BENTUK BENTUK KONFLIK POLITIK DALAM NOVE
BENTUK-BENTUK KONFLIK POLITIK
DALAM NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK
KARYA TERE LIYE (PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA)
Disusun Oleh:
1. Irma Silviana D.
2. Nurul Anisah
3. Nasyiatul Ashfiyah
(1301040048)
(1301040049)
(1301040052)
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebuah karya sastra notabene adalah sebuah lukisan tentang kehidupan. Karya
sastra merupakan suatu bentuk kontemplasi dan refleksi pengarang terhadap keadaan
di luar dirinya, misalnya lingkungan atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan
pemikiran Al Ma’ruf (2009:1) yang mengemukakan bahwa karya sastra merupakan
hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai
fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Di sisi lain, karya sastra menjadi
rekaman sejarah suatu masa. Indonesia telah mengalami berbagai fase. Fase-fase
tersebut direkam dalam berbagai bentuk dokumen, termasuk dokumen fiksi. Rekaman
tersebut menunjukkan refleksi kenyataan sosial yang menjadi latar belakang
penciptaan novel. Karya sastra adalah potret artistik dari sebuah lingkungan sosial.
Hal yang menarik dalam novel Negeri Di Ujung Tanduk adalah permasalahan
yang diungkapkannya. Novel ini mengungkap konflik politik dengan intrik-intrik
yang menyebabkan pergolakan antara masing-masing kelompok. Persaingan dunia
politik yang menjadikan kehidupan semakin rusak. Hukum semakin melemah karena
para penegak hukum banyak yang melanggar hukum. Negeri akan berada pada posisi
bahaya dengan semakin banyaknya orang yang memilih tidak peduli pada
penyimpangan-penyimpangan hukum. Para penipu menjadi pemimpin, para
pengkhianat menjadi pujaan, bukan karena tidak ada lagi yang menjadi teladan, tetapi
mereka memutuskan untuk menutup mata dan memilih hidup bahagia sendirian.
Namun, dalam novel ini ada sosok petarung sejati (Thomas) yang memilih jalan suci
dan tetap berdiri membela kehormatan.
Berbagai bentuk konflik politik terjadi untuk mencapai tujuan masing-masing.
Berbagai pihak yang tersangkut dalam konflik politik antara lain pengusaha, pejabat
negara, dan konsultan. Politik menjadi muatan utama dalam novel Negeri di Ujung
Tanduk yang disajikan dengan bahasa yang sederhana dan komunikatif. Senjata
pertempuran dan strategi politik dilancarkan untuk mengalahkan lawan. Novel
Negeri di Ujung Tanduk dipilih untuk dianalisis dengan mengutamakan konflik
politik yang terjadi di dalam novel. Oleh karena itu, analisis yang akan dilakukan
mengenai Konflik Politik dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye
dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang akan dibahas
adalah bagaimana bentuk-bentuk konflik politik dalam novel Negeri di Ujung Tanduk
karya Tere Liye?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan makatujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk-bentuk konflik politik
yang terdapat dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu manfaat
teoretis dan manfaat praktis.
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan terutama di
bidang bahasa dan sastra Indonesia dan memberikan kontribusi bagi
perkembangan ilmu sastra, khususnya dalam tinjauan sosiologi sastra.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi penelitian karya sastra
Indonesia dan menambah wawasan pembaca tentang konflik politik dan
meningkatkan kemampuan dan pemahaman bagi peneliti khususnya dan
pembaca pada umumnya, mengenai konflik politik dalam novel Negeri di Ujung
Tanduk .
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra merupakan ilmu interdisipliner, antara sosiologi dan ilmu
sastra. Ratna (2011:332-333) menyatakan bahwa tujuan dari sosiologi sastra adalah
meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat.
Suatu rekaan timbul dari kenyataan adanya sehingga menjadi bukti faktual. Karya
sastra bukan semata-mata gejala individual, tetapi gejala sosial yang memasyarakat.
Dikemukakan
Oemarjati
(1962:14)
bahwa
dalam
hubungannya
dengan
masyarakatnya, hasil seni (sastra) merupakan sistem norma konsep-konsep ide yang
bersifat intersubjektif dam harus diterima sebagaia sesuatu yang ada dalam ideologi
kolektif.
Seorang pengarang adalah anggota kelas sosial sebab lewat suatu kelaslah ia
berhubungan dengan perubahan sosial dan politik yang besar. Perubahan sosial dan
politik adalah ekspresi antagonisme kelas dan jelas mempengaruhi kesadaran kelas.
Setiap anggota kelas yang terpelajar harus memhami dan terlibat dalam perubahan
soali dan politik. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan pandangan dunia adalah
ekspresi teoretis dari suatu kelas sosial pada saat-saat bersejarah tertentu dan
ditampilkan oleh pengarang, filsuf, dan seniman-seniman dalam karya-karyanya
(Damono dalam Pradopo 2002:260)
Seorang pengarang adalah anggota kelas sosial sebab lewat suatu kelaslah ia
berhubungan dengan perubahan sosial dan politik yang besar. Perubahan sosial dan
politik adalah ekspresi antagonisme kelas dan jelas mempengaruhi kesadaran kelas.
Setiap anggota kelas yang terpelajar harus memhami dan terlibat dalam perubahan
soali dan politik. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan pandangan dunia adalah
ekspresi teoretis dari suatu kelas sosial pada saat-saat bersejarah tertentu dan
ditampilkan oleh pengarang, filsuf, dan seniman-seniman dalam karya-karyanya
(Damono dalam Pradopo 2002:260)
B. Konflik Politik
Istilah konflik acap kali dikaitkan dengan kekerasan. Menurut Surbakti
(2010:193) konflik politik sebagai perbedaan pendapat, persaingan, dan petentangan
antar individu, kelompok, atau organisasi dalam upaya mendapatkan dan
mempertahankan sumber-sumber dari keputusan yang dibuat dan dilaksanakan
pemerintah.
Masing-masing
berupaya
keras
untuk
mendapatkan
dan/atau
mempertahankan sumber yang sama. Namun guna mendapatkan dan/atau
mempertahankan sumber yang sama itu, kekerasan bukan satu-satunya cara. Pada
umumnya kekerasan cenderung digunakan sebagai alternatif yang terakhir. Dengan
demikian, konflik dibedakan menjadi dua, yaitu konflik yang berwujud kekerasan dan
konflik yang tak berwujud kekerasan.
Duverger (2007:253) mengemukakan bahwa konflik politik dibagi menjadi dua
kategori yaitu senjata-senjata pertempuran dan strategi politik.
1. Senjata-senjata Pertempuran
a. Kekerasan Fisik
Berbicara secara luas, ada dua jenis kekerasan yang dipergunakan sebagai
senjata di dalam pertempuran politik: kekerasan oleh negara melawan para
warganya, dan kekerasan antara kelompok warga negara atau melawan
negara.
b. Kekayaan
Keefektifan kekayaan sebagai senjata politik ditegaskan oleh paralel yang
ada antara evolusi bentuk-bentuk kekayaan dan evolusi bentuk-bentuk
otoritas.
c. Jumlah dan Organisasi
Jumlah senantiasa dianggap sebagai senjata politik dan sumber kekuasaan
di dalam hubungan internasional. Semakin besar jumlah penduduk suatu
negara, semakin banyak pekerja dan serdadu yang dipunyainya. Akan tetapi,
jumlah dalam suatu organisasi tidaklah berpengaruh. Mereka baru sungguhsungguh menjadi senjata politik hanya bilamana massa negara tersebut
terorganisir.
d. Media Informasi
Media digunakan untuk menyebarkan pengetahuan dan informasi
merupakan senjata politik yang dipakai oleh negara, organisasi, atau partai
dan gerakan rakyat. Pers dilukiskan sebagai Fourth Estate kekuatan
keempat, untuk menunjukkan pentingnya sebagai senjata politik.
2. Strategi Politik
a. Konsentrasi dan penyebaran senjata-senjata politik
Analisa-analisa terdahulu menunjukkan bahwa senjata-senjata politik
kadang dikonsentrasikan dan kadang-kadang terpencar. Hal ini tidak selalu
mencerminkan pemulihan strategi yang sudah dipertimbangkan dan dipilih
secara sengaja, akan tetapi lebih tentang situasi yang dihasilkan oleh
struktur sosial, yang dipaksakan oleh keharusan praktis. Penyebaran atau
konsetrasi senjata, degan demikian bisa menjadi akibat strategis yang
dipaksakan oleh kenyataan-kenyataan itu.
b. Perjuangan terbuka dan perjuangan diam-diam
Pembedaan antara perjuangan terbuka dan perjuangan diam-diam sifatnya
mendasar, berkaitan dengan dua tipe rezim politik yang besar. Di dalam
demokrasi, perjuangan politik terjadi secara terbuka, disaksikan secara
penuh oleh publik; di dalam rezim-rezim aristokratis, dia harus ditutup atau
disembunyikan. Kolerasi ini cukup akurat, tidak seperti yang oleh orangorang tertentu dicoba untuk dibangun antara demokrasi dan dispersi senjata
politik.
c. Pergolakan di dalam rezim dan perjuangan untuk mengontrol rezim
Dalam negara-negara demokrasi, pergolakan politik terbuka tetap terbatas.
Perbedaan dasar dalam hubungan ini harus dibuat diantara pergolakan di
dalam dan perjuangan untuk merebut rezim. Hal ini tidak saja merumuskan
bentuk perjuangan, akan tetapi juga batasan-batasannya juga. Dari titik ini,
hal itu terutama relevan untuk mempelajari antagonisme sosial dan integrasi
sosial.
d. Strategi dua blok dan strategi sentris
Perjuangan politik di dalam suatu sistem dwi partai berbeda dari perjuangan
di dalam sistem multi partai. Pada yang pertama, mengambil bentuk duel;
dalam yang kedua, sejumlah musuh saling berhadapan dan membentuk
berbagai koalisi. Perbedaan politik antara kiri dan kanan memungkinkan
kita memperbandingkan kedua situasi dan membuat klasifikasi yang cukup
tepat tentang strategi politik dalam demokrasi pluralis.
e. Kamuflase
Kamuflase adalah perkembangan yang alami di dalam demokrasi di mana
opini publik memainkan peranan yang tidak dapat menjadi indiferen
seluruhnya terhadap dukungan rakyat. Dipakai individu-individu, partaipartai, dan kelompok-kelompok desak di dalam perjuangannya untuk
memenangkan atau mempengaruhi kekuasan. Kamuflase juga dipakai oleh
pemerintah untuk memperoleh kepatuhan dari para warga dan untuk
mengembangkan integrasi sosial dan politik yang nyata.
BAB III
PEMBAHASAN
Novel Negeri di Ujung Tanduk memiliki jalan cerita yang menegangkan dan
penuh dengan konflik di dalamnya. Konflik ini terjadi antara kelas sosial yang sama
yaitu kubu Thomas yang mendukung pencalonan JD sebagai presiden, dan kubu
lawan (mafia hukum) yang menolak pencalonan JD dan mendukung calon presiden
lain dengan melakukan aksi-aksi untuk menggagalkan pencalonan dari JD. Konflik
dilakukan oleh pihak lawan dengan menyerang Thomas yang menjadi konsultan
politik dari JD. Konflik ini berlatarkan di empat lokasi, yaitu Jakarta, Denpasar,
Makau, dan China. Konflik politik dalam novel Negeri di Ujung Tanduk difokuskan
pada bentuk-bentuk konflik politik yang terjadi di dalamnya. Bentuk-bentuk konflik
politik terbagi menjadi dua kategori yaitu senjata-senjata pertempuran dan strategi
politik, berikut analisisnya.
