METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM ILMU

Modul Ilmu Pengetahuan Sosial
Pusbindiklat Lipi – 2014

METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL1

1. PENGANTAR PENELITIAN SOSIAL
1.1.
Filsafat Ilmu
a. Ontologi
b. Epistemologi
c. Aksiologi
1.2.
Penjelajahan Ilmu Sosial (Social Inquiry)
a. Pencarian Kebenaran
b. Logika dan Hakikat Penalaran
c. Paradigma Ilmu Sosial
1.3.
Etika dalam Penelitian Ilmu Sosial
2. PENELITIAN KUALITATIF
2.1.

Definisi Penelitian Kualitatif
2.2.
Tujuan Penelitian Kualitatif
a. To explore
b. To describe
c. To explain
d. To understand
e. To predict
2.3.
Strategi Penelitian
a. Induksi
b. Deduksi
c. Retroductive
d. Abductive
2.4.
Jenis-jenis Penelitian Kualitatif
a. Fenomenologi
b. Etnografi
c. Etnometodologi
d. Hermeneutik

e. Semiotika
2.5. Metode Penelitian Kualitatif
a. Penelitian Grounded
b. Case Studies
c. Participatory Action Research
d. Penelitian Interdisiplin
2.5.
Kekuatan dan Kelemahan Penelitian Kualitatif
1

Disusun dan dipersiapkan oleh Lilis Mulyani dan Anas Saidi, Pusat
Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (PMB – LIPI).

1

2.6.

Dimensi Etis dalam Penelitian Kualitatif


3. PENELITIAN DENGAN MIXED-METHODS
3.1.
Pengantar tentang Penelitian dengan Mixed-Methods
a. Penelitian Empiris
b. Validitas
c. Penelitian dengan Subyek Manusia
3.2.
Merancang Penelitian Sosial dengan Mixed Methods
3.3.
Evaluasi dalam Penelitian Mixed Methods
4. PRAKTEK PENELITIAN KUALITATIF DALAM PENELITIAN SOSIAL
4.1.
Rancangan Penelitian
4.2.
Konseptualisasi Dan Operasionalisasi Teori
4.3.
Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara Mendalam
b. Life Histories
c. Observasi

d. Focus Group Discussion
e. Data Literatur
f. Data Media Massa dan Internet
4.4.
Pengolahan Dan Analisis Data
a. Transkripsi Wawancara Mendalam dan Field Research Notes
b. Membaca, Menyeleksi dan Mengkategorisasi Data
c. Analisis Data Primer
i. Metode Triangulasi
ii. Model Bogden dan Biklen
iii.
Analisis Konversasi (Conversation Analysis)
iv. Knowledge Tracking
v. CAQDAS
d. Analisis Data Sekunder
4.5.
Penyusunan Laporan Dan Presentasi Hasil

2


I

PENGANTAR PENELITIAN SOSIAL

Penelitian merupakan sebuah proses pencarian atau penelahaan pengetahuan melalui
serangkaian langkah atau prosedur yang ketat guna mendapatkan kebenaran dari
realitas suatu benda, subyek, atau suatu keadaan tertentu. Sebagai pengantar, tidak ada
salahnya peserta ajar sedikit memahami mengenai filsafat ilmu dan hakikat ilmu
pengetahuan yang menjadi dasar dari proses penelahaan yang dilakukan melalui
penelitian ilmu sosial.
1.1 Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu membantu kita mencari jawaban-jawaban atas pertanyaan tentang
pengetahuan yang telah kita miliki. Proses penjelajahan atau penelaahan ilmu (social
inquiry) merupakan sebuah proses yang terus berkembang dari waktu ke waktu,
dengan pertanyaan-pertanyaan yang seringkali sesuai dengan perkembangan
jamannya. Bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar? Apakah yang kita
ketahui selama ini merupakan sebuah kebenaran? Apakah ilmu yang kita dapatkan
sudah diperoleh melalui cara yang ilmiah? Apakah ilmu yang telah kita peroleh
mencukupi sebagai pengetahuan ataukah ia terkait dengan ilmu-ilmu lain?
Berpikir secara filsafat dalam proses penelaahan ilmu memiliki beberapa karakteristik

utama (Suriasumantri, 1988: 20-21), yaitu: sifat menyeluruh, sifat mendasar dan sifat
spekulatif. Sifat menyeluruh dari filsafat ilmu mengandaikan kita untuk tidak berpikir
dalam batas-batas keilmuan yang kita miliki; namun mulai melihat keterhubungan
(interconnectedness) ilmu yang kita miliki dengan ilmu-ilmu atau bentuk pengetahuan
lainnya. Ia bisa juga melihat hubungan ilmu dengan moral ataupun agama. Sifat
mendasar filsafat ilmu mengharuskan kita memiliki dasar pijakan yang kuat dalam
mempercayai pengetahuan yang dia miliki. Apakah pengetahuan yang saya miliki
diperoleh dengan cara yang benar? Bagaimana mencari pengetahuan dengan benar
dan valid? Sifat spekulatif filsafat ilmu membuat kita senantiasa mempertanyakan
logika dari pengetahuan yang kita dapatkan dengan metode tertentu, mana
pengetahuan yang dapat diandalkan dan mana yang tidak; mana yang dapat dijadikan
argumen mana yang tidak; mana yang logis dan mana yang tidak, mana yang
berdasarkan metode tertentu benar secara ilmiah dan mana yang tidak. Sifat
spekulatif filsafat ilmu juga membantu kita untuk mempertanyakan pengetahuanpengetahuan yang ada, sehingga proses penelahaan ilmu terus berjalan. Satu
pengetahuan berganti dengan pengetahuan yang lain.
Box 1
Sebelum abad ke-16, manusia percaya bahwa bumi itu
datar dan merupakan pusat dari semesta. Setelah
Copernicus (seorang ahli matematika, hukum, ahli
fisika,

gubernur,
diplomat
dan
ekonomis)
mempertanyakan pengetahuan ini dan mencoba
membuktikannya secara ilmiah, diketahui bahwa bumi
itu bulat dan bahwa justru matahari yang menjadi
pusat dari semesta. Teori ini dikenal sebagai model

3

Semua ilmu, baik itu ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial
berpijak dari dasar pemikiran filsafat. Filsafat ilmu pengetahuan terdiri dari tiga
cabang telaahan yang ketiganya dapat menjadi obyek telaahan yang berbeda dengan
metodologi yang berbeda pula.
a. Ontologi
Landasan ontologis dari ilmu berupaya mengkaji obyek dari ilmu pengetahuan.
Penelitian selalu berupaya untuk menelaah sesuatu, sesuatu atau obyek ilmu
pengetahuan itu adalah apa yang dinamakan “realitas”. Mengenai ontologi, Blaikie
(2008:8) menyebutkan bahwa:

“From a philosophical point of view, ontology is the science or study of
being. ... Ontological assumptions are concerned with what we believe
constitutes social reality”
Landasan ini biasanya diwakili dengan bentuk-bentuk pertanyaan seperti: Obyek apa
yang ditelaah oleh ilmu? Apa yang nyata? Bagaimana kita mendeskripsikan realitas?
Bagaimana kita bisa memahami perwujudan fisik obyek tertentu? Bagaimana kita bisa
memahami realitas? Bagaimana hubungan obyek dengan daya tangkap manusia
sehingga membuahkan pengetahuan? Pertanyaan yang lebih berhubungan dengan
obyek realitas itu sendiri, misalnya, apakah listrik sesuatu yang nyata? Apakah batu
atau guunug berapi nyata? Apakah gempa bumi nyata? Apakah kemiskinan dan
kesenjangan itu nyata? Apakah malaikat itu nyata?
Ada tiga pertanyaan utama saat kita bertanya apakah sesuatu itu merupakan suatu
realitas yang nyata atau tidak, yaitu:
1) Dalam penelitian ini, apa yang saya maksud ketika saya mengatakan bahwa
sesuatu itu nyata?
2) Bagaimana pandangan saya tentang realitas sesuatu yang nyata itu membentuk
informasi yang saya coba tangkap, rekam, tafsirkan dan sampaikan pada orang
lain?
3) Bagaimana cara saya menggunakan alat analisis (termasuk program computer)
membangun realitas berdasarkan apa yang saya tangkap, rekam, tafisrkan dan

sampaikan pada orang lain?
b. Epistemologi
Epistemologi adalah ilmu untuk mengetahui, dan metodologi yang merupakan cabang
dari epistemologi adalah “the science of finding out” (Babbie, 2007:7). Landasan
epistemologi berkaitan dengan prosedur atau cara untuk mendapatkan pengetahuan.
Landasan epistemologis dapat diwakili oleh pertanyaan-pertanyaan:
1) Apa yang menjadi ciri pengetahuan yang valid dan benar dan bagaimana cara
mendapatkannya? Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya
pengetahuan? Bagaimana prosedur mendapatkan pengetahuan tersebut? Halhal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang
benar? Apa kriteria ilmu pengetahuan yang benar? Cara dan sarana apa yang
diperlukan?
2) Dalam penelitian ini, istilah apakah yang dapat menggambarkan dengan baik
apa yang saya coba temukan atau hasilkan? Apakah itu pengetahuan?
Pemahaman? Kebenaran? Informasi? Data?

4

3) Apa tujuan saya untuk menemukan sebuah jawaban yang benar? Ataukah
untuk menghasilkan perspektif yang dapat dipertanggungjawabkan?
Adapun mengenai sumber pengetahuan, seorang peneliti dapat mengajukan beberapa

pertanyaan sebagai berikut:
1) Dalam penelitian ini, apakah yang saya pikir layak dan tidak layak dijadikan
sumber pengetahuan? Apakah saya akan fokus hanya pada tingkah laku yang
kelihatannya langsung berhubungan dengan panca indera? Ataukah saya akan
mengabaikan tingkah laku yang tidak langsung berhubungan dengan
pancaindera, seperti kepercayaan seseorang, persepsi, niat, dan lain
sebagainya?
2) Sebagai tambahan atas tingkah laku dari subyek penelitian saya, apakah saya
akan memasukkan tingkah laku saya sendiri atau rekan peneliti saya sebagai
sumber data? Apakah hasil observasi kami akan kami perlakukan sebagai
data? Apakah itu akan termasuk ingatan dan catatan kami atas data-data
tersebut?
Ada beberapa masalah yang dipersoalkan dalam epistemologi. Pertama, apakah
realitas sosial itu obyektif yang berpusat pada pengalaman atau subyektif yang
bertumpu pada makna. Kedua, apakah ilmu pengetahuan itu bebas nilai (free value)
atau terikat nilai. Ketiga, apakah realitas sosial itu bersifat deterministik bersifat
serba kausalitas dan linier atau sebaliknya bersifat kesukarelaan dan tidak linier
(siklus). Keempat, apakah asumsi kebenaran itu harus dibuktikan melalui verifikasi
pengalaman indrawi atau melalui pemahaman (tafsir).
Kedua, bagi kaum positivis ilmu adalah bebas nilai. Tidak ada pertanyaan

moral yang dapat disertakan dalam kebenaran ilmu. Tugas ilmuwan hanyalah
memotret realitas itu apa adanya (how to know) dan tidak ada kewajiban untuk
merubahnya (how to change). Sebaliknya bagi kaum subyektifis ( kelompok kritis),
ilmu itu tidak netral. Tugas ilmuan bukan sekadar mengetahui realitas secara apa
adanya, tetapi juga berkewajiban untuk mengubahnya.
Ketiga, pada hakekatnya dalam ilmu pengetahuan (sosial) ada keteraturan
yang dapat lacak sebab-akibatnya. Jadi dalam epistemologi positvistik, semua proses
penelitian harus dapat diterangkan melalui prinsip sebab akibat yang dapat diukur.
Karenya hasil penelitian dapat digunakan untuk memprediksi. Misalnya, kapan Unis
Sehingga, jalannya realitas bisa diprediksi. Sebaliknya bagi kaum subyektifis, tidak
ada keteraturan yang dibakukan dalam sebab-akibat yang deterministik. Terlalu
banyak keunikan yang tidak bisa diseragamkan dan diprediksi secara matematis,
karena jalannya realitas cenderung mengulang (siklus).
Keempat, kebenaran realitas sosial hanya bisa disebut obyektif, jika dapat
dibuktikan (verified) melalui verifikasi empiris yang dapat ditempuh melalui ujistatistik. Bagi kaum subyektifis kebenaran bukan sekadar fakta, melainkan lebih
berkaitan dengan “makna”. Dan, makna tidak dapat direduksi melalui verifikasi atau
falsifikasi, melainkan oleh pemahaman (tafsir). Implikasinya apakah seorang ilmuan
hanya bertugas untuk memotret realitas sosial itu secara apa adanya, berjarak, dan
tidak bertanggungjawab atas realitas yang diteliti: ataukah ilmuan bertanggungjawab
atas masyarakat yang diteliti (misalnya, soal kemiskinan) untuk diubah sebagaimana
mestinya. Jadi tidak sekadar how to know tetapi juga how to change. Dan tujuan

5

untuk apa pengetahuan itu digunakan pada akhirnya membawa kita pada landasan
ilmu pengetahuan yang ketiga, yaitu aksiologi.
c. Aksiologi
Landasan aksiologi berkaitan dengan kajian mengenai kegunaan ilmu pengetahuan
yang telah didapatkan. Landasan aksiologi ini secara khsuus terkait dengan nilai dan
etika. Terkait dengan analisis data kualitatif, ada tiga aturan utama terkait aksiologi,
yaitu: (1) tempat dan peran nilai-nilai yang disandang oleh peneliti dalam proses
penelitian; (2) peran dari subyek penelitian; dan (3) cara paling tepat untuk
menggunakan hasil penelitian. Landasan ini dapat diwakili oleh pertanyaanpertanyaan:
1) Untuk apa ilmu pengetahuan itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara
penggunaan ilmu dengan kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek atau
subyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan
antara prosedur yang digunakan dengan norma moral atau profesional?
2) Dalam penelitian ini apakah mungkin nilai-nilai yang saya pegang akan
mempengaruhi proses dan hasil analisis saya? Jika ya, bagaimana saya akan
mencapainya? Jika tidak, kapan dan bagaimana tepatnya saya akan
menggunakan nilai-nilai yang saya pegang dalam analisis dan bagaimana
mempertanggung jawabkannya?
Ketiga landasan filsafat pengetahuan tersebut, berkaitan langsung dengan metodologi
yang akan kita gunakan dalam penelitian, sebagaimana digambarkan dalam
pertanyaan-pertanyaan yang dicontohkan di atas.
Gambar 1: Hubungan Landasan Filsafat Pengetahuan
dan Metodologi
Ontology

