PEMANASAN GLOBAL DAN DAMPAKNYA BAGI KEHI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pada era modern seperti saat ini, manusia tidak dapat terpisahkan dari

penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber untuk mempermudah pekerjaan
mereka, seperti traktor (pembajak sawah) yang digunakan oleh petani untuk
mempermudah pekerjaan mereka dalam membajak tanah yang menggunakan
bensin sebagai bahan bakarnya. Kegiatan tersebut, ternyata memberikan dampak
yang besar bagi lingkungan, terutama terhadap perubahan iklim, pemanasan
global dan emisi gas karbondioksida (CO2).
Dalam beberapa abad terakhir, suhu rata-rata bumi telah meningkat sebesar
0.74 ± 0.18 °C.

Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi yang terjadi

merupakan akibat dari meningkatnya emisi

gas


rumah

kaca, seperti;

karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitro oksida (NO2), hidrofluorokarbon,
perfluorokarbon, dan sulfur heksafluorida di atmosfer. Sebagian besar emisi ini
dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu
bara) serta akibat penggundulan dan pembakaran hutan.
Sementara itu, banyak pihak yang belum mengetahui langkah-langkah
antisipatif yang dapat dilakukan untuk menghadapi pemanasan global.
Kekurangtahuan masyarakat tersebut tentunya menghambat progam-progam
pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan pemanasan global dimana
seharusnya masyarakat ikut berperan aktif dalam menyukseskan progam tersebut.
Dari kedua permasalahan tentang pemanasan global dan kekurangtahuan
masyarakat daloam menghadapi dampak dair pemanasan global, penulis membuat
makalah tentang pemanasan global dan dampaknya bagi kehidupan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menghadapi permasalahan serius ini.
Penulis juga memaparkan beberapa peranan dunia internasional dalam
meminimalisir dampak dari pemanasan global dan perubahan iklim, agar

masyarakat dapat berperan aktif untuk melaksanakan progam-progam tersebut.

1

1.2

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pemanasan global dapat terjadi?
2. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global dan perubahan
iklim?
3. Bagaimana peran dunia internasional dalam menghadapi dampak dari
pemanasan global dan perubahan iklim?
4. Apa saja langkah antisipatif yang dapat dilakukan dalam menghadapi
pemanasan global dan perubahan iklim?
1.3

Tujuan


Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui proses terjadinya pemanasan global.
2. Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global dan perubahan
iklim.
3. Mengetahui peran dunia internasional dalam meminimalisir dampak
pemanasan global dan perubahan iklim.
4. Mengetahui langkah-langkah antisipatif yang tepat dalam menghadapi
pemanasan global dan perubahan iklim.
1.4

Manfaat

1.4.1 Bagi Penulis
1. Makalah ini dapat menambah wawasan yang didapatkan penulis,
khususnya tentang pemanasan global dan perubahan iklim.
2. Memberikan kesadaran bagi penulis akan pentingnya pembelajaran
tentang pemansan global dan perubahan iklim di sekolah.
1.4.2 Bagi Masyarakat
1. Dapat menjadi sumber referensi untuk masyarakat yang isinya dapat
dipertanggungjawabkan oleh penulis.

2. Menambah kesadaran masyarakat akan pentingya pelaksanaan progamprogam pemerintah dalam meminimalisir dampak pemanasan global.
3. Mendorong masyarakat agar lebih berperan aktif dalam meminimalisir
dampak dari pemanasan global maupun perubahan iklim.

2

BAB II
PEMANASAN GLOBAL
2.1

Pengertian Pemanasan Global
Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan

utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungann dengan
proses

meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi. Peningkatan suhu

permukaan bumi ini dihasilkan oleh adanya radiasi sinar matahari menuju ke
atmosfer bumi, kemudian sebagian sinar ini berubah menjadi energi panas dalam

bentuk sinar infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.
Sebagian sinar

infra merah

dipantulkan kembali ke

atmosfer

dan

ditangkap oleh gas-gas rumah kaca yang kemudian menyebabkan suhu bumi
meningkat. Gas-gas rumah kaca terutama berupa karbondioksida, metana dan
nitrogen oksida yang sebagian besar berasal dari aktivitas manusia. Keadaan
tersebut mengakibatkan temperatur global rata-rata setiap tahun dan lima tahunan
tampak meningkat, seperti pada diagram berikut (Anonim, 2004).

