KEPENTINGAN POLITIK DALAM PENYUSUNAN APB

KEPENTINGAN POLITIK DALAM PENYUSUNAN APBN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kebijakan Finansial dan Fiskal

Disusun oleh.
Shugy Rakasiwi

135030100111109

Dina Hardiyanti

135030107111086

Ira Putri Sari

135030101111138

Rosita Adhe

135030107111038

Elfananda Istiqlalia


135030101111060

Deasy Ayu Sartika

135030101111066

PRODI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan
yang dilakukan oleh pemerintah yang harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) sebelum dilaksanakan. Setiap tahun, APBN mengalami peningkatan dan penurunan

jumlah yang digunakan untuk melaksanakan pembangunan diberbagai bidang, seperti bidang
infrastruktur, pertanian, kelautan, kehutanan dan sebagainya. APBN merupakan alat
pemerintah untuk mengelola perekonomian serta alat untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat. APBN juga merupakan alat politik bagi partai politik, karena setiap partai politik yang
memenangkan pemilu harus menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
untuk dikembangkan dan dicapai ketika memerintah. APBN merupakan rencana penerimaan
dan pengeluaran keuangan Negara selama satu tahun, APBN juga merupakan bentuk
kepercayaan rakyat terhadap pemerintah untuk mengelola keuangan Negara sehingga alokasi
dana APBN dapat diberikan dengan tepat dan menyejahterakan rakyat.
Pembicaraan mengenai masalah anggaran dihubungkan dengan kajian politik memang
masih sangat kurang dibahas oleh pakar yang membidangi kajian anggaran serta terlibat
langsung dalam proses politik anggaran. Anggaran merupakan inti dari mengelolah
manajemen pemerintahan telah mengalami banyak masalah yang berkaitan dengan proses
politik penentuan anggaran publik. Banyak kasus dalam manajemen anggaran public seperti
di Indonesia, anggaran masih dipahami sebagai aturan formal dan aturan-aturan tersebut
hanya bersifat formalitas yang berlaku dalam mengelolah anggaran public. Sehingga bisa
terbaca jelas bagaimana anggaran dirampok oleh elit-elit politik yang menguntungkan
kepentingan pribadi dan kelompok. Anggaran pada hakikatnya mampu memberikan jaminan
sosial kepada public karena anggaran tersebut adalah sesuatu yang dibutuhkan public.
Dinamika proses penentuan anggaran baik ditingkat pusat sampai pada tingkat local,

fakta berbicara di lapangan bahwa pihak elit-elit yang terlibat dalam proses politik anggaran,
yang terjadi adalah bagaimana elit politik melakukan tawar-menawar besaran anggaran
tersebut milik siapa dan kepada siapa anggaran tersebut. Lebih para lagi anggaran public
disunat serta direkayasa untuk mengisi pundi-pundi mereka. Rekayasa anggaran telah
menjadi makanan sehari-hari dalam mengelolah manajemen anggaran public baik itu
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dan tidak lama lagi pemerintah desa pun ikutikutan menikmati anggaran public yang begitu besar, pasca ditetapkan undang-undang desa.

Sekiranya optimisme itu muncul ketika terbangunnya system politik demokrasi dalam
penentuan alokasi anggaran public. Artinya proses politik anggaran baik di pusat ataupun di
daerah akan memberikan ruang kepada public untuk lebih melihat secara jelas bagaimana
dinamika politik anggaran yang demokratis. Transparansi, akuntabilitas menjadi harga mati
dalam proses politik anggaran.
Pada umumnya politik anggaran dianggap sebagai domain pemerintah sehingga
terkadang di era demokrasi pun, partisipasi public dianggap ancaman oleh pemerintah pusat
dan daerah. Cara-cara mengebiri anggaran public dalam proses politik anggaran oleh elit
politik merupakan penghianatan kepada rakyat. Kemudian dibangun dalil bahwa partisipasi
rakyat tersebut telah direpresentasikan melalui Dewan Perwakilan Rakyat serta elit
politik/eksekutif, jadi tidak perlu adanya keterlibatan public secara langsung dalam proses
penentuan anggaran. Dalil dan Penyimpangan yang terjadi seperti ini akibat dari politik
anggaran yang tidak tertata secara demokratis, maka pentingnya memperhatikan elemenelemen formulasi politik baru dalam rangka menentukan alokasi anggaran public. Relasi

kekuasaan yang telah terbangun secara demokratis ini, diharapkan dapat diatur kembali
dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi di atas segalanya agar kesejahteraan
rakyat menjadi utama demi mencapai kebaikan bersama dalam sebuah Negara. Idealnya
sebuah anggaran harus besifat desentralisasi fiscal yang transparan, akuntabilitas baik untuk
mengatur alokasi belanja pengadaan barang dan jasa public, yang semuanya itu harus diatur
secara benar. Jangan sampai tujuan penganggaran barang dan jasa public itu terkesan mubasir
oleh karena hanya tertulis di atas dokumen kebijakan anggaran seperti APBN dan APBD.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang menyebabkan konflik kepentingan dalam penyusunan APBN ?
2. Bagaimana pandangan para ahli hukum terhadap pendanaan Parpol dari APBN dan
bagaimanakah efektivitas pendanaan tersebut ?
3. Bagaimana caranya mencapai kesetaraan dalam politik anggaran ?

1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui penyebab konflik kepentingan dalam penyusunan APBN.
2. Mengetahui pandangan para ahli hukum terhadap pendanaan Parpol dari APBN dan
keefektivitasan pendanaan tersebut.
3. Mengetahui cara mencapai kesetaraan dalam politik anggaran.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Politik
Kata Politik ini berasal dari bahasa Yunani yaitu polis dan teta. Arti dari kata polis
sendiri yaitu kota atau negara sedangkan untuk kata teta yaitu urusan. Sehingga politik
merupakan

sebuah tahapan dimana untuk membentuk atau membangun posisi-posisi

kekuasaan didalam masyarakat yang berguna sebagai pengambil keputusan-keputusan yang
terkait dengan kondisi masyarakat. Sehingga hakikat politik itu sendiri merupakan sebuah
usaha untuk mengelola dan menata sistem pemerintahan untuk mewujudkan kepentingan atau
cita-cita dari suatu Negara.
Menurut Hans Kelsen, Dia mengatakan bahwa politik mempunyai dua arit, yaitu
sebagai berikut:
a. Politik sebagai etik
yakni berkenaan dengan tujuan manusia atau individu agar tetap hidup secara
sempurna.
b. Politik sebagai teknik

yakni berkenaan dengan cara (teknik) manusia atau individu untuk mencapai
tujuan.
Jika dilihat secara Etimologis yaitu kata "politik" ini masih memiliki keterkaitan
dengan kata-kata seperti "polisi" dan "kebijakan". Melihat kata "kebijakan" tadi maka
"politik" berhubungan erat dengan perilaku-perilaku yang terkait dengan suatu pembuatan
kebijakan. Sehingga "politisi" adalah orang yang mempelajari, menekuni, mempraktekkan
perilaku-perilaku didalam politik tersebut. Oleh karena itu secara garis besar definisi atau
makna dari "POLITIK" ini adalah sebuah perilaku atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan
untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan dalam tatanan Negara agar dapat merealisasikan
cita-cita Negara sesungguhnya, sehingga mampu membangun dan membentuk Negara sesuai
rules agar kebahagian bersama didalam masyarakat disebuah Negara tersebut lebih mudah
tercapai.

2.2 Partai Politik
Partai politik merupakan kelompok individu yang memiliki simbol-simbol pribadi
yang

sama.

Simbol-simbol


tersebut

diaktualisasikan

melalui

simbol-simbol

yang

dikonstruksikan ke dalam simbol-simbol kekuasaan. Kehadiran partai politik sebagai
cerminan bahwa hak hak asasi manusia mendapat tempat terhormat, terutama hak
berkomunikasi yaitu hak menyatakan pendapat, ide atau gagasan bersarkan nilai-nilai yang
dimiliki oleh kelompok. Menurut Miriam Budiarjo, Pengertian Partai Politik adalah suatu
kelompok yang terorganisasi dimana anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-nilai dan
cita-cita yang sama. Tujuan dari kelompok ini yaitu untuk memperoleh kekuasaan politik
(biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanan mereka.
Adapun fungsi partai politik, maka Fungsi partai politik dalam negara demokrasi,
sebagai berikut :

(1) Fungsi partai politik sebagai sarana komunikasi politik, proses komunikai berlangsung
bersifat dua arah artinya bahwa komunikasi berlangsung dari atas ke bawah melalui jalur
formal dari bawah ke atas yang berupa feedback, respons.
(2) Fungsi partai politik sebagai jembatan yang menghubungkan antara mereka yang
memerintah dengan mereka yang diperintah dalam posisi sebagai komunikan atau sebagai
komunikator infrastruktur.
Fungsi partai politik sebagai jembatan merupakan fungsi yang sangat penting, karena
di satu pihak kebijaksanaan pemerintah perlu dijelaskan kepada seluruh lapisan masyarakat
dan di pihak lain pemerintah harus tanggap terhadap tuntutan masyarakat. Fungsi partai
politik lainnya yaitu sebagai sarana rekruitmen. Fungsi partai politik ini adalah untuk mencari
anggota baru agar dapat berperan serta dalam proses politik. Dengan fungsi rekruitmen ini
membuka kesempatan bagi warga negara untuk turut aktif dalam bidang politik. Adanya
rekruitmen dapat menjamin keberadaan dan kelangsungan hdup partai sekaligus merupakan
salah satu cara untuk menyeleksi calon-calon pemimpin. Fungsi partai politik yang terakhir
yaitu sebagai pengatur konflik dalam masyarakat majemuk atau masyarakat pluralis, maka
kecenderungan ke arah konflik sangat memungkinkan. Pada kondisi semacam ini maka
fungsi partai politik sedikitnya meminimalkan kecenderungan tersebut melalui aktivitas
partai atau melalui rekruitmen untuk menjadi anggora partai. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa kehadiran partai politik sebagai lembaga infrastruktur merupakan
lembaga yang dapat mewarnai tatanan politik dan pengurusan berlangsungnya proses

komunikai politik, terutama dalam memformulasikan simbol-simbol yang ada pada
masyarakat sebagai input bagi elit suprastruktur.

2.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Pengertian APBN dalam buku ekonomi yang mengatakan bahwa Pengertian APBN
adalah suatu daftar yang memuat rencana seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah
dalam rangka mencapai tujuannya. APBN biasanya disusun untuk 1 tahun anggaran.
Landasan Hukum APBN adalah pasal 23 ayat 1 UUD 1945 yang isinya "tiap-tiap tahun
APBN ditetapkan dengan undang-undang. Apabila DPR tidak menyetujui anggaran yang
diusulkan pemerintah maka pemerintah memakai anggaran tahun lalu".
Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam kegiatan perekonomian
Indonesia dijelaskan sebagai berikut:
a. Fungsi Alokasi: APBN merupakan sarana bagi negara untuk mengumpulkan dana
dari masyarakat, misalnya dalam bentuk pajak dan menggunakannya untuk
pembiayaan pembangunan serta mengalokasikannya sesuai dengan sasaran yang
dituju. Dengan adanya APBN, pemerintah dapat melakukan proyeksi ke mana dana
akan dialokasikan. Sebagai contoh digunakannya dana untuk pembangunan dan
perbaikan jalan, jembatan, sekolah serta sarana-sarana lainnya. Proses alokasi APBN
nantinya juga akan memengaruhi struktur produksi dan ketersediaan lapangan kerja.
Jadi Fungsi Alokasi adalah Anggaran negara diarahkan untuk mengurangi

penganguran dan juga berfungsi untuk mengurangi pemborosan sumber daya dengan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian dimana alokasi terbut bersifat
umum, misalnya pembuatan jembatan, tanggul, jalan, perbaikan jalan.
b. Fungsi Distribusi: Dalam APBN penerimaan negara yang diperoleh dari berbagai
sumber digunakan kembali untuk membiayai pengeluaran negara di berbagai sektor
pembangunan melalui departemen-departemen yang terkait. Pengeluaran ini
digunakan untuk kepentingan umum yang didistribusikan dalam wujud subsidi,
premi, dan dana pensiun. Jadi Fungsi Distribusi adalah pengeluaran negara yang
digunakan untuk kepentingan atas dasar kemanusian, bantuan contohnya : dana
pensiun, subsidi, premi.
c. Fungsi Stabilisasi: Dalam penyusunan APBN, diupayakan adanya peningkatan
jumlah pendapatan dari tahun ke tahun, untuk perlu dibuat sebuah kebijakan yang
mampu memacu pendapatan negara. Salah satu contohnya adalah kebijakan anggaran
defisit. Dalam kebijakan ini pos pengeluaran lebih besar dari pos penerimaan. Dengan
kata lain APBN merupakan acuan bagi pemerintah dalam melaksanakan
pembangunan yang diharapkan dapat menjaga kestabilan arus uang dan arus barang,
sehingga dapat mencegah terjadinya inflasi maupun deflasi yang akan berakibat pada

kelesuan ekonomi (resesi). Jadi Fungsi Stabilisasi adalah menjaga, memelihara dan
menstabilkan anggaran negara terhadap pendapatan dan pengeluaran sesuai dengan

telah direncanakan dalam APBN. Adapun fungus dari APBN antara lain:
d. Fungsi

Pengawasan:

Fungsi

pengawasan

berarti

setiap

penyelenggaraan

pemerintahan negara sesuai dengan yang ditetapkan dan sesuai dalam anggaran
negara.
e. Fungsi Perencanaan: Fungsi perencanaan artinya anggaran negara berfungsi
mengatur setiap kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
f. Fungsi Otorisasi: Fungsi otorisasi artinya anggaran negara merupakan dasar dalam
melaksanakan pendapatan dan belanja negara pada tahun tersebut.
Adapun tujuan secara umum dari penyusunan APBN sebagai berikut:
a. Memelihara stabilitas ekonomi dan mencegah terjadinya anggaran defisit.
b. Sebagai pedoman dalam penerimaan dan pengeluaran negara dalam rangka
pelaksanaan kegiatan kenegaraan dan peningkatan kesempatan kerja yang
diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran masyarakat.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Konflik Kepentingan Dalam Penyusuan APBN
Pemahaman akan hubungan yang sangat erat antara ekonomi dengan politik akan
sangat berguna sekali dalam memahami akar permasalahan negara yang sebenarnya tidak
jauh dari persoalan ekonomi dan politik. Pemahaman tentang hal ini saya kira akan sangat
berguna untuk meredam atau paling tidak mengurangi skala perdebatan di antara beberapa
elemen negara ketika muncul kebijakan baru, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun
DPR. Sebagai contoh, berdasarkan pengalaman ketika pemerintah menelurkan kebijakan
ekonomi, maka akan selalu terjadi konroversi antara ekonomi satu dengan ekonom lain
maupun antara ekonom dengan politisi yang pada akhirnya akan menggiring perdebatan itu
sampai pada perdebatan publik. Ketika perdebatan sudah sampai di tingkat publik, apalagi
eskalasinya semakin meningkat, tentu ini akan menyebabkan dampak yang buruk bagi iklim
sosial politik. Demonstrasi, kekerasan bahkan kerusuhan secara empirik merupakan buntut
dari perdebatan ditingkat publik tadi.
Untuk mengeliminir hal demikian, pemahaman tentang hakikat hubungan ilmu politik
(political science) dengan ilmu ekonomi (economics) harus tertanam pada benak setiap
elemen bangsa khususnya ekonom dan politikus serta masyarakat pada umumnya. Tidak
dipungkiri bahwa ekonomi dan politik memiliki hubungan yang sangat erat, sehingga ilmu
politik dan ilmu ekonomi tidak dapat dipisahkan sebagai satu bidang keilmuan. Jika dirunut
dari sejarah hal ini dapat dibuktikan bahwa ilmu politik dan ilmu ekonomi pernah masuk
dalam satu bidang ilmu tersendiri yaitu ekonomi politik (political economy). Dengan
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, ilmu tersebut kemudian memisahkan diri
menjadi dua lapangan yang mengkhususkan perhatian terhadap tingkah laku manusia yang
berbeda-beda: ilmu politik (Political science) dan ilmu ekonomi (economics). Akan tetapi,
pemisahan itu tidak dapat menutupi hakikat hubungan yang erat antara dua disiplin tersebut.
Politik menentukan kerangka kerja aktivitas ekonomi dan menyalurkanya kedalam
pengaturan yang ditujukan untuk melayani kepentingan kelompok dominan, disisi lain proses
ekonomi dengan sendirinya mengarah pada distribusi kekuasaaan dan kekayaan, dimana
kekuasaaan adalah pusat dari kajian ilmu politik.
Dengan memahami hakikat tersebut setidaknya kita sebagai masyarakat di luar
pengambil kebijakan (decision maker ) mampu berpikir kritis dan tidak emosional dalam
menanggapi setiap kebijakan yang ditelurkan oleh elemen yang berwenang seperti

pemerintah dan DPR. Disadari atau tidak, dalam setiap pengambilan keputusan tentu diawali
sebuah pergulatan intelektual dan dan tidak lepas pula dari perdebatan politis sebagai wujud
dari adanya perbedaan kolompok dalam tubuh pengambil kebijakan. Dan perlu disadari
bahwa dibelakang setiap variabel ekonomi (jika kebijakan itu adalah kebijakan ekonomi)
akan dijumpai sejumlah konstituen politik (political constituents), yang tidak akan mau
begitu saja dihadapkan pada pilihan-pilihan yang mereka nilai tidak menguntungkan
kepentingan (interest). Ini adalah gejala yang wajar dalam sistem politik berkerangka
demokrasi. Karena memang output dari demokrasi ditentukan aktor yang terlibat dalam
memikirkan dan memformulasikan setiap kebijakan (baca: kepentingan). Aktor-aktor tersebut
antara lain adalah orang-orang yang berkecimpung di partai politik yang secara teori adalah
representasi dari aktor utama dalam demokrasi yaitu rakyat.
Salah satu contoh pergulatan intelektual dan kepentingan yang melibatkan paling
tidak dua disiplin ilmu (politik dan ekonomi) adalah dalam penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Biasanya penyusunan APBN akan dimulai bulan
Mei dan akan di sahkan pada bulan Agustus pada rapat paripurna DPR setiap tahunnya.
Perdebatan ini terjadi hampir setiap tahun dan akar pemasalahan tidak jauh dari permasalahan
defisit anggaran yang kian menjadi-jadi. Seberapa besar defisit anggaran yang dapat
ditoleransi, berapa besar asumsinya, bagaimana alternatif pembiayaannya, seberapa besar
alokasi untuk membiayai kegiatan sosial, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya? Itulah
paling tidak derivasi dari akar masalah tersebut. Tentu masalah ini tidak akan selesai jika
masing-masing pihak yang berkepentingan mencari solusi hanya dari sudut pandang
keilmuan masing-masing. Ekonom bersikeras dengan analisis ekonomi murninya dan politisi
tetap teguh pada posisi politisnya. Hal ini harus dicari solusi yang sifatnya win-win
solutionbukannya win-loose solution. Dan memadukan kesepahaman dua disiplin ilmu tadi

adalah alternatif terbaik. Hal ini terpaksa dilakukan karena masalah sudah bergeser menjadi
masalah yang sifatnya normatif
Seperti kita ketahui bahwa dalam penyususan anggaran salah satu asas yang perlu
diperhatikan adalah asas keadilan (Justice). Ketika berbicara keadilan maka tentu ini tidak
bisa dipandang murni dari sudut ilmu ekonomi saja. Keadilan dalam hal ini tidak mungkin
diperlakukan sebagai masalah-masalah yang , yang dapat diselesaikan secara teknokratis.
Ketika bebicara tentang keadilanpolitically neutral maka kita berbicara dengan berbagai
macam kepentingan dan itu artinya secara langsung, kita mau-tidak mau masuk ke dalam
wilayah politik. Seperti telah dipaparkan sebelumnya bahwa dibelakang setiap variabel
ekonomi akan dijumpai sejumlah konstituen politik. Dan setiap konstituen politik akan akan

menterjemahkan keadilan sesuai dengan aspirasinya yaitu ketika kepentingan dari masingmasing konstituen terpenuhi.
Dalam permasalahahan APBN ini, konstituen politik dapat di jabarkan berdasarkan
pos-pos dalam anggaran, misalnya pos pengeluaran. Contoh mudahnya, untuk pos
Pengeluaran rutin: ada kepentingan pemeritah, pegawai negari sispil. Pengeluaran pertahanan
dan keamanan ada kepentingan pemerintah, militer, polisi dan sebagainya. Pengeluaran
subsidi pupuk ada kepentingan petani, HKTI, industri pupuk, konsumen hasil pertanian dan
sebagainya. Setiap kepentingan tadi masuk ke dalam sistem politik melalui kendaraan politik
(partai politik) yang dirasa mampu memperjuangkan kepentingannya. Sehingga perdebatan
dalam penyusunan anggaran mengerucut hingga ke perdebatan di tingkat elit partai yang
duduk di pemerintahan atau parlemen.
Salah satu contoh perdebatan nyata akhir-akhir ini adalah masalah realisasi 20 %
anggaran pendidikan. Jika dipikirkan secara mendalam kita akan mengetahui alasan kenapa
pemerintah terkesan setengah hati dalam merealisasikan 20 % anggaran tadi, yang sudah
menjadi amanah konstitusi. Bagi pemerintah, secara ekonomi realisasi anggaran pendidikan
tersebut tidak masuk akal, mengingat ini sangat memberatkan APBN dan mengancam
kesinambungan fiskal. Saat ini sekitar 30 % anggaran setiap tahun tersedot untuk membayar
utang beserta bunganya. Jika anggaran pendidikan 20% direalisasikan untuk menjaga
eksistensi negara apakah mungkin hanya mengandalkan 50 % anggaran? Mungkin ini
pertanyaan sederhananya. Hal ini ditambah fakta lagi bahwa institusi pendidikan belum
menujukkan kesipapan untuk memangku amanah tersebut. Institusi pendidikan kita masih
terlalu lemah. Korupsi di institusi pendidikan masih belum bisa ditanggulangi. Jika anggaran
20% terealisasi dengan segera ini akan menjadi bumerang bagi pembangunan Indonesia
khususnya sektor pendidikan. Lalu pertanyaannya kenapa orang-orang atau elemen yang
memperjuangkan realiasi anggaran tersebut masih tetap bersikeras? Tentu jawaban ini, jika
dikupas tidak jauh dari masalah politik. Jadi, pemahaman tentang permasalahan ini tidak
lepas dari pemahaman antara ekonomi dan politik. Dan setiap permasalahan baik ekonomi,
politik, sosial dan sebagainya tidak terlepas dari masalah di sektor lain. Sehingga analisis
pemecahan masalah sangat diperlukan pengetahuan interdisiplener

3.2 Pendanaan Parpol Oleh APBN
Tidak ada partai politik yang dapat tumbuh berkembang tanpa dukungan keuangan
kuat. Uang tersebut diperlukan untuk mengonsolidasi organisasi, mengader anggota,
menyerap aspirasi, membangun citra, berkampanye, dan lain-lain. Pada mulanya, semua

kebutuhan keuangan partai politik dipenuhi oleh iuran anggota. Hubungan ideologis kuat
antara partai politik dengan anggota menyebabkan partai politik tidak sulit menggalang dana
dari anggota. Namun, sejalan dengan perubahan struktur sosial masyarakat dan penataan
sistem pemerintahan demokrasi yang semakin kompleks, kini nyaris tidak ada partai politik
yang hidup sepenuhnya dari iuran anggota (Supriyanto & Lia, 2012:7).
Bantuan untuk parpol sebenarnya sudah diterapkan di Indonesia meskipun jumlahnya
dianggap masih terlalu kecil. Selama ini bantuan keuangan dari pemerintah diberikan kepada
parpol yang perolehan suaranya melebihi ambang batas dan setiap suara diberi nilai Rp. 108.
Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu 2009 dengan perolehan suara 21,6 juta misalnya,
mendapatkan bantuan sekitar Rp. 2,3 miliar. Bantuan pendanaan parpol yang dilakukan
pemerintah selama ini terbilang sangat kecil. Dalam riset yang dilakukan Perludem, bantuan
pemerintah tidak lebih dari 1,3 persen dari seluruh biaya yang diperlukan partai dalam
mengelola organisasi setiap tahun. Karena itulah, pengelola partai politik mencari sumbersumber keuangan dengan melakukan praktik-praktik koruptif. Hal ini antara lain ditandai
dengan banyaknya politikus yang terjerat kasus korupsi.
Singkatnya, pendanaan parpol merupakan wilayah yang gelap. Dalam pemilu 2014
lalu memang ada sedikit kemajuan. Setiap peserta pemilu dan pilpres harus melaporkan dana
kampanye sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 17
Tahun 2013. Namun demikian, upaya ini belum sepenuhnya mengubah habitus partai politik.
Mahalnya biaya berdemokrasi membuat partai politik berlomba-lomba untuk mencari dana
politik antara lain dengan berebut posisi-posisi strategis di pemerintahan dan mencari sponsor
yang tidak jelas (Komisi Informasi, 2015:1).
Oleh karena itulah Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo memberi sinyal kuat skema
pembiayaan partai politik (parpol) melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Bahkan dia menyebut, setiap parpol akan mendapat anggaran Rp 1 triliun untuk
parpol yang lolos ambang batas untuk ikut pemilu 2019. Dana tersebut tidak hanya digunakan
untuk menyongsong pemilu, tapi juga untuk memutar roda organisasi partai, baik untuk
kegiatan operasional maupun untuk pendidikan kader. Meskipun angkanya bisa berubah,
namun sinyal ini menunjukkan adanya upaya terobosan untuk membangun kehidupan partai
yang bersih dan akuntabel.
Banyak kalangan yang tidak setuju akan adanya pendanaan partai politik oleh APBN
ini. Beberapa alasan mereka menolaknya adalah Pertama, parpol belum mempunyai
perangkat transparansi dan akuntabilitas pengelelolaan keuangan APBN. Studi yang
dilakukan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menunjukkan, bantuan

keuangan yang selama ini diberikan kepada partai politik tidak dikelola dengan transparan
dan akuntabel. Karena itu, parpol harus didorong mempunyai perangkat pengelolaan
keuangan yang transparan dan akuntabel. Jika hal ini tidak dibenahi, memberi subsidi dana
besar pada partai hanya akan menjadi “bancakan” di tengah sulitnya kehidupan rakyat.
Kedua, terkait dengan poin di atas, kesadaran pengelola parpol tentang keterbukaan
informasi masih sangat rendah. Untuk mengukur tingkat keterbukaan informasi yang paling
elementer adalah dengan melihat sejauh mana parpol menerapkan standar layanan informasi
sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dalam Pemeringkatan Keterbukaan Informasi tahun 2014 oleh Komisi Informasi Pusat, dari
12 partai tingkat pusat yang dikirim formulir untuk self assessment, hanya 4 (empat) partai
yang mengembalikan, yaitu Gerindra, PKS, PKB dan PAN. Dari tiga partai itu, setelah
dilakukan verifikasi website dan visitasi untuk pengecekan dokumen, skor keterbukaan
informasi tertinggi adalah 57 (dari nilai maksimal 100) dan terendah 16. Hal ini
menunjukkan, prinsip-prinsip keterbukaan informasi masih jauh dari angan-angan pengelola
parpol.
Ketiga, masih kuatnya kultur transaksi politik dengan barter materi. Sejumlah studi
tentang money politics, baik dalam pemilu legislatif, pilkada, bahkan juga pilpres
menunjukkan politik uang dianggap sebagai hal yang lumrah. Jual beli dukungan dalam
pilkada baik antara kandidat dengan parpol, maupun kandidat dengan pemilih merupakan
praktik politik yang nyaris dianggap “halal”. Tidak ada jaminan praktik seperti ini akan
hilang dengan subsidi besar dengan uang APBN. Praktik demikian bukan semata persoalan
dana parpol yang tidak mencukupi, tapi lebih karena kebiasaan korup yang dilakukan
politikus (Komisi Informasi, 2015:1)..
Sedangkan pihak yang pro mengatakan bahwa pendanaan parpol oleh APBN
bertujuan untuk nenekan korupsi. Kurangnya dana partai menjadi penyebab pejabat negara
(dari partai) melakukan korupsi. Sebab, selama ini kader partai harus menggunakan dana
pribadi untuk berkampanye dan saat mencalonkan diri dalam pemilu. Oleh karena itu Partai
perlu pendanaan pemerintah, agar tak ada kebebasan kader cari obyek proyek pendanaan
partai. Dana pengelolaan partai tentu beragam. Semakin besar dan banyak cabangnya,
semakin besar pula biayanya.
Melihat pada hal diatas saya berpendapat bahwa partai politik seyogyanya didanai
dari APBN. Alasan mengapa saya berpendapat demikian adalah karena partai politik
mempunyai beberapa peran yang signifikan terhadap negara Indonesia, bahkan menjadi

