IMPLEMENTASI QARD DI LEMBAGA KEUANGAN SY

IMPLEMENTASI QARD DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih
Kontemporer
Dosen Pengampu
Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun oleh:
Ana Hardiyanti
Kelas A

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI ( IAIN ) METRO
2017

1

A.

Pendahuluan
Lembaga keuangan syariah merupakan salah satu instrument yang


digunakan untuk mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari
sitem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem
sosial. Oleh karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks
keseluruhan keberadaan masyarakat, serta nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan.
Dalam menjalankan syariah Islam, umat muslim belum sepenuhnya
mendasarkan diri pada ajaran Islam dengan benar. Aspek ibadah tertentu saja
umat muslim menjalankannya sesuai syariah, seperti sholat, puasa, zakat dan
haji. Tetapi dalam lapangan muamalah, umat muslim masih sedikit yang
menggunakan dan mendasarkannya pada syariah Islam, seperti menjalankan
roda ekonomi pada sektor perbankan. Kesadaran umat Islam berzakat baru
terbatas pada zakat fitrah yang setiap tahun wajib dikeluarkan menjelang ibadah
Idul Fitri. Kewajiban zakat harta umat Islam masih secara tradisional dalam
menjalankannya. Padahal, zakat harta apabila dikelola dengan baik, harta zakat
tersebut dapat menjadi modal dasar dalam menjalankan perekonomian umat dan
rakyat lainnya yang didasarkan pada aspek ibadah kemasyarakatan. Kajian
tentang permasalahan zakat sebagai modal pemberdayaan perekonomian rakyat
telah menjadi bahasan di berbagai tingkatan masyarakat, baik pada tataran
praktis maupun teoritis.

Dana zakat tersebut selanjutnya menjadi sumber dana yang harus
didistribusikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Salah satu cara untuk
mendistribusikan dana zakat yang dapat berkelanjutan adalah dengan
menggunakan bentuk pola pembiayaan yang disebut al-qard.
Al-qard merupakan bentuk pinjaman dana tanpa adanya imbalan pada saat
pengembalian. Nasabah hanya mengembalikan jumlah dana pokok yang
diterima saat meminjam dalam periode tertentu yang sudah disepakati.

2

B.

Implementasi Al-qard di Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)
Al-qard adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih

kembali.

Dengan kata lain al-qard adalah pemberian pinjaman tanpa

mengharapkan imbalan tertentu. Dalam hasanah fiqih, transaksi al qard

tergolong transaksi kebajikan atau tabrru’ atau ta’awuni.1 Dalam prakteknya alqard dapat diterapkan oleh BMT dalam beberapa kondisi yaitu:
1. Sebagai Produk Pelengkap
Yakni BMT membuka produk al-qard, karena terbatasnya dana sosial
yang tersedia atau rendahnya plafond yang diprogramkan. Dalam
keadaan ini produk al-qard diterapkan jika keadaan sangat mendesak.
2. Sebagai Fasilitas Pembiayaan
BMT dapat mengembangkan produk ini, mengingat nasabah atau
anggota

yang

dilayani

BMT

tergolong

masyarakat

menengah


kebawah, sehingga tidak mungkin menggunakan akad komersial.
3. Pengembangan Produk Baitul Maal
Al-qard

dikembangkan

oleh

BMT

seiring

dengan

upaya

pengembangan Baitul Maal. Kondisi ini paling ideal. Hal ini sekaligus
dalam rangka menyeimbangkan antara sisi bisnis dan sosial BMT.
Dalam keadaan ini, al-qard dapat dikembangkan lagi menjadi alqardhul hasan,yakni pinjaman kebajikan yang sumber dananya

semata-mata dana zakat, infaq atau sedekah.
Karena sifatnya yang tidak memberikan keuntungan finansial secara
langsung, maka sumber dana al-qard biasanya berasal dari dana sosial,
meskipun BMT dapat mengalokasikan sebagian dana komersialnya untuk
membiayai al-qard.2 Sumber dana al-qard dapat dibedakan menjadi:
1. Dana komersial atau modal
Dana ini diperuntukkan guna membiayai kebutuhan nasabah atau
anggota yang sangat mendesak dan berjangka pendek, sementara
dana zakat tidak sedia. BMT juga dapat menyisihkan dana produktifnya
1

Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), ( Yogyakarta:UII
Press, 2004), h. 174
2
Ibid.., h. 175