Gambar 1: Temperatur rata-rata global setia tahun dan lima tahunan. Sumber: Jurnal
Pemanasan Global: Dampak dan Upaya Meminimalisirnya oleh Ramli Utina


2.2

Penyebab Pemanasan Global
United Nations Framework Convention on Climate Change menyimpulkan

bahwa perubahan iklim menunjuk pada adanya perubahan pada iklim yang
disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia yang
mengubah komposisi atmosfer global dan juga terhadap variabilitas iklim alami
yang diamati selama periode waktu tertentu.

3

Beberapa aktivitas yang ditengarai menghasilkan GRK (CO2, CH4 , dan
N2O) adalah :
1.

Aktivitas yang menghasilkan gas CO2 (karbon dioksida) seperti kegiatan
penggunaan bahan bakar kayu (biomass), minyak bumi, gas alam dan
batubara oleh industri, kendaraan bermotor, dan rumah tangga


serta

pembakaran hutan.
2.

Kegiatan yang menghasilkan gas CH4 (Methane) seperti kegiatan proses
produksi dan pengangkutan batubara, minyak bumi, dan gas alam; kegiatan
industri yang menghasilkan bahan baku (ekstractive industri); kegiatan
pembakaran biomas yang tidak sempurna; serta kegiatan penguraian oleh
bakteri di tempat pembuangan akhir (TPA), ladang padi dan peternakan.

3.

Kegiatan yang menghasilkan gas N2O (Nitrous Oksida) hasil dari pemakaian
pupuk nitrogen yang berlebihan di dalam usaha penanaman padi, aktivitas
industri dengan menggunakan limbah padat sebagai bahan bakar alternatif
dan penggunaan bahan bakar minyak bumi.
Dari berbagai GRK di atas yang diperkirakan sebagai gas yang paling

berperan di dalam proses terjadinya pemanasan global adalah CO2 dan kemudian

disusul oleh CH4.

Gambar 2: Besarnya konsentrasi CO 2 di atmosfer. Sumber: Upaya Dampak
Penanggulangan Pemanasan Global oleh Nawa Suwedi.

Kenaikan suhu permukaan bumi akibat adanya peningkatan gas rumah kaca
(GRK) di atmosfer diperkirakan akan mempengaruhi pola radiasi matahari
(khusunya gelombang panjang) yang masuk dan mencapai permukaan bumi.
Radiasi matahari (khususnya gelombang panjang) tidak dapat langsung di

4

lepaskan/ dipantulkan kembali ke angkasa luar, tetapi tertahan dan dipantulkan
kembali ke bumi oleh GRK. Atau dengan kata lain GRK yang berlebihan di
atmosfer akan dapat menahan radiasi panas matahari untuk keluar dari atmosfer
bumi. Kejadian tertahannya radiasi matahari ini akan meningkatkan suhu bumi,
dan bila kejadian ini berlangsung cukup lama dan terjadi pada wilayah yang luas
maka pemanasan bumi secara global akan terjadi.
Faktor lain penyebab terjadinya kenaikan suhu muka bumi adalah akibat
adanya penipisan lapisan ozon di atmosfer, terutama di wilayah kutub. Lapisan

ozon ini sangat bermanfaat bagi perlindungan terhadap radiasi langsung dari sinar
matahari ke permukaan bumi yang merugikan keberlangsungan dan kehidupan
makluk hidup di bumi. Keberadaan bahan perusak ozon yang merupakan sumber
utama penyebab rusaknya lapisan ozon merupakan ancaman yang cukup serius
bagi umat manusia dan makluk hidup yang ada di muka bumi.
Adapun kegiatan yang menghasilkan bahan perusak ozon (BPO) antara lain
adalah kegiatan industri pendingin udara (kulkas dan AC), pesawat terbang,
katalisator proses industri, bahan pencegah kebakaran dan fumigasi yang
menggunakan CFC, Halon,Aerosol, Solvent, dan Metil Bromida.
Meningkatnya GRK dan BPO di atmosferbisa juga diakibatkan oleh
menurunnyakemampuan alam di dalam menyerap karbon.Aktivitas penggundulan
hutan serta polapenggunaan lahan yang tidak berwawasanlingkungan ditengarai
akan mengurangikemampuan alamiah alam dalam menyerapkarbon yang ada di
atmosfer.
2.3

