PENDEKATAN DALAM PENGKAJIAN SEJARAH dalam

PENDEKATAN DALAM PENGKAJIAN SEJARAH

Makalah Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendekatan Dalam Pengkajian Islam
Dosen Pengampu : Prof. Dr.Siswanto Masruri
oleh
Adtman A. Hasan
Dwi Ahmad Yasir

17204020001
17204020006

PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018

KATA PENGANTAR

‫بسم اه الرمن الرحيم‬

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hambanya dari kesulitan
mengerjakan makalah ini. Tanpa sentuhan tangan darinya mustahil kiranya
penulis dapat menyelesaikan tulisan makalah ini dengan baik.
Makalah ini disusun agar dapat memberikan manfaat kepada khalayak luas
dan dapat memperluas wawasan tentang sejarah islam dalam penyusunan makalah
ini terdapat berbagai rintangan baik datang dari penyusun maupun datang dari
luar. Namun dengan pertolongan Allah SWT akhirnya dapat diselesaikan.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita. Walaupun makalah
ini terdapat banyak sekali kekurangan dalam penyusunan dan penulis sadar bahwa
masih banyak yang perlu diperbaiki teradap kekurangan makalah ini. Penyusun
mohon untuk saran dan kritikannya.

Yogyakarta,

Maret 2018

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................

DAFTAR ISI ..............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................
B. Rumusan Masalah ..........................................................................
BAB II PEMBAASAN
A. Perkembangan dan Definisi Politik ................................................
B. Perspektif Islam Terhadap Politik ..................................................
C. Pemikiran Politik Islam ..................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................
B. Saran ...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah dalam arti luas, akan melibatkan beberapa pengertian dasar
mengenai makna atau arti sejarah itu sendiri. Sejarah sebagai suatu realita
peristiwa, kejadian yang berkaitan dengan perilaku dan pengalaman hidup
manusia di masa lampau, adalah sebuah realita yang obyektif, artinya

merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi apa adanya. Tetapi ketika
peristiwa atau kejadian itu tidak di teliti, dikupas, dan diterjemahkan oleh
seseorang peneliti, terutama sejarawan, maka realitas peristiwa itu tidak lagi
memiliki arti yang utuh, melainkan akan berubah menjadi satu “Fakta” yang
makna atau artinya akan sangat bergantung kepada interpretasi-interpretasi
yang diberikan oleh si peniliti.1
Sejarah islam merupakan salah satu bidang studi islam yang banyak
menarik perhatian para peneliti baik dari kalangan sarjana muslim maupun
non muslim, karena banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian
tersebut. Bagi umat islam, memepelajari sejara islam selain akan memberi
kebanggaan juga sekaligus peringatan agar berhati-hati. Dengan mengetahui
bahwa ummat islam dalam sejarah pernah mengalami kemajuan dalam segala
bidang selama berates-ratus tahun misalnya, akan memeberikan rasa bangga
dan percaya diri menajadi orang islam. Demikian pula dengan mengetahui
bahwa ummat islam juga mengalami kemunduran, penjajahan dan
1

Basri MS, Metodologi Penelitian Sejarah (Pendekatan, Teori, dan Praktek), ( Jakarta:
Restu Agung, 2006) hlm. 6.


keterbelakangan, akan menyadarkan ummat islam untuk memperbaiki kedaan
dirinya dan tampil untuk berjuang mencapai kemajuan.
Sementara itu bagi peneliti barat, mempelajari sejarah islam ditujukan
untuk pengembangan ilmu, juga terkadang dimaksudkan untuk mencari-cari
kelemahan dan kekurangan ummat islam agar dapat dijajah dan sebagainya.
Disadari atau tidak, bahwa selama ini informasi mengenai sejarah islam
banyak berasal dari hasil penelitian para sarjana barat. Hal ini terjadi, karena
selain masyarakat barat memiliki etos keilmuan yang tinggi juga didukung
oleh dana dan kemauan politik yang kuat dari para pemimpinnya. Sementara
dari kalangan para peneliti Muslim Nampak disamping etos keilmuannya
rendah, juga belum didukung oleh keahlian dibidang penelitian yang memadai
serta dana dan dukungan politik dari pemerintah yang kondusif.
Dari