1. Senjata-senjata Pertempuran
Dalam novel Negeri di Ujung Tanduk, bentuk konflik politik yang berupa
senjata-senjata pertempuran dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian yaitu
kekerasan fisik, kekayaan (kedudukan), jumlah dan organisasi, serta media
informasi.
a. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik yang terdapat dalam novel Negeri di Ujung Tanduk
berupa tindak penangkapan, penculikan, dan penembakan yang dilakukan
oleh pihak lawan kepada pihak Thomas yang menjadi tokoh sentral dalam
novel. Bentuk-bentuk kekerasan fisik yang didapat oleh pihak Thomas yaitu
salah satunya aksi penangkapan oleh pasukan satuan khusus antiteror
otoritas Hong Kong SAR. Hal tersebut dapat ditunjukkan dalam kutipan
berikut:
“Tangkap mereka semua. Pastikan tidak ada yang melarikan diri. Sisir
seluruh kabin kapal. Sita semua identitas dan dokumen apa pun yang
ada. Mereka diduga anggota sindikat pengedar narkoba internasional,
dan boleh jadi memiliki hubungan dengan teroris lokal. Amat
berbahaya dan tidak segan membunuh” (hal.68-69)
Dari kutipan di atas, jelas terlihat aksi penangkapan yang dilakukan
oleh satuan antiteror Hong Kong terhadap Thomas, Kadek, Opa Chan, dan
Maryam yang saat itu berapa di atas kapal pesiar. Penangkapan tersebut
merupakan ulah dari pihak lawan untuk menjebak Thomas agar tidak
mengikuti konvensi yang akan dilaksanakan di Denpasar. Hal ini dapat
ditunjukkan dalam kutipan berikut ini:
“Iya, itu benar, Maryam. Akulah sasaran tembak mereka. Ada yang
merekayasa semua kejadian. Mereka tidak main-main. Mereka
memiliki agenda lebih serius, lebih penting dari sekadar memenjarakan
seorang konsultan politik bersama teman-temannya. Ini manuver
politik” (hal.81)
Dalam kutipan tersebut, manuver politik yang dilakukan oleh pihak
lawan adalah menggagalkan Thomas untuk menghadiri konvensi pencalonan
JD sebagai presiden yaitu menjebak Thomas dengan narkoba dan senjata
lengkap yang diselundupkan pihak lawan di kapal pesiar milik Thomas. Hal
tersebut dapat diperjelas dengan kutipan berikut:
“Shinpei jelas bukan hanya orang di belakang seluruh mafia hukum di
negeri ini. Dia sekaligus anggota mafia dunia hitam di Hong Kong.
Tidak semua orang bisa menyediakan seratus kilogram bubuk heroin,
meletakkan persenjataan lengkap.” (hal.303)
Kekerasan fisik yang lain yaitu berupa tindakan penculikan
penembakan yang dilakukan oleh pihak lawan terhadap Om Liem yang
menjadi saksi atas Proyek Pembangunan Pusat Olahraga Nasional yang
mengaitkan pejabat negara yang merupakan salah satu anggota dari pihak
lawan dari Thomas dan kliennya JD. Penculikan terhadap Om Liem dan
penembakan petugas yang mengawal Om Liem terdapat dalam kutipan
berikut ini:
“menurut informasi yang kami peroleh, konvoi mobil tahanan yang
membawa Liem Soerja dari penjara sipil terhenti oleh sebuah mobil
yang mendadak berhenti di jalan raya, lantas dari belakang iringiringan tersebut, sebuah mobil tanki dengan dengan kecepatan tinggi
menghantam, langsung meledak seketika, membuat terbalik dua mobil
petugas. Dari mobil yang berhenti di depan konvoi, turun belasan
orang bersenjata yang langsung menembaki petugas escort tahanan
yang dikirim Komisi Pemberantasan Korupsi. Dua petugas meninggal
di tempat, dan belasan lain luka parah, terkapar di jalanan. Tidak ada
yang tahu di mana dan apa kabar Liem Soerja saat ini. Pintu belakang
mobil tahanan yang dia tumpangi hancur, borgolnya tergeletak di lantai
mobil dan Liem Soerja raib begitu saja” (hal.294)
Dalam kutipan tersebut, keterlibatan Om Liem sebagai saksi
mengancam pihak lawan. Pihak lawan tidak segan-segan untuk melakukan
kekerasan fisik sebagai senjata pertempuran untuk menghalangi Thomas
menjadikan Om Liem sebagai saksi terhadap kasus korupsi yang melibatkan
pejabat negara tersebut. Di balik kejadian ini juga terdapat campur tangan
mafia hukum yang mencoba menghalangi Thomas dan pencalonan JD
sebagai presiden.
b. Kekayaan (kedudukan)
Kekayaan dalam hal ini yakni kedudukan yang dieksploitasi oleh
sejumlah oknum penegak hukum jenderal bintang tiga, anggota DPR,
pejabat pemerintah, dan pengusaha. Dimana mereka semua tergabung dalam
mafia hukum yang menjadi lawan dari Thomas. Kedudukan yang
disalahgunakan berupa tindakan seperti yang dilakukan oleh pengusaha
dalam memperoleh keistimewaan untuk diri sendiri dalam menjalani
hukuman yang diterima, seperti dalam kutipan berikut:
“Semua kejadian ini ada kaitannya. Kejadian di Hong Kong, kejadian
di Jakarta. Aku tahu mereka memiliki jaringan besar, kekuasaan besar.
Termasuk dalam kasus pengadilanmu. Berapa tahun jaksa menuntutmu
atas kejahatan Bank Semesta tahun lalu? hanya delapan tahun, padahal
undang-undang menuliskan dua puluh tahun. Lantas berapa keputusan
hakim? Hanya empat tahun, palu diketuk. Setahun di dalam penjara
yang bagai kamar di rumah sendiri, berapa remisi yang telah kau
peroleh? Dua belas bulan. Hebat sekali, semua korting hukuman yang
mereka berikan.” (hal.254)
Dalam kutipan di atas, Om Liem yang merupakan paman Thomas
dituntut atas kasus korupsi terhadap Bank Semesta. Namun Om Liem
menerima hukuman ringan atas kasusnya tersebut dan juga mendapatkan
keringanan masa tahanan dikarenakan bantuan dari pihak mafia hukum yang
dapat dengan mudah mengatur dan merencanakan tindakan yang dapat
menguntungkan mereka. Keefektifan kekayaan sebagai senjata politik dapat
membuat tokoh yang terlibat dapat leluasa menjalani hukuman. Akan tetapi,
hal tersebut dapat membuat hilangnya kehormatan dan harga diri yang
dimiliki, seperti dalam kutipan berikut:
“Aku tahu mereka bisa mendesain banyak hal dengan mudah. Aku
tahu semua fasilitas yang mereka berikan kepada pengusaha, siapa saja
yang membutuhkan bantuan yang mau membayar mahal. Tapi cukup.
Sudah saatnya kau berhenti dari ketergantungan kepada mereka.
Cukup. Sekarang waktunya meninggalkan bantuan dari mereka. Atau
tidak ada lagi kehormatan yang tersisa.” (hal.254)
Dalam kutipan di atas, terlihat bahwa Thomas menyadarkan Om Liem
bahwa sebuah kekuasaan yang tengah ia pegang tidak dapat membuat suatu
kebanggaan, melainkan membuat hilangnya kehormatan. Bantuan yang
diberikan tidak dapat membantu mengembalikan kehormatan tersebut.
Selain pengusaha yang menggunakan kekayaannya untuk meringankan
hukuman, ada pula penegak hukum yang menggunakan kedudukannya untuk
memprovokasi seseorang, seperti dalam kutipan berikut:
“by the way, Thomas, kalau boleh tahu, seberapa besar kau dibayar
klienmu untuk memenangi konvensi partai besok? Seberapa besar tarif
jasa konsultasi politikmu, Thomas? Atau mungkin kau dijanjikan
menjadi salah satu menteri dalam kabinetnya kalau besok lusa dia
berhasil menjadi presiden? Atau lebih dari itu? Konsensi bisnis?
Penguasaan atas salah satu perusahaan pelat merah?.” (hal.200)
Dalam kutipan di atas, jenderal bintang tiga memanfaatkan
kedudukannya
untuk
kepentingan
pribadi.
Jenderal
bintang
tiga
memprovokasi Thomas mengenai seberapa besar pengaruhnya dan seberapa
besar imbalan yang diberikan kliennya. Hal tersebut menunjukkan bahwa
jenderal bintang tiga dalam memperoleh jabatannya tersebut juga
menggunakan cara yang sama seperti apa yang diungkapkannya terhadap
Thomas. Dalam hal ini, suatu kedudukan tidak dapat dibeli dengan kekayaan
atau kekuasaan.
c. Jumlah dan Organisasi
Jumlah dan organisasi yaitu sejumlah massa yang tergabung ke dalam
organisasi dalam suatu konflik antara masing-masing kubu. Organisasi ini
memiliki kelas sosial yang sama. Massa pendukung JD yang diorganisasikan
oleh Thomas untuk melakukan konsolidasi dan massa yang menolak JD
dalam konvensi pencalonan presiden. Hal tersebut terdapat dalam kutipan
berikut:
“Tidak bisa dicegah. Diskusi pertama yang segera panas adalah pakah
klien politikku berhak mengikuti konvensi atau tidak. Dua faksi segera
terbentuk, menjadi dua kutub ekstrem. Kelompok pertama mendukung
JD terus mengikuti konvensi, tidak peduli dengan kasus hukum yang
membelitnya. Kelompok kedua jelas-jelas meminta klien politikku
didiskualifikasi atas nama moralitas partai. Dua kutub yang segera
saling berhadapan, plenary hall tenpat konvensi berlangsung berubah
menjadi pasar malam, ramai orang berseru, berteriak, bersitegang,
membuat pimpinan sidang tidak ada artinya lagi. Susah payah
mengendalikan jalannya pleno.” (hal.226)
Dalam kutipan di atas, penolakan pencalonan JD sebagai presiden
dilakukan oleh sebagian anggota partai yang termasuk ke dalam anggota
mafia hukum. Meskipun demikian, anggota partai yang mendukung
pencalonan JD tetap kukuh dan bekerja sama memperjuangkan JD sebagai
calon presiden dalam konvensi tersebut. Di pihak mafia hukum, jumlah dan
organisasi terbentuk dari berbagai profesi, seperti dalam kutipan berikut:
“Dua orang disana, itu kolegaku di kepolisian. Kau pasti melihatnya
saat konferensi pers. Nah, tiga orang disebelahnya adalah jaksa agung.
Tiga lagi adalah hakim tinggi, yang berdiri disana adalah anggota
DPR, disebelahnya pejabat pemerintah, pengusaha, dan orang-orang
penting lainnya. Hampir lengkap, kecuali lima anggota kami yang
ditangkap kemarin sore, dan sepertinya kau tahu persis kenapa mereka
tiba-tiba ditangkap. Apapun itu, terimakasih banyak Thomas, kaulah
yang membuat kami terpaksa mengadakan pertemuan mendadak di
kapal kontainer ini, diperairan lepas, diluar teritorial hukum negara
manapun. Tidak ada undang-undang yang berlaku diatas kapal ini.”
