KONFLIK KPK VS KEPOLISIAN DALAM BINGKAI (1)

Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011

KONFLIK KPK VS KEPOLISIAN DALAM BINGKAI
KOMPAS DAN RAKYAT MERDEKA
Febi Windya* /Eko Harry Susanto**
email : pheebee_do1@yahoo.com
ekohs@centrin.net.id

Abstract: This article discusses the frame differences between Kompas and
Rakyat Merdeka when both of them were exposing the conflict of KPK-Police
(Gecko versus Crocodile). Kompas daily likely considers it a problem of
humanity, while Rakyat Merdeka daily seems to scrutinize it representing the
interests of the people, ideology, and business. The author concludes that
sometimes it is very difficult for media to become objective and avoid taking
side in publishing a certain conflict.
Keywords: framing, conflict.

Pendahuluan

U


sai merayakan pesta demokrasi, seluruh masyarakat Indonesia dikejutkan
dengan kisruh permasalahan yang terjadi antara Komisi Pemberantas
Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia, yang sering disebut
sebagai cicak versus buaya. Kasus ini kemudian menjadi sorotan dan pergunjingan
banyak pihak, termasuk media massa. Semua media nasional, mulai dari media
cetak, media elektronik, dan internet sibuk memberitakan perkembangan kasus
yang menghebohkan di penghujung tahun ini sesuai dengan ideologi media
tersebut. Mulai dari media yang berideologi liberal atau netral, atau yang juga
disebut sebagai media berporos tengah dalam pemberitaan, sampai media yang
beraliran keras yang lebih menyuarakan pendapat masyarakat ketimbang
kepemilikan media.
Kompas, sebagai salah satu media besar yang memiliki kredibilitas yang
tinggi di mata pembacanya, juga tidak pernah luput memberitakan perkembangan
KPK versus Kepolisian. Banyak kalangan yang menilai, Kompas selalu berporos
netral dalam pemberitaan kasus ini.
Jika Kompas dinilai seperti itu oleh masyarakat umum, bagaimana dengan
Rakyat Merdeka, yang sangat dikenal dengan ideologi “suara rakyat”, dalam
membingkai kasus KPK versus Kepolisian ini? Jadi, sangatlah menarik jika kita
dapat melihat dan mengetahui tentang perbedaan persepsi kedua media tersebut
terhadap satu peristiwa yang sama.

Konflik KPK VS Kepolisian

* Febi Windya adalah alumnus Faklutas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara, Jakarta. Tulisan ini dibuat dari
pengembangan skripsi penulis.
** Eko Harry Susanto adalah dosen Fakultas Ilmu Komunikasi

ISSN : 2085 1979

1

Feby Windya/Eko Harry Susanto: Konflik KPK vs Kepolisian Dalam Bingkai Kompas Dan Rakyat Merdeka

Permasalahan antara KPK dengan Kepolisian ini bermula dari
ditetapkannya dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah,
dalam kasus penyalahgunaan wewenang. Mereka dituduh telah terlibat
penyalahgunaan tersebut saat mengeluarkan surat cekal terhadap pemimpin PT
Masaro Radiokom Anggoro Widjaja, serta mencabut cekal Djoko Soegiarto Tjandra,
bos PT Era Giat Prima.
Namun saat penyidikan berlanjut, polisi kemudian menduga pimpinan KPK
nonaktif juga terlibat dalam kasus penyuapan ini. Mereka diduga menerima suap

dari Anggoro Widjaja yang saat ini berstatus sebagai tersangka kasus pengadaan
sistem komunikasi radio terpadu di departemen kehutanan. Anggoro pun kini
berstatus sebagai buronan.
Kasus ini semakin melebar ketika KPK menemukan bukti bahwa
Kabareskrim Mabes Polri, Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji, ternyata telah
menemui Anggoro Widjaja di Singapura. Padahal, KPK sudah menetapkan Anggoro
sebagai tersangka kasus korupsi dan buron sehingga KPK meminta bantuan polisi
untuk menangkapnya.
Alih-alih menangkap, Susno pun akhirnya diduga tidak hanya sekadar
menemui Anggoro pada 10 Juli 2009 lalu. KPK menduga ada perjanjian gelap yang
dilakukan oleh Susno dan sang buronan. Banyak juga yang menduga bahwa kasus
penangkapan dua pimpinan nonaktif KPK ini merupakan lanjutan dari kasus
pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen, Dirut PT. Putra Rajawali Banjaran, yang
melibatkan Antasari Azhar, yang kemudian berstatus sebagai tersangka dalam
kasus tersebut. Kasus ini juga diduga kuat sebagai upaya dari beberapa pihak
untuk menjatuhkan lembaga KPK.
Daftar panjang kasus ini semakin bertambah ketika rekaman pembicaraan
antara Anggodo Widjaja dengan adik kandung tersangka yang berbicara kepada
beberapa pihak mengenai rekayasa penangkapan Bibit dan Chandra, dan ada
upaya perlindungan terhadap Anggoro Widajaja.

Rekaman yang diperdengarkan di sidang Mahkamah Konstitusi tersebut
semakin jelas membuktikan dan membuat posisi KPK semakin berada di atas
awan. Sebaliknya, para penegak hukum di Indonesia semakin tersudut. Rekaman
percakapan ini kemudian juga membuat masyarakat Indonesia merasa yakin, ada
upaya untuk menjatuhkan citra KPK di mata umum. Dalam rekaman itu bahkan
terbukti adanya rencana pembunuhan terhadap Bibit dan Chandra. Bukan hanya
itu, nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun ikut terbawa sebagai
pihak yang memberi wewenang kepada Kepolisian untuk menangkap dan
menonaktifkan kedua pemimpinan KPK tersebut.
Kasus ini jelas sangat mencoreng wajah penegak hukum di Indonesia.
Kejaksaan Negeri dan Kepolisian yang seharusnya mengusut dan membela
kebenaran kini malah menjadi sebaliknya, mereka justru menjadi momok yang
menakutkan bagi masyarakat dan pihak-pihak penegak hukum lainnya.
Kasus cicak vs buaya semakin menyeruak ketika Tim Pencari Fakta yang
dibentuk oleh Presiden SBY ikut campur tangan. Tim ini diketuai oleh anggota
Dewan Pertimbangan Presiden Adnan Buyung Nasution, yang didampingi oleh
Koesparmono Irsan, mantan anggota Komnas HAM, sebagai wakilnya. Staf Khusus
Kepresidenan Bidang Hukum Denny Indrayana, dan lima orang anggotanya
bertindak sebagai sekretaris tim. Kelima orang tersebut adalah Amir Syamsuddin
dan Hikmahanto Juwana yang saat ini menjabat sebagai guru besar Fakultas

