Efektivitas kebijakan harga pangan terhadap ketahanan pangan dan dampaknya pada stabilitas ekonomi makro

(1)

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HARGA PANGAN

TERHADAP KETAHANAN PANGAN

DAN DAMPAKNYA PADA

STABILITAS EKONOMI MAKRO

NYAK ILHAM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi Saya yang berjudul:

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HARGA PANGAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN DAN DAMPAKNYA PADA STABILITAS EKONOMI MAKRO

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi Saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 27 November 2006

NYAK ILHAM NRP. A. 161020071


(3)

ABSTRAK

NYAK ILHAM. Efektivitas Kebijakan Harga Pangan terhadap Ketahanan Pangan dan Dampaknya pada Stabilitas Ekonomi Makro (BONAR M. SINAGA sebagai Ketua, WILSON H. LIMBONG, HERMANTO SIREGAR, dan D.S. PRIYARSONO sebagai Angota Komisi Pembimbing)

Di negara yang pangsa pengeluaran pangan penduduknya masih besar selalu dijumpai permasalahan kurang pangan sehingga memerlukan perhatian pemerintah. Perhatian tersebut di antaranya berupa kebijakan harga pangan yang bertujuan memberi insentif bagi petani untuk memproduksi pangan dan menjamin harga pangan yang stabil bagi konsumen. Harga pangan yang tidak stabil dapat menyebabkan instabilitas ekonomi makro. Permasalahannya adalah kecenderungan pasar yang mengglobal dan semakin terbatasnya anggaran pemerintah untuk mendukung pembangunan membuat kebijakan harga pangan semakin sulit dilaksanakan. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis dinamika pangsa pengeluaran pangan sebagai proksi dari kesejahteraan penduduk, (2) menganalisis efektivitas kebijakan harga pangan terhadap ketahanan pangan, (3) menganalisis dampak kebijakan harga pangan terhadap stabilitas ekonomi makro, dan (4) menganalisis efektivitas kebijakan harga pangan terhadap stabilitas ekonomi makro. Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk meyakinkan berbagai pihak bahwa kebijakan harga pangan tersebut masih relevan untuk dilakukan.

Analisis data menggunakan pendekatan ekonometrika. Analisis dinamika pangsa pengeluaran pangan menggunakan data Susenas 1996, 1999, dan 2002 dan model regresi. Analisis efektivitas kebijakan harga pangan terhadap ketahanan pangan menggunakan data sekunder deret waktu 1975-2004 dan model Error Corection Model. Analisis dampak kebijakan harga pangan terhadap keseimbangan dan stabilitas ekonomi makro menggunakan data sekunder deret waktu 1980.1-2004.4 dan model Vector Error Correction Model untuk menganalisis Impulse Response Fuction Forecast Error Variance Decomposition.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) pangsa pengeluaran pangan layak dijadikan indikator ketahanan pangan, dan berdasarkan indikator tersebut hasil pembangunan selama ini lebih dinikmati penduduk berpendapatan tinggi dibandingkan penduduk berpendapatan sedang dan rendah, (2) kebijakan harga pangan sangat mempengaruhi ketersediaan pangan, namun masih belum efektif dan bias kepada ketersediaan energi dan tidak berpengaruh terhadap ketersediaan protein, (3) kebijakan harga pangan tidak berpengaruh terhadap konsumsi energi dan protein, ketersediaan pangan ditingkat nasional tidak menjamin akses pangan penduduk, (4) kebijakan harga pangan mengakibatkan stagflasi ekonomi namun tidak menyebabkan peningkatan pengangguran dan instabilitas pada perekonomian makro, dan (5) kebijakan moneter baik secara langsung maupun tidak langsung efektif menentukan stabilitas ekonomi makro, sedangkan kebijakan harga pangan kurang efektif menentukan stabilitas ekonomi makro dan kebijakan perdagangan tidak efektif menentukan stabilitas ekonomi makro. Berdasarkan temuan dan kesimpulan penelitian ini maka pemerintah masih relevan melakukan kebijakan harga pangan, namun masih diperlukan perbaikan dalam implementasinya.


(4)

ABSTRACT

NYAK ILHAM, The Effectiveness of food pricing policy on food security and the impact on macroeconomic stability (BONAR M. SINAGA as Chairman, WILSON H. LIMBONG, HERMANTO SIREGAR, and D. S. PRIYARSONO as Members of Advisory Committee).

In a country which the share of food expenditure is sufficient large, it is easy to find food deficiency problems that need more attention from the government. The attention is in the form of food pricing policy that aimed to give incentive for farmer to produce food and ensure stable food price for the consumer. Unstable food price will result instability of macroeconomic. The problems are that the market tends to global and lack of government budget to support development therefore food price policy is more difficult to be implemented. The objective of this research are in order to : (1) analyze dynamics of food expenditure share as proxy of public welfare, (2) analyze effectiveness of food pricing policy on food security, (3) analyze the impact of food pricing policy on stability of macroeconomic, and (4) analyze effectiveness of food pricing policy on stability of macroeconomic. The result is suggested useful to ensure the relevant parties that the food pricing policy is relevant to be implemented.

The econometrics approach was used to analyze the available data. Analysis of dinamics of food expenditure share is using Susenas Data for 1996, 1999, and 2002 and regression model. The analysis of effectiveness of food pricing policy on food security is using secondary time series data for 1975-2004 and Error Correction Model. Furthermore, the analysis of the impact of food pricing policy on equilibrium and stability of macroeconomic is using secondary time series data for 1980.1 – 2004.4 and Vector Error Correction Model to analyze Impulsee Response Function and Forecast Error Variant Decomposition.

The result was indicated that: (1) food expenditure share is feasible as indicator for food security and the development result is more enjoyed by higher income resident than the middle and lowest one, (2) food pricing policy is having significant effect on food availability, however still ineffective and bias to energy availability and having no effect on protein availability, (3) food pricing policy shows not significant effect on energy and protein consumption, while the food availabilty is not ensure food acces for the resident, (4) food pricing policy caused stagflation but is not resulting an increasing in unemployment and instability of macroeconomic condition, and (5) monetary policy, directly and indirectly, is effective to determine macroeconomic stability, while food pricing policy shows moderate effect on macroeconomic stability and trade policy is ineffective to detremine macroeconomic stability. According to the result, the conclusion is that the government is relevant to implement food pricing policy, however need improvement in the implementation.


(5)

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HARGA PANGAN

TERHADAP KETAHANAN PANGAN

DAN DAMPAKNYA PADA

STABILITAS EKONOMI MAKRO

NYAK ILHAM

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Judul Disertasi : Efektivitas Kebijakan Harga Pangan terhadap Ketahanan Pangan dan Dampaknya pada Stabilitas Ekonomi Makro

Nama : Nyak Ilham Nomor Pokok : A 161020071

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MS Ketua Anggota

Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc. Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS Anggota Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian,

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1958 di Delitua-Medan. Merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari Bapak Abdullah Nya’Ali (Almarhum) dan Ibu Sabirah (Almarhumah).

Pada tahun 1971 penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN No.1 Timbang Langkat Binjai, kemudian melanjutkan sekolah pada SMPN No.1 Binjai dan lulus pada tahun 1974. Tahun 1977 lulus dari SMA Negeri Binjai.

Melalui saringan masuk Proyek Perintis I (SKALU) tahun 1978 penulis meneruskan studi di Institut Pertanian Bogor. Gelar Sarjana Peternakan diperoleh pada tahun 1982. Tahun 1996 melanjutkan studi Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2002 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi Program Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Riwayat pekerjaan dimulai dari 1983-1993 penulis bekerja pada Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Indrapuri-Aceh, Direktorat Jenderal Peternakan. Tahun 1994 hingga saat ini bekerja pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Departemen Pertanian.

Tahun 1985 menikah dengan Nurningsih dan dikarunia empat putra: Indra Akbar Dilana (1986), Muhammad Taufiq Patra (1988), Fajar Firmana (1993), dan Fajri Gemara (Almarhum:1993-1997).


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas Berkat dan Rahmat-Nya disertasi dengan judul: Efektivitas Kebijakan Harga Pangan terhadap Ketahanan Pangan dan Dampaknya pada Stabilitas Ekonomi Makro dapat diselesaikan. Tema itu dipilih dilatar belakangi oleh masih banyak masalah kurang pangan dan perdebatan arah kebijakan pangan akhir-akhir ini.

Pada kesempatan ini penulis secara tulus mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan terutama mengenai permodelan, penyajian, dan konsistensi dalam penyusunan disertasi ini. Kepada Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan disertasi dan dorongan semangat untuk mempercepat penyelesaian studi. Kepada Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan terutama dalam permodelan, pengolahan data, dan penyajian hasil penelitian. Kepada Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan terutama dalam aspek ketahanan pangan dan penyajian hasil penelitian. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Bustanul Arifin (Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Unila Lampung dan Ekonom Senior INDEF Jakarta) dan Dr. Kaman Nainggolan (Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian) atas kesediaannya selaku dosen penguji luar komisi pada ujian terbuka.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Kepala Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP) Departemen Pertanian, Dr. Ir.


(9)

Tahlim Sudaryanto, MS, yang memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti Program Doktor di IPB Bogor. Kepada Pihak Proyek PAATP Departemen Pertanian yang memberikan beasiswa untuk melanjutkan studi pada Program Doktor. Kepada Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA yang telah merekomendasikan penulis untuk dapat melanjutkan studi pada Program Doktor di IPB Bogor. Kepada Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah menerima penulis untuk melanjutkan studi pada jenjang S3 pada IPB Bogor.

Terima kasih kepada pihak Biro Kredit dan Perpustakaan Bank Indonesia, serta Perpustakaan PSE-KP Bogor yang memberikan kemudahan dalam pengumpulan data yang diperlukan. Kepada Nina, staf pengolah data pada PSE-KP, yang membantu mengolah data Susenas yang ada pada PSE-KP. Kepada teman-teman anggota Tim Hibah Pasca di bawah bimbingan Dr. D.S. Priyarsono dan Dr. Arief Daryanto yang memberikan masukan dan dukungan dana. Kepada Dr. M. Husein Sawit yang memberikan bahan bacaan dan kesempatan berdiskusi. Kepada Dr. D. Iwan Riswandi dan Ir. Yundy H, MS yang memberikan waktu berdiskusi mengaplikasi program Microfit. Demikian juga untuk teman-teman pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian angkatan 2002 sebagai teman belajar dan diskusi bersama dalam menghadapi ujian-ujian smester dan prelim.

Teristimewa untuk kedua orang tua (almarhum), kedua mertua, isteri, dan keempat putraku, serta seluruh keluarga di Bogor, Jakarta, Tanjung Karang, Medan, dan Aceh atas kesabaran, do’a, dorongan semangat, korbanan, dan kasih sayangnya,.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, Amin.

Bogor, 27 November 2006 Nyak Ilham


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

I.

II.

III.

DAFTAR TABEL …...….……… DAFTAR GAMBAR ……….... DAFTAR LAMPIRAN ………. PENDAHULUAN ……...………. 1.1. Latar Belakang ………..……….. 1.2. Perumusan Masalah ……… 1.3. Tujuan Penelitian ……… 1.4. Kegunaan Penelitian ……….. 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ………. TINJAUAN PUSTAKA ……….….. 2.1. Sejarah Kebijakan Harga Pangan dan Arahnya ke Depan .….

2.1.1. Sejarah Kebijakan Harga Pangan ……… 2.1.2. Arah Kebijakan Harga Pangan ……… 2.2. Faktor-faktor yang Menentukan Efektivitas Kebijakan Harga

Pangan……….……….…. 2.2.1. Komoditas Gabah………. 2.2.2. Komoditas Palawija dan Pangan Lain ………. 2.2.3. Sarana Produksi Pertanian ………….……….. 2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi ……….. 2.4. Pengendalian Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi ……… 2.5. Dampak Kebijakan Harga Pangan terhadap Ketahanan

Pangan ……….…. 2.6. Dampak Kebijakan Harga Pangan terhadap Indikator Ekonomi

Makro ……….…………. 2.7. Biaya dan Manfaat Kebijakan Harga Pangan………...

