PENGARUH SUHU DAN TEKANAN TERHADAP SIFAT

PENGARUH SUHU DAN TEKANAN TERHADAP SIFAT FISIKO-KIMIA GONDORUKEM TERHIDROGENASI (Hydrogenated Rosin)

M. ADLY RAHANDI LUBIS DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

PENGARUH SUHU DAN TEKANAN TERHADAP SIFAT FISIKO-KIMIA GONDORUKEM TERHIDROGENASI (Hydrogenated Rosin)

M. ADLY RAHANDI LUBIS E24060592

SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

RINGKASAN

M. Adly Rahandi Lubis. E24060592. Pengaruh Suhu dan Tekanan Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Gondorukem Terhidrogenasi ( Hydrogenated Rosin ) di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr dan Dr. Ir. Bambang Wiyono, M.For.Sc.

Gondorukem merupakan hasil penyulingan getah pinus ( oleoresin ) yang disadap dari pohon pinus ( Pinus merkusii Jungh et de Vriese). Gondorukem lebih banyak digunakan dalam bentuk gondorukem non-modifikasi, seperti digunakan sebagai bahan penolong pada pabrik kertas ( sizing agent ), pabrik tinta cetak, pernis, dan perekat. Namun, penggunaan gondorukem dalam bentuk gondorukem non-modifikasi memiliki kelemahan karena kurang stabil. Proses hidrogenasi gondorukem merupakan proses penambahan atom Hidrogen (H) pada senyawa tidak jenuh (ikatan ganda) seperti Asam Abietat yang terkandung di dalam gondorukem, sehingga akan menghasilkan gondorukem hidrogenasi yang yang lebih stabil daripada gondorukem non-modifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan tekanan reaksi terhadap sifat fisiko-kimia gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan tekanan hidrogenasi hanya berpengaruh nyata terhadap titik lunak dan bilangan asam gondorukem yang dihasilkan. Titik lunak yang dihasilkan berkisar antara 62,67°C – 75,33°C dengan bilangan asam berkisar antara 180,96 mg KOH/g – 187,51 mg KOH/g. Rendemen gondorukem yang dihasilkan berkisar antara 84,96% - 87,91%, dengan warna yang tidak berbeda jauh dari gondorukem awal yaitu kuning kecoklatan (WG), kadar Timbal (Pb) dan kadar Arsen (As) masih dibawah batas maksimum 20 ppm dan 2 ppm yaitu 0,00 ppm – 2,04 ppm dan 0,00 ppm – 0,08 ppm serta fraksi tak larut dalam Alkohol berkisar antara 0,01% - 0,02%. Peningkatan suhu hidrogenasi lebih berpengaruh nyata dibandingkan peningkatan tekanan terhadap titik lunak dan bilangan asam. Hal ini disebabkan laju pembentukan Asam Hidroabietat (ikatan tunggal) akan semakin meningkat seiring meningkatnya suhu, sehingga sangat berpengaruh terhadap titik lunak dan bilangan asam. Semakin tinggi kandungan Asam Hidroabietat, maka titik lunak akan meningkat dan bilangan asam akan meningkat. Proses hidrogenasi gondorukem lebih efektif dilakukan dengan menggunakan suhu 150°C dan tekanan 6 bar, dimana gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan memiliki kualitas WG.

Kata kunci : Gondorukem, hidrogenasi, suhu, tekanan.

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Suhu dan Tekanan Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Gondorukem Terhidrogenasi ( Hydrogenated Rosin )” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

M. Adly Rahandi Lubis NRP. E24060592

Judul Penelitian : Pengaruh Suhu dan Tekanan Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Gondorukem Terhidrogenasi ( Hydrogenated Rosin ) Nama

: M. Adly Rahandi Lubis

NRP

: E24060592

Program Studi

: Hasil Hutan

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ketua, Anggota,

Pror. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr Dr. Ir. Bambang Wiyono, M.For.Sc NIP. 19541017 198003 1 004

NIP. 19590326 198703 1 004

Mengetahui, Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.F NIP. 19660212 199103 1 002

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dan menyusu n karya tulis yang berjudul “Pengaruh Suhu dan Tekanan Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Gondorukem Terhidrogenasi ( Hydrogenated Rosin ) ”. Karya tulis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Gondorukem merupakan salah satu produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang memiliki prospek cerah di sektor kehutanan Indonesia. Namun dalam pengembangannya, gondorukem belum dikelola secara maksimal khusunya dalam menghasilkan produk derivat gondorukem yang memiliki nilai tambah lebih besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan tekanan reaksi hidrogenasi terhadap sifat fisiko-kimia gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan. Segala kritikan dan saran akan penulis terima dengan senang hati dan bijaksana. Semoga karya tulis ini berguna bagi kita semua dalam mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Amin.

Bogor, Februari 2011

Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal

10 Juni 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Drs. Anwar Musaddat Lubis dan Dra. Rahmawati. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Jambi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia Hasil Hutan,

Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Selama masa perkuliahan di IPB, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan seperti UKM Bola Voli IPB pada tahun 2006-2007, Forester Cup BEM-E tahun 2008, Komisi Disiplin Bina Corp Rimbawan (BCR) tahun 2008, Ketua Pelaksana KOMPAK DHH tahun 2008, dan Ketua Divisi Internal HIMASILTAN tahun 2008-2009. Selain itu penulis juga mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi akademik (PPA) pada tahun 2008-2010 dan melakukan Kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang-Kamojang tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Tanggeung Cianjur dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango tahun 2009, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Kertas Leces (Persero) Probolinggo pada tahun 2010.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Suhu dan Tekanan Terhadap Sifat Fisiko- Kimia Gondorukem Terhidrogenasi ( Hydrogenated Rosin ) ” dibawah

bimbingan Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr dan Dr. Ir. Bambang Wiyono, M.For.Sc.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr dan Dr. Ir. Bambang Wiyono, M.For.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama melakukan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA selaku dosen penguji mewakili Departemen Manajemen Hutan, Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku dosen penguji mewakili Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, serta Ir. Andi Sukendro, M.Si selaku dosen penguji mewakili Departemen Silvikultur.