3

seperti tabungan atau deposito untuk membiayai al-qard. Atas dasar
akad ini, BMT tidak diperbolehkan menetapkan sejumlah imbalan

dalam bentuk apapun. Namun peminjam sangat disarankan untuk
memberikan imbalan dalam bentuk apapun. Namun peminjam sangat
disarankan memberikan imbalan tanpa perjanjian dan BMT dapat
mengakuinya sebagai tambahan pendapatan.
2. Dana sosial
Dana ini diperuntukkan dalam pengembangan usaha nasabah yang
tergolong delapan asnaf. Pengelolaannya harus dipola sedemikian rupa
sehingga penerima tidak menjadi tergantung terus. Disinilah dituntut
supaya manajemen Baitul Maal ditata secara profesional. Dana ini
dapat berasal dari zakat, infaq, sedekah, hibah, serta pendapatan yang
diragukan, misalnya bunga bank dan lain-lain.
Sementara Ismail menyatakan bahwa asal dana al-qard adalah sebagai
berikut:
1. Qard yang diperlukan untuk pemberian dana talangan kepada nasabah
yang memiliki deposito di bank syariah. Dana talangan ini diambilkan
dari modal bank syariah yang jumlahnya sedikit dan jangka waktunya
pendek, sehingga bank syariah tidak diragukan.
2. Qard

yang


digunakan

untuk

memberikan

pembiayaan

kepada

pedagang asongan (pedagang kecil) atau lainnya, sumber dana berasal
dari zakat, infak, sedekah dari nasabah atau para pihak yang
menitipkannya.
3. Qard untuk bantuan sosial, sumber dana berasal dari pendapatan bank
syari’ah dari transaksi yang tidak dapat dikategorikan pendapatan
halal.misalnya, pendapatan denda atas keterlambatan pembayaran
angsuran oleh nasabah pembiayaan, denda atas pencairan deposito
berjangka sebelum jatuh tempo, dan pendapatan non-halal lainnya.3
Secara umum al-qard memberikan beberapa manfaat secara konseptual

baik bagi pihak BMT maupun nasabah atau anggota, yaitu sebagai berikut:
Ismail, Perbankan Syari’ah, sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih
Mua’malah Kontemporer, h. 175
3

4

1. Memberikan nasabah atau anggota mendapatkan talangan dana
jangka pendek
2. Memperjelas identitas BMT dengan LKM lain termasuk bank, karena
memadukan antara misi sosial dan bisnis
3. Memberikan dampak sosial yang lebih luas di masyarakat
Sebagai upaya memperoleh pendapatan yang semaksimal mungkin,
aktivitas pembiayaan BMT juga menganut azas syari’ah, yakni dapat berupa bagi
hasil, keuntungan maupun jasa manajemen. Upaya ini harus dikendalikan
sedemikian rupa segingga kebutuhan likuiditas dapat terjamin dan tidak banyak
dana yang menganggur. Supaya dapat memaksimalkan pengelolaan dana, maka
manajemen BMT harus memperhatikan tiga aspek penting dalam pembiayaan,
yakni aman, lancar, dan menguntungkan4.
1. Aman

Yakni keyakinan bahwa daan yang dilempar dapat ditarik kembali
sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Untuk menciptakan kondisi
tersebut, sebelum dilakukan pencarian pembiayaan, BMT harus
melakukan survey usaha untuk memastikan bahwa usaha yang dibiayai
layak. Dilarang memberikan pembiayaan hanya karena faktor kasihan.
BMT harus betul-betuk jeli dalam melihat usaha yang diajukan.
2. Lancar
Yakni keyakinan bahwa dana BMT dapat berputar dengan lancar dan
cepat.

Semakin cepat dan lancar

perputaran dananya,

maka

pengembanga BMT akan semakin baik. Untuk itu BMT harus membidik
segmen pasar yang putarannya harian atau mingguan. Komposisi
antara yang bulanan dan harian atau mingguan harus berimbang dan
akan lebih baik jika hariannya lebih banyak.

