TAP.COM - REINDUSTRIALISASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP EKONOMI MAKRO SERTA ...

(1)

REINDUSTRIALISASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP EKONOMI

MAKRO SERTA KINERJA SEKTOR INDUSTRI DI INDONESIA

(Reindustrialisation and It's Impact on Macro Economy and Performane of

Industry Sectors in Indonesia)

1

Heru Kustanto , Rina Oktaviani, Bonar M. Sinaga, dan Muhammad Firdaus

1Akademi Pimpinan Perusahaan (APP), Kementerian Perindustrian RI

heru-k@kemenperin.go.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak reindustrialisasi terhadap ekonomi makro dan kinerja sektor industri, termasuk industri kecil, menengah dan besar. Reindustrialisasi dalam penelitian ini diukur dari peningkatan pangsa output sektor industri. Penelitian ini menggunakan model ekonomi keseimbangan umum recursive dynamic untuk mengukur dampak reindustrialisasi sebagai upaya untuk mengantisipasi faktor-faktor penyebab deindustrialisasi. Reindustrialisasi dilakukan dengan serangkaian kebijakan melalui simulasi peningkatan investasi sektor industri, peningkatan ekspor produk-produk industri, peningkatan penggunaan produksi dalam negeri untuk mengurangi jumlah impor barang-barang konsumsi, peningkatan produktivitas sektor industri, subsidi harga energi dan pengembangan klaster industri prioritas yaitu klaster industri agro, klaster industri basis manufaktur dan klaster industri alat angkut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keenam simulasi yang dilakukan mampu meningkatkan kinerja ekonomi makro yang diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan pangsa output sektor industri lebih tinggi daripada simulasi baseline. Pada semua simulasi, reindustrialisasi mampu meningkat pertumbuhan output sektor industri kecil menengah lebih tinggi dibandingkan dengan industri besar. Untuk meningkatkan pangsa output sektor industri dapat dilakukan melalui serangkaian kebijakan reindustrialisasi dengan meningkatkan investasi baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing, peningkatan ekspor dan penurunan impor produk-produk industri melalui peningkatan penggunaan produksi dalam negeri, kebijakan untuk mengatur harga energi, dan peningkatan teknologi dan produktivitas sektor industri.

Kata kunci : Deindustrialisasi; reindustrialisasi; model ekonomi keseimbangan umum, ekonomi makro; industri kecil, menengah dan besar

ABSTRACT

This paper investigates impact of reindustrialisation on Indonesia macro economy and performace of industry especially of smal, medium and large scale industry. Reindustrialisation in this paper measured with increasing of a share of output in the industry sector. This study used computable general equilibrium (CGE) with recursive dynamic model to measure the impact reindustrialisation to counter of causes factors of deindustrialisation on macro economy and output of smal, medium and large scale industry. Reindustrialisation done with simulation of increasing investment of industry sectors, increasing export of industry goods, increasing of local consuming industry goods, increasing a productivity in industry sectors, price subsidy on energy and development of priority of cluster industry i.e agro-based cluster industry, manufacture-based cluster industry and vehicle-based cluster industry. Results indicated that the six simulation can increase macro economics performance i.e. output or Gross Domestic Product (GDP) and increase share of industry sector in total GDP higher than baseline simulation. In all simulation, reindustrialisation increase the output of small, medium scale industry more higher than large scale industry with the different impact. Finally, to increase a share of industry sector can be done through increasing investment in both local investment and foreign direct invesment; increasing of exports and reducing impor value of consuming product through increasing of consuming local produced-industry; and increasing the technology and productivity in industry sectors.

Key words : Deindustrialisation; reindustrialisation; computable general equilibrium; macro economy; small, medium and large industry

transformasi struktural di Indonesia. Pola

PENDAHULUAN

pertumbuhan secara sektoral di Indonesia sejalan dengan kecenderungan proses Tidak dapat dipungkiri bahwa

transformasi struktural yang terjadi di industrialisasi di Indonesia sejak Pelita I

berbagai negara yaitu terjadi penurunan hingga saat ini telah mencapai hasil yang

kontribusi sektor pertanian yang sering diharapkan dengan telah terjadinya


(2)

disebut sektor primer, di sisi lain kontribusi Kedua, dominasi kelompok bisnis pemburu sektor sekunder dan tersier cenderung rente (rent seeking) ternyata belum

meningkat. memanfaatkan keunggulan mereka dalam

Selama 30 tahun sebelum terjadinya skala produksi dan kekuatan finansial untuk krisis keuangan dan ekonomi pada tahun bersaing di pasar global. Ketiga, lemahnya 1997/1998, sektor industri Indonesia hubungan intra industri, sebagaimana mengalami transformasi dan pertumbuhan ditunjukkan oleh minimnya perusahaan yang cepat. Tidak seperti negara-negara yang bersifat spesialis yang mampu Asia Tenggara lainnya, Indonesia pada menghubungkan klien bisnisnya yang pertengahan tahun 1960-an tidak banyak berjumlah besar secara efisien. Keempat, melakukan pembangunan sektor industri struktur industri Indonesia terbukti masih moderen. Namun demikian, pada dangkal, dengan minimnya sektor industri pertengahan tahun 1990-an Indonesia menengah. Kelima, masih kakunya BUMN dikelompokkan sebagai salah satu negara sebagai pemasok input maupun sebagai di Asia Timur sebagai Negara Industri Baru pendorong kemajuan teknologi. Keenam, (Newly Industrializing Economies) oleh investor asing masih cenderung pada Bank Dunia bersama dengan Malaysia dan orientasi pasar domestik (inward oriented), Thailand. Sejak tahun 1980-an ketiga dan sasaran usahanya sebagian besar negara Asia Tenggara tersebut mengalami masih pada pasar yang diproteksi.

suatu lompatan dalam ekspor produk- Puncak dari keberhasilan sektor produk industri, walaupun dalam skala yang industri terjadi sampai dengan tahun 1997, lebih kecil seperti yang telah dicapai oleh yaitu awal dimulainya krisis ekonomi yang empat macan Asia seperti Korea Selatan, dipicu dari krisis ekonomi yang terjadi di Taiwan, Hong Kong dan Singapura (Wie, Thailand dan Malaysia. Pada saat itu

2000). pertumbuhan sektor industri mencapai 12

Secara perlahan kontribusi sektor persen per tahun melebihi pertumbuhan industri dalam pembentukan Produk ekonomi nasional yang mencapai 7-8 Domestik Bruto (PDB) melampaui kontribusi persen. Namun semenjak krisis ekonomi, sektor pertanian yang pada awal-awal kinerja sektor industri masih belum bisa pembangunan ekonomi mendominasi kembali seperti kondisi sebelum krisis. perekonomian nasional. Pada tahun 1971, Sebagai ilustrasi dalam periode tahun 2005 sektor pertanian masih memegang peranan dan 2006, pertumbuhan sektor industri yang dominan dalam struktur perekonomian (termasuk migas) masih di bawah nasional dengan kontribusinya terhadap p e r t u m b u h a n e k o n o m i n a s i o n a l . PDB mencapai 44.83 persen. Sementara Pertumbuhan industri pada tahun 2005 dan itu, pada tahun yang sama sektor industri 2006 berturut-turut adalah 4.57 persen dan baru memberikan kontribusi sekitar 8.36 4.63 persen, di bawah pertumbuhan persen. Pada tahun 2004 kontribusi sektor ekonomi nasional yang mencapai 5.68 industri pada PDB mencapai puncaknya persen dan 5.48 persen. Sementara itu, menjadi 28.37 persen, sementara sektor pertumbuhan sektor industri pada tahun pertanian turun menjadi hanya 14.9 persen. 2010 baru mencapai 5.09 persen di bawah Namun demikian, sektor industri terus pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6.1 menurun kontribusinya dalam PDB yang persen (Kementerian Perindustrian, 2011). pada tahun 2010 mencapai 25.76 persen Menurunnya kontribusi sektor industri

(BPS, 2011). cukup mengkhawatirkan mengingat sektor

industri sangat diharapkan peranannya Laporan World Bank (1993) dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, menyimpulkan beberapa permasalahan pengentasan kemiskinan dan penciptaan struktural pada industri Indonesia. Pertama,

lapangan kerja untuk mengurangi tingginya tingkat konsentrasi dalam tingginya tingkat pengangguran. perekonomian dan banyaknya monopoli,

Penurunan kontribusi dan pertumbuhan

baik yang terselubung maupun terang- sektor industri ini mengarah pada suatu terangan, pada pasar yang diproteksi.


(3)

perubahan sosial dan ekonomi yang penyebab deindustrialisasi menjadi penting disebabkan oleh penurunan kapasitas atau untuk dilakukan agar dapat dirumuskan aktivitas industri dalam suatu wilayah atau berbagai kebijakan untuk mendorong negara. Gejala-gejala deindustrialisasi telah kembali peranan sektor industri dalam nampak pada perekonomian Indonesia, p e r e k o n o m i a n n a s i o n a l m e l a l u i dimana secara umum peranan sektor serangkaian kebijakan reindustrialisasi. industri dalam sumbangannya terhadap Sesuai dengan latar belakang di atas, PDB mengalami penurunan. Bila penurunan maka penelitian ini bertujuan untuk :

kontribusi sektor industri di Indonesia terus 1. Menganalisis dampak reindustrialisasi berlanjut, maka sektor industri tidak bisa lagi terhadap ekonomi makro seperti neraca diharapkan menjadi motor penggerak dan perdagangan, PDB, konsumsi, memegang peranan penting bagi investasi, ekspor, impor, stok dan inflasi. perekonomian Indonesia di masa-masa 2. Menganalisis dampak reindustrialisasi mendatang. Oleh karena itu perlu dilakukan terhadap output dan penyerapan tenaga serangkaian upaya antisipasi agar kondisi kerja sektor industri pengolahan. deindustrialisasi tidak berlanjut dan 3. Menganalisis dampak reindustrialisasi berdampak buruk pada perekonomian terhadap output sektor industri kecil, Indonesia. Analisis dampak faktor-faktor menengah dan besar.

No. Sektor 1971 1980 1990 2005 2009 2010

1 Pertanian 44.83 30.7 19.42 14.54 13.61 13.17 2 Pertambangan dan Penggalian 8.01 9.3 15.19 9.30 8.27 8.07 3 Industri Pengolahan 8.36 15.3 19.35 28.10 26.16 25.76 4 Listrik, Gas dan Air 0.49 0.7 0.63 0.66 0.78 0.78

5 Bangunan 3.49 5.7 5.80 5.91 6.44 6.50

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 16.11 16.6 16.13 16.83 16.90 17.34 7 Pengangkutan dan Komunikasi 4.41 5.4 5.53 6.26 8.80 9.41 8 Keuangan, Persewaan dan jasa 12.2 13.8 14.49 9.26 9.59 9.55

9 Jasa -Jasa 2.11 2.8 3.46 9.14 9.43 9.43

Total 100 100 100 100 1000 100

1990 – 2000 seperti dapat dilihat pada Tabel

TINJAUAN PUSTAKA

1. Struktur industri menurut skala usaha

Perubahan Struktur Perekonomian maka tidak banyak perubahan yang berarti.