3. Pihak Laboratorium Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah) yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini.

4. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kehutanan, Departemen Hasil Hutan terutama Bagian Kimia Hasil Hutan (BKHH) yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga bagi penulis.

5. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Anwar Musaddat Lubis dan ibunda Rahmawati serta adik tersayang Meisya Putri Lubis dan keluarga besar lainnya yang telah memberikan dukungan moral maupun material dan kasih sayang yang senantiasa tercurah.

6. Teman satu bimbingan, Meyana Wahyuni dan Murtini Ari R. yang selalu memberikan semangat selama penelitian.

7. Teman-teman FAHUTAN dan THH 43, semoga kita semua selalu KOMPAK dan ASIK.

8. Teman-teman SEMERU CAMP dan Rizka Wulandari yang selalu ada untuk memberi semangat.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis, dimana penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu.

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Metod e pengujian kualitas gondorukem………………………………. ... 37

2. Analisa stat istik………………………………………………………….. 41

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor kehutanan saat ini memandang hutan sebagai sumberdaya yang bersifat multi fungsi dan pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemerintah mulai mengurangi produk hasil hutan kayu sebagai produk utama dikarenakan global climate change saat ini. Hasil hutan bukan kayu (HHBK) merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif baik dari segi ekologi maupun ekonomis dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan (Anonim 2010).

Berdasarkan hal tersebut maka pengelolaan hutan dimasa yang akan datang diarahkan untuk lebih meningkatkan pemanfaatan HHBK yang jenis dan potensinya sangat berlimpah. Salah satu produk HHBK yang memiliki prospek cukup cerah dimasa mendatang untuk dikembangkan di Indonesia adalah gondorukem yang merupakan hasil penyulingan getah pinus ( oleoresin ) yang disadap dari pohon pinus ( Pinus merkusii Jungh. et de Vriese ). Menurut Kutsek (2005), ada tiga jenis gondorukem berdasarkan sumbernya yaitu, gondorukem getah ( gum rosin ), gondorukem minyak ( tall-oil rosin ), dan gondorukem kayu ( wood rosin ). Ketiga jenis gondorukem tersebut dikenal sebagai gondorukem non-modifikasi sedangkan gondorukem yang telah mengalami perubahan kimia pada ikatan ganda atau gugus karboksil dari asam yang terkandung di dalamnya disebut gondorukem modifikasi.

Pada dasarnya gondorukem alami lebih banyak digunakan dalam bentuk gondorukem non-modifikasi, seperti digunakan sebagai bahan penolong pada pabrik kertas ( sizing agent ), pabrik tinta cetak, pernis, dan perekat (Kirk & Othmer 2007). Namun demikian, perkembangan lebih lanjut menemukan bahwa dalam beberapa hal penggunaan gondorukem dalam bentuk gondorukem non-modifikasi memiliki kelemahan antara lain, terjadi kristalisasi pelarut yang digunakan, terjadi proses oksidasi secara alami, dan dapat menyebabkan reaksi dengan garam-garam logam Pada dasarnya gondorukem alami lebih banyak digunakan dalam bentuk gondorukem non-modifikasi, seperti digunakan sebagai bahan penolong pada pabrik kertas ( sizing agent ), pabrik tinta cetak, pernis, dan perekat (Kirk & Othmer 2007). Namun demikian, perkembangan lebih lanjut menemukan bahwa dalam beberapa hal penggunaan gondorukem dalam bentuk gondorukem non-modifikasi memiliki kelemahan antara lain, terjadi kristalisasi pelarut yang digunakan, terjadi proses oksidasi secara alami, dan dapat menyebabkan reaksi dengan garam-garam logam

Kelemahan-kelemahan gondorukem non-modifikasi tersebut dapat diatasi dengan dikembangkannya teknologi proses untuk menghasilkan gondorukem modifikasi. Menurut Kirk & Othmer (2007), salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah teknologi hidrogenasi. Pada proses hidrogenasi gondorukem, dilakukan penambahan atom Hidrogen (H) pada senyawa tidak jenuh (ikatan ganda) seperti Asam Abietat (termasuk isomerisasi dari Asam Palustrat dan Asam Neoabietat) yang terkandung di dalam gondorukem, dan akan menghasilkan gondorukem dengan daya tahan yang tinggi terhadap oksidasi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tekanan dan suhu reaksi terhadap sifat fisiko-kimia produk gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi para akademisi dalam mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) khususnya Bidang Kimia Hasil Hutan serta memberi informasi kepada industri mengenai teknologi hidrogenasi gondorukem sebagai upaya peningkatan nilai tambah produk derivat gondorukem.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gondorukem

Menurut Rancangan Standar Nasional Indonesia 3 (2010), gondorukem merupakan hasil penyulingan getah pinus (terutama getah dari Pinus merkusii Jungh . et de Vriese) yang berbentuk padat dan berwarna kuning sampai kuning tua. Kutsek (2005) menyatakan ada tiga jenis gondorukem berdasarkan sumbernya, yaitu gondorukem hasil penyulingan getah yang diperoleh dari penyadapan pohon pinus atau gondorukem getah ( gum rosin ), gondorukem yang diperoleh dari ekstraksi jenis pohon pinus tua atau gondorukem kayu ( wood

rosin ), dan gondorukem yang diperoleh dari hasil samping produksi pulp kraft atau gondorukem minyak ( tall-oil rosin ). Secara garis besar, metode pemisahan antara gondorukem dan terpentin yang terdapat pada getah pinus dapat dilihat pada gambar 1.