3. Menguntungkan
Yakni perhitungan dan proyeksi yang tepat, untuk memastikan dana
yang dilempar akan menghasilkan pendapatan. Semakin tepat dalam
memproyeksi usaha, kemungkinan besar gagal dapat diminimalisasi.
Kepastian pendapatan ini memiliki pengaruh yang besar bagi

4

Ibid..., h. 164

5

kelangsungan BMT. Semakin besar pendapatan BMT, akan semakin
besar pula bagi hasil yang akan diterima oleh anggota penabung dan
sebaliknya. Besar kecilnya bagi hasil tentu saja akan sangat
dipengaruhi oleh bagi hasil BMT yang diterima dari nasabah
peminjam.oleh karena hubungan timbal balik ini harus dipelihara
supaya tidak saling merugikan.
Dikalangan dunia koperasi syari’ah, BMT sebagai lebaga keuangan
berbasis syari’ah yang bertujuan untuk mengarahkan kegiatan ekonomi umat

untuk bermuamalat secara Islami, telah membantu masyarakat yang mempunyai
kekurangan dana untuk kebutuhan dalam waktu cepat dengan menawarkan
salah satu produknya yaitu yang dalam praktiknya menggunakan akad al-qard.5
Dalam praktiknya pembiayaan al-qard di BMT lebih sering dikenal sebagai
pinjaman yang terbatas dalam jumlah uang tertentu dan dalam masa tertentu
dan dikembalikan pada saat jatuh tempo dengan tanpa imbalan kemudian
dipahami sebagai salah satu produk Lembaga Keuangan Syariah yang bersifat
sukarela atau kebajikan saja. Sistem ini lebih bersifat sosial dan tidak profit
oriented yang bertujuan untuk kegiatan produktif dan aplikatif peminjam dana
hanya perlu mengembalikan modal yang dipinjam dari BMT apabila sudah jatuh
tempo.
Bila dibandingkan dengan kekuatan lembaga keuangan mikro lain dalam
hal besaran pembiayaan atau kredit, kekuatan BMT memang belum seberapa.
Namun, jika ditinjau dari segi jumlah penerima manfaat, maka kita dapat melihat
jumlah nasabah yang dilayani untuk UKM (Usaha Kecil Menengah) jauh lebih
banyak, dan yang lebih menarik lagi jumlah pembiayaan tiap unit usahapun lebih
kecil, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembiayaan di BMT lebih mampu
menyentuh usaha mikro sebagai unit usaha terkecil, akan tetapi memiliki jumlah
unit usaha paling besar di Indonesia.6

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi,
Edisi 2, (Yogyakarta:Ekonisia, 2003), h. 71
6
http://muhammadnorabdi.wordpress.com/2011/08/06/19/?_e_pi=7%2cPAGE_ID
diakses pada tanggal 06 Maret 2017 pukul 21:00 WIB
5

6

Sebenarnya konsep sasaran pemanfaatan al-qard sebagai pinjaman
kebajikan sudah dirumuskan dalam berbagai tolok ukur dan berbagai pengkajian
ilmu-ilmu terapan yang sudah begitu berkembang. Misalnya, dikenal konsep
garis kemiskinan yang mungkin saja akan berubah dari waktu ke waktu. Konsep
ini dikembangkan dari berbagai survei untuk mengumpulkan berbagai informasi
tentang keadaan sosial ekonomi masyarakat.7 BMT yang merupakan salah satu
Lembaga

Keuangan

Syariah

Non-Bank

sebagai

organisasi

yang

mengembangkan manajemen secara profesional dalam pemberdayaan dan
pengelolaan sumber-sumber dana harus melakukan survei seperti itu untuk
mengumpulkan informasi informasi dalam masyarakat dan menyusun konsepkonsep yang bisa dipakai sebagai tolok ukur profesionalnya.
Berdasarkan orientasi prinsip manfaat sebagai sesuatu yang aktual dalam
kehidupan umat Islam, maka ada dua missi utama yang perlu dilaksanakan oleh
BMT yaitu dengan memahami konsep secara tekstual dengan menggali nilai-nilai
ilmiah dari ajaran Islam dan memperkaya persepsi masyarakat itu secara
kontekstual dengan dimensi baru bahwa al-qard merupakan suatu kekuatan
yang memiliki dampak aktual terhadap kehidupan ekonomi umat Islam. Misi ini
dapat diwujudkan melalui pengkajian dan penelitian ajaran sebagai kekuatan
ekonomi umat Islam tanpa menghilangkan nilai ibadah dalam pemberian
tersebut. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk memperkuat landasan ilmiah
dari ajaran yang lebih berorientasi kepada aktualitas manfaat bagi kehidupan
masyarakat, mengembangkan organisasi dan manajemen BMT sendiri secara
profesional. Keberhasilan sebagai suatu gerakan aktual dalam memperkuat
ekonomi sangat terkait dengan terorganisasikannya kegiatan tersebut dalam
berbagai kelembagaan dengan suatu kepemimpinan dan manajemen yang
profesional. Perorganisasian kegiatan dilaksanakan melalui berbagai fungsi
kelembagaan, seperti fungsi pengumpulan dan penyimpanan sumber-sumber
dana, fungsi penyaluran, fungsi evaluasi, penelitian dan pengembanya yang
efektif.8 Pada akhirnya apa yang bisa dicapai oleh BMT yang berazaskan
syari’ah dalam memperdayakan dan pengelolaan adalah terkumpulnya sejumlah
7

