ALUR DALAM MEMBUAT PERJANJIAN INTERNASIO

PAPER MAGANG
KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT STRATEGI PERTAHANAN
DIREKTORAT KERJASAMA INTERNASIONAL
SUBDIT BILATERAL

INDIRA RIZKI AMALIA
151 100 066
HUBUNGAN INTERNASIONAL
UPN “VETERAN” YOGYAKARTA

Sebagai akademisi Hubungan Internasional penting bagi kita untuk memperdalam ilmu
diplomasi yang dimana digunakan sebagai alat atau media untuk menyelesaikan konflik tanpa
adanya kekerasan atau bahkan perang. Diplomasi memiliki arti konotasi sebagai pelaksanaan
kebijakan luar negeri, dan diplomasi yang berfokus pada manajemen hubungan internasional
melalui negosiasi. Dengan demikian, cukup jelas bahwa diplomasi adalah sebuah cara untuk
menjalin kerjasama dalam hubungan internasional demi mencapai kepentingan bersama, yang
dapat dilakukan dengan bernegosiasi.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia merupakan institusi Pertahanan yang juga
menerapkan diplomasi dan negosiasi dalam hubungan nya dengan Negara lain . Media yang
dilakukan bisa dalam misalnya perencanaan pembuatan Perjanjian Internasional.

Banyak istilah dalam menafsirkan apakah itu Perjanjian Internasional, berikut adalah
pengertian-pengertian nya
1.

Treaty, adalah persetujuan Internasional dalam bentuk tertulis yang mengikat para

pihak yang menandatanganinya dan diatur dalam Hukum Internasional. Treaty dapat
berskala bilateral maupun multilateral.
2.

Convention (Konvensi), merupakan bentuk Perjanjian Internasional penting dan

resmi, biasanya berskala multilateral (Internasional). Convention juga merupakan salah satu
bentuk “law-making”, artinya meletakkan kaidah-kaidah hukum dalam masyarakat
internasional dan juga mempengaruhi “domestic law” suatu Negara.
3.

Agreement, merupakan perjanjian yang dibuat pada tingkat antar pemerintah

(G


to G), bukan antar Kementerian. Agreement umumnya merupakan perjanjian payung karena
mengatur materi yang memiliki cakupan yang lebih luas dan umum bila di bandingkan
dengan perjanjian turunannya. Pejabat penandatangan adalah Menteri luar negeri atau
Menteri terkait. Karena merupakan perjanjian antar pemerintah, sesuai UU no 24 tahun
2000 tentang Perjanjian Internasional, bila ditandatangani oleh Menteri teknis maka di
perlukan Full Power.
4.

Memorandum of Understanding (MoU), merupakan bentuk perjanjian yang

dimaksud untuk mengatur kerjasama yang lebih spesifik dan teknis. MoU dapat di buat

pada tingkat Kementerian, dan pejabat penandatangan adalah Menteri teknis terkait atau di
wakili oleh pejabat setingkat eselon I. Pejabat penandatangan tetap memerlukan Full Power.
5.

Arrangement, merupakan bentuk perjanjian yang berisikan pengaturan khusus atau

bentuk teknis pelaksanaan dari perjanjian yang telah ada. Dengan kata lain arrangement

adalah turunan dari sebuah MoU/Agreement. Biasanya di tandatangani oleh pejabat eselon I
dari Kementerian tersebut.
6.

Agreed Minutes, disebut juga “record of discussion”. Merupakan catatan dari

kesepakatan bersama atas hasil suatu pertemuan teknis. Bentuk ini banyak digunakan untuk
merekam pembicaraan baik formal maupun informal sebagai bagian dari rangkaian
perundingan. Agreed minutes tidak mengikat.
7.

Exchange of Notes, merupakan pertukaran nota diplomatik yang memiliki fungsi

beragam. Isi nota tersebut adalah penyampaian atau pemberitahuan resmi posisi perintah
masing-masing tentang suatu masalah tertentu.
8.

Contract, pada umumnya digunakan dalam sebuah transaksi yang berkaitan dengan

kegiatan bisnis/pengadaan barang maupun jasa antara kedua Negara yang melakukan

transaksi. Contract bersifat mengikat.
9.

