PENGARUH DUNIA DI cabang JAMBI

PENGARUH DUNIA DI JAMBI
Sebagai bagian dari Sumatera, Sriwijaya, Melayu, tentu saja Jambi dipengaruhi
berbagai pengaruh dari luar Jambi. Baik dipengaruhi berkaitan dengan kepentingan
dagang, pengaruh agama maupun pengaruh sistem pemerintahan dan sistem social
dari berbagai penjuru dunia.
Dalam berbagai catatan, ornament, perjalanan, ungkapan masyarakat, Seloko,
Tambo dan berbagai aspek kehidupan melengkapi cataan tentang pengaruh
berbagai agam da kebudayaan dunia.
Sebagai bagian dari Sumatera, pengaruh Melayu tidak dapat dielakkan di Jambi.
Secara geografis kawasan Malayu-Jambi mencakup daerah aliran sungai Batang Hari
beserta dengan anak sungai seperti Merangin, Tabir, Tebo, dan Tembesi, dan daerah
pegunungan seperti Kerinci dan Sumatra Barat.
Didalam kertagama dan prastasi, pada tahun 664-665 “Mo-lo-jeu” telah mengirim
utusan ke negeri Cina. Tahun 853 dan 871 “Champi” (Jambi) mengirim armada
dagang. Kota yang dianggap penting oleh pedagang Arab antara lain “Zabag” (Muara
Sabak). Istilah “tauke” sebagai “pengumpul barang” masih dikenal di tengah
masyarakat.
Dalam seloko di tengah masyarakat di daerah hulu Sungai Batanghari dikenal seloko
“Jika mengadap ia ke hilir, jadilah beraja ke Jambi. Jika menghadap hulu maka Beraja
ke Pagaruyung.
Namun menurut Charles Campbell melaporkan bahwa di tahun 1800 penduduk

Sungai Tenang jarang membayar upeti kepada sultan Jambi yang selayaknya terdiri
dari seekor kerbau, setahil emas, dan seratus bambu beras dari setiap kampung.
Surat-surat yang ditulis oleh temenggung sultan Jambi yang sampai sekarang masih
disimpan sebagai pusaka di Kerinci juga menunjukkan bahwa penduduk di Kerinci
tidak selalu patuh kepada perintah rajanya di Jambi
Menurut Ulu Kozok didalam bukunya “Kitab Undang-undang Tanjung Tanah” Muara
Jambi tetap menjadi pelabuhan tempat armada perdagangan Malayu berpangkal,
tetapi Malayu tidak lagi menguasai Selat Malaka dan hanya menjadi salah satu dari
berbagai pemain dalam perdagangan antarpulau dan antarbangsa1
Di sisi yang lain De Casparis tentu benar bila ia menolak bahwa Malayu takluk pada
Jawa. “Mungkin sekali Adityawarman mengakui kewibawaan negara Madjapahit,
tetapi hal itu tidak ternyata dari prasastinya, yang tidak pernah menyebutkan
ketergantungan Adityawarman dari Majapahit: nama pulau Jawa pun belum
ditemukan dalam prasastiprasasti raja itu” .

1 Ulu Rozak, Hal. 22

Menurut McKinnon “Apa yang sesungguhnya terjadi tidak jelas, tetapi data arkeologi
mengesankan bahwa sebagian besar situs di pantai timur Sumatra, termasuk Pulau
Kompei dan Kota Cina di Sumatra Utara, serta Muara Jambi, Muara