2

ISSN : 2085 1979

Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011

Hukum Universitas Indonesia, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, Rektor
Universitas Paramadina Anies Baswedan, serta Rektor UIN Jakarta Komaruddin
Hidayat.
Tim verifikasi fakta kasus KPK yang biasa disebut sebagai Tim 8 ini
dibentuk sesuai dengan Keputusan Presiden pada 2 November 2009, diketuai oleh
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto. Tujuannya
adalah untuk melakukan verifikasi, mengecek semua fakta, dan memperhatikan
proses berjalannya kasus sejak awal. Presiden memberi waktu 15 hari kepada tim
ini untuk mencari fakta dan melaporkannya kembali.
Berita konflik yang terjadi antara KPK melawan Kepolisian yang telah
berlangsung selama beberapa bulan terakhir ini selalu mendapat tempat istimewa
di berbagai media massa. Ini merupakan konflik terbesar di penghujung tahun ini
di mana seluruh lapisan masyarakat Indonesia, termasuk media massa,
memusatkan perhatian mereka pada permasalahan KPK dan Kepolisian. Selain itu,

kedekatan (proximity) antara konflik antara KPK dan Kepolisian dengan masyarakat
Indonesia juga menjadi pengaruh besar dalam pemberitaan.
Framing KOMPAS

Kompas mengutamakan visi humanis transdental yang sering dikaitkan
dengan katolik, dan berideologi netral. Sebagai konsekuensi dari humanisme
tersebut, Kompas juga menggunakan bahasa humanitatis dalam setiap penyajian
fakta terhadap pembacanya. Dalam berbahasa, Kompas tidak kenes, tapi plastis.
Tidak memakai bahasa yang kering, formal, abstrak, dan rasional, tetapi
menyangkut perasaan, intuisi, dan emosi manusia.
Ada tiga strategi pembahasaan yang dilakukan Kompas bila harus
mengupas sebuah masalah sensitif yang berkembang di tengah masyarakat.
Pertama, model jalan tengah (MJT). Model ini menggugat secara tidak langsung.
Mengkritik, tapi disampaikan dengan santun, terkesan berputar-putar, dan
mengaburkan pesan yang hendak disampaikan. Kedua, model angin surga (MAS).
Dalam mengupas masalah, Kompas tidak menggugat atau mempertanyakan halhal tertentu, tetapi lebih sebagai imbauan serta harapan. Ketiga, model anjing
penjaga (MAP), yang bersifat terbuka dan menggunakan bahasa yang lebih berani.
Dalam menyusun fakta, Kompas menekankan sifat yang berimbang dan
netral, serta tidak memihak pada poros manapun. Sudut pandang Kompas dalam
membentuk berita ini adalah di antara kisruh KPK dan Kepolisian dibutuhkan pihak

tengah, yaitu Presiden SBY.
Dalam mengisahkan fakta berita, Kompas lebih mengutamakan netralitas
dan tidak memasukkan opini wartawan ke dalamnya demi menghindari
keberpihakan terhadap KPK maupun Kepolisian. Berita tetap dibuat dengan unsur
5W+1H. Kompas juga lebih seimbang dalam memilih tema berita (judul berita),
menentukan narasumber, dan mengutip pernyataan dari narasumber. Dalam
menekankan fakta yang ada, Kompas lebih menekankan lewat foto. Tidak melalui
kata-kata, grafis, pengandaian, ataupun perumpamaan (metafora).
Framing Rakyat Merdeka

Rakyat Merdeka memang berbeda dengan koran-koran lainnya,
terutama menyangkut judul berita yang sering dianggap sensasional, provokatif,
ISSN : 2085 1979

3

Feby Windya/Eko Harry Susanto: Konflik KPK vs Kepolisian Dalam Bingkai Kompas Dan Rakyat Merdeka

“tukang kompor”, sampai ketidaksesuaian judul dan isi berita yang bisa
menimbulkan kerusuhan. Di bulan-bulan pertama terbitnya, koran tersebut sering

mendapat kecaman dan teror yang bernada protes bahkan disertai ancaman,
seperti hendak meledakkan atau membakar kantor koran tersebut.
Koran Rakyat Merdeka lebih dikenal sebagai suratkabar politik, tanpa
meninggalkan berita hiburannya. Suratkabar ini selalu tampil dengan beritaberitanya yang keras hingga tak salah jika kemudian Rakyat Merdeka
menempatkan dirinya sebagai suratkabar oposisi yang siap mengkritik siapapun,
yang kekuasaannya merugikan rakyat banyak.
Visi dari Rakyat Merdeka adalah menjadi koran oposisi terkuat di
Indonesia terhadap siapapun yang nantinya akan berkuasa. Dan akan mengkritik
habis-habisan bila ada kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat banyak. Atau
dengan kata lain, Rakyat Merdeka memang sengaja dibuat sebagai alat kontrol
sosial terhadap pemerintah, dan hadir sebagai penyambung aspirasi suara rakyat.
Tampil dengan motto “The Political News Leader”, Rakyat Merdeka, hingga kini,
menjadi koran terkemuka dalam menyajikan isu-isu politik terbaru dan terdepan
dalam pemberitaannya.
Mengenai KPK, Rakyat Merdeka menyusun fakta berita dengan
mendominasi isinya dengan kasus tersebut. Dalam setiap teksnya, koran ini selalu
memberi kesan menyuarakan keadilan dan mendukung KPK.
Wartawan-wartawannya juga punya cara yang berbeda ketika
mengisahkan fakta. Mereka mengolah semua hal itu dengan berbagai cara yang
dramatis untuk menarik perhatian dan simpati pembaca. Dengan tetap