keadaan

itulah,

maka


banyak

masalah-masalah

sosial

kemasyarakatan dan produk-produk hokum yang dipelajari diberbagai
lembaga pendidikan, dengan tidak disertai oleh pengetahuan sejarah yang
cukup. Dengan demikian sering berbagai masalah sosial dan hukum serta
pemikiran islam lainnya dipahami lepas dari konteksnya, sehingga
kemampuan untuk mengaitkannya dengan masalah-masalah yang muncul di
masyarakat menjadi tidak terjangkau.2
Dilihat dari sudut metodologi atau pendekatan, saat ini para peneliti
sejarah sudah mulai banyak yang menggunakan beberapa metode dan
2

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Cet ke-3 (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
1999) hlm. 313-314.

pendekatan. Sebab, satu metode dan sebuah pendekatan tersebut masingmasing akan dikaji berbagai sub aspek. Misalnya aspek politik, akan dikupas

sistem politik, struktur politik, sistem pemerintahan, unsur-unsur kekuatan
politik, pemilihan umum, perkembangan pemerintahan, kemajuan, dan
kemunduran serta sebab-sebab kemunduran, dan lain-lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari sejarah ?
2. Apakah yang dimaksud dengan Pendekatan Historis ?
3. Apa tujuan dan guna mempelajari studi sejarah ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Sejarah (History)
Kata “sejarah” berasal dari bahasa Arab “Syajarah” yang mempunyai
arti “pohon” (kehidupan). Sedangkan didalam buku lain dijelaskan bahwa
istilah “Sejarah” adalah terjemahan dari kata tarikh (bahasa arab), sirah
(bahasa arab), history (bahasa inggris), dan geschichte (bahasa jerman).
Definisi sejarah yang lebih umum adalah masa lampau manusia, baik
yang berhubungan dengan peristiwa politik, sosial, ekonomi maupun gejala
alam. Definisi ini memberi peringatan bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah
rekaman peristiwa masa lampau manusia dengan segala sisinya.3

Secara terminologi , pengertian sejarah meskipun terdapat bermacammacam definisi, hal tersebut wajar – wajar saja, karena masing-masing ahli
melihat sejarah dari aspek pandangan tertentu sendiri-sendiri. Justru akan
memperkaya pengertian sejarah jika berbagai pandangan itu disatupadukan.
dua di antara berbagai definisi itu, dikemukakan oleh:
1. Ibnu Khaldun (1332 – 1406 M), sejarah menurutnya dapat dilihat dari dua
sisi. Sisi luar dan sisi dalam. Dari sisi luar, pengertian sejarah tidak lebih
dari rekaman perputaran kekuasaan pada masa lampau manusia. Tetapi,
jika ditilik dari sisi dalam, maka sejarah merupakan suatu penalaran kritis
3

Atang Abd dan Hakim, Metodologi Studi Islam, Cet Ke-11 (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009) hlm. 137.

dan usaha yang cermat untuk mencari kebenaran, suatu penjelasan yang
cerdas tentang sebab-sebab dan asal-usul segala sesuatu, suatu
pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana dan mengapa segala
sesuatu peristiwa terjadi. Oleh sebab itu, sejarah berakar dalam filsafat dan
ia pantas menjadi bagian dari filsafat itu.
2. Aloy Meister dan Gilbert Carraghan, menyebutkan bahwa sejarah itu dapat
dibagi menjadi tiga konsep yang berlainan tetapi, saling berkaitan:

a. Merupakan peristiwa-peristiwa produk manusia di masa lampau
b. Penulisan mengenai apa yang terjadi di masa lampau
c. Sejarah sebagai metode penelitian

B. Obyek Kajian dan Tujuan Studi Sejarah
Secara garis besar, obyek kajian sejarah meliputi segala aspek dan
bentuk kegiatan yang ditinggalkan manusia di masa lampau, secara individual
maupun sosial komunal, berbentuk fisik maupun nonfisi. Dengan demikian,
obyek kajian sejarah itu selain identic dengan pencakupan pengertian
kebudayaan/peradaban manusia juga sangat kompleks dan luas. Dalam istilah
lain, obyek materi kajian sejarah adalah kebudayaan/peradaban manusia itu
sendiri dalam segala aspek dan bentuknya dalam waktu (masa) dan ruang
(tempat) tertentu di masa lampau. Focus perhatian sejarah adalah kebudayaan
manusia di masa lampau. Masa kini dan mendatang bukan lagi focus (bidang)
kajian sejarah, tetapi sangat erat kaitannya.