Kumpeh Hilir, dan Koto Kandis yang terletak di tepi Batang Hari, dimusnahkan atau
ditinggalkan oleh penduduknya pada akhir abad ke- 14, merupakan akibat langsung
dari politik imperialis Majapahit di perairan Selat Malaka2
Jambi juga dipengaruhi Palembang. Dalam karya “To Live as Brothers” ahli sejarah
Barbara Andaya telah melukiskan dengan sangat teliti betapa rumitnya hubungan
antara kedua wilayah yang paling berpengaruh di Sumatra bagian selatan, yaitu
Jambi dan Palembang.
Di dalam studinya yang mencakup abad ke-17 dan ke-18 Andaya dapat
mengandalkan sumber dari arsip VOC. Tampaknya cukup jelas bahwa kedua saudara
tersebut sudah berabad-abad bersaing secara sangat gigih. Kedua saudara tersebut
selalu bersaing untuk memanfaatkan posisi strategis kedua wilayah tersebut dalam
menguasai Selat Malaka dan arus perdagangannya. Rupa-rupanya Palembang sering
dapat mengungguli Jambi dalam persaingannya sehingga Sriwijaya selalu dikaitkan
dengan Palembang sebagai pusat kerajaannya mulaidari abad ke-7 sampai dengan
abad ke-11. Pada tahun 1025 Rajendra Chola yang memerintah kerajaan Koromandel
di India menyerang pusat-pusat perdagangan di Selat Malaka. Ekspedisi militer ini
merupakan pukulan dahsyat bagi Sriwijaya, dan memberi kesempatan kepada Malayu
(Jambi) untuk bangkit kembali. Walaupun Malayu telah berhasil menyingkirkan
Palembang, perubahan yang terjadi antara abad ke-11 dan abad ke-13 yang
terutama menyangkut pola perdagangan di Asia Tenggara tidak terlalu

menguntungkan bagi Malayu yang tidak pernah dapat meraih kembali status yang
pernah dipegang oleh Palembang sebagai penguasa mutlak di kawasan Selat Malaka3.
Masa periode selanjutnya, Majapahit yang berkuasa setelah runtuhnya Sriwijaya.
Didalam Negara Kartagama, Pararaton, Kidung Hariwijaya, Kidung Ronggowale
disebutkan Majapahit kemudian mempunyai kota-kota pelabuhan seperti Tuban,
Gresik, Sedayu, Jaratan. Majapahit didukung dua sungai besar yaitu Kalibrantas dan
Bengawan Solo. Menurut Tome Pires didalam karya monumentalnya Suma Oriental
menerangkan Pedagang Muslim kemudian mengadakan hubungan dagang dengan
Majapahit
Peristiwa “penundukan” yang disebut Pamalayu itu telah ditafsirkan oleh para ahli
sejarah. Kebanyakan sejarahwan cenderung mengikuti teori yang dikemukakan oleh
Krom dalam karya Hindoe-Javaansche Geschiedenis melihat patung Amoghapasa
yang ditemukan di Pulau Punjung4. Dalam sejarah dikenal dengan Ekspedisi
Pamalayu.
2 (McKinnon, 1984:65).
3 Ulu Rozak, Hal. 12
4 Ulu Rozak, Hal. 12

Berbeda dengan C.C. Berg yang menginterpretasi Pamalayu sebagai bagian untuk
menyatukan Nusantara (pulau-pulau di luar Jawa) agar bersama-sama dapat

menghadapi ancaman dari kaisar Mongol Kublai Khan. Dengan demikian Berg
menginterpretasikan Pamalayu sebagai “perjanjian dengan Malayu untuk
membentuk persekutuan melawan agresi dinasti Mongol. Teori Berg belakangan ini
juga didukung oleh De Casparis.
Di sisi yang lain De Casparis tentu benar bila ia menolak bahwa Malayu takluk pada
Jawa: “Mungkin sekali Adityawarman mengakui kewibawaan negara Madjapahit,
tetapi hal itu tidak ternyata dari prasastinya, yang tidak pernah menyebutkan
ketergantungan Adityawarman dari Majapahit: nama pulau Jawa pun belum
ditemukan dalam prasastiprasasti raja itu”5
Menurut cerita di berbagai tempat di daerah hulu Sungai Batanghari, di dahulu kala
ada seorang Pangeran Temenggung Kebaruh, yang dikatakan masih keturunan
Majapahit, mengunjungi Kerinci dari Muara Mesumai yang meyakinkan para raja
untuk mengakui kedaulatan Jambi. Para raja diberi hadiah berbentuk kain dan
dianugerahi dengan gelar dipati (juga disebut depati) yang berasal dari gelar Jawa
adipati6. Dipati berarti lebih daripada sekalian. Lembaga depati diperkenalkan oleh
raja Jambi lebih dari enam ratus tahun yang lalu sebagai alat untuk memerintah.
Bahkan di Marga Serampas diketahui adanya gelar “Depati Pulang Jawo, salah satu
gelar Depati di Serampas.
Istilah Depati masih ditemukan di berbagai tempat. Baik di Sarolangun, Kerinci,
Bungo maupun di Tebo. Istilah Depati tidak ditemukan di daerah Jambi Hilir. Mereka