sesuatu bagian yang tidak bisa terpisahkan karena partai politik menjadi salah satu unsur
demokrasi. Peran-peran penting partai politik bagi negara adalah :
1. Sebagai sarana komunikasi politik
2. Sebagai sarana Sosialisasi politik
3. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik
4. Sebagai Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management)
Dan yang paling penting adalah peran partai politik dalam mencetak kepemimpinan
nasional. Sehingga dengan banyaknya peran partai politik yang diberikan kepada negara
sangatlah layak jika nantinya partai politik mendapatkan pendanaan dari APBN.
Selain itu juga, pendanaan partai politik juga berfungsi untuk menekan korupsi.
Selama ini kasus korupsi yang dilakukan oleh para politikus sangatlah tinggi, bahkan paling
tinggi diantara jenis pekerjaan yang lain. Selama ini kader partai harus menggunakan dana
pribadi untuk berkampanye dan saat mencalonkan diri dalam pemilu. Dan mereka akan
mencari kembalian modal yang mereka keluarkan ketika mereka menjabat. Oleh karena itu
Partai perlu pendanaan pemerintah, agar tak ada kebebasan kader cari obyek proyek
pendanaan partai. Dana pengelolaan partai tentu beragam. Semakin besar dan banyak
cabangnya, semakin besar pula biayanya.
Walaupun begitu harus ada syarat-syarat khusus agar pendanaan yang digelontorkan
oleh APBN kepada partai politik dapat tepat sasaran. Syarat-syarat yang harus dipenuhi
tersebut adalah
1. Partai politik harus perangkat transparansi dan akuntabilitas pengelelolaan keuangan
APBN. Ini bertujuan agar bantuan keuangan yang diberikan kepada partai politik
dapat dikelola dengan transparan dan akuntabel.
2. Partai Politik harus meningkatkan keterbukaan informasi.
3. Partai politik menyusun dan mengajukan program kerja yang mana hal tersebut sesuai
dengan fungsi partai politik dalam negara demokrasi. Hal inilah sangat penting agar
partai politik tidak hanya difungsikan sebagai sarana pengejar kekuasaan semata.
Jika partai politik tidak memenuhi syarat-syarat diatas maka pemerintah berhak untuk
mencabut pendanaan yang diberikan kepada parpol.
Pemerintah dalam hal ini harus benar-benar mebuat regulasi yang mengatur
pemberian dana dari APBN kepada parpol. Dalam regulasi tersebut, selain memsaukkan halhal diatas pemerintah juga harus memasukkan jadwal bantuan keuangan partai politik seperti
cara pengajuan, penggunaan, dan laporan pertanggungjawaban serta laporannya. Selain itu

juga harus dijelaskan juga secara kongkrit peruntukan dana tersebut untuk program yang
memang sudah diagendakan atau ditentukan sebelumnya.
Selain hal diatas, masih ada satu lain yang juga harus menjadi perhatian penting
pemerintah, terutama dalam agenda pemberantasan korupsi. Pemerintah harus menyusun
sebuah aturan baku yang mengatur pembubaran partai politik apabila telah secara jelas
terbukti mendapat dana aliran korupsi, baik itu berasal dari kadernya atau pun bukan.
Ketegasan ini adalah timbal balik dari pemberian dana dari APBN yang berasal dari rakyat.
Sehingga dengan demikian agenda pemerintah dalam berbagai bidang dapat terlakasana
dengan sekali jalan.

3.3 Dilematis Mencapai Kesetaraan dalam Politik Anggaran
Kebijakan anggaran publik jika tidak merefleksikan tuntutan massa, dan hanya nilainilai elit yang berlaku. Perubahan-perubahan dalam kebijakan anggaran secara incremental
akan memungkinkan tanggapan yang muncul hanya mengamcam system sosial-ekonomi,
etnis, budaya, dan akan terjadi diskriminasi pada kelompok minoritas. Hal tersebut menjadi
dilematis dalam perumusan kebijakan anggaran dan sangat sulit untuk dibuktikan. Sehingga
dalam banyak kasus yaitu program pembangunan dengan dalil demi peningkatan
kesejahteraan. Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa aspek demokrasi dan
desentralisasi anggaran dimaknai sebagai proses perjuangan hak-hak rakyat terhadap
anggaran publik. Maka tentunya anggaran menjadi sumber konflik antara eksekutif dan
legislative baik pusat maupun di daerah-daerah, oleh karena banyaknya kepentingan
kelompok, baik itu komisi, fraksi, maupun partai penguasa untuk memenuhi kebutuhan
programnya. Ketika kekuasaan politik pemerintah dijadikan mesin pencari rente maka
banyak didominasi oleh kepentingan kelompok mayoritas yang berkeinginan bahwa
institusi/kelompok merekalah yang pantas mendapatkan atau menerima anggaran, atau
sebaliknya penentuan anggaran didominasi pemerintah dengan memaksimalkan kekuasaan
mereka untuk memonopoli dalam proses penentuan alokasi kebijakan anggaran publik, jika
seperti itu, setidaknya telah terjadi diskriminasi alokasi anggaran publik, kemudian yang
terjadi adalah justru kebohongan dan pemaksaan yang sebenarnya telah mengingkari nilainilai demokrasi pada anggaran publik itu sendiri.
Penyimpangan yang terjadi akibat dari ekonomi politik anggaran, maka diperlukan
cara-cara baru dalam merumuskan dan mengelola anggaran agar dapat memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Cara-cara sepihak, memperjuangkan golongan, institusi
sendiri adalah penghianatan terhadap publik. Kedudukan dan domain politik anggaran selalu