Indonesia Peranan industri besar dalam pembentukan

PDB sektor industri masih tinggi dengan Jika dilihat dari PDB sektoral, terlihat

rata-rata 66.84 persen. Di sisi lain, industri adanya perubahan struktur ekonomi yang

kecil dan menengah hanya memberikan b e r k e l a n j u t a n . S e k t o r p e r t a n i a n

kontribusi rata-rata masing-masing 17.26 menunjukkan kecenderungan yang terus

persen dan 15.90 persen. menurun dimana perannya digantikan oleh

sektor industri yang tumbuh pesat sejak

Tabel 1. Perubahan pangsa sektoral dalam perekonomian Indonesia

Sumber : BPS, Berbagai Tahun Terbitan (Diolah)

Studi tentang Deindustrialisasi nilai ekspor produk industri dalam PDB,

Beberapa studi yang terkait dengan pangsa neraca perdagangan produk deindustrialisasi adalah Rowthorn dan industri dalam PDB, dan pangsa nilai impor Ramaswamy (1997), Rowthorn dan barang modal dalam PDB, berdampak Ramaswamy (1998), Choi (2005) dan Jakti positif terhadap kontribusi sektor industri dan Sumarwan (2005). Penelitian Jakti dan dalam PDB. Sedangkan harga riil produk Sumarwan (2005) menunjukkan bahwa industri dan pangsa nilai impor produk dalam jangka panjang pendapatan per industri dalam PDB berdampak negatif kapita, pangsa PMTDB dalam PDB, pangsa terhadap kontribusi sektor industri


(4)

dalam PDB. Sedangkan harga riil produk dikatakan bahwa reindustrialisasi industri dan pangsa nilai impor produk dimaksudkan untuk melakukan perubahan industri dalam PDB berdampak negatif dan pembangunan kembali serta perbaikan terhadap kontribusi sektor industri industri secara sistematik dan komprehensif dalam dalam PDB. Sementara itu, pangsa nilai proses industrialisasi dengan tujuan untuk impor bahan baku dalam PDB tidak memiliki meningkatkan daya saing industri yang hubungan jangka panjang dengan berkelanjutan.

kontribusi sektor industri dalam PDB.

Sementara itu, Rowthorn dan Kerangka Pemikiran Ramaswamy (1997) menggunakan analisis

regresi untuk menghitung dampak berbagai Deindustrialisasi pada beberapa faktor pada pangsa tenaga kerja sektor studi seperti Palma (2007); Rowthorn dan industri pada beberapa kelompok negara Ramaswamy (1997); Mickiewicz dan industri. Model yang dikembangkannya Zalewska (2002); Aiginger (2003); Watts mengikuti pendekatan umum yang dan Valadkhani (2001) lebih banyak disoroti digunakan oleh Rowthorn dan Wells (1987) dari penurunan pangsa tenaga kerja yang yang telah dimodifikasi untuk melihat bekerja pada sektor industri. Penurunan pengaruh pembentukan kapital dan pangsa tenaga kerja biasanya seiring perdagangan utara-selatan. Data yang dengan turunnya pangsa output sektor digunakan adalah tahun 1963, 1970, 1975, industri terhadap total output nasional suatu 1980, 1985, 1990, dan 1994 yang perekonomian. Penurunan pangsa tenaga mencakup 21 dari 23 kelompok negara- kerja dan pangsa sektor industri dalam negara industri dalam World Economic pembentukan PDB mengarah pada kondisi Outlook (yang berhubungan dengan deindustrialisasi. Dalam penelitian ini kelompok negara-negara OECD). deindustrialisasi dilihat dari terjadinya penurunan pangsa tenaga kerja sektor industri terhadap total tenaga kerja dan

Pengertian Reindustrialisasi penurunan pangsa output sektor industri

Berbeda dengan istilah deindustri- terhadap total PDB suatu negara.

alisasi yang sudah populer, istilah Identifikasi faktor-faktor penyebab reindustrialisasi mulai sering terdengar di terjadinya deindustrialisasi menjadi hal Indonesia sekitar awal tahun 2008 sehingga yang penting untuk melihat akar tulisan mengenai konsep reindustrialisasi di permasalahan dan merumuskan upaya-Indonesia masih terbatas. Reindustrialisasi upaya yang dapat dilakukan untuk keluar adalah melakukan perubahan dan dari kondisi deindustrialisasi tersebut. perbaikan secara holistik dan komprehensif Untuk dapat keluar dari kondisi dalam proses industrialisasi untuk deindustrialisasi, maka selanjutnya mendorong kembali pembangunan industri dilakukan simulasi berdasarkan faktor-manufaktur nasional. Reindustrialisasi juga faktor signifikan penyebab deindustrialisasi merupakan langkah strategis untuk m e l a l u i r e i n d u s t r i a l i s a s i u n t u k membangun kemandirian perekonomian meningkatkan kembali kontribusi sektor Indonesia (Hariyadi, 2009). industri dalam perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan Mirana (2008) Simulasi dampak reindustrialisasi terhadap yang berpendapat bahwa reindustrialisasi ekonomi makro dan kinerja sektor industri a d a l a h k e m b a l i m e n e m p a t k a n dilakukan dengan menggunakan model pembangunan industri sebagai cara penting e k o n o m i k e s e i m b a n g a n u m u m dalam memecahkan masalah ekonomi dan terkomputasi (Computable General sosial, artinya memposisikan sektor industri Equilibrium/CGE). Dari hasil simulasi sebagai agen pembangunan dalam rangka reindustrialisasi untuk mendorong kembali memberikan kontribusi pada peningkatan peran sektor industri dalam perekonomian kesejahteraan masyarakat. nasional selanjutnya direkomendasikan Berdasarkan beberapa konsep sebagai suatu kebijakan industri yang dapat reindustrialisasi di atas, maka dapat dilakukan oleh pemerintah.


(5)

pelaku ekonomi pada setiap kolom yang

METODE PENELITIAN

meliputi aliran bahan baku, margin, pajak, tenaga kerja, modal, tanah dan biaya Model ekonomi keseimbangan umum

lainnya. Hubungan antar komoditi pada digunakan untuk menganalisis dampak

tabel input-output menunjukkan hubungan reindustrialisasi terhadap ekonomi makro

sektoral antar industri dan hubungan Indonesia dan kinerja sektor industri. Data

agregat dari pelaku-pelaku ekonomi dalam yang digunakan adalah data Tabel

Input-ekonomi makro. O u t p u t t a h u n 2 0 0 5 y a n g s u d a h

Selain tabel input-output, model juga diperbaharui. Struktur tabel input-ouput

menggunakan Tabel SAM (Social yang digunakan sebagai data dasar model

Accounting Matrix) atau dikenal juga sama dengan yang digunakan pada model

dengan SNSE (Sistem Neraca Sosial ORANI-F (Horridge et al., 1993) dan model

Ekonomi) yang menggambarkan distribusi INDOF (Oktaviani, 2000). Data dasar tabel

pendapatan untuk semua faktor produksi, input-output terdiri dari matriks penyerapan

pendapatan rumahtangga dan pola dari input di tiap industri, matriks produk

pengeluaran rumahtangga. SNSE bersama dan matriks pajak bersama seperti

digunakan untuk melengkapi data pada dapat dilihat pada Gambar 1.

tabel input-output, seperti data mengenai Kolom dari matriks penyerapan

komposisi tenaga kerja (skilled dan menunjukkan 6 pelaku ekonomi yaitu

unskilled), pangsa modal dan lahan serta produsen domestik, investor, rumahtangga,

pangsa pendapatan di antara golongan ekspor, pemerintah dan inventori. Semua

rumahtangga. Tabel SAM yang digunakan tabel yang dihitung pada tabel input-output

adalah Tabel SNSE 2005 yang dipublikasi dihitung dalam nilai rupiah. Baris pada

dalam tipe agregasi sektoral yaitu 37 x 37 matriks tersebut menunjukkan asal dari

dan 110 x 110. pembelian komoditas yang dilakukan oleh

Matriks Penyerapan

1 2 3 4 5 6

Produsen Investor Rumahtangga Ekspor Pemerintah Inventori

Size ßIà ßI à ßI à ßI à ßI à ßI à

Aliran

Bahan CxS VIBAS V2BAS V3BAS V4BAS V5BAS V6BAS

Margin CxSxM V1MAR V2MAR V3MAR V4MAR V5MAR V6MAR

Pajak CxS V1TAX V2TAX V3TAX V4TAX V5TAX V6TAX

Tenaga

Kerja O V1LAB C = Jumlah komoditasI = Jumlah industri

Modal I V1CAP O = Jumlah jenis pekerjaanS = Jumlah sumber komoditas M = Jumlah Margin

Tanah I V1LND

Biaya

Lainnya I V1OCT

Matriks Produk

Bersama Pajak Impor

Ukuran ß Ià Ukuran ßIà

C MAKE C V0TAR

Sumber : Horridge et al. (1993) dan Oktaviani (2000)


(6)

U n t u k m e n g k a j i d a m p a k intermediate inputs);

reindustrialisasi terhadap ekonomi makro 5. Komposit komoditi dari output industri Indonesia dan kinerja sektor industri (commodity composites of industry digunakan model Computable General outputs);

Equilibrium (CGE) sebagai alat analisis 6. Permintaan barang untuk investasi utama. Model CGE yang digunakan adalah (demands for investment goods);

model CGE recursive dynamic. Unsur 7. Permintaan rumahtangga (household dinamis dalam model CGE ini ditunjukkan demands);

oleh akumulasi kapital dan pertumbuhan 8. Permintaan ekspor dan permintaan tenaga kerja setiap tahun. Model dasar akhir lainnya (export and other final yang digunakan dalam penelitian ini adalah demands);

model CGE ORANI-F (Horridge et al., 9. Permintaan margin (demands for 1993), INDOF (Oktaviani, 2000), WAYANG margins);

(Wittwer, 1999), dan ORANIGRD (Horridge, 10. Harga pembelian (purchaser's prices) 2002). Dalam penelitian ini dilakukan 11. Kondisi keseimbangan pasar (market kombinasi dari beberapa model CGE clearing conditions);

tersebut dan dilakukan pengembangan 12. Pajak tidak langsung (indirect taxes); sehingga memungkinkan digunakan 13. GDP dari sisi pendapatan dan sebagai alat analisis untuk mengkaji pengeluran (GDP from the income and dampak reindustrialisasi terhadap ekonomi expenditure sides);

makro dan kinerja sektor industri di 14. Keseimbangan perdagangan dan Indonesia. Selanjutnya model ini diberi agregat lainnya (trade balance and nama model CGE INDUSTRI INDONESIA other aggregates);

(Model CGE-INDUSTRINDO). 15. Tingkat pengembalian dan indeks (rates Model yang digunakan dalam kajian of return, indexation);

ini, mengasumsikan bahwa seluruh industri 16. Akumulasi investasi-modal ( investment-beroperasi pada pasar dengan kondisi capital accumulation);

persaingan sempurna baik di pasar input 17. Akumulasi hutang (debt accumulation); maupun di pasar output. Hal ini 18. Perluasan industri (industry extension) mengimplikasikan bahwa tidak ada sektor y a i t u d e n g a n m e n a m b a h k a n atau rumahtangga yang dapat mengatur p e r s a m a a n - p e r s a m a a n u n t u k pasar, sehingga seluruh sektor dalam mengagregasikan sektor ekonomi ekonomi diasumsikan menjadi penerimaan menjadi 4 sektor yaitu pertanian, harga (price-taker). Pada tingkat output, pertambangan, industri dan jasa untuk harga-harga dibayar oleh konsumen sama m e l i h a t b a g a i m a n a d a m p a k dengan marginal cost dari memproduksi reindustrialisasi terhadap struktur barang. Hal yang sama, dimana input perekonomian yang dilihat dari dibayar sesuai dengan nilai produk perubahan pangsa output masing-marginalnya (value marginal productivity). masing sektor tersebut serta Mengacu pada Horridge et al. (1993), p e r s a m a a n - p e r s a m a a n u n t u k Wittwer (1999), Oktaviani (2000) and menangkap dampak reindustrialisasi Horridge (2002), sistem persamaan disusun terhadap kinerja sektor ekonomi ke dalam 18 blok. Inti dari 18 blok b e r d a s a r k a n s k a l a u s a h a n y a , persamaan adalah sebagai berikut. khususnya sektor industri kecil, 1. Permintaan tenaga kerja (demands for menengah dan besar.