2.7.1. Biaya Stabilisasi Harga Pangan……… 2.7.2. Manfaat Stabilisasi Harga Pangan……… KERANGKA PEMIKIRAN……….. 3.1. Kerangka Teoritis ………... 3.1.1. Konsep Kebijakan dan Proses Pembuatannya ………. 3.1.2. Kebijakan Harga Pangan ……….

xiv xvi xx 1 1 4 9 9 11 14 14 14 17 21 21 26 26 29 31 34 36 41 41 50 54 54 54 58


(11)

IV.

V.

3.1.3. Keterkaitan Pangsa Pengeluaran Pangan dan

Ketahanan Pangan ……… 3.1.4. Keterkaitan Kebijakan Harga Pangan dan Ketahanan

Pangan ……….. 3.1.5. Keterkaitan Kebijakan Harga Pangan dan Indikator

Ekonomi Makro ………... 3.2. Kerangka Konseptual ………..……… 3.2.1. Bentuk Kebijakan Harga Pangan. ……….. 3.2.2. Konsep dan Status Pangan ………... 3.2.3. Konsep dan Indikator Ketahanan Pangan ……… 3.2.4. Indikator dan Stabilitas Ekonomi Makro ………. 3.2.5. Konsep dan Pengukuran Efektivitas ..……….. 3.3. Bagan Alur Pemikiran ….……….

3.4. Hipotesis……….

METODE PENELITIAN………... 4.1. Pendekatan dan Kerangka Analisis ……….. 4.2. Spesifikasi Model ………. 4.2.1. Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan Ketahanan Pangan ……….. 4.2.2. Keterkaitan Kebijakan Harga Pangan dan Ketahanan

Pangan ……….. 4.2.3. Keterkaitan Kebijakan Harga Pangan dan Indikator

Ekonomi Makro ………. 4.3. Data dan Prosedur Analisis ………...

4.3.1. Jenis dan Sumber Data ………. 4.3.2. Definisi Operasional ……… 4.3.3. Prosedur Analisis ……… DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI

INDONESIA ……… 5.1. Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan Ketahanan Pangan 5.2. Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan Keanekaragaman

Pangan ….……….. 5.3. Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan Pendapatan

Regional ………. 5.4. Dinamika Pangsa Pengeluaran Pangan ………

60 61 64 77 77 79 82 86 87 89 91 93 93 95 96 96 98 101 101 104 110 121 123 127 132 136


(12)

VI.

VII.

5.4.1. Menurut Kelompok Pendapatan ……….…... 5.4.2. Menurut Wilayah Desa-Kota ……….…..…. 5.5. Ringkasan Hasil ……….………..…. EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HARGA PANGAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN ………... 6.1. Berbagai Bentuk Kebijakan Pertanian ………. 6.2. Keterkaitan Kebijakan Harga Pangan dan Ketersediaan Pangan 6.3. Keragaan Ketersediaan dan Konsumsi Kalori dan Protein ….. 6.4. Pengaruh Kebijakan Harga Pangan terhadap Ketahanan

Pangan ……… 6.4.1. Ketersediaan Pangan ………. 6.4.2. Konsumsi Pangan …..……….… 6.5. Ringkasan Hasil ………. DAMPAK KEBIJAKAN HARGA PANGAN TERHADAP

STABILITAS EKONOMI MAKRO ……….… 7.1. Hasil Pendugaan Model ………

7.1.1. Hubungan Jangka Pendek Kebijakan Harga Pangan dan Stabilitas Ekonomi Makro ………. 7.1.2. Hubungan Jangka Panjang Kebijakan Harga Pangan

dan Stabilitas Ekonomi Makro ……….. 7.2. Respon Dinamik Variabel Ekonomi Makro terhadap

Kebijakan Harga Pangan ……… 7.3. Respon Dinamik Variabel Ekonomi Makro terhadap

Guncangan Kebijakan Moneter……… 7.4. Respon Dinamik Variabel Ekonomi Makro terhadap

Guncangan Kebijakan Perdagangan ……….. 7.5. Faktor-faktor yang Menentukan Kebijakan Harga Pangan dan Stabilitas Ekonomi Makro………... 7.5.1. Faktor-faktor yang Menentukan Kebijakan Harga Pangan………

7.5.2. Faktor-faktor yang Menentukan Stabilitas Ekonomi Makro ……….. 7.6. Ringkasan Hasil ……….…………..

136 139 141 143 143 145 148 156 156 163 166 168 168 170 171 174 182 188 197 198 199 202


(13)

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ………..

8.1. Kesimpulan ……..………..

8.2. Implikasi Kebijakan ………... 8.3. Saran untuk Penelitian Lanjutan ……… DAFTAR PUSTAKA………. LAMPIRAN ……….

209 209 211 213 215 225


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

Industri Kunci Menurut Indeks Derajat Penyebaran (DP), Tabel I-O 2000 yang Diusulkan Sebagai Special Products ...……… Perubahan Konsumsi Energi dan Protein di Indonesia Tahun 1996-1999 ………..……… Pemenuhan Kebutuhan Ketersediaan Pangan dalam Bentuk Energi Menurut Sumber Pengadaan di Indonesia, Tahun 1961 – 1999 …… Perkembangan Perkiraan Dukungan Dana beberapa Negara OECD pada Sektor Pertanian, Tahun 1995-2004 ……….. Kekuatan dan Kelemahan Subsidi Pangan melalui Uang Tunai dan Natura………. Penerapan Target Inflasi pada Beberapa Negara, Tahun 1990 - 1995 Tingkat Inflasi dan Pertumbuhan pada Beberapa Negara Industri yang Menerapkan dan Tidak Menerapkan Rejim Target Inflasi……….. Biaya Stabilisasi Harga Beras yang Dikeluarkan Bulog, Tahun 1996/1997 ………... Biaya Program Operasi Pasar Khusus Periode Agustus 1998-Agustus 1999 ……… Kandungan Energi dan Protein Beras dan Pangan Non Beras lainnya………. Berbagai Jenis Kredit Program Pertanian yang Digunakan menurut Sumbernya, Tahun 1975-2004 ………... Beberapa Alternatif Kelompok Bahan Pangan yang Digunakan Dalam Model ……….. Rataan Konsumsi Energi dan Protein serta Rataan Pangsa Pengeluaan Pangan menurut Kelompok Pendapatan di Indonesia, Tahun 1996, 1999, dan 2002 ………. Nilai Dugaan Model Hyperbola Pangsa Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi dan Protein Tahun 1996, 1999, dan 2002.. Pola Pangan Harapan 2020, Bobot dan Skor Maksimum Perhitungan Pola Pangan Harapan ………. Pangsa Pengeluaran Pangan dan PDRB Per Kapita menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2002 ……….………

10 18 19 20 25 32 33 45 45 81 105 106 123 125 129 134


(15)

17.

18.

19.

20.

21. 22.

23.

24.

25.

26.

27.

Jenis Kredit dan Subsidi Pertanian yang Digunakan sebagai Proksi Kebijakan Harga Pangan ………... Hasil Pendugaan Pengaruh Kebijakan Harga Pangan terhadap Ketahanan Pangan (LEAV4) ……… Hasil Pendugaan Pengaruh Kebijakan Harga Input dan Kebijakan Harga Ouput terhadap Ketahanan Pangan (LEAV4) ……….

Hasil Pendugaan Pengaruh Kebijakan Harga Pangan terhadap Ketahanan Pangan (LPAV4) ……….. Hasil Pendugaan Pengaruh Kebijakan Harga Input dan Kebijakan Harga Ouput terhadap Ketahanan Pangan (LPAV4) ……… Hasil Pendugaan Pengaruh Kebijakan Harga Pangan terhadap Ketahanan Pangan (LEACK4) ……….. Distribusi Rumah Tangga Pertanian Pengguna Lahan Menurut Golongan Luas Lahan yang Dikuasai, Tahun 1983, 1993, dan 2003. Nilai Pendugaan Paremater/Elastisitas Jangka Pendek Kebijakan Harga Pangan ……… Dampak Kebijakan Harga Pangan, Moneter, dan Perdagangan terhadap Keseimbangan Ekonomi Makro dalam Jangka Panjang …. Dampak Kebijakan Harga Pangan, Moneter, dan Perdagangan terhadap Stabilitas Ekonomi Makro ………... Peran berbagai Guncangan terhadap Variabilitas Ekonomi Makro ...

144 157 159

162

163

164 166

170

194 195 206


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Dampak Subsidi Produsen terhadap Kesejahteraan………... Dampak Subsidi Konsumen terhadap Kesejahteraan………. Dampak Perubahan Teknologi terhadap Kesejahteraan………. Dampak Tarif Impor terhadap Kesejahteraan……… Dampak Kesejahteraan Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Ketika terjadi Perubahan Penawaran ………..………. Proses Terbentuknya Suatu Kebijakan Melalui Pasar Politik………….……… Fluktuasi Harga Pangan dan Non Pangan Akibat Perubahan Produksi.………. Hubungan Pendapatan dan Permintaan terhadap Barang dengan Asumsi Harga Barang tetap, Kasus Barang Normal (Q1) dan Barang Mewah (Q2) ……… Dampak Peningkatan Pendapatan dan Penurunan Harga Pangan terhadap Kesejahteraan dan Konsumsi Pangan…..……… Pengaruh Gagal Panen terhadap Harga Pangan dan Harga Non Pangan………..………….. Dampak Kegagalan Panen terhadap Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja pada Perekonomian Tertutup……….………... Dampak Kegagalan Panen terhadap Keseimbangan Makro pada Perekonomian Tertutup………...……….…….. Kebijakan Stok Pangan saat Produksi Melimpah……...……… Dampak Kebijakan Buffer Stock terhadap Keseimbangan Makro pada Perekonomian Tertutup……….. Dampak Kebijakan Buffer Stock terhadap Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja pada Perekonomian Tertutup ……….. Hubungan Gangguan Produksi Pangan Domestik dan Pasar Internasional………...……… Keterkaitan Stabilisasi Harga Pangan dengan Ketahanan Pangan dan Stabilitas Ekonomi Makro………... Tahapan Kerangka Analisis ………..

42 43 43 44 46 56 58 60 62 67 69 70 71 73 74 75 90 95


(17)

19. 20. 21. 22. 22 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34.

Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan Konsumsi Energi pada berbagai Kelas Pendapatan di Indonesia Tahun 2002 ……….. Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan Skor Pola Pangan Harapan di Indonesia Tahun 1996-1999-2002 ……… Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan Skor Pola Pangan Harapan pada Tiga Provinsi di Indonesia Tahun 1999 ……….. a. Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan PDRB-Tanpa

Migas Per Kapita di Provinsi Indonesia Tahun 2002 ………….. b. Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan PDRB Dengan Migas Per Kapita di Provinsi Indonesia Tahun 2002 ………….………. Dinamika Pangsa Pengeluaran Pangan menurut Kelompok Pendapatan di Indonesia Tahun 1969-2002 ………... Dinamika Pangsa Pengeluaran Padi-padian Penduduk selama Sebulan menurut Kelompok Pendapatan di Indonesia Tahun 1969-2002 ……….………. Dinamika Pangsa Pengeluaran Pangan Penduduk selama Sebulan menurut Wilayah di Indonesia Tahun 1969-2002 ………... Dinamika Pangsa Pengeluaran Padi-padian Penduduk selama Sebulan menurut Wilayah di Indonesia Tahun 1969-2002 ……….. Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan Januari 2001-Desember 2004 di Indonesia ………... Perkembangan Ketersediaan Energi Per Kapita Per Hari di Indonesia Tahun 1975-2003 ………. Perkembangan Ketersediaan Protein Per Kapita Per Hari di Indonesia Tahun 1975-2003 ………. Rata-Rata Ketersediaan Energi dan Protein Per Kapita Per Hari di Indonesia Tahun 1975-2003 ………... Rata-rata Proporsi Kalori yang Tersedia Per Kapita per Hari Menurut Bahan Pangan di Indonesia Tahun 1975-2003 ……… Rata-rata Proporsi Protein yang Tersedia Per Kapita Per Hari Menurut Bahan Pangan di Indonesia Tahun 1975-2003 ……… Rata-rata Proporsi Kalori yang Tersedia Per Kapita Per Hari Menurut Bahan Pangan di Indonesia Tahun 1975-2003 ……… Rata-rata Proporsi Protein yang Tersedia Per Kapita Per Hari Menurut Bahan Pangan di Indonesia Tahun 1975-2003 ………..…..