(hal.322)
Dalam kutipan di atas, jelas terlihat organisasi yang dibentuk mulai
dari hakim, anggota DPR, kepolisian, pejabat pemerintah, pengusaha dan
orang-orang penting lainnya dibawah pimpinan Tuan Shinpei sebagai otak
dari segala rencana yang telah dilayangkan kepada Thomas dan rekannya
sebagai rekayasa dan jebakan untuk menggagalkan pencalonan JD sebagai
presiden.
d. Media Informasi
Media menjadi alat untuk melakukan serangan politik yang
dilancarkan oleh pilak lawan yakni mafia hukum, dan perang pendapat yang
terjadi mengenai konvensi pencalonan presiden. Media ini juga dijadikan
Thomas untuk melakukan press release tentang pembukaan konvensi partai,
dengan mengundang wartawan, redaktur media massa besar. Dalam press
release, Thomas juga akan menjelaskan sebuah dugaan persekongkolan
besar yang dilakukan oleh mafia hukum. Hal tersebut terdapat dalam kutipan
berikut:
“Pekerjaan kedua, kau hubungi segera wartawan dan redaktur media
massa besar. Bilang kita punya press release penting tentang
pembukaan konvensi partai besok. Kumpulkan mereka di salah satu
restoran atau kafe tiga jam lagi, pukul 15.00. Aku akan segera tiba di
Jakarta dua jam lagi, langsung bergabung ke tempatmu mengumpulkan
mereka.”(hal.121)
Dalam kutipan di atas, tindakan Thomas untuk mengumpulkan
wartawan dan redaktur ditujukkan untuk memberitahukan masalah yang
tengah ia hadapi yakni persekongkolan yang dilakukan oleh mafia hukum
terhadap ia dan kliennya. Persekongkolan yang merupakan manuver politik
untuk menggagalkan ia dalam pencalonan JD sebagai presiden.
Media informasi juga ditujukan pada media visual yakni berita
mengenai tertangkapnya JD dan ditetapkannya sebagai tersangka kasus
korupsi megaproyek tunnel raksasa Jakarta. Hal tersebut terdapat dalam
kutipan berikut:
“Pemirsa, dari lokasi penangkapan, kami mengabarkan bahwa pihak
kepolisian menyatakan efektif hari ini JD dijadikan tersangka korupsi
megaproyek tunnel raksasa selama menjadi gubernur ibukota. Seperti
yang kita ketahui, nilai proyek yang digagas beberapa tahun lalu itu
dilaporkan 16 triliun, dan saat selesai pembangunannya setahun lalu
membengkak menjadi 24 triliun karena perubahan spesifikasi
terowongan raksasa dan alasan teknis lainnya. Pihak kepolisian akan
melakukan press conference nanti malam pukul sembilan, memberikan
keterangan lengkap atas penangkapan yang amat mengejutkan
ini.”(hal.134-135)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa penangkapan JD yang disiarkan
di media menjadi alat provokasi yang digunakan pihak mafia hukum. Media
dijadikan alat penyerangan untuk menggagalkan pencalonan JD sebagai
presiden dalam konvensi. Penangkapan ini secara mendadak dilakukan
berdekatan dengan diselenggarakannya konvensi partai.
2. Strategi Politik
Strategi politik merupakan bentuk konflik politik yang disebutkan oleh
Duverger dan dalam novel Negeri di Ujung Tanduk terdapat bentuk konflik
tersebut. Terdapat lima strategi politik menurut Duverger, namun penelitian ini
hanya memfokuskan pada tiga dari lima strategi politik yaitu; perjuangan terbuka
dan perjuangan diam-diam; pergolakan di dalam rezim dan perjuangan untuk
mengontrol rezim; dan kamuflase.
a. Perjuangan terbuka dan perjuangan diam-diam
Perjuangan politik terjadi secara terbuka, disaksikan secara penuh oleh
publik. Perjuangan ini dilakukan secara terbuka dan demokratis dengan
melibatkan banyak pihak. Seperti dalam kutipan berikut
“Maka hadirin sekalian, rapatkan barisan kalian. Mari kita bersumpah
satu sama lain untuk tetap setia. Setahun lalu kita berhasil
memaksakan konvensi partai diadakan. Tidak boleh lagi calon presiden
hanya ditentukan mereka, elite politik. Setahun lalu kita semua
berhasil membuat ini nyata, satu-satunya partai dengan dengan proses
pemilihan kandidat presiden melalui konvensi yang melibatkan
anggota partai. Saat semua ini sudah dekat sekali, tidak peduli dengan
intrik politik yang mereka lakukan, fitnah kejam atas calon presiden
kita, tidak peduli itu semua, kita akan terus maju. Tidak ada yang boleh
mendiskualifikasi calon presiden kita. Tidak ada yang boleh
membatalkannya. Penangkapan itu dusta, intrik politik yang
membunuh karakter. Kita semua pemilik partai ini, kitalah pemilik
suaranya, maka kita sendiri yang akan menentukan nasib partai ini,
bukan mereka”(hal.237)
Dalam kutipan di atas, dapat dilihat bahwa perjuangan Thomas
sebagai konsultan politik memperjuangkan JD untuk tetap menjadi kandidat
calon presiden. Pencalonan JD tetap dilanjutkan meskipun kasus hukum
sedang membelitnya. Hal ini tidak menyurutkan Thomas sebagai konsultan
politik dengan strategi yang sudah dirancang untuk pencalonan JD.
Perjuangan diam-diam yaitu adanya jaringan mafia hukum yang
mengejar tujuan politiknya secara ilegal. Mafia hukum menggunakan
strategi politik secara diam-diam untuk menggagalkan pencalonan JD
dengan mengambil cara-cara ilegal, menyabotase, memanipulasi, dan
menggunakan kekerasan fisik yang sangat merugikan pihak Thomas. Mafia
hukum secara diam-diam telah membentuk organisasi untuk mencapai tujuan
mereka. Seperti dalam kutipan berikut:
“Astaga, dua puluh tahun lalu, saat dia masih berseragam sekolah, aku
telah membakar keluargamu, Tommi. Membangun jaringan tidak
terlihat dari bawah, selapis demi selapis, apa istilah yang kalian
gunakan untuk menyebutnya di koran-koran? Mafia hukum? Ya, mafia
hukum. Itu istilah yang menarik.”(hal.332)
Perjuangan secara diam-diam yang dilakukan oleh mafia hukum juga
ditunjukkan saat mencoba menggagalkan Thomas mengikuti konvensi
dengan merekayasa kejadian di kapal pesiar, seperti dalam kutipan berikut:
“Aku mengirim orang-orang. Kau target pertama. Anak buahku di
Hong Kong meletakkan seratus kilogram bubuk heroin dan sekarung
senjata di kapal pesiar itu, lantas menghubungi satuan khusus antiteror.
Kau, Opa, nahkoda kapalmu, dan gadis malang itu ditangkap. Sialnya
kau berhasi lolos. Aku terlalu meremehkan seorang Tommi, sepertinya
kau memang pemburu kesebelas.” (hal.333)
Kutipan di atas, jelas terlihat keterlibatan mafia hukum saat kejadian
penangkapan Thomas dan rekannya oleh satuan anti teror Hong Kong. Dan
juga saat kejadian tertangkapnya JD yang merupakan salah satu rekayasa
yang dibuat oleh mafia hukum untuk menggagalkan pencalonan JD sebagai
presiden dalam konvensi partai. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan
berikut:
“Tidak ada pilihan lain, aku memerintahkan seluruh anggota penting
jaringan di Jakarta mengeluarkan usaha terbaik untuk mencegah klien
politikmu maju di konvensi itu. Klien politikmu ditangkap petinggi
kepolisian, mudah saja merekayasa sebuah kasus hukum, perang opini
digelar di media massa, posisi klien politikmu terancam
didiskualifikasi di konvensi.” (hal.333)
b. Pergolakan di dalam rezim dan perjuangan untuk mengontrol rezim
Pergolakan di dalam rezim terjadi pada kubu Thomas, dimana klien
politiknya terbelit kasus korupsi yang dilancarkan oleh mafia hukum.
Pergolakan tersebut terjadi dalam konvensi pencalonan presiden terkait
penangkapan JD yang mengancam posisinya sebagai kandidat calon
presiden. Pergolakkan ini terdapat dalam kutipan berikut:
“Kami tercerai-berai, Thomas. Semua kehilangan pegangan. Kau
bicaralah. Serukan apapun yang harus diserukan, satukan lagi kami
semua” (hal.233)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa pergolakan terjadi dalam kubu
Thomas. Pergolakkan yang disebabkan tertangkapnya JD sebagai tersangka
kasus korupsi megaproyek. Pergolakkan ini langsung ditangani oleh Thomas
sebagai konsultan politik melalui pengontrolan terhadap anggota partai
lainnya. Pengontrolan rezim dilakukan Thomas untuk mengendalikan situasi
ketegangan dalam konvensi pencalonan presiden dengan konsolidasi. Hal ini
ditunjukkan dalam kutipan berikut:
“Aku menepuk bahu Johan, menatapnya penuh penghargaan, lantas
mengambil posisi di depan speaker, melihat ke seluruh ruangan.
Ribuan anggota partai itu ada di sini, bersiap mendengarkanku. Aku
sudah tiga kali bicara di depan mereka. Bedanya, kali ini tidak ada
klien politikku yang berdiri di belakang, tersenyum takzim kebapakan,
mendukung. Aku harus melakukannya sendirian, mengembalikkan
semua semangat yang tersisa.”(hal.234)
Dari kutipan di atas, jelas terlihat pengontrolan yang dilakukan oleh
Thomas untuk mengembalikkan semangat anggota partai untuk tetap
mendukung dan membela JD agar menjadi presiden. Konsolidasi yang
dilakukan oleh Thomas, anggota partai kembali memperoleh semangat untuk
tetap bekerja sama mendukung pencalonan JD sebagai presiden dalm
konvensi partai.
c. Kamuflase
Penyelundupan barang terlarang di dalam kapal sebagai usaha
menyingkirkan Thomas dan rekayasa kasus korupsi yang ditujukan kepada
JD untuk menggagalkannya mengikuti pencalonan presiden. Penyelundupan
yang dilakukan oleh mafia hukum terjadi saat Thomas beserta rekannya
sedang berada di atas kapal pesiar di Hong Kong, berikut kutipannya:
“salah seorang petugas membongkar paksa kunci, isi kotak itu justru
dipenuhi tumpukan bungkusan yang rapi dengan logo asing dan tulisan
yang tidak kupahami. Orang berpakaian sipil itu meraih pisau dari
pinggang rekannya, merobek bungkusan tersebut. Butiran putih
langsung merekah dari robekan kertas. Demi melihat benda tersebut,
aku mengeluh tertahan. Opa yang jelas juga tahu benda apa itu, ikut
menghela napas panjang. Maryam berseru pelan, menutup mulutnya
dengan telapak tangan”(hal.67-68)
Dari kutipan di atas, benda yang berupa butiran putih adalah narkoba
seberat seratus kilogram yang diselundupkan oleh mafia hukum di kapal
pesiar milik Thomas. Penyelundupan ini dimaksudkan untuk mencegah
Thomas mengikuti konvensi pencalonan presiden yang akan segera
dilaksanakan. Bukan hanya narkoba yang diselundupkan melainkan senjatasenjata, seperti dalam kutipan berikut:
“Itu belum cukup. Petugas ketiga yang memeriksa kabin depan kapal
masuk sambil membawa karung tebal besar, menumpahkan isinya di
lantai kabin. Enam pucuk senjata otomatis, beberapa granat, dan juga
kotak-kotak kecil bertuliskan C4, peledak mematikan, tergeletak di
lantai.”(hal.68)
Selain kamuflase saat kajdian di kapal pesiar, ada pula rekayasa kasus
korupsi yang melibatkan JD sebagai tersangka juga merupakan bentuk
kamuflase yang dilakukan oleh mafia hukum untuk menggagalkannya
mengikuti pencalonan presiden. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan
berikut:
“Tidak ada pilihan lain, aku memerintahkan seluruh anggota penting
jaringan di Jakarta mengeluarkan usaha terbaik untuk mencegah klien
politikmu maju di konvensi itu. Klien politikmu ditangkap petinggi
kepolisian, mudah saja merekayasa sebuah kasus hukum, perang opini
digelar di media massa, posisi klien politikmu terancam
didiskualifikasi di konvensi.” (hal.333)
Dalam kutipan di atas, jelas terlihat usaha mafia hukum untuk
menggagalkan pencalonan JD. Semua kejadian sudah direkayasa dengan
sedemikian rupa dan melibatkan oknum pejabat pemerintah dalam
melakukan rekayasa tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN
Novel Negeri di Ujung Tanduk memiliki jalan cerita yang menegangkan dan
penuh dengan konflik di dalamnya. Konflik ini terjadi antara kelas sosial yang sama
yaitu kubu Thomas yang mendukung pencalonan JD sebagai presiden, dan kubu
lawan (mafia hukum) yang menolak pencalonan JD dan mendukung calon presiden
lain dengan melakukan aksi-aksi untuk menggagalkan pencalonan dari JD. Konflik
dilakukan oleh pihak lawan dengan menyerang Thomas yang menjadi konsultan
politik dari JD. Konflik ini berlatarkan di empat lokasi, yaitu Jakarta, Denpasar,
Makau, dan China. Konflik politik dalam novel Negeri di Ujung Tanduk difokuskan
pada bentuk-bentuk konflik politik yang terjadi di dalamnya. Bentuk-bentuk konflik
politik terbagi menjadi dua kategori yaitu senjata-senjata pertempuran dan strategi
politik.