Pohon Pinus

Penyadapan

Getah Pinus

Penyulingan

Terpentin Gondorukem

Gambar 1 Proses produksi gondorukem. Sumber: Anonim (2009)

2.1.1 Sifat-sifat Gondorukem

Gondorukem (khususnya gondorukem getah dan gondorukem kayu) merupakan senyawa kompleks terdiri dari 80% - 90% asam-asam resin dan sekitar 10% terdiri dari bahan netral seperti Ester tersabunkan (Kirk & Othmer 2007).

Asam resin ini terbagi dalam dua golongan, yaitu tipe abietat dan tipe pimarat. Jenis-jenis asam yang termasuk dalam tipe abietat adalah Asam Abietat, Asam Levopimarat, Asam Neoabietat, Asam Palustrat, dan Asam Dehidroabietat, sedangkan jenis-jenis asam resin yang termasuk tipe pimarat adalah Asam Pimarat dan Asam Isopimarat. Kedua tipe asam tersebut tersebut mempunyai rumus

empiris yang sama, yaitu C 20 H 30 O 2 (Kirk & Othmer 2007). Jenis-jenis asam resin yang tidak termasuk ke dalam tipe abietat dan pimarat dikelompokan ke dalam asam resin tipe lain, misalnya Asam Elliotinoat, Asam Sandaracopimarat, dan Asam Merkusat. Gambar 2 dan 3 menyajikan struktur kimia asam-asam resin tipe abietat dan pimarat.

Berbeda dengan komposisi gondorukem getah dan gondorukem kayu, komposisi gondorukem minyak disusun oleh 30% - 60% asam resin, 30% asam lemak, dan sekitar 10% komponen non-asam. Jenis-jenis asam resin pada gondorukem minyak sama dengan jenis-jenis asam resin pada gondorukem getah dan gondorukem kayu. Jenis-jenis asam lemak yang terdapat pada gondorukem minyak terdiri dari Asam Oleat, Asam Linoleat dan Asam Palmitat. Komponen- komponen non-asam terdiri dari 60% ester asam lemak, dan sisanya adalah sterol, alkohol dengan berat molekul tinggi dan kelompok senyawa hidrokarbon (Anonim 2009).

Asam tipe abietat memiliki sifat yang mudah terisomer oleh panas dan mudah teroksidasi oleh oksigen dari udara, sedangkan tipe pimarat memiliki sifat yang lebih stabil. Bila waktu pengolahan gondorukem semakin lama, maka akan menghasilkan warna gondorukem yang lebih gelap, bilangan asam naik, sedangkan titik lunak turun (Susilowati 2001 dalam Wati, I 2005). Warna gondorukem tergantung dari sumber dan metode pembuatannya, mulai dari kuning pucat sampai merah tua dan bahkan hampir berwarna hitam kemerahan. Produk ini tembus cahaya, rapuh pada suhu ruangan, serta mengandung bau dan rasa terpentin. Produk ini tidak dapat larut dalam air tetapi dapat larut pada semua pelarut organik, seperti Etil alkohol, Etil eter, dan Benzene (Kirk & Othmer 2007).

H 3 C COOH

H 3 C COOH

H 3 C COOH

H 3 C COOH

H 3 C COOH A s a m p a lu stra t

Gambar 2 Struktur kimia tipe Asam Abietat. Sumber : Kirk & Othmer (2007)

H 3 C COOH

H 3 C COOH

A s am p im a ra t

A s am iso p im a ra t

Gambar 3 Struktur kimia tipe Asam Pimarat. Sumber : Kirk & Othmer (2007)

2.1.2 Pemanfaatan Gondorukem

Gondorukem umumnya dimanfaatkan dalam dua bentuk, yaitu non- modifikasi dan modifikasi . Gondorukem non-modifikasi merupakan gondorukem yang belum mengalami proses lanjutan, sedangkan gondorukem modifikasi merupakan gondorukem yang telah mengalami proses lanjutan yang berubah bentuk menjadi derivat/turunan gondorukem. Pada awalnya gondorukem lebih banyak digunakan dalam bentuk gondorukem non-modifikasi, seperti bahan penolong pada pabrik kertas, pabrik tinta cetak, pernis, insulator listrik, korek api, perekat, dan lain-lain. Namun perkembangan lebih lanjut menemukan bahwa dalam beberapa hal penggunaan gondorukem dalam bentuk non-modifikasi kurang sesuai untuk penggunaan-penggunaan tersebut di atas. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor, seperti terjadinya kristalisasi dari pelarut yang digunakan, terjadinya oksidasi secara alami, dan dapat menyebabkan reaksi dengan garam- garam logam berat terutama sebagai bahan baku pernis sehingga penggunaan gondorukem non-modifikasi menjadi tidak efektif (Anonim 2009).

Kelemahan-kelemahan gondorukem non-modifikasi tersebut dapat diatasi dengan dikembangkannya teknologi proses untuk menghasilkan gondorukem modifikasi. Saat ini sebagian besar gondorukem yang digunakan merupakan gondorukem modifikasi yaitu gondorukem yang telah mengalami modifikasi pada ikatan kimianya, seperti gondorukem terhidrogenasi, gondorukem dehidrogneasi, gondorukem esterfikasi, gondorukem polimerisasi, gondorukem disproporsionasi, dan gondorukem fortifikasi . Gondorukem modifikasi ini digunakan dalam industri perekat, tinta cetak, pelindung cat, batik, permen karet, pelitur, bahan penolong kertas, sabun, detergen dan karet sintetik (Anonim 2009)

2.1.3 Klasifikasi Gondorukem

Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia 3 (2010), persyaratan mutu gondorukem dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu syarat mutu, syarat umum dan syarat khusus. Dalam persyaratan tersebut, mutu gondorukem terbagi dalam empat macam kelas mutu sebagaimana disajikan pada tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi mutu gondorukem

Tanda Mutu No

Klasifikasi Mutu

Kemasan 1. Utama (U)

Dokumen

X X 2. Pertama (P)

WW 3. Kedua (D)

WW

WG 4. Ketiga (T)

WG

N Sumber: RSNI3 (2010)

Syarat khusus gondorukem meliputi penilaian warna, titik lunak, kadar kotoran, kadar abu, dan komponen menguap seperti tertera pada tabel 2.

