PERKEMBANGAN PENGATURAN PENERBANGAN DI I

PERKEMBANGAN PENGATURAN PENERBANGAN DI INDONESIA
Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah Politik Hukum
Dosen :
Prof. Dr. H Rukmana Amanwinata, S.H., M.H.
Dr. Hernadi Affandi, S.H., L.L.M

Disusun Oleh :
Silvia Handriyanti
110620170045

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJAJARAN
BANDUNG
2017

1

Daftar Isi
Daftar Isi..................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
A.

Latar Belakang........................................................................................................3

B.

Rumusan Masalah..................................................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORITIS..............................................................................7
A. Tinjauan Umum Mengenai Transportasi Udara .................................................. 7
B. Jasa Penerbangan di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009 tentang Penerbangan...................................................................................... 8
C.

Wilayah Kedaulatan Negara............................................................................ 9

D. Hukum Sebagai Alat.......................................................................................10
BAB III PEMBAHASAN.....................................................................................12
A.


Pengaruh Politik Hukum Terhadap Peraturan Menegenai Penerbangan........12

B.

Perraturan

dan

Ketentuan

Mengenai

Penerbangan

Belum

Cukup

Menyelesaikan Masalah Yang Timbul Dalam Kegiatan Penerbanngan.........15

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................................18
B Saran............................................................................................................................18

Daftar Pustaka........................................................................................................20

2

BAB I
PENDAULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kurang lebih
17.508 pulau, 922 pulau diantaranya dihuni secara menetap. Dengan jumlah
penduduk ditaksir sebanyak lebih dari 255 juta jiwa. Sebagian dari pulaupulau di Indonesia terkenal sebagai pulau indah yang biasa dijadikan tempat
wisata seperti pulau Bali, Pulau Belitung, Pulau Pagang, Pulau Lengkuas dan
ada sekitar 50 pulau lainnya yang biasa dijadikan tempat wisata. Pulau
tersebut tidak hanya di datangai oleh berbagai turis mancanegara, melainkan
dengan orang Indonesia sendiri dari pulau yang berbeda untuk menikmati
keindahan pulau di Indonesia.
Untuk menuju pada pulau-pulau tersebut setiap orang dapat

menggunakan jasa transportasi yang disediakan di Indonesia. Di Indoneisa
disediakan 3 jenis transportasi yaitu diantaranya,transportasi darat seperti
kereta api dan bus kendaraan pribadi (mobil dan Motor), transportasi laut
seperti kapal laut dan yang terakhir transportasi udara seperti pesawat terbang.
Sebagaimana halnya di negara-negara berkembang, transportasi di Indonesia
beroperasi dengan tingkat teknologi yang berbeda-beda. Ratusan pesawat
udara bermesin jet produk teknologi tinggi menerbangi jalur penerbangan
dalam negeri yang ratusan jumlahnya. Disamping itu masih ribuan perahu
layar yang mengangkut muatan antar pulau. Juga gerobak barang dan
pikulanmasih melayani kebutuhan transportasi masyarakat pedesaan.1
Untuk menempuh jarak yang cukup jauh dan memakan waktu yang
lama biasanya masyarakat lebih memilih untuk menggunakan jasa
penerbangan. Trayek penerbangan dalam negeri menghubungkan sekitar 60
1 Muchtarudin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi Dan Manajemen Transpotasi, Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2012, hlm 18.