Senjata-senjata pertempuran meliputi: (1) kekerasan fisik yang berupa
penangkapan, penculikan, dan penembakan yang dilakukan oleh mafia hukum; (2)
kekayaan/kedudukan yang dieksploitasi oleh sejumlah oknum penegak hukum; (3)
jumlah dan organisasi yang tergabung ke dalam organisasi suatu konflik antara
masing-masing kubu; (4) media informasi yang merupakan alat untuk melakukan
serangan politik.
Strategi politik meliputi: (1) perjuangan terbuka dan perjuangan diam-diam
yang dilakukan kedua kubu; (2) pergolakan di dalam rezim dan perjuangan untuk
mengontrol rezim yang dilakukan oleh kubu Thomas; (3) kamuflase yang dilakukan
oleh mafia hukum untuk menyingkirkan kubu Thomas.
DAFTAR PUSTAKA
Al Ma’ruf, Ali Imron. 2009. Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian
Estetika Bahasa. Solo: Cakrabooks
Duverger, Maurice. 2007. Sosiologi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Liye, Tere. 2013. Negeri di Ujung Tanduk. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama
Media.
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari
Strukturalime hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik
https://books.google.co.id/books?id . diakses pada tanggal 26 November 2015
Sinopsis Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye
Setahun setelah Thomas berjuang menyelamatkan Bank Semesta, ia telah
menambahkan unit bisnis dalam perusahaan konsultannya. Jika dulu ia hanya fokus
mengurus strategi keuangan dan instrumen investasi, sekarang Thomas merambah
dunia politik. Menjadi konsultan strategi politik, Thomas telah berhasil mengantar
dua kliennya memenangkan pemilihan gubernur. Ia sukses menunjukkan bahwa
kompetisi politik bisa dimenangkan dengan kalkukasi yang cermat.
Bagi Thomas sendiri, politik tidak lebih adalah permainan terbesar dalam
bisnis omong kosong, sebuah industri artifisial penuh kosmetik yang pernah ada di
dunia. (hlm. 20).
"Sebagaimana sebuah bisnis omong kosong dijalankan, kita harus berdiri di
atas ribuan omong kosong agar omong kosong tersebut menjadi sesuatu yang
bisa dijual dengan manis, dan dibeli dengan larisnya oleh para pemilih. Anda
boleh saja tidak sependapat. Silakan. Tetapi saya dibayar mahal memoles
omong kosong tersebut, menjualnya, dan simsalabim, menjadi king maker,
mendudukkan orang-orang di kursi kekuasaan." (hlm. 20-21).
Setahun sebelumnya, setelah kasus penyelamatan Bank Semesta, dalam
penerbangan menuju London, Thomas bertemu JD, mantan wali kota dan gubernur
yang dikenal sebagai figur muda yang sederhana dan bersih. Pertemuan itu menjadi
momen penting dalam hidup Thomas. Percakapan dengan JD menginspirasi Thomas
untuk terlibat dalam dunia politik.
"Kau tahu, Thomas, masalah terbesar bangsa kita adalah penegakan hukum.
Hanya itu. Sesederhana itu,"kata JD (hlm. 113). "Penegakan hukum adalah
obat paling mujarab mendidik masyarakat yang rusak, apatis, dan tidak peduli
lagi. Penegakan hukum adalah kunci semua masalah. Kita harus menyadari
hal ini. Kita sebenarnya sedang berperang melawan kezaliman yang dilakukan
kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita yang mengambil keuntungan
karena memiliki pengetahuan, kekuasaan, atau sumber daya. Jika kita memilih
tidak peduli, lebih sibuk dengan urusan masing-masing, nasib negeri ini persis
seperti sekeranjang telur di ujung tanduk, hanya soal waktu akan pecah
berantakan. Ini negeri di ujung tanduk, Thomas." (hlm. 114 & 116).
Dalam sosok JD Thomas menemukan jawaban dari pertanyaan yang melindap
dalam benaknya terkait sosok politikus dengan kemuliaan dan kelurusan hati bak
Gandhi atau Nelson Mandela. Maka, Thomas pun menawarkan diri menjadi
konsultan strategi demi mewujudkan penegakan hukum yang dikehendaki JD. Dan
karena presiden merupakan pemilik komando tertinggi bagi penegakan hukum di
Indonesia, cita-cita JD hanya bisa direalisasikan dengan menjadi presiden.
Menjelang konvensi partai yang akan mengumumkan secara resmi kandidat
presiden dari partai yang menominasikan JD, mendadak terjadi terjadi peristiwa yang
tidak diantisipasi Thomas sebelumnya. Terjadi ekskalasi besar-besaran dari peserta
konvensi yang ditandai dengan manuver raksasa yang dilakukan pihak lawan JD.
Situasi yang berkembang tidak terduga itu membuat JD meminta Thomas yang
berada di Hong Kong untuk kembali ke Jakarta. Tapi sebelum Thomas meninggalkan
Hong Kong, seusai konferensi mengenai komunikasi dan pencitraan politik, ia
ditangkap satuan khusus antiteror otoritas Hong Kong. Di dalam kapal yang
digunakan Opa dan Kadek menjemput Thomas di Makau, ditemukan seratus
kilogram bubuk heroin serta setumpuk senjata api dan peledak. Tidak ada hipotesis
lain yang terbentuk di benak Thomas selain bahwa kejadian ini adalah salah satu
agenda serius yang dijalankan pihak lawan JD.
Ditahannya Thomas di Hong Kong, membuat ia tidak bisa hadir di konvensi
partai. Untunglah ada Lee, pengusaha Hong Kong yang dikalahkannya dalam
pertarungan di Makau. Lee berhasil meloloskan Thomas dan mengatur perjalanan
pulang Thomas ke Indonesia. Setibanya di Jakarta, Thomas disambar berita
penangkapan kliennya. JD ditetapkan sebagai tersangka korupsi megaproyek tunnel
raksasa selama menjabat sebagai gubernur ibu kota. Penangkapan itu tak pelak lagi
disinyalir Thomas sebagai upaya pembunuhan karakter untuk mencemarkan reputasi
cemerlang JD. Kemungkinan besar, JD akan didiskualifikasi dari kandidat calon
presiden partai.
Maka sebelum notifikasi pelariannya dari Hong Kong menyebar ke seluruh
jaringan interpol dunia dan menobatkannya menjadi buruan internasional, Thomas
harus bergerak cepat memperjuangkan nasib kliennya. Ia harus pergi ke Denpasar
untuk melakukan konsolidasi para pendukung JD. Tapi hal itu pun tetap tidak mudah.
Karena seperti dugaan Thomas, ada kelompok yang disebutnya sebagai mafia hukum,
bergerak di belakang setiap kejadian itu.
Apakah Thomas bisa menghadiri konvensi partai dan mengembalikan
kepercayaan semua pendukung JD? Thomas, mau tak mau, mesti merancang sebuah
plot untuk bisa menghadapi tekanan demi tekanan mematikan yang dihadapinya.
Tidak hanya berupaya membawa keluar seorang saksi mahkota dari tahanan
kepolisian, Thomas pun menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk
menjalankan rencananya. Hingga pada akhirnya ia menyadari, sesungguhnya ia
sedang berhadapan dengan para pendiri benteng kekuasaan yang mampu melakukan
apa saja demi pencapaian tujuan mereka. Dan sebagai pemimpinnya adalah bedebah
yang menyeruak dari puing-puing masa lalu Thomas.
Setelah memunculkan permasalahan di bagian awal novel, kegentingan situasi
diciptakan untuk membawa sang karakter utama mengerahkan semua kemampuannya
untuk memutuskan rantai kejahatan yang menantang nyalinya. Di penghujung
upayanya sebagai tokoh pahlawan, ia diperhadapkan dengan kejutan yang
membuatnya limbung sekaligus kian berkobar amarahnya. Tapi sebagaimana dalam
prekuelnya, sang protagonis tetap akan diberikan kemenangan, dan jalan menuju ke
sana, selalu datang secara tak terduga.
Thomas memang hanya melakukan apa yang dipikirkannya sebagai tanggung
jawabnya sebagai seorang konsultan strategi. Tapi sebenarnya ia telah menunjukkan
sebuah sikap, yang tidak disadarinya, sampai seseorang mengingatkannya, tepat di
bagian pamungkas novel.
Kau tahu, Thomas, jarak antara akhir yang baik dan akhir yang buruk dari
semua cerita hari ini hanya dipisahkan oleh sesuatu yang kecil saja, yaitu
kepedulian.
Begitu juga hidup ini, Thomas. Kepedulian kita hari ini akan memberikan
perbedaan berarti pada masa depan. Kecil saja, sepertinya sepele, tapi bisa
besar dampaknya pada masa mendatang. Apalagi jika kepedulian itu besar,
lebih besar lagi bedanya pada masa mendatang. Selalulah menjadi anak muda
yang peduli, memilih jalan suci penuh kemuliaan. Kau akan menjalani
kehidupan ini penuh dengan kehormatan. Kehormatan seorang petarung. (hlm.
358-359).
Thomas dalam Negeri di Ujung Tanduk, memiliki kesenangan bertarung, yang
telah berpengaruh besar dalam pembentukan karaktenya sebagai seorang pejuang
tangguh. Ia masih Thomas yang memiliki kehidupan steril cinta. Saya menduga,
sampai novel ini berakhir, cinta belum menjadi prioritas Thomas, sekalipun Tere Liye
menampilkan karakter perempuan menarik seperti Maryam, wartawati review
mingguan yang menyusul Thomas ke Makau untuk mewawancarainya. Thomas yang
ini, masih membutuhkan bantuan orang di sekitarnya untuk mendukung
perjuangannya. Maka, Maggie, sang sekretaris yang cekatan, masih tetap muncul
dalam novel ini. Demikian pula Rudi, polisi yang menjadi teman Thomas sejak
bertemu di klub petarung Jakarta. Liem Soerja alias Om Liem, meski dalam status
tahanan, bertekad membantu Thomas demi sebuah kehormatan dan penghargaan yang
menghilang dari kehidupannya. Tere Liye menambahkan satu karakter pendukung
yang dibutuhkan Thomas, yaitu Kris, staf khusus bagian teknologi Informasi, yang
memiliki latar belakang sebagai peretas jaringan amatir. Opa dan Kadek, masih
ditampilkan tapi kehadiran mereka di sini tidak menjadi elemen penting.