128 130 131 133 133 137 138 139 140 149 150 151 151 152 152 154 155


(18)

35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56.

Respon Kebijakan Harga Pangan terhadap Guncangan Kebijakan Harga Pangan ………. Respon Neraca Perdagangan terhadap Guncangan Kebijakan Harga

Respon PDB terhadap Guncangan Kebijakan Harga Pangan ……... Respon Penawaran Uang terhadap Guncangan Kebijakan Harga Pangan ……….. Respon Inflasi terhadap Guncangan Kebijakan Harga Pangan ……. Respon Suku Bunga terhadap Guncangan Kebijakan Harga Pangan Respon Investasi terhadap Guncangan Kebijakan Harga Pangan …. Respon Nilai Tukar terhadap Guncangan Kebijakan Harga Pangan... Respon Pengangguran terhadap Guncangan Kebijakan Harga Pangan………. Respon Penawaran Uang terhadap Guncangan Kebijakan Moneter... Respon Inflasi terhadap Guncangan Kebijakan Moneter …………... Respon Suku Bunga terhadap Guncangan Kebijakan Moneter …….. Respon Nilai Tukar terhadap Guncangan Kebijakan Moneter ……... Respon Pengangguran terhadap Guncangan Kebijakan Moneter ….. Respon PDB terhadap Guncangan Kebijakan Moneter ………. Respon Investasi terhadap Guncangan Kebijakan Moneter ………... Respon Neraca Pedagangan terhadap Guncangan Kebijakan Moneter ………. Respon Kebijakan Harga Pertanian terhadap Guncangan Kebijakan Moneter ……….. Respon Neraca Perdagangan terhadap Guncangan Kebijakan Perdagangan ……….. Respon Nilai Tukar terhadap Guncangan Kebijakan Perdagangan … Respon Inflasi terhadap Guncangan Kebijakan Perdagangan ……… Respon Kebijakan Harga Pangan terhadap Guncangan Kebijakan Perdagangan ……… 176 176 176 177 177 177 178 178 178 185 185 186 186 186 187 187 187 188 191 191 191 192


(19)

57. 58. 59.

60. 61. .

Respon PDB terhadap Guncangan Kebijakan Perdagangan ……….. Respon Pengangguran terhadap Guncangan KebijakanPerdagangan. Respon Penawaran Uang terhadap Guncangan Kebijakan

Perdagangan ……… Respon Suku Bunga terhadap Guncangan Kebijakan Perdagangan… Respon Investasi terhadap Guncangan Kebijakan Perdagangan…….

192 192

193 193 193


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Perkembangan Data Ketersediaan dan Konsumsi Energi Pangan di Indonesia, Tahun 1975-2004 ………... Perkembangan Data Ketersediaan dan Konsumsi Protein Pangan di Indonesia, Tahun 1975-2004 ………... Data Analisis Kebijakan Harga Pangan terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia, Tahun 1975-2004 ……….. Data Analisis Kebijakan Harga Pangan terhadap Stabilitas Ekonomi Makro di Indonesia, Tahun 1980.1 – 2004.4 ……….……… Program Komputer yang Digunakan untuk Pengujian Unit-Root menggunakan ADF-test dengan Microfit ………. Ringkasan Hasil Pengujian Unit-Root Variabel-variabel Kebijakan Harga Pangan dan Ketahanan Pangan dengan Intersep tanpa Trend dan Intersep dengan Trend Berdasarkan Pengujian DF (Dickey-Fuller) dan ADF (Augmented Dickey-Fuller) Menurut Schwarz Bayesian Criterion Ringkasan Hasil Pengujian Unit-Root Variabel-variabel Kebijakan Harga Pangan dan Ekonomi Makro dengan Intersep tanpa Trend dan Intersep dengan Trend Berdasarkan Pengujian DF (Dickey-Fuller) dan ADF (Augmented Dickey-Fuller) Menurut Schwarz Bayesian Criterion Program Komputer yang Digunakan untuk Pengujian Ordo Lag Optimal pada Sistem Persamaan dengan Microfit ………... Hasil Pengujian Ordo Lag Optimum Unrestricted VAR ……… Program yang Digunakan untuk Pengujian Kointegrasi dan Pendugaan Model ECM (Kasus Univariat) dengan Microfit ……… Program yang Digunakan untuk Pengujian Kointegrasi dan Pendugaan Model VECM (Kasus Multivariat) dengan Microfit..………. Hasil Pengujian Rank Kointegrasi ……… Program yang Digunakan untuk Melakukan Restriksi Umum dengan Matriks Identitas dan Restriksi Spesifik dengan Microfit ……….. Program yang Digunakan untuk Pendugaan VECM, Inovasi IRF dan FEVD dengan Microfit ………... Hasil Uji Kointegrasi dan Pendugaan ECM Pengaruh Kebijakan Harga Pertanian (IOPP) terhadap Ketersediaan Pangan ………

225 227 229 235 244 245 247 248 249 250 251 252 253 254 255


(21)

16

17

18

19

20 21 22 23

24

25

Hasil Uji Kointegrasi dan Pendugaan ECM Pengaruh Kebijakan Harga Input Pertanian (AGIP) dan Kebijakan Harga Output Pertanian (AGOP) terhadap Ketersediaan Pangan ………. Hasil Uji Kointegrasi dan Pendugaan ECM Kebijakan Harga Pertanian (IOPP) terhadap Ketersediaan Protein ………. Hasil Uji Kointegrasi dan Pendugaan ECM Kebijakan Harga Input Pertanian (AGIP) dan Harga Output Pertanian (AGOP) terhadap Ketersediaan Protein ………... Hasil Uji Kointegrasi dan Pendugaan ECM Kebijakan Harga Pertanian (IOPP) terhadap Konsumsi Energi ………. Hasil Restriksi Umum ……… Hasil Restriksi Khusus ………. Hasil Pendugaan Model VECM ………. Respon Dinamik Variabel Kunci Ekonomi Makro terhadap Guncangan Kebijakan Harga Pangan ……… Respon Dinamik Variabel Kunci Ekonomi Makro terhadap Guncangan Kebijakan Moneter ……….. Respon Dinamik Variabel Kunci Ekonomi Makro terhadapGuncangan Kebijakan Perdagangan ………..

267

277

285

293 297 298 299

317

319


(22)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Berlakang

Isu ketahanan pangan selalu menjadi topik studi penting karena pangan adalah kebutuhan paling hakiki yang menentukan kualitas sumberdaya manusia dan stabilitas sosial politik sebagai prasyarat melaksanakan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena itu pemerintahan suatu negara sangat berkepentingan terhadap masalah pangan. Di satu sisi ia berkewajiban memenuhi kebutuhan dasar tersebut. Di sisi lain, ia memerlukan kondisi stabilitas sosial dan politik untuk kelangsungan kekuasaannya.

Dari sisi permintaan, makin tinggi kesejahteraan masyarakat suatu negara pangsa pengeluaran pangan penduduknya semakin kecil, demikian sebaliknya (Deaton dan Muellbauer, 1980). Pada negara dengan pangsa pengeluaran pangan penduduknya masih besar selalu dijumpai permasalahan kekurangan pangan sehingga harus memerlukan perhatian yang lebih. Pangsa pengeluaran pangan merupakan salah satu indikator ketahanan pangan, makin besar pangsa pengeluaran untuk pangan berarti ketahanan pangan semakin berkurang (Suhardjo, 1996).

Banyak indikator lain yang digunakan untuk melihat ketahanan pangan, namun beberapa di antaranya sulit diukur. Indikator yang baik mempunyai ciri: cukup sederhana untuk pengumpulan dan penafsirannya, objektif, dapat diukur dengan angka, dan responsif terhadap perubahan-perubahan akibat adanya program (Soehardjo et al., 1986). Indikator ketahanan pangan paling tidak dapat merepresentasikan jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi sesuai norma gizi yang ada. Diduga, pangsa pengeluaran pangan yang mencerminkan tingkat kesejahteraan mampu dijadikan suatu indikator ketahanan pangan yang lebih baik dibandingkan indikator lain.


(23)

Kasus di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Syafa’at et al. (2003) menunjukkan bahwa rata-rata pangsa pengeluaran pangan rumah tangga di Indonesia mengalami peningkatan dari 55.34 persen tahun 1996 menjadi 62 persen pada tahun 1999, dan menurun kembali menjadi 58.47 persen pada tahun 2002. Pada tahun 2002, pangsa pengeluaran pangan di wilayah pedesaan yaitu 66.56 persen lebih besar dibandingkan wilayah perkotaan yaitu 52.82 persen. Dari angka tersebut terlihat ada kecenderungan penurunan pangsa pengeluaran pangan di Indonesia, namun nilainya masih relatif besar. Diduga pangsa tersebut akan lebih besar pada masyarakat berpendapatan menengah ke bawah yang merupakan sebagian besar penduduk Indonesia.

Masih besarnya pangsa pengeluaran pangan sebagian besar masyarakat berarti bobot inflasi kelompok pangan terhadap inflasi umum semakin besar. Inflasi melalui pasar uang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi makro. Stabilitas ekonomi makro merupakan jaminan bagi investor untuk berinvestasi sehingga dapat menciptakan lapangan kerja dan menciptakan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah Orde Lama dan Orde Baru berganti rejim akibat masalah politik yang diikuti kelangkaan pangan di pasar dan meningkatnya laju inflasi masing-masing mencapai 600 persen dan 78 persen. Berdasarkan hal itu, keterkaitan aspek ketahanan pangan dan inflasi merupakan isu penting dalam penelitian ini.

Pentingnya peran pangan dalam pembangunan nasional, maka dari sisi penawaran, kebutuhan pangan nasional hendaknya berbasis pada produksi lokal. Jika tidak, ketergantungan terhadap negara lain menjadi besar. Hal ini sesuai dengan visi Departemen Pertanian 2025, yaitu tercapainya pertanian tangguh yang dicirikan oleh kemandirian ekonomi nasional yang berbasis pada sektor pertanian, kemandirian pangan dan terhapusnya kemiskinan di pedesaan (Suryana, 2004). Dalam


(24)

operasionalnya, konsep mandiri diskenariokan sebagai kondisi dimana kebutuhan pangan nasional minimal 90 persen dipenuhi dari produksi dalam negeri.

Elastisitas permintaan dan penawaran pangan yang rendah menyebabkan besarnya fluktuasi harga pangan (Nicholson, 2000). Impor pangan untuk mengatasi fluktuasi harga tanpa pengendalian dapat menyebabkan terganggunya kesinambungan usaha produsen pangan lokal karena harga produk impor kecenderungannya lebih murah dibandingkan produk lokal. Harga yang rendah tersebut tidak mencerminkan tingkat efisiensi, tetapi telah terdistorsi dengan berbagai bantuan dari pemerintah mereka (Sawit, 2003).

