PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ABB

Revisi Makalah

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ABBASIYAH
Diajukan Untuk Memenuhi Makalah Individu Pada Mata Kuliah
Pemikiran Pendidikan Islam

Oleh:
SATRIA WIGUNA
NIM : 3003163002

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Dja’far Siddik, MA

PRODI :
PENDIDIKAN ISLAM

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2017


Abstract
At the time of the Abbasid dynasty is the heyday of Islam in various fields,
especially the field of science and technology. A highly diverse educational
institution, in a highly conducive academic field, an educational curriculum, the
presence of teachers with large areas of expertise, reputation and influence,
educational facilities and infrastructure, adequate educational financing, better
educational management and orderly, and students who come from all over the
world.
Keywords: Thought, Islamic Education, Abbasiyah

Abstrak
Pada masa dinasti Abbasiyah merupakan masa kejayaan Islam dalam
berbagai bidang, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Lembaga

pendidikan yang amat beragam, dalam bidang akademik yang amat kondusif,
kurikulum pendidikan, keberadaan para guru yang memiliki bidang keahlian,
reputasi dan pengaruh yang besar dan luas, sarana dan prasarana pendidikan yang
lebih memadai, pembiayaan pendidikan yang mencukupi, manajemen pendidikan
yang lebih rapi dan tertib, serta para pelajar yang datang dari berbagai penjuru
dunia.

Kata Kunci : Pemikiran, Pendidikan Islam, Masa Abbasiyah

1

BAB I
PENDAHULUAN
Pemikiran pendidikan Islam semakin mengalami kemajuan pada masa
dinasti Abbasiyah. Pada masa itu, mayoritas umat muslim sudah bisa membaca
dan menulis dan dapat memahami isi dan kandungan alquran dengan baik. Pada
masa itu murid-murid di tingkat dasar mempelajari pokok-pokok umum yang
ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang beberapa masalah.
Kemajuan sistem pendidikan Islam pada zaman khalifah Abbasiyah
ditandai dengan munculnya berbagai lembaga pendidikan yang amat beragam,
dalam bidang akademik yang amat kondusif, kurikulum pendidikan, keberadaan
para guru yang memiliki bidang keahlian, reputasi dan pengaruh yang besar dan
luas, sarana dan prasarana pendidikan yang lebih memadai, pembiayaan
pendidikan yang mencukupi, manajemen pendidikan yang lebih rapi dan tertib,
serta para pelajar yang datang dari berbagai penjuru dunia.
Pendidikan di tingkat dasar ini diselenggarakan di kuttab, dimana alquran
merupakan buku teks wajib. Pada tingkat pendidikan menengah diberikan

penjelasan-penjelasan yang lebih mendalam dan rinci terhadap materi yang sudah
diajarkan pada tingkat pendidikan dasar. Selanjutnya pada tingkat universitas
sudah diberikan spesialisasi, pendalaman dan analisa. Dengan mempelajari
sejarah Islam terutama dalam bidang pendidikan, umat Islam dapat mengambil
contoh pola pendidikan Islam pada masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad
Saw, sahabat dan ulama setelahnya.
Oleh karena itu dalam makalah ini sengaja penulis membahas mengenai
pemikiran pendidikan Islam pada masa dinasti Abbasiyah yang mencakup pada:
pendidikan Islam pada masa dinasti Abbasiyah, karakteristik pendidikan pada masa
dinasti Abbasiyah, pengembangan ilmu pengetahuan pada masa dinasti Abbasiyah,

ilmu – ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa Abbasiyah, lembaga dan
institusi penyelenggaraan pendidikan pada masa Abbasiyah, dan spesifikasi pemikiran

pendidikan islam pada masa Abbasiyah.

2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah
Pendiri dinasti Bani Abbasiyah dari keturunan Abbas paman rasulullah
saw yaitu: Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah al-Abbas.
Kekuasaan Daulah Bani Abbasiyah melanjutkan kekuasaan daulah umayyah,
dengan memindahkan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad sehingga
pusat pemerintahan daulah Abbasiyah berada disekitar bangsa persia. Kekuasaan
daulah Abbasiyah dibagi dalam lima periode, yaitu: 1
1. Periode I masa pengaruh Persia pertama (132 H/750 M-232 H/847 M)
2. Periode II masa pengaruh Turki pertama (232 H/847 M-334 H/945 M)
3. Periode III masa kekuasaan Dinasti Buwaihi, pengaruh Persia kedua (334
H/945 M-447 H/1055 M)
4. Periode IV masa bani saljuk, pengaruh Turki kedua (447 H/1055 M-590
H/1194 M).
5. Periode V masa kebebasan dari pengaruh Dinasti lain (590 H/1104 M-656
H/1250 M)
Masa kejayaan Islam terhadap kepemerintahan dinasti Abbasiyah yaitu
berbagai bidang pengetahuna, khususnya dibidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pada zaman ini lmu pengetahuan baik aqli (rasional) ataupun yang
naqli mengalami kemajuan dengan pesatnya, karena umat Islam telah banyak
melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan. Sehingga Berdasarkan

pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi hingga akhirnya sampai
kejayaan pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Hal ini dapat dilihat dari
adanya gerakan penerjemahan buku dari berbagai bangsa dan bahasa. Sehingga
dengan gerakan penerjemahan buku tersebut, lahirlah para tokoh Islam sesuai
dengan keahliannya. 2
1

Suwito dan Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada media
Group, . 2008), h. 100
2
Sri Wahyuningsih, “Implementasi Sistem Pendidikan Islam pada Masa Daulah
Abbasiyah dan pada Masa Sekarang”: Jurnal Kependidikan, Vol. II No. 2 November (2014),
h.111.

3

Perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan pada bidang seperti sastra dan
seni saja memakai istilah Ibnu Rusyd, ilmu-ilmu naqli dan ilmu aqli. Ilmu-ilmu
naqli seperti tafsir, teologi, hadis, fiqih, ushul fiqh dan lain-lain dan juga
berkembang ilmu-ilmu aqli seperti astronomi, matematika, kimia, bahasa, sejarah,