menggunakan unsur 5W+1H, redaksi membiarkan para wartawannya untuk
menuliskan persepsi mereka dan mengembangkan fakta yang ada.
Tema berita yang dibentuk oleh wartawan Rakyat Merdeka
memperlihatkan bagaimana cara wartawan menuliskan fakta, dan siapa yang
didukung oleh harian ini dalam kisruh KPK melawan Kepolisian. Rakyat Merdeka
lebih dominan dalam memberitakan, menentukan narasumber, dan mengutip
pernyataan narasumber dari KPK. Suratkabar ini juga menekankan fakta berita
lewat pengandaian, foto, leksikon, dan metafora (perumpamaan) untuk lebih
menonjolkan ideologinya.
Perbandingan Framing KOMPAS dan Rakyat Merdeka
Dari sepuluh sampel berita yang diteliti, terlihat bahwa Rakyat Merdeka
menjadikan dua berita sebagai headline di halaman utama. Kompas menjadikan
tiga berita tidak sebagai headline, sementara tujuh berita lainnya menjadi headline
di halaman utama. Untuk jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel I: Judul Berita Kompas dan Rakyat Merdeka
Judul berita
Tgl

RAKYAT
MERDEKA


KOMPAS

11 Sept Apa Benar Polisi
KPK Penuhi
2009 Sudah Jadi Buaya Panggilan polisi

Isi berita

RAKYAT
MERDEKA

Petinggi KPK
diperiksa oleh
kepolisian dalam
dugaan
(headline, hal. 1, (Rubrik Politik dan
penyalahgunaan

4


Ket

KOMPAS

Petinggi KPK
penuhi
panggilan
kepolisian untuk
diperiksa dalam

Prakejadian

ISSN : 2085 1979

Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011

16 Sept
2009

dan lanjutan di
hal. 9)

Hukum, hal. 2)

wewenang. Dan
munculnya istilah
cicak dan buaya
semenjak
Kabareskrim
Mabes Polri
Komjen Susno
Duadji
diwawancara
oleh majalah
Tempo terkait
kasus Bank
Century.

kasus
penyalahgunaa
n wewenang.
Dan munculnya
inisial CMH,
yang diduga
Chandra M.
Hamzah.

11 Jam
Diperiksa, Bibit
dan Chandra
Menjadi
Tersangka,
Wajah KPK
Makin Suram

Presiden Perlu
Segera Turun
Tangan

Wajah KPK
makin suram
setelah Antasari
Azhar dijerat,
ada lagi dua
petinggi KPK
ditetapkan
sebagai
tersangka oleh
Kepolisian.
Mereka adalah
Bibit Samad
Rianto dan
Chandra M.
Hamzah.

Presiden Susilo
Bambang
Yudhoyono
perlu segera
turun tangan
pada kasus
pemeriksaan
pimpinan KPK
oleh Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia.

Di hari libur
lebaran, Bibit
Samad Rianto
dan Chandra M.
Hamzah malah
diberi libur
jabatan. Bukan
sekedar liburan,
tapi malah
benar-benar libur
dari posisinya
sebagai wakil
ketua KPK.
Keduanya resmi
dinonaktifkan
oleh Presiden,
terhitung sejak
dua hari lalu.

Presiden SBY
mengeluarkan
Keputusan
Presiden
(Keppres)
pemberhentian
sementara
terhadap dua
unsur pimpinan
Komisi
Pemberantasan
Korupsi, Bibit
Samad Riantom
dan Chandra M.
Hamzah.

(Rubrik Politik
dan Hukum,
hal. 4)

(Headline, hal.
1, berlanjut ke
hal. 9)

25 Sept
2009

Bibit Ikhlas,
Chandra Tutup
Komunikasi.
Presiden
Nonaktifkan
Dua Pimpinan
KPK
(Headline, hal.
1 berlanjut ke
hal. 9)

ISSN : 2085 1979

Bibit dan
Chandra
Berhenti
Sementara
(Rubrik Politik
dan Hukum,
hal. 4)

Kejadian

Hal itu bukan
intervensi
hukum,
melainkan
mencegah
berlarutlarutnya
pertengkaran
antara KPK dan
Polri.
Kejadian

5

Feby Windya/Eko Harry Susanto: Konflik KPK vs Kepolisian Dalam Bingkai Kompas Dan Rakyat Merdeka

27 Okt
2009

Kasus Bibit &
Chandra
direkayasa? 2
Jaksa Dicurigai
Susun Skenario
(Headline, hal.
1 berlanjut ke
hal. 9)

Tumpak:
Rekaman itu
Ada. Jaksa
Agung Lakukan
Klarifikasi,
Kapolri siap
Bertanggung
Jawab

Beberapa hari
terakhir ini,
muncul informasi
bahwa kasus
yang ditimpakan
kepada Bibit dan
Chandra diduga
direkayasa.

Ketua
Pelaksana
Tugas Komisi
Pemberantasan
Korupsi,
Tumpak
Hatorangan
Panggabean,
memastikan
adanya
dokumen
berupa
rekaman
pembicaraan. Ia
siap
memberikan
rekaman itu
kepada pihak
berwajib untuk
kejelasan
proses hukum
yang
disangkakan
kepada Bibit
Samad Rianto
dan Chandra
Hamzah

Kejadian

Konflik
antara
KPK
dengan
polisi, menyeretnyeret
nama
SBY.
Bahkan
Presiden RI ini
merasa namanya
dicatut
untuk
urusan itu.