Letter of Intent (LoI), merupakan nota kesepakatan (politik) yang tidak mengikat.

Biasanya dilakukan pada tahap penjajagan dalam penyusunan perjanjian. Misal, kedua
belah pihak sepakat dikemudian hari akan melaksanakan kerjasama pertahanan dengan
lingkup tertentu.
10.

Strategic Partnership, merupakan kesepakatan politik yang tidak mengikat (bersifat

politis) dan mempunyai lingkup yang luas, lebih dari satu bidang (misal keamanan,
ekonomi dan pendidikan). Kesepakatan ini biasanya dilakukan pada tingkat kepala Negara.
Meskipun tidak mengikat tetapi dapat dijadikan referensi dalam penyusunan perjanjian baik
G to G maupun antar Kementerian sebagai implementasi dari kesepakatan itu.

11.

Framework Arrangement, adalah kerangka kerja yang umumnya mengintegrasikan


beberapa kegiatan teknis dan khusus (teknis pelaksanaan) yang telah berjalan. Kerangka
kerja ini tidak bersifat mengikat (binding).
12.

Joint Declaration, merupakan bentuk suatu kesepakatan politik yang tidak mengikat,

biasanya pada tingkat kepala pemerintahan.
13.

Joint Statement, serupa dengan “Joint Declaration” tetapi di lakukan pada tingkat

Menteri dan pejabat eselon I.
Adapun tujuan dari Perjanjian Internasional



Sarana utama memulai & mengembangkan Hubungan Internasional.
Memulai hubungan dengan Negara lain dan meningkatkan kerjasama pertahanan
dalam hubungan bilateral dan memahami arti pentingnya bagi pemeliharaan

perdamaian dan keamanan internasional serta memperkuat hubungan persahabatan
yang telah ada dan kerjasama teknis antara kedua pihak berdasarkan penghormatan
penuh kedaulatan dan keutuhan wilayah dan prinsip-prinsip kesetaraan, tidak
mencampuri urusan dalam negeri, dan saling menguntungkan serta menegaskan
kembali komitmen internasional masing- masing kepada prinsip-prinsip dan standard
hukum internasional yang diakui secara umum.
 Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat Internasional
Perjanjian Internasional merupakan hasil interaksi antarNegara yang diwakili
Pemerintah bersepakat untuk merundingkan, menyelesaikan, dan membahas masalah,
mengemukakan bukti teknis untuk menyetujui satu penyelesaian, dan mengakhiri
perundingan dengan perjanjian yang memuaskan kedua belah pihak.
 Sarana menetapkan kewajiban pihak terlibat dalam bentuk tertulis
Dengan adanya perjanjian tersebut menciptakan kewajiban bagi para pihak untuk
menaati nya dalam bentuk tertulis yang berlandaskan aturan-aturan yang telah
disepakati.

Pengikatan Dalam Perjanjian
• Ratifikasi (ratification) dilakukan apabila Negara yang akan mengesahkan suatu
Perjanjian Internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian
• Aksesi (accesion) apabila Negara yang akan mengesahkan suatu Perjanjian

Internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian
•Penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval) pernyataan menerima atau
meneyetujui dari negara-Negara pihak pada suatu Perjanjian Internasional atas
perubahan Perjanjian Internasional tersebut.
Selain pengesahan, Negara-Negara yang terlibat dalam Perjanjian Internasional dapat
menyatakan persyaratan ( reservation) ialah penyataan sepihak suatu Negara untuk
tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada Perjanjian Internasional, dalam
rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau
mengesahkan suatu Perjanjian Internasional yang bersifat multilateral .
Deklarasi (declaration) pernyataan sepihak suatu Negara tentang pemahaman atau
penafsiran menegnai suatu ketentuan dalam Perjanjian Internasional. Pernyataan
dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan Perjanjian
Internasional yang bersifat multilateral guna memperjelas makna ketentuan tersebut
Menurut Undang-Undang nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional,
tahap-tahap Perjanjian Internasional (proses pembuatan Perjanjian Internasional)
adalah sebagai berikut :
Tahap Penjajakan
Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai
kemungkinan dibuatnya suatu Perjanjian Internasional. Biasanya Perjanjian tersebut
dilandasi dari kegiatan Kunjungan Kehormatan Kenegaraan Negara/Mitra ke