3

kota besar yang tercakup. Dalam jalur penerbangan domestic ada sekitar 80
lokasi bandar udara perintis yang dilayani pula oleh penerbangan perintis

dimulai sejak tahin 1974.2Jasa penerbangan dalam hal ini memiliki peranan
penting untuk menghubungkanribuan pulau di Nusantara. Berdasarkan Pasal 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan:
“Penerbangan adalah suatu kesatuan system yang terdiri atas
pemanfaatan wilayah, udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara,
navigasi perbangan, keselamata dan keamanan, lingkungan hidup, serta
fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.”
Perkembangan jasa perbangan di Indonesia sampai saat ini
berkembang cukup pesat karena trasportasi udara dianggap sebagai alat
trasportasi yang paling efisien dan ekonomis apabila diihat dari sisi waktu
tempuh dan biaya mengingat tujuan penrbangan Berdasarkan Pasal 2 huruf b
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, adalah:3
“memperlacar perpindahan orang dan/atau barang melalui udara
dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka
memperlancar kegiatan perekonomian nasional”
Dari pasal tersebut dinyatakan bahwa tujuan dari penerbangan adalah
unttuk memperlancar perpindahan melalui udara, sehingga beberapa
keuntungan yang dapat diperoleh dari jasa penerbangan antara lain seperti
jangkauan yang cukupluas,waktu tempuh yang cukup singkat, tariff yang
masih dapat dijangkau oleh masyarakat serta keamanan dan kenyamanan yang

diberikan saat berkendara4. Dengan adanya tariff penerbangan cukup murah
yang dapat diperoleh oleh kalangan menengah menjadi salah satu faktor
2 Muchtarudin Siregar, Op.cit, hlm 19.
3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.
4 Febri Dermawan, Sutiarnoto, & Chairul Bariah, Perlindungan Hukum Dan Tanggung Jawab
Terhadap Penumpang Sipil Pada Kecelakaan Pesawat Udara Dalam Lingkup Hukum Internasional,
2013, Volume 1 No.1 Journal Of International Law, hlm 1
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/jil/article/view/1268, terakhir diakses pada tanggal 18 November
2017 pukul 23.27 WIB

4

meningkatnya penggunaan jasa penerbagan. Tariff penerbangan yang cukup
murah biasanya dapat diadapatkan pada agen-agen travel yang dinamakan
Final Call. Ditinjau dari kepentingan perusahaan trasportasi, tariff angkutan
haruslah ditentukan pada suatu tingkat dimana perusahaan yang bersangkutan
dapat berusaha degan menguntungkan. Di lain pihak dari kepentingan
konsumen atau pemaka jasa angutan, tariff angkutan yang ditawarkan kepada
masyarakat haruslah serendah mungkin agar dapat dijangkau oleh semua
golongan yang membutuhkannya.5Dengan adanya tariff penerbangan yang

murah membuat masyarakat Indonesia menjadi lebih mudah untuk
menjalankan perjalannya dengan jasa penerbangan.
. Tetapi dari keuntungan tersebut juga menimbulkan berbagai masalah
dalam kegiatan penerbangan terhadap masyarakatnya. Seperti pada umumnya
yang kita ketahui bahwa ada beberapa masalah penerbangan di Indonesia
seperti misalnya tertundanya keberangkatan (delay), kecelakaan antar pesawat
yang terjadi di udara, dan kejadian tidak terduga lainya yang dapat merugikan
masyarakat sebagai penumpang. Masalah tersebut muncul karena kebutuhan
masyarakat meningkat tetapi hukumnya tidak dapat mengakomodir.Dalam hal
ini suatu produk hukum belum tentu dapat mengakomodir seluruh kebutuhan
manusia jika tidak didampingi oleh manusianya itu sendiri. Sehingga dalam
hal ini tujuan dari penerbangan tersebut menjadi tidak terpenuhi karena
adanya

masalah-masalah

tidak

terduga


yang

terjadi

terhadap

jasa

penerbangan.
Melihat masalah tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji tentang
topik tersebut mengenai “Perkembangan Peraturan Mengenai Penerbangan Di
Indonesia”
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

5 Rahardjo Adisasmita, Dasar-Dasar Ekonomi Transportasi, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hlm 117.

5

1. Bagaimana Pengaruh Politik Hukum Terhadap Peraturan Mengenai

Penerbangan?
2. Apakah peraturan dan ketentuan mengenai penerbangan sudah cukup
menyelesaikan masalah?