Tidak semua masa lampau manusia itu merupakan lingkup kajian
sejarah, melainkan terbatas pada ada atau tidaknya tulisan. Batasan itu ialah
sejak ditemukannya tulisan manusia purba untuk Indonesia kira-kira 400
tahun silam yang ditemukan berbentuk prasasti di Kerajaan Kutai Kalimantan

timur. Kadang-kadang tulisan-tulisan itu diperoleh dari patung-patung berukir,
candi, bangunan kuno, makam dan sebagainya yang dilukis dengan
menggunakan huruf-huruf tertentu seperti: huruf (bahasa) Sanskerta, Palawa,
Jawa Kuno, dan berbagai bahasa daerah.
Tidak ada batasan yang jelas antara masa manusia sudah mengenal
huruf/tulisan dengan masa belum mengenal huruf. Kebudayaan Mesir Kuno
misalnya, telah mengenal huruf kira-kira 4000 tahun silam (SM), bahkan barubaru ini tahun 2002 telah ditemukan piramid yang berusia kira-kira 4500
tahun. Kebudayaan Minoa yang bekas-bekasnya terdapat di P.Kreta, sudah
mengenal huruf kira-kira 3000 tahun silam (SM), sementara kebudayaan
Yamdet Naser di Irak selatan dan kebudayaan Harpa Mohenjadoro di daerah
S.Sind Pakistan dan lain-lain baru mengenal huruf kira-kira 100 tahun
sebelum Masehi. Dan yang paling banyak, manusia baru mengenal huruf
adalah pada awal abad ke-20 M.
Dilihat dari sudut Geografis, ruang lingkup obyek kajian sejarah
berkembang dari skala kecil sampai skala besar yakni dari tingkat desa,
kelurahan, kecamatan, kabupaten, tingkat daerah hingga tingkat nasional. Di
samping itu, terdapat pula sejarah tingkat internasional atau yang lazim
disebut “Sejarah Dunia”.

Dilihat dari sudut metodologi atau pendekatan, saat ini para peneliti

sejarah sudah mulai banyak yang menggunakan beberapa metode dan
pendekatan. Sebab, satu metode dan sebuah pendekatan tersebut masingmasing akan dikaji berbagai sub aspek. Misalnya aspek politik, akan dikupas
system politik, struktur politik, system pemerintahan, unsur-unsur kekuatan
politik, pemilihan umum, perkembangan pemerintahan, kemajuan, dan
kemunduran serta sebab-sebab kemunduran, dan lain-lain.
Maka dari itu, dalam penulisan-penulisannya dibutuhkan teori dan
metodologi guna memahami sebagai unsur dan factor penyebab dari proses
sejarah. Tentu saja di dalam proses itu terdapat perubahan-perubahan yang
pada fase tertentu menciptakan situasi yang berbeda dengan situasi sebelum
dan sesudahnya. Dalam sejarah naratif biasanya diungkapkan bagaimana suatu
peristiwa terjadi, lengkap dengan keterangan tentang apa, siapa, kapan, dan di
mana. Sementara dalam sejarah analitis, pertanyaan-pertanyaan itu lazimnya
disusul dengan pertanyaan mengapa, untuk dapat memahami suatu peristiwa
dengan melacak sebab-sebabnya. Penggabungan kedua model sejarah itu
menjadi sejarah ilmiah yang menggambarkan kejadian sebagai proses
sekaligus mengungkapkan aspek structural atas kejadian-kejadian.
Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah bahwa cara penggarapan
sejarah menghendaki penggunaan metodologi. Metodologi sebagai ilmu
tentang metode sesungguhnya bermuara pada pendekatan yang hanya dapat
dioperasionalisasikan denga bantuan seperangkat konsep dan teori. Oleh