labour);

2. Permintaan faktor primer (demands for

HASIL DAN PEMBAHASAN

primary factors);

3. Permintaan input barang antara Untuk mengecek bahwa model CGE (demands for intermediate inputs); recursive dynamic yang disusun dapat 4. Permintaan faktor primer komposit dan menghasilkan suatu solusi yang valid maka input barang antara (demands for terlebih dulu dilakukan simulasi awal composite primary factors and


(7)

(baseline). Simulasi baseline merupakan barang-barang konsumsi komoditas industri suatu tahapan yang sangat penting untuk dalam negeri (Sim 3), peningkatan membuktikan bahwa model yang digunakan teknologi/produktivitas sektor industri (Sim dapat mempresentasikan kondisi aktual. 4) dan subsidi harga energi (Sim5) serta Pada simulasi baseline dilakukan update pengembangan klaster industri prioritas data dasar tahun 2008 hingga 2010. Pada yaitu klaster industri agro, klaster industri model CGE recursive dynamic, update data basis manufaktur dan klaster industri alat dasar dimungkinkan karena model tersebut angkut (Sim6). Simulasi dilakukan dengan mengakomodasi penyesuaian akumulasi menggunakan model recursive dynamic kapital dan tenaga kerja setiap tahun. sehingga dampak kebijakan dari tahun ke

Untuk mengkonfirmasi validitas dan tahun dapat tertangkap oleh model. konsistensi hasil update data dasar yang Penggunaan model recursive dynamic telah dibangun untuk tahun 2000, maka memungkinkan dilakukan simulasi dasar dilakukan perbandingan antara hasil (sim baseline) sebagai akibat adanya peramalan dengan perubahan variabel akumulasi kapital dan tenaga kerja. makro historis. Perbandingan hasil update Keenam simulasi tersebut selanjutnya (baseline) dengan data historis dilakukan dibandingkan dengan baseline untuk terhadap variabel Produk Domestik Bruto melihat dampak dari suatu simulasi ( P D B ) . H a s i l s i m u l a s i b a s e l i n e kebijakan.

menghasilkan nilai pertumbuhan PDB 1. Dampak terhadap Ekonomi Makro sebesar 10.89 persen, sementara nilai

aktual pertumbuhan PDB periode 2008- Dari Tabel 2 terlihat bahwa kelima 2010 adalah sebesar 10.96 persen. Secara simulasi yang dilakukan mampu relatif perbedaan hasil simulasi dengan data meningkatkan PDB riil lebih tinggi aktual berada dalam kisaran yang relatif d a r i p a d a n i l a i P D B b a s e l i n e . kecil. Oleh karena itu, model CGE recursive Peningkatan investasi menyebabkan dynamic yang dibangun cukup representatif peningkatan PDB riil sebesar 13.22 dan relatif akurat untuk digunakan dalam persen untuk 2 tahun ke depan. simulasi selanjutnya. Peningkatan PDB dipengaruhi antara

Mengacu pada hasil penelitian lain oleh peningkatan konsumsi rumah Kustanto et. al., (2011) terhadap faktor- tangga (20.69 persen), investasi (7.76 faktor penyebab terjadinya deindustrialisasi, persen) dan pertumbuhan ekspor (10.63 yang menunjukkan bahwa dari sisi persen) yang lebih rendah dibandingkan permintaan deindustrialisasi dipengaruhi dengan pertumbuhan impor (15.31 secara positif oleh pangsa investasi dan persen) sehingga neraca perdagangan pangsa ekspor produk industri serta turun sekitar -1.80 persen serta dipengaruhi secara negatif oleh pendapatan peningkatan perubahan stok (8.23 per kapita dan pangsa impor produk-produk persen). Peningkatan investasi nonmigas. Sementara itu, dari sisi mendorong penurunan harga-harga penawaran deindustrialisasi dipengaruhi sebesar -0.13 persen. Dari sisi secara positif oleh tingkat teknologi yang pertumbuhan sektor-sektor ekonomi, dimiliki oleh sektor industri dan dipengaruhi terlihat bahwa pertumbuhan sektor secara negatif oleh upah riil tenaga kerja industri (20.76 persen) lebih tinggi sektor industri, harga riil energi listrik dan daripada pertumbuhan ekonomi harga riil bahan bakar minyak. Dari hasil nasional (13.22 persen). Akibat dari penelitian tersebut, selanjutnya dilakukan peningkatan investasi ini akan analisis dampak dari beberapa faktor mendorong pangsa output sektor industri penyebab deindustrialisasi tersebut melalui terhadap total PDB meningkat sebesar serangkaian kebijakan reindustrialisasi 0.252 persen.

yaitu peningkatan investasi melalui Peningkatan ekspor produk-produk peningkatan efisiensi kapital sektor (Sim 1), industri menyebabkan peningkatan PDB riil peningkatan ekspor komoditas sektor sebesar 12.95 persen. Peningkatan PDB industri (Sim 2), peningkatan penggunaan dipengaruhi antara lain oleh peningkatan


(8)

konsumsi rumah tangga (20.31 persen), rumah tangga (20.70 persen), investasi investasi (7.76 persen) dan pertumbuhan (7.76 persen) dan pertumbuhan ekspor ekspor (10.06 persen) yang lebih rendah (11.60 persen) yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan daripada pertumbuhan impor (15.43 impor (14.93 persen) sehingga neraca persen) sehingga sehingga neraca perdagangan turun sekitar -1.87 persen perdagangan turun sekitar -1.61 persen serta peningkatan perubahan stok (7.98 serta peningkatan perubahan stok (8.76

persen). persen). Penurunan impor mendorong

penurunan harga-harga sebesar -0.13 Peningkatan ekspor mendorong persen. Dari sisi pertumbuhan sektor-penurunan harga-harga sebesar -0.13 sektor ekonomi, terlihat bahwa persen. Dari sisi pertumbuhan sektor- pertumbuhan sektor industri (19.73 sektor ekonomi, terlihat bahwa p e r s e n ) l e b i h t i n g g i d a r i p a d a pertumbuhan sektor industri (19.61 pertumbuhan ekonomi nasional (13.53 p e r s e n ) l e b i h t i n g g i d a r i p a d a persen). Akibat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional (12.95 penggunaan produksi dalam negeri ini persen). Akibat dari peningkatan ekspor akan mendorong pangsa output sektor produk-produk industri ini akan industri terhadap total PDB meningkat mendorong pangsa output sektor industri sebesar 0.21 persen.

terhadap total PDB meningkat sebesar Peningkatan produktivitas sektor 0.22 persen. Peningkatan penggunaan industri menyebabkan peningkatan PDB produksi dalam negeri menyebabkan riil sebesar 14.30 persen. Peningkatan peningkatan PDB riil sebesar 13.53 PDB dipengaruhi antara lain oleh persen. Peningkatan PDB dipengaruhi peningkatan konsumsi rumah tangga antara lain oleh peningkatan konsumsi (20.70 persen), investasi (7.76 persen)

Tabel 2. Dampak reindustrialisasi terhadap kinerja ekonomi makro

Deskripsi Baseline Sim 1 Sim 2 Sim 3 Sim 4 Sim 5

Neraca Perdagangan (delB) -1.52 -1.80 -1.87 -1.61 -1.77 -1.65

GDP Riil Sisi Pengeluaran (x0gdpexp) 10.89 13.22 12.95 13.53 14.30 12.84

GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Pertanian

(x0gdpexp_ag) 16.88 20.94 20.62 21.81 22.24 20.14 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor

Industri(x0gdpexp_mn) 16.55 20.76 19.61 19.73 21.85 18.35 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Pertambangan

(x0gdpexp_mo) -5.82 -7.64 -6.71 -6.57 -6.54 -3.99 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Jasa

(x0gdpexp_se) 9.84 11.56 11.58 12.40 12.57 11.61 Pengeluaran Riil Agregat Investasi (x2tot_i) 7.76 7.76 7.76 7.76 7.76 7.76

Konsumsi Riil Rumahtangga (x3tot) 16.33 20.69 20.31 20.70 22.14 19.64

Indeks Volume Ekspor (x4tot) 8.66 10.63 10.06 11.60 12.47 10.31

Indeks Volume Impor (x0cif_c) 12.69 15.31 14.93 15.43 16.77 14.37

Inventori Riil Agregat (x6tot) 6.89 8.23 7.98 8.76 9.73 8.22

Inflasi/Indeks Harga Konsumen (IHK) (p3tot) -0.12 -0.13 -0.13 -0.13 -0.14 0.08

Pangsa Sektor Pertanian terhadap Total PDB 0.561 0.722 0.717 0.775 0.743 0.684

Pangsa Sektor Industri terhadap Total PDB 0.189 0.252 0.222 0.207 0.252 0.184

Pangsa Sektor Pertambangan terhadap Total PDB -1.532 -1.912 -1.803 -1.843 -1.911 -1.543

Pangsa Sektor Jasa terhadap Total PDB -0.022 -0.034 -0.028 -0.023 -0.036 -0.025 Keterangan :

Sim 1 : Simulasi baseline + peningkatan investasi sektor industri melalui peningkatan investasi (a2tot) Sim 2 : Simulasi baseline + peningkatan ekspor sektor industri (f4p)

Sim 3 : Simulasi baseline + peningkatan penggunaan produksi dalam negeri komoditi sektor industri (a3_s) Sim 4 : Simulasi baseline + peningkatan teknologi/produkvitas sektor industri (a1tot)


(9)

pertumbuhan ekspor (12.47 persen) lainnya. Kelima upaya reindustrialisasi yang lebih rendah dibandingkan dengan melalui peningkatan investasi, ekspor, pertumbuhan impor (16.77 persen) produktivitas dan peningkatan sehingga neraca perdagangan turun penggunaan produksi dalam negeri sekitar -1.77 persen serta peningkatan serta subsidi harga energi mampu perubahan stok turun sebesar -9.73 mendorong kembali pangsa output persen. Peningkatan produktivitas sektor industri. Untuk meningkatkan sektor industri mendorong penurunan pangsa output sektor industri diperlukan harga-harga sebesar -0.14 persen yang kerja keras semua pihak agar mencerminkan turunnya harga-harga pertumbuhan sektor industri selalu p r o d u k I n d o n e s i a s e h i n g g a berada di atas pertumbuhan ekonomi menyebabkan produk Indonesia lebih nasional agar secara perlahan-lahan kompetitif di pasar internasional yang pangsa output sektor industri dapat berdampak pada peningkatan ekspor meningkat melalui serangkaian yang lebih besar dibandingkan dengan kebijakan reindustrialisasi seperti simulasi lainnya. Dari sisi pertumbuhan peningkatan investasi, peningkatan sektor-sektor ekonomi, terlihat bahwa ekspor produk-produk industri dan pertumbuhan sektor industri (21.85 peningkatan produktivitas sektor persen) lebih tinggi daripada industri. Dibutuhkan setidaknya 8 tahun pertumbuhan ekonomi nasional (14.30 ke depan agar pangsa output sektor persen). Akibat dari peningkatan industri meningkat dari 25.76 persen produktivitas sektor industri ini akan pada tahun 2010 menjadi 35 persen mendorong pangsa output sektor dengan asumsi pertumbuhan ekonomi industri terhadap total PDB meningkat nasional dan sektor industri rata-rata sebesar 0.252 persen. per tahun berturut-turut 6 persen dan 12 Subsidi harga energi menyebabkan persen. Sementara itu, jika sektor peningkatan PDB riil sebesar 12.84 industri hanya tumbuh rata-rata 8 persen. Peningkatan PDB dipengaruhi persen per tahun maka dibutuhkan antara lain oleh peningkatan konsumsi waktu yang lebih lama lagi yaitu 24 rumah tangga (19.64 persen), investasi tahun untuk mencapai pangsa output (7.76 persen) dan pertumbuhan ekspor sektor industri 35 persen dari PDB. (10.31 persen) yang lebih rendah Pengalaman negara-negara maju yang dibandingkan dengan pertumbuhan mengalami deindustrialisasi secara impor (14.37 persen) sehingga neraca alamiah menunjukkan bahwa pada perdagangan turun sekitar -1.65 persen angka 35 persen inilah secara perlahan-serta peningkatan perubahan stok naik lahan pangsa output sektor industri sebesar 8.22 persen. Subsidi harga akan mulai menurun dan digantikan energi di sektor industri mendorong perannya oleh sektor jasa.