6

BAB II
Tinjauan Teoritis Terhadap Hukum Dan Penerbangan
C. Tinjauan Umum Mengenai Transportasi Udara
Transportasi diartikan sebagai kegiatan pemindahan barang dan
manusia dari tempat asal (origin) ke tempat tujuan (destination). Dalam
kergiatan transportasi diperlukan empat komponen, yakni:6
1. Tersedianya muatan yang diangkut;
2. Terdapatnya kendaraan sebagai sarana angkutannya;
3. Adanya jalan yang dapat dilaluinya;
4. Tersedianya terminal.
Transportasi selain memberikan manfaat bagi masyarakat, trasportasi
juga bermnfaat bagi pertumbuhan ekonomi melalui perluasan pasar yang bisa
terbentuk pasar intensif dan pasar ekstensif. Pasar intensif terbentuk karena
lebih banyak yang bisa di angkut dan terjangkau pada biaya yang lebih

rendah. Pasar ekstensif merupakan bertambah luasnya pasar yang dapat
terjangkau dengan perluasan transportasi.7
Pada umumnya dikenal dengan tiga jenis transportasi yaitu
diantaranya adalah:
1. Transportasi Darat, yaitu transportasi yang peruntukanya pada jalur
darat seperti misalnya kereta api, kendaraan pribadi/kendaraan
bermotor, bus, truk dan transportasi lainnya yang berguna untuk
melaksanakan pemindahan barang/orang.
2. Transporasi Air, yaitu transportasi yang peruntuknyan pada jalur
air/laut. Pada umumnya transportasi air ini bergerak di bidang
pelayaran seperti misalnya kapal laut, perahu, kapal selam, kapal
6Ibid, hlm 3.
7 Muchtarudin Siregar, op.cit, hlm 19.

7

pesiar, rakit dan transportasi air lainnya yang berguna untuk
melaksakan pemindahan barang/orang.
3. Transportasi udara, yaitu transportasi yang peruntukannya pada
jalur udara seperti misalnya pesawat udara dan helicopter.

Biasanya jasa transportasi umum disediakan oleh pihak pengankut.
Pihak pengangkut adalah pihak-pihak yang melakukan pengangkutan
terhadap barang dan penumpang (orang)yang mengikatkan diri untuk
meneyelenggarakan pengangkutan baik dengan cara carter menurut
waktu perjalanan.8
D. Jasa Penerbangan di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009 tentang Penerbangan
Jasa pengangkutan udara merupakan jasa angkutan untuk orang
maupun barang yang meliputi pengangkutan melalui jalur udara dan dapat
digunakan untuk kepentingan privat atau pribadi maupun kepentingan umum.9
Dengan adanya transportasi udara maka muncul jasa di bidang
penerbangan yang bertujuan untuk memindahkan barang/orang dari tempat
asalnya ke tempat yang dituju. Jasa penerbangan dalam hal ini memiliki
kelebihan dibandingkan dengan jasa transportasi lainnya dalam kecepatan dan
keluwesan penggunaannya, karena transportsi udara hanya terganggu oleh
hambatan alam seperti gunung meletus. Selain itu transportasi udara juga
dapat menempuh jarak yang jauh atau yang bahkan tidak dapat di tempuh oleh
transportasi lainnya seperti kereta api/kendaraan pribadi hanya saja
transportasi udara ini memiliki keterbatasan daya angkutnya.
8Hasim purba,hukum pengangkutan di laut, Medan : Pustaka Bangsa press, 2005, hlm 135.
9Rustian Kamaluddin, Ekonomi, Transportasi Karakteristik, Teori dan Kebijakan, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2003, hlm.75.