Tabel 2 Syarat khusus kualitas gondorukem

Persyaratan No Uraian

Satuan

Warna:

1. a. Metode Lovibond -

X WW WG N

≤7 ≤8 ≤9 2. Titik lunak

b. Metode Gardner -

> 78 > 76 > 74 3. Kadar kotoran

°C

< 0,05 < 0,07 < 0,10 4. Kadar abu

< 0,04 < 0,05 < 0,08 5. Bagian yang menguap

<2 < 2,5 <3 Sumber: RSNI3 (2010) Keterangan: U (utama)

= kuning jernih P (pertama) = kualitas pertama

= kualita utama

X (Ekstra/ Rex )

WW ( water white ) = kuning D(kedua)

WG ( window glass ) = kuning kecoklatan T(ketiga)

= kualitas kedua

= kualitas ketiga

N( Nancy )

= kecoklatan

Selain syarat khusus juga terdapat syarat umum gondorukem meliputi bilangan asam, bilangan penyabunan, dan bilangan iod.

Tabel 3 Syarat umum kualitas gondorukem

No. Uraian Mutu U

1. Bilangan asam 160 – 190 2. Bilangan penyabunan

170 – 220 3. Bilangan iod

5 - 25 Sumber: RSNI3 (2010)

Gardner dalam Silitonga et al . (1973) mengklasifikasikan gondorukem berdasarkan warnanya. Warna pada standar gondorukem di atas mengikuti klasifikasi warna Gardner.

Tabel 4 Klasifikasi Kualitas Gondorukem Berdasarkan Standar Warna Gardner

Kualitas

Nama

Standar Warna

Warna

Kuning pucat WW

X Ekstra

6-7

Pucat WG

Water White

6-7

Window Glass

Sedang K

I Isaac

10-11

H Harry

G George

12-13

F Frank

14-15

E Edward

16-17

Gelap

18 Hitam kemerahan Sumber : Gardner dalam Silitonga et al . (1973)

D Dolly

2.2 Gondorukem Hidrogenasi

Gondorukem hidrogenasi merupakan campuran yang kompleks karena terjadi reaksi yang simultan, meliputi saturasi ikatan ganda asam resin, cis-/trans- isomerisasi ikatan ganda, dan penempatan lokasi ikatan ganda yang biasanya

menuju tingkat energi yang lebih rendah (O’ Brien 2009). Dalam proses hidrogenasi gondorukem, dilakukan penambahan atom Hidrogen (H) pada

senyawa rantai tidak jenuh (ikatan ganda) seperti Asam Abietat (termasuk isomerisasi dari Asam Palustrat dan Asam Neoabietat) yang terkandung di dalam gondorukem, dan akan menghasilkan senyawa yang lebih stabil, yaitu Asam Hidroabietat dan Asam Tetrahidroabietat.

Produk ini transparan dengan warna terang dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap oksidasi oksigen di udara. Pemanfaatan produk ini digunakan secara luas di industri perekatan untuk meningkatkan daya rekat pada perekat yang meleleh jika terkena panas ( hot-melt adhesives ), dan perekat yang sensitif terhadap tekanan ( pressure-sensitive adhesives ) (Anonim 2009). Selain Produk ini transparan dengan warna terang dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap oksidasi oksigen di udara. Pemanfaatan produk ini digunakan secara luas di industri perekatan untuk meningkatkan daya rekat pada perekat yang meleleh jika terkena panas ( hot-melt adhesives ), dan perekat yang sensitif terhadap tekanan ( pressure-sensitive adhesives ) (Anonim 2009). Selain

Tabel 5 Spesifikasi gondorukem hidrogenasi

Kelas

Satuan Parameter

X WW

WG

Bilangan asam (≥)

mg KOH/g Titik lunak (≥)

72 71 70 °C Fraksi tak larut alkohol (≤)

% Fraksi tak tersabunkan (≤)

7 8 9 % Asam Abietat (≤)

% Asam Dehidroabietat (≤)

% Sumber: Wuzhou (2006)

2.3 Proses Hidrogenasi

Hidrogenasi merupakan proses pemutusan ikatan ganda menjadi ikatan tunggal dengan bantuan katalis. Katalis yang umum digunakan adalah Nikel (Ni), Alumunium (Al), dan Silika (Si). Sampel, katalis dan gas Hidrogen (H 2 ) dicampur dan kemudian diaduk untuk mendistribusikan gas Hidrogen (H 2 ) ke dalam minyak serta secara terus-menerus memperbaharui minyak pada permukaan katalis. McMurry (2004) dalam bukunya yang berjudul Organic Chemistry menjelaskan empat tahap mekanisme hidrogenasi yaitu:

1. Molekul Hidrogen (H 2 ) diserap ke permukaan katalis dan terurai menjadi atom Hidrogen (H).

HH

P e rm u k a a n k ata lis

Gambar 4 Penyerapan atom Hidrogen ke permukaan katalis.

2. Sampel (alkena) diserap ke permukaan katalis dan berikatan dengan katalis menggunakan ikatan π (phi).

Gambar 5 Penyerapan sampel ke permukaan katalis dengan memutus

ikatan ganda (phi).

3. Sebuah atom Hidrogen (H) ditransfer dari permukaan katalis menuju salah satu atom karbon alkena sehingga membentuk ikatan C-H.