peningkatan harga-harga sebesar 0.08

persen . Dari sisi pertumbuhan sektor- 2. Dampak terhadap Output Sektor

sektor ekonomi, terlihat bahwa Industri

pertumbuhan sektor industri (18.35 Secara umum kelima simulasi yang persen) sedikit lebih tinggi daripada dilakukan, mampu meningkatkan output pertumbuhan ekonomi nasional (12.84 c a b a n g i n d u s t r i l e b i h t i n g g i persen). Akibat dari subsidi harga energi dibandingkan dengan simulasi baseline ini akan mendorong pangsa output yang hanya meningkat rata-rata sektor industri terhadap total PDB sebesar 4.94 persen seperti dapat meningkat sebesar 0.18 persen. dilihat pada Tabel 3. Pada simulasi 1 Hasil analisis di atas menunjukkan yaitu melalui peningkatan investasi bahwa simulasi dengan peningkatan p a d a s e k t o r i n d u s t r i m a m p u produktivitas sektor industri mendorong meningkatkan output seluruh sektor peningkatan output riil yang paling besar ekonomi rata-rata sebesar 13.96 dibandingkan dengan keempat simulasi persen. Sementara itu, pada simulasi 2


(10)

melalui peningkatan ekspor produk- berbasis pertanian (agroindustri) seperti produk industri mampu meningkatkan industri pengolahan dan pengawetan output seluruh sektor ekonomi rata-rata makanan, industri tepung, industri gula, sebesar 13.50 persen. Pada simulasi 3 industri gula, industri makanan lainnya yaitu melalui peningkatan penggunaan dan industri minuman pada kelima produksi dalam negeri mampu simulasi yang dilakukan relatif lebih meningkatkan output seluruh sektor tinggi dibandingkan dengan cabang-ekonomi rata-rata sebesar 13.95 cabang industri lainnya. Hal ini persen. Di sisi lain, pada simulasi 4 menunjukkan bahwa agroindustri dalam melalui peningkatan produktivitas sektor struktur industri di Indonesia memegang industri mampu meningkatkan output peranan yang sangat penting. seluruh sektor ekonomi rata-rata sebesar Peningkatan output agroindustri akan 15.56 persen. Terakhir, pada simulasi 5 mendorong pertumbuhan sektor industri melalui subsidi harga energi mampu s e c a r a u m u m y a n g a k h i r n y a meningkatkan output seluruh sektor memberikan kontribusi yang relatif besar ekonomi rata-rata sebesar 13.19 persen. terhadap pertumbuhan ekonomi Dari Tabel 3, terlihat bahwa pertumbuhan nasional.

output cabang industri dari industri yang

Tabel 3. Dampak reindustrialisasi terhadap output sektoral

(persen perubahan)

No. Sektor Baseline Sim 1 Sim 2 Sim 3 Sim 4 Sim 5

1 Pertanian 15.58 19.57 19.16 19.88 21.40 18.65

2 Pertambangan 6.19 7.64 7.63 8.27 9.11 8.13

3 IndOlahMkn 36.76 46.41 45.37 45.72 50.09 43.64

4 IndMinyLemak 9.92 12.26 11.31 12.89 14.25 11.02

5 IndGilPadi 10.40 13.09 12.86 11.88 14.11 12.40

6 IndTepung 10.66 13.43 13.14 12.36 14.74 12.68

7 IndGula 12.75 16.09 15.77 15.18 17.72 15.27

8 IndMknLain 12.51 15.75 15.38 15.19 17.20 14.91

9 IndMinuman 10.11 12.67 12.45 11.62 13.67 12.04

10 IndRokok 10.19 12.89 12.63 11.51 13.86 12.14

11 IndPintal 14.58 18.18 17.08 18.75 20.90 16.61

12 IndTekstil 17.90 22.43 21.52 22.38 24.84 20.80

13 IndKayuRotan 9.14 11.12 10.73 11.31 12.52 10.53

14 IndKertas 8.50 10.37 9.95 10.74 11.86 9.83

15 IndPupPest 7.43 9.42 9.20 9.65 10.50 8.83

16 IndKimia 9.37 11.59 11.08 11.71 13.35 10.92

17 KilangMinyak 5.12 6.30 6.39 6.85 7.34 6.81

18 IndKrtPlstk 9.76 12.00 11.40 12.19 13.60 11.17

19 IndMinNonLgm 9.11 10.96 10.75 11.36 12.20 10.65

20 IndSemen 8.98 10.65 10.59 11.24 11.74 10.55

21 IndBesiBaja 7.30 8.93 8.58 9.64 10.59 8.77

22 IndLgmNBesi 11.28 13.86 12.56 15.09 16.30 12.33 23 IndBrngLogam 9.33 11.25 11.05 11.67 12.55 10.97

24 IndMesinAlat 8.44 10.27 9.84 10.37 11.77 9.75

25 IndAltAngkut 8.06 9.93 9.59 9.57 11.20 9.44

26 IndLain 14.75 18.35 17.56 18.53 20.44 17.08

27 JasaJasa 9.03 10.69 10.66 11.27 11.73 10.60


(11)

3. Dampak terhadap Penyerapan Tenaga rata-rata sebesar 0.76 persen. Terakhir,

Kerja Sektoral pada simulasi 5 melalui subsidi harga

e n e r g i m a m p u m e n i n g k a t k a n Secara umum kelima simulasi yang penyerapan tenaga kerja rata-rata dilakukan, mampu meningkatkan sebesar 0.67 persen. Dari Tabel 4, penyerapan tenaga kerja seluruh sektor terlihat bahwa penyerapan tenaga kerja ekonomi lebih tinggi dibandingkan cabang industri dari industri yang dengan kondisi baseline seperti dapat berbasis pertanian (agroindustri) seperti dilihat pada Tabel 4. Pada simulasi 1 yaitu industri pengolahan dan pengawetan melalui peningkatan investasi pada makanan, industri tepung, industri gula, sektor industri mampu meningkatkan industri gula, dan industri makanan penyerapan tenaga kerja rata-rata lainnya pada keempat simulasi yang sebesar 1.03 persen. Sementara itu, d i l a k u k a n r e l a t i f l e b i h t i n g g i pada simulasi 2 yaitu melalui dibandingkan dengan cabang-cabang peningkatan ekspor produk-produk industri lainnya. Hal ini menunjukkan i n d u s t r i m a m p u m e n i n g k a t k a n bahwa agroindustri dalam struktur penyerapan tenaga kerja rata-rata industri di Indonesia memegang peranan sebesar 0.87 persen. Pada simulasi 3 yang sangat penting khususnya dalam yaitu melalui peningkatan penggunaan kemampuannya menyerap tenaga kerja. produksi dalam negeri mampu Peningkatan output agroindustri akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja mendorong penyerapan tenaga kerja rata-rata sebesar 0.79 persen. Di sisi s e c a r a u m u m y a n g a k h i r n y a lain, pada simulasi 4 melalui peningkatan memberikan kontribusi yang relatif besar produktivitas sektor industri mampu t e r h a d a p p e n u r u n a n a n g k a meningkatkan penyerapan tenaga kerja pengangguran.

Tabel 4. Dampak reindustrialisasi terhadap penyerapan tenaga kerja sektoral (persen perubahan)

No. Sektor Baseline Sim 1 Sim 2 Sim 3 Sim 4 Sim 5

1 Pertanian 2.57 3.39 3.33 3.42 3.83 3.28

2 Pertambangan -2.42 -2.86 -2.75 -2.72 -2.62 -2.24

3 IndOlahMkn 19.66 25.12 24.54 24.36 26.21 23.38

4 IndMinyLemak -0.70 -0.77 -1.21 -0.58 -0.80 -1.30

5 IndGilPadi -0.27 -0.09 -0.06 -1.14 -1.32 -0.17

6 IndTepung 0.61 0.98 0.92 -0.06 0.26 0.42

7 IndGula 1.53 2.25 2.20 1.30 1.54 1.98

8 IndMknLain 1.09 1.60 1.53 1.03 1.15 1.25

9 IndMinuman -0.44 -0.31 -0.29 -1.39 -1.25 -0.62

10 IndRokok -0.17 0.10 0.09 -1.18 -0.54 -0.24

11 IndPintal 3.57 4.54 3.89 4.70 4.89 3.41

12 IndTekstil 5.64 7.28 6.78 7.00 7.70 6.14

13 IndKayuRotan -1.30 -1.67 -1.73 -1.73 -1.93 -1.76

14 IndKertas -1.22 -1.53 -1.64 -1.51 -1.83 -1.83

15 IndPupPest -2.34 -2.60 -2.59 -2.69 -2.81 -2.56

16 IndKimia -0.11 -0.07 -0.32 -0.26 -0.53 -0.60

17 KilangMinyak -3.73 -4.53 -4.29 -4.38 -4.54 -3.68

18 IndKrtPlstk 0.01 0.02 -0.28 -0.11 -0.64 -0.85

19 IndMinNonLgm -1.00 -1.36 -1.34 -1.32 -1.65 -1.25

20 IndSemen -1.16 -1.66 -1.52 -1.47 -2.22 -1.27

21 IndBesiBaja -1.31 -1.65 -1.78 -1.41 -2.27 -1.88

22 IndLgmNBesi 0.69 0.90 0.08 1.57 0.71 0.11

23 IndBrngLogam -0.67 -0.95 -0.94 -0.90 -1.19 -1.00

24 IndMesinAlat -0.71 -0.95 -1.14 -1.15 -1.59 -1.75

25 IndAltAngkut -1.41 -1.68 -1.78 -2.22 -2.09 -2.10

26 IndLain 3.67 4.71 4.26 4.57 4.64 3.66

27 JasaJasa -0.30 -0.47 -0.41 -0.40 -0.46 -0.36


(12)

4. Dampak terhadap Pendapatan Rumah yaitu melalui peningkatan penggunaan

Tangga produksi dalam negeri mampu

meningkatkan pendapatan rumahtangga Secara umum kelima simulasi yang rata-rata sebesar 12.98 persen. Di sisi dilakukan, mampu meningkatkan lain, pada simulasi 4 melalui peningkatan p e n d a p a t a n s e l u r u h k e l o m p o k produktivitas sektor industri mampu rumahtangga lebih tinggi dibandingkan meningkatkan pendapatan rumahtangga dengan kondisi baseline seperti dapat rata-rata sebesar 13.68 persen. dilihat pada Tabel 5. Pada simulasi 1 Terakhir, pada simulasi 5 melalui subsidi yaitu melalui peningkatan investasi pada harga energi mampu meningkatkan sektor industri mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga rata-rata pendapatan rumahtangga rata-rata sebesar 12.03persen. Dari Tabel 5, sebesar 12.58 persen. Sementara itu, terlihat bahwa peningkatan produktivitas pada simulasi 2 yaitu melalui sektor industri mampu meningkatkan peningkatan ekspor produk-produk pendapatan rumahtangga relatif lebih i n d u s t r i m a m p u m e n i n g k a t k a n tinggi dibandingkan dengan keempat pendapatan rumahtangga rata-rata simulasi lainnya.