Presiden
SBY
merasa
namanya
dicatut
dalam
rekaman
pembicaraan
yang
mengindikasika
n kriminalisasi
terhadap Bibit
Samad Rianto
dan Chandra M.
Hamzah

Kejadian

Bibit S. Rianto
dan Chandra M.
Hamzah akhirnya
ditahan oleh
polisi. Kedua
petinggi KPK
nonaktif itu
ditahan saat
datang kemarin
sore ke Mabes
Polri untuk wajib
lapor seninkamis

KPK meminta
kepolisian untuk
menangguhkan
penahanan
terhadap wakil
ketua KPK
(nonaktif) Bibit
Samad Rianto
dan Chandra M.
Hamzah. Bibit
dan Chandra
ditahan sejak
Kamis (29/10)
di Mabes Polri.

Kejadian

(Headline, hal.
1 berlanjut ke
hal. 15)

28 Okt
2009

SBY Merasa
Namanya
Dicatut
(Headline, hal.
1 berlanjut ke
hal. 9)

30 Okt
2009

Bibit dan
Chandra
Akhirnya
Ditahan Polisi
(Headline, hal.
1 berlanjut ke
hal. 9)

6

Nama Presiden
SBY Dicatut
(Headline, hal.
1 berlanjut ke
hal. 15)

Polri: Hak Kami
Menahan
(Headline, hal.
1 berlanjut ke
hal. 15)

ISSN : 2085 1979

Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011

2 Nov
2009

3 Nov
2009

4 Tokoh
Dipanggil
Mendadak ke
Istana

Tiga Solusi
Diusulkan
Kepada
Presiden

(Headline, hal.
1 berlanjut ke
hal. 9)

(Headline hal. 1
berlanjut ke hal.
15)

Presiden
Bentuk Tim 8.
Bongkar
Dokumen
Perkara!

Harapan Tinggi
Kepada Tim
(Headline hal. 1
berlanjut ke hal.
15)

(Hal. 1
berlanjut ke
hal. 9)

18 Nov
2009

SBY Terima
Rekomendasi
Tim 8 Dengan
Senyum

(Headline, hal.
1 berlanjut ke
hal. 9)

ISSN : 2085 1979

Tim 8: Hentikan
Proses Hukum

(Headline, hal.
1 berlanjut ke
hal. 15)

Penyelesaian

Presiden SBY
mendadak
mengundang
empat tokoh
nasional untuk
mendiskusikan
masalah
penahanan dua
pimpinan KPK,
Bibit dan
Chandra.

Presiden SBY,
Minggu (1/11)
malam,
memanggil
empat tokoh.
Dalam
pertemuan
tersebut
diusulkan tiga
solusi, yaitu
gelar perkara
kasus Bibit S.
Rianto dan
Chandra M.
Hamzah,
pembentukan
tim pencari
fakta, dan
proses hukum
bagi yang
terlibat kasus
itu.

Sebelum
kekecewaan
rakyat atas
penahanan Bibit
dan Chandra
menggunung,
akhirnya
Presiden SBY
turun tangan
untuk
membentuk tim
8.

Pembentukan
Penyelesaian
Tim
Independen
Klarifikasi Fakta
dan Proses
Hukum Kasus
Bibit-Chandra
oleh Presiden
SBY memancing
reaksi pro dan
kontra. Meski
demikian,
langkah ini
diharapkan bisa
mengurai
kemelut
penegakan
hukum dan
mengembalikan
kepercayaan
masyarakat
terhadap
institusi hukum.

Tim 8
merekomendasik
an agar ada
pemberian sanksi
kepada pejabat
yang
bertanggung
jawab dalam
proses hukum

Dalam
rekomendasi
finalnya, Tim 8
tetap meminta
proses hukum
terhadap Bibit
dan Chandra
dihentikan.
Terkait itu, tim

Penyelesaian

7

Feby Windya/Eko Harry Susanto: Konflik KPK vs Kepolisian Dalam Bingkai Kompas Dan Rakyat Merdeka

24 Nov
2009

Presiden
Selamatkan
Bibit-Chandra.
Jaksa Agung
dan Kapolri
Juga
Diselamatkan

(Headline, hal.
1 berlanjut ke
hal. 9)

SBY: Tak Perlu
ke Pengadilan

(Headline, hal.
1 berlanjut ke
hal. 15)

Bibit-Chandra
yang dipaksakan.
Siapa yang
dimaksud?
Apakah Kapolri
dan Jaksa
Agung?
Kabareskrim
Susno Duadji?
Atau siapa?

mengajukan
opsi penerbitan
surat
penghentian
penyidikan oleh
Kepolisian atau
Surat
Penerbitan
Keputusan
Penghentian
Penuntutan
Kaksa.

Presiden secara
tersirat ingin
kasus BibitChandra
dihentikan.
Dalam pidato 25
menit, dia
menyerahkan
mekanismenya
kepada aparat
penegak hukum.

Presiden SBY
Penyelesaian
menyatakan
solusi yang
lebih baik
ditempuh dalam
penanganan
kasus wakil
ketua (nonaktif)
KPK, Bibit
Samad Rianto
dan Chandra M.
Hamzah, adalah
dengan tidak
membawa
kasus ini ke
pengadilan.

Sumber: Hasil pengamatan peneliti.
Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa kasus KPK versus Kepolisian
merupakan berita yang memiliki daya pengaruh luas di seluruh lapisan masyarakat.
Kecenderungan Kompas tidak menempatkan berita KPK versus Kepolisian menjadi
headline pada tanggal 11, 16, dan 25 September 2009, karena Kompas lebih
fokus pada kepentingan masyarakat luas, seperti berita mudik lebaran, dan berita
menjelang hari raya Idul Fitri. Sedangkan Rakyat Merdeka tidak menempatkan
kasus KPK vs Kepolisian sebagai headline pada tanggal 2 dan 3 November 2009,
karena berita lain seperti kasus Bailout dana Bank Century lebih menonjol
dibanding kasus KPK vs Kepolisian yang sudah memasuki tahapan penyelesaian.
Judul berita Rakyat Merdeka sudah sangat jelas menunjukkan
pandangan Rakyat Merdeka terhadap kasus ini. Judul itu menominalisasi bahwa
penangkapan petinggi KPK oleh Polri merupakan pelemahan terhadap citra KPK.
Dengan judul seperti di atas, Rakyat Merdeka ingin menunjukkan bahwa konflik
sesungguhnya dimulai dari pihak kepolisian yang melakukan penangkapan para
petinggi KPK, dengan tujuan ingin melemahkan citra KPK selama ini di mata
masyarakat.
Frame Rakyat Merdeka yang lebih mendukung KPK juga diwujudkan
dengan bagaimana Rakyat Merdeka mengisahkan peristiwa tersebut. Peristiwa
yang diangkat oleh Rakyat Merdeka adalah pihak kepolisian yang berusaha
menangkap para petinggi KPK untuk berupaya menjatuhkan citranya di mata
publik.
8