http://tugaskuliah-syaifurrahman.blogspot.com/2013/07/pembiayaan-alad-alqard.html diakses pada tanggal 06 Maret 2013 pukul 19:58 WIB
8
http://bmt-tumang.blogspot.com/2011/06/qard.html diakses pada tanggal 06
Maret 2017 pukul 21:00 WIB

7

sumber dana yang diharapkan dapat memberikan pengembangan perekonomian
rakyat. Dalam hal ini, BMT diharapkan dapat menjadi lembaga pembiayaan
dalam pengembangan manajemen secara profesional lebih khusus untuk
masyarakat menengah kebawah.
Sebenarnya implementasi al-qard di BMT dan perbankan syari’ah tidak
jauh berbeda. Kedua lembaga keuangan syariah ini sama-sama memberikan
dana al-qard bagi masyarakat yang sedang mengalami kesulitan dan
membutuhkan dana mendesak untuk mendapatkan dana talangan jangka
pendek. Jika di perbankan syariah pembiayaan al-qard digunakan sebagai dana
pinjaman talangan ibadah haji.9 Akan tetapi di BMT prioritas pembiayaan
berdasarkan prinsip ini, adalah pengusaha kecil pemula yang potensial akan
tetapi tidak mempunyai modal apapun selain kemampuan berusaha, serta
perorangan lainnya yang berada dalam keadaan terdesak, dan BMT hanya
mengenakan biaya administrasi. Dapat juga diterapkan untuk pinjaman kepada
nasabah yang mengelola usaha sangat kecil, jika nasabah mengalami musibah
dan tidak dapat mengembalikan, maka BMT dapat membebaskannya.
Keistimewaan produk ini, selain tanpa beban, juga tampak besarnya tingkat
kepedulian BMT terhadap nasabah tanpa memandang tingkat ekonominya. BMT
memperlakukan nasabah sebagai mitra usaha yang tidak hanya atas
pertimbangan bisnis semata, tetapi juga atas pertimbangan kemanusiaan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa merupakan satu bentuk aplikasi
dari yang ditujukan bagi sektor usaha kecil atau sektor sosial lainnya berupa
pemberian pinjaman kepada pengusaha kecil yang benar-benar kekurangan
modal dan harus dikembalikan sebesar pinjaman yang diberikan tanpa imbalan
apa pun.
Apabila dikaji lebih mendalam, al-qard mempunyai keunggulan, antara lain:
1. Bersifat mendidik, peminjam wajib mengembalikan, sehingga dana
terus bergulir, diharapkan si peminjam setelah usahanya berhasil,

9

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2014), h. 106

8

nantinya akan mengeluarkan zakat, infak dan atas hasil usahanya
tersebut.
2. Dana zakat, infak dan sebagai dana sosial, akan selalu dapat
dimanfaatkan lagi untuk peminjam berikutnya
3. Meningkatkan citra baik dan loyalitas masyarakat terhadap ekonomi
syariah serta kesadaran untuk membayar zakat melalui lembaga
yang dipercayai, sehingga dana tidak sekedar menjadi dana bantuan
yang bersifat sementara dan habis untuk keperluan konsumtif saja.
4. Percepatan pembangunan ekonomi kerakyatan yang berbasiskan
syariah Islam menjadi kenyataan.
Mengingat bahwa peruntukan pembiayaan al-qard adalah bagi usaha kecil
yang cukup memiliki kelemahan profesionalisme, maka biasanya BMT
menerapkan sisitem pelunasan yang ditetapkan yaitu harian, bukan bulanan. Hal
ini untuk menghindari resiko pemanfaatan dana untuk selain usaha (side
streaming).