ilmu alam, geografi, kedokteran dan lain sebagainya. Ibnu Malik adalah seorang
pengarang buku nahwu yang sangat terkenal Alfiyah Ibnu Malik, dan dalam
bidang sejarah adanya sejarawan besar yaitu Ibnu Khaldun serta tokoh-tokoh
besar lainnya yang memiliki pengaruh keilmuan ilmu bahasa yang besar bagi
perkembangan sejarah ilmu pengetahuan.3
Dalam perkembangan pemikiran keilmuan keislaman, kita mengenal
imam-imam mazhab hukum yang empat, mereka semua hidup pada masa
pemerintahan Abbasiyah, yaitu ; Imam Abu Hanifah (700-767 M), Imam Malik
(713-795 M), Imam Ahmad ibn Hambal (780-855 M), dan Imam Syafi’i (767-820
M). Disamping itu para ulama juga mengumpulkan hadits, seperti; al Musnad oleh
Ahmad bin Hambal (241 H/885 M). Pengumpulan enam kitab yang dikenal al
Kutub as Sittah yang dipelopori oleh Bukhari (256 H/870 M), Muslim (261 H/875
M), Abu Daud (275 H/888 M), at Tirmidzi (279 H/892 M), an Nasa’i (303 H/915
M), dan Ibnu Majah (273 H/886 M).4
Tahap periode pertama ilmu pengetahuan Islam dan filsafat berhasil
menyiapkan landasan. Terutam pada pemerintahan dinasti Abbasiyah tercapainya
masa keemasaan. Berdasarkan para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan
merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Disamping itu,
kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. pemerintahan dinasti
Abbasiyah mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu

pengetahuan terus berkembang.5
Ditandai adanya perkembangan lembaga pendidikan Islam dan madrasah,
sekolah-sekolah, dan universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan
Islam menjadi kejayaan kepemerintahan dinasti Abbasiyah dalam satu periode
pusat peradaan pendidikan Islam.
B. Karakteristik Pendidikan pada Masa Dinasti Abbasiyah
3

Ibid.
Maryamah, “Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah”, dalam Tadrib Vol. 1 No. 1 Juni
2015, h. 76
5
Ma’ruf, Sejarah Peradaban Islam (Pontianak: STAIN Press, 2011), h.189.
4

4

Khalifah Ja'far Al-Mansyur setelah ia mendirikan kota Bagdad dan
menjadikannya sebgai ibu kota Negara. Beliau membangun gerakan ilmu
dirintisnya secara besar-besaran dan menarik banyak ulama' dan para ahli dari

berbagai daerah dan tinggal di Bagdad. Ia merangsang pembukuan ilmu agama
seperti Fiqh, Tafsir, Tauhid, Hadits atau ilmu lainnya seperti ilmu bahasa dan ilmu
sejarah. Adapun Karakteristik Pendidikan pada Masa Dinasti Abbasiyah, yaitu:6
1. Pekembangan ilmu naqli
Ilmu naqli adalah Ilmu yang bersumber dari naqli (Al-Qur'an dan Hadits)
yang erat kaitannya dengan agama Islam. Ilmu naqli yang berkembang pada masa
itu diantaranya : ilmu tafsir, ilmu kalam, dan ilmu hadis.
2. Perkembangan Ilmu Aqliyah
Ilmu ‘aqli adalah ilmu yang berdasarkan pada pemikiran (rasio). Ilmu
yang tergolong ilmu ini kebanyakan dikenal ummat islam berasal dari terjemahan
asing, yaknii dari yunani, Persia, dan india.Ilmu aqliyah meliputi ilmu filsafat,
ilmu kedokteran, ilmu fisika dan matematika, ilmu Astronomi, ilmu sejarah dan
geografi,
Adapun karakteristik pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah antara lain:7
1. Masuknya ilmu aqli, yakni ilmu yang bersumber dari pengalaman dan
penalaran akal dan ilmu naqli.
2. Adanya lembaga pendidikan sekolah, seperti kuttab, mesjid, istana-istana
khalifah dan rumah-rumah perdana menteri, toko-toko buku, rumah para
ulama, zawiyah (asrama) sebagai lembaga pendidikan, dan madrasah sebagai
lembaga pendidikan formal.

3. Tokoh-tokoh pendidikan yang menitik beratkan pehartian pada kurikulum,
strategi, metode dan teknik pendidikan.
C. Pengembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah
Pada masa dinasti Abbasiyah ini ada pengembangan ilmu pengetahuan
yang terjadi, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tingkatan jenjang pendidikan

6

Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik,( Jakarta, Prenada Media, 2003), h. 58-60
Suriana, “Dimensi Historis Pendidikan Islam (Masa Pertumbuhan, Perkembangan,
Kejayaan, dan Kemunduran)”, Jurnal Pionir, Vol 1, No.1(2013), h.97.
7

5

Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa tingkat, yaitu:
Pada awal mula zaman islam, pendidikan berkembang dalam dua tingkatan:
a. Tingkatan dasar, yang bertempat di maktab dan owiyah (sudut kecil
masjid). Di tempat ini anak-anak belajar alquran, aritmatika, seni menulis,

dan bahasa arab
b.

Tingkatan pendalaman (sekarang setara dengan sekolah menengah dan
pendidikan yang lebih tinggi). Para murid pergi keluar daerah untuk
menyempurnakan pendidikan mereka di bawah bimbingan atau ahli yang
berwenang di bidangnya masing-masing.8
Namun ada pula pendapat dari Badri Yatim yang membagi menjadi tiga

tingkatan, diantaranya adalah:
a. Tingkat sekolah rendah, namanya kuttab sebagai tempat belajar bagi anakanak. Di samping kuttab ada pula anak-anak belajar di rumah, di istana, di
toko-toko dan di pinggir-pinggir pasar. Terdapat 2 bentuk kuttab yaitu :
Pertama, Kuttab berfungsi sebagai tempat pendidikan yang memfokuskan
pada baca tulis. Kedua, Kuttab sebagai tempat pendidikan yang
mengajarkan al-quran dan dasar-dasar keagamaan.9
b. Tingkat sekolah menengah, yaitu di masjid dan majelis sastra dan ilmu
pengetahuan sebagai sambungan pelajaran di kuttab.
c. Tingkat perguruan tinggi, seperti Baitul Hikmah di Bagdad dan Darul Ilmu
di Mesir (Kairo). Pada tingkatan ini umumnya perguruan tinggi terdiri dari
dua jurusan. ilmu agama dan ilmu hikmah 10

Kurikulum pendidikan Islam pada masa dinasti Abbasiyah dibagi menjadi
tiga bagian sesuai dengan tingkatan pendidikan masing-masing, yaitu Kurikulum
Pendidikan Dasar (kuttab), Kurikulum Pendidikan Menengah, dan Kurikulum
pendidikan Tinggi.11
a. Kurikulum Pendidikan Dasar (kuttab) : Membaca al-qur’an dan
menghafalnya, Pokok-pokok agama Islam, seperti cara berwudlu, shalat,
8

Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta: kota kembang, 1997),
h.12.
9
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah
sampai Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, hlm. 113.
10
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada,2000), h.54.h
11
Maryamah, “Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah”, h. 78