Fenomena produksi, perdagangan dan konsumsi pangan di atas menuntut peran pemerintah agar produsen dan konsumen domestik dapat dilindungi. Peran tersebut diharapkan mampu mempercepat tercapainya tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, diperlukan tujuan antara, dalam konteks ini adalah stabilitas harga pangan yang dapat dilakukan melalui kebijakan harga pangan. Menurut Ellis (1992), salah satu tujuan kebijakan harga pangan adalah menstabilkan harga pangan agar mengurangi ketidakpastian petani dan menjamin harga pangan yang stabil bagi konsumen dan stabilitas harga di tingkat makro.

Penelitian ini menjadi penting mengingat kecenderungan pasar yang dihadapi setiap negara semakin mengglobal. Perubahan lingkungan strategis tersebut, menurut Simatupang dan Syafa’at (2002), menyebabkan harga komoditas pertanian di pasar domestik semakin terbuka terhadap gejolak pasar. Dengan perkataan lain, dinamika harga produk domestik dipengaruhi oleh keadaan pada tiga jenis pasar secara simultan, yaitu: pasar komoditas internasional, pasar komoditas domestik, dan pasar valuta asing. Dengan kondisi seperti itu, kebijakan harga pangan yang dilakukan dalam rangka pengendalian inflasi dan pemantapan ketahanan pangan semakin sulit dilaksanakan pemerintah (Simatupang et al. 2002).


(25)

Namun demikian, jika globalisasi dapat menyebabkan tujuan pembangunan makin menjauh, diperlukan peran pemerintah untuk menyeimbangkan level of playing field yang jauh tidak seimbang antara negara maju dengan negara berkembang. Menurut Aggarwal dan Agmon (1990), peran pemerintah penting untuk mengarahkan perubahan awal keunggulan komparatif negara dalam perdagangan internasional, tetapi peran tersebut perlahan-lahan digantikan oleh sektor korporasi dengan semakin berkembangnya negara. Dengan demikian adalah relevan untuk mensinkronkan antara kebijakan di lingkup perdagangan internasional dengan kebijakan peningkatan produksi dalam negeri. Sinkronisasi ini hendaknya tercermin dalam proses formulasi dan implementasi kebijakan pemerintah, dalam hal ini adalah kebijakan harga pangan dengan tujuan utama mensejahterakan sebagian besar masyarakat.

1.2. Perumusan Masalah

Saat ini, jika pemerintah melaksanakan kebijakan harga pangan akan menghadapi dua masalah utama. Masalah eksternal berkaitan dengan perubahan lingkungan strategis perdagangan internasional dengan kecenderungan semakin meningkatnya derajat liberalisasi. Masalah internal dengan semakin terbatasnya anggaran pemerintah mendukung pembangunan. Berdasarkan hal tersebut masih dijumpai inkonsistensi kebijakan, ada kelompok yang ingin tetap mepertahankan produksi pangan domestik dengan dukungan pemerintah dan ada kelompok yang ingin melepas masalah pangan menurut mekanisme pasar. Akibatnya terlihat ketidakselarasan antara apa yang diperjuangkan di bidang pertanian dan perdagangan di WTO dengan apa yang dilaksanakan di dalam negeri (Sawit, 2003).

Kesepakatan WTO menghendaki semua anggotanya, termasuk Indonesia, meningkatkan derajat liberalisasi perdagangan. Alasannya, kesepakatan tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dunia. Namun perbedaan pendapat


(26)

tentang manfaat liberalisasi perdagangan hingga saat ini masih tetap berlangsung, khususnya yang diatur dalam Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture=AoA).

Kelompok pro liberalisasi beranggapan bahwa makin liberal kegiatan perdagangan akan diperoleh nilai tambah bagi semua negara-negara di dunia (Bosworth, 2003). Hasil proyeksi Anderson dan Strutt (1999) jika Indonesia membuka pasar dengan menurunkan tingkat tarif dan melakukan deregulasi dalam pasar pertanian domestik maka pertumbuhan GDP akan lebih meningkat. Studi lain menunjukkan bahwa dampak liberalisasi justru akan membuat negara kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin, sehingga senjang kesejahteraan semakin melebar (Ilham, 2003; dan Addison dan Cornia, 2001).

Putaran Uruguay di Maroko pada April 1994 menghasilkan beberapa hal penting, di antaranya diikutsertakannya produk-produk pertanian dalam kesepakatan liberalisasi perdagangan. Ada tiga elemen penting dalam kesepakatan tersebut mengenai bidang pertanian: (1) peningkatan akses pasar, (2) pengurangan bantuan domestik untuk negara berkembang dan negara maju, dan (3) pengurangan subsidi ekspor untuk negara berkembang dan negara maju.

Ketiga elemen tersebut hingga saat ini belum dijalankan secara seimbang. Pihak negara maju menuntut agar akses pasar semua anggota ditingkatkan dengan menurunkan tarif bea masuk dan mengubah hambatan bukan tarif menjadi tarif. Sementara itu, negara maju dengan sumberdaya dana yang besar masih tetap melakukan bantuan domestik dan subsidi ekspor pada produk pertanian yang dihasilkannya. Bahkan untuk beberapa produk pangan utama negara maju masih menerapkan tarif yang tinggi. Ketidakkonsistenan kesepakatan tersebut menyebabkan ketidakadilan bagi negara anggota yang tergabung dalam negara berkembang, sehingga kini belum ada kesepakatan bulat tentang AoA.


(27)

Bagi Indonesia sebagai negara yang berbasis pertanian dengan jumlah penduduk yang besar, fenomena tersebut harus mendapat perhatian dan diantisipasi. Jika tidak, produk-produk pertanian Indonesia akan kalah bersaing di pasar internasional, termasuk di pasar domestik. Hal itu disebabkan harga produk-produk di pasar internasional belum mencerminkan tingkat efisiensi, tetapi ada distorsi berupa bantuan domestik dan subsidi ekspor. Untuk itu pemerintah berfungsi memperbaiki kesalahan-kesalahan yang diakibatkan oleh mekanisme pasar yang telah menyebabkan ketidakadilan dalam pembagian pendapatan (Komarudin, 1993).

Pengalaman negara berkembang yang membuka pasar dan mengurangi bantuan terhadap petani sejak 1995, menyebabkan tingkat kemiskinan tidak membaik, pembangunan pedesaan merosot, impor pangan meningkat pesat, dan mengancam ketahanan pangan, serta arus urbanisasi tidak bisa terkontrol, sehingga menimbulkan persoalan baru di perkotaan (Sawit, 2003).

Dalam jangka pendek masuknya produk impor dengan harga murah seakan menguntungkan konsumen. Namun dalam jangka panjang akan menghilangkan kesempatan kerja di sektor produksi domestik. Jika tidak ada peralihan kerja ke sektor lain akan meningkatkan pengangguran dan menurunkan daya beli masyarakat sehingga turunnya harga dunia akibat adanya distorsi menjadi tidak berarti. Bahkan dalam jangka panjang ketergantungan ini akan sangat berbahaya bagi integritas bangsa dan negara.

Dengan demikian tidak perlu tergesa-gesa melepas masalah pangan pada mekanisme pasar. Potensi sumberdaya lokal yang tersedia perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, antara lain untuk memenuhi kebutuhan pangan. Upaya tersebut tentunya membutuhkan dukungan pemerintah antara lain berupa kebijakan insentif harga dan atau kebijakan insentif non harga (irigasi, penelitian, penyuluhan, jalan di wilayah pertanian, dll).


(28)

Dicabutnya beberapa kebijakan insentif harga seperti subsidi sarana produksi dan subsidi pengadaan pangan satu dekade terakhir menyebabkan makin meningkatnya pasokan pangan impor. Kalaupun pemerintah sangat membatasi impor akan menyebabkan harga pangan domestik meningkat. Naiknya harga pangan yang tidak diimbangi dengan meningkatnya daya beli masyarakat sejak krisis ekonomi menyebabkan meningkatnya ketidaktahanan pangan di Indonesia.

Dengan kondisi seperti itu, kebijakan harga pangan yang dilakukan selama ini dapat digunakan sebagai alasan untuk mengantisipasi ketidakkonsistenan negara maju dalam melaksanakan kesepakatan AoA. Namun demikian, dalam jangka panjang, dengan alasan ketahanan pangan dan kestabilan pembangunan nasional kebijakan tersebut dapat juga dijadikan sebagai dasar pertimbangan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian apakah kebijakan yang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan menstabilkan harga pangan memang diperlukan dan efektif dilaksanakan.

Perlunya kebijakan tersebut diindikasikan oleh besarnya pangsa pengeluaran pangan di masyarakat. Jika pangsa pengeluaran pangan masih relatif tinggi, maka kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan ketersediaan dan aksesibilitas pangan di tingkat nasional, daerah, rumah tangga, dan penduduk masih diperlukan. Kebijakan harga pangan, baik dalam bentuk kebijakan harga input maupun kebijakan harga output sudah sejak lama dilakukan untuk mendukung produksi pangan nasional, sehingga seharusnya sudah mampu meningkatkan pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat. Pangsa pengeluaran pangan yang relatif tinggi juga akan mempengaruhi kestabilan ekonomi makro. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan tersebut diperlukan untuk menjaga kestabilan ekonomi makro atau jika kebijakan tersebut dilakukan tanpa pengendalian justru keberadaannya dapat menyebabkan instabilitas ekonomi makro.


(29)

Secara konsep teoritis kebijakan-kebijakan tersebut mampu meningkatkan ketahanan pangan dan mengendalikan kestabilan ekonomi makro. Namun keefektifan kebijakan tersebut terutama sangat dipengaruhi oleh penyelenggara negara sebagai elemen pengambil kebijakan. Karena kelompok ini yang melakukan value judgement dari hasil formulasi yang dianalisis oleh para ahli. Artinya ketidakefektifan suatu kebijakan dapat disebabkan oleh formulasi kebijakan yang tidak tepat atau penyelenggara negara yang tidak amanah. Dengan demikian ketidakefektifan suatu kebijakan, solusinya tidak harus dengan cara mencabut kebijakan tersebut, tetapi perlu terlebih dahulu melakukan evaluasi sebab ketidakefektifannya.

Suatu kebijakan dikatakan efektif, jika penyelenggara negara berperilaku sebagai abdi negara dan memiliki derajat ketidaksabaran (marginal rate of time preference) yang rendah, artinya kebijakan yang diambil semata hanya untuk kesejahteraan masyarakat dan tidak hanya melihat dalam jangka pendek, tetapi juga melihat ke masa depan. Sebaliknya, jika penyelenggara negara cenderung hanya mementingkan sekelompok masyarakat dan MRTP-nya tinggi maka keefektifan suatu kebijakan akan berkurang.

Dari uraian di atas permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Berapa besar pangsa pengeluaran penduduk yang dibelanjakan untuk memenuhi

kebutuhan pangan? Bagaimana keeratan hubungan pangsa pengeluaran pangan dan ketahanan pangan?

2. Bagaimana dinamika pangsa pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total penduduk sebagai indikator ketahanan pangan selama 33 tahun terakhir pada lingkup agregat nasional, kelompok pendapatan dan wilayah desa-kota?

3. Apakah kebijakan harga pangan yang dirinci menjadi kebijakan harga input, kebijakan harga output dan kebijakan harga input-output efektif meningkatkan ketahanan pangan.


(30)

4. Bagaimana dampak kebijakan harga pangan terhadap stabilitas ekonomi makro? 5. Apakah kebijakan harga pangan berpengaruh efektif terhadap stabilitas ekonomi

makro?

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis efektivitas kebijakan harga pangan yang dilakukan pemerintah terhadap ketahanan pangan dan bagaimana dampak kebijakan tersebut terhadap stabilitas ekonomi makro. Secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. Menganalisis hubungan pangsa pengeluaran pangan dan ketahanan pangan. 2. Menganalisis dinamika pangsa pengeluaran pangan sebagai proksi dari

kesejahteraan penduduk.

3. Menganalisis efektivitas kebijakan harga pangan yang terdiri dari kebijakan harga input, kebijakan harga output, dan kebijakan harga input-output terhadap ketahanan pangan.