DALAM NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK
KARYA TERE LIYE (PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA)
Disusun Oleh:
1. Irma Silviana D.
2. Nurul Anisah
3. Nasyiatul Ashfiyah
(1301040048)
(1301040049)
(1301040052)
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebuah karya sastra notabene adalah sebuah lukisan tentang kehidupan. Karya
sastra merupakan suatu bentuk kontemplasi dan refleksi pengarang terhadap keadaan
di luar dirinya, misalnya lingkungan atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan
pemikiran Al Ma’ruf (2009:1) yang mengemukakan bahwa karya sastra merupakan
hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai
fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Di sisi lain, karya sastra menjadi
rekaman sejarah suatu masa. Indonesia telah mengalami berbagai fase. Fase-fase
tersebut direkam dalam berbagai bentuk dokumen, termasuk dokumen fiksi. Rekaman
tersebut menunjukkan refleksi kenyataan sosial yang menjadi latar belakang
penciptaan novel. Karya sastra adalah potret artistik dari sebuah lingkungan sosial.
Hal yang menarik dalam novel Negeri Di Ujung Tanduk adalah permasalahan
yang diungkapkannya. Novel ini mengungkap konflik politik dengan intrik-intrik
yang menyebabkan pergolakan antara masing-masing kelompok. Persaingan dunia
politik yang menjadikan kehidupan semakin rusak. Hukum semakin melemah karena
para penegak hukum banyak yang melanggar hukum. Negeri akan berada pada posisi
bahaya dengan semakin banyaknya orang yang memilih tidak peduli pada
penyimpangan-penyimpangan hukum. Para penipu menjadi pemimpin, para
pengkhianat menjadi pujaan, bukan karena tidak ada lagi yang menjadi teladan, tetapi
mereka memutuskan untuk menutup mata dan memilih hidup bahagia sendirian.
Namun, dalam novel ini ada sosok petarung sejati (Thomas) yang memilih jalan suci
dan tetap berdiri membela kehormatan.
Berbagai bentuk konflik politik terjadi untuk mencapai tujuan masing-masing.
Berbagai pihak yang tersangkut dalam konflik politik antara lain pengusaha, pejabat
negara, dan konsultan. Politik menjadi muatan utama dalam novel Negeri di Ujung
Tanduk yang disajikan dengan bahasa yang sederhana dan komunikatif. Senjata
pertempuran dan strategi politik dilancarkan untuk mengalahkan lawan. Novel
Negeri di Ujung Tanduk dipilih untuk dianalisis dengan mengutamakan konflik
politik yang terjadi di dalam novel. Oleh karena itu, analisis yang akan dilakukan
mengenai Konflik Politik dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye
dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang akan dibahas
adalah bagaimana bentuk-bentuk konflik politik dalam novel Negeri di Ujung Tanduk
karya Tere Liye?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan makatujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk-bentuk konflik politik
yang terdapat dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu manfaat
teoretis dan manfaat praktis.
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan terutama di
bidang bahasa dan sastra Indonesia dan memberikan kontribusi bagi
perkembangan ilmu sastra, khususnya dalam tinjauan sosiologi sastra.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi penelitian karya sastra
Indonesia dan menambah wawasan pembaca tentang konflik politik dan
meningkatkan kemampuan dan pemahaman bagi peneliti khususnya dan
pembaca pada umumnya, mengenai konflik politik dalam novel Negeri di Ujung
Tanduk .
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra merupakan ilmu interdisipliner, antara sosiologi dan ilmu
sastra. Ratna (2011:332-333) menyatakan bahwa tujuan dari sosiologi sastra adalah
meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat.
Suatu rekaan timbul dari kenyataan adanya sehingga menjadi bukti faktual. Karya
sastra bukan semata-mata gejala individual, tetapi gejala sosial yang memasyarakat.
Dikemukakan
Oemarjati
(1962:14)
bahwa
dalam
hubungannya
dengan
masyarakatnya, hasil seni (sastra) merupakan sistem norma konsep-konsep ide yang
bersifat intersubjektif dam harus diterima sebagaia sesuatu yang ada dalam ideologi
kolektif.
Seorang pengarang adalah anggota kelas sosial sebab lewat suatu kelaslah ia
berhubungan dengan perubahan sosial dan politik yang besar. Perubahan sosial dan
politik adalah ekspresi antagonisme kelas dan jelas mempengaruhi kesadaran kelas.
Setiap anggota kelas yang terpelajar harus memhami dan terlibat dalam perubahan
soali dan politik. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan pandangan dunia adalah
ekspresi teoretis dari suatu kelas sosial pada saat-saat bersejarah tertentu dan
ditampilkan oleh pengarang, filsuf, dan seniman-seniman dalam karya-karyanya
(Damono dalam Pradopo 2002:260)
Seorang pengarang adalah anggota kelas sosial sebab lewat suatu kelaslah ia
berhubungan dengan perubahan sosial dan politik yang besar. Perubahan sosial dan
politik adalah ekspresi antagonisme kelas dan jelas mempengaruhi kesadaran kelas.
Setiap anggota kelas yang terpelajar harus memhami dan terlibat dalam perubahan
soali dan politik. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan pandangan dunia adalah
ekspresi teoretis dari suatu kelas sosial pada saat-saat bersejarah tertentu dan
ditampilkan oleh pengarang, filsuf, dan seniman-seniman dalam karya-karyanya
(Damono dalam Pradopo 2002:260)
B. Konflik Politik
Istilah konflik acap kali dikaitkan dengan kekerasan. Menurut Surbakti
(2010:193) konflik politik sebagai perbedaan pendapat, persaingan, dan petentangan
antar individu, kelompok, atau organisasi dalam upaya mendapatkan dan
mempertahankan sumber-sumber dari keputusan yang dibuat dan dilaksanakan
pemerintah.
Masing-masing
berupaya
keras
untuk
mendapatkan
dan/atau
mempertahankan sumber yang sama. Namun guna mendapatkan dan/atau
mempertahankan sumber yang sama itu, kekerasan bukan satu-satunya cara. Pada
umumnya kekerasan cenderung digunakan sebagai alternatif yang terakhir. Dengan
demikian, konflik dibedakan menjadi dua, yaitu konflik yang berwujud kekerasan dan
konflik yang tak berwujud kekerasan.
Duverger (2007:253) mengemukakan bahwa konflik politik dibagi menjadi dua
kategori yaitu senjata-senjata pertempuran dan strategi politik.
1. Senjata-senjata Pertempuran
a. Kekerasan Fisik
Berbicara secara luas, ada dua jenis kekerasan yang dipergunakan sebagai
senjata di dalam pertempuran politik: kekerasan oleh negara melawan para
warganya, dan kekerasan antara kelompok warga negara atau melawan
negara.
b. Kekayaan
Keefektifan kekayaan sebagai senjata politik ditegaskan oleh paralel yang
ada antara evolusi bentuk-bentuk kekayaan dan evolusi bentuk-bentuk
otoritas.
c. Jumlah dan Organisasi
Jumlah senantiasa dianggap sebagai senjata politik dan sumber kekuasaan
di dalam hubungan internasional. Semakin besar jumlah penduduk suatu
negara, semakin banyak pekerja dan serdadu yang dipunyainya. Akan tetapi,
jumlah dalam suatu organisasi tidaklah berpengaruh. Mereka baru sungguhsungguh menjadi senjata politik hanya bilamana massa negara tersebut
terorganisir.
d. Media Informasi
Media digunakan untuk menyebarkan pengetahuan dan informasi
merupakan senjata politik yang dipakai oleh negara, organisasi, atau partai
dan gerakan rakyat. Pers dilukiskan sebagai Fourth Estate kekuatan
keempat, untuk menunjukkan pentingnya sebagai senjata politik.
2. Strategi Politik
a. Konsentrasi dan penyebaran senjata-senjata politik
Analisa-analisa terdahulu menunjukkan bahwa senjata-senjata politik
kadang dikonsentrasikan dan kadang-kadang terpencar. Hal ini tidak selalu
mencerminkan pemulihan strategi yang sudah dipertimbangkan dan dipilih
secara sengaja, akan tetapi lebih tentang situasi yang dihasilkan oleh
struktur sosial, yang dipaksakan oleh keharusan praktis. Penyebaran atau
konsetrasi senjata, degan demikian bisa menjadi akibat strategis yang
dipaksakan oleh kenyataan-kenyataan itu.
b. Perjuangan terbuka dan perjuangan diam-diam
Pembedaan antara perjuangan terbuka dan perjuangan diam-diam sifatnya
mendasar, berkaitan dengan dua tipe rezim politik yang besar. Di dalam
demokrasi, perjuangan politik terjadi secara terbuka, disaksikan secara
penuh oleh publik; di dalam rezim-rezim aristokratis, dia harus ditutup atau
disembunyikan. Kolerasi ini cukup akurat, tidak seperti yang oleh orangorang tertentu dicoba untuk dibangun antara demokrasi dan dispersi senjata
politik.
c. Pergolakan di dalam rezim dan perjuangan untuk mengontrol rezim
Dalam negara-negara demokrasi, pergolakan politik terbuka tetap terbatas.
Perbedaan dasar dalam hubungan ini harus dibuat diantara pergolakan di
dalam dan perjuangan untuk merebut rezim. Hal ini tidak saja merumuskan
bentuk perjuangan, akan tetapi juga batasan-batasannya juga. Dari titik ini,
hal itu terutama relevan untuk mempelajari antagonisme sosial dan integrasi
sosial.
d. Strategi dua blok dan strategi sentris
Perjuangan politik di dalam suatu sistem dwi partai berbeda dari perjuangan
di dalam sistem multi partai. Pada yang pertama, mengambil bentuk duel;
dalam yang kedua, sejumlah musuh saling berhadapan dan membentuk
berbagai koalisi. Perbedaan politik antara kiri dan kanan memungkinkan
kita memperbandingkan kedua situasi dan membuat klasifikasi yang cukup
tepat tentang strategi politik dalam demokrasi pluralis.
e. Kamuflase
Kamuflase adalah perkembangan yang alami di dalam demokrasi di mana
opini publik memainkan peranan yang tidak dapat menjadi indiferen
seluruhnya terhadap dukungan rakyat. Dipakai individu-individu, partaipartai, dan kelompok-kelompok desak di dalam perjuangannya untuk
memenangkan atau mempengaruhi kekuasan. Kamuflase juga dipakai oleh
pemerintah untuk memperoleh kepatuhan dari para warga dan untuk
mengembangkan integrasi sosial dan politik yang nyata.
BAB III
PEMBAHASAN
Novel Negeri di Ujung Tanduk memiliki jalan cerita yang menegangkan dan
penuh dengan konflik di dalamnya. Konflik ini terjadi antara kelas sosial yang sama
yaitu kubu Thomas yang mendukung pencalonan JD sebagai presiden, dan kubu
lawan (mafia hukum) yang menolak pencalonan JD dan mendukung calon presiden
lain dengan melakukan aksi-aksi untuk menggagalkan pencalonan dari JD. Konflik
dilakukan oleh pihak lawan dengan menyerang Thomas yang menjadi konsultan
politik dari JD. Konflik ini berlatarkan di empat lokasi, yaitu Jakarta, Denpasar,
Makau, dan China. Konflik politik dalam novel Negeri di Ujung Tanduk difokuskan
pada bentuk-bentuk konflik politik yang terjadi di dalamnya. Bentuk-bentuk konflik
politik terbagi menjadi dua kategori yaitu senjata-senjata pertempuran dan strategi
politik, berikut analisisnya.