Indonesia dan sedikit berbicang-bincang mengenai akan diadakan nya suatu
kerjasama antara kedua belah pihak tersebut. Terkadang, banyak sekali kegiatan
kerjasama yang telah dilakukan namun belum ada payung hukumnya berupa suatu
perjanjian Internasional (agreement) , Memorandum Of Understanding (MoU), atau
dialogue Talks yang mengikat bagi kedua belah pihak tersebut. Mekanismenya dalam
Kementerian Pertahanan RI yakni : Terdapat adanya masukan draft dari Instansi
terkait/Negara Mitra kepada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia yang

kemudian ditujukan ke Ditjen Strategi Pertahanan (Strahan) . Kemudian Dirjen
Strahan Kementerian Pertahanan melakukan analisa dan meminta masukan dari
instansi terkait guna menyusun masukan dan saran dari instansi terkait perlu tidaknya
membuat perjanjian dengan Negara Mitra. Biasanya , Negara yang ‘terlihat’
membutuhkan akan mengirimkan draft Perjanjian nya kepada Negara counter . Yang
kemudian akan mengalami sesi penjajakan dalam menimbang isi draft perjanjian yang
telah dikirim dari Negara counter.
Tahap Perundingan
Merupakan tahap kedua untuk membahas mengenai masalah substansi dan masalahmasalah teknis yang akan disepakati dalam Perjanjian Internasional. Dalam proses ini
melibatkan Kementerian Luar Negeri RI sebagai wadah dalam hal nya untuk
memfasilitasi dalam perencanaan pembuatan Perjanjian Internasional. Setelah itu
melaksanakan rapat Inter-Kementerian RI guna membahas point-point dari perjanjian

tersebut apakah sudah layak untuk dijadikan draft agreement bagi RI dan Negara
mitra yang dilandasi asas kepentingan dan tujuan bersama serta menghormati prinsipprinsip kedaulatan . Kementerian Pertahanan RI dalam hal ini untuk mengkonsultasi
masalah mengenai Teknis dalam pembuatan Perjanjian Internasional berkoordinasi
dengan satuan tugas baik itu dari MABES TNI dan sejumlah satuan terkait demi
membahas mengenai kegiatan apa yang akan dilakukan dalam Perjanjian tersebut.
Tahap Perumusan Naskah
Merupakan tahap merumuskan rancangan suatu Perjanjian Internasional. Berdasarkan
hasil rapat Inter-Kementerian RI diajukan permohonan persetujuan Menteri
Pertahanan dan apabila Menteri Pertahanan menyetujui permohonan persetujuan
tersebut dilanjutkan dengan rapat Inter-Kem lanjutan (Kementerian Pertahanan,
Markas Besar TNI, Kementerian Luar Negeri RI, Sekretaris Kabinet, Ditjen Hak
Kekayaan Intelektual Kementerian Dalam Negeri RI dan Sekretariat Negara) untuk
penyusunan

draft/counterdraft

Indonesia,

dalam


merumuskan

naskah

suatu

penyusunan Agreement apabila Menteri Pertahanan tidak menyetujui permohonan
tersebut

maka

proses

dipending/dihentikan.

penyusunan

kerjasama

dengan


Negara

mitra

Tahap Penerimaan
Merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati
oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil
perundingan dapat disebut “Penerimaan” yang biasanya dilakukan dengan
membubuhkan inisial atau paraf pada naskah Perjanjian Internasional oleh ketua
delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan
(acceptance/ approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu Negara pihak
atas perubahan Perjanjian Internasional. Dilanjutkan dengan paraf persetujuan kedua
belah pihak
Tahap Penandatanganan:
Merupakan tahap akhir da1am perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah
Perjanjian Internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian
multilateral, penandantanganan Perjanjian Internasional bukan merupakan pengikatan
diri sebagai Negara pihak. Keterikatan terhadap Perjanjian Internasional (Menurut
Pasal 6 Ayat 1). Pada proses penandatanganan, Kementerian Pertahanan meminta
surat permohonan Full Power ke Kementerian LuarNegeri RI (otoritas untuk
menandatangani Perjanjian tersebut atas nama pemerintah RI)
Tahap Pengesahan
Pengesahan suatu Perjanjian Internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang
disepakati oleh para pihak. Perjanjian Internasional yang memerlukan pengesahan
akan mulai berlaku setelah terpenuhinya prosedur pengesahan sebagaimana diatur
dalam undang-undang ini. Setiap undang-undang atau keputusan Presiden tentang
pengesahan Perjanjian Internasional ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia. Pengesahan dengan undang-undang memerlukan persetujuan Dewan
Perwakilan

Rakyat.