biasa menyebut “penghulu.
Selain itu pengaruh Minangkabau Di Jambi sendiri begitu terasa. Hampir semuanya
mengaku “berasal dari Pagaruyung”. Cerita “Datuk perpatih nan sebatang” hidup di
sebagian kawasan Tebo, Bungo, Bangko hingga Sarolangun.
Bahkan di Perda No. 5 Tahun 2007 justru ditemukan kalimat “Adat bersendikan
syara'. Syara' bersendikan kitabulah. Sebuah kata yang menjadi pegangan di
masyarakat di Minangkabau.
Muchtar Agus Cholif, meyakini bahwa Orang Serampas merupakan keturunan Orang
Minangkabau. Hal ini dapat dilihat dari adanya kemiripan nilai-nilai sosial budaya
antara Serampas dengan Minangkabau.
Pendapat ini didukung oleh Ulu Rozak yang mengatakan “Selama masa
pemerintahan Adityawarman (1347-1377) kerajaan Malayu mengalami puncak
kejayaan. Pada saat itu kerajaan tersebut berpusat di daerah Minangkabau, dan
5 (Casparis, 1992).
6 Ulu Rozok, hal 9

diduga sudah dipindahkan ke pedalaman Sumatra pada awal abad ke-14 selama
masa pemerintahan Akarendrawarman atau malahan sebelumnya. Pemindahan ibu
kota kerajaan Malayu yang sebelumnya selalu berada di pesisir, dan timbulnya sebuah
kerajaan besar di lembah-lembah pegunungan Bukit Barisan merupakan fenomena

yang perlu dikaji lebih dalam7
Pengaruh Minangkabau merupakan Sebuah upaya penundukkan diri dari berbagai
komunitas masyarakat terhadap kebesaran Kerajaan Pagarruyung. “Penundukan
diri” bukanlah dalam artian penjajahan fisik seperti yang dianut oleh kaum kolonial.
Tapi penyerahan diri bagian dari administasi pemerintahan dengan tetap
“menghargai pelaksanaan hukum lokal dan keunikan” masing-masing tiap daerah.
Sehingga walaupun bagian dari Kerajaan pagarruyung, namum terhadap
pelaksanaan hukum mengenal denda yang berbeda setiap daerah.
Saya belum bisa memprediksi apakah “pengaruh Minangkabau” juga hidup di pesisir
Pantai Timur di Jambi. Cerita tentang Datuk Paduka Berhala maupun Rangkayo
Hitam hanyalah cerita tentang perkawinan antara Datuk Paduka Berhala dengan
Putri Selaras Pinang Masak dari Pagaruyung. Namun tidak tegas menyebutkan
kerajaan Jambi merupakan wilayah kekuasaan Pagaruyung.
Namun menurut Watson Andaya, berbagai dokumen hanya menunjukkan wilayah
Pagaruyung hanya bisa mendukung Margo Koto VII dan Margo Kota IX (Tebo) yang
berlatar belakang Minangkabau. Orang Minangkabau berpindah ke selatan pada
abad Ke 17 atau sesudahnya dan kemudian menyatakan diri tunduk kepada bathin
dengan menyatakan diri sebagai penghulu. Kelompok bathin migran menetap di
Rawas di perbatasan Jambi dan Palembang.
Dokumen ini juga bisa dilihat dalam geografi dimana wilayah Minangkabau dibagi