8

Transportasi udara di Indonesia berdasarkan Pasal 7 dan Pasal
8Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan terdiri dari
pesawat udara negara dan pesawat udara sipil. Pesawat udara negara adalah
pesawat udara yang digunakan untuk tentara nasional Indonesia, kepolisian
Indonesia, kepabeanan, dan instansi pemerintah lainnya untuk menjalankan
fungsi dan kewenangan penegakan hukum, serta tugas lainnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.10Sedangkan Pesawat udara sipil adalah
pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga
danbukan niaga.11
Berdasarkan Pasal 16 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009 tentang Penerbangan, kegiatan penerbangan di Indonesia juga meliputi
dua wilayah yaitu:12
1. Penerbangan domestic / dalam negeri, yaitu kegiatan angkutan
udara lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Penerbangan Internasional/ luar negero, yaitu kegiatan udara niaga
untuk melayani angkutan udara dari satu bandar udara di dalam
negeri ke bandar udara lain di luar Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
E. Wilayah Udara dan Kedaulatan Negara
Jasa penerbangan dalam hal ini meliputi mengenai wilayah udara.
Mengikuti perkembangan hukum udara, kususnya di bidang tanggung jawab
hukum pengangkut udara komersial terehadap penumpang, kargo, bagasi, dan
lainnya, perlu didahului oleh suatu penerangan dan pengetahuan tenang
perkembangan kedaulaan negara di ruang udara sejak sebelum Perang Dunia I
sampai saat ini. Kedaulaan negara di ruang udara telah di dorong oleh suatu
kenyaaan bahwa hal-hal yang menyangkut keamanan nasional di bidang ruang
10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.
11Ibid.
12Ibid.

9

udara tidak bisa melepaskan diri dari perkembangan pembangunan
komersial/ekonomi pengangkutan udara dan pengauran lalu lintas di ruang
tersebut.13
Pada dasarnya wilayah atau ruang udara sulit di definisikan. Tetapi
sebagian orang berpendapat bahwa wilayah udara meurupakan wilayah
dimana penerbangan bisa dilakukan dan dikendalikan. Seiring berembangnya
jaman manusia merasa perlu pengaturan mengenai pengendalian di wilayah
udara. Pengaturan mengenai wilayah udara ini dinamakan dengan hukum
udara. Hukum udara (air law) merupakan hukum dan regulasi yang mengatur
penggunaan ruang udara yang bermanfaat bagi penerbangan, kepentingan
umum dan banga-bangsa dunia.14
F. Hukum Sebagai Alat Penunjang Tujuan Penerbangan
Hukum sebagai alat dapat didefinisikan sebagai alat untuk mencapai
tujuan negara. Maksudnya adalah bahwa negara memiliki tujuan yang harus
dicapai dan upaya untuk mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan
hukum sebagai alatnya melali pemberlakuan dan penidakberlakuan hukum
sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan yang dihadapi oleh masyarakat
negara kita.15
Menurut Sunaryati Hartono, Hukum bukanlah sebuah tujuan yang
harus di capai, melainkan jembatan untuk negara mencapau kepada ide yang
dicita-citakan negara. Untuk mencapai cita-cita yang diinginkan negara ini
maka terlebih dahulu harus mengetahui terlebih dahulu masyarakat yang
bagaimana yang dicita-citakan negara. Untuk mencari system hukum yang
bagaimana

yang

dapat

menciptakan

system

hukum

nasional

yang

dikehendaki. Namun politik hukum tidak dapat dilepaskan daripada realita
13 Priyatna Abdurrasyid, Pertumbuhan Tanggung Jawab Hukum Pengangkutan Udara, Jakarta: PT
Fikahati Aneska, 2013, hlm 1
14H.K Martono & Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional, Jakarta: PT.
Raja Grafindo, 2013, hlm 4.
15 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009, Hlm 3.