sebesar 12.38 persen. Pada simulasi 3

Tabel 5. Dampak reindustrialisasi terhadap pendapatan rumahtangga

(persen perubahan)

No. Rumah Tangga Baseline Sim1 Sim2 Sim3 Sim4 Sim5

1 Buruh pertanian di perdesaan (Rural

1) 10.62 13.02 12.76 13.34 14.10 12.36 2 Petani pemilik lahan < 0.5 hektar

(Rural 2) 10.50 12.83 12.60 13.18 13.92 12.21 3 Petani pemilik lahan antara 0.5 –

1.0 hektar (Rural 3) 10.60 12.94 12.71 13.31 14.05 12.33 4 Petani pemilik lahan > 1.0 hektar

(Rural 4) 10.59 12.91 12.69 13.29 14.02 12.31 5 Rumah tangga yang berpendapatan

rendah di sektor non-pertanian di perdesaan (Rural 5)

9.91 11.99 11.83 12.42 13.07 11.52

6 Rumah tangga yang berpendapatan menengah di sektor non-pertanian di perdesaan (Rural 6)

10.45 12.73 12.52 13.11 13.83 12.15

7 Rumah tangga yang berpendapatan tinggi di sektor non-pertanian di perdesaan (Rural 7)

10.00 12.09 11.93 12.54 13.19 11.63

8 Rumah tangga yang berpendapatan

rendah di perkotaan (Urban1) 10.52 12.82 12.61 13.20 13.93 12.24 9 Rumah tangga yang berpendapatan

menengah di perkotaan (Urban2) 10.15 12.31 12.13 12.74 13.41 11.80 10 Rumah tangga yang berpendapatan

tinggi di perkotaan (Urban3) 10.07 12.15 12.01 12.63 13.28 11.71


(13)

5. Dampak terhadap Output Industri peningkatan ekspor, peningkatan

Kecil, Menengah dan Besar penggunaan produksi dalam negeri,

peningkatan produktivitas dan subsidi Sementara itu, dilihat pada dampak harga energi mampu meningkatkan terhadap output sektoral berdasarkan output sektor industri kecil dan skala usaha, kelima instrumen kebijakan me n e n g ah re l a ti f l e b i h ti ng g i reindustrialisasi memberikan dampak dibandingkan dengan industri besar. yang berbeda pada output sektor Hasil penelitian ini sejalan dengan industri untuk masing-masing usaha. Djaimi (2006) yang menggunakan Pada kondisi awal (baseline), pendekatan Social Accounting Matrix pertumbuhan output sektor industri kecil yang memperlihatkan bahwa peranan d a n m e n e n g a h l e b i h b e s a r IKM lebih besar daripada industri skala dibandingkan dengan industri besar. besar dalam menciptakan pertumbuhan Seluruh simulasi yang dilakukan yaitu ekonomi, kesempatan kerja, dan peningkatan investasi sektor industri, pemerataan pendapatan di Indonesia.

Tabel 6. Dampak reindustrialisasi terhadap output sektor industri kecil, menengah dan besar

(persen perubahan)

Skala Usaha Baseline Sim1 Sim2 Sim3 Sim4 Sim5

Industri Kecil 11.65 14.31 14.09 14.73 15.76 13.87 Industri Menengah 10.61 12.90 12.72 13.32 14.22 12.56 Industri Besar 9.00 10.94 10.78 11.34 12.24 10.78

Pada bagian berikut ini, dipaparkan penunjang dalam pengembangan d a m p a k s i m u l a s i k e b i j a k a n industri inti secara integratif dan pengembangan klaster industri sebagai komprehensif. Industri prioritas adalah akibat reindustrialisasi melalui klaster industri yang memiliki prospek peningkatan investasi, peningkatan t i n g g i u n t u k d i k e m b a n g k a n ekspor, penurunan impor dan berdasarkan kemampuannya bersaing peningkatan produktivitas pada di pasar internasional, dan industri yang beberapa cabang industri yang f a k t o r - f a k t o r p r o d u k s i u n t u k merupakan klaster indutri prioritas. bersaingnya tersedia dengan cukup di Menurut Kementerian Perindustrian Indonesia.

(2010), klaster industri adalah Sesuai dengan pengelompokkan sekelompok industri inti yang k l a s t e r m e n u r u t K e m e n t e r i a n terkonsentrasi secara regional maupun Perindustrian yang dalam jangka global yang saling berhubungan atau panjang mendorong pembangunan berinteraksi sosial secara dinamis, baik industri pada penguatan, pendalaman dengan industri terkait, industri dan penumbuhan klaster kelompok pendukung maupun jasa penunjang, industri prioritas, maka dalam penelitian infrastruktur ekonomi dan lembaga ini klaster akan dibuat menjadi tiga terkait dalam meningkatkan efisiensi, kelompok yang terdiri dari : (a). Basis menciptakan asset secara kolektif dan industri manufaktur yang terdiri dari mendorong terciptanya inovasi cabang-cabang industri : (1) industri sehingga tercipta keunggulan pemintalan, (2) industri tekstil, (3) kompetitif. Industri inti adalah industri industri pupuk dan pestisida, (4) industri y a n g m e n j a d i b a s i s d a l a m kimia, (5) Industri karet dan plastik, (6) pengembangan klaster industri industri mineral bukan logam, (7) nasional. Sementara itu, industri industri semen, (8) industri besi baja, (9) penunjang adalah industri yang industri logam nonbesi, (10) industri berperan sebagai pendukung serta barang logam, (11) industri mesin dan


(14)

peralatan, dan (13) industri lain; (b) manufaktur memberikan dampak yang Kelompok industri agro yang meliputi paling besar terhadap peningkatan PDB cabang-cabang industri : (1) industri riil. Hal ini disebabkan oleh cakupan pengolahan dan pengawetan makanan, cabang industri yang masuk ke dalam (2) industri minyak dan lemak, (3) industri klaster industri basis manufaktur relatif penggilingan padi, (4) industri tepung lebih banyak dan keterkaitan yang kuat dan sejenisnya, (5) industri pulp dan terhadap dengan klaster-klaster yang kertas, (6) industri gula, (7) industri lain.

makanan lain, (8) industri minuman, (9) Pengembangan klaster industri industri rokok, (10) industri pengolahan prioritas secara umum juga mendorong kayu; dan (c) Kelompok industri alat pertumbuhan sektor industri selalu lebih angkut yang hanya terdiri dari industri besar daripada pertumbuhan ekonomi alat angkut dan perbaikannya. nasional. Hal ini mengakibatkan pangsa output sektor industri mengalami

1. Dampak terhadap Ekonomi Makro peningkatan sebagai akibat dari

pengembangan klaster industri agro, Dari Tabel 7 terlihat bahwa dampak klaster industri basis manufaktur dan pengembangan klaster industri agro,

klaster industri alat angkut masing-klaster industri basis manufaktur dan

masing sebesar 0.208 persen, 0.226 klaster industri alat angkut menyebabkan persen dan 0.196 persen. Hal ini peningkatan PDB riil nasional naik

menunjukkan bahwa kebijakan berturut-turut sebesar 11.61 persen, pengembangan klaster industri prioritas 12.24 persen dan 11.16 persen yang

melalui reindustrialisasi cukup efektif lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi mendorong pertumbuhan sektor industri sebelum simulasi dilakukan (baseline)

dan peningkatan pangsa output sektor y a n g h a n y a 1 0 . 8 9 p e r s e n .

industri. Pengembangan klaster industri basis

Tabel 7. Dampak pengembangan klaster industri prioritas terhadap kinerja ekonomi makro

(persen perubahan)

Pertumbuhan sektor industri yang lebih besar dibandingkan dengan lebih besar daripada pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara rata-ekonomi nasional sebagai akibat dari rata. Hal yang sama terjadi pada pengembangan klaster industri prioritas peningkatan ekspor produk-produk karena didorong oleh pertumbuhan industri yang selalu lebih besar konsumsi rumah tangga untuk komoditas dibandingkan dengan peningkatan sektor industri yang selalu meningkat ekspor rata-rata komoditas.

Deskripsi Baseline Agro Basis Angkut

Neraca Perdagangan (delB) -1.52 -1.62 -1.67 -1.55

GDP Riil Sisi Pengeluaran (x0gdpexp) 10.89 11.61 12.24 11.16 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Pertanian (x0gdpexp_ag) 16.88 18.15 19.22 17.33 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Industri(x0gdpexp_mn) 16.55 17.84 19.00 17.03 GDP Riil Sisi Sektor Pertambangan (x0gdpexp_mo) -5.82 -6.43 -6.84 -6.01 GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Jasa (x0gdpexp_se) 9.84 10.39 10.82 10.03 Pengeluaran Riil Agregat Investasi (x2tot_i) 7.76 7.76 7.76 7.76 Konsumsi Riil Rumahtangga (x3tot) 16.33 17.69 18.84 16.81

Indeks Volume Ekspor (x4tot) 8.66 9.22 9.83 8.90

Indeks Volume Impor (x0cif_c) 12.69 13.50 14.20 12.99

Inventori Riil Agregat (x6tot) 6.89 7.27 7.68 7.05

Inflasi/Indeks Harga Konsumen (IHK) (p3tot) -0.116 -0.122 -0.127 -0.118 Pangsa Sektor Pertanian terhadap Total PDB 0.561 0.612 0.653 0.578 Pangsa Sektor Industri terhadap Total PDB 0.189 0.208 0.226 0.196 Pangsa Sektor Pertambangan terhadap Total PDB -1.532 -1.654 -1.749 -1.574 Pangsa Sektor Jasa terhadap Total PDB -0.022 -0.025 -0.029 -0.023


(15)

Tabel 8. Dampak pengembangan klaster industri prioritas terhadap output sektoral

(persen perubahan)

No. Sektor Baseline Agro Basis Angkut

1 Pertanian 15.58 16.82 17.88 16.02

2 Pertambangan 6.19 6.61 7.05 6.37

3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 36.76 39.77 42.33 37.84

4 Industri minyak dan lemak 9.92 10.60 11.30 10.20

5 Industri penggilingan padi 10.40 11.24 11.95 10.70

6 Industri tepung, segala jenisnya 10.66 11.53 12.26 10.97

7 Industri gula 12.75 13.79 14.68 13.13

8 Industri makanan lainnya 12.51 13.52 14.38 12.87

9 Industri minuman 10.11 10.91 11.58 10.39

10 Industri rokok 10.19 11.03 11.74 10.49

11 Industri pemintalan 14.58 15.66 16.69 15.01

12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 17.90 19.29 20.53 18.42

13 Industri bambu, kayu dan rotan 9.14 9.74 10.29 9.37

14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 8.50 9.06 9.59 8.72

15 Industri pupuk dan pestisida 7.43 8.04 8.58 7.66

16 Industri kimia 9.37 10.03 10.66 9.63

17 Pengilangan minyak bumi 5.12 5.47 5.81 5.26

18 Industri barang karet dan plastik 9.76 10.43 11.07 10.03 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam 9.11 9.67 10.19 9.32

20 Industri semen 8.98 9.49 9.95 9.17

21 Industri dasar besi dan baja 7.30 7.77 8.26 7.49

22 Industri logam dasar bukan besi 11.28 12.02 12.81 11.60

23 Industri barang dari logam 9.33 9.91 10.44 9.55

24 Industri mesin, alat -alat dan perlengkapan listrik 8.44 8.98 9.52 8.66 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya 8.06 8.62 9.15 8.27 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 14.75 15.84 16.84 15.16

27 Jasa-Jasa 9.03 9.54 9.99 9.22

2.Dampak terhadap Output Sektor pemintalan, industri tekstil, industri

Industri kertas, industri pupuk/pestisida, industri

Secara umum, pengembangan kimia, industri dasar besi dan baja, ketiga klaster industri prioritas tersebut industri logam dasar bukan besi, industri mengakibatkan peningkatan output di barang dari logam, industri mesin dan seluruh cabang industri seperti dapat peralatan, industri barang lain. dilihat pada Tabel 8. Pengembangan Pengembangan klaster industri agro klaster industri agro secara langsung juga mendorong pertumbuhan output mendorong pertumbuhan output klaster industri alat angkut lebih tinggi cabang-cabang industri berbasis agro daripada kondisi baseline. Hal ini lebih tinggi daripada kondisi baseline menunjukkan bahwa cabang-cabang seperti industri pengolahan dan industri yang termasuk klaster industri pengawetan makanan, industri minyak agro dan klaster industri basis dan lemak, industri tepung, industri gula, manufaktur serta klaster industri alat industri makanan lainnya, industri gula, angkut mempunyai keterkaitan yang industri makanan lainnya dan industri kuat. Klaster industri agro mempunyai minuman. Pengembangan klaster keterkaitan ke belakang yang relatif industri agro di sisi lain juga mendorong tinggi (backward linkage) sehingga pertumbuhan output beberapa cabang mampu menarik pertumbuhan klaster industri yang termasuk klaster industri industri basis manufaktur dan klaster basis manufaktur seperti industri industri alat angkut.


