KONSEP DAN STRATEGI PENGADAAN PERUMAHAN

KONSEP DAN STRATEGI PENGADAAN PERUMAHAN YANG
LAYAK DAN TERJANGKAU BAGI PEKERJA SEKTOR FORMAL DI
SEKITAR LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO KOTA
SEMARANG DITINJAU DARI ASPEK:
PENGADAAN LAHAN
Novi Yanti 21040113120048
1. PENDAHULUAN:
Kecamatan Tembalang berdasarkan RDTRK Kota Semarang Tahun 2000-2010 meruapakan
Bagian Wilayah Kota VI yang terdiri dari 12 kelurahan dengan luas total 4.420,057 Ha.
Fungsi dari BWK VI adalah sebagai permukiman, perguruan tinggi, perdagangan dan jasa,
perkantoran, campuran perdagangan dan jasa, permukiman serta sebagai konservasi.
Dengan adanya perguruan tinggi di Kecamatan Tembalang yaitu Universitas Diponegoro
yang termasuk perguruan terbesar di Indonesia mendorong permintaan akan hunian bagi
mahasiswa maupun pekerja baik dari sektor formal dan informal di sekitar lingkungan
Universitas Diponegoro. Banyaknya permintaan hunian tanpa dibarengi perencanaan
mengakibatkan tumbuhnya perumahan dalam bentuk kos-kosan yang tidak teratur. Selain
itu, karena sifat lahan yang tetap (terbatas) maka lahan di dekat Universitas Diponegoro
memiliki harga jual yang semakin tinggi. Terbatasnya lahan, tingginya harga lahan, serta
kebutuhan akan tempat tinggal yang tetap meningkat menjadi alasan pembangunan
perumahan baru yang ditunjukkan kepada pekerja sektor formal di kawasan Universitas
Diponegoro yang letaknya dalam radius 10 km dari Universitas Diponegoro.

Kecamatan Banyumanik yang termasuk kedalam Bagian Wilayah Kota VII merupakan
kecamatan yang bersebelahan dengan Kecamatan Tembalang dan merupakan kecamatan
yang berfungsi sebagai permukiman, perkantoran, perdagangan dan jasa, kawasan khusus
militer, campuran perdagangan dan jasa permukiman, konservasi, dan transportasi
menurut RDTRK Kota Semarang Tahun 2000-2010. Kecamatan Banyumanik ini merupakan
Kecamatan yang berada di paling selatan Kota Semarang dan berbatasan langsung dengan
Kabupaten Ungaran. Pembangunan perumahan baru yang direncanakan akan berada di
salah satu kelurahan di Kecamatan Banyumanik ini dengan mengusung konsep
perumahan yang layak huni dan terjangkau bagi pekerja sektor di sekitar Univeristas
Diponegoro.
2. TINJAUAN PUSTAKA:
a. Pengadaan Lahan
Peraturan yang membahas mengenai pengadaan lahan ada dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum, Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Sedangkan peraturan teknisnya dapat dilihat pada Peraturan Kepala BPN RI Nomor 5
Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Tanah dan Peraturan Menteri
Keuangan RI Nomor 13 tentang Biaya Oprasional dan Biaya Pendukung


1

Penyelenggaran Pengadaan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang
bersumber dari Anggaran Pendapatand an Belanja Negara.
Pengertian dari pengadaan lahan/tanah yang tertuang pada Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2012 ialah kegatan menyediakan tanah dnegan cara memberi ganti kerugian
yang layak dan adil kepada pihak yang berhak (pihak yang menguasai atau memiliki
obyek pengadaan tanah). Terdapat empat tahapan dalam pengadaan tanah menurut
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 adalah tahap perencanaan, tahap persiapan,
tahap pelaksanaan, dan penyerahan hasil.
b. Lisiba Berdiri Sendiri
Pengertian lingkungan siap bangun (lisiba) berdiri sendiri menurut Permenpera Nomor
32 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap
Bangun yang Berdiri Sendiri adalah sebdang tanah yang telah dipersiapkan dan
dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan
pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan
lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang, yang dikelilingi oleh lingkungan
perumahan yang sudah terbagun atau dikelilingi oleh kawasan dengan fungsi-fungsi
lain, dan bukan merupakan bagian dari kasiba.
3. PERMASALAHAN:

Metode yang dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang sedang dikaji terkait
pengadaan lahan adalah dengan kuesioner, observasi dan wawancara. Kuesioner
dilakukan untuk mengetahui karakteristik calon penghuni mengenai hunian yang
diharapkan terkait pengadaan lahannya. Observasi dilakukan untuk mencari lahan tidur
di sekitar Universitas Diponegoro dalam radius 10 km sebagai lokasi perencanaan
perumahaan. Sedangkan Wawacara untuk mengetahui harga lahan tidur yang akan
menjadi preferensi lokasi perencanaan perumahan. Dari ketiga metode tersebut didapat
permasalahan terkait pengadaan lahan adalah lahan yang berada di sekitar Universitas
Diponegoro terbatas dan memiliki harga yang tinggi, sehingga banyak dari pekerja formal
Univeristas Dipongeoro bertempat tinggal di rumah kos sewa yang tidak layak dihuni
untuk keluarga (bagi yang bekeluarga).
4. KONSEP dan STRATEGI PEMECAHAN MASALAH:
Konsep dalam pembangunan perumahan yang rencanakan adalah dengan PPCP atau
Public Privat Community Partnership yang melibatkan sektor publik (pemerintah), sektor
swasta, dan masyarakat. Dalam hal pengadaan lahan maka itu adalah tanggungjawab
pemerintah yaitu Pemerintah Kota Semarang. Dalam aspek pengadaan lahan dilakukan
pendekatan berupa penyediaan lisba berdiri sendiri. Pemerintah Kota Semarang sebagai
stakeholder publik memberikan modal dalam pembangunan perumahan berupa
lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri. Hal tersebut sesuai dengan kasus dari
perencanaan perumahan ini karena lahan tanah yang menjadi lokasi perencanaan

merupakan lahan kosong yang berada di antara perumahan dan permukiman di
Kelurahan Gedawang, Kecamatan Banyumanik.

2

Sebelum menjadi lisiba yang maka diperlukan proses pengadaan lahan dan penyediaan
tanah untuk perumahan tersebut yaitu kegiatan pemenuhan kebutuhan tanah untuk
perumahan dan permukiman melalui penyelenggaraan pengelolaan lisiba yang berdiri
sendiri. Karena dalam hal ini, lahan/tanah yang akan menjadi lokasi perencanaan
merupakan lahan perorangan dan bukan calon penghuni perumahan maka diperlukan
pembebasan lahan yang semula dari perorangan menjadi milik pemerintah yaitu
Pemerintah Kota Semarang.
Dalam pengadaan tanah tersebut memiliki asas musyawarah dimana pemerintah dan
para pemilik tanah berdiskusi mengenai ganti rugi atas keperpindahan kepemilikan hak
tanah tersebut. Biasanya keempat tahapan pengadaan tanah tersebut membutuhkan 312
hari dengan catatan tidak ada perlawanan dari masyarakat setempat sedangkan jika
terjadi kendala dapat mencapai 552 hari. Tahap perencanaan dilakukan antara instansi
yang memerlukan tanah yaitu Pemerintah Kota Semarang dengan pemilik tanah denan
melakukan sosialiasi dengan limit waktu 69 hari dan terdapat masa perpanjangan sampai
menemukan kesepakatan selama 30 hari. Sedangkan tahap persiapan dilakukan berupa

konsultasi publik antara Pemerintah Kota Semarang dengan pemerintah provinsi.
Sedangkan penetapan nilai tanah dilakukan pada tahap pelaksanaan sedangkan tahap
keempat merupakan penyerahan hasil kepada BPN.
Setelah lahan lokasi perencaaan menjadi milik Pemerintah Kota Semarang, Pemerintah
Kota Semarang dengan instansi terkaitnya bermitra dengan pihak swasta/badan usaha
untuk membangun sarana prasarana lingkungan agar lahan tersebut siap menjadi
lingkungan siap bangun. Dengan adanya pendekatan pengadaan lahan dengan lisiba
dalam pembangunan perumahan akan meringankan masyarakat calon penghuni
perumahan yaitu masyarakat pekerja sektor formal di Universitas Diponegoro karena
biaya yang akan dikeluarkan akan semakin terjangkau oleh calon penghuni.

3