axiology

epistemology

Methodology

1.2 Penjelajahan Ilmu Sosial (Social Inquiry)
a. Pencarian Kebenaran
Penelitian merupakan sebuah proses pencarian kebenaran atau pengetahuan baru dari
pengetahuan yang telah ada, atau dari realitas baru yang kita temukan. Realitas dalam
ilmu sosial seringkali bersifat rumit, dan sangat tergantung dari perspektif setiap
individu dalam melihat realitas tersebut. Penafsiran individu atas realitas yang ada
juga sangat ditentukan oleh konstruksi sosial budaya yang dibangun dari waktu ke
6

waktu. Untuk menangkap realitas dalam ilmu sosial ini tidak hanya diperlukan
serangkaian metode yang ketat, namun juga keahlian peneliti dan ilmuwan sosial
untuk menafsirkan dan mengabstraksikan realitas tersebut ke dalam bangunan konsep
dan teori yang dapat digunakan oleh ilmuwan sosial lainnya dalam konteks yang
mungkin saja berbeda.
Terdapat empat kunci dalam merancang dan melaksanakan penelitian dalam ilmu
sosial, yaitu:
1. Metode, yang merupakan teknik atau prosedur tertentu yang digunakan untuk
mencari pengetahuan
2. Metodologi, yaitu strategi, rencana atau desain yang menghubungkan antara
pilihan-pilihan teknis (metode) dengan tujuan yang diharapkan dari proses
penelitian
3. Perspektif teoritis, yaitu dasar pijakan teoritis yang kita gunakan, yang
memberikan gambaran tentang metodologi dan konteksnya untuk
memperlihatkan keterkaitan secara logis dari kriteria-kriteria yang digunakan
berdasarkan dasar pijakan filosofis atau teoritis kita;
4. Epistemologi dan ontologi, yaitu teori dan pengetahuan kita, pemahaman akan
realitas atau obyek dan subyek yang akan diteliti yang memberikan gambaran
antara keterhubungan antara perspektif teoritis dengan metodologi yang
digunakan.
b. Logika dan Hakikat Penalaran
Manusia mampu mengembangkan pengetahuan dikarenakan dua hal, pertama karena
kemampuan berkomunikasi; dan kedua, kemampuan untuk berpikir. Manusia
berkomunikasi melalui bahasa, apakah itu bahasa verbal maupun non-verbal. Dalam
berkomunikasi manusia menyampaikan informasi kepada manusia lainnya tentang
sesuatu hal. Kemampuan berkomunikasi dimiliki hampir setiap makhluk hidup di
muka bumi, yang membedakannya kemudian adalah kemampuan manusia yang
kedua, yaitu kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir membantu manusia untuk
memberikan kerangka dan alur berpikir tertentu untuk menjawab masalah ataupun
pertanyaan mendasar yang dipikirkannya.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang dapat
menjadi sebuah pengetahuan. Setiap proses penalaran akan memiliki langkah yang
berbeda untuk mendapatkan kebenaran dari realitas sehingga menjadi sebuah
pengetahuan baru tersebut. Cara berpikir dan bernalar dalam ilmu pengetahuan alam
tentunya akan berbeda dengan cara berpikir dan bernalar dalam ilmu pengetahuan
sosial. Proses penalaran melibatkan logika dan analisis. Suatu realitas akan dianggap
logis apabila berdasarkan hasil analisis merupakan sebuah pengetahuan yang
memenuhi kerangka berpikir si penalar sehingga menjadi sebuah kebenaran baginya.
Dalam ilmu pengetahuan sosial, apa yang benar berdasarkan penalaran seseorang
akan berbeda dengan orang lainnya; hal ini disebabkan proses berpikir melibatkan
proses penyerapan informasi dan interpretasinya yang sangat tergantung pada
pemahaman dan pengetahuan si penalar. Karena itulah dibuatlah batas-batas berupa
metode dan teknik tertentu untuk mendapatkan ilmu pengetahuan sehingga para
penalar dapat berdisiplin dengan metode tersebut dalam pencarian kebenaran dan
pengetahuan. Penerapan disiplin ini penting untuk membangun sebuah standar

7

berpikir yang jelas tentang mana yang termasuk dalam kriteria berpikir ilmiah, dan
mana yang tidak.
c. Paradigma Ilmu Sosial
Paradigma adalah kerangka pikir atau pandangan umum atau “titik dimana harus
mulai melihat sesuatu”. Paradigma memberikan jalan untuk melihat kehidupan dan
didasarkan pada sekumpulan asumsi mengenai hakikat realitas yang ada. Thomas
Kuhn (The Structure of Scientific Revolutions, 1962) mengatakan bahwa seorang
ilmuwan selalu bekerja dengan paradigma tertentu.
Paradigma tersebut
memungkinkan ilmuwan untuk memecahkan kesulitan yang muncul dalam rangka
ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tak dapat dimasukkan dalam
kerangka ilmunya, dan menuntut revolusi paradigmatis terhadap ilmu tersebut.
Beberapa pengertian paradigma dalam ilmu sosial:
(1) cara memandang sesuatu;
(2) model, pola, ideal dimana melalui model, pola atau ideal tersebut sebuah
realitas sosial atau fenomena tertentu dipandang dan dijelaskan;
(3) totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau
mendefinisikan suatu studi ilmiah konkret yang melekat dalam praktek ilmiah
pada tahap tertentu;
(4) Dasar untuk menyeleksi problem-problem sosial dan pola untuk memecahkan
problem-problem dalam penelitian sosial.
1.3 Etika dalam Penelitian Ilmu Sosial
Meskipun modul ini lebih banyak membahas mengenai teknis penelitian, baik
kualitatif maupun kuantitatif; namun persoalan etika dalam penelitian ilmu sosial
justru menjadi fokus pembahasan yang fundamental bagi setiap peneliti ilmu sosial.
Mengutip dari Babbie (2007: 26-28) ada beberapa isu etika yang utama dalam
penelitian ilmu sosial, yaitu:
a. Partisipasi sukarela (voluntary participation)
Setiap partisipasi yang dilakukan oleh para subyek dalam penelitian sosial,
yang adalah manusia, harus didasarkan pada kesukarelaan, dan tidak ada
paksaan sama sekali.
b. Persetujuan berbasis pemahaman (informed consent)
Persetujuan subyek penelitian ilmu sosial harus didasarkan pada pemahaman
mengenai langkah atau prosedur yang harus dijalani subyek penelitian,
termasuk apa yang dibutuhkan dari subyek sebagai bagian dari partisipasinya
dalam penelitian.
c. Jangan membawa kerugian bagi subyek (bring no harm to subjects)
Peneliti wajib memahami posisi subyek penelitian, ancaman atau hambatan
yang mungkin muncul dengan keterlibatannya di dalam penelitian tersebut;
baik di saat penelitian dilakukan maupun di saat setelah penelitian selesai
dilakukan. Setiap keberatan yang diajukan oleh subyek wajib diperhatikan
oleh peneliti, misalnya apabila subyek penelitian tidak berkenan namanya
8

dikutip dalam laporan penelitian maka dalam seluruh laporan ataupun proses
diseminasi, penyamaran identitas subyek wajib diterapkan oleh peneliti. Isu
privasi juga patut menjadi perhatian peneliti dalam melakukan langkah
penelitian ilmu sosial yang melibatkan subyek manusia.
LIPI telah menerbitkan sebuah dokumen Ethical Clearance yang dapat dipergunakan
peneliti untuk mendapatkan persetujuan dari subyek sehingga setiap informasi yang
didapatkan dari langkah-langkah penelitian dapat diterbitkan atas nama peneliti yang
bersangkutan.