karena itu, gambaran mengenai suatu peristiwa sangat ditentukan oleh

pendekata, yakni dari segi mana memandangnya, dimensi apa yang
diperhatikan, dan unsur-unsur apa yang diungkapkan.
Adapun obyek formal sejarah adalah waktu (silam) yakni mencari
kebenaran dari segala peninggalan dan kegiatan manusia silam berdasarkan
sumber atau bukti-bukti autentik atau kredibel. Dengan demikian, dalam
mengupas sebuah topic (problem historis), para sejarawan atau peneliti sejarah
tidak cukup hanya bertanya tentang: apa, siapa, di mana, dan bagaimana
peristiwa itu terjadi? Melainkan ia harus berusaha keras mencari jawaban
pertanyaan “mengapa” peristiwa itu terjadi? Dan apa akibat-akibat aksiologis
dari peristiwa tersebut ? jika si peniliti mampu menjawab pertanyaan tersebut
secara akurat (benar), sistematis dan rasional berdasarkan sumber-sumber atau
bukti-bukti yang telah dikritik, maka dapat dikatakan bahwa peneliti tersebut
telah berhasil dengan baik. Menurut Taufik Abdullah dalam sebuah
wawancara, menyebutkan: jika seorang peneliti sejarah telah mampu
menjawab lima pertanyaan : apa, siapa, di mana, kapan, dan bagaimana,
berarti tugasnya telah mencapai 60% selesai. Tetapi, jika ia mampu mencari
jawaban pertanyaan “mengapa” peristiwa itu terjadi ? maka sempurnalah tugas
pokoknya dalam penelitian tersebut. Namun, untuk menjawab pertanyaan
“Mengapa”, biasanya tidak mudah tetapi, tetap harus berusaha keras.
Adapun tujuan studi sejarah sangat beragam, tergantung kepada yang
mempelajarinya. Yang jelas, tidak boleh bertujuan negatif, bukan pula semata
untuk memenuhi sponsor, atau bertujuan komersial belaka, atau sekadar untuk
menyenangkan tekanan penguasa sehingga menjauhkan peneliti untuk

menyatakan yang sebenarnya dari apa yang terjadi. Dengan kata lain, si
peneliti terpaksa tidak menyatakan sesuatu yang sebenarnya seperti disebutkan
di atas, menyeret dirinya untuk menyatakan kebohongan kepada anak bangsa.
Dan kepalsuan sejarah akan terukir dalam lembaran referensi sejarah. Tentu
hal demikian ini tidak boleh terjadi sama sekali, karena akan membuka aib
bangsa sendiri, seakan-akan budaya dan moralitas bangsa sudah bobrok,
padahal sesungguhnya tidak demikian. Yang bobrok adalah moralitas si
peneliti itu sendiri.
Secara umum, tujuan utama studi (meneliti, mempelajari) sejarah ialah
mencari kebenaran ilmiah dengan cara merekonstruksi peristiwa-peristiwa
masa lampau secara metodis, sistematis berdasarkan kritik sumber yang
cermat, autentik, dan kredibel. Sehingga yang dapat dicapai bukan hanya
kebenaran itu saja, melainkan tersajikannya cerita sejarah yang hidup dan
menarik.
Tujuan kedua, ikut melestarikan dan meluruskan sejarah bangsa
(nasional) agar terhindar dari pemcemaran, kepalsuan dan kebohongan serta
penggelapan sejarah. Tujuan ketiga, ikut menggali situs sejarah yang
bertebaran dikepulauan Nusantara ini yang masih gelap, belum diungkap, agar
supaya aset sejarah bangsa tersebut bermanfaat sebanyak-banyaknya bagi
kehidupan u mat manusia. Dan yang paling asasi ialah mengambil (I’tibar
Tamtsil), pelajaran, dan hikmah dari berbagai peristiwa yang terjadi di masa
lampau untuk dijadikan Patoka dasar (tolak ukur) dalam mengambil
kebijakan-kebijakan masa kini dan mendatang. Segala yang baik dilestarikan