1. Senjata-senjata Pertempuran
Dalam novel Negeri di Ujung Tanduk, bentuk konflik politik yang berupa
senjata-senjata pertempuran dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian yaitu
kekerasan fisik, kekayaan (kedudukan), jumlah dan organisasi, serta media
informasi.
a. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik yang terdapat dalam novel Negeri di Ujung Tanduk
berupa tindak penangkapan, penculikan, dan penembakan yang dilakukan
oleh pihak lawan kepada pihak Thomas yang menjadi tokoh sentral dalam
novel. Bentuk-bentuk kekerasan fisik yang didapat oleh pihak Thomas yaitu
salah satunya aksi penangkapan oleh pasukan satuan khusus antiteror
otoritas Hong Kong SAR. Hal tersebut dapat ditunjukkan dalam kutipan
berikut:
“Tangkap mereka semua. Pastikan tidak ada yang melarikan diri. Sisir
seluruh kabin kapal. Sita semua identitas dan dokumen apa pun yang
ada. Mereka diduga anggota sindikat pengedar narkoba internasional,
dan boleh jadi memiliki hubungan dengan teroris lokal. Amat
berbahaya dan tidak segan membunuh” (hal.68-69)
Dari kutipan di atas, jelas terlihat aksi penangkapan yang dilakukan
oleh satuan antiteror Hong Kong terhadap Thomas, Kadek, Opa Chan, dan
Maryam yang saat itu berapa di atas kapal pesiar. Penangkapan tersebut
merupakan ulah dari pihak lawan untuk menjebak Thomas agar tidak
mengikuti konvensi yang akan dilaksanakan di Denpasar. Hal ini dapat
ditunjukkan dalam kutipan berikut ini:
“Iya, itu benar, Maryam. Akulah sasaran tembak mereka. Ada yang
merekayasa semua kejadian. Mereka tidak main-main. Mereka
memiliki agenda lebih serius, lebih penting dari sekadar memenjarakan
seorang konsultan politik bersama teman-temannya. Ini manuver
politik” (hal.81)
Dalam kutipan tersebut, manuver politik yang dilakukan oleh pihak
lawan adalah menggagalkan Thomas untuk menghadiri konvensi pencalonan
JD sebagai presiden yaitu menjebak Thomas dengan narkoba dan senjata
lengkap yang diselundupkan pihak lawan di kapal pesiar milik Thomas. Hal
tersebut dapat diperjelas dengan kutipan berikut:
“Shinpei jelas bukan hanya orang di belakang seluruh mafia hukum di
negeri ini. Dia sekaligus anggota mafia dunia hitam di Hong Kong.
Tidak semua orang bisa menyediakan seratus kilogram bubuk heroin,
meletakkan persenjataan lengkap.” (hal.303)
Kekerasan fisik yang lain yaitu berupa tindakan penculikan
penembakan yang dilakukan oleh pihak lawan terhadap Om Liem yang
menjadi saksi atas Proyek Pembangunan Pusat Olahraga Nasional yang
mengaitkan pejabat negara yang merupakan salah satu anggota dari pihak
lawan dari Thomas dan kliennya JD. Penculikan terhadap Om Liem dan
penembakan petugas yang mengawal Om Liem terdapat dalam kutipan
berikut ini:
“menurut informasi yang kami peroleh, konvoi mobil tahanan yang
membawa Liem Soerja dari penjara sipil terhenti oleh sebuah mobil
yang mendadak berhenti di jalan raya, lantas dari belakang iringiringan tersebut, sebuah mobil tanki dengan dengan kecepatan tinggi
menghantam, langsung meledak seketika, membuat terbalik dua mobil
petugas. Dari mobil yang berhenti di depan konvoi, turun belasan
orang bersenjata yang langsung menembaki petugas escort tahanan
yang dikirim Komisi Pemberantasan Korupsi. Dua petugas meninggal
di tempat, dan belasan lain luka parah, terkapar di jalanan. Tidak ada
yang tahu di mana dan apa kabar Liem Soerja saat ini. Pintu belakang
mobil tahanan yang dia tumpangi hancur, borgolnya tergeletak di lantai
mobil dan Liem Soerja raib begitu saja” (hal.294)
Dalam kutipan tersebut, keterlibatan Om Liem sebagai saksi
mengancam pihak lawan. Pihak lawan tidak segan-segan untuk melakukan
kekerasan fisik sebagai senjata pertempuran untuk menghalangi Thomas
menjadikan Om Liem sebagai saksi terhadap kasus korupsi yang melibatkan
pejabat negara tersebut. Di balik kejadian ini juga terdapat campur tangan
mafia hukum yang mencoba menghalangi Thomas dan pencalonan JD
sebagai presiden.
b. Kekayaan (kedudukan)
Kekayaan dalam hal ini yakni kedudukan yang dieksploitasi oleh
sejumlah oknum penegak hukum jenderal bintang tiga, anggota DPR,
pejabat pemerintah, dan pengusaha. Dimana mereka semua tergabung dalam
mafia hukum yang menjadi lawan dari Thomas. Kedudukan yang
disalahgunakan berupa tindakan seperti yang dilakukan oleh pengusaha
dalam memperoleh keistimewaan untuk diri sendiri dalam menjalani
hukuman yang diterima, seperti dalam kutipan berikut:
“Semua kejadian ini ada kaitannya. Kejadian di Hong Kong, kejadian
di Jakarta. Aku tahu mereka memiliki jaringan besar, kekuasaan besar.
Termasuk dalam kasus pengadilanmu. Berapa tahun jaksa menuntutmu
atas kejahatan Bank Semesta tahun lalu? hanya delapan tahun, padahal
undang-undang menuliskan dua puluh tahun. Lantas berapa keputusan
hakim? Hanya empat tahun, palu diketuk. Setahun di dalam penjara
yang bagai kamar di rumah sendiri, berapa remisi yang telah kau
peroleh? Dua belas bulan. Hebat sekali, semua korting hukuman yang
mereka berikan.” (hal.254)
Dalam kutipan di atas, Om Liem yang merupakan paman Thomas
dituntut atas kasus korupsi terhadap Bank Semesta. Namun Om Liem
menerima hukuman ringan atas kasusnya tersebut dan juga mendapatkan
keringanan masa tahanan dikarenakan bantuan dari pihak mafia hukum yang
dapat dengan mudah mengatur dan merencanakan tindakan yang dapat
menguntungkan mereka. Keefektifan kekayaan sebagai senjata politik dapat
membuat tokoh yang terlibat dapat leluasa menjalani hukuman. Akan tetapi,
hal tersebut dapat membuat hilangnya kehormatan dan harga diri yang
dimiliki, seperti dalam kutipan berikut:
“Aku tahu mereka bisa mendesain banyak hal dengan mudah. Aku
tahu semua fasilitas yang mereka berikan kepada pengusaha, siapa saja
yang membutuhkan bantuan yang mau membayar mahal. Tapi cukup.
Sudah saatnya kau berhenti dari ketergantungan kepada mereka.
Cukup. Sekarang waktunya meninggalkan bantuan dari mereka. Atau
tidak ada lagi kehormatan yang tersisa.” (hal.254)
Dalam kutipan di atas, terlihat bahwa Thomas menyadarkan Om Liem
bahwa sebuah kekuasaan yang tengah ia pegang tidak dapat membuat suatu
kebanggaan, melainkan membuat hilangnya kehormatan. Bantuan yang
diberikan tidak dapat membantu mengembalikan kehormatan tersebut.
Selain pengusaha yang menggunakan kekayaannya untuk meringankan
hukuman, ada pula penegak hukum yang menggunakan kedudukannya untuk
memprovokasi seseorang, seperti dalam kutipan berikut:
“by the way, Thomas, kalau boleh tahu, seberapa besar kau dibayar
klienmu untuk memenangi konvensi partai besok? Seberapa besar tarif
jasa konsultasi politikmu, Thomas? Atau mungkin kau dijanjikan
menjadi salah satu menteri dalam kabinetnya kalau besok lusa dia
berhasil menjadi presiden? Atau lebih dari itu? Konsensi bisnis?
Penguasaan atas salah satu perusahaan pelat merah?.” (hal.200)
Dalam kutipan di atas, jenderal bintang tiga memanfaatkan
kedudukannya
untuk
kepentingan
pribadi.
Jenderal
bintang
tiga
memprovokasi Thomas mengenai seberapa besar pengaruhnya dan seberapa
besar imbalan yang diberikan kliennya. Hal tersebut menunjukkan bahwa
jenderal bintang tiga dalam memperoleh jabatannya tersebut juga
menggunakan cara yang sama seperti apa yang diungkapkannya terhadap
Thomas. Dalam hal ini, suatu kedudukan tidak dapat dibeli dengan kekayaan
atau kekuasaan.
c. Jumlah dan Organisasi
Jumlah dan organisasi yaitu sejumlah massa yang tergabung ke dalam
organisasi dalam suatu konflik antara masing-masing kubu. Organisasi ini
memiliki kelas sosial yang sama. Massa pendukung JD yang diorganisasikan
oleh Thomas untuk melakukan konsolidasi dan massa yang menolak JD
dalam konvensi pencalonan presiden. Hal tersebut terdapat dalam kutipan
berikut:
“Tidak bisa dicegah. Diskusi pertama yang segera panas adalah pakah
klien politikku berhak mengikuti konvensi atau tidak. Dua faksi segera
terbentuk, menjadi dua kutub ekstrem. Kelompok pertama mendukung
JD terus mengikuti konvensi, tidak peduli dengan kasus hukum yang
membelitnya. Kelompok kedua jelas-jelas meminta klien politikku
didiskualifikasi atas nama moralitas partai. Dua kutub yang segera
saling berhadapan, plenary hall tenpat konvensi berlangsung berubah
menjadi pasar malam, ramai orang berseru, berteriak, bersitegang,
membuat pimpinan sidang tidak ada artinya lagi. Susah payah
mengendalikan jalannya pleno.” (hal.226)
Dalam kutipan di atas, penolakan pencalonan JD sebagai presiden
dilakukan oleh sebagian anggota partai yang termasuk ke dalam anggota
mafia hukum. Meskipun demikian, anggota partai yang mendukung
pencalonan JD tetap kukuh dan bekerja sama memperjuangkan JD sebagai
calon presiden dalam konvensi tersebut. Di pihak mafia hukum, jumlah dan
organisasi terbentuk dari berbagai profesi, seperti dalam kutipan berikut:
“Dua orang disana, itu kolegaku di kepolisian. Kau pasti melihatnya
saat konferensi pers. Nah, tiga orang disebelahnya adalah jaksa agung.
Tiga lagi adalah hakim tinggi, yang berdiri disana adalah anggota
DPR, disebelahnya pejabat pemerintah, pengusaha, dan orang-orang
penting lainnya. Hampir lengkap, kecuali lima anggota kami yang
ditangkap kemarin sore, dan sepertinya kau tahu persis kenapa mereka
tiba-tiba ditangkap. Apapun itu, terimakasih banyak Thomas, kaulah
yang membuat kami terpaksa mengadakan pertemuan mendadak di
kapal kontainer ini, diperairan lepas, diluar teritorial hukum negara
manapun. Tidak ada undang-undang yang berlaku diatas kapal ini.”