6

puasa dan sebagainya, Menulis, Kisah atau riwayat orang-orang besar
Islam, Membaca dan menghafal syair-syair atau natsar (prosa), Berhitung,
Pokok-pokok nahwu dan sharaf ala kadarnya
b. Kurikulum Pendidikan Menengah : Rencana pelajaran untuk pendidikan
tingkat menengah tidak ada keseragaman di seluruh Negara Islam. Pada
umumnya, rencana pelajaran tersebut meliputi mata pelajaran-mata
pelajaran yang bersifat umum, sebagai berikut: (a) Al-Qur’an, (b) Bahasa
Arab dan Kesusasteraan, (c) Fiqh, (d) Tafsir, (e) Hadits, (f) Nahwu/Sharaf/
Balaghah, (g) Ilmuilmu Pasti, (h) Mantiq, (i) Ilm Falak, (j) Tarikh
(Sejarah), (k) Ilmuilmu Alam, (l) Kedokteran, (m) Musik
c. Kurikulum Pendidikan Tinggi :Pada umumnya, rencana pelajaran pada
perguruan tinggi Islam, dibagi menjadi dua jurusan, yaitu:pertama :
Jurusan ilmu-ilmu agama dan bahasa serta sastra Arab, yang juga disebut
sebagai ilmu-ilmu Naqliyah, yang meliputi: Tafsir al-Qur’an, Hadits, Fiqh
dan Ushul Fiqh, Nahwu/Sharaf, Balaghah, Bahasa dan Kesusastraannya,
kedua : Jurusan ilmu-ilmu umum, yang disebut sebagai ilmu Aqliyah,
meliputi: Mantiq, Ilmu-ilmu Alam dan Kimia, Musik, Ilmu-ilmu Pasti,
Ilmu Ukur, Ilmu Falak, Ilmu Ilahiyah (ketuhanan), Ilmu hewan, Ilmu
tumbuh-tumbuhan, Kedokteran
2.

Pendidik (para ilmuan) dan Siswa
Salah satu tanda kemajuan bidang pendidikan atau ilmu pengetahuan

zaman bani abbasiyah adalah lahirnya para ilmuan yang sekaligus bertindak
sebagai guru.12 Diantara para guru yang terkenal adalah Ibnu Sina, Ibnu
Miskawaih, Ibn Jama’ah, Imam Juwaini, dan Imam Ghozali. Sementara, para
pelajar yang menimba ilmu pada zaman Abbasiyah berasal dari daerah sekitarnya
serta dari mancanegara. Mereka ada yang datang dari kawasan Timur Tengah,
Asia, Afrika, bahkan juga Eropa. Keberadaan para pelajar yang demikian itu
menyebabkan kota Baghdad menjadi masyarakat multi etnis dan multikultural
yang bersifat megapolit.13
Pada masa Abbasiyah ilmu menjadi sesuatu yang penting, sehingga
masyarakat banyak antusias dalam menuntut ilmu kepada guru-guru yang
12
13

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: fajar interpratama, 2011), h.174.
Ibid, h.176.

7

dianggap tsiqah (terpercaya) dan memiliki keluasan ilmu yang tidak diragukan.
Menurut Al-Jahiz dalam Ziauddin Alavi, guru dapat diklasifikasikan ke dalam 3
golongan, yaitu :14
a. Guru-guru yang mengajar sekolah kanak-kanak (Mu’alim al kutab), para
mu’alim kuttab (guru sekolah anak-anak) mempunyai status sosial yang
rendah. Hal ini disebabkan oleh kualitas keilmuan mereka yang dangkal
dan kurang berbobot. Namun tidak semua demikian, ada sebagian diantara
mereka yang ahli di bidang sastra, ahli khat dan fuqaha. Mereka inilah
golongan guru muallim al-kuttab yang dihormati dan dihargai seperti: AlHajaja, Al-Kumait, Abdil hamid Al-Katib, Atha bin Rabah dan lain-lain.
b. Para guru yang mengajar para putra mahkota (Muaddib), berbeda dengan
muallim al-kuttab, para muaddib mempunyai status sosial yang tinggi,
bahkan tidak sedikit para ulama yang mendapat kesempatan untuk menjadi
muaddib. Hal ini disebabkan karena untuk menjadi muaddib diperlukan
beberapa syarat, di antaranya adalah alim, berakhlak mulia, dan dikenal
masyarakat.
c. Para guru yang memberikan pelajaran di masjid-masjid dan sekolahsekolah, guru-guru dari golongan ini telah beruntung mendapat
kehormatan dan penghargaan yang tinggi di hadapan masyarakat. Hal ini
disebabkan penguasaan mereka terhadap ilmu pengetahuan yang begitu
mendalam (rasikh) dan berbobot. Di antara mereka adalah guru ilmu
syariat, ilmu bahasa, ilmu pasti dan sebagainya. Terdapat beberapa guru
dari golongan ini yang terkenal di kalangan masyarakat, diantaranya
adalah Abul Aswad Ad-Duali, Hasan Al-Basri, Abu Wadaah, Syuraik AlQadhi, Muhamad ibn Al-Hasan, Ahmad ibnu Abi Dawud, dan lain
sebagainya.7
3. Materi Pendidikan (Kurikulum)
Mahmud yunus memaparkan dalam Zuhairi, bahwa secara garis besar,
pokok-pokok rencana pelajaran pada bebagai tingkatan pendidikan tersebut
sebagai berikut :
14

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, h. 176

8

a. Rencana pelajaran kuttab
Membaca alquran dan menghafalnya, pokok-pokok agama Islam, menulis,
kisah atau riwayat orang-orang besar Islam, membaca dan menghafal syair-syair
atau nasar (prosa), berhitung, pokok-pokok nahwu dan sorof.15
Pembagian waktu bagi mata pelajaran tiap-tiap hari, biasannya dibagi
menjadi tiga: Pertama, Pelajaran alquran dari pagi hari sampai dengan waktu
dhuha. Kedua, Pelajaran menulis dari waktu dhuha sampai waktu zuhur. Ketiga,
Pelajaran ilmu lain (nahwu, bahasa arab, sya’ir, berhitung, riwayat, dan tarikh)
dimulai setelah dhuhur sampai akhir siang.16
b.

Rencana pelajaran pada tingkat menengah
Alquran, bahasa arab dan sastra, fiqih, tafsir, hadis, nahwu, ilmu pasti,

mantiq, ilmu falaq, tarikh, ilmu-ilmu alam, kedokteran dan musik.
c.