Gejala Pemanasan Global
Intergovernmental Panel on Climate Change

(IPCC) menyimpulkan


bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad
ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas
rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca (wikipedia: 2011).
Sehingga dengan adanya peningkatan intensitas efek rumah kaca disebabkan oleh
adanya peningkatan kadar gas rumah kaca ( GRK ) seperti uap air,
karbondioksida, ozon,metana, CFC, dan lain sebagainya yang ada di udara.
Dalam rumah kaca (greenhouse) yang digunakan dalam budidaya terutama
di negara yang mengalami musim salju, atau percobaan tanaman dalam bidang
5

biologi dan pertanian, energi matahari (panas) yang masuk melalui atap kaca
sebagian dipantulkan keluar atmosfer dan sebagian lainnya terperangkap di
dalam greenhouse sehingga menaikkan suhu di dalamnya.

Gambar berikut

menunjukkan bagaimana terjadinya efek rumah kaca.

Gambar 3: Proses terjadinya efek rumah kaca. Sumber:

http://campaign,pelangi.or.id diakses pada 20 Maret 2016

Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada
di bumi, karena tanpa efek rumah kaca planet bumi akan menjadi sangat dingin
lebih kurang -18°C, sehingga sekuruh permukaan bumi akan tertutup lapiesan es.
Dengan temperatur rata-rata sebesar 15°C, bumi sebenarnya telah lebih panas
33°C dengan efek rumah kaca. Akan tetapi jika gas-gas tersebut telah berlebih di
atmosfer, maka akan terjadi sebaliknya dan mengakibatkan pemanasan global.
2.4

Dampak Pemanasan Global
Hasil penelusuran terhadap database bencana

alam intenasional

(International Disaster Database) menunjukkan bahwa banyak bencana alam
yang masuk ke dalam kategori bencana global ialah sebanyak 345 bencana (Boer
dan Perdinan, 2008). Temuan ini sejalan dengan hasil kajian Panel Antar
Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC, 2007) bahwa pemanasan global akan
meningkatkan frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim. Beberapa
perubahan ekstrim yang terjadi di lingkungan adalah sebagai berikut:

6

1.

Perubahan Iklim
Para pakar lingkungan sependapat bahwa pemanasan global akan

menyebabkan terjadinya perubahan iklim sedunia. Karena kenaikan suhu udara di
permukaan bumi, maka laju penguapan air akan meningkat, dengan demikian
jumlah awan dan hujan secara umum akan meningkat; dan menyebabkan
distribusi curah hujan secara regional akan berubah. Di suatu daerah tertentu
jumlah hujannya naik, akan tetapi di beberapa tempat lainnya akan mengalami
penurunan.
Di Asia Tenggara, curah hujan akan bertambah; sedangkan di wilayah
Indonesia bagi daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi, penambahan
curah hujan akan menimbulkan

bahaya banjir dan meningkatnya erosi.

Sedangkan kenaikan suhu udara karena pemanasan global akan mempersulit
masalah kekurangan air (defisit air) di daerah tertentu.
Mencermati pernyataan Scneirder (1989), terhadap perubahan suhu udara,
kecenderungan yang kini dirasakan telah menjadi kenyataan. Di beberapa kota di
Indonesia, pada tahun 1970-an rata-rata suhu udara di Jakarta tercatat berkisar
antara 24oC dan 26oC, dan kini telah berubah antara 28,12oC dan 30,26oC; di
Bogor tercatat berkisar antara 24,09oC dan 25,11oC, kini telah berubah antara
25,14oC dan 27,31oC, sedangkan di kota Bandung tercatat berkisar antara 18,11 oC
dan 23,15oC, dan kini telah berubah antara 24,28 oC dan 26,22oC. Perubahan suhu
udara di beberapa kota juga berpengaruh terhadap kelembaban relatif, yang
cenderung turun rata-rata dari ketiga kota 6,23% hingga 8,35%.
Perkiraan lainnya yang menyertai perubahan iklim di Asia Tenggara,
menurut Scneirder (1989), naiknya frekuensi dan intensitas badai. Indonesia saat
ini masih beruntung karena terletak di luar daerah badai topan.
2.

Mencairnya Es di Kutub
Temperatur rata-rata Benua Arktik mengalami peningkatan hingga

mencapai dua kali lipat dari temperatur rata-rata seratus tahun terakhir. Data
satelit yang diambil sejak 1978 menunjukkan bahwa luasan laut es rata-rata di
Arktik telah berkurang sebesar 2.7% per dekade. Berkurangnya luas laut es di
Artik tersebut telah mengkibatkan naiknya permukaan air laut.

7

Para pakar lingkungan memprediksi bahwa permukaan air laut akan naik
setinggi satu meter sejak tahun 2045, dan akan terlihat efektif pada tahun 2060.
Suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan
2100. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100,
pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama
lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini
mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan
Kenaikan air laut diduga disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
a.

Adanya kenaikan suhu air laut, hingga menyebabkan pemuaian di atas
permukaan; dan menyebabkan volumenya bertambah.

b.

Melehnya es abadi di benua Antartika, dan pengunungan-pegunungan tinggi

c.

Kenaikan air laut juga disebabkan turunnya permukaan tanah sebagai akibat
dari proses geologi.

Sebagai akibat kenaikan permukaan air laut, menyebabkan:
a.

Terendamnya daerah-daerah genangan (rawa), seperti di daerah pasang surut
Pulau Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan dan Irian Jaya
bagian Barat

b.

Meningkat dan meluasnya intrusi air laut yang menyusur melalui badanbadan sungai pada saat musim kemarau.

8

BAB III
ALTERNATIF SOLUSI
Dengan mengetahui pentingnya pengurangan dampak pemanasan global, maka
penulis membagi alternatif solusi tersebut ke dalam dua katergori, yaitu
3.1

Efisiensi Penggunaan Energi
Energi bersifat abstrak dan sukar dibuktikan, tetapi dapat dirasakan adanya.

Menurut hukum kekekalan energi, energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat
dimusnahkan, dapat dikonversikan atau berubah dari bentuk energi yang satu ke
bentuk energi yang lain, misalnya pada kompor di dapur, energi yang tersimpan
dalam minyak tanah diubah menjadi api. Berdasarkan pengertian diatas, energi
adalah kemampuan dari suatu sistem untuk melakukan kerja pada sistem yang
lain.
Berikut ini adalah beberapa cara sederhana dalam menghemat penggunaan
energi:
1. Menghemat penggunaan air, listrik
2. Mematikan ac bila tidak diperlukan
3. Menggunakan alat transportasi alternatif untuk mengurangi emisi karbon.
4. Mencari energi aternatif Sebagian besar pembangit listrik menggunakan
bahan bakar fosil: minyak bumi, batu bara, gas alam.
3.2

Inovasi Sumber Energi Alternatif
Sumber energi alternatif yang ramah lingkungan penting untuk dibuat.

Dengan energi alternatif tersebut, otomatis pengunaan bahan bakar fosil dan emisi
gas kabondioksida akan menurun. Beberapa sumber energi alternatif yang telah
ditemukan hingga saat ini adalah sebagai berikut:
1.

Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas
Biodiesel dari minyak nabati baik CPO, CPKO/CNO ataupun minyak

goreng baru/ bekas ini, didapat dengan proses transesterifikasi, yaitu
mereaksikannya dengan alkohol (methanol atau ethanol) dengan katalis basa kuat.

9

2.

Minyak Jarak Pengganti Solar.

Gambar 4: Tanaman Jarak (Jatropha Curcas L). Sumber: Jurnal Beberapa Energi Alternatif yang
Terbaharukan dan Proses Pembuatannya oleh Melvin Emil Simanjuntak

Tanaman jarak (Jatropha Curcas L) sangat potensial dikembangkan untuk
mendapatkan biodiesel, tanaman ini merupakan tanaman semak yang tumbuh
subur pada daerah beriklim panas/tropis dan curah hujan 200~1500 mm/tahun.
Biji jarak mengandung sekitar 35 – 45% berbagai trigliserida yang berasal dari
asam asam lemak risinoleat, palmitat, stearat, dan kurkolat. Kandungan yang
terbesar adalah asam risinoleat yang dapat mencapai 90% dari bermacam-macam
trigliserida tadi dan merupakan bahan dasar dari minyak jarak. Wujud minyak
jarak ini seperti minyak goreng, kental, licin dan baunya tidak mencolok.
3.

Bioetanol
Bioetanol berasal dari dua kata yaitu “bio” dan “etanol” yang berarti sejenis

alkohol yang merupakan bahan kimia yang terbuat dari bahan pangan
(Prihandana, 2007). Etanol merupakan senyawa alkohol yang mempunyai dua
atom karbon (C2H5OH). Etanol merupakan senyawa alkohol maka etanol memiliki
beberapa sifat yaitu larutan yang tidak berwarna (jernih), berfase cair pada
temperatur kamar, mudah menguap, serta mudah terbakar.Bioetanol atau
etanol(C2H5OH) yang diperoleh dari bahan organik merupakan salah satu biofuel
yang hadir sebagai bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan
sifatnya yang terbarukan. Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang diolah
dari tumbuhan yang memiliki keunggulan karena mampu menurunkan emisi CO 2

10

hingga 18%, dibandingkan dengan emisi bahan bakar fosil seperti minyak tanah
(Anonim, 2007a).
4.

Biogas dari Kotoran Ternak
Biogas merupakan merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam

kondisi anaerob, karena diproses secara alami, gas ini merupakan campuran
beberapa gas yang tergolong sebagai bahan bakar di mana gas yang dominan
adalah CH4 dan yang lain yang jauh lebih kecil adalah CO2, NO2, SO2, dan lainlain. Biogas ini memiliki nilai kalor yang cukup tinggi yaitu pada kisaran
4800~6700 kkal/m3, sedang gas metana murni nilai kalornya 8900 kkal/m3.

11

BAB IV
PERANAN DUNIA INTERNASIONAL
4.1

IPCC (International Panel and Climate Change)

Gambar 5: Photo of lead autors meeting of the IPCC, Changwon, Korea, July 2011, Benjamin Kriemann,
IPCC. Sumber: www.dialyclimate.org/tdc-newsroom/2015/03/future-of-IPCC diakses pada 19 Maret 2016

Intergovernmental

Panel

on

Climate

Change (IPCC)

atau

"Panel

Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim" adalah suatu panel ilmiah yang terdiri
dari para ilmuwan dan ahli dari berbagai disiplin ilmu dari seluruh dunia. IPCC
didirikan pada tahun 1988 oleh dua organisasi PBB, World Meteorological
Organization (WMO) dan United Nations Environment Programme (UNEP)
untuk mengevaluasi risiko perubahan iklim akibat aktivitas manusia, dengan
meneliti semua aspek berdasarkan pada literatur teknis/ilmiah yang telah dikaji
dan dipublikasikan. Panel ini terbuka untuk semua anggota WMO dan UNEP.
Terdapat 6 skenario yang dibuat IPCC untuk melakukan penanggulangan
perubahan iklim yang tiap skenario berisikan tentang skenario untuk populasi,
pertumbuhan ekonomi, dan persediaan energi.
IPCC bersekretariatan di Jenewa Swiss dan bertemu setiap satu tahun sekali
dalam sidang pleno yang membahas tiga hal utama yaitu:
1.

Informasi ilmiah tentang perubahan iklim

2.

Dampak, adaptasi, dan kerentanan

3.

Mitigasi perubahan iklim.
Laporan-laporan dari IPCC sering dikutip dalam setiap perdebatan yang

berhubungan dengan perubahan iklim. Badan-badan nasional dan internasional

12

yang terkait dengan perubahan iklim menganggap panel iklim PBB ini sebagai
layak dipercaya.
Pada 1990, IPCC menerbitkan hasil penelitian yang pertama (First
Assassment Report). Laporan tersebut menyebutkan bahwa perubahan iklim
dipastikan merupakan sebuah ancaman bagi kehidupan manusia. IPCC
menyerukan pentingnya sebuah kesepakatan global untuk menanggulangi masalah
perubahan iklim, mengingat hal tersebut merupakan sebuah proses global yang
berdampak pada seluruh dunia
Majelis umum PBB menanggapi seruan IPCC dengan secara resmi
membentuk sebuah badan negoisasi antar pemerintah, yaitu Intergonvermental
Negotiating Committee (INC) untuk merundingkan sebuah konvensi mengenai
perubahan iklim. Laporan IPCC terakhir tahun 2007 secara garis besar terdiri dari:
1.

Laporan Kelompok Kerja I dikeluarkan pada Februari 2007, menekankan
bahwa manusia adalah penyebab utama peningkatan gas rumah kaca (GRK)
di lapisan udara.

2.

Laporan Kelompok Kerja II mengenai dampak dan adaptasi perubahan iklim
dikeluarkan awal April 2007, membeberkan perkiraan ancaman bencana di
banyak negara apabila tidak dilakukan upaya segera untuk mengurangi
kegiatan yang dapat menyebabkan pemanasan global.

3.

Laporan Kelompok Kerja II yang dikeluarkan Mei 2007 menganalisis proses
pengurangan emisi karbon yang sudah dan harus dilakukan, dan strategi
adptasi untuk bertahan hidup terhadap dampak perubahan iklim yang tidak
bisa dihindari.
Pada 12

Oktober 2007,

IPCC

diumumkan

sebagai

pemenang

anugerah Penghargaan Perdamaian Nobel bersama dengan Al Gore "untuk usaha
mereka dalam membangun dan menyebar luaskan pengetahuan mengenai
perubahan iklim yang disebabkan manusia serta dalam merintis langkah-langkah
yang diperlukan untuk melawan perubahan tersebut."

13

4.2

Protokol Kyoto

Gambar

6:

Dec.11.1997:

World

signs

onto

Kyoto

Protocol

Sumber:

www.wired.com/2009/12/1211kyoto-climate-accord/ diakses pada 20 Maret 2016

Kyoto

Protocol

atau

Protokol

Kyoto adalah

sebuah

amandemen

terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC),
sebuahpersetujuan internasional mengenai pemanasan global. Negara-negara yang
meratifikasi

protokol

ini

berkomitmen

untuk

mengurangi

emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja
sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah
emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global dan jika
sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca
global antara 0,02 °C dan 0,28 °C pada tahun2050. (sumber: Nature, Oktober
2003)
Nama resmi persetujuan ini adalah Kyoto Protocol to the United Nations
Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto mengenai Konvensi
Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim) yang dinegosiasikan di Kyoto pada
Desember 1997, dibuka untuk penanda tanganan pada 16 Maret 1998 dan ditutup
pada 15 Maret 1999. Persetujuan ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah
ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November 2004.
Menurut rilis pers dari Program Lingkungan PBB:
"Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara
perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif
sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990 (namun yang perlu diperhatikan
adalah, jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa

14

Protokol, target ini berarti pengurangan sebesar 29%). Tujuannya adalah untuk
mengurangi