(hal.322)
Dalam kutipan di atas, jelas terlihat organisasi yang dibentuk mulai
dari hakim, anggota DPR, kepolisian, pejabat pemerintah, pengusaha dan
orang-orang penting lainnya dibawah pimpinan Tuan Shinpei sebagai otak
dari segala rencana yang telah dilayangkan kepada Thomas dan rekannya
sebagai rekayasa dan jebakan untuk menggagalkan pencalonan JD sebagai
presiden.
d. Media Informasi
Media menjadi alat untuk melakukan serangan politik yang
dilancarkan oleh pilak lawan yakni mafia hukum, dan perang pendapat yang
terjadi mengenai konvensi pencalonan presiden. Media ini juga dijadikan
Thomas untuk melakukan press release tentang pembukaan konvensi partai,
dengan mengundang wartawan, redaktur media massa besar. Dalam press
release, Thomas juga akan menjelaskan sebuah dugaan persekongkolan
besar yang dilakukan oleh mafia hukum. Hal tersebut terdapat dalam kutipan
berikut:
“Pekerjaan kedua, kau hubungi segera wartawan dan redaktur media
massa besar. Bilang kita punya press release penting tentang
pembukaan konvensi partai besok. Kumpulkan mereka di salah satu
restoran atau kafe tiga jam lagi, pukul 15.00. Aku akan segera tiba di
Jakarta dua jam lagi, langsung bergabung ke tempatmu mengumpulkan
mereka.”(hal.121)
Dalam kutipan di atas, tindakan Thomas untuk mengumpulkan
wartawan dan redaktur ditujukkan untuk memberitahukan masalah yang
tengah ia hadapi yakni persekongkolan yang dilakukan oleh mafia hukum
terhadap ia dan kliennya. Persekongkolan yang merupakan manuver politik
untuk menggagalkan ia dalam pencalonan JD sebagai presiden.
Media informasi juga ditujukan pada media visual yakni berita
mengenai tertangkapnya JD dan ditetapkannya sebagai tersangka kasus
korupsi megaproyek tunnel raksasa Jakarta. Hal tersebut terdapat dalam
kutipan berikut:
“Pemirsa, dari lokasi penangkapan, kami mengabarkan bahwa pihak
kepolisian menyatakan efektif hari ini JD dijadikan tersangka korupsi
megaproyek tunnel raksasa selama menjadi gubernur ibukota. Seperti
yang kita ketahui, nilai proyek yang digagas beberapa tahun lalu itu
dilaporkan 16 triliun, dan saat selesai pembangunannya setahun lalu
membengkak menjadi 24 triliun karena perubahan spesifikasi
terowongan raksasa dan alasan teknis lainnya. Pihak kepolisian akan
melakukan press conference nanti malam pukul sembilan, memberikan
keterangan lengkap atas penangkapan yang amat mengejutkan
ini.”(hal.134-135)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa penangkapan JD yang disiarkan
di media menjadi alat provokasi yang digunakan pihak mafia hukum. Media
dijadikan alat penyerangan untuk menggagalkan pencalonan JD sebagai
presiden dalam konvensi. Penangkapan ini secara mendadak dilakukan
berdekatan dengan diselenggarakannya konvensi partai.
2. Strategi Politik
Strategi politik merupakan bentuk konflik politik yang disebutkan oleh
Duverger dan dalam novel Negeri di Ujung Tanduk terdapat bentuk konflik
tersebut. Terdapat lima strategi politik menurut Duverger, namun penelitian ini
hanya memfokuskan pada tiga dari lima strategi politik yaitu; perjuangan terbuka
dan perjuangan diam-diam; pergolakan di dalam rezim dan perjuangan untuk
mengontrol rezim; dan kamuflase.
a. Perjuangan terbuka dan perjuangan diam-diam
Perjuangan politik terjadi secara terbuka, disaksikan secara penuh oleh
publik. Perjuangan ini dilakukan secara terbuka dan demokratis dengan
melibatkan banyak pihak. Seperti dalam kutipan berikut
“Maka hadirin sekalian, rapatkan barisan kalian. Mari kita bersumpah
satu sama lain untuk tetap setia. Setahun lalu kita berhasil
memaksakan konvensi partai diadakan. Tidak boleh lagi calon presiden
hanya ditentukan mereka, elite politik. Setahun lalu kita semua
berhasil membuat ini nyata, satu-satunya partai dengan dengan proses
pemilihan kandidat presiden melalui konvensi yang melibatkan
anggota partai. Saat semua ini sudah dekat sekali, tidak peduli dengan
intrik politik yang mereka lakukan, fitnah kejam atas calon presiden
kita, tidak peduli itu semua, kita akan terus maju. Tidak ada yang boleh
mendiskualifikasi calon presiden kita. Tidak ada yang boleh
membatalkannya. Penangkapan itu dusta, intrik politik yang
membunuh karakter. Kita semua pemilik partai ini, kitalah pemilik
suaranya, maka kita sendiri yang akan menentukan nasib partai ini,
bukan mereka”(hal.237)
Dalam kutipan di atas, dapat dilihat bahwa perjuangan Thomas
sebagai konsultan politik memperjuangkan JD untuk tetap menjadi kandidat
calon presiden. Pencalonan JD tetap dilanjutkan meskipun kasus hukum
sedang membelitnya. Hal ini tidak menyurutkan Thomas sebagai konsultan
politik dengan strategi yang sudah dirancang untuk pencalonan JD.
Perjuangan diam-diam yaitu adanya jaringan mafia hukum yang
mengejar tujuan politiknya secara ilegal. Mafia hukum menggunakan
strategi politik secara diam-diam untuk menggagalkan pencalonan JD
dengan mengambil cara-cara ilegal, menyabotase, memanipulasi, dan
menggunakan kekerasan fisik yang sangat merugikan pihak Thomas. Mafia
hukum secara diam-diam telah membentuk organisasi untuk mencapai tujuan
mereka. Seperti dalam kutipan berikut:
“Astaga, dua puluh tahun lalu, saat dia masih berseragam sekolah, aku
telah membakar keluargamu, Tommi. Membangun jaringan tidak
terlihat dari bawah, selapis demi selapis, apa istilah yang kalian
gunakan untuk menyebutnya di koran-koran? Mafia hukum? Ya, mafia
hukum. Itu istilah yang menarik.”(hal.332)
Perjuangan secara diam-diam yang dilakukan oleh mafia hukum juga
ditunjukkan saat mencoba menggagalkan Thomas mengikuti konvensi
dengan merekayasa kejadian di kapal pesiar, seperti dalam kutipan berikut:
“Aku mengirim orang-orang. Kau target pertama. Anak buahku di
Hong Kong meletakkan seratus kilogram bubuk heroin dan sekarung
senjata di kapal pesiar itu, lantas menghubungi satuan khusus antiteror.
Kau, Opa, nahkoda kapalmu, dan gadis malang itu ditangkap. Sialnya
kau berhasi lolos. Aku terlalu meremehkan seorang Tommi, sepertinya
kau memang pemburu kesebelas.” (hal.333)
Kutipan di atas, jelas terlihat keterlibatan mafia hukum saat kejadian
penangkapan Thomas dan rekannya oleh satuan anti teror Hong Kong. Dan
juga saat kejadian tertangkapnya JD yang merupakan salah satu rekayasa
yang dibuat oleh mafia hukum untuk menggagalkan pencalonan JD sebagai
presiden dalam konvensi partai. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan
berikut:
“Tidak ada pilihan lain, aku memerintahkan seluruh anggota penting
jaringan di Jakarta mengeluarkan usaha terbaik untuk mencegah klien
politikmu maju di konvensi itu. Klien politikmu ditangkap petinggi
kepolisian, mudah saja merekayasa sebuah kasus hukum, perang opini
digelar di media massa, posisi klien politikmu terancam
didiskualifikasi di konvensi.” (hal.333)
b. Pergolakan di dalam rezim dan perjuangan untuk mengontrol rezim
Pergolakan di dalam rezim terjadi pada kubu Thomas, dimana klien
politiknya terbelit kasus korupsi yang dilancarkan oleh mafia hukum.
Pergolakan tersebut terjadi dalam konvensi pencalonan presiden terkait
penangkapan JD yang mengancam posisinya sebagai kandidat calon
presiden. Pergolakkan ini terdapat dalam kutipan berikut:
“Kami tercerai-berai, Thomas. Semua kehilangan pegangan. Kau
bicaralah. Serukan apapun yang harus diserukan, satukan lagi kami
semua” (hal.233)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa pergolakan terjadi dalam kubu
Thomas. Pergolakkan yang disebabkan tertangkapnya JD sebagai tersangka
kasus korupsi megaproyek. Pergolakkan ini langsung ditangani oleh Thomas
sebagai konsultan politik melalui pengontrolan terhadap anggota partai
lainnya. Pengontrolan rezim dilakukan Thomas untuk mengendalikan situasi
ketegangan dalam konvensi pencalonan presiden dengan konsolidasi. Hal ini
ditunjukkan dalam kutipan berikut:
“Aku menepuk bahu Johan, menatapnya penuh penghargaan, lantas
mengambil posisi di depan speaker, melihat ke seluruh ruangan.
Ribuan anggota partai itu ada di sini, bersiap mendengarkanku. Aku
sudah tiga kali bicara di depan mereka. Bedanya, kali ini tidak ada
klien politikku yang berdiri di belakang, tersenyum takzim kebapakan,
mendukung. Aku harus melakukannya sendirian, mengembalikkan
semua semangat yang tersisa.”(hal.234)
Dari kutipan di atas, jelas terlihat pengontrolan yang dilakukan oleh
Thomas untuk mengembalikkan semangat anggota partai untuk tetap
mendukung dan membela JD agar menjadi presiden. Konsolidasi yang
dilakukan oleh Thomas, anggota partai kembali memperoleh semangat untuk
tetap bekerja sama mendukung pencalonan JD sebagai presiden dalm
konvensi partai.
c. Kamuflase
Penyelundupan barang terlarang di dalam kapal sebagai usaha
menyingkirkan Thomas dan rekayasa kasus korupsi yang ditujukan kepada
JD untuk menggagalkannya mengikuti pencalonan presiden. Penyelundupan
yang dilakukan oleh mafia hukum terjadi saat Thomas beserta rekannya
sedang berada di atas kapal pesiar di Hong Kong, berikut kutipannya:
“salah seorang petugas membongkar paksa kunci, isi kotak itu justru
dipenuhi tumpukan bungkusan yang rapi dengan logo asing dan tulisan
yang tidak kupahami. Orang berpakaian sipil itu meraih pisau dari
pinggang rekannya, merobek bungkusan tersebut. Butiran putih
langsung merekah dari robekan kertas. Demi melihat benda tersebut,
aku mengeluh tertahan. Opa yang jelas juga tahu benda apa itu, ikut
menghela napas panjang. Maryam berseru pelan, menutup mulutnya
dengan telapak tangan”(hal.67-68)
Dari kutipan di atas, benda yang berupa butiran putih adalah narkoba
seberat seratus kilogram yang diselundupkan oleh mafia hukum di kapal
pesiar milik Thomas. Penyelundupan ini dimaksudkan untuk mencegah
Thomas mengikuti konvensi pencalonan presiden yang akan segera
dilaksanakan. Bukan hanya narkoba yang diselundupkan melainkan senjatasenjata, seperti dalam kutipan berikut:
“Itu belum cukup. Petugas ketiga yang memeriksa kabin depan kapal
masuk sambil membawa karung tebal besar, menumpahkan isinya di
lantai kabin. Enam pucuk senjata otomatis, beberapa granat, dan juga
kotak-kotak kecil bertuliskan C4, peledak mematikan, tergeletak di
lantai.”(hal.68)
Selain kamuflase saat kajdian di kapal pesiar, ada pula rekayasa kasus
korupsi yang melibatkan JD sebagai tersangka juga merupakan bentuk
kamuflase yang dilakukan oleh mafia hukum untuk menggagalkannya
mengikuti pencalonan presiden. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan
berikut:
“Tidak ada pilihan lain, aku memerintahkan seluruh anggota penting
jaringan di Jakarta mengeluarkan usaha terbaik untuk mencegah klien
politikmu maju di konvensi itu. Klien politikmu ditangkap petinggi
kepolisian, mudah saja merekayasa sebuah kasus hukum, perang opini
digelar di media massa, posisi klien politikmu terancam
didiskualifikasi di konvensi.” (hal.333)
Dalam kutipan di atas, jelas terlihat usaha mafia hukum untuk
menggagalkan pencalonan JD. Semua kejadian sudah direkayasa dengan
sedemikian rupa dan melibatkan oknum pejabat pemerintah dalam
melakukan rekayasa tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN
Novel Negeri di Ujung Tanduk memiliki jalan cerita yang menegangkan dan
penuh dengan konflik di dalamnya. Konflik ini terjadi antara kelas sosial yang sama
yaitu kubu Thomas yang mendukung pencalonan JD sebagai presiden, dan kubu
lawan (mafia hukum) yang menolak pencalonan JD dan mendukung calon presiden
lain dengan melakukan aksi-aksi untuk menggagalkan pencalonan dari JD. Konflik
dilakukan oleh pihak lawan dengan menyerang Thomas yang menjadi konsultan
politik dari JD. Konflik ini berlatarkan di empat lokasi, yaitu Jakarta, Denpasar,
Makau, dan China. Konflik politik dalam novel Negeri di Ujung Tanduk difokuskan
pada bentuk-bentuk konflik politik yang terjadi di dalamnya. Bentuk-bentuk konflik
politik terbagi menjadi dua kategori yaitu senjata-senjata pertempuran dan strategi
politik.