Rencana pelajaran pada pendidikan tinggi
Terbagi menjadi dua jurusan sebagaimana pembagian ilmu yang telah

dijelaskan di atas, yakni, ilmu naqliyah (tafsir alquran, hadis, fiqih, ushul fiqh,
nahwu, sharaf, balaghah, bahasa arab dan kesusastraan) dan ilmu aqliyah (ilmu
mantiq, ilmu alam dan kimia, music, ilmu-ilmu pasti, ilmu ukur, ilmu falaq, ilmu
ilahiyah, ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan, dan kedokteran).17
Tujuan dan kurikulum pendidikan Islam, pada masa Nabi Muhammad saw.,
masa khulafa’Rasyidun, dan Bani Umayyah, tujuan pendidikan satu saja yaitu
keagamaan semata-mata. Mengajar dan belajar karena Allah dan mengharapkan
keredaanNya, lain tidak. Sementara pada masa Abbasiyah tujuan pendidikan itu telah
bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa itu, tujuan itu dapat
disimpulkan sebagai berikut:18
a. Tujuan Keagamaan dan Akhlak, seperti pada masa sebelumnya. Anak-anak
dididik dan diajar membaca/menghafal Al-Qur’an, ialah karena hal itu suatu
kewajiban dalam agama, supaya mereka mengikuti ajaran agama dan
berakhlak menurut agama. Begitu juga mereka diajar ilmu tafsir, hadits dan
sebagainya adalah karena tuntutan agama, lain tidak.
b. Tujuan Kemasyarakatan, selain tujuan keagamaan dan akhlak ada pula tujuan
kemasyarakatan, yaitu pemuda-pemuda belajar dan menuntut ilmu, supaya
mereka dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang
15

Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2011 ), h.102.
Fauzan Suwito, Sejarah Social Pendidikan Islam (Jakarta: Fajar Interpratama Offset,
2005), h.19.
17
Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam, h.105.
18
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta:Hidakarya Agung, 1981),h. 46
16

9

penuh kejahilan menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan, dari
masyarakat yang mundur menjadi masyarakat yang maju dan makmur.
c. Selain itu ada lagi tujuan pendidikan, ialah cinta akan ilmu pengetahuan serta
senang dan lezat mencapai ilmu itu. Mereka belajar tak mengharapkan
keuntungan apa-apa, selain dari pada berdalam-dalam dalam ilmu
pengetahuan. Mereka melawat ke seluruh Negara Islam, untuk menuntut
ilmu, tanpa memperdulikan susah payah dalam perjalanan, yang umumnya
dilakukan dengan berjalan kaki atau mengendarai keledai. Tujuan mereka lain
tidak untuk memuaskan jiwanya yang haus akan ilmu pengetahuan.
4. Metode pembelajaran

Pada masa Abbasiyah pengajaran diberikan kepada murid-murid seorang
demi seorang, dan belum berkelas-kelas seperti sekarang, sehingga guru harus
mengajar muridnya dengan berganti-ganti.19 Praktik pembelajaan seperti
dilakukan dengan membentuk formasi lingkaran yang disebut dengan halaqah.
Sementara metode pendidikan atau cara belajar yang digunakan dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam:20
a. Metode lisan, berupa dikte (imla’), ceramah (al-sama’), qiraat dan diskusi
b. Metode tulisan yaitu metode ini dianggap sebagai metode yang paling
penting, sebab metode ini efektif untuk melestarikan ilmu pengetahuan
c. Metode menghafal yaitu Metode ini merupakan ciri umum pendidikan
masa ini. Murid-murid harus membaca secara berulang-ulang pelajarannya
sehingga dapat melekat pada benak mereka.21
Metode hafalan dipakai pada masa lalu juga sangat khas dan merupakan
ciri umum pendidikan masa kini. Sedangkan metode tulisan dianggap sebagai
metode yang paling penting dalam proses belajar mengajar pada masa itu karena
merupakan

metode

pengkopian

karya-karya

ulama.22

sebelum

guru

menyampaikan materi, ia terlebih dahulu menyusun ta’liqah yang memuat silabus
dan uraian yang disusun oleh masing-masing tenaga pengajar atau guru
berdasarkan catatan perkuliahannya, hasil bacaan, dan pendapatnya tentang materi
yang bersangkutan. Ta’liqah memua rincian jumlah pelajaran dan dapat
disampaikan dalam jangka waktu 4 tahun.

19

Fauzan Suwito, Sejarah Social Pendidikan Islam, h.17.
Ibid, h.14.
21
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuk Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah Sampai Indonesia (Jakarta: kencana, 2008), h.114.
22
Sri Wahyuningsih, “Implementasi Sistem Pendidikan Islam, dalam jurnal, h. 114
20

10

D. Ilmu – ilmu Pengetahuan yang Berkembang pada Masa Abbasiyah
Daulah Abbasiyah adalah salah satu daulah Islam yang namanya pernah
menjulang baik di dunia Timur maupun di Barat. Hal itu dikarenakan kontribusi
Daulah tersebut yang besar terhadap umat Islam dan kemanusiaan secara umum
terutama di bidang peradaban. Ibu kotanya, Baghdad, dikenal dengan kota bundar,
amat makmur dan kosmopolitan, dan merupakan satu-satunya saingan negara
Bizantium masa itu. Baghdad juga merupakan pusat kegiatan ilmu pengetahuan
dan pusat penelitian berbagai disiplin ilmu, yang pusat kegiatannya dikenal
dengan Darul-Hikmah atau Baitul-Hikmah.23 Bentuk dan jenis pengetahuan yang
berkembang pada masa Daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut:24
1. Ilmu Hisab dann Al Jabar
Sepeninggalan mereka mempelajari dan memasukkan nomor puluhan ke
dalam bilangan. Dengan hal tersebut, bangsa Arab menjadi sangat maju dalam
ilmu pengetahuan. Mereka maju dengan mengubah pemahaman dan sifat
matematika. Ketika itu bilangan baru sampai Sembilan, nol belum dikenal. Lalu
bangsa Arab memasukkan angka nol dengan bentuk umum dan mutak seperti
yang telah ada. Merekalah yang menciptakan ilmu dipindah ke Barat. Yang
mempopulerkan nol adalah Al Khawarizmi dan Habasy Al Hasib.25
Adapun Al Jabar adalah orang yang membuat dalam bahasa Arab. Al
Khawarizmi yang memiliki buku “Al Jabar wa Al Muwabalah” yang darinya
lahirnya dasar Al jabar. Adapun orang yang melakukan langkah lebih besar
daripada Al Jabar adalah Umar Al Khiyam, dia telah memberikan solusi teknik
dari derajatn ketiganya.
2. Ilmu Astronomi
Dalam lapangan ilmu pengetahuan astronomi terkenal nama al-Fazari
(abad VIII) sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolabe (alat
yang dahulu dipakai untuk mengukur tinggi bintang-bintang dan sebagainya). AlFargani yang dikenal di Eropa dengan Fragnus, mengarang ringkasan tentang

23

Mundzirin Yusuf, “Khalifah Al-Mu’tashim: Kajian Awal Mundurnya Daulah
Abbasiyah”, dalam jurnal Thaqafiyyat, Vol. 13, No. 1, Juni (2012), h. 124
24
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Cet. V; Jakarta: UI Press,
2010, h.66-68.
25
Yusuf Al-Isy, Dinasti Abbasiyah ( Jakarta : Al Kautsar, 2007), h. 263