menjadi tiga. Darek (darat), Rantau dan Pesisia (Pesisir). Darek adalah daerah tinggi
diantara pegunungan diantaranya Gunung Singgalang dan Gunung Merapi. Darek
dibagi 3 (luhak nan tigo). Luhak tanah datar, luhak Agam dan Luhak 50 Koto yang
terdiri luhak, ranah dan Lareh. Maninjau termasuk kedalam Luhak Agam. Rantau
adalah daerah diluar Luhak nan tigo. Menyusuri Sungai seperti Rokan, Siak, Kampar,
Kuantan/Indragiri dan Batanghari. Biasa disebut juga Minangkabau Timur atau
“ikua rantau (Ekor rantau). Sehingga “ikua rantau” dilihat dari menyusuri Sungai
Batanghari.
Ketika runtuh Sriwijaya dan Majapahit, Selat Malaka yang merupakan jalur
perdagangan internasional menarik perhatian kerajaan kecil di sepanjang pesisir
Timur Sumatera. Dalam berbagai literature disebutkan, Jambi kemudian
ditempatkan dan menjadi bahan kajian sejarah. Penamaan Kata-kata seperti Midden
Sumatera (Sumatera Tengah) sering diulas oleh P.J. Veth dalam karya berserinya
seperti Aardrijksundige Beschrijving, Reisverhaal, Naturlijke historie, Volkbeschrijving,
atau von Alfred Maab menuliskan istilah “Durch Zentral-Sumatra” dalam catatan
7 Ulu Rozak, Hal. 10

koleksi Etnografi ataupun “oostkust van Sumatera” sebagaimana sering dituliskan
berbagai sarjana Belanda seperti A. F. Van Blommestein, dan“East Coast of Sumatera”
dapat kita temukan dalam karya A. V. ROS membuat posisi strategis Selat Malaka dan

menempatkan Jambi.
Sementara kerajaan Malaka menjadi kerajaan besar dengan didukung hubungan
baik dengan Kerajaan Samudra pasai pada abad XV 8. Menurut Barbara Watson
Andaya9, kebesaran Malaka, yaitu adanya undang-undang yang cukup rapi dan
administrasi sebagai rencana lama pelayaran, keadilan Raja Malaka yang lebih suka
di Malaka daripada berburu sehingga dapat menyelesaikan persoalan pelayaran,
Bahkan didalam Buku Meilink-Roelofsz “Asian Trade and Europan Influence – 1500
– 1630 “ disebutkan “Kerajaan kecil di pedalaman seperti di Tungkal juga
mengadakan hubungan dagang dengan membawa hasil pertanian dan membeli
barang bernilai tinggi. Malaka kemudian ditaklukan Portugis tahun 1511 M.
Menurut Fachruddin Saudagar “Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511,
telah membawah dampak kemerosotan dan merubah pelabuhan Malaka menjadi
bandar yang ditinggalkan pedagangnya. Jatuhnya Malaka telah membawa perubahan
mendasar terhadap konstelasi politik dan perdagangan di kawasan perairan selat
Malaka.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, maka Johor muncul sebagai bandar penting di
selat Malaka. Pada awal abad 17 antara Jambi dan Johor terjadi persaingan
hegemoni menguasai jalan perdagangan di laut. Dalam kondisi persaingan ini maka
pihak Inggris, Belanda, dan Portugis mulai ingin ikut campur tangan dalam urusan
politik.

Perang tidak dapat dihindarkan yaitu perang terbuka antara Jambi dengan Johor
berlangsung lebih kurang 14 tahun lamanya sejak tahun 1667 – 1681 M (4 kali
perang). Perang Jambi-Johor ke IV tahun 1680 – 1681 M.
Dalam perang terakhir, Jambi yang dibantu Belanda dengan berbagai macam
perlengkapan militer dan dana kemudian menghadapi perlawanan Johor dibantu
Palembang dan Daeng Mangika menyerang Jambi. Johor berhasil dikalahkan.
Belanda kemudian semakin menanjabkan kukunya di Jambi.
Jambi selain dipengaruhi perdagangan dalam alur Selat Malaka, bergantiannya
sistem pemerintahan juga dipengaruhi agama. Sebelum kedatangan Islam (banyak
versi. Ada menyebut kedatangan Islam abad XII. Namun ada yang menyebutkan abad
XVII), pengaruh Budha dan Hindu mendominasi kehidupan masyarakat.