4. Menganalisis dampak kebijakan harga pangan, kebijakan moneter dan kebijakan perdagangan terhadap keseimbangan dan stabilitas ekonomi makro. 5. Menganalisis efektivitas kebijakan harga pangan, kebijakan moneter, dan

kebijakan perdagangan terhadap stabilitas ekonomi makro. 1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan harga pangan yang telah dilakukan untuk meningkatkan kinerja kebijakan sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian khususnya dan pembangunan nasional umumnya, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk melengkapi justifikasi ilmiah bagi Indonesia dalam mengusulkan Konsep Special Products kepada WTO yang telah dilakukan


(31)

Simatupang (2004) dan Sawit et al. (2004) (Tabel 1). Konsep tersebut mengajukan agar komoditas strategis yang amat penting untuk hajat hidup orang banyak, baik dari segi lapangan kerja maupun jaminan perolehan pangan yang cukup, perlindungan dan dinamisasi kehidupan desa secara berkelanjutan, serta preservasi dan stabilitas sosial-politik yang sesungguhnya merupakan tujuan utama pembangunan pertanian, dikecualikan dari agenda perundingan lanjutan liberalisasi dan deregulasi perdagangan produk pertanian.

Tabel 1. Industri Kunci Menurut Indeks Derajat Penyebaran (DP) Tabel I-O 2000 yang Diusulkan Sebagai Special Products

No Sektor

Asli Nama Sektor

Indeks DP

F vs NF NI vs NE

A. Sektor Kunci Pendorong Pembangunan

1 50 Daging olahan dan awetan 1.45961 F dan NI 2 51 Makanan & minuman terbuat dari susu 1.33981 F dan NI

3 68 Makanan lainnya 1.32968 F dan NI

4 57 Beras 1.32792 F dan NI

5 62 Gula 1.28448 F dan NI

6 49 Daging, jeroan dan sejenisnya 1.24609 F dan NI 7 27 Unggas dan hasil-hasilnya 1.21732 F dan NI

8 59 Tepung lainnya 1.16931 F dan NI

9 52 Buah-buan & sayuran olahan dan awetan 1.11091 F dan NI 10 67 Hasil pengolahan kedele 1.08014 F dan NI

11 26 Susu segar 1.05838 F dan NI

B. Sektor kunci penghela industri/sektor

12 1 Padi 1.47744 F

13 13 Tebu 1.28386 F

14 2 Jagung 1.13572 F dan NI

15 25 Ternak & hasilnya, kecuali susu segar 1.04825 F dan NI 16 27 Unggas dan hasil-hasilnya 1.03158 F dan NI

Keterangan: F= food; NF= non-food; NI= net- importer Sumber: Sawit et al. (2005).


(32)

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mencakup dua aspek penting. Pertama, menganalisis efektivitas kebijakan harga pangan terhadap ketahanan pangan dan kedua, menganalisis dampak kebijakan harga pangan terhadap kestabilan ekonomi makro. Sebelum melangkah pada dua aspek tersebut, untuk menjustifikasi pentingnya penelitian ini juga dianalisis pangsa pengeluaran yang dibelanjakan untuk pangan terhadap pengeluaran total.

Di Indonesia pengelolaan kebijakan pertanian dilakukan tersentralisasi. Alokasi dana yang digunakan untuk mendukung kebijakan pertanian, termasuk kebijakan harga pangan bersumber dari kredit bersubsidi yang dikucurkan oleh Bank Indonesia yang dikenal dengan Kredit Likuiditas Bank Indoneisia (KLBI) dan subsidi yang bersumber dari dana APBN. Variabel kebijakan harga pangan tersebut dianalsis secara sistem dengan menggunakan pendekatan ekonometrika model VECM bersama dengan variabel makro terkait lainnya. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bersifat makro, sedangkan lingkupnya bersifat nasional.

Walaupun demikian, penelitian ini juga menganalisis dampak kebijakan harga pangan terhadap ketahanan pangan. Konsep ketahanan pangan yang digunakan meliputi ketersediaan pangan di tingkat nasional, regional dan konsumsi ditingkat rumah tangga dan penduduk. Oleh karena itu penelitian ini juga menganalisis konsumsi di tingkat mikro dengan menggunakan data Susenas. Data Susenas yang tersedia dalam deret waktu tiga tahunan diinterpolasi menjadi data tahunan. Selanjutnya, data yang bersifat mikro tersebut diregresikan dengan data-data dalam lingkup makro, seperti kebijakan harga pangan, tingkat inflasi dan produk domestik bruto. Untuk mendukung hasil analisis, studi ini didukung juga oleh hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai ketahanan pangan di tingkat mikro dengan menggunakan data Susenas atau data primer.


(33)

Dari sisi teoritis, penelitian ini mengaitkan antara konsep-konsep ekonomi mikro dengan konsep-konsep ekonomi makro. Jelasnya, penelitian ini berupaya menganalisis dampak kebijakan mikro terhadap kondisi perekonomian makro Indonesia. Selama ini, lebih banyak studi yang menganalisis dampak kebijakan ekonomi makro terhadap kondisi mikro. Hal ini merupakan salah satu perbedaan penelitian ini dibandingkan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya. Kalaupun ada penelitian yang sejenis ini, seperti yang dilakukan Dawe (2002) dan Timmer (1996), tetapi digunakan dengan metode analisis yang berbeda dan dibatasi pada komoditi beras, sedangkan penelitian ini mencoba meneliti komoditas pangan tidak hanya beras, tetapi mencakup komoditas pangan lainnya.

Selain kelebihan yang ada, penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan. Paling tidak ada lima keterbatasan yang dihadapi dalam penelitian ini. Pertama, penelitian tidak menggabungkan aspek ketahanan pangan dan ekonomi makro ke dalam satu sistem persamaan. Hal itu disebabkan oleh keterbatasan data. Data ketahanan pangan tersedia dalam deret tahunan dan tiga tahunan, sedangkan data lain tersedia dalam deret triwulanan. Jika dilakukan penggabungan dalam satu sistem, rentang waktu data tahunan yang terbatas, dinilai kurang mendukung analisis impulse response function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD).

Keterbatasan kedua, data konsumsi energi dan protein yang bersumber dari hasil Susenas tersedia dalam deret waktu tiga tahunan. Untuk mendapatkan data tahunan dilakukan interpolasi data dengan mengikuti trend data ketersediaan untuk dikonsumsi yang bersumber dari Neraca Bahan Makanan Indonesia yang juga diterbitkan BPS. Dalam melakukan interpolasi ditemui bahwa tidak semua trend data tiga tahunan pada dua sumber data memiliki arah yang sama.

Ketiga, kebijakan harga pangan diproksi dari dana yang dikeluarkan untuk mendukung kebijakan harga pangan. Kebijakan tersebut dapat berupa kebijakan


(34)

kredit input pertanian pangan, kebijakan kredit pengadaan output pangan, kebijakan subsidi input pertanian pangan dan kebijakan subsidi pengadaan output pangan. Jenis-jenis kebijakan tersebut tidak selalu dilakukan pemerintah sepanjang periode pengamatan, sehingga banyak data yang tidak kontinu. Kondisi ini menyebabkan tidak dapat dilihat pengaruh masing-masing kebijakan terhadap ketahanan pangan dan stabilitas ekonomi makro. Di samping itu ada kebijakan yang berkaitan dengan harga pangan disalurkan melalui kredit pada koperasi (KKPA), walaupun sebagian besar digunakan untuk pangan tetapi ada juga yang digunakan untuk bukan pertanian (kerajian dan industri rumah tangga). Penelitian ini tidak dapat memisahkan dana yang hanya digunakan untuk pangan.

Keempat, dana yang digunakan untuk kebijakan mendukung pertanian tanaman pangan, dalam hal ini kebijakan subsidi pupuk, banyak disalahgunakan untuk keperluan di luar tanaman pangan. Artinya pupuk bersubsidi yang digunakan untuk program pertanian pangan banyak digunakan untuk ke pertanian non pangan, industri dan ekspor. Keadaan ini disebabkan adanya perbedaan harga antara pupuk bersubsidi dengan pupuk nonsubsidi yang digunakan untuk non pertanian pangan. Penelitian ini tidak dapat memisahkan seberapa banyak dana subsidi yang digunakan tidak pada sasarannya.

Terakhir, suatu kebijakan selalu menimbulkan trade-off. Simulasi kebijakan dengan menggunkan metode impulse response function tidak dapat menghilangkan hal tersebut karena tidak dapat menggunakan simulasi dua atau lebih guncangan secara bersamaan seperti pada model persamaan simultan.


(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kebijakan Harga Pangan dan Arahnya ke Depan 2.1.1. Sejarah Kebijakan Harga Pangan

2.1.1.1.Komoditas Beras

Campur tangan pemerintah dalam harga dan distribusi pangan (beras) sudah ada sejak tahun 1651 saat Pemerintahan Sultan Amangkurat I pada Kerajaan Mataram dengan tujuan melumpuhkan perdagangan VOC Belanda. Pada masa pendudukan Belanda di Indonesia, kebijakan harga beras murah masih berlanjut dengan tujuan untuk mendukung produk ekspor perkebunan. Pada masa pendudukan Jepang, campur tangan terhadap beras juga masih berlangsung dengan tujuan untuk mendukung logistik tentara Jepang (Sapuan, 2002).

Setelah Kemerdekaan, Pemerintah Indonesia juga campur tangan pada perberasan dengan orientasi lebih kepada konsumen. Di awal kemerdekaan (1945-1950) terjadi dualisme pengurusan kebijakan penyediaan pangan. Pada daerah sentra produksi dikuasai oleh Pemerintah Indonesia dan di perkotaan oleh Pemerintah Pendudukan Belanda.

Pada periode 1951-1957, pertama kali campur tangan pemerintah dalam masalah perberasan, yaitu stabilisasi harga melalui injeksi beras di pasaran. Saat itu tugas membeli dan menetapkan harga dilakukan oleh Bupati yang berpedoman pada harga yang dikeluarkan oleh Menteri Perekonomian. Untuk pelaksanaan di tingkat daerah sentra produksi dibentuk Yayasan Badan Pembelian Padi (YBPP) yang bertugas mengumpulkan padi, mengolah dan mendistribusikan pada konsumen. Di tingkat pusat dibentuk Yayasan Urusan Bahan Makanan yang bertugas menampung kelebihan beras hasil pembelian YBPP dan menyalurkan ke daerah defisit serta bertugas mengimpor beras (Sapuan, 2002).


(36)

Melalui Keppres No.272/1967, tanggal 30 Desember 1967 dibentuk Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai badan pembeli tunggal, sedangkan Pemerintah Daerah hanya bersifat membantu. Operasional Bulog tersebut dibiayai oleh Bank Indonesia sesuai dengan Inpres No.1 tahun 1968 (Sapuan, 2002). Saat kebijakan itu dibangun dukungan yang diberikan di tingkat usahatani berupa kebijakan subsidi harga output (jaminan harga dasar); subsidi harga input (benih, pupuk dan pestisida), dan subsidi bunga kredit usahatani; dan instrumen di tingkat pasar/konsumen, berupa kebijakan manajemen stok dan monopoli impor oleh Bulog (PSE, 2003). Operasionalisasi kebijakan harga beras yang berorientasi pada produsen dan konsumen melalui kebijakan harga dasar dan harga atap mulai dilakukan oleh Bulog tahun 1970 hingga saat ini. Namun konsep penentuan harga dasar dan kebijakan pendukungnya berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang terjadi.

Laporan PSE (2003) menjelaskan bahwa kredit program pertanian dimulai sejak pendirian padi sentra tahun 1959 untuk pembelian sarana produksi dan biaya hidup. Skim kredit tersebut kemudian berubah menjadi Kredit Bimas. Kredit diberikan dalam bentuk sarana produksi dengan agunan usahatani padi. Pada tahun 1985 Kredit Bimas diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT). Pada tahun 1999 sampai sekarang KUT diganti dengan Kredit Ketahanan Pangan (KKP).