11

ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona
dan Johannes Hispalensis.
3. Ilmu Optika
Dalam optika, Abu Ali al-Hasan Ibu al-Haytham (abad X) yang namanya
di-Eropa-kan dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang menentang
pendapat bahwa mata yang mengirim cahaya kepada benda yang dilihat. Menurut
teorinya yang kemudian ternyata kebenarannya, bendalah yang mengirim cahaya
ke mata dan karena menerima cahaya itu mata melihat benda yang bersangkutan.
4. Ilmu Kimia
Dalam ilmu kimia, Jabir Ibnu Hayyan terkenal sebagai bapak al-kimia, dan
Abu Bakar Zakaria al-Razi (865-925 M) mengarang buku besar tentang al-kimia
yang baru dijumpai di abad XX ini kembali. Pengetahuan yang diperoleh Islam
dari Yunani sedikit sekali, pengetahuan ini banyak berkembang sebagai hasil
penyelidikan ahli-ahli Islam.
5. Ilmu Fisika
Dalam lapangan fisika, Abu Raihan Muhammad al-Baituni (973-1048 M)
sebelum Galileo telah mengemukakan teori tentang bumi berputar pada porosnya.
Selanjutnya ia mengadakan penyelidikan tentang kecepatan suara dan cahaya dan
berhasil dalam menentukan berat dan kepadatan 18 macam permata dan metal.
6. Ilmu Geografi
Dalam bidang geografi Abu al-Hasan Ali al-Mas’ud adalah seorang
pengembara yang mengadakan kunjungan ke berbagai dunia Islam di abad X dan
menerangkan dalam bukunya Maruj al-Zahab tentang geografi, agama, adat
istiadat dan sebagainya daerah yang dikunjunginya.
Buku mereka dalam geografi sangat banyak. Salah satunya buku yang
paling bagus tentang hal tersebut adalah “Ahsan At Taqasim fi Ma’rifah Al
Aqalim” yang ditulis oleh Al Muqaddasi. Dia telah melihat perilaku dan sifat
manusia dari perdagangan dan pekerjaan. Dia pun mengumpulkan dimensidimensi kehidupan dengan cara geografi yang sangat bagus. Dengan demikian,
mereka tidak melihat geografi sebagai gambaran bumi saja, tetapi melihatnya
sebagai geografi manusia, daerah, perilaku, dan lain-lainya.26
26

Ibid, h. 266

12

7. Ilmu Kedokteran
Pengaruh Islam yang terbesar terdapat dalam lapangan ilmu kedokteran
dan filsafat. Dalam ilmu kedokteran, al-Razi yang di Eropa dikenal dengan nama
Rhazes, mengarang buku tentang penyakit cacar dan campak yang diterjemahkan
ke dalam bahasa Latin, Inggeris dan bahasa-bahasa Eropa lainnya. Begitu
pentingnya buku ini bagi Eropa sehingga terjemahan Inggrisnya dicetak empat
puluh kali di antara tahun 1498 dan 1866 M. Bukunya Al-Hawi, yang terdiri atas
20 jilid, membahas berbagai cabang ilmu kedokteran. Buku ini diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin di tahun 1279 dan menjadi buku pegangan penting berabadabad lamanya di Eropa. Al-Hawi merupakan salah satu dari kesembilan karangan
seluruh perpustakaan Fakultas Kedokteran Paris di tahun 1395 M. Ibnu Sina (9801037 M) selain dari filosof, dia juga seorang dokter yang mengarang suatu
ensiklopedia dalam ilmu kedokteran yang terkenal dengan nama al-Qanun fi alTib. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, berpuluh kali dicetak
dan tetap dipakai di Eropa sampai pertengahan kedua dari abad XVII.
Perhatian dengan keilmuan kedokteran yaitu mereka mendirikan berbagai
rumah sakit semenjak zaman Al Walid bin Abdil Malik di Damasykus dan akhir
berkembang secara ppesar. Para khalifah Abbasitah lalu mengembangkannya
menjadi bangunan yang megah. Harun Rasyid mendirikan rumah sakit umum
(Bimaristan Al Kabir) di Baghdad. Ia mendirikan dengan model rumah sakit
Persia. Didalam rumah sakit terdapat gudang obat-obat.27
8. Ilmu Filsafat
Dalam lapangan filsafat, nama al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd
terkenal. Al-Farabi mengarang buku-buku dalam filsafat, logika, jiwa,
kenegaraan, etika, dan interpretasi tentang filsafat Aristoteles. Sebagian dari
karangannya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan masih dipakai di Eropa
pada abad XVII. Ibnu Sina banyak mengarang dan yang termasyhur ialah AlSyifa, suatu ensiklopedia tentang fisika, metafisika dan matematika yang terdiri
atas 18 jilid. Bagi Eropa Ibnu Sina dengan tafsiran yang dikarang tentang filsafat
Aristoteles lebih masyhur daripada al-Farabi, tetapi di antara semuanya, Ibnu

27

Ibid, h. 260

13

Rusyd atau Averroeslah yang banyak berpengaruh di Eropa dalam bidang filsafat,
sehingga di sana terdapat aliran yang disebut Averroisme.
Dalam bidang filsafat antara lain: (a) Al-Kindi (809-873M) filsuf muslim
pertama, buku karangannya sebanyak 236 judul. Beliau juga termasuk tokoh
pendidikan multikultural dan dikenal sebagai tokoh humanis, (b) Al Farabi (wafat
tahun 916 M) dalam usia 80 tahun, (c) Ibnu Majah (wafat tahun 523 H), (d) Ibnu
Thufail (wafat tahun 581 H), (e) Ibnu Shina (980-1037 M).28
E. Lembaga dan Institusi Penyelenggaraan Pendidikan pada Masa Abbasiyah
Institusi pendidikan Islam yang diselenggarakan pada masa Bani
Abbasiyah dapat dikategorikan sebagai berikut:29
1. Lembaga pendidikan sebelum madrasah
a. Kuttab adalah institusi pendidikan dasar.
Mata pelajaran yang diajarkan adalah khat, kaligrafi, alquran, akidah, dan
syair. Kuttab dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu yang tertutup terhadap
ilmu pengetahuan umum dan yang terbuka terhadap pengetahuan umum.
Dalam ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa kuttab adalah sejenis tempat
belajar yang mula-mula lahir di dunia Islam, pada awalnya kuttab berfungsi
sebagai tempat memberikan pelajaran menulis dan membaca bagi anak-anak, dan
dinyatakan bahwa kuttab ini sudah ada di negeri Arab sebelum datangnya agama
Islam, namun belum dikenal. Di antara penduduk Mekah yang pernah belajar
adalah Sofwan bin Umayyah bin Abdul Syam.
b. Halaqah artinya lingkaran.
Halaqah merupakan institusi pendidikan Islam setingkat dengan
pendidikan tingkat lanjutan atau college. Sistem ini merupakan gambaran tipikal
dari murid-murid yang berkumpul untuk belajar pada masi itu. Guru biasanya
duduk di atas lantai sambil menerangkan, membacakan karangannya, atau
komentar orang lain terhadap suatu karya pemikiran. Murid-muridnya akan
mendengarkan penjelasan guru dengan duduk di atas lantai, yang melingkari
gurunya.