Gambar 6 Pengikatan satu atom Hidrogen oleh sampel.

4. Atom Hidrogen yang kedua selanjutnya ditransfer ke atom karbon yang kedua sehingga membentuk produk baru.

P e rm u k a a n k ata lis

Gambar 7 Pengikatan satu atom Hidrogen lainnya oleh sampel.

Reaksi hidrogenasi berlangsung di permukaan katalis dimana sampel dan gas Hidrogen (H 2 ) diserap dan dibawa ke permukaan katalis. Oleh karena itu, kondisi apapun yang mempengaruhi permukaan katalis atau mengganggu pasokan gas Hidrogen (H 2 ) ke permukaan katalis akan mempengaruhi laju reaksi

hidrogenasi (O’Brien 2009). Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi hidrogenasi:

a) Suhu (T) Laju reaksi akan lebih cepat seiring dengan meningkatnya suhu.

Peningkatan suhu akan menurunkan daya larut dari gas Hidrogen (H 2 ) di dalam larutan sampel. Peningkatan suhu juga akan meningkatkan selektivitas serta pengembangan isomer trans. Karena hidrogenasi merupakan reaksi eksoterm atau melepaskan panas, maka selama reaksi berlangsung akan terus mengeluarkan panas. Penurunan 1 bilangan iod akan meningkatkan suhu reaksi dari 1,6°C sampai dengan 1,7°C (2,9°F sampai dengan 3,1°F). Suhu akan terus meningkat selama laju reaksi terus meningkat sampai mencapai keadaan optimum. Pada titik ini, pendinginan dari campuran reaksi diperlukan untuk meneruskan reaksi Hidrogenasi. Suhu optimum pada reaksi Hidrogenasi berbeda untuk berbagai produk, tapi kebanyakan minyak mencapai suhu maksimum pada 230°C sampai dengan 260°C (450°F sampai dengan 500°F). Maeda et al (1997) menyatakan bahwa suhu reaksi yang sesuai untuk hidrogenasi gondorukem sebesar 150°C – 290°C.

b) Tekanan Sebagian besar minyak dan lemak hidrogenasi yang dapat dimakan dibuat pada tekanan 0,7 bar - 4,0 bar (10 Psig - 60 Psig). Pada saat tekanan

rendah, gas Hidrogen (H 2 ) yang larut dalam minyak tidak melapisi permukaan katalis, kemudian saat tekanan meningkat gas Hidrogen (H 2 ) sudah melapisi permukaan katalis untuk proses pemutusan ikatan ganda. Peningkatan laju saturasi (pemutusan ikatan ganda) akan menghasilkan penurunan isomer trans.

c) Agitasi Fungsi utama agitasi adalah untuk memasok gas Hidrogen (H 2 ) ke permukaan katalis. Akan tetapi, keseluruhan reaksi juga harus diagitasi untuk mendistribusikan panas ataupun dingin sebagai pengendali suhu dan distribusi katalis keseluruh campuran sehingga reaksi menjadi seragam

atau homogen. Agitasi memiliki pengaruh yang penting pada selektivitas dan isomerisasi.

d) Konsentrasi Katalis Laju reaksi hidrogenasi meningkat seiring peningkatan konsentrasi katalis sampai suatu titik tertentu. Peningkatan laju reaksi disebabkan oleh peningkatan permukaan katalis aktif, akan tetapi keadaan maksimum

diperoleh karena pada tingkat yang sangat tinggi gas Hidrogen (H 2 ) tidak dapat larut dengan cepat untuk memasok katalis pada tingkat yang lebih tinggi. Selektivitas dan pembentukan isomer trans akan meningkat dengan peningkatan konsentrasi katalis, tetapi hanya sedikit.

e) Tipe katalis Pemilihan dari katalis memiliki pengaruh yang kuat terhadap laju reaksi, selektivitas pendahuluan, dan isomer geometris. Katalis nikel telah digunakan secara umum dan eksklusif untuk proses hidrogenasi minyak dan lemak konsumsi.

f) Katalis Teracuni/Terkontaminasi Minyak yang disuling dan gas Hidrogen (H 2 ) dapat mengandung ketidakmurnian yang dapat memodifikasi atau meracuni katalis. Katalis teracuni merupakan suatu faktor yang mempunyai pengaruh penting terhadap produk hidrogenasi. Kontaminasi tersebut sangat efektif mengurangi konsentrasi katalis dan sangat mempengaruhi selektivitas,

isomerisasi, dan laju reaksi. Gas Hidrogen (H 2 ) dapat mengandung Karbon monoksida, Hidrogen sulfat, atau Ammonia, sedangkan minyak yang disuling dapat mengandung sabun, komponen belerang (Sulfur), air, asam lemak bebas, asam mineral, dan material lain yang dapat mempengaruhi katalis.

Peningkatan derajat hidrogenasi, akan meningkatkan kemampuan untuk memutus ikatan ganda, dan akan meningkatkan titik lunak dari produk hidrogenasi. Peningkatan titik lunak akibat meningkatnya derajat hidrogenisasi dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6 Peningkatan titik lunak berbanding lurus dengan peningkatan derajat hidrogenasi

Senyawa

Konfigurasi

Titik lunak

Linolenic

-13°C Linoleic

C18 : 3

3 ikatan ganda

-7°C Oleic

C18 : 2

2 ikatan ganda

16°C Stearic

C18 : 1

1 ikatan ganda

70°C Sumber: Shahidi (2005)

C18 : 0

Tidak ada ikatan ganda

Tao et al (2005) dalam Studies on Hydrogenation of Rosin over Pd/C in Supercritical CO 2 menggambarkan mekanisme reaksi hidrogenasi Asam Abietat menjadi Asam Hidroabietat sebagai berikut:

Gambar 8 Reaksi hidrogenasi pada Asam Abietat. Sumber : Tao et al (2005)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal Oktober 2010 – Nopember 2010 di Laboratorium Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah), Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Balitbang), Kementrian Kehutanan, Bogor.