8 Sejarah Melayu, Laporan Tome Pires
9 History of Malaysia

Selama berabad-abad ibukota Malayu terletak di Muara Jambi, sebuah kompleks
ritual-politik dengan jumlah penduduk yang lumayan besar. Schnittger
“menyebutkan “sebuah kota yang besar, barangkali lebih besar dari Palembang” 10
Bahkan McKinnon menambahkan bahwa “situs Muara Jambi barangkali merupakan
situs yang terbesar dan paling penting di Sumatra”11

Selain itu juga terdapat Pelabuhan di Muara Sabak/koto Kandis yang ramai dari
abad XII – XIV 12
Dalam F. J. Tideman dan P. L. F. Sigar, menyebutkan “Masyarakat hukum yang
bermukim di Jambi Hulu, yaitu Onderafdeeling Muarabungo, Bungo, Sarolangun dan
sebagian dari Muara Tebo dan Muara Tembesi13. mengenal Teluk sakti. Rantau betuah,
Gunung Bedewo atau Rimbo sunyi yang dikenal dengan seloko “Tempat siamang
beruang putih, Tempat ungko berebut tangis, rimba keramat, rimbo puyang, rimbo
ganuh.
Kata-kata seperti Teluk sakti. Rantau betuah, Gunung Bedewo atau Rimbo sunyi yang
dikenal dengan seloko “Tempat siamang beruang putih, Tempat ungko berebut
tangis, rimba keramat, rimbo puyang, rimbo ganuh mempunyai pengaruh yang kuat
dari ajaran Hindu Spritualitas Upanishad 14.
Dalam tradisi intelektual India, Upanishad 15 dihubungkan dengna gerakan yang
ingin melakukan reinterpretasi atau reformasi kehidupan religius. Paham ini
kemudian menempatkan dalam monistik. Termasuk dalam perkembangan
kehidupan sosial keagamaan yang menempatkan tidak semata-mata milik kelompok
elite tertentu. Tujuan utama Upanishad bukanlah mengajarkan kebenaran filsafat
melainkan kedamaian dan kebebasan.
Dengan demikian maka Teluk sakti. Rantau betuah, Gunung Bedewo atau Rimbo
sunyi yang dikenal dengan seloko “Tempat siamang beruang putih, Tempat ungko

berebut tangis, rimba keramat, rimbo puyang, rimbo ganuh hanyalah tempat dan
bentuk penghormatan manusia kepada Tuhan. Aristoteles menyebutkannya
10 (Schnitger, 1937:6).
11 (McKinnon, 1984:60).
12 Atmodjo, 1997; McKinnon, 1984).
13 F. J. Tideman dan P. L. F. Sigar, Djambi, Kolonial Institutut, Amsterdam, 1938
14 Lihat Filsafat Timur – Sebuah pergulatan Menuju Manusia Paripurna, Ach. Dhofir Zuhri,
Madani, 2013, Surabaya, Hal. 47
15 Upanishab mempunyai pengaruh sistematika filsafat, agama, kebudayaan dan kehidupan
umat manusia selama beberapa milenium. Denyut dapat dilihat dari penyebaran agama Hindu di
Tibet, Thailand, Tiongkok, Indonesia dan negara-negara Indo China. Konsep “membantu sesama
manusia sejatinya memuja Tuhan” telah menempatkan kitab Upanishab tentang pandangan tentang
realitas yang menjawab ilmiah, filsafat dan agama manusia. Paparan ini telah diuraikan oleh Renada,
A. Constructive of Unasibhadic Philosophy.