Selain kredit, sarana produksi yang disubsidi adalah pupuk. Subsidi ini dimaksudkan agar petani dapat akses dan menggunakan pupuk dalam kegiatan usahatani, sehingga stabilitas poduksi pangan nasional dapat tercapai. Di samping itu, dengan adanya pengendalian harga gabah, subsidi pupuk dimaksudkan juga untuk menjaga agar petani padi dapat memperoleh pendapatan yang layak.

Sejak reformasi dan adanya kesepakatan WTO, terjadi perubahan dimana pemerintah lebih membuka ekonomi terhadap pasar global dan diterapkannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Pada masa ini kebijakan pangan


(37)

nasional telah kehilangan arah dan tidak adanya institusi yang mampu mengintegrasikan keseluruhan aspek kebijakan pangan (Widodo, 2003). Khusus untuk beras, paket kebijakan ekonomi beras yang telah dioperasionalkan pada Era Orde Baru secara bertahap dihilangkan, sehingga tidak efektif lagi (PSE, 2003).

Sejak akhir tahun 1998, unsur-unsur penopang kebijakan ekonomi beras yang dihilangkan adalah (Sapuan, 2002 dan PSE, 2003):

1. Tahun 1998 mencabut monopoli impor beras yang dimiliki Bulog. Pihak swasta dilibatkan dalam impor beras yang diikuti dengan kebijakan tarif impor beras. Namun kebijakan ini tidak efektif, karena adanya moral hazard.

2. Akhir 1998 menghapus berbagai subsidi input sehingga meningkatkan biaya usahatani, sehingga petani mengharapkan menerima harga gabah yang tinggi. 3. Akhir tahun 1999 menghapus dana KLBI bagi Bulog dan koperasi. Selanjutnya

menggunakan kredit komersil, sehingga membatasi kemampuan lembaga tersebut melakukan pengadaan pangan dari produksi domestik.

4. Tahun 2000 menghapus captive market Bulog berupa jatah beras bagi PNS, sehingga outlet dan kemampuan Bulog menyerap surplus produksi beras terbatas. Terakhir, sejak Mei 2003 status Bulog diubah dari Lembaga Pemerintah Non Departemen menjadi Perusahaan Umum.

Operasi pasar beras juga mengalami perubahan. Sejak tahun 1969-1998 subsidi yang diberikan untuk semua lapisan masyarakat. Awal sampai pertengahan 1998 diberikan untuk daerah tertentu dalam bentuk Operasi Pasar Murni (OPM). Kemudian sejak Juni 1998 sampai sekarang hanya diberikan untuk target grup masyarakat miskin dalam kegiatan Operasi Pasar Khusus (OPK).


(38)

2.1.1.2. Komoditas Palawija dan Pangan Lain

Kebijakan harga dasar untuk pangan lain pertama diterapkan hanya untuk jagung yang mulai berlaku pada Pebruari 1978. Awalnya jumlah pengadaan dalam negeri untuk komoditas jagung, kedele, dan kacang hijau cukup besar. Tetapi beberapa tahun terakhir ini, pengadaan jagung tidak lebih dari satu persen. Bahkan pemerintah tidak melakukan lagi pembelian komoditas jagung, kedele, dan kacang hijau karena harga di pasar umum sangat baik. Karena itu pengadaan untuk menjaga harga dasar tidak diperlukan lagi (PSE, 2003).

Untuk kebijakan skim kredit, sejak Kredit Bimas diganti dengan KUT pada tahun 1985, cakupan komoditasnya tidak hanya padi, tetapi palawija dan hortikultura. Kemudian tahun 2001 KUT diganti dengan Kredit KKP. Jenis usahatani yang dibiayai KKP mencakup usaha tanaman padi, jagung, kedele, ubi kayu, ubi jalar, usaha sapi potong, ayam buras, itik dan ikan.

Pengendalian harga pangan asal ternak tidak dilakukan dengan kebijakan harga. Pengendalian lebih mengarah pada pengendalian penawaran dalam bentuk pengendalian ekspor-impor dan perdagangan dalam negeri. Seperti pada daging sapi, sebelum adanya deregulasi perdagangan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan mengatur pengadaan ternak sapi untuk kebutuhan lebaran di daerah sentra konsumsi dari beberapa daerah sentra produksi. Saat ini beberapa daerah sentra produksi ternak sapi membatasi perdagangan ternak antar pulau dengan batasan berat badan minimal.

2.1.2. Arah Kebijakan Harga Pangan

Dari sejarah kebijakan harga pangan di atas, pemerintah lebih banyak terkonsentrasi pada kebijakan harga beras. Hal tersebut wajar karena dengan jumlah penduduk yang besar dan beras merupakan makanan pokok. Dengan pangsa


(39)

pengeluaran untuk pangan yang relatif masih besar, maka ketersediaan pangan sangat menentukan kesetabilan ekonomi dan ketahanan nasional.

Saat peran pemerintah makin sedikit dalam pengadaan pangan, bukti empiris menunjukkan bahwa krisis ekonomi tahun 1997 menyebabkan penurunan upah dan pendapatan riil. Keadaan ini menyebabkan bertambahnya penduduk miskin dan mengancam ketahanan pangan (Stringer, 1999). Indikasi keterancamaan ketahanan pangan tersebut dapat dilihat dari menurunnya tingkat konsumsi energi dan protein hampir di seluruh provinsi, dengan nilai rata-rata nasional masing-masing delapan persen untuk energi dan 5 - 12 persen untuk protein seperti dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perubahan Konsumsi Energi dan Protein di Indonesia, Tahun 1996-1999

Energi (kkalori/kap/hari) Protein (gram/kap/hari) Pengelompokan

Rumah Tangga 1996 1999 Perubahan

(%) 1996 1999

Perubahan (%) 1. Wilayah:

a. Kota b. Desa 2.Pendapatan a. Rendah b. Sedang c. Tinggi 3. Pencaharian a. Pertanian b. Industri/ Perdagangan c. Jasa/lainnya

2 147 2 187 2 074 2 173 2 356 2 169 2 132 2 212 1 959 1 998 1 900 1 982 2 156 1 999 1 950 2 017 -8.7 -8.6 -8.4 -8.9 -8.5 -7.9 -8.6 -8.8 61.0 55.0 51.4 59.1 68.4 56.1 59.0 62.4 54.0 49.0 48.7 52.5 60.3 50.3 52.9 55.9 -10.8 -9.7 -5.3 -11.2 -11.9 -10.3 -10.4 -10.4

Sumber: Ariani et al. (2000) (diolah dari data Susenas, BPS)

Bukti empiris juga menunjukkan bahwa sejak liberalisasi atas tekanan IMF pada Indonesia, ketergantungan impor pangan meningkat dua kali dibanding sebelumnya menjadi 10 persen untuk beras, 20 persen untuk jagung, 55 persen untuk kedele, dan 50 persen untuk gula yang masing-masing melibatkan 23.0 juta, 9.0 juta,


(40)

2.5 juta, dan 1.0 juta rumah tangga yang merupakan 68 persen dari total rumah tangga di Indonesia (Sawit, 2003). Menurut Saliem et al. (2003), ketergantungan terhadap pangan impor meningkat dari waktu ke waktu sejak 1961 – 1999, dan tertinggi pada tahun 1999 mencapai 15,46 persen (Tabel 3).

Tabel 3. Pemenuhan Kebutuhan Ketersediaan Pangan dalam Bentuk Energi Menurut Sumber Pengadaan di Indonesia Tahun 1961 – 1999

1961-1969 1970-1979 1980-1989 1990-1999 Sumber Pengadaan kkal/kap/hari Produksi Dalam Negeri 1755.38 (99.38) 1945.00 (96.49) 2395.14 (99.26) 2819.95 (99.90) Impor 78.56 (4.45) 155.91 (7.73) 146.91 (6.09) 273.59 (9.69) Ekspor 67.59 (3.83) 85.11 (4.22) 128.97 (5.34) 270.71 (9.59) Net Impor 10.98 (0.62) 70.81 (3.51) 17.94 (0.34) 2,88 (0.10) Ketersediaan

Pangan 1 766.35 2 015.81 2 413.09 2 822.83

Sumber: Saliem et al. (2003) (diolah dari Food Balance Sheet FAO)

Keterangan: Angka ( ) pangsa terhadap ketersediaan pangan yang juga merupakan angka tingkat ketergantungan pangan dari masing-masing sumber.

Berdasarkan bukti empiris tersebut, sebaiknya Indonesia membangun industri pangan yang sebagian besar bahan bakunya berasal dari produksi domestik. Karena hampir tidak mungkin kemiskinan dan ketahanan pangan dapat di atasi dengan bergantung sebagian besar dari pangan impor (Sawit, 2003a). Jika angka kemandirian pangan minimal 90 persen pengadaan berasal dari produksi domestik (Suryana, 2004a), maka kondisi tahun 1999 menunjukkan ketidakmandirian pangan. Angka 90 persen merupakan acuan dalam arti pangan secara umum. Untuk pangan pokok, seperti beras, jagung, gula, dan minyak goreng, angka tersebut seyogianya mendekati atau bahkan 100 persen. Namun untuk pangan yang tidak mempunyai keunggulan kompetitif seperti gandum, apel, atau jeruk sunkist, tidak perlu ditetapkan seperti itu.


(41)

Fenomena tersebut menyebabkan kebijakan pangan Indonesia cenderung mengarah pada kemandirian didukung kebijakan perdagangan yang protektif (Suryana, 2004; Simatupang, 2004; dan Sawit et al. 2004). Hal tersebut merupakan hal yang wajar, sebab negara maju yang paling liberalpun hingga saat ini masih tetap campur tangan pada pasar pertanian. Jepang sampai sekarang melindungi petani padi dengan tarif 1000 %; Amerika Serikat mensubsidi petani padi untuk ekspor; Eropa memproteksi produksi gula dengan tarif 100 – 200 %; dan Malaysia dan Filipina melindungi produsen beras (Widodo, 2003). Jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4. Dengan demikian kebijakan yang medukung pengadaan pangan dan peningkatan ketahanan pangan, termasuk kebijakan harga pangan, masih relevan untuk dilakukan dengan tetap melakukan berbagai perbaikan di tingkat implementasinya.

Tabel 4. Perkembangan Perkiraan Dukungan Dana beberapa Negara OECD pada Sektor Pertanian, Tahun 1995 – 2004

Tahun Australia

(AUD mn)

Canada

(C$ mn)

European Union

(EUR mn)

Japan

(Yen bn)

New Zealand

(NZ$ mn)

United States

(USD mn)

1995 2,416.84 7,561.94 107,681.91 9,231.11 390,11 67,792.49 1996 2,494.02 6,886.47 105,519.27 8,333.46 354.20 76,358.32 1997 2,570.99 6,228.04 111,100.26 7,520.02 386.50 76,177.88 1998 2,607.32 7,060.33 113,841.20 8,202.18 327.30 89,823.95 1999 3,685.94 7,466.56 120,742.81 7,461.39 341.63 100,328.16 2000 1,894.79 8,591.02 105,805.93 7,256.64 325.25 97,512.83 2001 2,221.77 7,860.02 105,899.13 6,869.98 257.70 98,610.39 2002 2,600.17 9,829.24 109,971.98 6,950.27 420.20 90,019.81 2003 2,321.93 10,840.63 117,223.00 6,994.44 550.94 92,199.04 2004 2,174.12 9,736.22 113,006.87 6,595.65 603.39 108,695.73 Rataan 2,498.79 8,206.05 111,079.24 7,541.51 396.35 89,751.86 Growth

(%/year) 1.97 3.59 0.71 -3.49 7.46 5.77


(42)

2.2. Faktor-faktor yang Menentukan Efektivitas Kebijakan Harga Pangan Peran pemerintah direpresentasikan oleh besarnya biaya yang digunakan untuk implementasi kebijakan harga pangan. Semakin besar dana yang digunakan maka seharusnya ketahanan pangan semakin membaik. Namun, karena implementasi kebijakan ini melibatkan banyak pemangku kepentingan, maka selain konsep dan dana banyak aspek teknis yang juga menentukan efektivitas kebijakan harga pangan.