3.2 Bahan

Gondorukem kualitas WG sebanyak 13,5 Kg, gas Hidrogen (H 2 ) dengan kemurnian 99,9%, katalis Nikel (Ni) sebanyak 1 : 2000 dari jumlah gondorukem yang digunakan, Toluena, Etanol 95%, larutan standar Kalium hidroksida 0,5 N, larutan indikator Phenolphthalein 1% dalam alkohol 95%, larutan standar Asam Klorida 0,5 N, Asam Nitrat 65%, Petroleum benzene, dan Aquades.

3.3 Alat

Reaktor hidrogenasi 1000 ml, Softening Point Ring and Ball Apparatus , Atomic Absorption Spektrofotometer (AAS) seri AA7000 dengan merk Shimadzu, termometer, timbangan analitik, oven, desikator, gelas piala 500 ml dan 1000 ml, gegep, cawan porselen, Hot Plate , erlenmeyer 300 ml, buret 50 ml, Static and Plate , pipet volumetrik 50 ml dan labu ukur 100 ml.

3.4 Prosedur penelitian

Penelitian ini terdiri dari 3 tahap yaitu, persiapan sampel, proses hidrogenasi gondorukem, dan pengujian sifat fisiko-kimia gondorukem hidrogenasi.

3.4.1 Persiapan Sampel

Sampel yang digunakan adalah gondorukem kualitas WG ( window glass ) dari Perum Perhutani Jawa Tengah sebanyak 500 g. Gondorukem dihaluskan terlebih dahulu menggunakan cawan porselen lalu ditimbang sebanyak 500 g.

Sebelum proses hidrogenasi, gondorukem dilarutkan terlebih dahulu menggunakan pelarut Petroleum benzene dengan perbandingan 5:1. Campuran gondorukem dan pelarut dipanaskan menggunakan kompor pemanas ( Hot plate ) dan diaduk hingga campuran merata. Katalis Nikel (Ni) yang akan digunakan ditimbang sebanyak 0,25 g.

Gambar 9 Gondorukem kualitas WG. Gambar 10 Penghalusan gondorukem.

Gambar 12 Persiapan katalis Nikel (Ni).

Gambar 11 Pelarutan gondorukem.

3.4.2 Proses Hidrogenasi Gondorukem

Gondorukem yang telah larut dimasukkan ke dalam reaktor hidrogenasi, lalu ditambahkan dengan katalis Nikel yang telah disiapkan terlebih dahulu. Campuran kemudian dipanaskan pada suhu yang telah ditentukan yaitu 125°C, 150°C, dan 175°C dan diaduk dengan agitator. Setelah suhu reaksi tercapai,

reaktor dialiri gas Hidrogen (H 2 ) dengan tekanan yang telah ditentukan yaitu 6 bar, 8 bar, dan 10 bar. Tekanan dipertahankan selama proses hidrogenasi berlangsung yaitu selama 60 menit.

Setelah waktu reaksi tercapai, suhu, tekanan, dan agitator dimatikan. Katup pengaman ( Safety Valve ) pada reaktor dibuka secara perlahan untuk mengeluarkan uap dari Petroleum benzene dan sisa gas Hidrogen (H 2 ) sampai tekanan di dalam reaktor tidak ada atau sama dengan nol, lalu reaktor didinginkan selama 10-15 menit. Produk hidrogenasi selanjutnya dituangkan ke dalam wadah yang telah dilapisi dengan alumunium foil.

Gambar 13 Reaktor hidrogenasi. Gambar 14 Reaktor hidrogenasi yang telah diisi sampel dan katalis.

Gambar 15 Proses pemasakan. Gambar 16 Pemindahan gondorukem.

3.4.3 Metode Pengujian

3.4.3.1 Rendemen

Rendemen merupakan perbandingan antara produk yang dihasilkan (output) dengan bahan baku yang digunakan (input). Rendemen gondorukem hidrogenasi dihitung dengan menggunakan rumus :

Rendemen =

Dimana :

A : berat gondorukem awal (g)

A’

: berat gondorukem hidrogenasi (g)

B : berat pelarut yang digunakan (g)

C : berat katalis (g)

3.4.3.2 Warna

Warna merupakan salah satu parameter penting kualitas gondorukem yang dihasilkan. Pengujian warna dilakukan dengan membandingkan secara langsung antara gondorukem hidrogenasi dengan gondorukem awal.

3.4.3.3 Titik Lunak

Titik lunak merupakan parameter gondorukem pada saat menjadi lunak yang diukur dengan Softening Point Ring and Ball Apparatus dan dinyatakan

dalam Derajat Celcius ( 0 C). Metode pengujian titik lunak dapat dilihat di lampiran

3.4.3.4 Bilangan Asam

Bilangan asam merupakan banyaknya Kalium hidroksida (KOH) dalam miligam yang digunakan untuk menetralkan 1 gam asam bebas yang terkandung dalam 1 gam gondorukem (RSNI3 2010). Bilangan asam merupakan parameter penting yang menentukan kualitas gondorukem, khususnya untuk gondorukem food grade . Metode pengujian bilangan asam dapat dilihat di lampiran 1.

3.4.3.5 Kadar Logam

Pengujian kadar logam sangat penting dilakukan untuk mengetahui kandungan logam berat yang ada di dalam gondorukem, khusunya untuk gondorukem food grade . Logam-logam berat yang akan diuji yaitu Timbal (Pb) dan Arsen (As). Pengujian kadar logam dilakukan di Laboratorium Bersama Departemen Kimia, FMIPA, IPB menggunakan alat Atomic Absorption Spektrofotometer (AAS) seri AA7000 dengan merk Shimadzu. Metode pengujian kadar logam dapat dilihat di lampiran 1.