dan dikembangkan, dan segala yang buruk, jelek dari peninggalan sejarah
kehidupan manusia silam, ditinggalkan, atau berusaha menghindarinya.
Adapun kegunaan studi sejarah, Nugroho Notosusanto merumuskan
sekurang-kurangnya ada empat kegunaan, yaitu :
1. Guna rekreatif, belajar sejarah untuk mencari kesenangan, bernolstagia,
mengenang-ngenang suatu yang indah-romantis (just For Pleasure).
2. Guna inspiratif, belajar sejarah agar dapat membangkitkan semangat
kejiwaan, semangat juang, semangat berkarya, atau mencari ilham. Contoh
: dengan belajar sejarah dapat membangkitkan jiwa patriotic, kebesaran
masa lalu, kebanggaan terhadap kejayaan masa lalu, terhadap keturunan
orang-orang besar, dan lain sebagainya.
3. Guna instruktif, yakni belajar sejarah atas dasar instruksi dari atasan, guna
menambah

keterampilan,

menambah

wawasan,

pengafeman

dan

sebagainya.
4. Guna edukatif, belajar sejarah untuk mengambil pelajaran, mengambil
hikmah (Wisdom) kebijakan dan kearifan.4

C. Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas
berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar
belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala

4

Basri MS, Metodologi Penelitian Sejarah (Pendekatan, Teori, dan Praktek), hlm. 9-14.

peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana,
apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam
idealis

ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini

seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang
terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama,
karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan
dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Melalui pendekatan sejarah ini
seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan
penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami
agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan
menyesatkan orang yang memahaminya.5
Seseorang yang ingin memamhami al-qur’an secara benar, harus
memahami sejarah turunnya al-quran atau kejadian-kejadian yang mengiringi
turunnya al-quran yang disebut dengan Asbab al-Nuzul yang berisi sejarah
turunnya ayat al-quran. Dengan ilmu ini seseorang akan dapat mengetahui
hikmah yang terkandung dalam suatu ayat berkenaan dengan hokum tertentu,

dan ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya6.

5

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, hlm. 46-47.
Dede Ahmad Ghazali dan Heri Gunawan, Studi Islam : Suatu Pengantar Dengan
Pendekatan Interdisipliner , Cet Ke-1 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015) hlm. 72.
6

D. Pendekatan Periodesasi Sejarah dalam Studi Islam
Di kalangan sejarawan terdapat perbedaan tentang saat dimulainya
sejarah islam. Secara umum, perbedaan pendapat itu dapat dibedakan menjadi
dua. Pertama, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah islam dimulai
sejak Nabi Muhammad diangkat menjad rasul. Oleh karena itu, menurut
pendapat pertama ini, selama tiga belas tahun Nabi Muhammad tinggal di
Mekah, telah lahir masyarakat muslim meskipun berdaulat. Kedua, sebagian
sejarawan berpendapat bahwa sejarah umat islam dimulai sejak Nabi
Muhammad hijrah ke Madinah, karena masyarakat Muslim baru berdaulat
ketika Nabi Muhammad tinggal di Madinah. Muhammad SAW tinggal di
Madinah tidak hanya sebagai rasul, tetapi juga sebagai pemimpin atau kepala
Negara berdasarkan konstitusi yang disebut Piagam Madinah.
Disamping perbedaan mengenai awal sejarah ummat Islam, sejarawan
juga berbeda pendapat dalam menentukan fase-fase atau periodisasi sejarah
islam. Paling tidak, ada dua periodisasi sejarah islam yang dibuat oleh ulama
Indonesia, yaitu A. Hasymy dan Harun Nasution.
Menurut A. Hasymy, periodisasi sejarah islam adalah sebagai berikut:
1. Permulaan Islam (610-661 M.)
2. Daulah Ammawiyah (661-750 M.)
3. Daulah Abbasiyah I (750-847 M.)
4. Daulah Abbasiyah II (847-946 M.)
5. Daulah Abbasiyah III (946-1075 M.)
6. Daulah Mughal (1261-1520 M.)

