ZONA EKONOMI EKSLUSIF DI INDONESIA

ZONA EKONOMI EKSLUSIF DI INDONESIA
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Maritim
Dosen: Pater Y. Angwarmasse, SH., MH.

Disusun Oleh:
Nama

: Enrico Pratama

NIM

: 1533.001.080

Kelas

:B

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
JAKARTA
2018


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Berdasarkan unclos 1982 indonesia merupakan Negara kepulauan .Indonesia memiliki laut
yang luas yaitu lebih kurang 5,6 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan
berbagai potensi sumberdaya, terutama perikanan laut yang cukup besar.Indonesia memiliki
wilayah perairan laut yang sangat luas dan kurang terjaga sehingga mudah mendatangkan
ancaman sengketa batas wilayah dengan negara tetangga. Untuk landas kontinen negara Indonesia
berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat di laut sampai dengan kedalaman 200 meter.
Batas laut teritorial sejauh 12 mil dari garis dasar lurus dan perbatasan zona ekonomi ekslusif
(ZEE) sejauh 200 mil dari garis dasar laut.
Hal tersebut tidak terlepas dari semakin meningkatnya aktifitas pelayaran di wilayah perairan
Indonesia, Khususnya di laut territorial. peningkatan intensitas pelayaran, sebagian diantaranya
kapal barang dan penangkap ikan, tidak menutup kemungkinan terjadinya kecelakaan laut. Selain
itu Indonesia masih banyak mengalami sengketa perbatasan dengan Negara tetangga. Untuk itu
diperlukan peraturan yang baku mengenai hukum laut Indonesia khususnya dilaut territorial yang

sering dilalui oleh kapal asing dan banyak menimbulkan konflik yang berkepanjangan dengan
negara tetangga. kurang seriusnya pemerintah dalam meyelesaikan sengketa perbatasan mengenai
laut territorial telah banyak menyebabkan lepasnya wilayah laut territorial dari pangkuan Negara
indonesia. selain itu kurangnya pengawasan terhadap laut territorial diwilayah Indonesia telah
banyak menyebabkan hilangnya kekayaan alam yangterkandung didalamnya terutama potensi
perikanan yang banyak dicuri nelayan asing.Oleh karena itu diperlukan pemahaman mengenai
laut territorial sehingga pengelolaan dan pengawasan terhadap laut territorial benar benar bejalan
optimal.
Laut teritorial atau perairan teritorial (Territorial sea) adalah wilayah kedaulatan suatu negara
pantai selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya; sedangkan bagi suatu negara kepulauan
seperti Indonesia, Jepang, dan Filipina, laut teritorial meliputi pula suatu jalur laut yang
berbatasan dengannya perairan kepulauannya dinamakan perairan internal termasuk dalam laut
teritorial pengertian kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan
tanah di bawahnya dan, kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan menurut ketentuan
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the
Law of the Sea), lebar sabuk perairan pesisir ini dapat diperpanjang paling banyak dua belas mil
laut (22,224 km) dari garis dasar (baseline-sea).Zona Ekonomi Eksklusif didefinisikan sebagai
suatu wilayah laut diluar laut teritorial, dimana negara-negara pantai memiliki kedaulatan atas
semua sumber daya alam didalamnya. Zona ini berada pada 200 mil dari garis pangkal laut
teritorial. Sekiranya lebar laut teritorial 12 mil, maka sebenarnya lebar zona ekonomi eksklusif

adalah 200 mil - 12 mil = 188 mil

1.2.

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah perkembangan ZEE di indonesia ?
2. Bagaimana penentuan batas luar dan lebarnya ZEE ?