3.4.3.6 Fraksi yang Tak Larut dalam Alkohol

Fraksi yang tak larut dalam alkohol merupakan jumlah bahan yang tidak larut dalam Etanol 95% yang dinyatakan dalam persen (%). Bahan-bahan yang tidak larut tersebut berupa kotoran seperti debu. Metode pengujian fraksi yang tak larut dalam alkohol dapat dilihat di lampiran 1.

3.4.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Model rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis faktorial dalam pola Rancangan Acak lengkap (RAL). Model yang digunakan tersusun atas 2 faktor perlakuan, yakni:

a. Faktor A adalah suhu reaksi yang terdiri dari 3 taraf, yaitu 125°C, 150°C, dan 175°C.

b. Faktor B adalah tekanan gas Hidrogen (H 2 ) yang terdiri atas 3 taraf, yaitu 6 bar, 8 bar, dan 10 bar. Peluang yang terjadi antara faktor A dan B sebanyak 9 dan ulangan pada masing-masing taraf sebanyak 3 kali sehingga jumlah total gondorukem hidrogenasi yang akan dibuat adalah 27 sampel. Model umum rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Y ijk =µ+P i +T j + (PT) ij +  ijk

Keterangan : Y ijk = nilai respon pada taraf ke-i faktor tekanan gas Hidrogen (H 2 ) dan taraf ke-j faktor suhu reaksi proses hidrogenasi gondorukem. µ

= nilai rata-rata pengamatan.

P i = pengaruh sebenarnya faktor tekanan gas Hidrogen (H 2 ) pada taraf ke-i. T j = pengaruh sebenarnya faktor suhu reaksi pada taraf ke-j. i

= 6 bar, 8 bar, dan 10 bar. j

= 125°C, 150°C, dan 175°C. k

= ulangan 1, 2, dan 3. (PT) ij = pengaruh interaksi faktor tekanan gas Hidrogen (H 2 ) pada taraf ke-i dan faktor suhu reaksi pada taraf ke-j. ε ijk = kesalahan (galat) percobaan pada faktor tekanan gas Hidrogen (H 2 ) pada taraf ke- i dan faktor suhu reaksi pada taraf ke-j. Untuk mengetahui pengaruh dari tiap-tiap perlakuan dan interaksi antar perlakuan, maka akan dilakukan analisis sidik ragam ( Analysis of Variance ) menggunakan uji F pada tingkat kepercayaan 95% dengan hipotesis sebagai berikut:

1. H 0 : Perlakuan P i =T j =0

2. H 1 : Paling sedikit ada 1 dimana P i atau T j ≠0 Hipotesis nol (H 0 ) ditolak jika nilai peluang nyata (p) lebih kecil dari nilai taraf nyata (α), sedangkan jika nilai peluang nyata (p) lebih besar dari nilai taraf nyata (α) maka hipotesis nol (H 0 ) diterima (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis ragam, kemudian akan diuji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dan analisa regresi berganda. Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan progam komputer SAS 9.1.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rendemen

Rendemen tertinggi dihasilkan dari pemasakan gondorukem hidrogenasi pada suhu 125°C dengan tekanan 8 bar yaitu sebesar 87,91%, dan rendemen terendah dihasilkan dari pemasakan pada suhu 150°C dengan tekanan 8 bar sebesar 84,96%. Tabel 7 menunjukkan rendemen keseluruhan yang dihasilkan dari proses hidrogenasi gondorukem.

Tabel 7 Rataan rendemen gondorukem hidrogenasi

Berdasarkan hasil yang diperoleh, rata-rata rendemen gondorukem hidrogenasi cenderung stabil dengan kisaran antara 84,96% - 87,91%. Hasil analisa sidik ragam ( Analysis of Variance ) menunjukkan tidak adanya pengaruh yang nyata dari suhu dan tekanan hidrogenasi terhadap rendemen gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada gafik histogam pada gambar 17.

Proses hidrogenasi pada dasarnya hanya merubah struktur kimia asam resin yang menyusun gondorukem dengan menambahkan atom Hidrogen (H). Peningkatan suhu reaksi akan meningkatkan laju reaksi hidrogenasi dan

peningkatan tekanan akan mendorong gas Hidrogen (H 2 ) ke permukaan katalis (O’Brien 2009).

Gambar 17 Rendemen gondorukem hidrogenasi.

Faktor yang sangat mempengaruhi hasil rendemen gondorukem hidrogenasi adalah proses pemindahan larutan gondorukem sebelum dan sesudah dimasak. Proses pemindahan yang berulang kali terjadi ini diduga dapat mengurangi rendemen gondorukem secara perlahan-lahan. Kandungan asam pada gondorukem yang dengan mudah terkristalisasi diduga menghambat proses pemindahan tersebut. Semakin tinggi kandungan asam pada gondorukem, maka gondorukem akan cenderung terkristalisasi. Kustek (2005) menyatakan bahwa gondorukem getah ( gum rosin ) lebih mudah terkristalisasi daripada gondorukem minyak ( tall-oil rosin ), dan gondorukem kayu ( wood rosin ). Gondorukem getah ( gum rosin ) memiliki kandungan asam sebesar 92%, gondorukem minyak ( tall-oil rosin ) sebesar 90%, dan gondorukem kayu ( wood rosin ) sebesar 87% (Kustek 2005).

4.2 Warna

Pada penelitian ini, gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan memiliki warna kuning kecoklatan. Warna gondorukem hidrogenasi ini hampir sama dengan warna gondorukem awal yaitu Window Glass (WG) seperti terlihat pada

gambar 18. Susilowati 2001 dalam Wati (2005) menyatakan bila waktu pengolahan gondorukem semakin lama, maka akan menghasilkan warna

gondorukem yang lebih gelap, bilangan asam meningkat, dan titik lunak akan menurun. Waktu pemasakan yang digunakan pada penelitian ini adalah selama 60 menit, sehingga diduga suhu dan tekanan reaksi tidak terlalu berpengaruh terhadap warna gondorukem hidrogenasi.