7. Daulah Utsmaniah (1520-1801 M.)
8. Kebangkitan (1801-sekarang)
Berbeda dengan A. Hasymy, Harun Nasutiion dan Nourouzaman Shidiqi
membagi sejarah islam menjadi tiga periode, yaitu sebagai berikut.7
1. Periode Klasik (650-1250 M)
2. Periode Pertengahan (1250-1800 M)
3. Periode Modern (1800-Sekarang)
Dalam buku tersebut Harun Nasution membagi periode klasik ke
dalam dua fase:
1. Periode Masa Kemajuan Islam I (650-1000 M)
Pada fase ini daerah Islam meluas melalui Afrika Utara sampai Spanyol di
Barat,dan melalui Persia sampai ke India Timur. Pada masa ini pula
berkembang dan memuncaknya ilmu pengetahuan baik dalam ilmu agama
maupun non agama dan kebudayaan Islam. Dalam aspek hukum Islam,
lahir banyak ulama besar seperti Imam Malik (93H), Imam Abu Hanifah
(80H), Imam Syafi`i dan Imam Ahmad Bin Hanbal (164H). Dalam bidang
teologi (Ilmu Kalam) muncul Imam al Asy`ari, Imam al-Maturidi, Pemuka
pemuka Mu`tazilah seperti Wasil Bin Atho`,Abu al Hudzail. Al Nazzam,
dan al-Jubba`i. Dalam bidang tasawuf/mistisme, seperti Dzul al Nun al
Misri, Abu Yazid al Bustami dan al Hallaj. Dalam bidang filsafat
ditemukan al Kindi, al Farabi, Ibnu Sina,al Ghazali, Ibnu Rusdy dan Ibn
Maskawaih. Dalam bidang Ilmu pengetahuan (sains) Ibnu Hayyan, Ibnu
7

Atang Abd dan Hakim, Metodologi Studi Islam, hlm. 138-139.

Haytam, al Khawarizmi, al Mas`udi al Razi. Dan bidang bidang lainnnya
yang tidak kami sebutkan secara rinci di dalam pembahasan ini. Dengan
demikian periode klasik ini merupakan periode kebudayaan dan peradaban
Islam yang tertinggi dan mempunyai pengaruh terhadap tercapainya
kemajuan atau peradaban modern di Barat sekarang, sungguhpun tidak
secara langsung8.
2. Periode Disintegrasi (1000-1250 M)
Fase

disintegrasi

ini

sebenarnya

telah

didahului

oleh

fase

pradisintegrasi, yaitu suatu fase di mana kemajuan Islam masih
berlangsung,

yaitu

daerah

daerahnya

mulai

terdapat

usaha

memisahkan diri dari khalifah pusat di Damaskus atau Baghdad,
misalnya: di sebelah Timur Baghdad, timbul Dinasti Tahiri, yang
berkuasa di Khurasan (820-872M), Dinasti Samani (874) melepaskan
diri dari Baghdad, dan Dinasti Saffari pada tahun 908M. Adapun fase
disintegrasi merupakan fase di mana pemisahan diri dinasti-dinasti
dari kekuasaan pusat, dilanjutkan dengan perebutan kekuasaan antara
dinasti-dinasti tersebut untuk menguasai satu sama lain. Seperti
Dinasti Buwaihi menguasai daerah Persia dikalahkan oleh Saljuk
pimpinan Tughril Beg (1076M). Di zaman disintegrasi ini, ajaran
ajaran sufi timbul pada zaman kemajuan Islam, mengambil bentuk
terikat, sehingga mutunya mulai menurun. Pada periode ini juga
dibagi menjadi dua fase:
8

Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspek, Jilid 1, Cet. Kelima, (Jakarta: UI
Press, 1985), hlm. 56-74

a. Masa kemunduran I (1250-1500M). Pada masa ini, desentralisasi
dan disisntegrasi bertambah meningkat. Perbedaan antara Sunni
dan Syi`ah, demikian juga antara Arab dan Persia bertambah
tampak. Pada masa itu pula umat Isalm di Spanyol dipaksa masuk
Kristen atau keluar dari daerah itu.
b. Fase tiga kerajaan besar (1500-1700 M) yang dimulai dengan
zaman kemajuan (1500-1700M), kemudian masa kemunduran II
(1700-1800 M). Tiga kerajaan besar yaitu kerajaan Usmaniah di
Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India.
3.