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkembangan ZEE di Indonesia
Pada tanggal 28 September 1945 Presiden Amerika Seriakt “Harry S. Truman” telah mengeluarkan
suatu proklamasi No. 2667, ‘Policy of the United States with respect to the Natural Resources of the
Subsoil and Seabed of the Continental Shelf”.
Dengan proklamasi Presiden Truman tahun 1945 di atas dimulailah suatu perkembangan
dalam hukum Laut yakni pengertian geologi “continental shelf” atau daratan kontinen. Tindakan
Presiden Amerika serikat ini bertujuan mencadangkan kekayaan alam pada dasar laut dan tanah
dibawahnya yang berbatasan dengan pantai Amerika Serikat untuk kepentingan rakyat dan bangsa
Amerika Serikat, terutama kekayaan mineral khususnya minyak dan gas bumi. Hal tersebut sesuai

dengan isi dari proklamasi tersebut yang pada pokoknya adalah : Sudah selayaknya tindakan demikian
diambil oleh negara pantai karena “continental shelf” dapat dianggap sebagai kelanjutan alamiah
daripada wilayah daratan dan bagaimanapun juga usaha-usaha untuk mengelola kekayaan alam yang
terdapat didalamnya memerlukan kerjasama dan perlindungan dari pantai. Dengan demikian maka
demi keamanan penguasaaan sember daya alam yang terdapat dari dalam continental shelf,
seyogyanya kekuasaan untuk mengaturnya ada pada negara pantai yang berbatasan dengan daratan
yang bersangkutan”.
Tindakan sepihak Amerika Serikat mengenai landas Kontinen dan perikanan sebagaimana
disebutkan di atas, berpengaruh terhadap perkembangan rezim hukum ZEE 200 mil tersebut. Hal ini
terbukti bahwa negara-negara Amerika Latin dalam mengajukan tuntutan mereka telah
mengemukakan beberapa argumentasi yang bertujuan untuk melindungi sumber-sumber kekayaan
alam yang banyak terdapat diperairan sejauh 200 mil, termasuk dasar laut dan tanah di abwahnya.
Argentina menunjukkan teori“Epi Continental Sea”, kemudian Ekuador, Chili dan Peru
mengemukakan teori “Bloma”, yang selanjutnya diikuti oleh negaranegara Amerika Latin lainnya,
yakni Meksiko (1946), Honduras (1950), Costa Rica (1950), El Salvador (1950).Sebagai tindak lanjut
dari tuntutan negara-negara Amerika Latin maka pada tahun 1952 lahirlah suatu deklarasi baru yakni
“Deklarasi Santiago” yang ditandatangani oleh Negara-Negara : Chili, Ekuador dan Peru: sebagai
motivasi utama tuntutan ketiga Negara peserta deklarasi Santiago ini adalah pelaksanaan jurisdiksi
ekslusif terhadap sumber-sumber kekayaan alam (daya hayati maupun non hayati) yang terdapat
diperairannya yang sejauh 200 mil laut. Sumber-sumber mana sangat bermanfaat bagi pelaksanaan

pembangunan di negara-negara peserta deklarasi tersebut.
Selanjutnya Winston C.E. menjelaskan bahwa dalam lingkaran sejauh 200 mil itu hak-hak lintas
damai (innocent passage) tidak terganggu (inoffensive) dan tetap diakui sebagaimana mestinya.
Sehubungan dengan klaim beberapa negara mengenai ZEE 200 mil laut ini, PBB telah
menyelenggarakan Konferensi Hukum Laut (UNCLOS) 1 tahun 1958 UNCLOS II tahun 1960 di
Jenewa, terutama bertujuan untuk menetapkan lebar laut wilayah, namun usaha PBB tersebut ternyata
gagal. Kegagalan ini mengakibatkan meluasnya praktek Negara-negara dalam mengklaim kedaulatan
mereka di laut yang berbatasan dengan pantainya. Termasuk klaim yurisdiksi 200 mil. Klaim-klaim
ini berkembang (meluas) sekitar tahun 1960-1970, terutama yang mengklaim jurisdiksi 200 mil dan
tidak terbatas hanay pada Nnegara-negara Amerika Latin saja, melainkan juga meluas sampai pada
negara-negara asia Afrika. Menurut Winston C.E., walaupun Negara-negara seperti Benin, Brazilia,
Ekuador, Guinea, panama, Peru, Siera Leone dan Somalia tetap mengklaim jurisdiksi 200 mil laut
sebagai laut wilayah, negara-negara seperti: Argentina, Bangladesh, Chili, Costa Rica, El Salvador,
Guatemala, Honduras, India, Iceland, Meksiko, Nicaragua, Uruguay dan Amerika serikat mengajukan
klaim mereka yang sejalan dan selaras dengan tuntunan yang telah diajukan oleh Negara-negara
peserta deklarasi Santiago tahun 1952 (Chili, Ekuador, Peru). Perlu dijelaskan dalam studi ini bahwa
dalam perkembangannya, delegasi Kenya secara resmi telah mengajukan usul draft article yang
mengatur tentang ZEE dalam persidangan Seabed Committee 18 Agustus 1972, yang selanjutnya
dimasukkan dalam List of Subjects and Issues dan dibahas dalam UNCLOS III 1974.
Ternyata diantara negara-negara yang mengklaim yurisdiksi laut 200 mil tersebut mempunyai