(16)

Pengembangan klaster industri angkut juga mampu mendorong basis manufaktur secara langsung pertumbuhan output klaster industri agro mendorong pertumbuhan output lebih tinggi daripada kondisi baseline. c a b a n g - c a b a n g i n d u s t r i b a s i s Hal ini mengindikasikan bahwa industri manufaktur lebih tinggi dari kondisi alat angkut mempunyai keterkaitan ke baseline seperti industri tekstil, industri belakang yang relatif besar terhadap pupuk/pestisida, industri kimia, industri cabang-cabang industri yang termasuk besi baja, industri logam dasar non besi, klaster industri agro.

industri barang logam, dan industri

mesin/peralatan. Pengembangan 3. Dampak terhadap Penyerapan Tenaga

klaster industri basis manufaktur di sisi Kerja Sektoral

lain juga mendorong pertumbuhan Sementara itu, pengembangan output cabang-cabang industri yang klaster industri prioritas mengakibatkan termasuk klaster industri agro seperti d a m p a k y a n g b e r b e d a d a l a m industri pengolahan dan pengawetan penyerapan tenaga kerja pada beberapa makanan, industri tepung, industri gula, cabang industri seperti dapat dilihat pada industri makanan lain, industri minuman, Tabel 9. Pengembangan klaster industri d a n i n d u s t r i m a k a n a n l a i n . agro yang umumnya adalah cabang-Pengembangan klaster industri basis cabang industri yang padat karya m a n u f a k t u r j u g a m e n d o r o n g mampu menyerap tenaga kerja pada pertumbuhan output klaster industri alat cabang-cabang industri tersebut relatif angkut relatif tinggi yaitu 9.15 persen. t i n g g i s e p e r t i p a d a i n d u s t r i Hal ini menunjukkan bahwa cabang- pengolahan/pengawetan makanan. Di cabang industri yang termasuk klaster sisi lain, cabang-cabang industri yang industri basis manufaktur dan klaster padat teknologi pada klaster industri industri agro serta klaster industri alat basis manufaktur dan industri alat angkut angkut mempunyai keterkaitan yang umumnya mengalami penurunan dan kuat. Klaster industri basis manufaktur peningkatan dalam penyerapan tenaga mempunyai keterkaitan ke depan yang kerjanya relatif kecil.

relatif tinggi (upward linkage) sehingga

mampu mendorong pertumbuhan 4. Dampak terhadap Pendapatan Rumah

klaster industri basis manufaktur dan Tangga

klaster industri alat angkut. Pengembangan klaster industri Sementara itu, pengembangan prioritas secara umum menyebabkan klaster industri alat angkut secara perubahan peningkatan distribusi langsung mendorong pertumbuhan pendapatan lebih tinggi dibandingkan output industri alat angkut naik menjadi dengan kondisi sebelum simulasi seperti 8.27 persen. Klaster industri alat angkut dapat dilihat pada Tabel 10. Dampak mempunyai keterkaitan ke belakang paling kecil dirasakan pada rumah yang tinggi dengan klaster industri basis tangga yang berpendapatan rendah di manufaktur yang terlihat dari dampak sektor non-pertanian di perdesaan yang ditimbulkannya terhadap klaster (Rural 5). Sebaliknya, peningkatan industi basis manufaktur tersebut. pendapatan paling besar terjadi pada Pengembangan klaster industri alat rumah tangga buruh tani di perdesaan angkut mampu menarik pertumbuhan (rural1). Pengembangan klaster industri output cabang-cabang industri yang b a s i s m a n u f a k t u r m e m b e r i k a n termasuk klaster industri basis peningkatan pendapatan nominal yang manufaktur lebih tinggi daripada kondisi paling tinggi dibandingkan dengan b a s e l i n e y a i t u p a d a i n d u s t r i pengembangan klaster industri agro dan pupuk/pestisida, industri kimia, industri industri alat angkut. Hal ini diakibatkan besi baja, industri barang logam, dan oleh cakupan klaster industri basis industri mesin/peralatan. Di sisi lain, manufaktur yang terdiri dari banyak pengembangan klaster industri alat


(17)

Tabel 10. Dampak pengembangan klaster industri prioritas

terhadap pendapatan rumahtangga (persen perubahan) Rumah Tangga Baseline Agro Basis Angkut

Buruh pertanian di perdesaan (Rural 1) 10.62 11.36 12.01 10.90 Petani pemilik lahan < 0.5 hektar (Rural 2) 10.50 11.21 11.85 10.77 Petani pemilik lahan antara 0.5 – 1.0 hektar (Rural 3) 10.60 11.32 11.96 10.87 Petani pemilik lahan > 1.0 hektar (Rural 4) 10.59 11.30 11.93 10.85 Rumah tangga yang berpendapatan rendah di sektor

non-pertanian di perdesaan (Rural 5) 9.91 10.55 11.11 10.14 Rumah tangga yang berpendapatan menengah di sektor

non-pertanian di perdesaan (Rural 6) 10.45 11.15 11.77 10.71 Rumah tangga yang berpendapatan tinggi di sektor

non-pertanian di perdesaan (Rural 7) 10.00 10.64 11.21 10.24 Rumah tangga yang berpendapatan rendah di perkotaan

(Urban1) 10.52 11.23 11.85 10.78 Rumah tangga yang berpendapatan menengah di perkotaan

(Urban2) 10.15 10.82 11.40 10.40 Rumah tangga yang berpendapatan tinggi di perkotaan

(Urban3) 10.07 10.71 11.27 10.31

(persen perubahan) Tabel 9. Dampak pengembangan klaster industri prioritas

terhadap penyerapan tenaga kerja sektoral

9 Industri minuman -0.44 -0.39 -0.37 -0.43

10 Industri rokok -0.17 -0.07 -0.02 -0.14

11 Industri pemintalan 3.57 3.84 4.14 3.68

12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 5.64 6.14 6.59 5.83 13 Industri bambu, kayu dan rotan -1.30 -1.42 -1.51 -1.34 14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton -1.22 -1.32 -1.39 -1.25

15 Industri pupuk dan pestisida -2.34 -2.42 -2.49 -2.37

16 Industri kimia -0.11 -0.10 -0.08 -0.10

17 Pengilangan minyak bumi -3.73 -3.98 -4.18 -3.82

18 Industri barang karet dan plastik 0.01 0.00 0.02 0.01 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam -1.00 -1.11 -1.20 -1.04

20 Industri semen -1.16 -1.31 -1.45 -1.22

21 Industri dasar besi dan baja -1.31 -1.43 -1.50 -1.34

22 Industri logam dasar bukan besi 0.69 0.72 0.84 0.73

23 Industri barang dari logam -0.67 -0.76 -0.83 -0.70

24 Industri mesin, alat -alat dan perlengkapan listrik -0.71 -0.79 -0.84 -0.73 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya -1.41 -1.50 -1.56 -1.44 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 3.67 3.98 4.28 3.79

27 Jasa-Jasa -0.30 -0.35 -0.40 -0.32

No. Sektor Baseline Agro Basis Angkut

1 Pertanian 2.57 2.83 3.04 2.66

2 Pertambangan -2.42 -2.57 -2.67 -2.47

3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 19.66 21.38 22.80 20.27

4 Industri minyak dan lemak -0.70 -0.74 -0.73 -0.70

5 Industri penggilingan padi -0.27 -0.20 -0.17 -0.26

6 Industri tepung, segala jenisnya 0.61 0.73 0.82 0.65

7 Industri gula 1.53 1.76 1.94 1.61

8 Industri makanan lainnya 1.09 1.25 1.38 1.14

cabang-cabang industri. Sebaliknya, nominal yang paling kecil dibandingkan pengembangan klaster industri alat angkut dengan pengembangan kedua klaster memberikan peningkatan pendapatan industri yang lain.


(18)

Sementara itu, dilihat pada dampak klaster industri industri prioritas mampu terhadap output sektoral berdasarkan mendorong pertumbuhan sektor-sektor skala usaha, pengembangan klaster industri kecil menengah (IKM) relatif industri prioritas memberikan dampak lebih tinggi dibandingkan dengan industri yang berbeda pada output sektor industri besar.

Tabel 10. Dampak pengembangan klaster industri prioritas terhadap pendapatan rumahtangga(persen perubahan)

(persen perubahan)

Skala Usaha Baseline Agro Basis Angkut

Industri Kecil 11.65 12.47 13.18 11.95

Industri Menengah 10.61 11.32 11.93 10.87

Industri Besar 9.00 9.59 10.13 9.22

Saran

KESIMPULAN DAN SARAN

Saran yang dapat diberikan terkait dengan penelitian ini adalah sebagai

Kesimpulan

berikut : Berdasarkan hasil dan pembahasan

1. Mengingat peningkatan produktivitas yang telah diuraikan maka kesimpulan

dan peningkatan penggunaan produksi yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

d a l a m n e g e r i s e k t o r i n d u s t r i 1. Peningkatan investasi, ekspor,

memberikan dampak yang besar peningkatan penggunaan produksi

terhadap output secara nasional, maka dalam negeri, peningkatan produktivitas

implikasinya diperlukan langkah-pada sektor industri, subsidi harga

langkah untuk mendorong peningkatan energi dan pengembangan klaster

produktivitas melalui peningkatan industri prioritas berdampak positif

teknologi serta peningkatan kesadaran terhadap jumlah output secara makro

masyarakat untuk menggunakan dan jumlah output yang dihasilkan oleh

produksi dalam negeri dalam upaya sektor industri yang bersangkutan.

mengurangi impor barang-barang Keenam kebijakan reindustrialisasi

konsumsi. tersebut mampu meningkatkan output

2. Hasil simulasi reindustrialisasi dan pangsa output sektor industri dalam

menunjukkan bahwa pertumbuhan perekonomian nasional.

