitas, berdasarkan peraturan. Penyalahgunaan wewenang dianggap sebagai pelanggaran hukum dan berakibat pada penegakan hukum mulai dari tingkat awal sampai pada pengadilan. Setiap pejabat publik harus mempertanggungjawabkan semua penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang pada entitas yang dipimpinnya.

Sangat penting bahwa setiap pejabat melakukan suatu kebijakan atau tindakan yang semestinya harus dilakukan. Kebijakan yang diambil haruslah baik dan benar. Pejabat harus membuktikan bahwa dia berhasil mencapai kinerja yang baik dan patut.

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia