HUBUNGAN ANTARA STATUS PENDIDIKAN DAN KO

HUBUNGAN ANTARA STATUS PENDIDIKAN DAN KONDISI KELUARGA DEN GAN PERILAKU SEKS PADA ANAK JALANAN DI KOTA SURAKARTA

Yuli Kusumawati

, Susanti

Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract

One of the

real

phenomenon

that

has occurred

in the life

and

impact

of com

plex

social problems

including

health

problems

are

life of street children

This study aims

to

determine the relationship

between

education

status

and

condition of

sexual behavior in

families

with

street children

in

the city of

Surakarta

This study

is an

observational

study

with

cross

sectional design

Populations

are

street

children

in Surakarta

between

years

old

with

a total sample of

80 children

who

were taken

with

Snow

Balling

sampling

method

Analysis of

the test

data using

Chy

Square

The resu

lts showed that

there is

a relationship

between

education

status

to sexual behavior

while the condition of

the family

had no connection with

the

sexual

behavior of

street children

in

the city of Surakarta

Advice

primarily

addressed to the

department

of s

ocial

work

along

with the

education department

in order to

assist

in providing education

to street children

who

drop out of school

in the form of

informal

education

and

conduct

ongoing

monitoring

and providing

health education

to the

street children

espec

ially

street children

who

already have

sexual

acts

active

Keywords

Street Children

Education

status

family situation

sexual behavior

PENDAHULUAN

Salah satu fenomena nyata yang telah terjadi dalam kehidupan dan menimbulkan

dampak permasalahan sosial

yang komplek termasuk masalah kesehatan adalah kehidupan

anak jalanan. Keberadaan anak jalanan semakin lama semakin bertambah jumlahnya, namun

sering diabaikan dan tidak dianggap ada oleh sebagian besar masyarakat. Namun hal ini harus

mendapatkan perhatia

n

yang

baik dari masyarakat maupun pemerintah. Sebagian besar anak

jalanan berasal dari keluarga yang miskin. Penampilannya yang jorok disebabkan karena

permukimannya yang kumuh atau bahkan sama sekali tidak mempunyai tempat tinggal. Anak

jalanan ini serin

g terlihat di kota

kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Semarang dan ibu

kota propinsi lainnya. Pada umumnya anak jalanan bekerja pada sektor informal, yaitu

sebagai pemulung, penyemir, tukang sapu, lap mobil, pedagang asongan, pengemis, tukang

parkir,

dan pekerjaan lain yang menghasilkan uang (Yusra, 2006).

Berdasarkan data Departemen Sosial RI, jumlah anak jalanan di Indonesia semakin

meningkat.

Pada

tahun 2008 anak jalanan berjumlah 109.454 jiwa dan anak terlantar

2.250.152 jiwa (Depsos RI, 2008) dan

pada tahun 2009 pertumbuhan anak jalanan yang

rawan terhadap kasus keterlantaran berjumlah 3.488.309 jiwa (Depsos RI, 2009). Data dari

provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2008 terdapat anak jalanan sebanyak 9.770 jiwa (Depsos

RI, 2008).

Seorang anak, hidup m

enjadi anak jalanan bukan merupakan pilihan hidup yang

menyenangkan,

melainkan

keterpaksaan yang harus diterima karena adanya kondisi tertentu

Prosiding Seminar

Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338

yang menyebabkan hal itu harus dijalani. Penelitian Hutagalung (2002) menyimpulkan

bahwa alasan ekonomi merupakan

penyebab paling banyak mengapa anak berada di jalanan.

Faktor lingkungan lain, seperti kondisi di luar rumah yang bebas menyebabkan anak senang

berada di jalanan dan terbawa oleh pengaruh teman

temannya di jalanan, sedangkan faktor

lingkungan di dalam rum

ah yang sering menyebabkan anak di jalanan adalah perceraian

orang tua dan kekerasan yang didapatkan di rumahnya.

Hasil Penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas

Semarang (2008)

menyimpulkan

bahwa faktor penyebab seorang ana

k menjadi anak jalanan

yaitu kemiskinan, keretakan keluarga, orang tua tidak paham dan tidak memenuhi kebutuhan

sosial anak, penyebab yang lain adalah keinginan sendiri, sering dipukuli orang tua, dan ingin

bebas. Oleh karena itu, anak jalanan mempunyai su

atu pribadi dan dunia tersendiri, yang di

dalamnya terdapat mekanisme hidup yang khas seperti cara berinteraksi, berkomunikasi,

berperilaku, berkelompok, dan bertahan hidup. Anak jalanan sering diidentifikasikan sebagai

anak yang bebas, liar, tidak mau dia

tur, dan melakukan kegiatan negatif.

Kondisi lingkungan yang bebas, membuat anak jalanan meninggalkan kegiatan

sekolahnya, karena tidak ada biaya. Namun demikian, masih terdapat anak

anak jalanan yang

mau bersekolah, karena kehidupan di jalanan hanya bertu

juan untuk membantu orang tuanya

mencari biaya tambahan. Kehidupan jalanan yang komplek menyebabkan anak jalanan

membangun pengetahuan sendiri sesuai dengan apa yang dilihat, didengar dan dirasakan

(Hutagalung, 2002). Pengetahuan yang dimiliki anak jalanan

juga mempunyai pengaruh

terhadap tindakan seks anak jalanan. Anak jalanan lebih banyak mempunyai pengetahuan

yang buruk tentang seksualitas.

Meningkatnya dorongan seksual menyebabkan anak mencari informasi mengenai seks,

baik melalui buku, film, dan gamb

ar

gambar yang dilakukan secara sembunyi

sembunyi. Hal

ini dilakukan karena kurang terjalinnya komunikasi antara anak dan orang dewasa, baik

orang tua maupun guru mengenai masalah seksual. Hasil penelitian Novita (2006)

menyimpulkan bahwa sebagian besar re

sponden yang pernah melihat media pornografi walau

hanya sekilas di media cetak, yang meliputi majalah sebanyak 63 orang (66,3%), dan tabloid

sebanyak 51 orang (53,7%), sedangkan untuk media pornografi elektronik yaitu melalui

televisi sebanyak 77 orang (8

1,1%), dan VCD sebanyak 47 orang (49,5%).

Anak tidak mungkin bertahan hidup tanpa masyarakat, tanpa lingkungan sosial tertentu

terutama keluarga. Keluarga dan lingkungan sosial itu dihayati oleh anak sebagai bagian dari

dirinya sendiri. Penelitian yang dil

akukan Hutagalung (2002) menyimpulkan bahwa ada

hubungan yang sangat erat antara keluarga dengan tindakan seksualitas. Semakin buruk

hubungan anak dengan keluarganya maka semakin buruk tindakan seksnya dan semakin

tinggi risiko tertularnya Penyakit Menular

Seksual (PMS). Dalam hal ini bila pengontrolan

dari orang tua maupun keluarga kurang akan mempengaruhi mereka melakukan hubungan

seks.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338

Hasil penelitian Rahmasari (2005) menyimpulkan bahwa seseorang yang merasa cocok

dengan teman atau kelompoknya, akan ce

nderung mengikuti gaya teman atau kelompoknya

tersebut. Menurut Juwartini (2004) anak

anak yang melakukan kegiatan dan atau tinggal di

jalanan senantiasa berhadapan dengan situasi buruk yang menyebabkan anak tersebut

menjadi korban dari berbagai bentuk per

lakuan salah dan eksploitasi seperti kekerasan fisik,

penjerumusan ke tindak kriminal, penyalahgunaan obat

obatan dan minuman keras, objek

seksual dan sebagainya.

Anak jalanan berperilaku seks bebas, karena pengaruh lingkungan. Kehidupan anak

anak jalanan

(usia dibawah 18 tahun) sangat dekat dengan kehidupan seks bebas, baik yang

dilakukan dengan cara disodomi oleh orang yang lebih dewasa maupun dengan PSK (Pekerja

Seks Komersial) jalanan (Setiawan, 2007). Selain itu perilaku seks anak jalanan terbentuk

da

ri kehidupan orang

orang dewasa karena dengan adanya penjaja seks yang ingin

memanfaatkan uang anak jalanan. Seks bebas di kalangan anak jalanan sudah menjadi hal

yang lazim, anak jalanan melakukan seks bebas dengan sesama anak jalanan dengan pola

hubungan

yang saling menguntungkan (

Taufik dan Nisa

Hasil penelitian Yayasan Setara di Semarang mengungkapkan bahwa dari 46 anak

jalanan perempuan, 38 anak (67,8%) telah memiliki pengalaman seksual. 27 anak diantaranya

memiliki kecenderungan berganti

ganti

pasangan dan 26 anak diindikasikan berada dalam

prostitusi (Shalahuddin, 2001). Menurut Almawalily (2010) jika seks bebas pada anak

jalanan terus dibiarkan maka akan berdampak tidak baik seperti kehamilan tidak diinginkan,

aborsi, perkawinan dan kehamilan

dini, terkena penyakit menular seksual dan

Human

Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome

atau

HIV/AIDS. Remaja

berusia 15

29 tahun rentan terinfeksi virus HIV/AIDS akibat dampak pergaulan seks bebas

dan penggunaan jarum suntik narkoba

secara bergiliran

Menurut Ditjen PPM & PL Depkes RI (2011) jumlah AIDS di Indonesia tahun 2009

mencapai 3863 kasus, tahun 2010 sebanyak 4158 kasus dan pada 2011 sampai dengan bulan

Juni sebanyak 2352 kasus. Sedangkan provinsi Jawa Tengah menduduki peringk

at keenam

dengan jumlah AIDS 1336 kasus.

Menurut KPAD di Surakarta tahun 2005

2011 pada usia

<15 tahun, kasus HIV sebanyak 11 orang dan AIDS 25 orang sedangkan pada usia 15

tahun kasus HIV sebanyak 37 orang dan AIDS 21 orang.

Berdasarkan survei pendah

uluan pada anak jalanan di Kota Surakarta, ada anak yang

melakukan perilaku seksual, bahkan ada anak jalanan yang

incest

(hubungan kelamin yang

terjadi antara dua orang di luar nikah, sedangkan mereka berkerabat dekat sekali). Penelitian

ini bertujuan untu

k mengetahui hubungan antara stuatus keluarga, dan pendidikan dengan

Perilaku Seksual Anak Jalanan di Surakarta.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan

cross

sectional.

Populasi dalam penelitian ini ad

alah semua anak jalanan yang ada di Surakarta

Prosiding Seminar

Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338

dengan jumlah 160 anak jalanan. Jumlah sampel sebanyak 80 anak. Teknik pengambilan

sampel pada penelitian ini menggunakan metode

snowball sampling,

yaitu sebuah teknik

pencuplikan nonrandom di mana sampel dipe

roleh pertama

tama dengan cara menghubungi

seorang atau sekelompok responden, lalu meminta mereka untuk memberikan saran tentang

orang

orang yang dipandang memiliki informasi penting dan bersedia untuk berpartisipasi

dalam penelitian.

Pengumpulan data men

ggunakan teknik wawancara langsung pada anak jalanan

dengan menggunakan kuesioner. Data disajikan dalam bentuk tabel dan analisis bivariat

dilakukan dengan uji

Chi

square.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Responden dalam penelitian ini adalah anak jalanan

di Surakarta yang berumur 12

tahun yang berjumlah sebanyak 80 orang. Umur responden rata

rata 15 tahun. Umur termuda

adalah 12 tahun dan tertua adalah 18 tahun. Responden dengan jenis kelamin laki

laki

sebanyak 54 anak (67,5%), di mana hal ini lebih ba

nyak dari pada responden perempuan

yaitu sebanyak 26 anak (32,5%).

Tabel 1. Distribusi anak jalanan berdasarkan kondisi keluarga, Status Pendidikan dan

Perilaku Seks Anak Jalanan di Surakarta

Variabel

Frekuensi

Persentase (%)

Kondisi Keluarga

a.

Masih hi

dup dalam satu keluarga

b.

Bercerai

c.

Meninggal salah satu ortu

d.

Meninggal kedua ortu

Status Pendidikan

a.

Tidak sekolah

b.

SD

c.

SLTP

d.

SLTA

Perilaku seks

a.

Tidak Melalukakan hub seksual

b.

Melakukan hub seksual

Jumlah

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa kondisi keluarga yang dijalani seorang anak

jalanan di Kota Surakarta sangat beragam. Sebenarnya sebagian besar masih hidup bersama

orang tuanya yaitu sebanyak 48 anak (60,0%)

, Sebanyak 16 anak (20,0%) kondisi

orangtuanya bercerai, sebanyak 13 anak (16,3%) salah satu orangtuanya telah meninggal

dunia, dan yang kedua orangtuanya meninggal sebanyak 3 anak (3,8%).

Menurut pendidikannya responden anak jalanan yang tidak sekolah leb

ih banyak

dibandingkan dengan yang sekolah yaitu sebesar 39 anak (48,8%). Sedangkan responden

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338

yang pendidikannya masih SD sebesar 13 anak (16,2%), SMP 21 anak (26,2%) dan

pendidikannya SMA sebesar 7 anak (8,8%).

Hasil penelitian tentang perilaku seksual an

ak jalanan di Kota Surakarta yang terlihat

pada tabel 2 menunjukkan bahwa anak jalanan yang telah melakukan hubungan seks

sebanyak 35 anak (43,8%), dan yang tidak melakukan hubungan

seks sebanyak 45 anak

Tabel 2. Hubungan antara Status Pendidikan

dan Kondisi Kealuarga

dengan Perilaku Seksual

Anak Jalanan di Kota Surakarta tahun 2012.

Status Pendidikan

Perilaku Seksual

Jumlah

P value*

Tidak Melakukan Hub Seks

Melakukan Hub seks

Tidak Sekolah

Sekolah

Jumlah

Kondisi Keluarga

Hidup sendiri atau dengan

salah satu ortu

Hidup bersama ortu

Jumlah

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahawa anak jalanan yang tidak sekolah

cenderung lebih banyak yang melakukan hubungan seksual yaitu 23 anak (60,5%) dari pada

yang sekolah yaitu hanya 12 anak (28,6%). Sedangkan, dapat diketahui kecenderung

an

bahwa anak jalanan yang masih hidup bersama orang tua lebih banyak yang tidak melakukan

seksual yaitu sebanyak 28 anak (58,3%), walaupun selisihnya sekidit, yatu hanya sekitar 8

anak. Anak jalanan yang hidup sendiri atau hanya dengan salah satu orang tu

a, lebih banyak

yang melakukan hubungan seksual, walaupun hanya 2 anak saja.

Responden dalam penelitian ini adalah anak jalanan yang berada di Surakarta dan

berumur 12 tahun sampai 18 tahun. Umur rata

rata anak jalanan di Kota Surakarta adalah 15

tahun. Ha

l ini menunjukkan bahwa anak jalanan tersebut masih termasuk umur anak sekolah,

yang harus mendapatkan perlindungan dari orang tuanya di rumah, dan harus mendapatkan

pendidikan yang layak. Banyak kemungkinan yang menyebabkan anak

anak tersebut

menjadi ana

k jalanan, diantaranya tidak mendapatkan perhatian dari orang tuanya karena

bercerai, ataupun sudah meninggal dunia salah atau atau keduanya. Namun ada pula yang

masih hidup bersama orang tuanya, karena memang kondisi sosial ekonominya yang

menyebabkan ana

k tersebut harus mencari nafkah dijalanan.

Berdasarkan tabel 2 diketahui persentase responden laki

laki yaitu sebanyak 54 orang

(67,5%) lebih banyak dari pada responden perempuan yaitu sebanyak 26 orang (32,5%).

Biasanya anak laki

laki lebih cenderung men

ginginkan kebebasan untuk bergaul dengan

teman sebayanya. Menurut Sarwono (2001) peran gender merupakan bagian dari peran sosial

dan tidak hanya ditentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan, tetapi oleh

Prosiding Seminar

Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338

lingkungan dan faktor

faktor lainnya. Pada k

ehidupan psikologi remaja, perkembangan organ

seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis. Terjadinya

peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis dipengaruhi oleh faktor perubahan

perubahan fisik selama periode pubertas (S

antrock, 2003).

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji

chy square

diperoleh (

0,008 <0,05). Hal ini menunjukkan ada hubungan status pendidikan

dengan perilaku seks

anak jalanan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam k

ehidupan seorang anak.

Anak yang mendapatkan pendidikan yang baik, akan berdampak pada sikap dan perilakunya

pada suatu hal.

Pada penelitian ini, hampir separuh (48,8%) anak jalanan yang ana di Kota

Surakarta sudah tidak sekolah lagi. Padahal dilihat dari

umurnya, anak

anak tersebut

seharusnya masih mendapatkan pendidikan. Namun demikian, ada pula anak jalanan yang

masih berstatus sekolah, yang terbanyak adalah SLTP yaitu 21 orang (26,3%). Hal ini jelas

sangat mempengaruhi perilakunya di jalanan, termasuk

perilaku seksualnya. Hasil penelitian

ini sejalan dengan p

enelitian Hutagalung (2002) yang menyimpulkan bahwa alasan ekonomi

merupakan penyebab paling banyak mengapa anak berada di jalanan. Karena ekonomi yang

kurang baik, menyebabkan anak

anak tidak menda

patkan pendidikan yang layak, dan tidak

heran banyak yang putus sekolah untuk mencari nafkah di jalanan dan akhirnya hidup

sebagai anak jalanan.

Pendidikan yang rendah, bahkan putus sekolah menyebabkan anak tidak mendapatkan

informasi yang baik dari sumber

yang benar. Terkait dengan informasi masalah seksualitas

dan kesehatan reproduksi,

informasi yang didapatkan tidak tersaring dengan baik sehingga

memungkinkan anak jalanan mempunyai pengetahuan yang salah dan pemberian informasi

kesehatan reproduksi yang

masih kurang oleh lembaga yang menangani anak jalanan. Anak

jalanan yang tidak sekolah menyebabkan keadaan anak tidak terawat dengan baik, lebih

bebas dan liar. Sehingga menyebabkan terjadinya perilaku yang menyimpang pada anak

jalanan tersebut, yaitu peri

laku seks bebas. Anak jalanan di Kota Surakarta yang mengaku

telah melakukan hubungan seksual secara bebas dengan temannya sendiri sebanyak 35 orang

Bentuk

perilaku seks yang dimaksud dalam penelitian ini diantaranya membaca buku

porno sebanyak 33

anak (41,2%), memikirkan fantasi seks 41 anak (51,2%), membicarakan

tentang seks dengan lawan jenis 36 anak (45%), berpelukan dengan lawan jenis 50 anak

(62,5%), mencium bibir lawan jenis 51 anak (63,8%), mencium leher lawan jenis 26 anak

(32,5%), meraba

bagian tubuh

lawan

jenis 33 anak (41,2%), petting 18 anak (22,5%),

memegang alat kelamin dari luar baju lawan jenis 25 anak (31,2%), memegang alat kelamin

dari dalam baju lawan jenis 34 anak (42,5%), melihat orang lain melakukan hubungan seks

39 anak (48,8

%), onani/masturbasi 35 anak (43,8%), oral seks 20 anak (25%), melakukan

hubungan seks sebanyak 35 anak (43,8%).

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji

Chy square

diperoleh

=0,819 > 0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan ant

ara kondisi keluarga

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338

dengan perilaku seks anak jalanan. Peranan orang tua dalam mendidik anak sangat

berpengaruh dalam kehidupan anaknya. Kondisi keluarga juga akan membantuk karakter

anak. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakuka

n oleh Lembaga

Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Semarang (2008) yang

menyimpulkan bahwa faktor penyebab seorang anak menjadi anak jalanan yaitu kemiskinan,

keretakan keluarga, orang tua tidak paham dan tidak memenuhi kebutuhan sosial a

nak,

penyebab yang lain adalah: keinginan sendiri, sering dipukuli orang tua, dan ingin bebas.

Dalam penelitian ini, anak jalanan yang masih hidup bersama keluarganya sebanyak 48

anak (60%), yang kedua orang tuanya bercerai sebnyak 16 orang (20%), yang or

ang tuanya

telah meninggal salah satu sebanyak 13 orang (16,3%) dan yang telah meninggal kedua

orangtuanya sebanyak 3 orang (3,8%). Meskipun masih banyak anak jalanan yang hidup

bersama orangnya, namun kehidupan tersebut memang tercipta di jalanan, karena

faktor

kemiskinan membuat satu keluarga membentuk perilaku untuk mencari nafkah dalam

kehidupan di jalanan. Tidak menutup kemungkinan, apabila kedua orang tuanya mencari

nafkah di jalanan, maka karakteristik anaknya juga akan terbentuk di jalanan, sehingga

pengaruh lingkungan lebih kuat dibandingkan dengan perhatian orang tuanya. Anak jalanan

melakukan perilaku seks lebih banyak karena pengaruh lingkungan. Kehidupan anak

anak

jalanan (usia dibawah 18 tahun) sangat dekat dengan kehidupan seks bebas, baik ya

ng

dilakukan dengan cara disodomi oleh orang yang lebih dewasa maupun dengan PSK (Pekerja

Seks Komersial) jalanan (Setiawan, 2007).

Antara pendidikan anak dan kondisi orang tuanya, ternyata lebih memegang peran

penting pendidikan anak dalam membentuk karek

ater, pengetahuan hingga perilaku anak

tersebut. Anak jalanan dalam penelitian ini merupakan remaja yang sedang dalam periode

ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media

massa tersebut. Status pendidikan anak jal

anan yang sekolah, akan mendapatkan sumber

informasi yang benar tentang sesuatu hal, termasuk perilaku seksualnya. Oleh karena itu

sumber informasi yang baik dan bertanggungjawab diperlukan oleh remaja, agar remaja tidak

salah dalam mendapatkan sumber inf

ormasi. Pada anak jalanan akan mendapatkan informasi

yang benar dari sumber informasi yang baik dan bertanggung jawab yaitu dari sekekolah dan

biasanya diperoleh dari pihak yang menangani anak jalanan yaitu seperti Lembaga Bina

Bakat.

Hasil penelitian menu

njukkan bahwa teman yang mempengaruhi untuk berpelukan

dengan lawan jenis yaitu sebanyak 42 orang (52,5%), mempengaruhi untuk berciuman 37

orang (46,2%), mempengaruhi untuk berhubungan seks 33 orang (41,2%), mengajak untuk

melakukan hubungan seks 25 orang

(31,2%) dan mengajak untuk melihat film porno yaitu

sebanyak 58 orang (72,5%).

Prosiding Seminar

Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338

SIMPULAN

Ada hubungan antara status pendidikan dengan perilaku seksual anak jalanan di

Surakarta.

Tidak ada hubungan antara kondisi keluarga dengan perilaku seksual anak ja

lanan

di Surakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmawalily, H. 2010.

Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) ; Perhatian Besar bagi Islam

Fokus Edisi 30.

http://www.rahima.or.id

. Diakses: 9 Agustus 2011.

Depsos RI. 2008.

Data

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

PMKS Tahun 2008

www.depsos.go.id

. Diakses: 19 Mei 2011.

Depsos RI. 2009.

Promosi Kunci Sukses Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

www.

depsos.go.id

. Diakses: 21 Mei 2011.

Ditjen PPM & PL Depkes RI. 2011.

Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia.

http://www.aidsindonesia.or.id/repo/LT1Menkes2010.pdf

. Diakses: 10 Agustus 2

Hutagalung E. 2002.

Hubungan Karakteristik Anak Jalanan terhadap Perilaku Seksualnya

dan Kemungkinan Terjadinya Resiko Penyakit Menular Seksual (PMS) di Kawasan

Terminal Terpadu Pinang Baris Medan

. [Skripsi]. Sumatera: Fakultas Kesehatan

Masyarakat U

SU.

Juwartini W. 2004.

Profil Kehidupan Anak Jalanan Perempuan (Studi Kasus Anak Jalanan

di Komplek Tugu Muda Semarang).

[Skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan

UNES.

Novita N, Nida U.H, Supriyati. 2006. Hubungan Antara Paparan Pornografi dan Komun

ikasi

Remaja

Orang Tua Dengan Perilaku Seksual di SMA Negeri 11 Palembang.

Jurnal

Sains Kesehatan

. 19 (2), April, 2006.

Rahmasari H. 2005.

Kebijaksanaan non Pedal dalam Penanggulangan Eksploitasi Seksual

Komersial terhadap Anak (Studi di Kota Surakarta)

[Tesis]. Semarang: Program

Magister Ilmu Hukum UNDIP.

Santrock, J.W. 2003.

Adolescence Perkembangan Remaja

. Jakarta: Erlangga.

Setiawan H. 2007. Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Program Score dalam Mencegah

Penyebaran HIV/AIDS.

Jurnal Penelitian dan Pe

ngembangan Kesejahteraan Sosial.

Vol.12. No.13. September

Desember 2007.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338

Taufik dan Nisa R. 2005. Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas antara Remaja yang

Tidak Melakukan Hubungan Seksual dan Remaja yang Melakukan

Hubungan Seksual.

Jurnal Penelitian H

umaniora

, Vol.1, No.2, 2005: 115

Yusra, Mail dan Hairani Siregar. 2006. Program Pemberdayaan Anak Jalanan oleh Yayasan

AKMI Medan.

Jurnal Pemberdayaan Komunitas.

Mei 2006. Vol.5. No. 2. Hal: 186

Minggu, 14 Juni 2015

PERILAKU SEKSUAL ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH DAN BELAJAR (RSB) DIPONEGORO YOGYAKARTA TAHUN 2012 STREET CHILDREN SEXUAL BEHAVIOR IN THE DIPONEGORO SHELTER AND LEARNING HOUSE (RSB) IN THE YEAR OF 2012

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro.

2. faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual anak jalanandi RSB Diponegoro.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif.Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling yakni pemilihan informan penelitian berdasarkan pertimbangan atau

kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Informan yang

memenuhi kriteria sebanyak 7 orang yang terdiri dari informan anak jalanan sebanyak 5

orang dan pengurus sebanyak 2 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan

meliputi: observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian

ini yaitu analisis kualitatif model interaktif yang terdiri dari: pengumpulan data, reduksi

data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

1. secara keseluruhan anak jalanan di RSB Diponegoro pernah melakukan perilaku seksual

mulai dari berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, meraba, bersenggama,

masturbasi/onani dan oral seks.

2. faktor yang mempengaruhi perilaku seksual anak

jalanan di RSB Diponegoro terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal yaitu kurang memadainya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi,

sedangkan faktor eksternalnya meliputi pengaruh teman, pengaruh lingkungan,

pengaruh kondisi keluarga, dan media massa.

3. upaya yang telah dilakukan pengurus RSB Diponegoro Yogyakarta untuk meminimalisir perilaku seksual anak jalanan yaitu:

a) memberikan pendampingan secara intensif.

b) mengadakan kegiatan-kegiatan seperti pelatihan ketrampilan, pengajian dan pembelajaran.

c) memberikan layanan konseling mengenai permasalahan-permasalahan yang dialami,

d) melakukan peneguran dan sanksi bagi anak jalanan yang melakukan pelanggaran peraturan yang berlaku di RSB Diponegoroya.

Kata kunci: perilaku seksual, anak jalanan.

Abstract

This This study was aimed to determine:

1. the sexual behavior of street children in RSB Diponegoro.

2. the factors that influence the sexual behavior of street children in RSB Diponegoro.

This research was a descriptive study with qualitative approach. The

technique sampling was using purposive sampling technique that based on

consideration of the research informants selection or certain criteria according to the

research’s object. The informants who meet the criteria were 7 people including the

street children informants as many as 5 people and the administrator as many as 2

people. Data collection technique included: observation, interview and documentation.

Technique of data analysis in this study was a qualitative analysis of interactive model

that consisted of: data collection, data reduction, data presentation and conclusion.The

results showed that:

1. the overall street children in RSB Diponegoro had sexual behavior ranging from holding hands, hugging, kissing, touching, intercourse,

masturbation and oral sex.

2. factors that influence the sexual behavior of street children in RSB Diponegoro consisted of internal factors and external factors. The internal factors were lack of adequate knowledge about reproductive health, while the external factors included the influence of friends, environment, family circumstances,and mass media

3. the efforts that had been made by the administrators of RSB Diponegoro Yogyakarta to minimize the sexual behavior of street children namely:

a) provide the intensive assistance

b) conduct many activities such as skills training, teaching, religious activities and learning.

c) provide counseling services on issues faced.

d) did the accost and sanctions for street children who violate regulations on RSB Diponegoro.

Keywords: sexual behavior, street children.

PENDAHULUAN

Anak adalah aset bangsa yang memiliki hak untuk tumbuh dan

berkembang dengan optimal, karena anak merupakan generasi masa

depan yang akan menentukan baik-buruknya suatu bangsa. Anak yang

seharusnya mendapatkan hak untuk hidup secara layak sebagian justru

terlantar di jalanan yang sering disebut dengan anak jalanan. Keberadaan

anak jalanan saat ini menjadi fenomena global bagi dunia termasuk di

Indonesia. Hal ini dikarenakan anak jalanan banyak dijumpai di jalanan dan

tempat-tempat umum, seperti pasar, mall, terminal bis, stasiun kereta api

dan taman kota.

Anak jalanan merupakan anak-anak dibawah umur 18 tahun yang

tinggal dan mencari nafkah di jalanan (Poerwadarminta, 2003: 341).

Jalanan merupakan tempat yang berbahaya bagi kehidupan anak, karena di

lingkungan ini tidak dapat membantu proses tumbuh-kembang anak dan

merealisasikan potensinya secara penuh. Anak jalanan harus bertahan

hidup dengan melakukan aktivitas di sektor informal, seperti menyemir

sepatu, menjual koran, mencuci kendaraan, menjadi pemulung barangbarang

bekas. Sebagian lagi mengemis, mengamen, ada yang mencuri,

mencopet dan bahkan terlibat perdagangan seks. Anak jalanan seringkali

menjadi korban eksploitasi dari orang dewasa, misalnya mengalami

pelecehan seksual. Hal inilah yang menyebabkan anak jalanan sudah

terbiasa melakukan perilaku seksual secara bebas. Risiko dari perilaku

tersebut sangat luas, tidak hanya mengancam secara fisik tetapi juga

secara sosial dan psikologis. Namun demikian keadaan tersebut memaksa

anak jalanan mau tidak mau harus menjalani kehidupan keras di jalanan

termasuk perilaku seksual.

Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh

hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.

Bentuk perilaku seksual mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku

berkencan, berciuman,bahkan bersenggama hal ini sejalan dengan Duvall,

E.M & Miller, B.C (dalam Mury, 2009: 45) bentuk perilaku seksual pranikah

mengalami peningkatan secara bertahap. Adapun bentuk-bentuk perilaku

seksual tersebut adalah 1) touching yaitu berpegangan tangan dan

berpelukan, 2) kissing yaitu berkisar dari ciuman singkat dan cepat sampai

kepada ciuman yang lama dan lebih intim, 3) petting yaitu menyentuh atau

meraba daerah erotis dari tubuh pasangan biasanya meningkat dari

meraba ringan sampai meraba alat kelamin, dan 4) sexual intercourse yaitu

hubungan kelamin atau senggama. Lebih lanjut menurut Eny Kusmiran

(2011: 34) akibat yang ditimbulkan bagi anak jalanan berusia remaja yang

berperilaku seksual pranikah yaitu: 1) terjadinya kehamilan yang tidak

diinginkan yang berdampak pada beban psikologis, sosial dan ekonomi, 2)

pengguguran kandungan atau aborsi, 3) terkena penyakit menular seksual

(PMS) khususnya remaja yang sering berganti-ganti pasangan apalagi

berhubungan seks dengan penjajah seks.

Perilaku seksual pada anak jalanan merupakan salah satu

permasalahan yang perlu diperhatikan oleh banyak pihak. Hal ini

dikarenakan anak jalanan pada umumnya tidak mempunyai pengetahuan

yang memadai mengenai resiko-resikonya dan pada umumnya mudah

terjebak dalam melakukan hubungan seks yang berisiko seperti hubungan

seks dengan pasangan yang berganti-ganti atau hubungan seks tanpa

perlindungan. Selain itu anak jalanan juga cenderung terlepas dari

pengawasan orang tuanya.

Salah satu rumah singgah di Yogyakarta yang berkomitmen sebagai

kawasan bagi anak-anak jalanan menuju kehidupan secara normal yaitu

Rumah Singgah dan Belajar (RSB) Diponegoro. RSB Diponegoro Yogyakarta

merupakan lembaga yang didirikan sebagai sayap lembaga Yayasan Pondok

Pesantren Diponegoro yang menangani anak-anak jalanan. Bentuk kegiatan

yang dilakukan rumah singgah berupa pengamatan masalah anak jalanan,

identifikasi dan pendampingan anak, pelatihan dan penyuluhan kepada

anak, konseling anak, dan pengembalian anak ke sekolah, pesantren,

rumah dan panti asuhan.

Berdasarkan studi pendahuluan di RSB Diponegoro yang dilakukan

penulis pada tanggal 20 Juli 2012 melalui wawancara dengan pengurus RSB,

ditemukan bahwa sampai saat ini RSB Diponegoro melakukan

pendampingan terhadap anak jalanan kurang lebih 50 orang anak dengan

10 orang anak menetap di rumah singgah. Beberapa lokasi yang menjadi

fokus pendampingan RSB Diponegoro, yaitu: a) perempatan UIN, b)

Demangan, c) pertigaan Kolombo, d) Santikara, e) perempatan Condong

Catur, f) perempatan Cemara Tujuh/Kentungan, g) perempatan Hotel

Novotel, dan h) Stasiun Lempuyangan. Lebih lanjut dijelaskan oleh

pengurus RSB Diponegoro bahwa banyak anak jalanan di Yogyakarta pada

usia remaja madya antara usia 15-18 tahun terjerumus dalam pergaulan

bebas. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan resiko seks

bebas dan ada juga karena dipaksa oleh preman dan sesama anak jalanan.

Seks bebas merupakan hubungan intim yang dilakukan dengan lawan jenis

tanpa dilandasi ikatan pernikahan.

Selanjutnya peneliti juga melakukan wawancara dengan 5 anak

jalanan di RSB Diponegoro pada tanggal 31 Juli 2012. Tiga diantaranya

mengaku pernah melakukan seks bebas, sedangkan 2 diantaranya mengaku

belum pernah melakukan seks bebas. Bahkan kasus yang terakhir di RSB

Diponegoro ada satu anak perempuan jalanan berinisial MN (16 tahun)

yang ketahuan sedang tidur bersama dengan dua anak laki-laki yang juga

anak jalanan berinisial FR (17 tahun) dan BD (18 tahun). Menurut

keterangan pengurus RSB, alasan mereka melakukan perbuatan tersebut

karena terbiasa tidur bersama saat di jalanan dan tidak ada yang melarang.

Hasil observasi juga menunjukkan bahwa anak jalanan tampak terbiasa

melakukan bentuk-bentuk perilaku seksual seperti berpegangan tangan,

berpelukan dan berciuman. Dengan demikian perlu adanya penelitian lebih

lanjut mengenai perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro agar

diperoleh informasi yang lebih jelas tentang bentuk perilaku seksual anak

jalanan, faktor-faktor yang mendukung perilaku tersebut.

Sebelumya pernah dilakukan penelitian tentang anak jalanan yang

dilakukan oleh Mury (2009: 1) dengan judul “Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Perilaku Seksual Beresiko Anak Jalanan Di Kabupaten

Jember Jawa Timur” menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku seksual beresiko anak jalanan yaitu umur, aktivitas di jalanan, lama

di jalan perhari, kebiasaan mengkonsumsi zat adiktif, tipe anak jalanan

serta sikap terhadap kesehatan reproduksi, PMS dan HIV/AIDS. Penelitian

ini juga menemukan bahwa sikap tentang kesehatan reproduksi, PMS dan

HIV/AIDS serta dukungan pemimpin kelompok berpengaruh sebesar

65,58% terhadap berperilaku seksual anak jalanan.

Metode Penelitian dan Pengembangan

Model Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dan pengembangan ini dilakukan di Rumah Singgah dan Belajar

(RSB) Diponegoro Yogyakarta yang beralamat di Jl. Utara No. 6 B

Pugeran,Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Waktu pelaksanaan pada 3

November- 3 Desember 2012.

Subjek Penelitian

Penentuan subyek informan dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling yakni pemilihan informan penelitian berdasarkan

pertimbangan atau kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan

penelitian. Informan yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini sebanyak 7

orang yakni untuk anak jalanan sebanyak 5 orang dan untuk pengurus sebanyak

2 orang.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui

observasi, wawancara dan dokumentasi.

Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang

lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. Analisis data dilakukan dengan

tujuan agar informasi yang dihimpun akan menjadi jelas dan eksplisit. Sesuai

dengan tujuan penelitian maka teknik analisis data yang dipakai untuk

menganalisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif model interaktif.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Deskripsi Hasil Penelitian dan Pengembangan

Dalam penelitian ini terdapat 7 orang informan penelitian. Subjek

penelitian ini meliputi 5 anak jalanan dan 2 orang pengurus RSB Diponegoro.

Tabel 1 ini merupakan profil informan anak jalanan berdasarkan jenis kelamin,

usia, status pendidikan dan lamanya menjadi anak jalanan.

Tabel 1.Profil Informan Anak Jalanan Berdasarkan Jenis Kelamin,

Usia,Tingkat Pendidikan,dan Lama Menjadi Anak Jalanan

No

Nama

(Inisial)

JenisKelamin Usia

(Th)

Tingkat Pendidikan

Lama Menjadi

Anak Jalanan

1 WY Laki-laki 17 Lulusan SD 6 th

2 BG Laki-laki 17 Tidak pernah sekolah 10 th

3 TL Perempuan 16 Tidak pernah sekolah 8 th

4 AA Laki-laki 18 Lulusan SD 9 th

5 SB Perempuan 16 SD (Tidak lulus) 6 th

(Sumber: Data Primer, 2012)

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa informan anak jalanan

dalam penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4

orang (57,14%) dan sisanya berjenis kelamin perempuan sebanyak 3

orang (42,86%). Selanjutnya jika dilihat berdasarkan usia untuk anak

jalanan masih berusia remaja yaitu antara 16-18 tahun. Untuk tingkat

pendidikan menunjukkan bahwa informan anak jalanan secara

keseluruhan memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini dikarenakan

tingkat pendidikan anak jalanan hanya lulusan SD saja bahkan ada yang

tidak pernah menempuh pendidikan sama sekali. Sementara berdasarkan

lamanya informan menjadi anak jalanan antara 6-10 tahun.

Mengenai profil informan pengurus RSB Diponegoro disajikan

pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Profil Informan Pengurus RSB Berdasarkan Jenis Kelamin,

Usia,Tingkat Pendidikan

No

Nama

(Inisial)

JenisKelamin Usia

(Th)

Tingkat

Pendidikan

Keterangan

1 FS Laki-laki 38 S1 Pengurus RSB

Diponegoro, Guru SD

2 NV Perempuan 34 S1 Pengurus RSB

Diponegoro,

Wiraswasta

(Sumber: Data Primer, 2012)

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa informan pengurus

RSB Diponegoro terdiri dari 2 orang yang berjenis kelamin laki-laki dan

perempuan dan berusia 34 tahun dan 38 tahun. Informan pengurus RSB

Diponegoro seluruhnya memiliki tingkat pendidikan yang memadai yaitu

S1. Selain menjadi pengurus RSB Diponegoro, ternyata informan dalam

penelitian ini memiliki profesi lain sebagai guru SD dan wiraswasta.

Faktor penyebab menjadi anak jalanan pada subyek penelitian ini

yaitu faktor ekonomi, faktor modeling dan faktor disorganisasi keluarga

(perpecahan keluarga).Faktor ekonomi cenderung akibat adanya

kemiskinan, sehingga anak terpaksa mencari nafkah untuk membantu

memenuhi kebutuhan hidup keluarganya atau untuk kebutuhan

pribadinya sebagaimana yang dialami oleh WY (17 tahun) dan TL (16

tahun)sementara BG (17 tahun) disebabkan oleh faktor modeling (sejak

kecil sudah berada di jalanan). Selanjutnyafaktor disorganisasi keluarga

atau adanya perpecahan keluarga juga menjadi penyebab menjadi anak

jalanan. Anak sering dijadikan pelampiasan atas masalah yang tengah

dihadapi orang tua, sehingga anak stres dan tidak betah di rumah, maka

anak akan melarikan diri dan mencari kehidupan lain kemudian terjebak

dalam kehidupan jalanan sebagaimana yang dialami oleh AA (18 tahun)

dan SB (16 tahun). Anak jalanan perempuan cenderung mengalami

tindakan kekerasan seksual dengan paksaan bahkan ancaman untuk

melakukan hubungan seksual. Sementara anak jalanan laki-laki

cenderung lebih aman dari tindakan kekerasan seksual. Hal ini berarti

anak jalanan perempuan sering mengalami pelecehan dan kekerasan

seksual dalam berbagai bentuknya, seperti dicolek, diraba-raba, bahkan

diperkosa (melakukan hubungan seksual secara paksa).

Sebagian besar anak jalanan di RSB Diponegoro pernah

melakukan perilaku-perilaku seksual mulai dari berpegangan tangan,

berpelukan, berciuman, meraba, bersenggama, masturbasi/onani dan

oral seks. Terutama untuk anak jalanan yang berjenis kelamin perempuan

untuk perilaku seksual awal mulanya cenderung karena adanya unsur

paksaan/ancaman dari orang lain baik dari pacar maupun sesama anak

jalanan. Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual anak jalanan di RSB

Diponegoro meliputi: a) kurang memadainya pengetahuan mengenai

kesehatan reproduksi, b) pengaruh teman, c) pengaruh lingkungan, d)

pengaruh orang tua, dan e) media massa. Upaya yang dilakukan pengurus

RSB Diponegoro Yogyakarta untuk meminimalisir perilaku seksual

anakjalanan yaitu: a) memberikan pendampingan secara intensif, b)

mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat mengisi waktu luang pada

anak jalanan seperti pelatihan ketrampilan, pengajian dan pembelajaran,

c) memberikan layanan konseling kepada anak jalanan mengenai

permasalahan-permasalahan yang dialami, d) melakukan peneguran dan

sanksi bagi anak jalanan yang melakukan pelanggaran peraturan yang

berlaku di RSB Diponegoro.

2. Pembahasan Hasil Penelitian dan Pengembangan

Anak jalanan merupakan anak-anak yang berumur dibawah 18 tahun

yang tinggal yang menghabiskan waktunya di jalanan.Keberadaan anak

jalanan ada tiga motif yaitu motif untuk bekerja, motif hidup di jalanan, dan

motif karena keluarga yang hidup di jalanan. Hal ini sebagaimana yang

dikemukakan oleh BagongSuyanto (1999: 41) yang membagi anak jalanan

menjadi tiga yaitu children on the Street, children of the street, dan children

from families of the street.Keberadaan anak jalanan tidak terlepas dengan

perilaku seksual.

Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh

hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak

jalanan di RSB Diponegoro pernah melakukan perilaku-perilaku seksual mulai

dari berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, meraba, bersenggama,

masturbasi/onani dan oral seks. Terutama untuk anak jalanan yang berjenis

kelamin perempuan untuk perilaku seksual awal mulanya cenderung karena

adanya unsur paksaan/ancaman dari orang lain baik dari pacar maupun

sesama anak jalanansebagaimana yang di alami oleh TL (15 tahun) dan SB (16

tahun). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mury (2009: 1) yang menyimpulkan bahwa secara umum perilaku seksual

anak jalanandi Kabupaten Jember Jawa Timur dalam kategori beresiko

sebanyak 51,6%.

Bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan anak jalanan di RSB

Diponegoro sesuai dengan pendapat Sarlito Sarwono (2011: 174) bahwa

bentuk perilaku seksual mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku

berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Pendapat tersebut juga didukung

oleh pendapat Duvall, E.M & Miller, B.C (dalam Mury, 2009: 45) yang

mengungkapkan bahwa bentuk perilaku seksual meliputi: a) touching yaitu

berpegangan tangan dan berpelukan, b) kissing yaitu berkisar dari ciuman

singkat dan cepat sampai kepada ciuman yang lama dan lebih intim, c)

petting yaitu menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan

biasanya meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat kelamin, d)

sexual intercourse yaitu hubungan kelamin atau senggama.

Seharusnya anak jalanan yang berusia remaja melakukan tugas

perkembangan remaja sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (dalam

Siti Partini, dkk, 2006: 129) bahwa tugas perkembangan remaja yang harus

dilalui meliputi: mencapai hubunganbaru dan yang lebihmatangdengan

temansebayabaikpriamaupunwanita, mencapaiperansosialpria dan wanita,

menerimakeadaanfisiknya dan menggunakantubuhnya secara efektif, dan

mencapaiperilakusosial yang bertanggungjawab. Namun kenyataannya anak

jalanan cenderung berperilaku seksual tanpa dilandasi pernikahan.

Perilaku seksual pada anak jalanan merupakan hal yang perlu disoroti

oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan pada umumnya anak jalanan mudah

terjebak dalam melakukan hubungan seks yang berisiko seperti hubungan

seks dengan pasangan yang berganti-ganti atau hubungan seks tanpa

perlindungan. Selain itu anak jalanan juga cenderung terlepas dari

pengawasan orang tuanya. Jika perilaku seksual pra nikah terus menerus

dilakukan oleh anak jalanan, maka akan merugikan anak jalanan itu sendiri

khususnya bagi kaum perempuan seperti kehamilan yang tidak diinginkan,

abortus yang tidak aman, serta meningkatnya risiko untuk terkena Infeksi

Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS.

Pada dasarnya anak jalanan di RSB Diponegoro mengetahui dampak

adanya seks bebas, tetapi kenyataannya anak jalanan tetap melakukan

hubungan seks bebas karena adanya beberapa faktor. Faktor yang

mempengaruhi anak jalanan melakukan seks bebas diantaranya faktor

kebutuhan, faktor keterpaksaan dan faktor perlindungan. Anak jalanan

khususnya perempuan melakukan hubungan seks karena membutuhkan

uang untuk biaya hidup dan untuk mendapatkan perlindungan dari anak

jalanan/preman yang berkuasa di wilayah tersebut. Sementara faktor

keterpaksaan karena anak jalanan diperkosamelakukan seks bebas oleh anak

jalanan/preman.

Salah satu dampak perilaku seks bebas pada anak jalanan yang cukup

mengkhawatirkandalam penelitian ini yaitu kehamilan seperti yang pernah di

alami oleh TL (16 tahun). Ternyata anak jalanan mengetahui cara untuk

menggugurkan kandungan yang tentunya sangat berisiko pada anak jalanan

yakni dengan meminum satu bungkus obat berbentuk serbuk yang

sebenarnya obat untuk pelancar haid pada perempuan. Hal ini tentunya

perlu mendapat perhatian dari masyarakat khususnya pengurus RSB

Diponegoro untuk memberikan penyuluhan lebih intens tentang bahaya

aborsi yang dilakukan oleh anak jalanan.

Dalam perilaku seks bebas, anak jalanan perempuan cenderung lebih

beresiko pada kekerasan seksual. Hal ini sebagaimana hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa anak jalanan di RSB Diponegoro yang berjenis kelamin

perempuan cenderung mengalami tindakan kekerasan seksual seperti yang di

alami oleh TL (15 tahun) dan SB (16 tahun). Pelaku kekerasan seksual

biasanya berasal dari kalangan mereka sendiri. Selain itu, perilaku seksual

pada anak jalanan dilakukan berdasarkan suka sama suka, ada sebagian anak

jalanan perempuan yang ternyata melakukan seks bebas karena paksaan.

Berbagai jenis alat kontrasepsi yang banyak dianjurkan oleh pemerintah

ternyata tidak diminati, meskipun mereka pernah mendengar dan

memakainya.

Perilaku seksual pada anak jalanan merupakan permasalahan yang

perlu diperhatikan oleh banyak pihak. Hal ini dikarenakan anak jalanan pada

umumnya tidak mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai resikoresikonya

dan pada umumnya mudah terjebak dalam melakukan hubungan

seks yang beresiko seperti hubungan seks dengan pasangan yang bergantiganti

atau hubungan seks tanpa perlindungan. Pengetahuan mengenai

kesehatan reproduksi dan resiko perilaku seksual sangat penting bagi anak.

Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang

kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif

cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya.

Selain faktor pengetahuan, faktor keluarga juga penting. Orang tua

merupakan figur teladan (modeling) bagi anak-anaknya. Oleh karena itu,

munculnya perilaku menyimpang pada anak dimungkinkan karena orang tua

yang justru melakukan perilaku-perilaku yang menyimpang, sehingga ditiru

oleh anak. Apalagi untuk anak jalanan cenderung terlepas dari pengawasan

orang tuanya. Pada masa remaja, lingkungan pergaulan juga sangat

berpengaruh pada perilaku seksual, terutama pada masa pubertas/remaja

dimana pengaruh teman sebaya lebih besar dibandingkan orangtuanya atau

anggota keluarga lain.

Oleh karena itu, pihak pengurus RSB Diponegoro perlu melakukan

upaya-upaya untuk meminimalisir adanya perilaku seksual pra nikah pada

anak jalanan di RSB Diponegoro pada khususnya dan anak jalanan pada

umumnya. Upaya yang telah dilakukan pihak pengurus RSB Diponegoro

seperti adanya pendampingan secara intens, mengadakan kegiatan-kegiatan

yang dapat mengisi waktu luang pada anak jalanan seperti pelatihan

ketrampilan, pengajian dan pembelajaran, memberikan layanan konseling

kepada anak jalanan mengenai permasalahan-permasalahan yang dialami,

melakukan peneguran dan sanksi bagi anak jalanan yang melakukan

pelanggaran peraturan yang berlaku di RSB Diponegoro perlu dilakukan

secara kontinue. Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan

dapat mengatasi perilaku seksual pada anak jalanan khususnya di RSB

Diponegoro.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Sebagian besar anak jalanan di RSB Diponegoro pernah melakukan

perilaku-perilaku seksual mulai dari berpegangan tangan, berpelukan,

berciuman, meraba, bersenggama, masturbasi/onani dan oral seks.

Terutama untuk anak jalanan yang berjenis kelamin perempuan untuk

perilaku seksual awal mulanya cenderung karena adanya unsur

paksaan/ancaman dari orang lain baik dari pacar maupun sesama anak

jalanan.

2. Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual anak jalanan di RSB

Diponegoro meliputi:

a) kurang memadainya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi.

b) pengaruh teman.

c) pengaruh lingkungan.

d) pengaruh orang tua.

e) media massa.

3. Upaya yang dilakukan pengurus RSB Diponegoro Yogyakarta untuk

meminimalisir perilaku seksual anakjalanan yaitu:

a) memberikan pendampingan secara intensif

b) mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat mengisi waktu luang pada anak jalanan seperti pelatihan ketrampilan, pengajian dan pembelajaran.

c) memberikan layanan konseling kepada anak jalanan mengenai permasalahan-permasalahanyang dialami

d) melakukan peneguran dan sanksi bagi anak jalanan yang melakukan pelanggaran peraturan yang berlaku di RSB Diponegoro.

Saran

1. Hendaknya pihak RSB Diponegoro melakukan upaya untuk meminimalisir

perilaku seksual anak jalanan secara berkelanjutandengan cara

memberikan kegiatan pendidikan maupun kegiatan keagamaan. Kegiatan

pendidikan meliputi pelatihan keterampilan perbengkelan, kerajinan dan

pembelajaran seperti di sekolah, sedangkan kegiatan keagamaan meliputi

pengajian, mentoring, dan sholawatan.

2. Hendaknya pihak RSB Diponegoro mengadakan konseling tentang perilaku

seksual dan kesehatan reproduksi anak jalanan secara intens dengan

pendekatan interpersonal seperti acara bedah film, sehingga anak jalanan

menjadi lebih tertarik dan memahami tentang perilaku seksual dan

kesehatan reproduksi. Hal ini dikarenakan masih kurang memadainya

pengetahuan anak jalanan tentang perilaku seksual dan kesehatan

reproduksi.

3. Hendaknya anak jalanan di bina secara langsung oleh lembaga-lembaga

sosial agar diberikan keterampilan dalam bekerja, sehingga anak jalanan

dapat berkembang menjadi pribadi yang produktif.

Daftar Pustaka

Bagong Suyanto. (1999). Anak Jalanan Di Jawa Timur (Masalah dan Upaya

Penangananya. Surabaya: Airlangga Univercity Press.

Eny Kusmiran. (2011). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta:

Salemba Medika.

http://id.wikipedia.org . (2012). Anak Jalanan. diakses pada tanggal 25 Mei 2012.

Mu’tadin. (2002). Remaja dan Rokok http://www.e-psikologi.com, diperoleh

tanggal 5 Juni 2009.

Mury. (2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Beresiko Anak

Jalanan Di Kabupaten Jember Jawa Timur. Skripsi: Prodi Magister Promosi

Kesehatan Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro.