BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD 2.1.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran IPA di SD
2.1.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu pengetahuan alam adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya (Hendro Darmojo, 1992:3). Selain itu, Nash 1993 (dalam Hendro Darmojo, 1992:3 dalam bukunya The Nature of Science), menyatakan bahwa
“IPA adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. IPA membahasa tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan manusia
”. Menurut Powler (dalam Winaputra, 1992:122) bahwa “IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen, artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lainnya saling berkaitan
”. Sedangkan menurut Kardi dan Nur (Trianto 2010:136) “IPA adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu pengetahuan yang sistematis mengenai pengamatan makh luk hidup maupun benda mati”.
Menurut Abruscato, Joseph dan Derosa, Donald A (2010:6) mengartikan bahwa sains adalah: (1)
Sains adalah sejumlah proses kegiatan mengumpulkan informasi secara sistematik tentang dunia sekitar. (2) Sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan tertentu. (3) Menurut Patta Bundu (2006:11) sains secara garis besar atau pada hakikatnya IPA memiliki tiga komponen, yaitu proses ilmiah, produk ilmiah, dan sikap ilmiah. Proses ilmiah adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menemukan produk ilmiah. Proses ilmiah meliputi prinsip, konsep, hukum, dan teori. Produk ilmiah berupa pengetahuan-pengetahuan alam yang telah ditemukan dan diuji secara ilmiah. Sikap ilmiah merupakan keyakinan akan nilai yang harus dipertahankan ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan baru. Sikap ilmiah meliputi ingin tahu, hati-hati, obyektif, dan jujur.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa IPA menurut hakikatnya adalah suatu cara untuk memperoleh pengetahuan baru yang berupa produk ilmiah dan sikap ilmiah melalui suatu kegiatan yang disebut proses ilmiah. Siapapun yang akan mempelajari IPA haruslah melakukan suatu kegiatan yang disebut sebagai proses ilmiah. Seorang dapat menemukan pengetahuan baru dan menanamkan sikap yang ada dalam dirinya melalui proses ilmiah tersebut.
2.1.1.2 Hakikat IPA di SD
Hamalik (2009) mengemukakan: Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhui mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan pendapatnya sebelumnya, maka pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis yang diawali dengan persiapan mengajar (prainstruksional), proses pembelajaran (instruksional) dan diakhiri penilaian atau evaluasi.
Kunci pokok pembelajaran ada pada guru (pengajar), tetapi bukan berarti hanya guru yang aktif sedang murid pasif. Pembelajaran menurut keaktifan kedua belah pihak yang sama-sama menjadi subjek pembelajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung optimal dalam mencapai tujuan pembelajaran. ramalan tersebut benar. Jadi IPA berguna untuk menuntun anak berfikir secara ilmiah dari kejadian alam yang terjadi disekitarnya.
Selain itu, Srini M. Iskandar (2008:16) menyampaikan beberapa alasan pentingnya mata pelajaran IPA yaitu, “IPA berguna bagi kehidupan atau pekerjaan anak dikemudian hari, bagian kebudayaan bangsa, melatih anak berfikir kritis, dan mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi dapat membentuk pribadi anak secara keseluruhan
”. Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R.E. Kaligis (2008:6)
“tujuan pengajaran IPA bagi sekolah dasar adalah memahami alam sekitar, memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu (keterampilan proses) dan metode ilmiah, memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya dan memecahkan masalah yang dihadapinya, dan memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi ”.
Pembelajaran IPA yang dilaksanakan bagi siswa SD harus memenuhi hakikat IPA. Hakikat IPA memiliki tiga komponen, yaitu sains sebagai produk, sains sebagai proses, dan sains sebagai sikap ilmiah (Patta Bundu,2006:11). Jadi pembelajaran IPA melingkupi hakikat IPA yang memiliki tiga komponen tersebut. Selain itu, pelajaran IPA dalam pengembangannya untuk anak usia SD harus disesuaikan dengan karakteristik dan perkembangan kognitifnya.
Pembelajaran IPA harus menerapkan proses ilmiah. Pembelajaran harus berlangsung menggunakan proses-proses yang telah digunakan oleh para ilmuwan
IPA. Proses-proses tersebut dinamakan keterampilan proses. Untuk siswa SD, keterampilan proses dapat dikembangkan dengan mengembangkan keterampilan mengamati, mengelompokkan, mengukur, mengkomunikasikan, meramalkan, dan menyimpulkan.
Pembelajaran yang menerapkan proses ilmiah akan membentuk suatu
2.1.1.3 Tujuan dan Ruang Lingkup IPA di SD
Berdasarkan tujuan yang tercantum dalam kurikulum Sekolah Dasar disebutkan bahwa pengajaran IPA Sekolah Dasar mempunyai tujuan antara lain agar siswa memahami konsep-konsep, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, mampu menggunakan teknologi sederhana dan sebagainya, memberikan inspirasi pada kita bahwa pengajaran IPA Sekolah Dasar tidak hanya menanamkan konsep- konsep IPA tetapi juga melibatkan siswa secara fisik maupun mental dalam mendapatkan atau dalam membangun konsep dewasa ini. Menurut Hendro Darmojo :1992 ( dalam Usman, 2011:2) secara singkat IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Selanjutnya Winaputra (dalam Usman, 2011:3) mengemukakan bahwa tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berfikir, dan cara memecahkan masalah. Perkembangan dalam pengajaran IPA Sekolah Dasar mengalami pergeseran dari pembelajaran berpusat pada guru (Teachaer Centered) kearah pembelajaran berpusat pada murid (
Student’s Centered), dimana pada pembelajaran Student’s Centered siswa terlibat
secara aktif dalam pembelajaran. Sehingga hasil belajar yang diharapkan bisa tercapai secara optimal.
Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a.
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir kritis.
c.
Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka.
d. f.
Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
g.
Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut: a.
Gerak Benda meliputi: cara benda bergerak dan faktor-faktor yang mempengaruhi gerak benda.
b.
Energi dan Pengaruhnya dalam Kehidupan Sehari-hari, meliputi: berbagai macam energi dan pengaruhnya, sumber energi dan kegunaannya, serta cara menghemat energi.
c.
Proyek sains, meliputi: mengubah energi angin menjadi energi gerak serta mengubah energi air menjadi energi gerak.
d.
Kenampakan permukaan bumi, meliputi: bentuk permukaan bumi dan bentuk bumi.
e.
Cuaca dan pengaruhnya bagi manusia, meliputi: kondisi cuaca, simbol kondisi cuaca, pengaruh keadaan awan terhadap kondisi cuaca, pengaruh cuaca terhadap kegiatan manusia serta jenis pakaian dan makanan.
f.
Pemanfaatan sumber daya alam, meliputi: pemanfaatan sumber daya alam dan melestarikan alam.
Di dalam pembelajaran IPA banyak sekali materi yang dapat diajarkan dan dipelajari oleh siswa. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pokok bahasan mengenai cuaca dan pengaruhnya bagi manusia. Berikut ini merupakan SK dan KD IPA pada pokok bahasan cuaca dan pengaruhnya bagi manusia pada kelas 3 semester II.
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
6. Memahami kenampakan permukaan bumi,
6.1 Mendeskripsikan cuaca danpengaruhnya bagi manusia, kenampakan serta hubungannya dengancara manusia permukaan bumi di memeliharadan melestarikan alam lingkungan sekitar
6.2 Menjelaskan hubungan antara keadaan awan dan cuaca
6.3 Mendeskripsikan pengaruh cuaca bagi kegiatan manusia
6.4 Mengidentifikasi cara manusia dalam memelihara dan melestarikan alam di lingkungan sekitar
Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan digunakan pada penelitian ini adalah: 1)
Standar Kompetensi Memahami kenampakan permukaan bumi, cuaca dan pengaruhnya bagi manusia,serta hubungannya dengan cara manusia memeliharadan
2.1.2 Hakikat Belajar IPA di SD
2.1.2.1Hakikat Belajar
Menurut Slameto dalam Hamdani (2010: 20), “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya
”. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. Dalam kaitan ini, proses belajar dan perubahan merupakan bukti hasil yang diproses. Belajar tidak hanya mempelajari mata pelajaran tetapi juga penyusunan, kebiasaan, persepsi, kesenangan atau minat, penyesuaian sosial, bermacam- macam keterampilan lain,dan cita-cita. Dengan demikian, seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan pada dirinya akibat adanya latihan dan pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan.
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti.salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).
Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pamahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.
Selain itu belajar merupakan cara atau praktik untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari berkenaan dengan proses pemahaman materi ajar yang melibatkan keseluruhan indra sebagai alat penangkap dan penerima komponen sumber belajar dan didalam proses belajar terdapat berbagai kondisi yang dapat menetukan keberhasilan belajar.
Ada beberapa ciri-ciri belajar seperti dikutip oleh Darsono dalam Hamdani (2010:22) adalah sebagai berikut: a.
Belajar dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan. Tujuan ini digunakan sebagai arah kegiatan, sekaligus tolok ukur keberhasilan belajar.
b.
Belajar merupakan pengalaman sendiri, tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. jadi, belajar bersifat individual.
c.
Belajar merupakan proses interaksi antara individu dan lingkungan. Hal ini berarti individu harus aktif apabila dihadapkan pada lingkungan tertentu.
Keaktifan ini dapat terwujud karena individu memiliki berbagai potensi untuk belajar.
d.
Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang belajar.
Perubahan tersebut bersifat integral, artinya perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang terpisahkan satu dengan yang lainnya. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai. Untuk meningkatkan hasil belajar, guru harus memperhatikan kondisi atau situasi yang ada dalam diri siswa, seperti kesehatan, keterampilan, kemampuan, dan sebagainya. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar diri pribadi siswa, misalnya ruang belajar yang bersih, sarana dan prasana belajar yang memadai, dan sebagainya.
2.1.2.2 Belajar IPA di SD
IPA sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Keterampilan proses sains didefinisikan oleh “Paolo dan Marten (dalam Carin, 1993: 5) adalah: (1) mengamati, (2) mencoba memahami apa yang diamati, (3) mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, (4) menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi- kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar
”. Selanjutnya Paolo dan Marten juga menegaskan bahwa dalam IPA tercakup juga coba-coba dan melakukan kesalahan, gagal dan mencoba mencoba lagi. Ilmu
Pengetahuan Alam tidak menyediakan semua jawaban untuk semua masalah yang kita ajukan. Dalam IPA anak-anak dan kita harus tetap bersikap skeptis sehingga kita selalu siap memodifikasi model-model yang kita punyai tentang alam ini sejalan dengan penemuan-penemuan yang baru yang kita dapatkan.
Aspek pokok dalam pembelajaran IPA adalah anak dapat menyadari keterbatasan pengetahuan mereka, memiliki rasa ingin tahu untuk menggali berbagai penegtahuan baru, dan akhirnya dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka. Ini tentu saja sangat ditunjang dengan perkembangan dan meningkatnya rasa ingin tahu anak, cara anak mengkaji informasi, mengambil keputusan, dan mencari berbagai bentuk aplikasi yang paling mungkin diterapkan dalam diri dan masyarakatnya. Bila pembelajaran IPA diarahkan dengan tujuan seperti ini, diharapkan bahwa pendidikan IPA sekolah dasar dapat memberikan sumbangan yang nyata dalam memberdayakan anak.
Beberapa aspek penting yang dapat diperhatikan guru dalam memberdayakan anak melalui pembelajaran IPA adalah: (1)
Pentingnya memahami bahwa pada saat memulai kegiatan pembelajarannya, anak telah memiliki berbagai konsepsi, penegtahuan yang relevan dengan apa yang mereka pelajari.
Pada pembelajaran IPA sekolah dasar diperlukan pengetahuan dasar mengenai konsep yang terkandung dalam setiap unit pelajaran. Sebelum pembelajaran dimulai sudah barang tentu, guru IPA memberitahu kepada peserta didik tujuan yang diharapkannya, yang kemudian akan menjadi capaian setelah pelajran selesai.
2.1.3 Hasil Belajar IPA di SD
2.1.3.1 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3).
Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Selanjutnya Warsito (dalam Depdiknas, 2006: 125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Sehubungan dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk. (2010: 18) menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan- perubahan tersebut di antaranya dari segi kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek.
Jika dikaji lebih mendalam, maka hasil belajar dapat tertuang dalam lain: (1) hasil belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingsikolastik; (2) strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berfikir seseorang dalam arti seluas-luasnya termaksuk kemampuan memecahkan masalah; (3) sikap dan nilai, berhubungan dengan arah intensitas emosional dimiliki seseorang sebagaimana disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku terhadap orang dan kejadian; (4) informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta; dan (5) keterampilan motorik yaitu kecakapan yang berfungsi untuk lingkungan hidup serta memprestasikan konsep dan lambang.
Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Menurut Wahidmurni, dkk(2010: 28), instrumen dibagi menjadi dua bagian besar, yakni tes dan non tes. Selanjutnya, menurut Hamalik (2006: 155), memberikan gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tampak terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur melalui perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja (mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik). Hasil belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan makna dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar. Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut. Jadi siswa memiliki tanggung jawab akhir atas belajar mereka sendiri.
2.1.3.2 Hasil Belajar IPA di SD
Hasil belajar merupakan hal yang penting untuk dijadikan tolok ukur tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar. Endang Poerwanti (2008) mengungkapkan bahwa hasil belajar IPA di SD meliputi tiga ranah (domain), yaitu (1) domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecaerdasan logika), (2) domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antar pribadi dan kecerdasan intra pribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional), dan (3) domain psikomotor (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestik, kecerdasan visual, dan kecerdasan musikal).
Menurut A. Supratiknya (dalam Agus Suprijono, 2012: 5), hasil belajar yang menjadi objek penilaian kelas berupa kemampuan-kemampuan baru yang diperoleh murid sesudah mereka mengikuti proses belajar mengajar tentang mata pelajaran tertentu. Horward Kingsley (dalam Nana Sudjana, 2010:22) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) penegtahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dengan kurikulum.
2.1.3.3Faktor
– Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Banyak faktor yang mempengaruhi belajar seseorang. Menurut Slameto (2003:56) lebih rinci menggolongkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar ke dalam dua jenis yaitu: a.
Faktor Intern yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar.
Faktor intern, terbagi ke dalam tiga faktor:
1) Faktor jasmaniah, terdiri atas: faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh.
2) Faktor psikologis, meliputi: intelligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan.
3) b.
Faktor Ekstern yaitu faktor yang ada diluar individu.
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu: 1)
Faktor keluarga, seperti: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. 2)
Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar , kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah. 3)
Faktor masyarakat, diantaranya: kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
Sedangkan menurut Sudjana (1989: 39) hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Selain faktor dari dalam diri siswa faktor yang berada di luar diri siswa dapat menetukan dan mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar disekolah adalah kualitas pengajaran artinya tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran.
2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match (Mencari Pasangan )
2.1.4.1 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman. Hal inilah yang terjadi ketika seseorang sedang belajar, dan kondisi ini juga sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena belajar merupakan proses alamiah setiap orang. Wenger (1998:227; 2006:1) mengatakan, “ pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas yang lain. pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dan pada level yang berbeda- beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial.
Menurut Suprijono (2009: 54), pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
Selain itu pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat. Pembelajaran kooperatif ini merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Dalam pembelajaran kooperatif diterapkan strategi belajar dengan jumlah siswa sebagai anggota anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuanyya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran ini, belajar
2.1.4.2 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang ada di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen pembelajaran kooperatif menurut Lie dalam Mulyono (2011: 31) adalah sebagai berikut: a.
Saling ketergantungan positif Pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui: (1) saling ketergantungan pencapaian tujuan; (2) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas; (3) saling ketergantungan bahan atau sumber; (4) saling ketergantungan peran, dan (5) saling ketergantungan hadiah.
b.
Interaksi tatap muka Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa.
c.
Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman , berani mempertahankan pikiran logis.
2.1.4.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match ( Mencari Pasangan)
Model pembelajaran make a match (Mencari Pasangan) merupakan salah satu jenis dari model dalam pembelajaran kooperatif (Rusman: 2011). Bentuk diskusi dengan mencari pasangan adalah bentuk pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas sambil bermain dengan teman, pada suasana yang menyenangkan tetapi mengena dan sampai pada sasaran, karena siswa berkompetisi untuk lebih cepat menemukan pasangannya dari kartu atau jawaban yang dibawa masing- Menurut Suprijono (2012), hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam jika pembelajaran dikembangkan dengan Make a Match adalah kartu-kartu. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Nana Sudjana, 2013: 54).
Model pembelajaran Make a Match atau mencari pasangan, guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan atau permasalahan dan kartu yang berisi jawaban dari persoalan tersebut. Kemudian guru membagikan kartu tersebut kepada siswa. Bagi siswa yang mendapatkan kartu soal maka dia harus memikirkan apa jawabannya sedangkan yang mendapat kartu berisi jawaban maka dia harus memikirkan soal apa yang jawabannya ada di kartu itu. Setelah siswa diberi waktu untuk berfikir, siswa mencari pasangannya dengan waktu yang ditentukan guru. Siswa yang berhasil mencocokan dengan cepat dan benar akan mendapatkan poin atau nilai, kartu dikumpulkan lagi dan dikocok untuk babak berikutnya. Pembelajaran berikutnya seperti babak pertama, kemudian penyimpulan, evaluasi, dan refleksi.
Model pembelajaran Make a Match merupakan model yang melibatkan siswa ke dalam kelompok pembelajaran secara berkolaborasi, dengan mencocokan kartu soal dan kartu jawaban untuk mencapai tujuan bersama. Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi kepada siswa lan yang berbeda latar belakang. Hal ini akan membantu siswa mengembangkan keterampilan mereka di lingkungan masyarakat sekitar, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.
2.1.4.4 Langkah-langkah Penerapan Model Make A Match
Model pembelajaran mencari pasangan ini dikembangkan oleh Curran tahun 1994 dalam Asikin (2009: 24) yang mempunyai langkah-langkah dalam pembelajarannya. Langkah-langkah penerapan model mencari pasangan (Make A
Match
) dalam Mulyatiningsih (2011: 233) adalah sebagai berikut: d.
Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban) e.
Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan diberi poin f.
Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya g.
Demikian seterusnya h. Kesimpulan/ penutup
2.1.4.5 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Tipe Make A Match
Model Make A Match atau mencari pasangan dapat digunakan untuk membangkitkan aktivitas peserta didik dan cocok digunakan dalam bentuk permainan karena didalam pembelajaran peserta didik kut aktif dalam proses pembelajaran mengenai materi yang diajarkan. Selain itu, siswa menjadi lebih senang dan tertarik untuk belajar. Keunggulan dari model Make A Match ialah: a.
Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.
b.
Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran.
c.
Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
d.
Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.
e.
Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
Di samping manfaat yang dimiliki, model make a match juga memiliki kekurangan seperti: a) diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan, waktu yang digunakan perlu dibatasi agar tidak terlalu banyak bermain-main,
b) Pada awal-awal penerapan model, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.
c) a.
Sebelum melakukan model ini guru membuat kesepakatan dengan siswa supaya siswa tertib dan tidak ramai.
b.
Guru menguasai kelas dan pandai mengatur situasi (misal siswa masih ramai guru memotivasi/ mengatur siswa menjadi tertib kembali, setelah tertib pelajaran dimulai lagi).
c.
Peneliti meluangkan waktu untuk mempersiapkan kartu-kartu yang berisi topik yang akan dibahas terlebih dahulu sebelum pertemuan.
2.1.5 Media Gambar
Media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Asosiasi Pendidikan Nasional mengaitkan media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya (dalam Arief S: 2008). Drs. Arief S. Sadiman, M. Sc mengungkapkan media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
Dari berbagai pendapat mengenai media, dapat disimpulkan media adalah segala bentuk alat perantara/ penyalur pesan dari pengirim ke penerima yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dengan adanya media diharapkan informasi yang disampaikan guru akan lebih teliti, jelas dan menarik minat serta perhatian siswa terhadap materi yang dipelajari. Media sebagai salah satu sumber belajar yang dapat digunakan guru untuk menunjang proses belajar mengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Karakteristik media ini sebagaimana dikemukakan oleh Kemp (1975) merupakan dasar pemilihan media
Secara umum media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut (Sadiman dkk, 2008: 17): 1)
Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas (dalam bentuk kata-kata tertulis atau tulisan belaka). 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. 3)
Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. 4)
Sifatnya konkret, gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata.
Selain kelebihan-kelebihan tersebut media gambar mempunyai beberapa kelemahan yaitu (Sadiman, 2008: 31): 1) Gambar hanya menekankan persepsi indera mata. 2)
Gambar benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran. 3) Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sri Rejeki yang berjudul, “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Pada Mata Pelajaran IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match di SDN 2 Segonwetan Semester II Tahun 2009/2010
”, menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif Make A Match mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Pada ulangan harian awal rata-rata hasil belajar siswa mencapai 66, siklus I rata-rata 78, dan siklus II rata-rata 88.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Edi Sukirso yang berjudul, “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar PKN Melalui Teknik Make A Match Pada Siswa
Penelitian yang saya lakukan berjudul, “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Dengan Media Gambar Siswa Kelas III SD Negeri Purworejo Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Semester II Tahun 2014/2015
”, menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Make A Match mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Pada ulangan harian awal rata-rata hasil belajar siswa mencapai 60, siklus I rata-rata 70,6, dan siklus II rata-rata 80.
2.3 Kerangka Pikir
Hasil belajar SD Negeri Purworejo Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang memang tergolong masih rendah. Hal ini terbukti dari hasil wawancara peneliti dengan guru kelas yang menyatakan bahwa beliau kesulitan dalam menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan setiap mata pelajaran yang sedang diajarkan. Siswa kelas III SD Negeri Purworejo Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang masih merasakan bahwa IPA itu merupakan mata pelajaran yang sulit untuk dipahami dan sangat membosankan. Hal ini bisa dikarenakan guru kurang mampu menggunakan model dan alat peraga yang sesuai dengan Mata pelajaran IPA saat proses pembelajaran berlangsung. Dalam penyampaian pembelajaran guru hanya berceramah, sehingga pembelajaran hanya berpusat kepada guru sedangkan siswa hanya pasif saat pembelajaran berlangsung.
Cara belajar yang baik bukan hanya dengan mendengarkan saja,tetapi juga butuh kreativitas dalam belajar. Hal ini akan berpengaruh pada hasil belajar. Interaksi antara guru dengan murid juga masih kurang, yang akan menyebabkan siswa tidak tertarik dengan apa yang dipelajari. Melihat permasalahan yang ada di sini saya akan mencoba mangganti model pembelajaran yang hanya berpusat kepada guru dengan menggunakan Model pembelajaran kooperatif tipe Make A
Match . pasangannya sesuai kartu yang didapat. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa dan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap hasil belajar IPA.
KERANGKA PIKIR
Hasil belajar Siswa pasif
Guru masih tidak dalam menggunakan maksimal/belum pembelajaran, cara kurang tertarik mencapai KKM konvensional,
(kurang dari 70) dengan materi penggunaan pembelajaran, metode kurang tidak berani sesuai untuk bertanya.
Tindakan Memahami konsep cuaca dan pengaruhnya bagi manusia melalui gambar Pemberian tugas
Guru menerapkan model Make A mencari pasangan kartu
Match
dengan media media gambar soal/ jawaban dalam pembelajaran IPA
Pelaporan hasil kerjasama pasangan di depan kelas Membangun konsep sesuai kompetensi yang akan dicapai.
Siswa aktif dalam pembelajaran, siswa tertarik dengan materi yang diajarkan, Hasil belajar berani untuk bertanya. meningkat ( > 70)
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut: penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas III SD Negeri Purworejo Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.