DAFTAR BACAAN LANJUTAN
1. Babbie, Earl, 2007, The Practice of Social Research, Eleventh Edition, Belmont
USA: Waldworth Cengage Learning.
2. Baptiste, Ian. 2001. Qualitative Data Analysis: Common Phases, Strategic
Differences, Forum Qualitative Social Research, Volume 2, No. 3 – September 2001.
3. Blaikie, Norman. 2009. Designing Social Research. Cambridge: Polity Press.
4. Kuhn, Thomas, 1962, The Structure of Scientific Revolutions.
5. Raddon, Arwen. 2014. Early Stage Research Training: Epistemology and
Ontology in Social Science Research. College of Social Science The University of
Leicester.
6. Suriasasmita, Jujun S., 1988, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Penerbit Sinar Harapan.
7. LIPI Press, Ethical Clearance, 2013.

9

II

PENELITIAN KUALITATIF

2.1 Definisi Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif merupakan salah satu bentuk penelitian dalam ilmu pengetahuan
sosial yang mendeskripsikan dan menganalisis realitas sosial manusia. Pendekatan
kualitatif digunakan dalam penelitian yang melibatkan manusia sebagai subyek
penelitian.
Pendekatan kualitatif berbeda dari pendekatan kuantitatif yang
mendasarkan pada realitas fakta-fakta yang dapat diukur melalui penghitungan
tertentu karena pelibatan manusia sebagai subyek seringkali melibatkan hal-hal yang
tidak dapat dikuantifikasi, misalnya: emosi, pandangan hidup, manusia dapat berpurapura (jawaban hasil survey misalnya, dapat berbeda dengan hasil observasi langsung
peneliti). Jadi penelitian kualitatif tidak hanya melibatkan apa yang disebut sebagai
emik sebagai proses analisis untuk mendeskripsikan realitas sosial yang diteliti;
namun juga mencakup etik merupakan proses analisis untuk menafsirkan realitas
sosial yang diteliti.
Data yang dicari dalam penelitian kualitatif maupun kuantitatif adalah realitas
sosial di dalam masyarakat. Namun sifat data yang dicari dalam penelitian kualitatif
berbeda dengan penelitian kuantitatif yang membuat jenis penelitian ini tidak dapat
dilakukan melalui prosedur yang bersifat generalisasi melalui proses pengukuran atau
statistik. Realitas sosial tidak dapat digeneralisasi, atau diukur atau dikuantifikasi,
karena sifatnya subyektif. Dalam penelitian kuantitatif, ada realitas sosial yang dapat
diukur dan dikuantifikasi, dan dijui secara empiris karena memiliki kesamaan dengan
realitas alam dan memiliki “keajegan” tertentu (Saidi, 2012). Sementara dalam
penelitian kualitatif, sifat realitas sosial yang sama dilihat secara berbeda karena ada
unsur “manusia” yang sifatnya subyektif, unsur manusia inilah yang mempengruhi
realitas sosial tersebut, karena realitas sosial dibentuk dan dibangun oleh manusiamanusia di dalam masyarakat, manusia mana memiliki kepentingan subyektif, bisa
berlaku berpura-pura, tidak selalu berulang dengan pola yang sama, dan tidak selalu
sama antara manusia yang satu dengan yang lain, sehingga seringkali tidak dapat
diramalkan sulit diukur secara kuantifikasi.
Ada setidaknya dua cara untuk memotret realitas yaitu menggambarkannya
sebagaimana adanya (to describe and to explain - positivism) dan menafsirkan realitas
tersebut untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam dari sekedar fakta-fakta
realitas tersebut (to understand – interpretivism).
Tabel 1: Positivisme dan Interpretivisme: Menjelaskan dan Memahami
Positivis

Menjelaskan
(explaining
erklaren)

Interpretatif
atau

Ilmu alam

Memahami (understanding
atau verstehen)

Ilmu sosial

Obyektif

Fakta-fakta
dapat diamati

yang

Realisme

Fakta adalah fakta –
kebenaran
dapat

Subyektif

Pemahaman
individual

Subyektivisme

Manusia adalah manusia –
kebenaran ada di luar sana,

10

dan

aksi

ditemukan
dengan
menggunakan metode
yang benar
Bebas nilai

Prinsip universal dan
fakta

tapi itu sungguh rumit dan
tidak
mudah
dijelaskan
berdasarkan fakta-fakta yag
terlihat saja
Penafsiran atas realitas
yang didasarkan pada
pemahaman yang dibentuk
secara sosial budaya dan
dibangun dari waktu ke
waktu

Penafsiran,
pengertian,
motivasi,
nilai,
norma,
struktur sosial, pola sosial

Sumber: Raddon, Arwen, 2014.

Perbedaan tersebut di atas yang diantaranya menjadi ciri khas dari apa yang disebut
sebagai metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantiatif. Perkembangan
dunia ilmu pengetahuan awalnya sangat tajam membedakan kedua metode penelitian
tersebut, namun perkembangan paling akhir justru melihat kebutuhan untuk
menjawab permasalahan sosial yang semakin kompleks dengan menggabungkan
kedua metode tersebut. Modul ini akan menjelaskan mengenai kedua metode tersebut,
dan pembahasan mengenai metode yang menggabungkan keduanya.
!!!!!

Penentuan metode penelitian apa yang sebaiknya digunakan sangat tergantung
pada sifat realitas sosial yang hendak diteliti, bukan sebaliknya!