Menurut Mooy (2005)1 sejak dulu Bank Indonesia sudah memperhatikan masalah pertanian dan pengusaha kecil dalam bentuk program BIMAS, Kredit Candak Kulak, KUT, dll. Namun hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Kegagalan tersebut selalu dikatakan disebabkan oleh konsep yang salah. Kemudian muncul konsep baru yang ternyata juga mengalami kegagalan. Jadi masalah sebenarnya adalah kegagalan di tingkat implementasi. Bisa saja konsepnya baik, tapi implementasinya mengalami banyak hambatan, moral hazard, salah penggunaan, tidak tepat waktu, dll. Dengan demikian efektivitas kebijakan perlu perhatian sampai pada tataran implementasi.

2.2.1. Komoditas Gabah

Secara umum sasaran kebijakan pangan adalah: (1) meningkatkan produksi pangan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, (2) meningkatkan pendapatan petani, (3) mengendalikan kecukupan pangan sehingga tersedia di seluruh wilayah, dalam waktu dan jumlah, serta dalam batas harga yang terjangkau masyarakat, dan (4) memperbaiki mutu produksi pangan. Efektivitas suatu kebijakan yang diukur dari keberhasilan pencapaian sasaran tersebut ditentukan oleh bagaimana proses pembuatan dan implementasi kebijakan dilaksanakan (PSE, 2003). .

Dalam kasus kebijakan harga beras, implementasi pengadaan melibatkan KUD, pedagang grosir, pengecer dan importir. Sementara itu implementasi


(43)

penyalurannya melibatkan koperasi pasar, pedagang grosir dan pengecer. Kegiatan pengadaan dan penyaluran tersebut sebagian besar menggunakan angkutan laut yang membutuhkan waktu cukup panjang sejak dari muat, perjalanan dan bongkar. Rangkaian tersebut melibatkan banyak lembaga sehingga berpeluang besar terjadi gangguan jadwal kegiatan. Menurut Moelyono (2002), kapasitas penyimpanan dan jaringan perhubungan laut merupakan faktor kendala yang berat untuk melakukan operasi pergerakan dan dislokasi stok yang efisien.

Menurut Kasryno et al. (2001) kebijakan harga pangan dan perdagangan internasional beras sejak pra swasembada beras sampai tahun 1996 kelihatan efektif karena disertai dengan kebijakan nilai tukar rupiah yang over value. Namun menjadi tidak efektif sejak diberlakukan deregulasi perdagangan beras. Kebijakan tarif impor yang tinggi juga menjadi tidak efektif karena memberi insentif bagi importir ilegal (Amang dan Sawit, 2001), sehingga efisiensi sistem usaha tani perlu ditingkatkan.

Menurut Suryana (2004b), pelaksanaan Inpres No. 9 tahun 2001 tentang Penetapan Kebijakan Perberasan oleh berbagai instansi terkait cukup efektif. Namun dalam pelaksanaannya berupa penerapan tarif impor sebesar Rp 430 per kg dikatakan belum sepenuhnya efektif, tetapi telah mampu menjadi penghambat membanjirnya beras impor dan sekaligus menjadi katup pengaman penyediaan pangan saat pasokan dalam negeri berkurang, sehingga mengurangi tekanan munculnya lonjakan harga.

Pernyataan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa proses pembuatan kebijakan berjalan sesuai yang diharapkan. Namun implementasinya mengalami masalah. Pada periode itu, bukti empiris menunjukkan pengendalian impor tidak efektif karena adanya beras selundupan yang harganya lebih murah dari harga beras domestik. Sementara itu, perangkat dan kelembagaan pengawas dengan kondisi geografis yang ada belum berjalan baik.


(44)

Keefektifan kebijakan harga pangan selain ditentukan oleh kegiatan pengadaan komoditas, juga ditentukan oleh kegiatan distribusinya. Menurut Suntoro (2004), adanya jembatan yang rusak, bencana alam, kerusuhan, pungutan liar dan lainnya, dampaknya sangat besar terhadap stok dan harga pangan di suatu wilayah, sehingga bisa mengakibatkan terjadi rawan pangan. Karena selain ditentukan daya beli, tingkat pendapatan, harga pangan, dan kelembagaan di tingkat lokal, proses distribusi pangan merupakan faktor penentu akses individu terhadap pangan (Rachman dan Ariani, 2002). Dengan demikian efektivitas kebijakan harga pangan tersebut tidak hanya melibatkan satu sektor, tetapi banyak sektor.

Untuk mengefektifkan kebijakan insentif ekonomi bagi petani pangan, pada tahun 2003 pemerintah menyiapkan subsidi pupuk sebesar 1.35 triliyun rupiah, subsidi benih 24 milyar rupiah dan subsidi bunga kredit ketahanan pangan sebesar 10 persen, kenaikan harga dasar pembelian pemerintah dari Rp 1500 per kg menjadi Rp 1700 per kg GKG di tingkat petani. Kebijakan tersebut didukung dengan kenaikan dan pengefektifan penerapan tarif impor beras dan pembelian gabah atau beras petani oleh pemerintah saat panen raya (Suryana, 2004b).

Keberhasilan kebijakan harga dasar gabah pembelian pemerintah, perlu memperhatikan hal-hal berikut: (1) pembelian dilakukan pada saat yang tepat, yaitu puncak panen raya, (2) volume gabah yang dibeli diperkirakan 10 persen dari produksi periode puncak panen raya, dan (3) menetapkan harga dasar gabah yang layak menjamin keuntungan usahatani, minimal 30 persen dari total pengeluaran. Harga yang tinggi menyebabkan biaya semakin mahal dan menuntut penerapan tarif impor yang tinggi. Dalam kondisi penegakan hukum yang lemah, penerapan tarif impor terlalu tinggi akan mendorong penyelundupan beras (Departemen Pertanian, 2002). Efektivitas penerapan harga dasar juga dipengaruhi oleh ketepatan jadwal pencairan dan fleksibilitas penggunaan dana (Amang dan Sawit, 2001).


(45)

Menurut PSE (2003), tingginya insiden harga jual gabah di bawah harga dasar gabah pembelian pemerintah (HDPP) selama periode Januari – Agustus 2003 disebabkan oleh beberapa alasan berikut: (1) volume panen dalam negeri sangat besar karena periode puncak panen raya, (2) harga beras internasional cenderung turun atau setidaknya tidak akan naik, (3) nilai rupiah stabil di bawah Rp 9 000 per US $, bahkan saat ini cenderung menguat pada tingkat di bawah Rp 8 500 per US $, sehingga harga paritas impor beras menjadi lebih murah lagi, (4) paket kebijakan HDPP mengalami diskontruksi, terutama berkaitan dengan penetapan tarif dan tataniaga impor beras, dan (5) pengadaan gabah dalam negeri oleh Bulog belum sepenuhnya efektif dalam menjaga stabilisasi harga gabah petani, karena pembelian gabah melalui kontraktor pengadaan tidak menjamin sepenuhnya kontraktor tersebut membeli gabah di sentra produksi padi dan sesuai degan HDPP.

Efektivitas kebijakan bantuan pangan dapat juga dipengaruhi oleh pendekatan yang digunakan. PSE (2003), melaporkan setidaknya ada tiga pendekatan yang dipakai untuk membantu pangan bagi masyarakat, yaitu bantuan pangan secara umum (broad food targeting), secara sempit (narrow food targeting), dan langsung kepada sasaran (self-food targeting). Pendekatan bantuan pangan secara umum dilakukan dengan memberi subsidi pangan untuk komoditas yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti beras. Pemerintah melepas stok saat harga melewati harga tertinggi untuk menghambat kenaikan harga beras di pasar dan mengontrol volume impor guna menstabilkan harga beras dalam negeri dari pengaruh gejolak harga beras di luar negeri. Kebijakan ini dinikmati semua kelompok baik miskin maupun kaya.

Pendekatan bantuan secara sempit adalah subsidi pangan secara langsung diberikan kepada kelompok sasaran. Kelompok sasaran ditentukan berdasarkan daerah dimana umumnya mereka berada, seperti daerah kekeringan. Setiap kelompok


(1)

Lampiran 23. Respon Dinamik Variabel Kunci Ekonomi Makro terhadap Guncangan Kebijakan Harga Pangan

Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for LRIOP Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

*********************************************************************************** 96 observations from 1981Q1 to 2004Q4. Order of VAR = 3, chosen r =2.

List of variables included in the cointegrating vector: LIHK LRIOPP LREXR LUNM LRMSI LRGDP RIRT LRINV RBOT Trend

*********************************************************************************** List of imposed restrictions: A1=1; A4=0; A6=0; B2=1; B5=0

*********************************************************************************** Horizon LIHK LRIOPP LREXR LUNM LRMSI LRGDP

0 0.00 .27947 .016179 -.0067359 .012500 -.0034419 1 .0010561 .25937 .031074 -.015526 .014711 -.0013370 2 .0055307 .23430 .040012 -.018098 .014382 -.0073102 3 .010678 .19693 .045621 -.012699 .013138 -.0082862 4 .014002 .19653 .039104 -.010573 .0086509 -.0098731 5 .015236 .18394 .030785 -.0098283 .0069231 -.0092177 6 .014962 .19684 .022632 -.0076656 .0054547 -.0097697 7 .013823 .19557 .019718 -.0057950 .0055635 -.0089785 8 .012214 .19657 .019027 -.0069902 .0068631 -.0090561 9 .010886 .18565 .021194 -.0080118 .0092002 -.0086398 10 .010016 .17778 .022404 -.0088050 .010965 -.0088294 11 .0096545 .16829 .023541 -.0085254 .012106 -.0085513 12 .0095203 .16549 .023674 -.0079564 .012573 -.0085057 13 .0096010 .16423 .024023 -.0069854 .012742 -.0082610 14 .0097621 .16688 .023812 -.0063916 .012563 -.0082847 15 .0099974 .16929 .023818 -.0059011 .012250 -.0082079 16 .010182 .17249 .023610 -.0057888 .011863 -.0082693 17 .010336 .17429 .023639 -.0057945 .011575 -.0082548 18 .010423 .17588 .023543 -.0059925 .011359 -.0083309 19 .010484 .17631 .023589 -.0061322 .011244 -.0083457 20 .010496 .17651 .023530 -.0063123 .011181 -.0083980 21 .010490 .17610 .023549 -.0064133 .011186 -.0083967 22 .010458 .17578 .023501 -.0065044 .011217 -.0084182 23 .010429 .17527 .023516 -.0065179 .011271 -.0084058 24 .010396 .17497 .023493 -.0065303 .011319 -.0084104 25 .010374 .17464 .023515 -.0065058 .011366 -.0083951 26 .010356 .17452 .023508 -.0064916 .011397 -.0083946 27 .010349 .17441 .023528 -.0064604 .011418 -.0083836 28 .010346 .17443 .023525 -.0064442 .011424 -.0083840 29 .010350 .17445 .023538 -.0064232 .011424 -.0083781 30 .010355 .17454 .023534 -.0064169 .011416 -.0083803 31 .010361 .17459 .023539 -.0064092 .011408 -.0083782 32 .010366 .17466 .023534 -.0064115 .011399 -.0083812 33 .010370 .17470 .023536 -.0064120 .011392 -.0083807 34 .010372 .17473 .023532 -.0064177 .011387 -.0083831 35 .010373 .17473 .023533 -.0064205 .011384 -.0083829


(2)

Horizon RIRT LRINV RBOT 0 .050954 .043703 9.9421 1 .076332 -.029260 -51.8681 2 -.042940 -.035029 -46.7106 3 -.43071 -.065596 -64.9239 4 -.42102 -.066617 -75.1017 5 -.20463 -.063655 -75.2147 6 .021951 -.074260 -91.5269 7 .11778 -.065417 -96.4975 8 .14268 -.070110 -88.7549 9 .12373 -.065507 -76.2510 10 .052507 -.060398 -78.3237 11 -.017306 -.054012 -82.5319 12 -.065823 -.056528 -89.3929 13 -.077151 -.054572 -95.7422 14 -.082660 -.054000 -101.6260 15 -.077235 -.053402 -103.9493 16 -.072373 -.055398 -104.4766 17 -.059789 -.055759 -103.6161 18 -.052577 -.056688 -102.3232 19 -.045541 -.056774 -100.7853 20 -.043863 -.057355 -99.4984 21 -.041030 -.057261 -98.5616 22 -.041293 -.057411 -98.0661 23 -.040998 -.057144 -97.9121 24 -.042741 -.057134 -97.9510 25 -.043456 -.056924 -98.1073 26 -.045023 -.056901 -98.3169 27 -.045594 -.056760 -98.5417 28 -.046534 -.056777 -98.7180 29 -.046604 -.056727 -98.8472 30 -.046859 -.056770 -98.9166 31 -.046575 -.056757 -98.9462 32 -.046514 -.056803 -98.9353 33 -.046173 -.056804 -98.9080 34 -.046065 -.056837 -98.8687 35 -.045837 -.056833 -98.8340


(3)

Lampiran 24. Respon Dinamik Variabel Kunci Ekonomi Makro terhadap Guncangan Kebijakan Moneter

Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for LRMSI Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

******************************************************************************* 96 observations from 1981Q1 to 2004Q4. Order of VAR = 3, chosen r =2.

List of variables included in the cointegrating vector: LIHK LRIOPP LREXR LUNM LRMSI LRGDP RIRT LRINV RBOT Trend

******************************************************************************* List of imposed restrictions: A1=1; A4=0; A6=0; B2=1; B5=0

******************************************************************************* Horizon LIHK LRIOPP LREXR LUNM LRMSI LRGDP 0 0.00 0.00 0.00 0.00 .033640 -.0050009 1 .0023145 -.0042617 -.016916 .016610 .033739 -.0081011 2 .0032912 -.064578 -.037679 .033731 .027857 -.0048438 3 .0015901 -.049645 -.042279 .040146 .029364 -.0038469 4 -.3361E-3 -.050752 -.036540 .047917 .034319 -.0023230 5 -.8098E-3 -.050827 -.037207 .046839 .036994 -.0038031 6 -.6649E-3 -.059800 -.039701 .046933 .036819 -.0036380 7 -.0010013 -.058470 -.041298 .048655 .036210 -.0030467 8 -.0015480 -.059845 -.040192 .049579 .036761 -.0023716 9 -.0016592 -.055886 -.039429 .049414 .037459 -.0025882 10 -.0013380 -.054253 -.038586 .049861 .037429 -.0027205 11 -.0010319 -.052553 -.038675 .050044 .036881 -.0027969 12 -.8673E-3 -.052292 -.038840 .049817 .036513 -.0026885 13 -.7690E-3 -.050337 -.039096 .049718 .036320 -.0027403 14 -.6663E-3 -.049032 -.039068 .049853 .036159 -.0027763 15 -.6146E-3 -.048149 -.039141 .049762 .036006 -.0028381 16 -.6118E-3 -.048374 -.039140 .049565 .035968 -.0028335 17 -.6433E-3 -.048621 -.039198 .049412 .035993 -.0028575 18 -.6734E-3 -.049117 -.039191 .049379 .036042 -.0028539 19 -.7074E-3 -.049437 -.039205 .049360 .036087 -.0028610 20 -.7351E-3 -.049843 -.039171 .049368 .036143 -.0028463 21 -.7582E-3 -.050070 -.039171 .049371 .036186 -.0028457 22 -.7683E-3 -.050251 -.039159 .049399 .036215 -.0028357 23 -.7731E-3 -.050263 -.039165 .049424 .036225 -.0028342 24 -.7718E-3 -.050256 -.039153 .049452 .036228 -.0028267 25 -.7690E-3 -.050177 -.039154 .049461 .036224 -.0028275 26 -.7628E-3 -.050118 -.039148 .049471 .036217 -.0028256 27 -.7574E-3 -.050039 -.039152 .049471 .036207 -.0028281 28 -.7525E-3 -.049996 -.039150 .049472 .036199 -.0028276 29 -.7498E-3 -.049954 -.039153 .049466 .036193 -.0028299 30 -.7478E-3 -.049941 -.039153 .049463 .036189 -.0028300 31 -.7474E-3 -.049932 -.039155 .049459 .036187 -.0028317 32 -.7475E-3 -.049942 -.039155 .049456 .036187 -.0028315 33 -.7485E-3 -.049949 -.039157 .049453 .036188 -.0028322 34 -.7494E-3 -.049964 -.039156 .049453 .036189 -.0028318 35 -.7504E-3 -.049973 -.039157 .049452 .036191 -.0028320 *******************************************************************************


(4)

Horizon RIRT LRINV RBOT 0 -.080271 .10745 77.2276 1 .026507 .044071 -226.0585 2 -.27836 .12194 -378.6405 3 -.14063 -.016837 -415.3045 4 .10786 .0044117 -395.4024 5 .053797 .081962 -442.2150 6 -.12980 .084946 -436.1694 7 -.16487 .038811 -443.0524 8 -.094559 .047020 -451.2491 9 -.073524 .060942 -459.6146 10 -.12012 .062611 -456.6751 11 -.15264 .056592 -456.5564 12 -.13624 .055332 -455.8991 13 -.11241 .054747 -456.7521 14 -.10434 .055732 -456.5707 15 -.10560 .055103 -455.2219 16 -.10166 .054440 -453.2199 17 -.098176 .054168 -452.5241 18 -.097268 .054727 -452.4582 19 -.099581 .054679 -452.3567 20 -.10073 .054726 -452.2473 21 -.10210 .054836 -452.4289 22 -.10296 .055070 -452.7129 23 -.10416 .055038 -452.9449 24 -.10440 .055060 -453.1021 25 -.10460 .055049 -453.2055 26 -.10442 .055080 -453.2583 27 -.10444 .055034 -453.2651 28 -.10414 .055019 -453.2434 29 -.10397 .054986 -453.2067 30 -.10372 .054988 -453.1710 31 -.10366 .054972 -453.1374 32 -.10356 .054975 -453.1120 33 -.10357 .054968 -453.0954 34 -.10355 .054977 -453.0899 35 -.10361 .054977 -453.0899


(5)

Lampiran 25. Respon Dinamis Variabel Kunci Ekonomi Makro terhadap Guncangan Kebijakan Perdagangan

Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for RBOT Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR ******************************************************************************* 96 observations from 1981Q1 to 2004Q4. Order of VAR = 3, chosen r =2.

List of variables included in the cointegrating vector: LIHK LRIOPP LREXR LUNM LRMSI LRGDP RIRT LRINV RBOT Trend

******************************************************************************* List of imposed restrictions: A1=1; A4=0; A6=0; B2=1; b5=0

******************************************************************************* Horizon LIHK LRIOPP LREXR LUNM LRMSI LRGDP 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1 -.9391E-3 -.0094697 -.021078 .0053935 -.0026968 .0032502 2 -.0037052 -.016135 -.022434 .0086959 -.0078792 .0056707 3 -.0039650 .0012458 -.0070674 .015165 -.0012679 .0071332 4 -.0020264 .0092518 .0094233 .017488 .0016070 .0037177 5 .0015664 -.0098299 .0089608 .015826 .3698E-3 .0027551 6 .0036882 -.010715 -.2555E-3 .013249 -.0042272 .0018831 7 .0044305 -.0045424 -.0053212 .017878 -.0069690 .0033130 8 .0039307 .010698 -.0075826 .018886 -.0079339 .0030676 9 .0036142 .014782 -.0065123 .018591 -.0072935 .0032074 10 .0032201 .015766 -.0063156 .016809 -.0068398 .0025688 11 .0029554 .0079669 -.0055035 .016165 -.0063242 .0028186 12 .0025313 .0033972 -.0058868 .015220 -.0058435 .0027043 13 .0023260 -.0011530 -.0053058 .015604 -.0052198 .0029662 14 .0021757 -.0017995 -.0053471 .015898 -.0049045 .0028540 15 .0021931 -.0032401 -.0050278 .016373 -.0047358 .0030127 16 .0021862 -.0025581 -.0052980 .016434 -.0047600 .0029590 17 .0022487 -.0023888 -.0051911 .016726 -.0047974 .0030715 18 .0022791 -.0010370 -.0053505 .016772 -.0049093 .0030148 19 .0023463 -.5196E-3 -.0052173 .016877 -.0049847 .0030635 20 .0023779 .3502E-3 -.0052893 .016791 -.0050752 .0030051 21 .0024216 .4438E-3 -.0052096 .016783 -.0051247 .0030270 22 .0024323 .7727E-3 -.0052896 .016691 -.0051755 .0029849 23 .0024466 .6487E-3 -.0052512 .016685 -.0051891 .0030023 24 .0024380 .7246E-3 -.0053032 .016631 -.0051982 .0029773 25 .0024353 .5189E-3 -.0052724 .016632 -.0051840 .0029918 26 .0024217 .4861E-3 -.0053053 .016603 -.0051739 .0029775 27 .0024159 .3061E-3 -.0052818 .016615 -.0051556 .0029904 28 .0024055 .2790E-3 -.0053004 .016606 -.0051451 .0029831 29 .0024026 .1765E-3 -.0052811 .016622 -.0051324 .0029929 30 .0023981 .1896E-3 -.0052917 .016621 -.0051279 .0029882 31 .0023991 .1529E-3 -.0052783 .016634 -.0051237 .0029946 32 .0023986 .1902E-3 -.0052863 .016634 -.0051252 .0029910 33 .0024011 .1871E-3 -.0052781 .016642 -.0051260 .0029949 34 .0024019 .2262E-3 -.0052843 .016639 -.0051294 .0029919 35 .0024042 .2298E-3 -.0052793 .016643 -.0051313 .0029941 *******************************************************************************


(6)

Horizon RIRT LRINV RBOT 0 0.00 0.00 741.9779 1 .11184 -.18108 314.3620 2 .36907 -.075252 264.1737 3 .46039 -.18897 236.0448 4 .18888 -.14432 302.9646 5 -.050978 -.083013 275.6730 6 -.10933 -.12007 283.4301 7 .12212 -.15760 262.4170 8 .28734 -.15118 251.7369 9 .37040 -.13379 261.0003 10 .31478 -.14044 277.7157 11 .29436 -.13964 283.6208 12 .27004 -.14176 283.4393 13 .27517 -.13851 280.9018 14 .24878 -.13822 277.8272 15 .24142 -.13541 275.5353 16 .22956 -.13692 274.1234 17 .23662 -.13622 272.4840 18 .23453 -.13692 271.4926 19 .24013 -.13643 271.4082 20 .23880 -.13729 271.9309 21 .24315 -.13700 272.3331 22 .24261 -.13748 272.7464 23 .24555 -.13731 273.0368 24 .24489 -.13760 273.3068 25 .24637 -.13736 273.4377 26 .24529 -.13750 273.5317 27 .24577 -.13733 273.5184 28 .24475 -.13741 273.4903 29 .24496 -.13729 273.4185 30 .24422 -.13734 273.3652 31 .24437 -.13727 273.3029 32 .24396 -.13732 273.2697 33 .24419 -.13727 273.2402 34 .24402 -.13731 273.2344 35 .24425 -.13729 273.2320