Nasabah hanya akan dikenakan biaya administrasi pada waktu

pelaksanaan tetapi tidak dikenakan biaya margin kepada pihak BMT.
Akad al-qard adalah

bentuk transaksi ta’awun, resiko aplikasi al-qard

dalam Lembaga Keuangan Syariah terhitung tinggi karena al-qard dianggap
pembiayaan yang tidak ditutup dengan jaminan. Akan tetapi BMT diperbolehkan
meminta jaminan kepada pihak nasabah karena dikhawatirkan akan terjadi
cidera janji terhadap nasabah (wanprestasi). Hal ini diperlukan untuk
memperkecil resiko yang merugikan BMT sekaligus melihat kemampuan
nasabah dalam menanggung pembayaran kembali atas hutang yang diterima
dari pihak BMT.10 Seperti yang dianjurkan dalam Al-qur’an surat Al-Baqarah ayat
283 :

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori Kepraktik, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), h. 134
10

9

               
                 
   
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seoarang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya”.(Q.S Al-Baqarah:283)11
Ketika waktu pelunasan tiba, sedang pihak muqtarid (nasabah) belum
mampu melunasi hutang, sangat dianjurkan oleh ajaran Islam agar pihak muqrid
(pihak BMT) berkenan memberi kesempatan dengan memperpanjang waktu
pelunasan, sekalipun demikian ia berhak menuntut pelunasannya.12 Maka dalam
hal ini BMT diperbolehkan meminta jaminan kepada nasabah dan berhak
mendapatkan uang fee dari pihak nasabah atau anggota.
Pada pelaksanaannya al-qard dalam presentasenya sangat kecil tidak
sampai 5% dari modal BMT, karena penyaluran dana dianggap mempunyai
resiko yang tergolong tinggi dan tidak ada keuntungan berupa finansial bagi BMT
sendiri. Dalam penyalurannya pun dikhususkan pada nasabah-nasabah yang
dianggap mempunyai kualifikasi loyalitas tinggi atau hampir tidak pernah
melakukan kesalahan (wanprestasi). Syarat pokok bagi pengguna akad qard ini
adalah anggota BMT sehingga ketika terjadi masalah terkait pengembalian
sudah ada jaminan yang bisa liquid diakhir tahun pada pembagian deviden
saham dari anggota.
Dalam hal ini BMT tidak menyalahi ketentuan syari’at karena BMT telah
berusaha membantu dan mempermudah urusan nasabah dalam bermuamalah.
Dan juga tidak berbenturan dengan undang-undang yang mengatur tentang

Al-qur’an Surat Al-Baqarah ayat 283
Ghufron A. Mas’adi, Fikih Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002),h. 174
11

12

10

mekanisme al-qard sesuai dengan Dewan Syari’ah Nasional No:19/DSNMUI/IV/2001 yang diantara isinya yaitu:
1. Al-qard adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtarid)
yang memerlukan
2. Nasabah al-qard wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima
pada waktu yang telah disepakati bersama
3. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah
4. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang
perlu
5. Nasabah al-qard dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan
sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad
6. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan atau seluruh kewajibannya
pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan
ketidakmampuannya, LKS dapat memperpanjang jangka waktu
pengembalian
7. Menghapus ( write off ) sebagian atau seluruh kewajibannya13
Contoh kasus implementasi al-qard di BMT :
Ibu Siti Rahmawati, yang beralamat di 15A Iring Mulyo, Kota Metro
mengajukan permohonan pembiayaan qard kepada BMT L-Risma sebesar Rp
5.000.000,- (lima juta rupiah). Permohonan dilakukan secara tertulis dengan
mengisi form pengajuan pembiayaan. Formulir beserta kelengkapannya
kemudian diserahkan kepada petugas yang mengurusi pembiayaan. Setelah
melalui tahapan penilaian dan disetujui, permohonan pembiayaan Ibu Siti
Rahmawati direalisasi dengan rincian sebagai berikut:
1. Nama

: Siti Rahmawati

2. Alamat

: 15A Iring Mulyo, Kota Metro

3. Tanggal realisasi : 06 Februari 2017
4. Besar pinjaman

: Rp 5.000.000,-

5. Jatuh tempo

: 06 Februari 2018

6. Jangka waktu

: 12 bulan

Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari’ah, (Yogyakarta: UII
Press, 200), h. 147
13

