BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD Negeri 2 Jambangan Kabupaten Groboga

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

  Pada kajian teori ini dipaparkan landasan teoritik yang dipergunakan dalam menentukan alternatif yang akan diimplementasikan. Kajian pustaka berisi falsafah dasar, teori dan konsep yang sangat erat kaitannya dengan lingkup penelitian yang akan dilaksanakan.

2.1.1 Hakikat IPA

  Menurut Marsetio Donosepotro (dalam Trianto, 2014: 137) Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur. Selain itu Nash 1993 (dalam Usman samatowa, 2006: 3) menyatakan bahwa IPA itu adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkan antara suatu fenomena lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatnya.

  Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris yaitu natural science, artinya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan alam atau bersangkutpaut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan Alam (IPA) atau science itu pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini (Usman Samatowa, 2006: 3).

  IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh powler (dalam Usman Samatowa, 2006 :3) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten. Selanjutnya Winaputra (dalam Usman Samatowa, 2006: 3) mengemukakan bahwa tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan maalah.

2.1.2 Pembelajaran IPA di SD

  Pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan, yang dilaksanakan dengan menuangkan pengetahuan kepada siswa (Oemar Hamalik, 2008). IPA sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting, tetapi pengajaran IPA yang bagaimanakah yang paling tepat untuk anak-anak? karena struktur kognitif anak-anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuwan, padahal mereka perlu diberikan kesempatan untuk berlatih ketrampilan-ketrampilan proses IPA dan yang perlu dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya (Usman Samatowa, 2006: 5).

  Keterampilan proses sains didefinisikan paolo dan marten (dalam Usman Samatowa, 2006: 3) adalah :

  “(1) mengamati, (2) mencoba memahami apa yang diamati, (3) mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, (4) menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. Selanjutnya paolo dan marten juga menegaskan bahwa dalam IPA tercakup juga coba-coba dan melakukan kesalahan, gagal dan mencoba lagi. Ilmu Pengetahuan Alam tidak menyediakan semua masalah yang kita ajukan. Dalam IPA anak-anak dan kita harus selalu siap memodifikasi model-model yang kita punyai tentang alam ini sejalan dengan penemuan-penemuan baru yang kita dapatkan”.

  Setiap guru harus memahami akan alasan mengapa suatu mata pelajaran yang akan diajarkan di sekolahnya. Dengan demikian pula halnya dengan guru

  IPA, baik sebagai guru mata pelajaran maupun sebagai guru kelas, seperti halnya di sekolah dasar. Ia harus tahu benar kegunaan-kegunaan apa saja yang dapat diperoleh dari pelajaran IPA (Usman Samatowa, 2006: 6).

  2.1.3 Model Pembelajaran Discovery Learning

  Apabila di tinjau dari katanya, discover berarti menemukan, sedangkan

  

Discovery adalah penemuan. Dalam kaitannya dengan pendidikan, Oemar

  Hamalik (dalam Mohammad Takdir Ilahi, 2012: 29-30) menyatakan bahwa

  

Discovery merupakan proses pembelajaran yang menitik beratkan pada mental

  intelektual para anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat di terapkan di lapangan. Dengan kata lain kemampuan mental intelektual merupakan faktor yang menentukan terhadap keberhasilan mereka dalam menyelesaikan setiap tantangan yang dihadapi, termasuk persoalan belajar yang membuat mereka sering kehilangan semangat dan gairah ketika mengikuti materi pelajaran.

  Pemilihan model pembelajaran dapat memacu siswa untuk lebih aktif dalam belajar. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir siswa adalah Model Discovery Learning

  2.1.4 Pengertian Discovery Learning

  Menurut Masarudin Siregar (dalam Mohammad Takdir Ilahi, 2012: 30)

  

Discovery Learning adalah proses pembelajaran untuk menemukan sesuatu yang

  baru dalam kegiatan belajar mengajar. Proses belajar dapat menemukan sesuatu apabila pendidik menyususn terlebih dahulu beragam materi yang akan disampaikan, selanjutnya mereka dapat melakukan proses untuk menemukan sendiri berbagai hal penting terkait dengan kesulitan dalam pembelajaran.

  Jika ternyata ditemukan kesulitan di tengah-tengah proses pembelajaran, guru bertugas memberikan arahan dan bimbingan guna memecahkan persoalan yang dihadapi para anak didik. Dalam konteks ini, menemukan sesuatu berarti mereka mengenal, menghayati, dan memahami sesuatu yang belum pernah diketahui sebelumnya agar dapat dijadikan bahan pelajaran dalam menciptakan inovasi pembelajaran yang telah menggairahkan. Dalam tataran aplikasinya

  

Discovery Learning disajikan dalam bentuk yang cukup sederhana, fleksibel, dan

  mandiri. Kendati demikian, masih diperlukan adanya pengkajian secara empiris dan praktis yang menuntut anak didik lebih peka dalam mengoptimalkan kecerdasan intelektualnya dengan matang, tanpa banyak bergantung pada arahan guru (Mohammad Takdir Ilahi, 201: 31) .

  2.1.5 Langkah-langkah Proses Discovery Learning

  Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model

  

Discovery Learning menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetyo (dalam

  Mohammad Takdir Ilahi, 2012 : 87-88) adalah sebagai berikut:

  a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan). Guru mengajukan persoalan atau meminta anak didik untuk membaca atau mendengarkan uraian yang memuat persoalan

  b) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah). Dalam hal ini anak didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan. Dalam hal ini , bimbing mereka untuk memilih masalah yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. Kemudian, permasalahan yang dipilih tersebut harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau hipotesis c)

  Data collection (pengumpulan data). Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan hipotesis, anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan, seperti mengamati objek, melakukan wawncara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri, dan lain sebagainya.

  d) Data processing (pengolahan data). Semua informasi diklasifikasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu, serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.

  e) (pentahkikan/pembuktian).Berdasarkan hasil Verification pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada, pertanyaan hipotesis yang dirumuskan sebaiknya dicek terlebih dahulu, apakah bisa menjawab dan terbukti dengan baik sehingga hasilnya akan memuaskan.

  f) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi). Dalam tahap

  ini, anak didik belajar menarik kesimpulan.

  2.1.6 Keunggulan Discovery Learning

  Berikut beberapa kelebihan belajar-mengajar dengan Discovery Learning (Mohammad Takdir Ilahi, 2012 : 70-71) yaitu :

  a) Dalam penyampaian bahan Discovery Learning, digunakan tersebut akan lebih menarik perhatian anak didik dan memungkinkan pembentukan konsep-konsep abstrak yang mempunyai makan.

  b) Discovery Learning lebih realistis dan mempunyai makna. Sebab, para anak didik dapat bekerja langsung dengan contoh-contoh nyata. Mereka langsung menerapkan berbagai bahan uji coba yang diberikan guru, sehingga mereka dapat bekerja sesuai dengan kemampuan intelektual yang dimiliki.

  c) Para anak didik langsung menerapkan prinsip dan langkah awal dalam pemecahan masalah. Melalui strategi ini, mereka mempunyai peluang untuk belajar lebih intens dalam memecahkan masalah, sehingga dapat berguna dalam menghadapi kehidupan di kemudian hari.

  d) Discovery Learning lebih mudah diserap oleh anak didik dalam memahami kondisi tertentu yang berkenaan dengan aktivitas pembelajaran.

  e) Discovery Learning banyak memberikan kesempatan bagi para anak didik untuk terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar

  Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja atau sebagai fasilitator, membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar.

2.1.7 Kelemahan Model Discovery Learning

  Berikut ini beberapa kelemahan dalam penerapan model Discovery

  Learning (Mohammad Takdir Ilahi, 2012 : 72-73) yaitu:

  a) Berkenaan dengan waktu. Belajar-mengajar menggunakan

  Discovery Learning membutuhkan waktu lebih lama

  dibandingkan dengan metode langsung. Hal ini disebabkan untuk bisa memahami strategi ini, dibutuhkan tahapan-tahapan panjang dan kemampuan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya

  b) Bagi anak didik, kemampuan berpikir rasional mereka masih terbatas.

  c) Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektifitas ini menimbulkan kesukaran dalam memahami suatu persoalan yang berkenaan dengan pengajaran Discovery Learning

  d) Faktor kebudayaan dan kebiasaan. Belajar Discovery Learning menuntut kemandirian, kepercayaan diri, dan kebiasaan bertindak sebagai subjek.

2.1.8 Motivasi Belajar

  Menurut Mc. Donald (dalam Sardiman, 2011 :73-74) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting, yaitu :

  1) Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia.

  2) Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/feeling, afeksi seseorang. Motivasi akan dirangsang karena ada tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan.

  Dengan ketiga elemen di atas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu

  ,

  perubahan energi yang ada pada diri manusia sehingga akan bergayut dengan persoalan perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. (Sardiman, 2011: 74).

  Motivasi memiliki 3 aspek yang meliputi : 1) perhatian, yang meliputi memperhatikan kegiatan pembelajaran yang berlangsung, memperhatikan materi pelajaran yang disampaikan. 2) Keyakinan : Keyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki. 3) Kepuasaan : Kepuasaan terhadap hasil yang diperoleh.

2.1.9 Hasil Belajar

  Menurut Abdurrahman (dalam Asep Jihad dan Abdul Haris, 2012: 14), hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif nenetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yng berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan intruksional. Menurut S. Bloom tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik

  Untuk memperoleh hasil belajar dilakukan sebuah observasi atau mengukur tingkat pencapaian kompetensi siswa, serta digunakan sebagai bahan penyusun laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran (Rusman, 2013: 13).

  

2.1.10 Hubungan Motivasi dan Hasil Belajar Terhadap Metode

Pembelajaran Discovery Learning

  Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008: 148), motivasi yakni sebagai suatu pendorong yang mengubah energi di dalam pribadi seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan hasil belajar merupakan segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukan (Asep Jihad dan Abdul Haris, 2012: 15). Seorang siswa yang memiliki intelegensi tinggi gagal karena kekurangan motivasi. Hasil belajar akan optimal kalau ada motivasi yang tepat. Dengan ini maka kegagalan belajar siswa jangan begitu saja mempersalahkan pihak siswa, sebab mengkin saja guru tidak berhasil dalam memberi motivasi yang mampu membangkitkan semangat dan kegiatan siswa untuk belajar (Sardiman, 2011: 75-76)..

  Sedangkan model Discovery Learning merupakan salah satu model yang memungkinkan para anak didik terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga mampu menggunakan proses mental untuk menemukan suatu konsep atau teori yang dipelajari (Mohammad Takdir Ilahi, 2012: 33-34).

  Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya model

  

Discovery Learning dapat memberikan kenyamanan dan kepercayaan diri sendiri,

  pengembangan intelektual, serta pembangkit motivasi. Dalam aplikasinya model

  

Discovery Learning mempunyai daya dan gerakan yang sangat kuat, guna

membangkitkan motivasi para siswa yang akan berpengaruh pada hasil belajar.

  Hal ini diakui karena model Discovery Learning merupakanpembelajaran yang menekankan pada kecerdasan intelektual mental, guna menumbuhkan semangat yang tenggelam dalam jiwa mereka (Mohammad Takdir Ilahi, 2012: 77-78).

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

  Beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan acuan antara lain :

  1. Penelitian tindakan kelas oleh Maftuhadi (2009) yang berjudul

  

“Penerapan metode discovery untuk meningkatkan hasil belajar IPA Siswa

kelas V SDN Oro-Oro Ombo kulon I Kecamatan Rembang Kabupaten

Pasuruan tahun ajaran 2008/2009” menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan

  hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Oro-oro Ombo Kulon I. Hal ini dilihat dari rata-rata hasil pre tes siswa sebelum dilaksanakan tindakan hanya 44, setelah dilaksanakan tindakan pada siklus I rata-rata nilai hasil belajar IPA siswa menjadi 71 dan pada siklus II meningkat menjadi 80,5. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 60% pada siklus I meningkat menjadi 85% pada siklus II. Penerapan metode discovery dalam proses pembelajaran juga berdampak positif terhadap aktifitas belajar siswa. Rata-rata skor aktifitas siswa pada siklus I adalah 64,9 sedang rata-rata skor aktifitas siswa pada silus II adalah 77,5. Hasil penelitian menunjukkan penerapan metode discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Oro-oro Ombo Kulon I Kecamatan Rembang Kabupaten Pasuruanpada siklus I motivasi belajar siswa sebesar 47% dengan kategori kurang dan mengalami peningkatkan menjadi sebesar 96% dengan kategori baik pada siklus II. Sedangkan pada prestasi belajar juga mengalami peningkatkan, sebelum diberikan tindakan skor rata-rata hasil belajar sebesar 51,87% dengan ketuntasan belajar 74,56% pada siklus II meningkat lagi dengan skor rata-rata 81,28% dengan ketuntasan belajar sebesar 93,53%.

  2. Penelitian tindakan kelas oleh Astuti, Retno Dwi (2010) yang berjudul

  

“Penerapan model discovery pada mata pelajaran IPA untuk meningkatkan

motivasi, aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Oro-Oro Dowo

Kecamatan Klojen kota Malang Tahun Ajaran 2009/2010” menyimpulkan

  bahwa penerapan model Discovery pada pembelajaran IPS telah berhasil meningkatkan motivasi, aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Oro-Oro Dowo. Hal ini dilihat dari perolehan observasi tentang motivasi dan aktivitas siswa serta rata-rata postes yang terus meningkat. Berdasarkan hasil observasi, motivasi siswa mengalami peningkatan pada siklus II. Begitu juga dengan aktivitas siswa, yang paling tampak yaitu sebagian besar siswa sudah berani bertanya/menjawab serta melaporkan hasil diskusi. Hasil belajar siswa terus meningkat mulai dari rata-rata sebelumnya (63,55) mengalami peningkatan pada siklus I dengan rata-rata kelas sebesar (74,48) dan prosentase ketuntasan belajar kelasnya yaitu (55,17%) meningkat pada siklus II dengan rata-rata kelasnya sebesar (83,21) dan prosentase ketuntasan belajar kelasnya sebesar (82,76%).

2.3 Kerangka Berpikir

  Paradigma siswa yang menganggap pelajaran IPA merupakan pelajaran yang sulit untuk dimengerti merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran tersebut kurang optimal. Siswa menjadi kurang berminat dalam belajar IPA karena menganggap IPA merupakan pelajaran yang sulit untuk dipahami. Untuk itu salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA adalah dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning.

  Pada awalnya proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru hanya mengandalkan cara belajar konvensional (ceramah) sehingga yang terjadi siswa menjadi bosan, jenuh dan sering kali mengabaikan proses belajar mengajar di kelas, sehingga model pembelajaran Discovery Learning dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar, karena penerapan model ini diyakini dapat membuat siswa lebih aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar sehingga siswa dengan mudah memahami materi yang diajarkan oleh guru dengan cara yang menyenangkan. Proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik apabila proses itu direncanakan dengan baik. Pembelajaran yang efektif memerlukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik. Perencanaan itu meliputi pembuatan rencana pembelajaran yang akan diterapkan

  Dalam penerapan model pembelajaran Discovery Leraning meliputi beberapa langkah yaitu stimulation, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian dan menarik kesimpulan.. Melalui upaya tersebut diharapkan siswa lebih aktif baik dalam kegiatan pembelajaran sehingga motivasi dan hasil belajar siswa meningkat.

  Setelah fokus permasalah terbentuk, selanjutnya peneliti sebaiknya menyusun kerangka berpikir. Kerangka berpikir dalam ilmu sosial dan kemanusiaan membantu peneliti untuk memahami fenomena tentang asumsi- asumsi dunia sosial, bagaimana ilmu disusun atau diorganisisr, dan apa yang disebut masalah, penyelesaian masalah, dan kriteria pembuktiannya (Rochiati Wiriatmadja, 2009: 84).

  Adapun kerangka berpikir mengenai penerapan model pembelajaran

  Discoveri Learning pada mata pelajaran IPA dapat di lihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

  KONDISI AWAL Pembelajaran

  Konvensional TINDAKAN

  Motivasi dan Hasil Belajar

  Rendah Pembelajaran Model

  Discovery Learning 1.

  Stimulation 2. Identifikasi

  Masalah 3. Pengumpulan

  Data 4. Pengolahan Data 5. Pembuktian

  6. Menarik

  Kesimpulan KONDISI AKHIR

  Melalui Pembelajaran Model Discovery Learning Dapat Meningkatkan motivasi dan Hasil Belajar Siswa

2.4 Hipotesis

  Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka disusun hipotesis sebagai berikut : (1) Penerapan model pembelajaran Discovery Leraning dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya kelas V SD Negeri Jambangan 2 semester II tahun ajaran 2014/2015. (2) Penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya kelas V SD Negeri Jambangan 2 semester II tahun ajaran 2014/2015.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH TERHADAP MATA PELAJARAN IPA KELAS V DI SD N KALINEGORO 5 KECAMATAN MERTOYUDAN KABUPATEN MAGELANG TAHUN AJARAN 20142015 Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan penulisan skripsi

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match terhadap Mata Pelajaran IPA Kelas V di SD N Kalinegoro 5 Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 77

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dengan Media Gambar Siswa Kelas III SD Negeri Purwore

0 0 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD 2.1.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make

0 0 22

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian 3.1.1 Setting dan Subjek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe M

0 0 13

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan 4.1.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Ma

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dengan Media Gambar Siswa Kelas III SD Negeri Purworejo Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Semester

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dengan Media Gambar Siswa Kelas III SD Negeri Purworejo Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Semester

0 0 198

MENINGKATKAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PESERTA DIDIK KELAS VIII A SMP STELLA MATUTINA SALATIGA TAHUN AJARAN 20162017 MELALUI TEKNIK TOKEN ECONOMY ARTIKEL TUGAS AKHIR - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Komunikasi In

0 0 17

DAMPAK PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP PERILAKU SOSIAL (STUDI KASUS TERHADAP KORBAN PELECEHAN SEKSUAL) ARTIKEL TUGAS AKHIR - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Pelecehan Seksual terhadap Perilaku Sosial: Studi Kasus terhadap K

0 0 17