output sektor industri kecil menengah 2. Pertumbuhan output cabang industri

lebih tinggi dibandingkan dengan dari industri yang berbasis pertanian

industri besar sehingga sektor industri (agroindustri) relatif lebih tinggi

kecil menengah perlu terus didorong dibandingkan dengan cabang-cabang

d a l a m h a l i n v e s t a s i , e k s p o r, industri lainnya. Peningkatan output

penggunaan produk-produk industri a g r o i n d u s t r i a k a n m e n d o r o n g

kecil menengah yang lebih luas, dan pertumbuhan sektor industri yang

penguasaan teknologi sehingga mampu akhirnya memberikan kontribusi yang

memperkuat struktur industri nasional. relatif besar terhadap pertumbuhan

3. Saran untuk penelitian selanjutnya ekonomi nasional.

a d a l a h d e n g a n m e n g g u n a k a n 3. Peningkatan produktivitas, peningkatan

pendekatan bottom-up untuk melihat ekspor, peningkatan penggunaan

dampak reindustrialisasi terhadap produksi dalam negeri, peningkatan

output pada masing-masing cabang produktivitas dan subsidi harga energi

industri dengan menggunakan basis p a d a s e k t o r i n d u s t r i m a m p u

data tabel input output dan SNSE yang meningkatkan pertumbuhan output

sudah memperlihatkan interaksi sektor industri kecil menengah lebih

antarsektor dan antar-skala industri. tinggi dibandingkan dengan industri


(1)

peralatan, dan (13) industri lain; (b) manufaktur memberikan dampak yang Kelompok industri agro yang meliputi paling besar terhadap peningkatan PDB cabang-cabang industri : (1) industri riil. Hal ini disebabkan oleh cakupan pengolahan dan pengawetan makanan, cabang industri yang masuk ke dalam (2) industri minyak dan lemak, (3) industri klaster industri basis manufaktur relatif penggilingan padi, (4) industri tepung lebih banyak dan keterkaitan yang kuat dan sejenisnya, (5) industri pulp dan terhadap dengan klaster-klaster yang kertas, (6) industri gula, (7) industri lain.

makanan lain, (8) industri minuman, (9) Pengembangan klaster industri

industri rokok, (10) industri pengolahan prioritas secara umum juga mendorong kayu; dan (c) Kelompok industri alat pertumbuhan sektor industri selalu lebih angkut yang hanya terdiri dari industri besar daripada pertumbuhan ekonomi

alat angkut dan perbaikannya. nasional. Hal ini mengakibatkan pangsa

output sektor industri mengalami 1. Dampak terhadap Ekonomi Makro peningkatan sebagai akibat dari pengembangan klaster industri agro, Dari Tabel 7 terlihat bahwa dampak klaster industri basis manufaktur dan pengembangan klaster industri agro,

klaster industri alat angkut masing-klaster industri basis manufaktur dan

masing sebesar 0.208 persen, 0.226 klaster industri alat angkut menyebabkan persen dan 0.196 persen. Hal ini peningkatan PDB riil nasional naik

menunjukkan bahwa kebijakan berturut-turut sebesar 11.61 persen, pengembangan klaster industri prioritas 12.24 persen dan 11.16 persen yang

melalui reindustrialisasi cukup efektif lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi mendorong pertumbuhan sektor industri sebelum simulasi dilakukan (baseline)

dan peningkatan pangsa output sektor y a n g h a n y a 1 0 . 8 9 p e r s e n .

industri. Pengembangan klaster industri basis

Tabel 7. Dampak pengembangan klaster industri prioritas terhadap kinerja ekonomi makro

(persen perubahan)

Pertumbuhan sektor industri yang lebih besar dibandingkan dengan

lebih besar daripada pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara rata-ekonomi nasional sebagai akibat dari rata. Hal yang sama terjadi pada pengembangan klaster industri prioritas peningkatan ekspor produk-produk

Deskripsi Baseline Agro Basis Angkut

Neraca Perdagangan (delB) -1.52 -1.62 -1.67 -1.55

GDP Riil Sisi Pengeluaran (x0gdpexp) 10.89 11.61 12.24 11.16

GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Pertanian (x0gdpexp_ag) 16.88 18.15 19.22 17.33

GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Industri(x0gdpexp_mn) 16.55 17.84 19.00 17.03

GDP Riil Sisi Sektor Pertambangan (x0gdpexp_mo) -5.82 -6.43 -6.84 -6.01

GDP Riil Sisi Pengeluaran Sektor Jasa (x0gdpexp_se) 9.84 10.39 10.82 10.03

Pengeluaran Riil Agregat Investasi (x2tot_i) 7.76 7.76 7.76 7.76

Konsumsi Riil Rumahtangga (x3tot) 16.33 17.69 18.84 16.81

Indeks Volume Ekspor (x4tot) 8.66 9.22 9.83 8.90

Indeks Volume Impor (x0cif_c) 12.69 13.50 14.20 12.99

Inventori Riil Agregat (x6tot) 6.89 7.27 7.68 7.05

Inflasi/Indeks Harga Konsumen (IHK) (p3tot) -0.116 -0.122 -0.127 -0.118

Pangsa Sektor Pertanian terhadap Total PDB 0.561 0.612 0.653 0.578

Pangsa Sektor Industri terhadap Total PDB 0.189 0.208 0.226 0.196

Pangsa Sektor Pertambangan terhadap Total PDB -1.532 -1.654 -1.749 -1.574


(2)

Tabel 8. Dampak pengembangan klaster industri prioritas terhadap output sektoral

(persen perubahan)

No. Sektor Baseline Agro Basis Angkut

1 Pertanian 15.58 16.82 17.88 16.02

2 Pertambangan 6.19 6.61 7.05 6.37

3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 36.76 39.77 42.33 37.84 4 Industri minyak dan lemak 9.92 10.60 11.30 10.20 5 Industri penggilingan padi 10.40 11.24 11.95 10.70 6 Industri tepung, segala jenisnya 10.66 11.53 12.26 10.97

7 Industri gula 12.75 13.79 14.68 13.13

8 Industri makanan lainnya 12.51 13.52 14.38 12.87

9 Industri minuman 10.11 10.91 11.58 10.39

10 Industri rokok 10.19 11.03 11.74 10.49

11 Industri pemintalan 14.58 15.66 16.69 15.01

12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 17.90 19.29 20.53 18.42 13 Industri bambu, kayu dan rotan 9.14 9.74 10.29 9.37 14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 8.50 9.06 9.59 8.72 15 Industri pupuk dan pestisida 7.43 8.04 8.58 7.66

16 Industri kimia 9.37 10.03 10.66 9.63

17 Pengilangan minyak bumi 5.12 5.47 5.81 5.26

18 Industri barang karet dan plastik 9.76 10.43 11.07 10.03 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam 9.11 9.67 10.19 9.32

20 Industri semen 8.98 9.49 9.95 9.17

21 Industri dasar besi dan baja 7.30 7.77 8.26 7.49 22 Industri logam dasar bukan besi 11.28 12.02 12.81 11.60 23 Industri barang dari logam 9.33 9.91 10.44 9.55 24 Industri mesin, alat -alat dan perlengkapan listrik 8.44 8.98 9.52 8.66 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya 8.06 8.62 9.15 8.27 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 14.75 15.84 16.84 15.16

27 Jasa-Jasa 9.03 9.54 9.99 9.22

Jurnal Riset Industri Vol. VI No. 1, 2012, Hal. 97-115

2.Dampak terhadap Output Sektor pemintalan, industri tekstil, industri

Industri kertas, industri pupuk/pestisida, industri

Secara umum, pengembangan kimia, industri dasar besi dan baja, ketiga klaster industri prioritas tersebut industri logam dasar bukan besi, industri mengakibatkan peningkatan output di barang dari logam, industri mesin dan seluruh cabang industri seperti dapat peralatan, industri barang lain. dilihat pada Tabel 8. Pengembangan Pengembangan klaster industri agro klaster industri agro secara langsung juga mendorong pertumbuhan output mendorong pertumbuhan output klaster industri alat angkut lebih tinggi cabang-cabang industri berbasis agro daripada kondisi baseline. Hal ini lebih tinggi daripada kondisi baseline menunjukkan bahwa cabang-cabang seperti industri pengolahan dan industri yang termasuk klaster industri pengawetan makanan, industri minyak agro dan klaster industri basis dan lemak, industri tepung, industri gula, manufaktur serta klaster industri alat industri makanan lainnya, industri gula, angkut mempunyai keterkaitan yang industri makanan lainnya dan industri kuat. Klaster industri agro mempunyai

minuman. Pengembangan klaster keterkaitan ke belakang yang relatif

industri agro di sisi lain juga mendorong tinggi (backward linkage) sehingga pertumbuhan output beberapa cabang mampu menarik pertumbuhan klaster industri yang termasuk klaster industri industri basis manufaktur dan klaster basis manufaktur seperti industri industri alat angkut.


(3)

Pengembangan klaster industri angkut juga mampu mendorong basis manufaktur secara langsung pertumbuhan output klaster industri agro mendorong pertumbuhan output lebih tinggi daripada kondisi baseline. c a b a n g - c a b a n g i n d u s t r i b a s i s Hal ini mengindikasikan bahwa industri manufaktur lebih tinggi dari kondisi alat angkut mempunyai keterkaitan ke baseline seperti industri tekstil, industri belakang yang relatif besar terhadap pupuk/pestisida, industri kimia, industri cabang-cabang industri yang termasuk besi baja, industri logam dasar non besi, klaster industri agro.

industri barang logam, dan industri

mesin/peralatan. Pengembangan 3. Dampak terhadap Penyerapan Tenaga

klaster industri basis manufaktur di sisi Kerja Sektoral

lain juga mendorong pertumbuhan Sementara itu, pengembangan

output cabang-cabang industri yang klaster industri prioritas mengakibatkan termasuk klaster industri agro seperti d a m p a k y a n g b e r b e d a d a l a m industri pengolahan dan pengawetan penyerapan tenaga kerja pada beberapa makanan, industri tepung, industri gula, cabang industri seperti dapat dilihat pada industri makanan lain, industri minuman, Tabel 9. Pengembangan klaster industri d a n i n d u s t r i m a k a n a n l a i n . agro yang umumnya adalah cabang-Pengembangan klaster industri basis cabang industri yang padat karya m a n u f a k t u r j u g a m e n d o r o n g mampu menyerap tenaga kerja pada pertumbuhan output klaster industri alat cabang-cabang industri tersebut relatif angkut relatif tinggi yaitu 9.15 persen. t i n g g i s e p e r t i p a d a i n d u s t r i Hal ini menunjukkan bahwa cabang- pengolahan/pengawetan makanan. Di cabang industri yang termasuk klaster sisi lain, cabang-cabang industri yang industri basis manufaktur dan klaster padat teknologi pada klaster industri industri agro serta klaster industri alat basis manufaktur dan industri alat angkut

angkut mempunyai keterkaitan yang umumnya mengalami penurunan dan

kuat. Klaster industri basis manufaktur peningkatan dalam penyerapan tenaga mempunyai keterkaitan ke depan yang kerjanya relatif kecil.

relatif tinggi (upward linkage) sehingga

mampu mendorong pertumbuhan 4. Dampak terhadap Pendapatan Rumah

klaster industri basis manufaktur dan Tangga

klaster industri alat angkut. Pengembangan klaster industri

Sementara itu, pengembangan prioritas secara umum menyebabkan

klaster industri alat angkut secara perubahan peningkatan distribusi

langsung mendorong pertumbuhan pendapatan lebih tinggi dibandingkan

output industri alat angkut naik menjadi dengan kondisi sebelum simulasi seperti 8.27 persen. Klaster industri alat angkut dapat dilihat pada Tabel 10. Dampak mempunyai keterkaitan ke belakang paling kecil dirasakan pada rumah yang tinggi dengan klaster industri basis tangga yang berpendapatan rendah di manufaktur yang terlihat dari dampak sektor non-pertanian di perdesaan yang ditimbulkannya terhadap klaster (Rural 5). Sebaliknya, peningkatan industi basis manufaktur tersebut. pendapatan paling besar terjadi pada Pengembangan klaster industri alat rumah tangga buruh tani di perdesaan angkut mampu menarik pertumbuhan (rural1). Pengembangan klaster industri output cabang-cabang industri yang b a s i s m a n u f a k t u r m e m b e r i k a n termasuk klaster industri basis peningkatan pendapatan nominal yang manufaktur lebih tinggi daripada kondisi paling tinggi dibandingkan dengan b a s e l i n e y a i t u p a d a i n d u s t r i pengembangan klaster industri agro dan pupuk/pestisida, industri kimia, industri


(4)

Tabel 10. Dampak pengembangan klaster industri prioritas

terhadap pendapatan rumahtangga (persen perubahan)

Rumah Tangga Baseline Agro Basis Angkut

Buruh pertanian di perdesaan (Rural 1) 10.62 11.36 12.01 10.90 Petani pemilik lahan < 0.5 hektar (Rural 2) 10.50 11.21 11.85 10.77 Petani pemilik lahan antara 0.5 – 1.0 hektar (Rural 3) 10.60 11.32 11.96 10.87 Petani pemilik lahan > 1.0 hektar (Rural 4) 10.59 11.30 11.93 10.85 Rumah tangga yang berpendapatan rendah di sektor

non-pertanian di perdesaan (Rural 5) 9.91 10.55 11.11 10.14 Rumah tangga yang berpendapatan menengah di sektor

non-pertanian di perdesaan (Rural 6) 10.45 11.15 11.77 10.71 Rumah tangga yang berpendapatan tinggi di sektor

non-pertanian di perdesaan (Rural 7) 10.00 10.64 11.21 10.24 Rumah tangga yang berpendapatan rendah di perkotaan

(Urban1) 10.52 11.23 11.85 10.78

Rumah tangga yang berpendapatan menengah di perkotaan

(Urban2) 10.15 10.82 11.40 10.40

Rumah tangga yang berpendapatan tinggi di perkotaan

(Urban3) 10.07 10.71 11.27 10.31

Jurnal Riset Industri Vol. VI No. 1, 2012, Hal. 97-115

(persen perubahan) Tabel 9. Dampak pengembangan klaster industri prioritas

terhadap penyerapan tenaga kerja sektoral

9 Industri minuman -0.44 -0.39 -0.37 -0.43

10 Industri rokok -0.17 -0.07 -0.02 -0.14

11 Industri pemintalan 3.57 3.84 4.14 3.68

12 Industri tekstil, pakaian dan kulit 5.64 6.14 6.59 5.83 13 Industri bambu, kayu dan rotan -1.30 -1.42 -1.51 -1.34 14 Industri kertas, barang dari kertas dan karton -1.22 -1.32 -1.39 -1.25 15 Industri pupuk dan pestisida -2.34 -2.42 -2.49 -2.37

16 Industri kimia -0.11 -0.10 -0.08 -0.10

17 Pengilangan minyak bumi -3.73 -3.98 -4.18 -3.82 18 Industri barang karet dan plastik 0.01 0.00 0.02 0.01 19 Industri barang-barang dari mineral bukan logam -1.00 -1.11 -1.20 -1.04

20 Industri semen -1.16 -1.31 -1.45 -1.22

21 Industri dasar besi dan baja -1.31 -1.43 -1.50 -1.34 22 Industri logam dasar bukan besi 0.69 0.72 0.84 0.73 23 Industri barang dari logam -0.67 -0.76 -0.83 -0.70 24 Industri mesin, alat -alat dan perlengkapan listrik -0.71 -0.79 -0.84 -0.73 25 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya -1.41 -1.50 -1.56 -1.44 26 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 3.67 3.98 4.28 3.79

27 Jasa-Jasa -0.30 -0.35 -0.40 -0.32

No. Sektor Baseline Agro Basis Angkut

1 Pertanian 2.57 2.83 3.04 2.66

2 Pertambangan -2.42 -2.57 -2.67 -2.47

3 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 19.66 21.38 22.80 20.27 4 Industri minyak dan lemak -0.70 -0.74 -0.73 -0.70 5 Industri penggilingan padi -0.27 -0.20 -0.17 -0.26 6 Industri tepung, segala jenisnya 0.61 0.73 0.82 0.65

7 Industri gula 1.53 1.76 1.94 1.61

8 Industri makanan lainnya 1.09 1.25 1.38 1.14

cabang-cabang industri. Sebaliknya, nominal yang paling kecil dibandingkan pengembangan klaster industri alat angkut dengan pengembangan kedua klaster memberikan peningkatan pendapatan industri yang lain.


(5)

Sementara itu, dilihat pada dampak klaster industri industri prioritas mampu terhadap output sektoral berdasarkan mendorong pertumbuhan sektor-sektor skala usaha, pengembangan klaster industri kecil menengah (IKM) relatif industri prioritas memberikan dampak lebih tinggi dibandingkan dengan industri yang berbeda pada output sektor industri besar.

Tabel 10. Dampak pengembangan klaster industri prioritas terhadap pendapatan rumahtangga(persen perubahan)

(persen perubahan)

Skala Usaha

Baseline

Agro

Basis

Angkut

Industri Kecil

11.65

12.47

13.18

11.95

Industri Menengah

10.61

11.32

11.93

10.87

Industri Besar

9.00

9.59

10.13

9.22

Saran

KESIMPULAN DAN SARAN

Saran yang dapat diberikan terkait dengan penelitian ini adalah sebagai Kesimpulan

berikut : Berdasarkan hasil dan pembahasan

1. Mengingat peningkatan produktivitas yang telah diuraikan maka kesimpulan

dan peningkatan penggunaan produksi yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

d a l a m n e g e r i s e k t o r i n d u s t r i 1. Peningkatan investasi, ekspor,

memberikan dampak yang besar peningkatan penggunaan produksi

terhadap output secara nasional, maka dalam negeri, peningkatan produktivitas

implikasinya diperlukan langkah-pada sektor industri, subsidi harga

langkah untuk mendorong peningkatan energi dan pengembangan klaster

produktivitas melalui peningkatan industri prioritas berdampak positif

teknologi serta peningkatan kesadaran terhadap jumlah output secara makro

masyarakat untuk menggunakan dan jumlah output yang dihasilkan oleh

produksi dalam negeri dalam upaya sektor industri yang bersangkutan.

mengurangi impor barang-barang Keenam kebijakan reindustrialisasi

konsumsi. tersebut mampu meningkatkan output

2. Hasil simulasi reindustrialisasi dan pangsa output sektor industri dalam

menunjukkan bahwa pertumbuhan perekonomian nasional.

output sektor industri kecil menengah 2. Pertumbuhan output cabang industri

lebih tinggi dibandingkan dengan dari industri yang berbasis pertanian

industri besar sehingga sektor industri (agroindustri) relatif lebih tinggi

kecil menengah perlu terus didorong dibandingkan dengan cabang-cabang

d a l a m h a l i n v e s t a s i , e k s p o r, industri lainnya. Peningkatan output

penggunaan produk-produk industri a g r o i n d u s t r i a k a n m e n d o r o n g

kecil menengah yang lebih luas, dan pertumbuhan sektor industri yang

penguasaan teknologi sehingga mampu akhirnya memberikan kontribusi yang

memperkuat struktur industri nasional. relatif besar terhadap pertumbuhan

3. Saran untuk penelitian selanjutnya ekonomi nasional.

a d a l a h d e n g a n m e n g g u n a k a n 3. Peningkatan produktivitas, peningkatan

pendekatan bottom-up untuk melihat ekspor, peningkatan penggunaan

dampak reindustrialisasi terhadap produksi dalam negeri, peningkatan

output pada masing-masing cabang produktivitas dan subsidi harga energi

industri dengan menggunakan basis p a d a s e k t o r i n d u s t r i m a m p u


(6)

Mirana, R.E, 2008. Industrialisasi di

DAFTAR PUSTAKA

I n d o n e s i a : D a l a m J e b a k a n Mekanisme Pasar dan Desentralisasi.

Aiginger, K. 2003. De-Industrialisation and

Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam the Lisbon Agenda. Austrian Institute

Bidang Ilmu Ekonomi UI, Jakarta. of Economic Research, University of

Oktaviani, R. 2008. Model Ekonomi Linz.

Keseimbangan Umum : Teori dan Badan Pusat Statistik. Berbagai Tahun

Aplikasinya di Indonesia. Departemen Terbitan. Statistik Indonesia. Badan

Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Pusat Statistik, Jakarta.

Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Choi, E.K. 2005. Infrastructure Aid,

___________. 2000. The Impact of APEC Deindustrialization and Welfafe. IMF

Trade Liberalisation on Indonesia W o r k i n g P a p e r W P / 0 5 / 1 5 0 .

Economy and Agricultural Sector. International Monetary Fund,

Unpublished PhD Thesis, Department Washington D.C.

of Agricultural Economics. The Djaimi. 2006. Analisis Peranan, Perilaku,

University of Sidney. dan Kinerja Industri Kecil Menengah

Palma, J. G. 2007. Four Sources of “De-dalam Perekonomian Indonesia.

Industrialization” and A New Concept Disertasi. Sekolah Pascasarjana

of the “Dutch Disease” Institut Pertanian Bogor.

Rowthorn, R. and J. R. Wells. 1987. Hariyadi B.S., 2009. Bangun Kemandirian

Deindustrialisation and Foreign Trade. melalui Reindustrialisasi. Bisnis

Cambridge University Press.

I n d o n e s i a O n l i n e ,

Rowthorn, R. and R. Ramaswamy. 1997.

http://web.bisnis.com/artikel

.

Deindustrialisation : Causes and Horridge, J. M., B.R. Parmenter and K.R.

Implications. IMF Working Paper Pearson. 1993. ORANI-F : A General

WP/97/42. International Monetary Equilibrium Model of the Australian

Fund, Washington D.C. Economy, Economic and Financial

____________. 1998. Growth, Trade, and Computing, 3(2) : 71 – 140.

Deindustrialization. IMF Working Horridge, J. 2002. ORANIGRD : a

Paper WP/98/60. International Recursive Dynamic Version of

Monetary Fund, Washington D.C.

O R A N I G .

Watts, M. and A. Valadkani. 2001. The

www.monash.edu.au/policy/oranig

Impact of Deindustrialisation on

rd

, 5 April 2005.

Employment Outcomes in Australia, Jakti, D. K. dan W. Suwarman. 2005.

Faktor-Japan and the USA. Centre of Full Faktor yang Mendorong Terjadinya

Employment and Equity, The Proses Deindustrialisasi di Indonesia.

University of Newcastle, Australia. Universitas Indonesia, Jakarta.

Wittwer, G. 1999. WAYANG : A General Kustanto, H., Rina Oktaviani, Bonar M.

Equilibrium Model Adapted for the Sinaga dan Muhammad Firdaus.

Indonesian Economy. Centre for 2011. Analisis Faktor-Faktor

International Economics Studies and Penyebab Deindustrialisasi untuk

School of Economics. University of P e r u m u s a n K e b i j a k a n

Adelaide, Australia. Reindustrialisasi di Indonesia.

Wie, T. K. 2000. The Impact of the Sekolah Pascasarja Institut Pertanian

Economic Crisis on Indonesia's Bogor, Bogor.

Manufacturing Sector. The Developing Mickiewicz, T. and A. Zalewska. 2002.

Economies, 38(4) : 420 – 453. Deindustrialisation, Lesson from the

Structural Outcomes of Post-Communist Transition. William Davidson Institute Working Paper Number 463, Januari 2002.

World Bank. 1993. East Asian Miracles : Economic Growth and Public Policy.