10

sosial dan tradisional yang terdapat dalam suatu negara. Politik hukum di
Indonesia sendiri tidak dapat dilepaskan dari realita dan politik hukum
internasional.16
Dikaitkan dengan hukum mengenai penerbangan, untuk mencapai
tujuan dari penerbangan itu sendiri menurut E. Suherman pembagian
pengaturan penerbangan dan angkutan udara dibagi atas:17
1. Pengaturan dasar
2. Pengaturan teknis mengenai operasional
3. Pengaturan ekonomis komersial
4. Dan pengaturan mengenai masalah administrative

16 Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Suatu Sistem Hukum Nasional, Bandung: Alumni, 1991,
Hlm 1.
17 E. Suherman, Penerbangan dan Angkuta Udara dan Pengaturannya, Jakatra: Majalah Hukum dan
Penerbangan, 1983, hlm 5.

11

BAB III
Pembahasan
A. Pengaruh Politik Hukum Terhadap Peraturan Mengenai Penerbangan
Jasa penerbangan pada saat ini merupakan salah satu penunjang dalam
kegiatan ekonomi dan pembangunan dalam masyarakat karena dengan
banyaknya peminat yang ingin meggunakan jasa penerbangan saat ini dapat
membantu tercapainya alokasi sumber daya ekonomi secara optimal, selain itu
jasa penerbangan juga dapat menekan kesenjangan antar daerah. Dalam hal ini
tujuan diadakannya jasa penerbagan adalah untuk menmbantu kegiatan
perpindahan manusia atau barang yang jaraknya cukup jauh dan memakan
waktu.
Tetapi, seiring berjalannya waktu timbul masalah-masalah yang dapat
merugikan pihak penyedia jasa penerbangan ataupun penumpang sebagai
konsumen. Dimulai dari masalah kecil seperti keterlambatan penerbangan
hingga masalah besar yang menyangkut nyawa penumpang. Pada dasarnya
berdasarkan

Undang-Undang

Nomor

1

Tahun

2009

Tentang

PenerbanganPenerbangan diselenggarakan dengan tujuan salah satunya adalah
memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara yang
tertib,teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar,dan
menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat.
Perpindahan tempat tersebut dapat dilakukan dari dalam negeri ke dalam
negeri (antar pulau) ataupun dari dalam negeri ke luar negeri (antar negara).
Hal tersebut menimbulkan perbedaan waktu yang menyebabkan perbedaan
waktu yang dituju sehingga dapat menimbulkan keterlambatan.
Yang termasuk dalam keterlambatan berjadwal berdasarkan Peraturan
Mentri Nomor 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan
Penerbangan Pada Badan Usaha angkutan Udara Niaga Berjadwal Indonesia
apabila disebabkan oleh keterlambatan penerbangan, tidak terangkutnya

12

penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara. pembatalan penerbangan.
Dalam hal ini apabila terjadi keterlambatan yang dimaksud diatas maka pihak
penyedia jasa penerbangan harus bertanggung jawab atas kerugian yang di
derita oleh penumpang.
Tanggung jawab yang di berikan oleh pihak penerbangan dalam hal ini
biasanya memberikan ganti rugi berupa makan malan/makan siang,
memberikan sejumlah uang,mencarikan jadwal penerbangan lainnya.
Selain kerugian karena keterlambatan penerbangan, kegiatan penerbangan
juga dapat merugikan penumpangnya karena adanya kecelakaan udara. dalam
hal ini menyangkut nyawa para penumpangnya. Tanggung jawab pihak
penerbangan diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 77
Tahun 2011 tentang Tanggung jawab pengangkutan udara.
Berdasarkan pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan tersebut, pengangkut
yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian
terhadap :
1. Penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka.
2. Hilang atau rusaknya bagasi kabin.
3. Hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat.
4. Hilang, musnah, atau rusaknya kargo.
5. Keterlambatan angkutan udara.
6. Kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.
Berdasaran hal tersebut, jelas bahwa undnag-undnag maupun peraturan/
kebijakan mentri mengenai penerbangan disebabkan dan berkaitan dengan
keselamatan penerbangan. Dalam hal ini dengan dibentuknya segala peraturan
yang berguna mengenai penerbangan dan tanggung jawab transportasi udara,
menunjukan bahwa hukum merupakan suatu alat untuk memenuhi tujuan /
cita-cita yang hendak dibangun oleh negara. Undang-undang tentang
perbangan disini pada dasarnya belum mencakup semua masalah yang terjadi
di Indonesia saat ini sehingga untuk menekan semua masalah yang terjadi
13