28

Sri Wahyuningsih, “Implementasi Sistem Pendidikan Islam”, dalam jurnal, h. 119
Serli Mahroes, “Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Perspektif Sejarah
Pendidikan Islam,”: Jurnal Tarbiyah Vol: 1, No: 1 (2015), h. 91-93.
29

14

c. Majelis
Majelis adalah institusi pendidikan yang digunakan untuk kegiatan
transmisi keilmuan dari berbagai disiplin ilmu, sehingga majelis banyak
ragamnya. Ada 7 macam mejelis, yaitu: (1) majelis al-Hadis; (2) majelis alTadris; (3) majelis al-Munazharah; (4) majelis al-Muzakarah; (5) majelis alSyu’ara; (6) majelis al-Adab; dan (7) majel al-Fatwa. Tidak banyak penjelasan
tentang deskripsi macam-macam mejelis tersebut.
Pada masa khalifah Abbasiyah, majlis sastra ini sangat menjadi
kebanggaan yang pada umumnya khalifah-khalifah Bani Abbas sangat menarik
perhatian pada perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam majlis sastra tersebut,
bukan hanya dibahas dan didiskusikan masalah kesusastraaan saja, melainkan
juga berbagai macam ilmu pengatahuan (majelis ilmu pengetahuan dan majelis
kesenian). Pada masa ini majelis sastra juga mengalami kemajuan yang luar biasa,
karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengetahuan dan juga mempunyai
kecerdasan sehingga khalifah sendiri aktif didalamnya. Disamping itu pada masa
Khalifah Harun Al Rasyid dunia Islam diwarnai oleh perkembangan ilmu
pengetahuan, sedangkan negara berada dalam kondisi yang aman, tenang dan
dalam zaman pembangunan.30
d. Masjid
Masjid merupakan institusi pendidikan Islam yang sudah ada sejak masa
nabi. Masjid yang didirikan oleh penguasa umumnya dilengkapi dengan berbagai
macam fasilitas pendidikan seperti tempat belajar, ruang perpustakaan dan bukubuku dari berbagai macam disiplin keilmuan yang berkembang pada saat itu. Pada
masa Bani Abbas, masjid didirikan oleh para pengusaha pada umumnya
dilengkapi dengan berbagai macam sarana dan fasilitas untuk pendidikan. Tempat
pendidikan anak-anak, tempat untuk pengajian dari ulama yang merupakan
kelompok-kelompok (khalaqah), tempat untuk berdiskusi dan munazarah dalam
berbagai ilmu pengetahuan yang cukup banyak. Masjid disamping fungsinya
sebagai tempat berkomunikasi dengan tuhan, juga sebagai lembaga pendidikan
dan pusat komunikasi sesama kaum muslim. 31 Saloon-saloon pada masa Daulah
Umayah dan Dauah Abbasiyah memiiki persamaan dengan masa Khulafaur
30
31

Zuhairi ,et. all, Sejarah Pendidikan Islam, h. 96
Ibid, h. 99

15

Rasyidin, yaitu sebagai sarana untuk mencerdaskan manusia dan penyiaran ilmu
pengetahuan.
e. Khan berfungsi sebagai asrama pelajar dan tempat penyelenggaraan
pengajaran agama antara lain fiqih.
f. Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauh dari
kehidupan duniawi untuk mengonsentrasikan diri beribadah semata-mata.
Ribath biasanya dihuni oleh orang-orang miskin.
g. Rumah-rumah ulama
Rumah-rumah ulama, digunakan untuk melakukan transmisi ilmu agama
dan ilmu umum dan kemungkinan lain perdebatan ilmiah. Ulama yang tidak
diberi kesempatan mengajar di institusi pendidikan formal akan mengajar di
rumah-rumah mereka. Pelaksanaan kegiatan belajar di rumah sebernarnya pernah
terjadi pada awal permulaan Islam, yaitu pada masa sebelum tumbuhnya masjid
dan pada masa kekuasaan dinasti abbasiyah masih tetap rumah ulama masih
menjadi salah satu tempat untuk mencari ilmu. Dipergunakan rumah ulama dan
para ahli adalah karena terpaksa dalam keadaan darurat, misalnya rumah AlGazali setelah tidak mengajar lagi di Madrasah Nidamiyah dan menjalani
kehidupan sufi. Para pelajar terpaksa datang kerumahnya karena kehausan akan
ilmu pengetahuan dan karena pendapatnya yang sangat menarik perhatian mereka.
Sama halnya dengan Al-Gazali, adalah Ali Ibnu Muhammad Al-Fasihi, yang
dituduh sebagai seorang Syiah kemudian di pecat dari mengajar di Madrasah
Nidamiyah, lalu mengajar dirumahnya sendiri. Beliau-beliau, karena dikenal
sebagai guru dan ulama yang kenamaan maka kelompok-kelompok pelajar tetap
mengunjungi di rumahnya untuk meneruskan pelajaran.32
h. Toko buku dan perpustakaan.
Toko buku dan perpustakaan berperan sebagai tempat transmisi ilmu dan
Islam. Di Baghdad terdapat 100 toko buku. Pada permulaan masa daulah bani
Abbasiyah, dimana ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam sudah tumbuh dan
berkembang dan diikuti oleh penulisan kitab-kitab dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan, maka berdirilah toko-toko kitab. Pada mulanya toko kitab tersebut
berfungsi sebagai tempat jual beli kitab yang telah ditulis dalam berbagai ilmu
32

A. Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam :Terjemahan dari Muhtar Yahya (Jakarta: Bulan
Bintang, 1973), h. 36.

16

pengetahuan yang berkembang pada masa itu. Mereka membeli dari para
penulisnya

kemudian

menjualnya

kepada

siapa

yang

berminat

untuk

mempelajarinya. Toko kitab tersebut telah berkembang fungsinya bukan hanya
sebagai tempat jual beli kitab saja tetapi juga merupakan tempat berkumpulnya
para ulama, pujangga dan ahli-ahli ilmu pengetahuan lainnya, untuk berdiskusi,
berdebat, bertukar pikiran dalam berbagai masalah ilmiah. Jadi berfungsi
sekaligus pula sebagai lembaga pendidikan dalam rangka pengembangan berbagai
macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam.33 Menurut Akbar S.Ahmed pada
tahun 891 terdapat 100 toko buku di Baghdad. Ketekukan pada cendekiawan
muslim juga masih mengagumkan hingga sekarang, misalnya Al Tabari yang
mampu menulis 40 halaman setiap hari dalam masa 40 tahun. Salah satu karya
utamanya berwujud tafsir al-Quran sebanyak 30 jilid.34
i. Observatorium dan rumah sakit.
Observatorium dan rumah sakit sebagai tempat kajian ilmu pengetahuan dan
filsafat Yunani dan transmisi ilmu kedokteran.