2.2 Tujuan Penelitian Kualitatif
Melihat pada perbedaan yang telah disebutkan di atas, terdapat lima tujuan utama
dalam melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu:
a. To Explore
Penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menggali sebuah realitas baru yang terjadi
dan belum pernah ada sebelumnya. Hal ini dikarenakan realitas sosial yang menjadi
obyek penelitian kualitatif seringkali berubah sesuai perkembangan jaman; dan
kebutuhan untuk menggali realitas yang baru akan terus muncul. Contoh paling baik
adalah penelitian tentang ruang bawah tanah, dimana di masa lalu, penelitian tentang
ruang bawah tanah belum menjadi obyek penelitian, namun konsep kepemilikan hak
atas tanah saat ini dihadapkan pada persoalan bagaimana memanfaatkan ruang bawah
tanah, misalnya dalam pembangunan kereta bawah tanah.
b. To Describe
Di saat sebuah realitas sosial sudah muncul dan dapat diamati perkembangannya,
bentuk penelitian kualitatif yang paling tepat untuk sekedar menggambarkan realitas
sosial tersebut adalah yang bertujuan to describe. Penelitian yang sifatnya deskriptif
ini akan memotret realitas sosial sebagaimana adanya realitas tersebut dipandang oleh
para peneliti, sesuai dengan metodologi yang digunakannya.
c. To Explain
Penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan (to explain) biasanya
digunakan untuk mencari penjelasan atas keterkaitan suatu realitas sosial tertentu
11

yang didalamnya terdapat beberapa fakta sosial yang saling berhubungan. Misalnya
untuk menjelaskan keterkaitan antara kemiskinan dengan tingkat pendidikan.
Keduanya merupakan fakta sosial, namun apakah kemudian keduanya memiliki
keterhubungan, itu dapat dijelaskan dengan penelitian yang sifatnya eksplanatif.
d. To Understand
Penelitian yang bertujuan untuk secara lebih dalam memahami suatu realitas sosial
tertentu adalah penelitian yang bertujuan to understand. Penelitian yang bertujuan
untuk memahami realitas tertentu ini dilakukan untuk tidak hanya menggambarkan
realitas sosial yang diteliti, namun untuk menjelaskan realitas tersebut dengan realitas
lainnya, dan sehingga dapat dipahami mengapa realitas itu terjadi, bagaimana itu
terjadi, dan bagaimana realitas itu bekerja dalam keterhubungannya dengan realitas
sosial yang lainnya.
e. To Predict
Salah satu penelitian kualitaif yang lain adalah penelitian yang bertujuan untuk
memprediksi terjadinya realitas sosial dengan berdasarkan pada gejala-gejala sosial
yang dapat digambarkan dari realitas sosial yang muncul saat ini. Salah satu contoh
penelitian kualitatif yang memprediksi kejadian yang akan datang, misalnya
penelitian tentang bagaimana ketimpangan ekonomi dan sosial yang terjadi di dalam
masyarakat dapat menyebabkan terjadinya revolusi sosial.
Tabel 2: Tujuan Penelitian
Eksploratif
Medekati fakta-fakta utama,
setting dan perhatian

Deskriptif
Membangun gambaran yang
detil dan akurat

Membuat gambaran atau
kondisi yang umum
Memformulasikan dan
memfokuskan pertanyaan untuk
penelitian lanjutan
Menghadirkan ide, atau
hipotesis baru

Mengenali data-data baru yang
bertentangan dengan data lama
Menciptakan serangkaian
kategori atau
mengklasifikasikan tipe tertentu
Menjelaskan serangkaian
langkah atau tahapan

Menentukan kemungkinan
dalam melakukan penelitian

Mendokumentasikan proses
atau hubungan timbal balik

Mengembangkan teknik untuk
mengukur dan mencari data di
dalam penelitian selanjutnya

Memberikan gambaran tentang
latar belakang atau konteks dari
sesuatu atau situasi tertentu

Eksplanatif
Mengetes teori, atau prediksi
yang diberikan oleh teori atau
prinsip tertentu
Mengelaborasi dan memperkaya
penjelasan teori tertentu
Mengembangkan teori pada isu
atau topik baru
Mendukung atau menolak
sebuah penjelasan atau prediksi
dari teori atau prinsip tertentu
Menghubungkan isu atau topik
tertentu dengan prinsip-prinsip
yang sifatnya umum
Menentukan ekplanasi mana
yang paling baik dari eksplanasi
lainnya yang ada

Sumber: Saidi, 2012.

2.3 Strategi Penelitian
Ada beberapa macam penalaran yang dapat dijadikan sebagai strategi penelitian
dalam penelitian kualitatif dengan bertolak dari realitas yang diteliti, yaitu:
a.

Inductive
Induksi adalah proses penalaran yang bertolak dari fakta-fakta khusus ke
kesimpulan umum. Logika induktif dapat dilakukan melalui:
12

(1) Induksi ampliatif, yaitu penalaran yang bertolak dari sejumlah terbatas contohcontoh yang diamati ke suatu hubungan kausal umum.
(2) Induksi eliminatif, yaitu proses mendukung atau menguatkan suatu pernyataan
atau hipotesis dengan memalsukan pernyataan atau hipotesis yang
menyainginya, atau seringkali juga disebut sebagai metode konfirmasi tidak
langsung.
(3) Induksi intuitif, yaitu proses penalaran yang didasarkan pada pandangan
pribadi yang dapat mengalami kebenaran-kebenaran mutlak di dunia.
Induksi sempurna atau induksi formal, yaitu proses penalaran yang
menyatakan suatu kebenaran mengenai semua anggota kelompok berdasarkan
pengamatan kebenaran itu dalam semua anggota kelompok itu.
b. Deductive
Dalam proses deduksi, pengembangan teori dilakukan mulai dari hipotesis yang
dideduksikan untuk menjawab pertanyaan “mengapa” suatu realitas sosial terjadi.
Deduksi biasanya digunakan untuk menunjuk kepada macam-macam penalaran
yang kesimpulannya berasal dari premis-premis secara niscaya. Deduksi dapat
berlangsung dari yang general ke yang partikular, general ke general, atau
partikular ke partikular. Proses logika deduktif dapat dilakukan melalui:
(1) Penalaran dari suatu kebenaran umum ke suatu hal yang khusus dari
kebenaran itu.
(2) Proses membuat implikasi-implikasi logis dari pernyataan-pernyataan atau
premis-premis menjadi eksplisit
(3) Proses penarikan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan (premis-premis)
dimana tercapai suatu kesimpulan yang pasti benar dengan aturan logika.
c. Retroductive
Dalam strategi penelitian ini data-data literatur dapat memberikan bantuan dalam
membangun sebuah model penjelasan hipotesis.
d. Abductive
Strategi penelitian abduktif digunakan untuk mengeneralisasi teori dimana
hipotesis menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pengumpulan dan analisis
data, juga dari proses hasil observasi, refleksi, penarikan hipotesi dan percobaan.
Tabel 3: Strategi Penelitian Kualitatif
Tujuan

Induktif

Dedukti
f

Retroduktif

Abduktif

Eksploratif (to explore)
Deskriptif (to describe)
Eksplanatif (to explain)
Prediktif (to predict)
Memahami (to understand)
Mengubah (to change)
Mengevaluasi (to evaluate)

***
***
*
**

***
***

***

**

*
**

**
**

***
**
**

Menganalisis Dampak
(to assess impact)

**

**

**

**

***
***

Jenis Pertanyaan
Penelitian
Apa (What)
Apa (What)
Mengapa (Why)
Apa (What)
Mengapa (Why)
Bagaimana (How)
Apa dan Mengapa?
What and Why
Apa dan Mengapa?
What and Why

Penjelasan: *** aktivitas utama; ** aktivitas sedang; dan * aktivitas minor. Pengukuran keterhubungan antara tujuan dan
strategi penelitian hanya bersifat indikatif.