Senjata-senjata pertempuran meliputi: (1) kekerasan fisik yang berupa
penangkapan, penculikan, dan penembakan yang dilakukan oleh mafia hukum; (2)
kekayaan/kedudukan yang dieksploitasi oleh sejumlah oknum penegak hukum; (3)
jumlah dan organisasi yang tergabung ke dalam organisasi suatu konflik antara
masing-masing kubu; (4) media informasi yang merupakan alat untuk melakukan
serangan politik.
Strategi politik meliputi: (1) perjuangan terbuka dan perjuangan diam-diam
yang dilakukan kedua kubu; (2) pergolakan di dalam rezim dan perjuangan untuk
mengontrol rezim yang dilakukan oleh kubu Thomas; (3) kamuflase yang dilakukan
oleh mafia hukum untuk menyingkirkan kubu Thomas.
DAFTAR PUSTAKA
Al Ma’ruf, Ali Imron. 2009. Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian
Estetika Bahasa. Solo: Cakrabooks
Duverger, Maurice. 2007. Sosiologi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Liye, Tere. 2013. Negeri di Ujung Tanduk. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama
Media.
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari
Strukturalime hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik
https://books.google.co.id/books?id . diakses pada tanggal 26 November 2015
Sinopsis Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye
Setahun setelah Thomas berjuang menyelamatkan Bank Semesta, ia telah
menambahkan unit bisnis dalam perusahaan konsultannya. Jika dulu ia hanya fokus
mengurus strategi keuangan dan instrumen investasi, sekarang Thomas merambah
dunia politik. Menjadi konsultan strategi politik, Thomas telah berhasil mengantar
dua kliennya memenangkan pemilihan gubernur. Ia sukses menunjukkan bahwa
kompetisi politik bisa dimenangkan dengan kalkukasi yang cermat.
Bagi Thomas sendiri, politik tidak lebih adalah permainan terbesar dalam
bisnis omong kosong, sebuah industri artifisial penuh kosmetik yang pernah ada di
dunia. (hlm. 20).
"Sebagaimana sebuah bisnis omong kosong dijalankan, kita harus berdiri di
atas ribuan omong kosong agar omong kosong tersebut menjadi sesuatu yang
bisa dijual dengan manis, dan dibeli dengan larisnya oleh para pemilih. Anda
boleh saja tidak sependapat. Silakan. Tetapi saya dibayar mahal memoles
omong kosong tersebut, menjualnya, dan simsalabim, menjadi king maker,
mendudukkan orang-orang di kursi kekuasaan." (hlm. 20-21).
Setahun sebelumnya, setelah kasus penyelamatan Bank Semesta, dalam
penerbangan menuju London, Thomas bertemu JD, mantan wali kota dan gubernur
yang dikenal sebagai figur muda yang sederhana dan bersih. Pertemuan itu menjadi
momen penting dalam hidup Thomas. Percakapan dengan JD menginspirasi Thomas
untuk terlibat dalam dunia politik.
"Kau tahu, Thomas, masalah terbesar bangsa kita adalah penegakan hukum.
Hanya itu. Sesederhana itu,"kata JD (hlm. 113). "Penegakan hukum adalah
obat paling mujarab mendidik masyarakat yang rusak, apatis, dan tidak peduli
lagi. Penegakan hukum adalah kunci semua masalah. Kita harus menyadari
hal ini. Kita sebenarnya sedang berperang melawan kezaliman yang dilakukan
kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita yang mengambil keuntungan
karena memiliki pengetahuan, kekuasaan, atau sumber daya. Jika kita memilih
tidak peduli, lebih sibuk dengan urusan masing-masing, nasib negeri ini persis
seperti sekeranjang telur di ujung tanduk, hanya soal waktu akan pecah
berantakan. Ini negeri di ujung tanduk, Thomas." (hlm. 114 & 116).
Dalam sosok JD Thomas menemukan jawaban dari pertanyaan yang melindap
dalam benaknya terkait sosok politikus dengan kemuliaan dan kelurusan hati bak
Gandhi atau Nelson Mandela. Maka, Thomas pun menawarkan diri menjadi
konsultan strategi demi mewujudkan penegakan hukum yang dikehendaki JD. Dan
karena presiden merupakan pemilik komando tertinggi bagi penegakan hukum di
Indonesia, cita-cita JD hanya bisa direalisasikan dengan menjadi presiden.
Menjelang konvensi partai yang akan mengumumkan secara resmi kandidat
presiden dari partai yang menominasikan JD, mendadak terjadi terjadi peristiwa yang
tidak diantisipasi Thomas sebelumnya. Terjadi ekskalasi besar-besaran dari peserta
konvensi yang ditandai dengan manuver raksasa yang dilakukan pihak lawan JD.
Situasi yang berkembang tidak terduga itu membuat JD meminta Thomas yang
berada di Hong Kong untuk kembali ke Jakarta. Tapi sebelum Thomas meninggalkan
Hong Kong, seusai konferensi mengenai komunikasi dan pencitraan politik, ia
ditangkap satuan khusus antiteror otoritas Hong Kong. Di dalam kapal yang
digunakan Opa dan Kadek menjemput Thomas di Makau, ditemukan seratus
kilogram bubuk heroin serta setumpuk senjata api dan peledak. Tidak ada hipotesis
lain yang terbentuk di benak Thomas selain bahwa kejadian ini adalah salah satu
agenda serius yang dijalankan pihak lawan JD.
Ditahannya Thomas di Hong Kong, membuat ia tidak bisa hadir di konvensi
partai. Untunglah ada Lee, pengusaha Hong Kong yang dikalahkannya dalam
pertarungan di Makau. Lee berhasil meloloskan Thomas dan mengatur perjalanan
pulang Thomas ke Indonesia. Setibanya di Jakarta, Thomas disambar berita
penangkapan kliennya. JD ditetapkan sebagai tersangka korupsi megaproyek tunnel
raksasa selama menjabat sebagai gubernur ibu kota. Penangkapan itu tak pelak lagi
disinyalir Thomas sebagai upaya pembunuhan karakter untuk mencemarkan reputasi
cemerlang JD. Kemungkinan besar, JD akan didiskualifikasi dari kandidat calon
presiden partai.
Maka sebelum notifikasi pelariannya dari Hong Kong menyebar ke seluruh
jaringan interpol dunia dan menobatkannya menjadi buruan internasional, Thomas
harus bergerak cepat memperjuangkan nasib kliennya. Ia harus pergi ke Denpasar
untuk melakukan konsolidasi para pendukung JD. Tapi hal itu pun tetap tidak mudah.
Karena seperti dugaan Thomas, ada kelompok yang disebutnya sebagai mafia hukum,
bergerak di belakang setiap kejadian itu.
Apakah Thomas bisa menghadiri konvensi partai dan mengembalikan
kepercayaan semua pendukung JD? Thomas, mau tak mau, mesti merancang sebuah
plot untuk bisa menghadapi tekanan demi tekanan mematikan yang dihadapinya.
Tidak hanya berupaya membawa keluar seorang saksi mahkota dari tahanan
kepolisian, Thomas pun menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk
menjalankan rencananya. Hingga pada akhirnya ia menyadari, sesungguhnya ia
sedang berhadapan dengan para pendiri benteng kekuasaan yang mampu melakukan
apa saja demi pencapaian tujuan mereka. Dan sebagai pemimpinnya adalah bedebah
yang menyeruak dari puing-puing masa lalu Thomas.
Setelah memunculkan permasalahan di bagian awal novel, kegentingan situasi
diciptakan untuk membawa sang karakter utama mengerahkan semua kemampuannya
untuk memutuskan rantai kejahatan yang menantang nyalinya. Di penghujung
upayanya sebagai tokoh pahlawan, ia diperhadapkan dengan kejutan yang
membuatnya limbung sekaligus kian berkobar amarahnya. Tapi sebagaimana dalam
prekuelnya, sang protagonis tetap akan diberikan kemenangan, dan jalan menuju ke
sana, selalu datang secara tak terduga.
Thomas memang hanya melakukan apa yang dipikirkannya sebagai tanggung
jawabnya sebagai seorang konsultan strategi. Tapi sebenarnya ia telah menunjukkan
sebuah sikap, yang tidak disadarinya, sampai seseorang mengingatkannya, tepat di
bagian pamungkas novel.
Kau tahu, Thomas, jarak antara akhir yang baik dan akhir yang buruk dari
semua cerita hari ini hanya dipisahkan oleh sesuatu yang kecil saja, yaitu
kepedulian.
Begitu juga hidup ini, Thomas. Kepedulian kita hari ini akan memberikan
perbedaan berarti pada masa depan. Kecil saja, sepertinya sepele, tapi bisa
besar dampaknya pada masa mendatang. Apalagi jika kepedulian itu besar,
lebih besar lagi bedanya pada masa mendatang. Selalulah menjadi anak muda
yang peduli, memilih jalan suci penuh kemuliaan. Kau akan menjalani
kehidupan ini penuh dengan kehormatan. Kehormatan seorang petarung. (hlm.
358-359).
Thomas dalam Negeri di Ujung Tanduk, memiliki kesenangan bertarung, yang
telah berpengaruh besar dalam pembentukan karaktenya sebagai seorang pejuang
tangguh. Ia masih Thomas yang memiliki kehidupan steril cinta. Saya menduga,
sampai novel ini berakhir, cinta belum menjadi prioritas Thomas, sekalipun Tere Liye
menampilkan karakter perempuan menarik seperti Maryam, wartawati review
mingguan yang menyusul Thomas ke Makau untuk mewawancarainya. Thomas yang
ini, masih membutuhkan bantuan orang di sekitarnya untuk mendukung
perjuangannya. Maka, Maggie, sang sekretaris yang cekatan, masih tetap muncul
dalam novel ini. Demikian pula Rudi, polisi yang menjadi teman Thomas sejak
bertemu di klub petarung Jakarta. Liem Soerja alias Om Liem, meski dalam status
tahanan, bertekad membantu Thomas demi sebuah kehormatan dan penghargaan yang
menghilang dari kehidupannya. Tere Liye menambahkan satu karakter pendukung
yang dibutuhkan Thomas, yaitu Kris, staf khusus bagian teknologi Informasi, yang
memiliki latar belakang sebagai peretas jaringan amatir. Opa dan Kadek, masih
ditampilkan tapi kehadiran mereka di sini tidak menjadi elemen penting.