11

7. Jaminan

: sertifikat tanah

8. Biaya sewa

: 3% x Rp 5.000.000,- = Rp 150.000,00

Yang dimaksud dengan biaya sewa disini adalah ujrah (fee) penyewaan
tempat penyimpanan barang jaminan qard berupa sertifikat tanah yang harus
dibayar Ibu Siti Rahmawati kepada BMT L-Risma setiap bulan. Besarnya ujrah
adalah 3% dari poko hutang yang diterima Ibu Siti Rahmawati dari BMT L-Risma.
Angsuran per bulan yang harus dibayar Ibu Siti Rahmawati kepada BMT L-Risma
terdiri dari angsuran pokok hutang dan biaya sewa dengan rincian sebagai
berikut:
1. Angsuran pokok : Rp 416.667,00
2. Biaya sewa

: RP 150.000,00

Al-qard dalam BMT dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:
(1)

(1)

(perjanjian qard)
Pengelolaan modal

modal 100%

(3)
(nasabah/muqtarid)

(2)
(proyek/usaha)

(BMT/ muqrid)

(4)
100% keuntungan

pengembalian modal

(5)

(5)

Skema diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pihak nasabah (muqtarid) mengajukan pinjaman kepada BMT (muqrid)
dengan menggunakan akad qard

12

2. Pinjaman tersebut adalah pinjaman untuk modal usaha yang dikelola oleh
nasabah
3. Nasabah (muqtarid) menjalankan modal tersebut untuk sebuah usaha
4. Setelah mendapatkan keuntungan dari usaha nasabah mengembalikan
modal usaha yang dipinjamnya
5. Keuntungan yang diperoleh dari usaha nasabah 100% untuk nasabah
sendiri

13

C.

Kesimpulan
Al-qard adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih

kembali.

Dengan kata lain al-qard adalah pemberian pinjaman tanpa

mengharapkan imbalan tertentu. Dalam hasanah fiqih, transaksi al qard
tergolong transaksi kebajikan atau tabrru’ atau ta’awuni. dalam prakteknya alqard dapat diterapkan oleh BMT dalam beberapa kondisi yaitu, sebagai produk
pelengkap, sebagai fasilitas pembiayaan, dan pengembangan produk baitul maal
seperti zakat, infaq, dan sedekah.
Karena sifatnya yang tidak memberikan keuntungan finansial secara
langsung, maka sumber dana al-qard biasanya berasal dari dana sosial,
meskipun BMT dapat mengalokasikan sebagian dana komersialnya untuk
membiayai al-qard. Sumber dana tersebut didapat dari dana komersial atau
modal dan dari dana
Dalam praktiknya pembiayaan al-qard di BMT lebih sering dikenal sebagai
pinjaman yang terbatas dalam jumlah uang tertentu dan dalam masa tertentu
dan dikembalikan pada saat jatuh tempo dengan tanpa imbalan kemudian
dipahami sebagai salah satu produk Lembaga Keuangan Syariah yang bersifat
sukarela atau kebajikan saja. Sistem ini lebih bersifat sosial dan tidak profit
oriented yang bertujuan untuk kegiatan produktif dan aplikatif peminjam dana
hanya perlu mengembalikan modal yang dipinjam dari BMT apabila sudah jatuh
tempo. Tetapi nasabah tetap diperkenankan untuk memberikan sejumlah uang
fee atas jasa administrasi, dan pihak BMT berhak menerimanya tanpa dihitung
sebagai riba.

14

DAFTAR PUSTAKA
Al-qur’an Surat Al-Baqarah ayat 283
Ridwan, Muhammad, 2004, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT),
Yogyakarta:UII Press,
Ismail, Perbankan Syari’ah, sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih
Mua’malah Kontemporer
Sudarsono, Heri, 2003, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan
Ilustrasi, Edisi 2, Yogyakarta:Ekonisia
http://muhammadnorabdi.wordpress.com/2011/08/06/19/?_e_pi=7%2cPAGE_ID
diakses pada tanggal 06 Maret 2017 pukul 21:00 WIB
http://tugaskuliah-syaifurrahman.blogspot.com/2013/07/pembiayaan-alad-alqard.html diakses pada tanggal 06 Maret 2013 pukul 19:58 WIB
http://bmt-tumang.blogspot.com/2011/06/qard.html diakses pada tanggal 06
Maret 2017 pukul 21:00 WIB
A. Karim, Adiwarman, 2014, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Syafi’i Antonio, Muhammad, 2001, Bank Syariah dari Teori Kepraktik, Jakarta:
Gema Insani
A. Mas’adi, Ghufron, 2002, Fikih Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Muhammad, 2000, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari’ah,(Yogyakarta:
UII Press

15