Pengesahan

dengan

keputusan

Presiden

selanjutnya

diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pengesahan Perjanjian Internasional
melalui undang-undang dilakukan berdasarkan materi perjanjian dan bukan
berdasarkan bentuk dan nama (nomenclature) perjanjian. Klasifikasi menurut materi
perjanjian dimaksudkan agar tercipta kepastian hukum dan keseragaman atas bentuk
pengesahan Perjanjian Internasional dengan undang-undang. Mekanisme dan
prosedur pinjaman dan/atau hibah luar negeri beserta persetujuannya oleh Dewan
Perwakilan Rakyat akan diatur dengan undang-undang tersendiri. (MenurutPasal 9)

Materi Perjanjian Internasional yang disahkan melalui undang-undang apabila
berkenaan dengan
1. Masalah politik, perdamaian, pertahanan , dan keamanan Negara
2. Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah Negara Republik Indonesia
3. Kedaulatan atau hak berdaulat Negara
4. Hak asasi manusia dan lingkungan hidup
5. Pembentukan Kaidah Hukum baru
6. Pinjaman dan/atau hibah Luar Negeri
Rasio Ratifikasi
•Kesempatan untuk meneliti kembali instrumen yang telah ditandatangani utusan
kuasa
•Berdasarkan kedaulatannya maka satu Negara berhak untuk menarik diri dari
partisipasi
•Perjanjian Internasional dapat menyebabkan perlunya penyesuaian hukum nasional
•Prinsip demokrasi yang menuntut pemerintah untuk berkonsultasi dengan
parlemennya
Berakhirnya Perjanjian Internasional
•Karena hukum
•Hapusnya materi perjanjian
•Hapusnya pihak yang membuat perjanjian
•Batas waktu habis
•Tujuan sudah tercapai
•Adanya perjanjian baru
•Karena perbuatan pihak yang berjanji
•Kehendak sepihak untuk mengundurkan diri
•Sepakat mengakhiri perjanjian
Peninjauan Kembali Perjanjian Internasional
•Revisi dan amandemen
•Validitas
•Ketidak cakapan dalam membuat
•Kekeliruan (error)

•Tipu muslihat (fraud)
•Kecurangan (corruption)
•Pemaksaan (coercion)
•Bertentangan dengan norma hukum internasional
Sanksi
• Protes diplomatik. Yang disusul dengan tuntutan untuk memperbaiki apa yang
dianggap salah. Pelanggaran kecil bisa diselesaikan dengan jalan ini, tetapi
pelanggaran besar biasanya tidak menggubris
• Pemberian sanksi. Bertujuan mengakhiri kegiatan, menghukum, kombinasi keduanya.
Bentuknya

bermacam-macam:

boikot,

embargo,

pembatasan

perdagangan,

pembatasan aliran dana, transportasi dan komunikasi, keluar dari organisasi, sanksi
ekonomi, dll
• Penggunaan kekuatan militer

Motivasi untuk Mematuhi
• Kesadaran. Sesuatu yang baik bagi semua membutuhkan pengorbanan sedikit dari
tiap bagian
• Kebutuhan. Untuk dapat memprediksi tingkah laku pihak lain
• Kredibilitas. Memperoleh nilai tingga di mata Negara lain
• Kebiasaan. Rutinitas atau kebiasaan Negara untuk mengikuti hukum
• Opini dunia. Mempengaruhi ketaatan terhadap suatu hukum
• Persetujuan sosial. Kelompok Negara serupa dengan komunitas manusia yang
memerlukan social


Biaya. Alternatif bila tidak melalui jalur hokum



Kerugian jalan praktis. Lebih benefit menenpuh jalur yang sudah tertentu dibanding
berseteru.