rata-rata

dioksida, metan, nitrous

emisi

dari

oxide, sulfur

enam

gas

rumah

heksafluorida,HFC,

kaca

- karbon

dan PFC -

yang

dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara 2008-12. Target
nasional berkisar dari pengurangan 8% untuk Uni Eropa, 7% untuk AS, 6%
untuk Jepang, 0% untuk Rusia, dan penambahan yang diizinkan sebesar 8%
untuk Australia dan 10% untuk Islandia."
Protokol Kyoto adalah protokol kepada Konvensi Rangka Kerja PBB
tentang Perubahan Iklim (UNFCCC, yang diadopsi pada Pertemuan Bumi di Rio
de Janeiro pada 1992). Semua pihak dalam UNFCCC dapat menanda tangani atau
meratifikasi Protokol Kyoto, sementara pihak luar tidak diperbolehkan. Protokol
Kyoto diadopsi pada sesi ketiga Konferensi Pihak Konvensi UNFCCC pada 1997
di Kyoto, Jepang.
Sebagian besar ketetapan Protokol Kyoto berlaku terhadap negara-negara
maju yang disenaraikan dalam Annex I dalam UNFCCC.
Pada saat pemberlakuan persetujuan pada Februari 2005, ia telah diratifikasi
oleh 141 negara, yang mewakili 61% dari seluruh emisi. Negara-negara tidak
perlu menanda tangani persetujuan tersebut agar dapat meratifikasinya: penanda
tanganan hanyalah aksi simbolis saja.
Menurut syarat-syarat persetujuan protokol ini mulai berlaku "pada hari ke90 setelah tanggal saat di mana tidak kurang dari 55 Pihak Konvensi, termasuk
Pihak-pihak dalam Annex I yang bertanggung jawab kepada setidaknya 55 persen
dari seluruh emisi karbon dioksida pada 1990 dari Pihak-pihak dalam Annex I,
telah memberikan alat ratifikasi mereka, penerimaan, persetujuan atau
pemasukan." Dari kedua syarat tersebut, bagian "55 pihak" dicapai pada 23
Mei 2002 ketika Islandia meratifikasi.

Ratifikasi

oleh Rusia

pada 18

November 2004 memenuhi syarat "55 persen" dan menyebabkan pesetujuan itu
mulai berlaku pada 16 Februari 2005.
Hingga 3 Desember 2007, 174 negara telah meratifikasi protokol tersebut,
termasuk Kanada, Tiongkok, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia dan 25 negara
anggota Uni Eropa, serta Rumania dan Bulgaria. Juga ada dua negara yang telah
menanda tangani namun belum meratifikasi protokol tersebut:

15

2.

Amerika Serikat (tidak berminat untuk meratifikasi)

3.

Kazakstan
Pada awalnya AS, Australia, Italia, Tiongkok, India dan negara-negara

berkembang telah bersatu untuk melawan strategi terhadap adanya kemungkinan
Protokol Kyoto II atau persetujuan lainnya yang bersifat mengekang. Namun pada
awal Desember 2007 Australia akhirnya ikut seta meratifikasi protokol tersebut
setelah terjadi pergantian pimpinan di negera tersebut.

4.3

APPCDC (Asia-Pacific Partnership on Clean Development and Climate)

Gambar 7: Bendera negara anggota APCDC. Sumber: en.wikipedia.org diakses pada 20 Maret 2016

Asia Pasific on Clean Development and Climate, dikenal dengan APPCDC.
Merupakan kerjasama internasional yang bersifat sukarela antara Australia,
Kanada, India, Republik Rakyat Cina, Korea Selatan, Jepang, dan Amerika
Serikat yang mengumumkan pembentukannya pada tanggal 28 Juli 2005. Menteri
Luar Negeri, Lingkungan dan Energi dari negara-negara peserta sepakat untuk
bekerjasama dalam pengembangan dan transfer teknologi yang memungkinkan
pengurangan emisi gas rumah kaca yang bersesuaian dengan UNFCC dan
perangkat internasional lainnya seperti Protokol Kyoto.

16

BAB V
PENUTUP
1.1

Kesimpulan
Pemanasan global merupakan peningkatan rata-rata suhu di permukaan

bumi yang dihasilkan oleh adanya radiasi sinar matahari menuju ke atmosfer
bumi. Penyebab utama terjadinya pemanasan global adalah meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah
kaca. Dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global menjadi permasalahan
serius di berbagai segi kehidupan. Oleh karena itu, pemerintah dari berbagai
negara telah menyelenggarakan berbagai konferensi yang mengkaji tentang
pemanasan global yang terjadi. Dari konverensi tersebut, telah dihasilkan
berbagai kebijakan-kebijaka yang mendorong masyarakat dunia untuk mencari
alternatif solusi bagi permasalahan tersebut, seperti: efisiensi penggunaan energi
dan penemuan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil.
1.2

Saran
Bumi tidak membutuhkan manusia untuk merawatnya namun, manusialah

yang membutuhkan bumi untuk kelangsungan hidupnya. Maka dari itu, lakukan
langkah-langkah kecil yang kita mulai dari diri sendiri untuk menyelamatkan
bumi dan menjadikannya tempat hidup yang lebih baik.

17