13

Gambar 2: Penggambaran Penalaran Induktif dan Deduktif
Dalam Penelitian Kualitatif

2.4 Jenis-jenis Penelitian Kualitatif
a. Fenomenologi
Fenomenologi dapat dibedakan menjadi cabang disiplin ilmu filsafat, maupun sebuah
bentuk gerakan historis dalam filsafat ilmu. Fenomenologi dalam penelitian kualitatif
dilakukan untuk menggambarkan dan mengidentifikasikan fenomena sosial melalui
cara bagaimana fenomena itu digambarkan oleh peneliti atau aktor lainnya dalam
situasi tertentu. Dalam kenyataan, hal ini biasanya diterjemahkan dalam proses
mengumpulkan informasi dan persepsi individu secara mendalam melalui proses
induktif, dan teknik pengumpulan data kualitatif seperti wawancara mendalam,
diskusi, dan observasi, dan menggambarkannya melalui kacamata si subyek
penelitian.
Fenomenologi adalah studi tentang pengalaman individual,
mengelompokkan asumsi dan cara pandang seseorang secara apa adanya.
b. Etnografi
Etnografi secara harfiah berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku-bangsa, yang
ditulis seorang peneliti atas hasil peneltian lapangan (field research) dalam jangka
waktu tertentu (Spradley, 1997). Penelitian etnografi menggambarkan realitas sosial
secara mendalam dan komprehensif, detail dan lengkap. Tehnik pengumpulan data
yang utama adalah observasi-partisipasi dan wawancara terbuka dan mendalam, yang
dilakukan berulang dan dalam waktu yang relatif lama, bukan kunjungan singkat
dengan daftar pertanyaan terstruktur seperti survei. Teknik etnografi utama adalah
wawancara mendalam, berkali-kali dengan beberapa informan kunci. Waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan penelitian etnografi harus cukup lama karena pada
akhirnya penelitian etnografi bertujuan untuk mendiskripsikan dan membangun
struktur social dan budaya suatu masyarakat.

14

Box
Contoh Hasil Penelitian Etnografi
Talun, although not large, had quite a busy market. I set of in the
direction of Banyu village, one of the sixteen villages in the subdistrict of Talun (Map F). First I had to go to the cillage ofice just to
report my arrival. Handsome urban-style houses lined the main
road and other signs of urban amenities such as the TV antennae
and street lighting were immediately visible, giving this impression
was limited to the area along the main road where the houses of the
better-of were located. Behind it, the village atmosphere and
village physiscal structures still dominated. Foe example, only
houses along the main road has access to electricity from the
Government Electricity Company. Within the village a few houses
used their own power generators but the majority depended on
kerosene lamps. Most houses werre constructed of fired bricks,
usually with concrete foor and tiled roof. Houses made of woven
bamboo with thatched roofs were rare. The village settlement
looked clean and well-arranged, with houses built along the main
village road which was wide enough for cars to pass.
The
compounds were shaded with plenty of tree, mostly fruit trees.

Dalam etnografi modern, bentuk sosial dan budaya masyarakat dibangun dan
didiskripsikan melalui analisis dan nalar sang peneliti. Struktur sosial dan budaya
masyarakat tersebut menurut interpretasi sang peneliti. Sedangkan menurut Spradley
etnografi merupakan pekerjaan mendiskripsikan suatu kebudayaan. Tujuan utama
aktivitas ini untuk memahami suatu pandangan hidup dari pandangan penduduk asli.
Bahkan tidak hanya mempelajari masyarakat, lebih dari itu etnografi berarti belajar
dari masyarakat. (Spradley 1997: 3)
c. Etnometodologi
Etnometodologi merupakan salah satu bentuk khas yang hanya ada dalam penelitian
kualitatif, yang melihat bahwa realitas sosial merupakan sesuatu yang dikonstruksi
secara sosial, dimana manusia mendeskripsikan dunianya sebagaimana mereka
merasakannya. Metode ini mendapat banyak pandangan dari teori fenomenologi
(Schutz 1967, 1970). Garfinkel (1967) memberikan metode lain dimana peneliti yang
juga etnografer akan menggambarkan dunia, sebagaimana subyek penelitian mereka
menggambarkannya, untuk itu diperlukan sebuah proses untuk menggambarkan
persepsi subyek penelitian dengan melakukan analisis oleh peneliti itu sendiri, inilah
yang dinamakan etnometodologi.
d. Hermeneutika
Hermeneutika awalnya berakar pada studi tentang prinsip umum interpretasi yang
dilakukan pada agama (teologi). Namun dalam perkembangannya kemudian,
hermeneutika berkembang pada penelitian interpretasi dalam metode penelitian sastra,
hukum hingga politik. Secara singkat, hermenuetik adalah studi tafsir tentang teks,
meski kemudian itupun berkembang lagi tidak terbatas pada teks yang sifatnya
tertulis; tapi meliputi aktivitas kebudayaan sebagai teks untuk mendapatkan
pemahaman tentang ekspresi makna. Ahimsa-Putra melihat telaah tekstual atas
kesenian atau kebudayaan memandang fenomena kesenian sebagai sebuah “teks”

15

untuk dibaca, untuk diberi makna, dan untuk dideskripsikan strukturnya (AhimsaPutra 2000).
Salah satu contoh penelitian hermeneutik yang mendeskripsikan kesenian Angguk
dari Yogyakarta yang ditulis oleh Soetaryo (dalam Ahimsa-Putra, 2001: 113-148).

e.

Soetaryo, 2001. Kesenian Angguk dari Desa Garongan. Dalam
Ahimsa-Putra, Heddy, Ketika Orang Jawa Nyeni. Yogyakarta: UGM
dan Galang Press. pp. 122-124.
...Suatu makna yang amat luhur tersirat di dalam pantun ini. Kepada
khalayak dianjurkan agar menggunakan tutur kata yang baik dalam
pergaulan dengan sesamanya, sebab dengan tutur kata yang baik
itulah akan dicapai suatu kesepatakan dengan orang lain. Menurut
hemat penulis, makna yang terkandung dalam pantun tersebut
selaras dengan pepatah Jawa, “Ajining diri gumantung ana lati”,
yang artinya lebih kurang adalah bahwa harga diri seseorang
terhadap sesama itu pantas dan baik, maka sesungguhnya ia
membentuk self-respect. Sebaliknya, apabila seseorang bertutur kata
tidak senonoh, maka sesungguhnya ia menciptakan suasana yang
tidak harmonis dalam hubungannya dengan orang lain.
.... Jelas,
idealisme yang terkandung dalam pantun-pantun tersebut adalah
terciptanya suasana damai di dalam masyarakat. Adanya tenggang
rasa diantara sesama warga masyarakat antara lain tercermin pada

Semiotika
Semiotika adalah teori atau studi mengenai tanda dan simbol. Tapi tanda atau simbol
yang dimaksud tidaklah semata tanda atau simbol yang sifatnya visual, namun juga
tanda-tanda atau simbol-silbol yang merefleksikan realitas kehidupan sosial (Saussure
1974: 16; dan 1983: 15-16). Semiologi berasal dari kata bahasa Yunani “semeion”
yang artinya adalah “tanda” atau “sign” dalam bahasa Inggris. Studi semiotika adalah
studi yang meneliti mengenai esensi dari tanda dan norma-norma sosial yang
mengaturnya. Dalam semiotika, tanda yang dimaksud dapat pula berupa kata-kata,
gambar, suara, tingkah laku, maupun obyek tertentu.