pendapat-pendapat yang berbeda tentang apa yang telah dideklarasikan sebelumnya. Hal ini terbukti

dengan terjadinya perdebatan sengit diantara negara-negara peserta UNCLOS III, masing-masing
negara dengan gigih mempertahankan kepentingannya yang menjadi latar belakang klaimnya itu.
Perdebatan dimaksud merupakan bagian laut bebas, ataukah memiliki rezimhukum spesifik.
Dalam hal ini negara-negara maritim yang kuat, seperti Amerika Serikat, Uni Soviet, Inggris, Jepang
dan Jerman Barat bersitegang dengan pendapatnya bahwa ZEE 200 mil harus merupakan laut bebas
dengan ketentuan :
1.
Negara-negara pantai diberi wewenang tertentu kekayaan alamnya.
2.
Kebebasan lautan, termasuk kebebasan menggunakannya untuk kepentingan militer, tetap
terjamin bagi semua bangsa.
Sedangkan Negara-negara pantai terutama negara-negara yang tergabung dalam kelompok 77
dengan gigih pula tetap mempertahankan pendapatnya bahwa konsep ZEE merupakan suara konsepsi
suigeneris yang memiliki rezim khusus mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban negaranya.
Dengan demikian negara-negara yang tergabung dalam kelompok 77 dengan tetap menentang
dipertahankannya status laut bebas bagi ZEE, walaupun mengakui beberapa kebebasan dilaut lepas
dengan ketentuan bahwa hak-hak tersebut harus diperinci secara jelas dan tegas.
Menurut Hasjim Djalal dalam bukunya “Perjuangan Indonesia dibidang Hukum Laut”. Meyatakan

bahwa, negara-negara tak berpantai (landlocked States) dan negar-negara secara geografis tidak
beruntung (geographically disadvantaged States) menuntut hak-hak yang sama dengan negara-negara
pantai, tidak saja dibidang perikanan tetapi juga terhadap sumber-sumber kekayaan laut lainnya di
dasar laut.Namun negara-negara pantai hanya bersedia memberikan surplus perikanan yang tidak
dapat diambil oleh
negara-negara pantai, dalam hal ini negara-negara yang
tergolong landlocked dan geographically disanvantage yang mendasarkan tuntutan mereka atas dasar
prinsip “common heritage of mankind”yang mengklaim hak yang sama dengan negara-negara pantai
untuk mengambil kekayaan alam di ZEE tersebut. Sebagai ilustrasi disini, negara-negara tak berpantai
dan secara geografis tidak beruntung misalnya Singapura, Nepal, dan Zambia, sedangkan ketiga
lainnya yang termasuk dalam ketegori “distant”.
Penyelesaian yang selalu menjadi tujuan hukum pada akhirnya perbedaan dan pertentangan pendapat
yang pada mulanya tegang itu, dengan jalan perundingan dan mufakat kemudian dapat dipertemukan,
sehingga perjuangan mengenai rezim hukum ZEE 200 mil akhirnay dapat dirumuskan, kepentingan
semua pihak dapat dapat ditampung tanpa saling merugikan. ZEE 200 mil dengan demikian tidak
dikualifikasikan sebagai laut bebas dan tidak pula sebagai laut wilayah, namun sebagai suatu rezim
sul generis, yang diartikan ZEE mempunyai ketentuan hukum sendiri.
Kemudian setelah mengalami amandemen-amandemen dalam Informal Single Negotiating Text
(INST) dan Revised Singel Negotiating Text (RSNT), ketentuan-ketentuan mengenai ZEE 200 mil
dimuat dalam pasal 55-75 Bab V Informal Composite Negotiating Text. (ICNT). Menlu RI Mochtar

Kusumaatmadja, dalam penjelasannya mengenai Pengumuman Pemerintah tentang ZEE Indonesia
pada tanggal 21 Maret 1980, telah menegaskan bahwa walaupun ketentuan-ketentuan tentang ZEE
dalam bab V ICNT ini belum berhasil diresmikan menjadi suatu konvensi Hukum Laut Internasional,
dengan makin banyaknya negara-negara yang mengumumkan ZEE 200 mil, maka rezim itu melalui
proses pembentukan hukum kebiasaan internasional, dewasa ini telah menjadi Hukum Laut
Internasional yang abru, Konvensi Hukum laut III ini telah ditandatangani di Montego Bay, Jamaika
tanggal 10 Desember 1982.

2.2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

zona ekonomi ekslusif adalah pengaturan baru yang ditetapkan oleh konvensi hukum laut 1982.
Sebelum perang dunia ke II dikenal beberapa perjanjian internasional yang mengatur batas-batas
perairan antara negara seperti perjanjian perbatasan Norwegia-swedia tahun 1909 dan perjanjian
perbatasan Inggris-Venezuela 1942 tentang perbatasan di teluk paria antara Trinidad dan Amerika
Selatan.Kemudian proklamasi Presiden Truman tanggal 28 September 1945 membuka lembaran baru
bagi negara-negara untuk melakukan klaim atas laut territorial , landas kontinen, zona keamanan dan
zona perikanan. Diantara negara-negara tersebut tercatat negara-negara Latin Amerika yang
mengadakan klaim 200 mil laut territorial, yaitu negara-negara Peru, Equador, Chili, Panama dan
Brazil. Negara-negara lain ingin mengadakan zona ekonomi eksklusif atau zona sumber-sumber
kekayaan alam seluas 200 mil, dimana pada zona tersebut negara-negara pantai mempunyai hak

kedaulatan atas sumber-sumber yang dapat diperbaharui dari dasar laut dan perairan di atasnya.
Kelompok negara-negara ini ialah Colombia, Mexico, Venezuela dan negara-negara Karibi
lainya. Zona ekonomi ini disebut juga sebagai Patrimonial sea kelompok negara-negara ini
mengadakan konperensi tentang masalah lautan di santo Domingo tahun 1972 dimana mereka
mengkoordinir kebijaksanaan tentang zona sumber-sumber kekayaan alam dan menghasilkan
Deklarasi Santo Domingo, yang kemudian diserahkan kepada Komite Dasar Laut PBB (United
Nations Seabed Committee).Di samping itu terdapat pula negara-negara yang menginginkan tepian
kontinennya memanjang diluar 200 mil. Dalam kelompok ini termasuk India, Norwegia, Argentina,
Australia, Canada, Brazil dan New Zealand. Disini terlihat keinginan negara-negara pantai untuk
secara unilateral mengadakan berbagai macam klaim melalui perundang-undangan nasional atas laut
teritorial dan zona maritim lainnya semakin bertambah banyak. Sebelum tahun 1970 sebanyak 34
negara-negara pantai mengadakan klaim 3 mil laut teritorial dan 47 lainnya melakukan klaim seluas
12 mil. Menjelang Juni 1974 sebanyak 54 negara mengadakan klaim 12 mil, dan 9 negara melakukan
klaim atas 200 mil laut teritorial. Hal-hal tersebut diatas menunjukkan bahwa perubahan-perubahan di
bidang politik, ekonomi, dan teknologi dari negara-negara pantai dan maritim perwujudannya tidak
mungkin lagi ditampung oleh landasan Konvensi-konvensi Jenewa 1958.
Perkembangan zona ekonomi eksklusif (exclusive economic zone) mencerminkan kebiasaan
internasional (international customs) yang diterima menjadi hukum kebiasaan internasional
(customary international law) karena sudah terpenuhi dua syarat penting, yaitu praktik negara-negara
(state practice) dan opinio juris sive necessitatis. Zona ekonomi eksklusif bagi negara berkembang

seperti Indonesia adalah vital karena di dalamnya terdapat kekayaan sumber daya alam hayati dan
nonhayati, sehingga mempuyai peranan sangat penting bagi pembangunan ekonomi bangsa dan
Negara.Zona ekonomi eksklusif adalah daerah di luar dan berdamping dengan laut territorial yang
tunduk pada rejim hukum khusus di mana terdapat hak-hak dan jurisdiksi Negara pantai, hak dan
kebebasan Negara lain yang diatur oleh Konvensi[26] sedangkan dalam undang-undang No 5 Tahun
1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif disebutkan bahwa Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah

jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan
undangundang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut,tanah di bawahnya
dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah
Indonesia.
Lebar zona ekonomi eksklusif bagi setiap Negara pantai adalah 200 mil sebagaimana ditegaskan oleh
Pasal 57 Konvensi yang berbunyi Zona Ekonomi Eksklusif tidak boleh melebihi 200 mil laut dari
garis pangkal darimana lebat laut territorial di ukur. Indonesia merupakan negara pantai mempunyai
hak-hak, jurisdiksi, dan kewajiban di zona ekonomi eksklusif karena sudah terikat oleh Konvensi
Hukum Laut 1985 dengan UU No. 17/1985. Hak-hak, jurisdiksi, dan kewajiban Indonesia pada
Konvensi tersebut sudah ditentukan oleh Pasal 56 yang berbunyi sebagai berikut :
1. Dalam zona ekonomi eksklusif, negara pantai mempunyai

a) Hak-hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan

sumber kekayayaan alam, baik hayati maupun non hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari
dasar laut dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi
ekonomi eksklusif zona tersebut, seperti produksi energy dari air, arus dan angin
b) Yurisdiksi sebagaimana ditentukan dalam ketentuan yang relevan konvensi ini berkenaan
dengan :
- Pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan
- Riset ilmiah kelautan
- Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut
- Hak dan kewajiban lain sebagaimana ditentukan dalam konvensi ini
2. Didalam melaksanakan hak-hak dan memenuhi kewajiban berdasarkan konvensi ini dalam zona
ekonomi eksklusif, negara pantai harus memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dan kewajiban
negara lain dan harus bertindak dengan suatu cara sesuai dengan ketentuan konvensi ini.
3. Hak-hak yang tercantum dalam pasal ini berkenaan dengan dasar laut dan tanah dibawahnya harus
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan bab VI.
Di zona ekonomi eksklusif setiap Negara pantai seperti Indonesia ini mempunyai hak
berdaulat untuk tujuan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan mengelola sumber daya alam baik
hayati maupun nonhayati di perairannya, dasar laut dan tanah di bawahnya serta untuk keperluan
ekonomi di zona tersebut seperti produksi energi dari air, arus, dan angin. Sedangkan jurisdiksi
Indonesia di zona itu adalah jurisdiksi membuat dan menggunakan pulau buatan, instalasi, dan
bangunan, riset ilmiah kelautan, perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Dalam melaksanakan
hak berdaulat dan jurisdiksinya di zona ekonomi eksklusif itu, Indonesia harus memperhatikan hak
dan kewajiban Negara lain. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah kewajiban menetapkan batasbatas zona ekonomi eksklusif Indonesia dengan negara tetangga berdasarkan perjanjian, pembuatan
peta dan koordinat geografis serta menyampaikan salinannya ke Sekretaris Jenderal PBB.
Hak dan kewajiban negara lain di zona ekonomi eksklusif diatur oleh Pasal 58 Konvensi Hukum Laut
1982, yaitu sebagai berikut:
1. Di zona ekonomi eksklusif, semua negara, baik negara berpantai atau tak berpantai, menikmati,
dengan tunduk pada ketentuan yang relevan konvensi ini, kebebasan-kebebasan pelayaran dan
penerbangan, serta kebebasan meletakkan kebel dan pipa bawah laut yang disebutkan dalam pasal 87
dan penggunaan laut yang berkaitan dengan pengoperasian kapal, pesawat udara, dan kebel serta pipa
di bawah laut, dan sejalan dengan ketentuan-ketentuan lain konvensi ini.
2. Pasal 88 sampai pasal 115 dan ketentuan hukum internasional lain yang berlaku diterapkan bagi
zona ekonomi eksklusif sepanjang tidak bertentangan dengan bab ini.
3. Dalam melaksanakan hak-hak memenuhi kewajiban berdasarkan konvensi ini dizona ekonomi
eksklusif, negara-negara harus memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dan kewajiban negara


pantai dan harus mentaati peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh negara pantai sesuai
dengan ketentuan konvensi ini dan peraturan hukum internasional sepanjang ketentuan tersebut tidak
bertentangan dengan ketentuan bab ini.
Di zona ekonomi eksklusif Indonesia, semua Negara baik Negara pantai maupun tidak
berpantai mempunyai hak kebebasan pelayaran dan penerbangan, kebebasan memasang kabel dan
pipa bawah laut dan penggunaan sah lainnya menurut hukum internasional dan Konvensi Hukum Laut
1982. Dalam melaksanakan hak-hak dan kebebasan tersebut, Negara lain harus menghormati
peraturan perundang-undangan Indonesia sebagai negara pantai yang mempunyai zona ekonomi
eksklusif tersebut Negara pantai dapat menegakan peraturan perundang-undangannya sebagaimana di
cantumkan dalam pasal 73 yaitu:
1. Negara pantai dapat, dalam melaksanakan hak berdaulatnya untuk melakukan eksplorasi,
eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif
mengambil tindakan demikian, termasuk menaiki kapal, memeriksa, menangkap dan melakukan
proses peradilan, sebagaimana diperlukan untuk menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan
yang ditetapkannya sesuai dengan ketentuan konvensi ini.
2. Kapal-kapal yang ditangkap dan awaknya kapalnya harus segera dibebaskan setelah diberikan suatu
uang jaminan yang layak atau bentuk jaminan lainya
3. Hukuman negara pantai yang dijatuhkan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan
perikanan di zona ekonomi eksklusif tidak boleh mencakup pengurungan, jika tidak ada perjanjian
sebaliknya antara negara-negara yang bersangkutan, atau setiap bentuk hukuman badan lainya
4. Dalam hal penangkapan atau penahanan kapal asing negara pantai harus segera memberitahukan
kepada negara bendera, melalui saluran yang tepat, mengenai tindakan yang diambil dan mengenai
setiap hukuman yang kemudian dijatuhkan
Aparatur penegak hukum di bidang penyidikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah
Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut yang ditunjuk oleh Panglima Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia. Pengadilan yang berwenang mengadili pelanggaran terhadap ketentuan undangundang ini adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi pelabuhan dimana dilakukan
penahanan terhadap kapal dan/atau orang-orang.
d. Pengaruh dan praktek perundang-undangan di Indonesia
Indonesia sudah mengadopsi ketentuan zona ekonomi eksklusif sebagaimana yang terdapat
dalam Pasal 55-75 Konvensi Hukum Laut 1982. Ketentuan tersebut terdapat dalam implementing
legislation, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,
serta kewajiban-kewajiban yang sudah dilakukan oleh Indonesia yaitu: Undang-Undang No 6 Tahun
1996 tentang Perairan Indonesia, Undang-Undang 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, UndangUndang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Hayati dan Ekosistemnya, UndangUndang 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1984 tentang
Penggunaan Sumber Daya Alam di Zona Ekonomi Eksklusif. Namun Indonesia belum menetapkan
batas terluar ZEE Indonesia dalam suatu peta yang disertai koordinat dari titik - titiknya dan belum
melakukan perjanjian bilateral mengenai zona ekonomi eksklusif dengan negara tetangga seperti:
India, Thailand, Malaysia, Vietnam, Fhilipina, Papau, Papua Nugini dan Timor Leste.
2.3 Batas luar dan Lebarnya zona ekonomi eksklusif
Angka yang dikemukakan mengenai lebarnya zona ekonomi eksklusif adalah 200 mil atau
370,4 km. kelihatannya angka ini tidak menimbulkan kesukaran dan dapat diterima oleh negaranegara berkembang dan negara-negara maju.semenjak dikemukakannya gagasan zona ekonomi,
angka 200 mil dari garis pangkal sudah menjadi pegangan.sekiranya lebar laut wilayah 12 mil sudah
diterima, seperti kenyataannya sekarang ini, sebenarnya lebar zona ekonomi eksklusif adalah 200-12
= 188 mil. Sebagaimana telah dikemukakan hak-hak negara pantai atas kedua laut tersebut berbeda
yaitu kedaulatan penuh atas laut wilayah(teritorial) dan hak-hak berdaulat atas zona ekonomi untuk
tujuan eksploitasi sumber kekayaan yang terdapat di daerah laut tersebut.

Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut territorial. Zona batas luas tidak boleh melebihi
kelautan 200 mil dari garis dasar dimana luas pantai territorial telah ditentukan. Kata-kata dalam
ketentuan ini menyarankan bahwa 200 mil adalah batas maksimum dari ZEE, sehingga jika ada suatu
negara pantai yang menginginkan wilayahnya ZEE-nya kurang dari itu, negara itu dapat
mengajukannya. Di banyak daerah tentu saja negara-negara pantai tidak akan memilih mengurangi
wilayah ZEEnya kurang dari 200 mil, karena kehadiran wilayah ZEE negara tetangga. Kemudian
timbul pertanyaan mengapa luas 200 mil menjadi pilihan maksimum untuk ZEE. Alasannya adalah
berdasarkan sejarah dan politik : 200 mil tidak memiliki geographis umum, ekologis dan biologis
nyata. Pada awal UNCLOS zona yang paling banyak di klaim oleh negara pantai adalah 200 mil,
diklaim negara-negara amerika latin dan Afrika. Lalu untuk mempermudah persetujuan penentuan
batas luar ZEE maka dipilihlah figur yang paling banyak mewakili klaim yang telah ada. Tetapi tetap
mengapa batas 200 mil dipilih sebagai batas luar jadi pertanyaan.
Menurut Prof. Hollick, figure 200 mil dipilih karena suatu ketidaksengajaan, dimulai oleh negara
Chili. Awalnya negara Chili mengaku termotifasi pada keinginan untuk melindungi operasi paus lepas
pantainya. Industri paus hanya menginginkan zona seluas 50 mil, tapi disarankan bahwa sebuah
contoh diperlukan. Dan contoh yang paling menjanjikan muncul dalam perlindungan zona adalah
diadopsi dari Deklarasi Panama 1939. Zona ini telah disalahpahami secara luas bahwa luasnya adalah
200 mil, padahal faktanya luasnya beranekaragam dan tidak lebih dari 300 mil.
2.4 PUTUSAN NOMOR 03/PID.SUS.P/2012/PN.MDN
Terdakwa dalam hal ini sebagai pelaku tindak pidana harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya dengan pidana denda sebesar 3 ( tiga ) miliar rupiah dan perampasan kapal KM.
Khanomcun-2 GT.80 berbendera Thailand beserta isinya, namun tidak menjalani pidana penjara
karena tempat kejadian perkara di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ( ZEEI ) sebagaimana diatur
dalam Pasal 102 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan mengatakan “ Ketentuan tentang pidana penjara dalam
Undang-Undang ini tidak berlaku bagi tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di wilayah
pengelolaan perikanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b,
kecuali telah ada perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Negara yang bersangkutan.
Sanksi yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada Terdakwa dalam kasus ini sudah tepat yaitu pemberian
tindakan hukum denda sebesar Rp. 3.000.000.000,- ( tiga miliar rupiah ) dan perampasan kapal ikan
KM. Khanomcun-2 GT.80 berbendera Thailand beserta isinya. Putusan yang ditetapkan oleh hakim
terhadap kasus pencurian ikan (illegal fishing) di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ( ZEEI )
perairan Selat Malaka Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia ( WPP-RI ) sudah
menerapkan penjatuhan pidana denda dan perampasan kapal ikan KM. Khanomcun-2 GT.80
berbendera Thailand beserta isinya tanpa pidana penjara ( hukuman badan ) sebagaimana diatur dalam
Pasal 102 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan. Hakim sudah merealisasikan ketentuan pasal 93 ayat (2) UndangUndang Nomor 45 Tahun

BAB III
ANALISA

Analisis Hukum terhadap tindak pidana pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
Wilayah

Pengelolaan

Perikanan

Republik

Indonesia

dalam

putusan

nomor:

03/Pid.Sus.P/2012/PN.Mdn. adalah sebagai berikut:
1.Putusan Majelis Hakim dalam menjatuhkan vonis perkara Nomor 03/Pid.Sus.P/2012/PN. Mdn
dengan pidana denda dan perampasan kapal beserta isinya telah diterapkan tanpa menjatuhkan pidana
penjara terhadap Terdakwa. Pasal 93 ayat (2) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan adalah dasar hukum yang
diberikan kepada Terdakwa yang berbunyi “Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan
kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan ikan di ZEEI yang tidak memiliki
SIPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 20.000.000.000,- (dua puluh milyar rupiah). Majelis
Hakim dalam perkara ini telah menjatuhkan vonis yaitu pidana denda sebesar Rp. 3.000.000.000, (tiga
milyar rupiah) serta kapal dan segala isinya dirampas untuk Negara, kecuali alat tangkap ikan trawl
dirampas untuk dimusnahkan.Vonis ini sudah tepat mengingat kapal dan isinya sangat mahal yang
bisa membuat nelayan asing semakin takut untuk melakukan pencurian ikan di perairan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.
2. Kerugian Negara akibat pencurian ikan ( illegal fishing ) oleh nelayan asing di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) mencapai 30 triliun rupiah setiap tahun. Melihat
besarnya kerugian Negara akibat pencurian ikan oleh nelayanasing membuat kita terperangah seolaholah Pe merintah tidak mau mengurus laut yang masuk Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik
Indonesia. Di samping itu polisi sebagai penegak hukum tidak ikut dilibatkan dalam penegakan
hukum di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ( ZEEI)

BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Zona Ekonomi Eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai, yang mana
dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan
berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun
melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak.
Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk

memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk
UNCLOS III.Ketentuan utama dalam Konvensi Hukum Laut yang berkaitan dengan ZEE terdapat
dalam bagian ke-5 konvensi tersebut.Sekitar tahun 1976 ide dari ZEE diterima dengan antusias oleh
sebagian besar anggota UNCLOS, mereka telah secara universal mengakui adanya ZEE tanpa perlu
menunggu UNCLOS untuk mengakhiri atau memaksakan konvensi. Penetapan universal wilayah
ZEE seluas 200 mil laut akan memberikan setidaknya 36% dari seluruh total area laut. Walaupun ini
porsi yang relatif kecil, di dalam area 200 mil laut yang diberikan menampilkan sekitar 90% dari
seluruh simpanan ikan komersial, 87% dari simpanan minyak dunia, dan 10% simpanan mangan.
Lebih jauhnya, sebuah porsi besar dari penelitian scientific kelautan mengambil tempat di jarak 200
mil laut dari pantai, dan hampir seluruh dari rute utama perkapalan di dunia melalui ZEE negara
pantai lain untuk mencapai tujuannya.

4.2. DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/pengertian-zona-ekonomi-eksklusif
http://mutiasari2.blogspot.com/2015/03/makalah-hukum-laut-internasional.html
http://iinfebri18.blogspot.com/2016/08/makalah-zona-ekonomi-eksklusif-zee.html