ISSN : 2085 1979

Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011

Cerita ini dikisahkan melalui 5W+1H yang dirangkum wartawan melalui
kalimat-kalimat sebagai berikut: “Nah, drama cicak vs buaya kini ramai lagi setelah

petinggi KPK dipanggil polisi untuk diperiksa dalam kasus dugaan penyalahgunaan
wewenang”. Dalam judul yang menjadi headline di halaman muka terdapat
kalimat: “Apakah Polisi sudah menjadi Buaya”, menunjukkan bahwa yang menjadi
objek pemberitaan kali ini adalah kasus Kepolisian melawan KPK.
Untuk membentuk cerita lain, wartawan menambahkan fakta lainnya yang
terangkum dalam kalimat “kemarin (Kamis, 10 September 2009) tiga pejabat KPK
sudah lebih dulu diperiksa”. Kalimat ini dibuat untuk memberi penjelasan sejak
kapan kasus mulai terjadi, dan untuk menjelaskan mengapa sampai bisa muncul
kasus ini yang ditulis dalam kalimat: “istilah buaya dan cicak dipopulerkan oleh

Kabareskrim Mabes Polri Komjen Susno Duadji, dalam wawancara dengan Majalah
Tempo edisi 6-12 Juli”.
Wartawan juga menjelaskan kesimpulan akhir dari kasus tersebut dengan
membuat pernyataan yang mengutip hasil wawancara dengan wakil Ketua KPK,
Haryono Umar: “Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengaku belum tahu siapa

pimpinan KPK yang sudah menjadi tersangka…”
Dalam analisis Kompas, berita kali ini tidak dijadikan sebagai headline di
halaman muka, tetapi justru menempatkannya di rubrik politik dan hukum di kolom
kedua. Hal ini menunjukkan bahwa Kompas tidak terlalu menganggap penting
berita mengenai pemeriksaan petinggi KPK oleh pihak kepolisian. Berbeda dengan
Rakyat Merdeka yang menempatkan berita sebagai headline dan peristiwa
penting.
Kompas lebih menekankan sikap netral dalam pemberitaan kali ini dengan
memunculkan kutipan wawancara dari berbagai sumber, bukan hanya dari pihak
KPK atau kepolisian saja. Tidak ada kecurigaan dari Kompas yang menyatakan
bahwa ada upaya pelemahan citra KPK di mata publik. Tetapi, isi berita yang
dibuat oleh wartawan adalah seputar siapa saja yang diperiksa, apa saja yang
ditanyakan oleh pihak kepolisian, dan siapa yang diduga telah menjadi tersangka.
Dengan memberi subjudul “Inisial CMH”, wartawan Kompas berupaya
mengungkapkan kalau ada kemungkinan petinggi KPK yang ditahan adalah
Chandra M. Hamzah.
Kompas menyajikan berita sesuai kriteria yang dimiliki oleh berita
hardnews, yaitu berita dengan unsur 5W+1H. Wartawan mengisahkan fakta yang
ada dengan cara menjelaskan, apa yang menjadi permasalahan di dalam berita ini?
(what), siapa yang terlibat dalam kasus ini? (who), kapan polisi melakukan
pemeriksaan terhadap para petinggi KPK? (when), kenapa perlu adanya
pemeriksaan para petinggi KPK (why), bagaimana akhir dari pemeriksaan, sudah
adakah pemimpin KPK yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian? ( how).
Wartawan Kompas membentuk tiga tema (tematik) berita yang semuanya
merujuk pada tema besar dari berita kali ini: “Petinggi KPK Diperiksa oleh Polisi”.
Tema pertama: Ada tiga pemimpin KPK yang dipanggil oleh kepolisian sebagai
saksi. Tema tersebut didukung dengan teks berita: “salah seorang saksi yang

diperiksa, yakni kepala biro hukum KPK Chaidir Ramli…”

Kedua, permasalahan bagaimana kasus KPK vs Kepolisian bisa muncul.
Teks berita tersebut didukung dengan teks berita “pemeriksaan polisi itu

berdasarkan testimoni dan laporan Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar. Dalam surat
panggilan kedua, polisi menyebutkan, para saksi dimintai keterangan atas dugaan
ISSN : 2085 1979

9

Feby Windya/Eko Harry Susanto: Konflik KPK vs Kepolisian Dalam Bingkai Kompas Dan Rakyat Merdeka

penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan oleh salah seorang pimpinan
KPK.”
Tema ketiga dibentuk wartawan denga memberi subjudul: “Inisial CMH”,
untuk menjelaskan bahwa ada kabar bahwa pemimpin KPK berinisial CMH yang
diduga melakukan penyalahgunaan wewewang, dengan mengutip pernyataan
Chaidir Ramli, Kepala Biro Hukum KPK. Tema tersebut diperkuat dengan teks: “Ya,

yang diduga (dilakukan) oleh CMH. Di surat panggilan kedua ada (disebutkan
nama) itu.”
Frame retoris dibentuk Kompas tidak dengan menggunakan gambar
maupun grafis, serta tidak menggunakan banyak istilah pengganti. Semua cerita
dibentuk wartawan sesuai dengan keadaan yang ada dan tidak melebih-lebihkan.
Dengan tujuan bahwa Kompas tidak memihak KPK maupun Kepolisian dalam
kasus kali ini.
Tabel II: Perbandingan Frame
ELEMEN
SINTAKSIS