2.5 Metode Penelitian Kualitatif
a. Penelitian Grounded
Merupakan sebuah upaya untuk mencapai teori dari analisis pola-pola, tema, atau
kategori umum dari realitas sosial tertentu yang diobservasi. Penelitian grounded
theory awalnya dikembangkan oleh Glaser dan Strauss pada tahun 1967 (melalui
buku The Dicovery of Grounded Theory). Penelitian ini muncul didasarkan
pertimbangan bahwa peneliti dan ilmuwan sosial seharusnya mulai bergerak dari
sekedar menggambarkan dan menafsirkan realitas sosial kepada tahap yang lebih
tinggi yaitu mengabstraksikan realitas ke dalam teori, atau “move from data to
theory”. (Glaser dan Strauss 1967) Dengan melakukan penelitian grounded theory
diharapkan teori-teori baru akan bermunculan, dan tidak sekedar mengandalkan
pengembangan dari konstruksi analitis, kategori atau variabel dari teori-teori yang
sudah ada.
Box
Contoh Tulisan Hasil Penelitian Grounded Theory
Magne Flemmen, 2013. Class Analysis
16 and Social Diferentiation: An
Approach to Contemporary Class Divisions. Thesis submitted for the degree
of PhD Department of Sociology and Human Geography University of Oslo.

Dalam melakukan penelitian grounded theory mencakup dua proses utama, yaitu:
proses identifikasi progresif teori-teori yang berkaitan dengan fokus utama penelitian;
dan proses integrasi kategori dari pengertian-pengertian (meanings) yang muncul dari
data. Adapun langkah-langkah yang utama dalam melakukan penelitian grounded
theory adalah:
1. Mengidentifikasi kategori-kategori dari teori yang akan diteliti maupun dari
koleksi data yang ada;
2. Mengidentifikasi hubungan antar kategori;
3. Membuat kategori-kategori tersebut saling terhubung satu dengan yang lainnya.
b. Case Studies
Penelitian dengan metode studi kasus atau case study bertujuan untuk
menggambarkan suatu kejadian tertentu, dalam kurun waktu tertentu dari suatu
kelompok masyarakat tertentu. Case study merupakan suatu metode pengumpulan
data dalam penelitian kualitatif yang secara spesifik mendeskripsikan kasus-kasus
tertentu yang dipilih untuk dianalisis lebih dalam. Kasus-kasus tertentu itu bisa
berkaitan dengan kejadian yang dialami subyek tertentu, pada waktu tertentu. Studi
kasus merupakan strategi penelitian yang lebih cocok apabila pokok pertanyaan suatu
penelitian berkenaan dengan “how” atau “why”, dan bila peneliti hanya memiliki
sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan
bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di
dalam realitas sosial masyarakat (Yin, 2002). Data-data yang digunakan dalam
penelitian studi kasus biasanya bersumber dari archives, wawancara mendalam,
observasi langsung, observasi partisipatif, dan benda-benda fisikal lainnya.
Menurut Robert K Yin (2002), desain penelitian studi kasus harus memiliki unsurunsur utama: pertanyaan penelitian, proposisi, unit analisis, pembatasan mengenai
bagaimana data akan dihubungkan dengan proposisi dan kriteria untuk menafsirkan
realitas dan temuan empiris. Sementara Stake (1995) melihat bahwa penggunaan
metode studi kasus sangat tergantung pada tujuan penelitian. Berikut ini adalah
langkah-langkah yang biasa dilakukan dalam penelitian studi kasus:
1) Tujuan dan Dasar Penelitian Studi kasus
a) Pentingnya fenomena kasus yang akan diteliti
b) Pertanyaan penelitian
2) Dasar Desain atas unit analisis dan tujuan penelitian
3) Pengumpulan dan pengolahan data
c) Metode pengumpulan data melalui penelitian lapangan
d) Transkripsi wawancara dan catatan penelitian lapangan
e) Pemetaan dari konsep-konsep utama yang digunakan dalam penelitian
f) Membangun tipologi
17

4) Mendeskripsikan kasus secara utuh
5) Fokus pada analisis untuk mengaitkan tujuan dengan unit analisis
6) Analisis temuan penelitian
g) Perspektif kasus yang diteliti
h) Perspektif keilmuan yang digunakan
i) Perbandingan antar kasus yang diteliti
j) Menulis kasus dari perspektif empiris
k) Biografi, autobiografi dan narasi
7) Memperhatikan ketelitian: membangun kredibilitas serta kemampuan tulisan
hasil penelitian studi kasus untuk menyampaikan pesan.
c. Participatory Action Research
Penelitian Riset Aksi Partisipatoris atau Participation Action Research (PAR) dapat
dilihat sebagai orientasi penelitian yang baru, maupun sebagai sebuah proses. Awal
mula PAR dilakukan sebagai sebuah bentuk kritik atas penelitian-penelitian sosial
yang ada sebelumnya yang seringkali justru tidak memberi keuntungan dan tidak
memberdayakan bagi subyek manusia yang ditelitinya; padahal subyek manusia ini
memiliki kemampuan untuk memahami permasalahan yang mereka hadapi dan
mencari solusi bagi mereka sendiri (De La Cruz, 2001)
Dalam metode penelitian kualitatif yang bersifat aksi partisipatoris, peneliti hanya
bertugas untuk mengamati dan menjadi narasumber bagi kelompok yang diteliti,
sebagai suatu jalan bagi mereka untuk melihat permasalahan dari sudut pandang
mereka sendiri dan berusaha merumuskan solusi atas permasalahan mereka secara
partisipatif.
Biasanya yang menjadi subyek penelitian ini adalah kelompok
masyarakat yang disadvantaged atau kurang beruntung, kelompok minoritas,
kelompok marginal, kelompok khusus seperti anak yang mengalami trauma, atau
kelompok lain yang membutuhkan bantuan untuk memecahkan masalahnya secara
langsung (McTaggart, 1997).
Penelitian aksi partisipatif merupakan bentuk metode pengumpulan data dengan
partisipasi penuh dari subyek penelitian dalam merumuskan masalah yang dihadapi
dan cara menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Penelitian ini dilakukan
dengan melibatkan subyek penelitian untuk melihat topik penelitian yang diteliti dari
perspektif subyek, kemudian memandang kekuatan dan kelemahannya dalam
merumuskan solusi bagi permasalahan yang telah mereka lihat dalam diri mereka
sendiri.
Prinsip dasar dalam penelitian PAR:
1) Kapasitas, bahwa semua orang memiliki kapasitas untuk berpikir dan bekerja
bersama untuk memecahkan masalah mereka dan untuk kehidupan mereka yang
lebih baik.
2) Kesamaan, bahwa pengetahuan yang ada saat ini dan di masa yang akan datang
harus diketahui semua orang dan perlunya membangun struktur dan proses
distribusi pengetahuan yang merata.
18