maka pemerintah mulai memikirkan segala sesuatu agar tujuan penerbangan
yang sudah disebutkan diatas menjadi tercapai. Salah satunya adalah dengan
cara

menerbitkan

kebijakan-kebijakan

baru

untuk

melengkapi

UU

Penerbangan.
Kebijakan-kebijakan tersebut diciptakan agar kedudukan penumpang dan
pihak penerbangan seimbang , maksudnya dalam hal ini pihak penumpang
yang sudah membayar degan tariff yang cukup mahal untuk menggunakan
jasa transportasi harus mendapatkan keamanan dan kenyamanan sesuai
dengan harga yang di bayarkannya, sedangkan bagi pihak penerbangan yang
sudah menerima pembayaran harus memberikan pelayanan yang baik pada
penumpang untuk menciptakan keamanan, kenyamanan, keselamatan,
keteraturan dalam proses perpindahan orang/ barang terebut.
Kebijakan-kebijakan,

undang-undang,

peraturan-peraturan

yang

menyangkut penerbangan dalam hal ini merupakan suatu produk hukum.
Produk hukum ini berkaitan erat dengan politik hukum pada umumnya. Sri
Soermantri menyatakan bahwa hubungan antara hukum dan politik
diibaratkan perjalanan lokomotif kereta api yang keluar dari relnya. Jika
hukum diibaratkan rel dan politik diibaratkan lokomotif maka sering terlihat
lokomotif itu kerual dari rel yang seharusnya di lalui. Prinsip tersebut
menunjukan bahwa politik dan hukum harus bekerja sama dan saling
menguatkan melalui ungkapan “hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan,
kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman”.18
Dalam hal ini, perauran yang efektif adalah undang-undang yang dapat
merespon keinginan masyarakatnya atau yang disebut sebagai hukum
responsib.19 Dalam hal ini peraturan-peraturan mengenai penerbangan yang
pada saat ini berlaku adalah hasil perubahan dari peraturan-peraturan yang
18 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, Jakarta: Pustaa LP3ES Indonesia, 1998, hlm 13.
19 Artijo Alkstar, Pembangunan Hukum Dalam Prespektif Politik Hukum Nasional, Jakarta: CV
Rajawali, 1986, Hlm 114.

14

sudah tidak berlaku lagi karena kondisi dan kebutuhan penyelenggaraa
penerbangan. seperti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang
Penerbangan yang telah diganti menjadi undang-undang Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan. Sedangkan kebijakan-kebijakan pemerintah lainnya
yakni, PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung jawab pengangkutan udara,
Peraturan Mentri Nomor 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan
Penerbangan Pada Badan Usaha angkutan Udara Niaga Berjadwal Indonesia
selain itu dibentuk juga peraturan pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang
Keselamatan Penerbangan dan lain-lain dibentuk untuk melaksanakan pasalpasal yang tercantum dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan dan juga dibentuk karena pelanggaran-pelanggaran yang terjadi
dalam penerbangan. Sehingga berdasarkan hal tersebut peraturan-peraturan
mengenai penerbangan tersebut pada dasarnya sudah cukup mengakomodir
kebutuhan masyarakat terhadap penerbangan dan dapat menjadi bagi kegiatan
penerbangan dan juga sebagai jembatan memberikan manfaat yang
sebesarbesarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan
pengembangan bagi warga negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan
keamanan negara.
B. Peraturan