SKRIP

10

RAKYAT MERDEKA

KOMPAS

1. Meletakkan
berita
sebagai 1. Menempatkan berita kali ini
headline di halaman utama.
bukan di halaman pertama dan
tidak dijadikan sebagai headline.
2. Lead yang ditulis dalam berita
kali
ini
merupakan 2. Tidak menggunakan lead.
penggabungan dua lead yang
3. Netral.
Tidak
mendominasi
pertama Contrast Lead dan
tulisan dari pihak manapun.
Question Lead.
4. Membuat pernyataan dengan
3. Mendominasi tulisan dengan
sifat netral
pendapat sumber dari KPK.
5. Ditutup dengan cerita bahwa
4. Membuat pernyataan keras
belum ada pernyataan yang
dengan mengoposisi KPK dan
jelas mengenai akan dibawa ke
mengkritik pemerintah.
mana kasus ini, dan siapa saja
yang terindikasi
menjadi
5. Penutup
dibuat
dengan
tersangka.
memberikan informasi: “belum
ada satupun pemimpin KPK
yang menjadi tersangka.”
Sesuai dengan 5W+1H:
What—Apa
yang
menjadi
pemberitaan
Who—Siapa
saja
objek
pemberitaan
When—Kapan kasus mulai terjadi
Where—Di mana kasus ini terjadi
Why—Mengapa bisa sampai ada
kasus tersebut
How—bagaimana
kesimpulan
akhir dari kasus tersebut

Sesuai dengan 5W+1H:
What: apa kasusnya;
Who: Siapa saja orang yang ada
dalam kasus tersebut;
When: kapan kasus terjadi;
Where: di mana kasus tersebut kini
sedang di atasi;
Why; mengapa bisa sampai kasus
tersebut terjadi;
How: Bagaimana akhir dalam
penyelesaian kasus tersebut.

ISSN : 2085 1979

Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011

TEMATIK

Wartawan
benar-benar
memberikan informasi yang padat
serta
berita
dibuat
secara
mendetail dalam berita ini. Dan
lebih mendetail pada seputar
objek berita, terutama KPK.

(1) Diperiksanya petinggi KPK
oleh pihak kepolisian dengan
alasan
penyalahgunaan
wewenang, (2) Siapa pihak yang
menjadi cicak dan siapa yang
menjadi buaya, (3) KPK berusaha
untuk tetap tenang, walaupun
mendapatkan tekanan dari pihak
kepolisian.

Terdapat penggunaan kata ganti
dalam beberapa kalimat, seperti:
cicak vs buaya seharusnya cicak
lawan buaya.
“..Suasana pemeriksaan, isinya
banyak
senda
gurau...”
seharusnya kata „senda-gurau di
ganti
dengan
kata
“canda,
bercanda-tawa.”
RETORIS

Melakukan penekanan fakta lewat
pengandaian kata, seperti:
(1) Penggunaan kata “ditekan”
dalam kalimat : “meski
terlihat
“ditekan”
namun
petinggi KPK tetap beritikad
baik memenuhi panggilan
kepolisian.”

Wartawan kurang menekankan
detail cerita atau informasi dalam
berita

(1) Ada tiga pimpinan KPK
dipanggil oleh pihak kepolisian
sebagai
saksi
dalam
kasus
penyuapan terhadap pejabat KPK
saat menangani kasus PT Masaro
Radiokom,
(2)
permasalahan
bagaimana kasus tersebut bisa
muncul, (3) siapa saja yang
menjadi narasumber dalam berita
kali ini (4) subjudul: “Inisial CMH”
yang isinya menjelaskan pendapat
narasumber mengenai siapa CMH.

Jarang sekali menggunakan kata
ganti dalam kalimat di setiap
paragraf.
Namun,
seringkali
menggunakan
singkatan
yang
bertujuan untuk merahasiakan
identitas seseorang.

Tidak menempatkan gambar atau
foto, tidak menempatkan grafik,
dan tidak juga menggunakan katakata pengandaian.

(2) Penggunaan kata ”cicak dan
buaya” dalam awal tulisan
menyiratkan suatu makna
tertentu.
Tidak menggunakan foto ataupun
gambar, tidak juga menggunakan
grafis sebagai perangkat berita.
Namun, menggunakan banyak
istilah-istilah seperti kata yang di
beri tanda kutip.

Sumber: Hasil Pengamatan Peneliti

ISSN : 2085 1979

11

Feby Windya/Eko Harry Susanto: Konflik KPK vs Kepolisian Dalam Bingkai Kompas Dan Rakyat Merdeka

Dari tabel perbandingan frame antara Rakyat Merdeka dengan Kompas
di atas, Rakyat Merdeka lebih menyuarakan bahwa ada upaya penjatuhan citra
KPK oleh Kepolisian di mata masyarakat dengan melakukan pemeriksaan terhadap
pemimpinnya. Rakyat Merdeka ingin menekankan kepada pembacanya bahwa
sebenarnya pihak KPK tidak bersalah dalam kasus ini. Hanya ada upaya berbagai
pihak untuk membuat citra KPK buruk di mata masyarakat dengan cara
merekayasa kasus ini. Hal tersebut dapat terlihat dari bagaimana cara wartawan
menyusun berita. Wartawan lebih dominan memberitakan KPK dibandingkan
dengan pihak kepolisian. Dan juga Wartawan ingin menekankan kepada
pembacanya bahwa Rakyat Merdeka bersuara keras dan mendukung penuh
pihak KPK.
Wartawan juga lebih dominan memilih narasumber dari pihak Komisi
Pemberantas Korupsi (KPK). Hal ini terjadi karena wartawan menilai KPK berusaha
dijatuhkan oleh berbagai pihak. Seperti memilih Febridiansyah, seorang peneliti
dari Indonesian Corruption Watch (ICW), dan mengutip komentarnya “...agar