Berdasarkan penelusuran institusi

pendidikan Islam tersebut, terlihat perhatian yang signifikan bagi transmisi
pengetahuan.
Pada zaman jayanya perkembangan kebudayaan Islam, dalam rangka
menyebarkan kesejahteraan di kalangan umat Islam, maka banyak didirikan
rumah sakit oleh khalifah dan pembesar negara. Rumah sakit tersebut bukan
hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi
juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan
pengobatan. Mereka mengadakan berbagai penelitian dan percobaan dalam bidang
kedokteran dan obat-obatan, sehingga berkembang ilmu kedokteran dan ilmu
obat-obatan atau farmasi. Rumah sakit juga merupakan tempat praktikum dari
sekolah kedokteran yang didirikan diluar rumah sakit, tetapi tidak jarang juga
sekolah kedokteran tersebut didirikan tidak terpisah dari rumah sakit. Dengan
demikian, rumah sakit dalam dunia Islam juga berfungsi sebagai lembaga
pendidikan.35
33
34

Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam, h. 94.
Akbar S.Ahmed, Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 1992),

h. 48.
35

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah sampai Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 113.

17

2. Madrasah
Madrasah sudah eksis semenjak awal masa kekuasaan Islam bani
Abbasiyah seperti Bait al-Hikmah, yaitu institusi pendidikan tinggi Islam pertama
yang dibangun pada tahun 830 M oleh khalifah al-Makmun. Institusi yang
mengukir sejarah baru dalam peradaban Islam dengan konsep multikultural dalam
pendidikan, karena subjek toleransi, perbedaan etnik kultural, dan agama sudah
dikenal dan merupakan hal biasa.
Di catatan lain, al-Makrizi berasumsi bahwa madrasah pertama adalah
madrasah Nizhamiyah yang didirikan tahun 457 H.53 Madrasah selalu dikaitkan
dengan nama Nidzam Al-Mulk (W. 485 H/1092 M), salah seorang wazir dinasti
Saljuk sejak 456 H/1068 M sampai dengan wafatnya, dengan usahanya
membangun madrasah Nizhamiyah di berbagai kota utama daerah kekuasaan
Saljuk.
Madrasah Nizhamiyah

merupakan prototype

awal bagi lembaga

pendidikan tinggi, ia juga dianggap sebagai tonggak baru dalam penyelenggaraan
pendidikan Islam, dan merupakan karakteristik tradisi pendidikan Islam sebagai
suatu lembaga pendidikan resmi dengan sistem asrama. Pemerintah atau penguasa
ikut terlibat didalam menentukan tujuan, kurikulum, tenaga pengajar, pendanaan,
sarana fisik dan lain-lain.
Kendati madrasah Nizhamiyah mampu melestarikan tradisi keilmuan dan
menyebarkan ajaran Islam dalam versi tertentu. Tetapi keterkaitan dengan
standarisasi dan pelestarian ajaran kurang mampu menunjang pengembangan ilmu
dan penelitian yang inovatif.
Madrasah di Mekah dan Madinah. Informasi tentang madrasah mendapat
dukungan banyak dari berbagai literatur. Namun sayang para sejarawan tidak
cukup tertarik berbicara madrasah di Mekah dan Madinah. Hal ini mengakibatkan
pelacakan informasi tentang permasalahan tersebut kurang lengkap.
Lebih lanjut secara kuantitatif madrasah di Mekah lebih banyak dibandingkan
di Madinah. Di antara madrasah Abu Hanifah, Maliki, madrasah ursufiyah,
madrasah muzhafariah, sedangkan madrasah megah yang dijumpai di Mekah
adalah madrasah qoi’it bey, didirikan oleh Sultan Mamluk di Mesir.

18

E. Spesifikasi Pemikiran Pendidikan Islam pada Masa Abbasiyah
Perkembangan pemikiran dan peradaban umat Islam mencapai puncak
kejayaannya pada masa Dinasti Abbasiyah. Untuk mencapai kejayaan tersebut,
tergambar bahwa strategi dan aktivitas yang efektif dilakukan oleh para Khalifah
Dinasti Abbasiyah adalah: Pertama, keterbukaan. Jika dibandingkan dengan masa
kekhalifahan Umayyah yang sangat membatasi diri dengan pihak luar, keadaan
pemerintah dinasti Abbasiyah sebaliknya. Bentuk pemerintahan dinasti Umayyah
lebih menonjol kepada pemerintahan Arab, sedangkan politik dinasti Abbasiyah
merupakan pemerintahan campuran dari segala bangsa. Kedua, kecintaan pada
ilmu pengetahuan. Pada masa dinasti Abbasiyah, ilmu pengetahuan Islam banyak
digali oleh para ulama (intelektual) Islam. Sebab para khalifahnya sangat senang
dengan ilmu pengetahuan. Karena itu dinasti ini sangat besar jasanya dalam
memajukan peradaban Islam di mata dunia. Ketiga, toleran dan akomodatif. Corak
kehidupan orang-orang Abbasiyah lebih banyak meniru tata cara kehidupan
bangsa Persia. Pada masa ini kebudayaan Persia berkembang sangat maju, sebab
bangsa Persia mempunyai kedudukan yang baik di kalangan keluarga istana.
Banyak orang Persia yang dipilih untuk mengendalikan pemerintahan Dinasti
Abbasiyah.36
Peralihan kekuasaan dari dinasti Umayyah ke dinasti Abbasiyah adalah
sebuah peralihan yang signikan, dimana pemerintahan Umayyah yang identik
dengan nepotismenya berubah kearah monarki (Abbasiyah). Perubahan ini
tentunya menuju keraha yang lebih baik, yaitu dalam perguliran sejarah Islam,
pada dinasti Abbasiyahlah peradaban Islam terlihat sangat mengagumkan yaitu
masa keemasan (golden age),37 tepatnya pada masa al- Rasyid dan al-Makmun.38
Keberhasilan itu tidak terlepas dari para pemikir-pemikir Islam yang ada
di lembaga pendidikan dan lembaga pemerintahan. Perkembangan ilmu
pengetahuan yang sangat pesar ketika itu disebabkan terjadinya pergesekan
budaya Timur dan Barat. Dimasa pemerintahan al-Makmun, pemikir-pemikir

36
Yunus Ali Al Muhdar, & Bey Arifin, Sejarah Kesusastraan Arab (Jakarta: Bina
Ilmu,1983), h. 135).
37
Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah,cet.4.(Jakarta:Raja Grafindo
Persada, 1995).h. 52.
38
Hasan Bakti,Dirasah Islamiyah (Medan:Media Persada, 1995), h. 11.