Periode Modern (1800 – sampai sekarang)
Periode ini merupakan zaman kebangkitan dunia Barat. Ekspedisi
Napoleon di Mesir yang berakhir pada tahun 1801 M yang
mengakibatkan jatuhnya Mesir ke tangan Barat. Hal ini membuka
mata dunia Islam terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan
kelemahan umat Islam dibanding dengan kemajuan dan kekuatan
Barat.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah islam merupakan salah satu bidang studi islam yang banyak
menarik perhatian para peneliti baik dari kalangan sarjana muslim maupun
non muslim, karena banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian
tersebut. Bagi umat islam, memepelajari sejara islam selain akan memberi
kebanggaan juga sekaligus peringatan agar berhati-hati. Dengan mengetahui
bahwa ummat islam dalam sejarah pernah mengalami kemajuan dalam segala
bidang selama berates-ratus tahun misalnya, akan memeberikan rasa bangga
dan percaya diri menajadi orang islam. Demikian pula dengan mengetahui
bahwa ummat islam juga mengalami kemunduran, penjajahan dan
keterbelakangan, akan menyadarkan ummat islam untuk memperbaiki kedaan
dirinya dan tampil untuk berjuang mencapai kemajuan.
Diawali hanya dengan satu pendekatan saja, yaitu pendekatan
doktriner atau normatif teologis, pendekatan dalam studi Islam kemudian
berkembang seiring dengan perkembangan jaman menjadi banyak
pendekatan, di antaranya pendekatan historis, pendekatan sosiologis,
pendekatan

antropologis,

pendekatan

psikologis

dan

pendekatan

fenomenologis. Semua pendekatan ini memiliki tujuannya masing-masing
yang secara umum adalah untuk menghasilkan pemahaman yang tepat dan
komprehensif tentang segala permasalahan Islam yang menjadi objek
pengkajian maupun penelitian.

Sebagai sumber utama studi Islam, Al-Qur’an dan Hadis perlu
difahami dengan baik. Salah satu cara memahaminya adalah dengan
menggunakan pendekatan linguistik, yaitu pemahaman Al-qur’an dan Hadis
dari makna asalnya dalam bahasa Arab yang kita kenal dengan pemahaman
secara tekstual. Cara seperti ini tidak cukup, bahkan bukan tidak mungkin
akan membawa kita kepada pemahaman yang parsial dan tidak utuh. Di
sinilah pentingya pendekatan sejarah dalam memahami Al-Qur’an dan
Hadits, yang kemudian dikenal dengan pemahaman kontekstual.
Kalau pentingnya pendekatan sejarah ini bisa diterapkan dalam
memahami Al-Qur’an dan Hadits, maka ia juga dapat diterapkan pada
segala aspek dalam Islam. Dan jika ditelusuri perkembangan studi Islam
sepanjang sejarahnya, maka akan ditemukan fakta-fakta dan realita yang
meyakinkan tentang penggunaan pendekatan ini oleh umat Islam, yang
dengannya umat Islam pernah menjadi mercusuar peradaban dunia.
B. Saran
Penulis

sadar bahwasanya

masih

banyak

kekurangan

dalam

penyusunan karya ilmiah ini. Maka dari itu, penulis berharap untuk berkenan
memberikan kritik dan masukan terhadap penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah yang sederhana ini dapat menjadi pelajaran dan bermaat
untuk kita semua.

DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Cet ke-3. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1999.
Basri MS, Metodologi Penelitian Sejarah (Pendekatan, Teori, dan Praktek),
Jakarta: Restu Agung, 2006.
Atang Abd dan Hakim, Metodologi Studi Islam, Cet Ke-11. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009.
Dede Ahmad Ghazali dan Heri Gunawan, Studi Islam : Suatu Pengantar Dengan
Pendekatan Interdisipliner , Cet Ke-1. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2015.
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspek, Jilid 1, Cet. Kelima. Jakarta:
UI Press, 1985.