supaya KPK lebih fokus dengan permasalahan Bank Century, jangan terkecoh atau
menjadi lemah dengan adanya kasus ini”. Hal ini menunjukkan bahwa Rakyat
Merdeka lebih dominan mendukung KPK daripada Kepolisian.
Tema berita yang dibentuk oleh wartawan juga menekankan bahwa ada
pihak-pihak yang sengaja membuat citra KPK jatuh di mata publik. Selain itu,
bingkai retoris bentukan wartawan tidak menggunakan foto, gambar, maupun
grafis. Tetapi wartawan lebih menekankan pada penulisan kata-kata, seperti kata
“ditekan” dalam kalimat: “Meski terlihat ditekan…” yang bermakna bahwa KPK
sedang berada di bawah intervensi pihak kepolisian.
Dalam penulisan judul berita yang berisi: “Apakah Benar Polisi Sudah
Menjadi Buaya?”, kata yang digunakan dalam judul tersebut mengibaratkan
bahwa Kepolisian kini berusaha menangkap KPK yang berada di pihak yang lemah.
Selain kata-kata tersebut, masih ada “vs” dalam kalimat “cicak vs buaya”. Jika
diartikan, sekarang ini sedang ada pertengkaran dari pihak yang lemah, yaitu KPK
(cicak) melawan pihak yang kuat, yaitu Kepolisian (buaya).
Berbanding terbalik dengan Rakyat Merdeka, Kompas dalam
pemberitaan kali ini lebih berusaha bersikap netral dan tidak menekankan atau
menyudutkan pihak KPK maupun Kepolisian. Dalam penulisan judul berita, sudah
dapat terlihat kalau Kompas tetap mengedepankan sisi netralnya dengan
memberikan judul sederhana “KPK penuhi panggilan Kepolisian”. Narasumber yang
dipilih oleh wartawan lebih dimaksudkan untuk memberi penjelasan seputar
pemeriksaan yang terjadi.
Wartawan juga mengisahkan fakta yang sesuai dengan unsur berita
hardnews, yaitu dengan 5W+1H (what, where, why, when, who, how). Berita yang
dibentuk oleh wartawan Kompas merujuk pada satu tema besar, yaitu petinggi
KPK diperiksa oleh Kepolisian. Dengan tidak menambahkan pandangan wartawan
dalam berita, tetapi membentuknya sesuai dengan fakta yang ada.
Wartawan tidak membentuk frame retoris dalam pemberitaan kali ini. Jika
dibandingkan dengan Rakyat Merdeka yang lebih menekankan level retoris
dengan menggunakan istilah-istilah dalam tulisan dan sengaja membiarkan
wartawan menulis berita sesuai dengan pandangannya, Kompas tidaklah demikian.
Wartawan Kompas lebih mementingkan membuat berita sesuai dengan fakta apa
adanya, tanpa menambahkan unsur lain, seperi kata istilah, gambar, foto, maupun
12

ISSN : 2085 1979

Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011

grafis, untuk menghindari kesan keberpihakan terhadap salah satu pihak yang
bertikai di mata pembacanya.
Setiap media mempunyai paradigma berbeda-beda dalam pembentukan
berita. Ada pandangan netral, liberal, menuntut keadilan, komunis, dan masih
banyak lagi. Dalam tabel perbandingan bingkai berita mengenai keputusan SBY
terhadap penyelesaian kasus Bibit dan Chandra, Kompas dan Rakyat merdeka
mempunyai paradigma masing-masing dalam membentuk berita.
Rakyat Merdeka menyusun fakta berita dengan lebih mendominasi berita
mengenai KPK dalam setiap teks untuk menyatakan bahwa Rakyat Merdeka
adalah koran yang menyuarakan keadilan dan mendukung KPK dalam
permasalahan yang ada dalam berita. Berbeda dengan Kompas. Harian ini lebih
menekankan sifat yang berimbang dan netral, serta tidak memihak pada poros
manapun.
Masing-masing media punya cara sendiri dalam pemberitaan. Paradigma
mereka berbeda-beda dalam membingkai setiap peristiwa. Berbagai pandangan
seperti itulah yang kemudian membuat berita menjadi berlainan, meskipun
peristiwa yang diberitakan sama. Wartawan Rakyat Merdeka juga punya cara
berbeda ketika mengisahkan fakta. Wartawannya mengisahkan cerita tersebut
dengan membuat cerita yang lebih dramatis untuk menarik perhatian dan simpati
pembaca. Berita dibuat dengan unsur 5W+1H, dan membiarkan wartawan
menuliskan persepsi mereka untuk mengembangkan fakta yang ada.
Lain halnya dengan Kompas. Dalam mengisahkan fakta berita, koran ini
lebih mengutamakan keberimbangan dengan tidak memasukan opini wartawan ke
dalam berita demi menghindari keberpihakan terhadap KPK ataupun Kepolisian.
Dan berita tetap dibuat dengan unsur 5W+1H.
Tema berita yang dibentuk oleh wartawan Rakyat Merdeka
memperlihatkan bagaimana cara wartawan menuliskan fakta, dan terlihat siapa
yang didukung oleh Rakyat Merdeka dalam kisruh antara KPK vs Kepolisian ini.
Rakyat Merdeka lebih dominan memberitakan, menentukan narasumber, dan
mengutip pernyataan narasumber dari KPK.
Sedangkan Kompas, dalam
menuliskan fakta, lebih seimbang dalam memilih tema berita (judul berita),
menentukan narasumber, dan mengutip pernyataan dari narasumber.
Dari perbandingan nilai berita, antara Kompas dan Rakyat Merdeka
mempunyai banyak persamaan dan sedikit perbedaan. Perbedaan-perbedaan
tersebut, misalnya nilai aktualitas. Rakyat merdeka selalu menyajikan berita
secara aktual dan faktual. Hal ini dapat terlihat ketika ada permasalahan baru
antara KPK vs Kepolisian. Rakyat Merdeka langsung memberitakan
permasalahan tersebut. Menempatkan berita di halaman muka juga menjadi salah
satu bukti bahwa Rakyat Merdeka mengedepankan nilai aktualitas dalam setiap
pemberitaannya.
Sementara, Kompas menyajikan berita secara aktual. Hal ini dapat dilihat
dengan urutan kejadian kasus. Kompas selalu memberitakan permasalahan atau
isu langsung sesuai dengan tanggal kejadian. Namun, berita tidak selalu
ditempatkan sebagai headline di halaman muka. Kompas terkadang lebih
mengutamakan permasalahan lain dibandingkan kasus KPK vs Kepolisian.
Kedua, dalam nilai prominence, yang membedakan adalah antara
penempatan berita. Dalam menempatkan berita, Rakyat Merdeka selalu
menjadikan berita sebagai headline di halaman utama koran, sementara Kompas
ISSN : 2085 1979