dan

Ketentuan

Mengenai

Penerbangan

Belum

Cukup

Menyelesaikan Masalah Yang Timbul Dalam Kegiatan Penerbangan
Menurut pandangan hukum, sebenarnya hukum yang ada sudah cukup
baik dan sudah dapat menjadi jembatan/alat/tools untuk mencapai tujuan
terterntu yaitu keselamatan, keamanan dan kenyamanan para penumpangnya.
Namun pada perkembangannya saat ini hukum saja tidak cukup
mengakomodir mengenai permsalahan pada penerbangan jika tidak
didampingi oleh perilaku masyarakatnya.
Dalam hal ini pada prakteknya masih ada beberapa pelaku usaha
penerbangan yang tidak memberikan ganti rugi yang sudah ditentukan dalam
kebijaksanaan

pemerintah,

seperti
15

halnya

Putusan

Nomor

309/PDT.G/2007/PN.Jkt.Pst, hal tersebut terjadi pada tanggal 16 Agustus
2007, pada saat itu, David sebagai penumpang hendak melakukan perjalanan
ke Surabaya untuk menghadiri persidangan menggunakan Wings Air IW 8985
keberangkatan pukul 08.35 WIB. Setelah sejam menunggu, David diberitahu
petugas bahwa keberangkatan pesawatnya akan terlambat selama 90 menit
karena pesawat masih berada di Yogyakarta. Namun, pegawai kantor tidak
dapat memastikan jadwal tersebut. Ia hanya meminta maaf dan mengatakan
kepada David bahwa keterlambatan adalah hal lumrah dan harus diterima
semua penumpang.Dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa pihak maskapai
harus mengganti rugi kepada pihak maskapai akibat keterlambatan yang
terjadi. 20
Seharusnya pihak bandara/pihak penerbangan memberitahukan adanya
keterlambatan itu 45 Menit sebelum keberangkatan tetapi hal terebut tidak
dilakukan oleh petugas dan membuat para penumpang harus menunggu.
Selain itu, ganti rugi yang di berikan pihak penerbangan pun terkadang
tidak sesuai dengan yang ditentukan. Seperti misalnya keterlambatan lebih
dari 2 jam (240 menit) seharusnya kompensasi yang di berikan adalah uang
sebesar Rp. 300.000,- tetapi pada prakteknya ada sebagian maskapai yang
hanya memberikan makanan berat dan makanan ringan saja. Dan masih ada
beberapa kendala yang terjadi dalam penerbangan seperti misalnya Perlakuan
Diskriminatif Terhadap Penyandang Cacat, Pesawat Tak Sesuai dengan yang
tercantum dalam tiket, Kecelakaan Pesawat disebabkan kelalaian pilot, dan
Bawaan Hilang dari Bagasi Pesawat.
Dengan demikian, penerapan undang-undang pada prakteknya masih
belum dapat dikatakan berhasil padahal tujuan dari diciptakannya UU
penerbangan ini adalah untuk memantapkan ketahanan nasional diperlukan
sistem transportasi nasional yang mendukung pertumbuhan ekonomi,
20 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54d046d9261ac/lima-kasus-maskapai-penerbanganyang-dibawa-ke-pengadilan, Diakses pada tanggal 22 November 2017, Pada pukul 03.20 WIB.

16

pengembangan

wilayah,

mempererat

hubungan

antarbangsa,

dan

memperkukuh kedaulatan Negara. Dengan demikian sebenarnya tujuan dari
dibentuknya hukum mengenai penerbangan tersebut sudah sesuai dengan
kebutuhaan masyarakatnya tetapi masih belum di seimbangi dengan perilaku
masyarakatnya. Hal ini dapat menjadi penghambat tujuan hukum yang hendak
dicapai oleh suatu Negara.

17

BAB IV
Penutup
A. Kesimpulan
Undnag-Undnag maupun peraturan/ kebijakan mentri mengenai
penerbangan disebabkan dan berkaitan dengan keselamatan dalam proses
penerbangan.