menjadi perdebatan para pakar politik. Persoalan anggaran dianggap sebagai permasalahan
pemerintah, institusi, tata kelola, kekuasaan, ideology serta kebijakan dan pasar maupun
persoalan sosial-budaya, ekonomi politik jangka pendek. Defenisi ruang lingkup dan batasan
ekonomi politik anggaran sering dianggap tidak jelas, dan berada di mana saja. Namun
umumnya politik anggaran merupakan domain peran negara karena dianggap sebagai analisis
kajian ekonomi politik. Sehingga kekuatan politik menjadi factor penting untuk merumuskan
dan merencanakan anggaran. Permasalahan besar ekonomi politik anggaran harus dimaknai
sebagai alat untuk memperjuangkan hak-hak rakyat bukan mendiskriminasikan rakyat. Dalam
hal ini, peran negara berhak untuk merumuskan ulang, peran dan fungsinya bagi
kesejahteraan rakyat (Wildavsky dan Caiden, 2004).

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyusunan anggaran dalam APBN dari tahun ke tahun belum menyentuh rakyat
sepenuhnya. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) masih bernuansa kepentingan
politik tertentu, baik pribadi, kelompok, maupun golongan yang dibawa oleh anggota Dewan
tanpa memperhatikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Anggaran APBN bukan hanya
sekedar perwujudan pengelolaan keuangan saja tetapi merupakan wujud dari kedaulatan
rakyat.
Terlibatnya beragam aktor sepanjang proses penganggaran, mulai dari perencanaan
dan penyusunan di lingkungan birokrasi, sampai pengesahaanya di DPR RI, menjadikan
anggaran sebagai arena kontestasi politik penting setelah Pemilu. Tidak mengherankan,
banyak pihak menilai anggaran sebagai proses politik arena perebutan sumber daya publik
antara berbagai kepentingan, baik aktor‐aktor di dalam lingkaran sistem politik yang berlaku
maupun kelompok kepentingan lain yang memiliki pengaruh terhadap keputusan politik
anggaran.

4.2 Saran
1. Bagi para penyelenggara negara sebagai pengelola anggaran negara hendaknya
menghindarkan diri dari praktek-praktek KKN karena KKN secara materiil akan
sangat merugikan warga masyarakat.
2. Controling pada perumusan APBN, selain diawasi, pelaksaan dan penyerapan
anggaran sangat penting untuk dikendalikan.
3. Pemerintah juga bisa menstimulasi, mendorong, dan memfasilitasi berkembangnya
kemampuan masyarakat melalui berbagai instrumen kebijakan, termasuk anggaran
yang disediakan. Dalam konteks ini, pemerintah harus menempatkan agenda
pemberdayaan ekonomi rakyat menjadi prioritas dalam menentukan kebijakan dan
alokasi anggaran. Dalam hal ini, untuk setiap kebijakan dan anggaran yang ditetapkan
pemerintah, harus bisa dipastikan bahwa yang memperoleh keuntungan adalah rakyat
banyak.
4. Dalam sistem kepartaian di Indonesia, parpol masih kurang terbuka dan jujur dalam
melaporkan keuangannya. Sehingga dana yang dianggap begitu besar rawan
disalahgunakan. Pemerintah harus mengawasi pengeluaran anggaran dengan cermat.

DAFTAR PUSTAKA

Rochhajat Harun dan Sumarno AP, 2006. Judul : Komunikasi Politik sebagai Suatu
Pengantar. Penerbit CV Mandar Maju : Bandung.
http://asatir-revolusi.blogspot.co.id/2015/05/menggagas-pendanaan-parpol-dari-apbn.html
http://frets-alfret-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-91391-Politik%20AnggaranPerlukah%20Kesetaraan%20Dalam%20Politik%20Anggaran.html
http://ambudaya.blogspot.co.id/2007/04/perdebatan-ekonomi-politik-konflik.html
http://www.ikerenki.com/2014/01/pengertian-politik-makna-definisi-umum.html