“hylemorfisme”16. Sedangkan Islam sendiri menyebutkannya “Zuhud”, yakni
menjalani kehidupan dunia secara sederhana pengaturan yang bertujuan untuk
akherat (aspek eksatologis/ukhrawi)
Pengaruh periode terakhir datangnya agama Islam. Tidak ada kesepakatan di antara
para sejarawan tentang kapan sebenarnya Islam mulai masuk dan menyebar di
dunia Melayu. Teori yang ada bisa dibagi ke dalam dua kategori. Ada yang
mengatakan kedatangan Islam adalah awal abad Pertama Hijriah (abad 7 )17. Teori
kedua mengatakan kedatangan Islam dimulai di abad 13. 18 Teori pertama
didasarkan pada catatan Tionghoa dari Dinasti T’ang yang menyebutkan sejumlah
orang dari Ta-shih19 yang membatalkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho-ling
di bawah rezim Ratu Sima (674 M).
Kedatangan Islam sejak abad ke 7 dan ke 8 dipicu perkembangan dagang laut antara
bagian timur dan barat Asia. Terutama setelah kemunculan dan perkembangan tiga
dinasti kuat, yaitu Kekhalifahan Umayah (660-749 M), Dinasti T’ang (618-907 M),
dan kerajaan Sriwijaya (7-14M).
Teori kedua tentang kedatangan Islam pertama kali ke Indonesia pada awal 13
disampaikan oleh Snouck Hurgronje dengan menghubungkan penyerangan dan
pendudukan Baghdad oleh Raja Mongol, Hulagu pada tahun 1258 m20.
Sejak itu proses islamisasi terjadi. Hingga berdiri Kerajaan Muslim pada abad 13,
Samudra Pasai21. Pertumbuhan kerajaan Muslim dimulai di Malaka pada awal abad
15. Perkembangan ini kemudian hingga ke Jawa, Maluku hingga ke Patani (bagian
utara Malaysia) dan bagian Selatan Thailand22.
Proses Islamisasi terjadi lewat jaringan yang beragam yang menguntungkan masingmasing pihak. Baik bagi orang Muslim yang datang menyebarkan Islam ke berbagai
tempat di dunia Melayu dan bagi orang yang menerima atau beralih ke Islam di
16Ach. Dhofir Zuhri, Op.cit. Hal. 57
17 W.P Groeneveldt, T.W Arnold, Syed Naguib Al-Attas, George Fadlo Hourani, J.C.van Leur, Hamka,
Uka Tjandrasasmita.
18 Snouck Hurgronje, J/P. Moquette, R.A Kern, Agus Salim
19 Kata Ta-sih diidentifikasi oleh Groeneveldt sebagai “orang-orang Arab” yang menetap di Pantai
Barat Sumatera. Lihat Hal. 12
20 J.P Moquette berdasarkan temuan arkeologis, yaitu batu nisan Sultan Malik As-Salih yang
meninggal 1297 M, di Gampong Samudra, Lhokseumawe. Mooquette memperkuat dengan catatan
Marco Polo yang mengunjungi Perlak dan tempat lain. Dengan demikian Mouqette menyimpulkan
kedatangan Islam pertama di Samudra 1270-1275 M
21 Pendirian kerajaan Samudra Pasai juga dipengaruhi dengan semakin melemahnya Kerajaan
Sriwijaya (abad 12-13 M), dan tekanan Kerajaan Singasari yang mengirimkan Ekspedisi Pamalayu
(1275 M) ke Sumatera. Sriwijaya tidak mampu lagu mengontrol rute perdagangan internasional di
Selat Malaka.
22 Data historis menyebutkan Samudra Pasai yang terletak strategis dalam rute perdagangan di
sekitar Malaka memiliki peran penting dalam penyebaran Islam dan proses sejumlah wilayah seperti
Malaka, Patani, Jawa dan tentu saja Melayu. Lihat Uka Tjandrasasmita.