13

Feby Windya/Eko Harry Susanto: Konflik KPK vs Kepolisian Dalam Bingkai Kompas Dan Rakyat Merdeka

tidak. Namun selain perbedaan itu, nilai berita prominence ini juga membawa
Kompas dan Rakyat Merdeka memiliki kesamaan: berita ini menjadi penting
karena adanya tokoh-tokoh terkemuka yang menjadi pemberitaan.
Persamaan Kompas dengan Rakyat Merdeka dalam menilai sebuah
berita terletak pada nilai konflik, kedekatan, human interest, dan daya pengaruh
yang sama.
Penutup

Kompas dan Rakyat Merdeka memiliki cara tersendiri dalam
memberitakan kasus KPK vs Kepolisian ini. Rakyat Merdeka dalam setiap
pemberitaannya selalu lebih dominan kepada KPK dibandingkan bersifat netral atau
berpihak ke Kepolisian. Secara otomatis, hal ini juga mempengaruhi Rakyat
Merdeka dalam membentuk fakta berita yang lebih cenderung ke KPK, juga
dalam memilih, mengutip pernyataan narasumber, penulisan judul, membentuk
tema berita, dan juga menekankan keberpihakan mereka lewat level retoris yang
ditekankan lewat kata (pengandaian, leksikon, metafora). Rakyat Merdeka
membiarkan wartawan mengembangkan pendapatnya dalam penulisan berita. Hal
ini membuat berita tersebut tidak lagi riil dan sesuai dengan fakta karena sudah
merupakan hasil bentukan wartawan.
Berbeda dengan koran yang satunya lagi. Kompas selama ini merupakan
suratkabar yang terkenal dengan paradigma netralnya. Tidak berpihak ke
manapun, dan lebih mementingkan unsur kemanusiaan daripada konflik. Karena
itu, Kompas lebih cenderung bersikap netral dalam urusan pemberitaan KPK vs
Kepolisian ini. Kompas tidak mau dinilai sebagai media yang cenderung berpihak
pada satu institusi. Hal ini terjadi karena Kompas ingin menerapkan prinsip
jurnalistik di mana media (wartawan) harus bersikap netral atau berimbang
terhadap semua pihak, tidak hanya satu pihak saja.
Bukti bahwa Kompas merupakan media yang berada di pihak netral
dalam pemberitaan kali ini, dilihat dari caranya menempatkan posisi berita.
Kompas lebih cenderung untuk tidak menjadikan peristiwa-peristiwa yang tidak
mengalami perkembangan signifikan sebagai headline pada halaman muka. Kalau
berita itu mempunyai dampak besar yang masif bagi publik, mengandung nilai
keaktualitasan, dan nilai prominence, baru Kompas menjadikan berita tersebut
sebagai headline di halaman utama.
Sebagai contoh, berita SBY menengahi kisruh antara KPK melawan
Kepolisian, yang ditaruh di halaman muka tanggal 24 November 2009. Berita yang
dikemas Kompas berbeda dengan berita biasanya, yaitu sebagai headline, dan
diletakkan di halaman muka, lengkap dengan unsur grafis dan foto. Selain tidak
menekankan unsur berita, dalam membentuk tema, Kompas lebih cenderung
menyatakan sikap datarnya dan tak bersikeras untuk membela satu pihak, atau
dengan kata lain, Kompas tetap berporos pada garis netral, dan tidak
membiarkan wartawan menambahkan perspektifnya untuk menghindari kesan
buruk bahwa Kompas tidak berimbang.
Daftar Referensi:
R. Wright, Charles, Sosilogi Komunikasi Massa, CV. Remaja Karya, Bandung, 1952.

14

ISSN : 2085 1979

Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/01/2011

Assegaf, Djafar Husin, Jurnalistik Masa Kini, Pengantar ke Praktek Kewartawanan,
Ghalia Indonesia, Jakarta 1983.
Berger, L. Peter, Terjemahan, Konstruksi Sosial atas Realitas, LP3ES, Maret 1990.
Bungin, Burhan, Sosiologi Komunikasi : Teori Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, Kencana, Jakarta, 2006.
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT Remaja
Rodakarya, Bandung, 2002.
Eriyanto, Analisis Framing Kontruksi Ideologi dan Politik Media, LKiS, Jogjakarta,
2002.
Hamad, Ibnu, Kontruksi Sosial Politik dalam Media Massa, granit, Jakarta, 2004.
Hoeta soehot, A.M, Pengantar Ilmu Komunikasi, Yayasan Kampus Tercinta, IISIP,
Jakarta, 2002.
Kovach, Rossentiel, The Elements of Jurnalism: What News People Should Know
And Public Should Expect, 2001.
Kusumaningrat, Hikmat & Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik, Teori dan Praktik,
PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005.
Mcquail, Dennis, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Edisi Kedua Penerbit
Erlangga, Jakarta, 1987.
Nimmo, Dan, Komunikasi Politik, Komunikator, Pesan dan Media, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1993.
Rivers, William L. and Cleve Mathews, Etika Media Massa, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1994.
Sobur, Alex, Analisis Teks Media Massa, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Remaja Rosdakarya, Bandung,
2004.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Sumadiria, AS. Haris, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature, Simbiosa
Rekatama Media, Bandung, 2005.
Vivian, Jhon, Teori komunikasi Massa: Edisi Kedelapan, Kencana, Jakarta, 2008.

ISSN : 2085 1979

15