19

Islam telah membuktikannya dengan melahirkan beberapa keilmuan, termasuk
ilmu Matematika, Kedokteran, Astronomi dan Filsafat sebagai gudang insprasi.39
Pada tahun 198-813 H awal dan akhir pemerintahan al-Makmun, telah
membukakan mata Barat bahwa Islam ketika itu adalah sebuah peradaban yang
sangat diperhitungkan dalam dunia Internasional, beliau mendatangkan para
ilmuan baik dari Timur ataupun Barat untuk berkarya di Baghdad. Hasilnya
perkembangan keilmuan bergulir dengan derasnya, Baitul Hikmah sebagai
lembaga pendidikan Islam berperan sebagai Institusi pendidikan dan membidani
kelahiran ilmu-ilmu agama dan dunia.40
Pesatnya perkembangan pendidikan dimasa al-Makmun yang diprakarsai
oleh pemikir-pemikir Islam dan non-Islam bukan hanya membidani kelahiran
teori-teori baru dalam keilmuan, disamping pendidikan non-formal yang
berkembang,41 pendidikan formal juga digagas, bukti pemikir-pemikir turut
menginstruksikan kepada pemerintah agar mendirikan infra-struktur sebagai
lembaga institusi pendidikan, agar peserta didik dan peserta ajar dapat mengajar
dan mengkaji ilmu-ilmu pada tempat-pempat yang menurut mereka lebih
terkonsentrasi.42
Perkembangan pemikiran Islam pada masa ini tidak hanya berdampak
besar pada kemajuan peradaban di dunia Islam, bahkan sangat berpengaruh ke
dunia luar, utamanya Eropa dan sekitarnya. Gerakan pemikiran Islam ini banyak
melahirkan para tokoh pemikir muslim dan bukan muslim. Para ilmuwan yang
bukan muslim juga memainkan peranan penting dalam menerjemahkan dan
mengembangkan karya Kesusasteraan Yunani dan Hindu, serta ilmu zaman praIslam kepada masyarakat Kristen Eropa. Sumbangan mereka ini menyebabkan
seorang ahli filsafat Yunani yaitu Aristoteles terkenal di Eropa.

39
40

Badri, Sejarah Peradaban Islam, h. 53.
K.Ali, Sejarah: Tarikh Pramodrent ,ed.1.cet.4 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),

h. 385.
41
42

Zuhairi ,et. all, Sejarah Pendidikan Islam (Jakata:Bumi Aksara, 2004), h.100.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam , h. 48.

20

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan tentang pemikiran pendidikan Islam masa Abbasiyah di,
dapat disimpulkan sebagai berikut bahwasanya perkembangan dan kemajuan yang
dimiliki suatu bangsa pada zamannya tertentu adalah tergantung dari
pemimpinnya yang dengan arif dan bijaksana serta cinta akan ilmu memimpin
negaranya dengan sebaik-baiknya berdasarkan tuntunan ajaran Islam dan
menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Perkembangan dan kemajuan Daulah
Abbasiyah hingga mencapai puncak kejayaan, karena dukungan penuh
khalifahnya

yang

memberikan

banyak

fasilitas

dan

kebebasan

untuk

perkembangan ilmu pengetahuan, agama, dan teknologi.
Hal inilah yang memotivasi rakyat untuk terus meningkatkan kemampuan
diri dan ilmunya. Lebih khusus lagi bahwasanya kemajuan sistem pendidikan
Islam masa daulah Abbasiyah ini karena menerapkan konsep dasar pendidikan
Islam yang multikultural dengan tetap berpegang teguh pada ajaran Islam,
sehingga terjadi tukar menukar pengetahuan dan budaya yang menjadikan
khasanah ilmu pengetahuan dan budayanya bertambah kaya, namun tidak
meninggalkan ajaran Islam. Hal ini karena pembentukan karakter murid dari
seorang guru begitu kuat dan berhasil.
Al- Ma’mun pengganti Al- Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta
kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing
digalakan, untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia mengkaji penerjemahpenerjemah dari golongan kristen dan penganut golongan lain yang ahli. Ia juga
banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah
pembangunan Bait Al- Hikmah, pusat penerjemah yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar dan menjadi perpustakaan
umum dan diberi nama ”Darul Ilmi” yang berisi buku-buku yang tidak terdapat di
perpustakaan lainnya. Pada masa Al-Ma’mun inilah Bagdad mulai menjadi pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan, kekota inilah para pencari datang berduyunduyun, dan pada masa ini pula kota Bagdad dapat memancarkan sinar kebudayaan
dan peradaban Islam keberbagai penjuru dunia.

21

DAFTAR PUSTAKA
Al-Isy, Yusuf. 2007 . Dinasti Abbasiyah, Jakarta : Al Kautsar.

Ali. K. 2003. Sejarah: Tarikh Pramodrent ,ed.1.cet.4, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Bakti, Hasan. 1995. Dirasah Islamiyah, Medan:Media Persada.
Ibrahim, Hasan. 1997 Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: kota
kembang,
Mahroes, Serli. 2015. “Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Perspektif
Sejarah Pendidikan Islam,”: Jurnal Tarbiya Vol: 1, No: 1.
Ma’ruf. 2011. Sejarah Peradaban Islam, Pontianak: STAIN Press
Muhdar, Yunus Ali Al & Bey Arifin, 1983, Sejarah Kesusastraan Arab, Jakarta:
Bina Ilmu
Nata, Abudin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: fajar interpratama,
Nasution, Harun. 2010. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Cet. V; Jakarta:
UI Press.
Nizar, Samsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam Menelusuk Jejak Sejarah
Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: kencana.
Suriana. 2013. “Dimensi Historis Pendidikan Islam (Masa Pertumbuhan,
Perkembangan, Kejayaan, dan Kemunduran)”, Jurnal Pionir, Vol 1, No.1.
Suwito, Fauzan. 2005. Sejarah Social Pendidikan Islam, Jakarta: Fajar
Interpratama Offset.
Wahyuningsih, Sri. 2014. “Implementasi Sistem Pendidikan Islam pada Masa
Daulah Abbasiyah dan pada Masa Sekarang”: Jurnal Kependidikan, Vol. II
No. 2.
Yatim, Badri. 1995. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah,cet.4,
Jakarta:Raja Grafindo Persada.
. 2000. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Yunus, Mahmud. 1981. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:Hidakarya Agung.
Zuhairi et.all 2004. Sejarah Pendidikan Islam, Jakata:Bumi Aksara.
. 2011. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

22

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25