daerahnya. Proses ini dilakukan melalui jalur yang beragam. Seperti perdagangan,
birokrasi, pendidikan, sufisme, seni, perkawinan 23.
Dengan demikian, maka kedatangan islam ke beberapa pantai di dunia Melayu
mengikuti rute pelayaran dan perdagangan dari Arab-Persia-India-dunia MelayuTiongkok.
Ornamen masuknya Islam di Jambi dimulai dari pesisir Timur. Cerita Datuk Paduka
Berhalo dan Rangkayo Hitam masih hidup dan dianggap sebagai Raja yang
menganut agama Islam. Datuk Paduka Berhala dan Rangkayo Hitam merupakan Raja
yang berkuasa di jalur perdagangan Selat Malaka. Posisi Jambi, Muara Zabag dan
Pulau Berhala dalam lintasan selat Malaka membuat posisi keduanya begitu penting
(abad 12-18 M24).
Posisi pelabuhan di selat Malaka menyebabkan adanya pembagian kekuasaan.
Pemerintahan di kota Bandar diserahkan kepada putra-putra Sultan yang
berkedudukan sebagai Tumenggung atau Adipati. Kota ini menghasilkan seperti
lada, kapur barus, gaharu, madu, lilin, pinang, emas dan kemudian diekspor.
Sedangkan komoditas impor seperti, kain berwarna putih seperti belacu, drill, dan
keramik dari Tiongkok.
Kesultanan di Selat Malaka mempunyai posisi penting dalam jalur perdagangan
internasional dari berbagai bangsa lain seperti Tiongkok, India, Jepang dan Eropa.
Kontrol terhadap selat Malaka dilakukan oleh Portugis pada abad XV.
Walaupun kedatangan Belanda melalui VOC yang ingin menguasai nusantara, namun
kejatuhan Raja-raja yang mempunyai DAS seperti Jambi dan Palembang, baru jatuh
setelah awal abad 20. Dimulai dari kesultanan Aceh Darussalam, Jambi dan
Palembang.
Islam kemudian berkembang dan menyumbang berbagai perkembangan sastra dan
tulis menulis yang ditandai denganarab Melayu).
Dengan demikian, tidak dapat ditentukan dengan pasti, dari Negara mana muslim
datang dan bersentuhan dengan wilayah di Melayu. Yang pasti, kedatangan Mulsim
yang datang dan menyebarkan islam kepada masyarakat berasal dari Arab, Persia,
India atau bisa saja Tiongkok. Mereka bermula sebagai pedagang, mubaligh atau
pengajar agama dan kaum sufi. Dan kemudian ditambah dengan pelopor dari
masyarakat yang kemudian menyebarkan islam setelah mendapatkan pendidikan di
berbagai tempat seperti pesantren di jawa dan sekolah agama di Mekkah.
23 Perkawinan silang terjadi antara putri kerajaan dengan pedagang Muslim. Dalam babad Tanah
Jawi disebutkan perkawinan antara Putri Campa dengan Raja Majapahit, Brawijaya. Maulana Ishak
menikahi putri Raja Blambangan yang kemudian melahirkan Sunan Giri. Babad Cerbon juga
menyebutkan perkawinan antara Sunan Gunung Jati dengan Putri Kawung Anten.
24 Sejarah nasional Indonesia III,

Namun menurut catatan Tiongkok, Pie Hu Lu tahun 875 M, adanya kedatangan Tasih dan Po-Sse ke Chan Pei untuk membeli pinang pada awal abad IX M.
Posisi tokoh agama kemudian diwujudkan dalam prinsip “adat bersendikan syara’.
Syara’ bersendikan kitabbulah. Tokoh agamapun kemudian memasuki struktur
social yang ditandai dengan tiga tali sepilin yaitu Pemimpin, tokoh adat dan tokoh
agama (alim ulama).
Sedangkan menurut
Struktur masyarakat ilir cenderung lebih berlapis dengan seorang raja atau sultan
sebagai kepala kerajaan, dan golongan elit yang dekat dengan pusat kekuasaan.
Masyarakat ilir sangat berfokus pada dunia luar dan dengan mudah menyerap unsur
kebudayaan
asing
seperti
dari
Eropa,
India,
Jawa,
Timur
Tengah, dan Tiongkok. Karena perdaganganinternasional baik di negara-negara
Arab, maupun di India dan di Tiongkok didominasi oleh saudagar yang beragama
Islam maka masyarakat ilir pun lebih dulu memeluk agama Islam, suatu proses yang
sudah
mulai
sejak
abad
kedua
belas
dan
mencapai
puncak
25
pada abad kelima belas .
Hipotesis ini mudah ditemukan di lapangan. Masyarakat di Hulu Batanghari seperti
Bangko, Sarolangun maupun Marga Sumay walaupun sudah beragama Islam, maka
masih menganut penghormatan kepada nenek moyang. Seloko seperti “rimbo
ganuh, rimbo sunyi, Teluk sakti rantau betuah gunung bedewo”meruapakan
konfirmasi terhadap hipotesis yang disamapaikan oleh Ulu Kozok. Sedangkan di
daerah hilir, walaupun mereka berikrar sebagai Tumenggung Bujang Pejantan
namun hampir praktis setiap kehidupan sudah terpengaruh Islam.
Islam kemudian Memperkaya dan mempertegas identitas bahkan merawat
kekerabatan (Tambo).

25 Kozok, U., (2004), The Tanjung Tanah code of law: The oldest extant Malay manuscript, Cambridge:
St Catharine's College and the University Press, Hal. 5