Sebagai

produk

hukum,

undang-undang

dan

peraturan/kebijakan mengenai penerbangan tersebut sudah sesuai dengan
kebutuhan masyarakatnya. Dalam hal ini segala peraturan menenai
penerbangan tersebut sudah bisa menjadi jembatan untuk menuju hal yang
dicita-citakan negara berkaitan dengan penerbangan di Indonesia.
Tetapi, pada prakteknya segala aturan tersebut harus didukung juga
dengan perilaku manusianya sendiri. Karena suatu peraturan dapat dikatakan
berhasil apabila masyarakat dapat menaatinya. Dalam hal ini pada prakteknya
masih ada beberapa maskapai yang hanya memenuhi sebagian kewajibannya,
atau bahkan tidak memenuhi kewajibannya sehingga itulah yang dapat
menimbulkan kerugian bagi pihak penumpang dan yang menyebabkan
peraturan seolah-olah tidak mengakomodir kebutuhan masyarakatnya.
B. Saran
Undang-Undang, Peraturan Mentri, dan peraturan lainnya terkait
penerbangan pada umumnya sudah dapat dijadikan alat untuk mencapai
tujuan dari Negara Indonesia yaitu memantapkan ketahanan nasional
diperlukan sistem transportasi nasional yang mendukung pertumbuhan
ekonomi, pengembangan wilayah, mempererat hubungan antarbangsa, dan
memperkukuh kedaulatan Negara. Untuk itu peraturan mengenai penerbangan
harus disesuaikan dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan
kebutuhan penyelenggaraan penerbangan saat ini sehingga perlu diganti
dengan undang-undang yang baru;

18

Untuk membantu Negara mencapai tujuannya maka dibutuhkan
kedaran masyarakat untuk menaati hukumnya dan melaksanakan hukum yang
berlaku agar tidak terjadi pertentangan atau permasalahan yang dapat
merugikan Negara.

19

DAFTAR PUSTAKA
SUMBER BUKU :
Artijo Alkstar, Pembangunan Hukum Dalam Prespektif Politik Hukum Nasional,
Jakarta: CV Rajawali, 1986.
E.Suherman, Penerbangan dan Angkuta Udara dan Pengaturannya, Jakatra: Majalah
Hukum dan Penerbangan, 1983.
Hasim purba,hukum pengangkutan di laut, Medan : Pustaka Bangsa press, 2005.
H.K Martono & Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional,
Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2013.
Muchtarudin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi Dan Manajemen Transpotasi,
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2012.
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, Jakarta: Pustaa LP3ES Indonesia,
1998
Moh. Mahfud MD, (Edisi Revisi) Politik Hukum Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2009.
Priyatna Abdurrasyid, Pertumbuhan Tanggung Jawab Hukum Pengangkutan Udara,
Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2013
Rahardjo Adisasmita, Dasar-Dasar Ekonomi Transportasi, Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010.
Rustian Kamaluddin, Ekonomi, Transportasi Karakteristik, Teori dan Kebijakan,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.
Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Suatu Sistem Hukum Nasional, Bandung:
Alumni, 1991.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Peraturan Mentri 77 Tahun 2011 tentang Tanggung jawab pengangkutan udara.
Peraturan Mentri Nomor 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan
Penerbangan Pada Badan Usaha angkutan Udara Niaga Berjadwal Indonesia.

20

SUMBER LAIN :
Febri Dermawan, Sutiarnoto, & Chairul Bariah, Perlindungan Hukum Dan Tanggung
Jawab Terhadap Penumpang Sipil Pada Kecelakaan Pesawat Udara Dalam
Lingkup Hukum Internasional, 2013, Volume 1 No.1 Journal Of International
Law, hlm 1 https://jurnal.usu.ac.id/index.php/jil/article/view/1268, terakhir
diakses pada tanggal 18 November 2017 pukul 23.27 WIB
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54d046d9261ac/lima-kasus-maskapai-penerbangan-yangdibawa-ke-pengadilan, Diakses pada tanggal 22 November 2017, Pada pukul 03.20 WIB.

21