3) Komitmen, bahwa peneliti maupun kelompok subyek yang diteliti diharapkan
memiliki komitmen, termasuk keberlanjutan tujuan untuk melakukan
transformasi sosial bagi kelompok subyek tersebut.
Kemampuan yang harus dimiliki peneliti dalam melakukan PAR:
1) Kemampuan memfasilitasi, termasuk diantaranya:
a) Mempersiapkan aktivitas partisipatif yang akan dimasukkan dalam
proses penelitian
b) Memahami karakteristik khusus kelompok subyek
c) Mendorong partisipasi aktif setiap anggota kelompok subyek yang
diteliti
d) Kemampuan melakukan refleksi atas pengalaman dan pemahaman dari
setiap kelompok subyek
2) Kemampuan penelitian ilmu sosial
a) Kemampuan untuk menentukan metode penelitian ilmu sosial yang tepat
diterapkan untuk kelompok subyek tertentu
b) Kemampuan mengidentifikasi bentuk-bentuk atau metode-metode
khusus yang hanya dapat ditemukan dari kelompok subyek yang diteliti
c) Kemampuan mengidentifikasi hambatan struktural dan psikologis yang
dihadapi kelompok subyek dalam mengungkap permasalahan yang
mereka hadapi
3) Kemampuan membantu
a) Mengidentifikasi trauma yang dihadapi kelompok subyek
b) Tidak memaksakan sesuatu pada kelompok subyek, tapi membantu dan
mendorong kelompok subyek mencari dan menemukan sendiri
4) Sikap yang diutamakan
a) Kemampuan bekerja sama dengan kelompok subyek
b) Mendengarkan setiap pendapat dalam kelompok subyek
c) Memberikan pertimbangan yang adil atas setiap pendapat yang muncul
d) Setiap anggota tim penelitian harus saling mendukung
e) Sensitifitas atas kendala atau hambatan psikologis atau hambatan apapun
yang dapat muncul di tengah proses penelitian
CHEKLIST MELAKUKAN PAR
Self Refection
 Ide, nilai, dan bias yang dapat muncul dari Peneliti/Tim
Peneliti tentang kelompok subyek
 Feedback dari orang lain
 Pengetahuan dan pemahaman tentang kelompok subyek dan
apa yang telah mereka lalui sebelumnya
Kemampuan yang Harus dimiliki Peneliti/Tim Peneliti
 Kemampuan memfasilitasi
 Metode penelitian sosial khusus untuk kelompok subyek
tertentu
 Kemampuan melakukan penelitian sosial
 Kemampuan memberikan bantuan kala dibutuhkan
Sikap
 Sensitif Terbuka
Kerjasama
Tanggungjawab

19

d. Penelitian Interdisiplin
Istilah penelitian interdisipliner mulai berkembang di tahun 1980-an, ketika
permasalahan yang muncul di dalam masyarakat menjadi semakin kompleks dan tidak
lagi dapat diselesaikan dengan hanya menggunakan pendekatan satu atau dua disiplin
secara terpisah-pisah. Kompleksitas permasalahan yang muncul di masyarakat
kemudian membuat para ilmuwan sosial dan ilmuwan ilmu alam mulai berkolaborasi
untuk mencari solusi atas permasalahan yang semakin kompleks itu.
Dikaitkan dengan pengertian secara gramatikal, berasal dari bahasa Inggris,
interdisipliner terdiri dari dua kata utama, yaitu “inter” dan discipline”. Inter dapat
diartikan sebagai: (1) ruang yang berbeda, dasar yang berbeda yang melandasi
permasalahan, isu, atau pertanyaan tertentu yang menjadi fokus dua atau lebih disiplin
ilmu; (2) aksi yang diambil berdasarkan pandangan tertentu, sesuatu yang muncul dari
dua atau lebih bidang ilmu yang bertujuan untuk mengintegrasikan pandangan yang
berbeda tersebut; dan (3) hasil dari sebuah proses integrasi, sesuatu yang baru yang
muncul dari hal-hal yang sudah ada, yang berbeda yang terpisah dan berada di luar
batas-batas disiplin ilmu atau yang sifatnya tambahan pada pengetahuan yang sudah
ada. Penelitian interdisipliner digunakan dalam mencari solusi atas suatu masalah
yang sifatnya kompleks, digunakan banyak pendekatan keilmuan (disiplin) yang
kemudian di dalam prosesnya bercampur sedemikian sehingga tidak lagi terlihat
disiplin mana yang memimpin, tapi sudah menjadi satu kesatuan untuk mencapai
tujuan yang sama.
Penelitian interdisipliner mencakup:
1. Proses dialog atau interaksi antara dua atau lebih disiplin ilmu yang berbeda;
2. Adanya tujuan yang sama untuk memecahkan satu masalah, isu atau
pertanyaan berdasarkan fenomena yang baru;
3. Adanya permasalahan atau isu atau pertanyaan penelitian tertentu yang
sifatnya kompleks atau luas;
4. Adanya solusi atas permasalahan yang dihadapi berada jauh di luar lingkup
satu disiplin ilmu;
5. Merupakan sebuah proses menjawab pertanyaan, mencari solusi;
6. Penggunaan pendekatan atau pemahaman atau “insights”
7. Adanya proses integrasi;
8. Merupakan sebuah proses konstruksi perspektif yang lebih komprehensif atas
permasalahan tertentu;
9. Merupakan cara melakukan penelitian (a mode of research);
10. Merupakan penemuan pendekatan atau solusi baru
11. Membutuhkan kemampuan mengintegrasikan pengetahuan dan cara berpikir;
12. Sebuah upaya untuk mengkritisi permasalahan dari sisi disiplin ilmu tertentu
kemudian mengintegrasikannya dengan disiplin lain untuk mencapai
kedalaman pemahaman.

20

Dari definisi-definisi tentang penelitian interdisipliner di atas, dapat secara
risngkas disimpulkan bahwa Interdisipliner adalah sebuah bentuk kajian (studies) atau
penelitian (research) yang melihat satu tema atau topik atau permasalahan tertentu
dengan satu tujuan tertentu dari berbagai macam disiplin ilmu. Adapun tujuan dari
penelitian interdisipliner diantaranya adalah (Julie Thompson Klein, 1990 : 11):
1. Untuk menjawab permasalahan yang kompleks
2. Menggambarkan isu yang sangat luas
3. Mengeksplorasi hubungan antar disiplin ilmu dan hubungan profesional
(antar profesi-profesi)
4. Untuk menyelesaikan masalah yang muncul melebihi ruang lingkup satu
disiplin ilmu
5. Mencapai kesatuan pengetahuan, baik secara terbatas atau dalam skala
besar.
2.6 Kekuatan dan Kelemahan Penelitian Kualitatif
Jika dalam penelitian kuantitatif metode yang digunakan biasanya bentuknya:
eksperimen, survei, wawancara berstruktur dan pengamatan berstruktur, maka dalam
penelitian kualitatif metode yang digunakan adalah: pengamatan terlibat, wawancara
tak berstruktur (terbuka dan mendalam), life history, dokumen dan sebagainya. Untuk
lebih jelasnya perbedaan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif ada baiknya dilihat
dalam tabel berikut :
Tabel 3: Pokok-pokok perbedaan penelitian kuantitatif dan kualitatif
Kuantitatif

o

Kualitatif

Tujuan utama dalam penelitian

o

survei adalah menjelaskan gejala sosial,
menguji teori, membentuk fakta dan
menunjukkan hubungan antar variable.
o

kualitatif adalah memahami (verstehen)
terhadap fenomena sosial, mengembangkan
konsep dengan grounded

Proses yang digunakan bersif