Gambar 18 Warna gondorukem hidrogenasi. Keterangan dari kiri ke kanan:

P 0 T 0 = Gondorukem awal

P 2 T 2 = Pemasakan 8 bar ; 150 °C

P 1 T 1 = Pemasakan 6 bar;125 °C

P 2 T 3 = Pemasakan 8 bar ; 175 °C

P 1 T 2 = Pemasakan 6 bar;150 °C

P 3 T 1 = Pemasakan 10 bar;125 °C

P 1 T 3 = Pemasakan 6 bar;175 °C

P 3 T 2 = Pemasakan 10 bar;150 °C

P 2 T 1 = Pemasakan 8 bar;125 °C

P 3 T 3 = Pemasakan 10 bar;175 °C

4.3 Titik Lunak

Titik lunak yang diperoleh berkisar antara 62,67°C – 75,33°C, dimana titik lunak tertinggi dihasilkan dari gondorukem hidrogenasi pada suhu 175°C dengan tekanan 10 bar sebesar 75,33% dan terendah dihasilkan dari gondorukem hidrogenasi pada suhu 125°C dengan tekanan 8 bar sebesar 62,67%. Titik lunak gondorukem berkisar antara 70°C - 80°C, semakin tinggi titik lunak yang dihasilkan maka semakin baik kualitas gondorukem (FAO 1995)

Tabel 8 Rataan titik lunak gondorukem hidrogenasi

Perlakuan

175 °C 6 bar

125 °C

150 °C

72,83 °C

74,67 °C

73,33 °C

8 bar

62,67 °C

72,73 °C

73,67 °C

10 bar

67,67 °C

72,83 °C

75,33 °C

Hasil rata-rata titik lunak gondorukem hidrogenasi pada tabel 8 dan gambar 19 menunjukkan bahwa peningkatan suhu dalam satu tekanan hidrogenasi akan meningkatkan titik lunak. Shahidi (2005) menyatakan bahwa peningkatan titik lunak berbanding lurus dengan peningkatan derajat hidrogenasi atau pemutusan ikatan ganda. Reaksi hidrogenasi merupakan reaksi pemutusan ikatan ganda dengan menambahkan atom Hidrogen (H) yang membutuhkan energi tinggi untuk dapat memutus ikatan yang ada. Peningkatan suhu reaksi pada tekanan yang sama diduga menghasilkan energi yang dapat memutus ikatan ganda pada asam resin yang menyusun gondorukem. O ’Brien (2009) menyatakan bahwa laju reaksi hidrogenasi akan lebih cepat seiring dengan meningkatnya suhu reaksi.

Pada tabel 5 dapat diketahui bahwa titik lunak gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan memenuhi syarat kecuali pada gondorukem hidrogenasi 8 bar ; 125°C dan 10 bar ; 125°C yaitu sebesar 62,67°C dan 67,67°C. Hal ini diduga karena suhu reaksi yang digunakan sebesar 125°C sehingga reaksi hidrogenasi yang terjadi tidak sempurna dan masih ada kandungan terpentin sisa pada gondorukem. Djatmiko et al (1973) menyatakan bahwa titik lunak merupakan parameter yang menunjukkan tingkat kemasakan dari gondorukem. Tingkat kemasakan ini berhubungan erat dengan kadar terpentin sisa yang terkandung di dalam gondorukem. Semakin kecil kadar terpentin sisa, maka semakin tinggi titik lunak yang akan dihasilkan. Maeda et al (1997) menyatakan bahwa suhu reaksi yang sesuai untuk hidrogenasi gondorukem yaitu sebesar 150°C – 290°C. Laju pembentukan Asam Hidroabietat (ikatan tunggal) meningkat seiring meningkatnya suhu hidrogenasi sampai 160°C. Semakin meningkatnya laju pembentukan Asam Hidroabietat maka akan meningkatkan berat molekul dari asam resin yang menyusun gondorukem, sehingga titik lunak gondorukem yang dihasilkan meningkat (Tao et al 2005).

Gambar 19 Titik lunak gondorukem hidrogenasi.

Hasil analisa sidik ragam ( Analysis of Variance ) menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan tekanan hidrogenasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap titik lunak. Dari hasil analisa tersebut, diperoleh persamaan regesi linier

Y = 54.8 - 0.336 P + 0.129 T dengan R 2 sebesar 99,9%. Berdasarkan persamaan regesi tersebut dapat disimpulkan bahwa jika terjadi perubahan pada suhu (T) satu

satuan dan tekanan (P) tetap maka akan meningkatkan titik lunak sebesar 0,129 satuan, sedangkan jika terjadi perubahan pada tekanan (P) satu satuan dan suhu (T) tetap maka titik lunak akan mengalami penurunan sebesar 0,336 satuan.

Berdasarkan persamaan regesi di atas, dengan tekanan 6 bar dan suhu 175°C akan menghasilkan titik lunak dengan nilai maksimum yaitu sebesar 75,36°C. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa dengan tekanan 6 bar dan suhu 150°C sudah dapat menghasilkan gondorukem hidrogenasi dengan titik lunak yang tidak berbeda signifikan dengan tekanan 6 bar dan suhu 175°C.. Berdasarkan hal tersebut maka pemasakan gondorukem hidrogenasi akan lebih efektif dan efisien dengan menggunakan tekanan 6 bar dan suhu 150°C.

4.4 Bilangan Asam

Hasil rata-rata bilangan asam yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 180,96 mg KOH/g – 187,51 mg KOH/g. Kisaran nilai ini sesuai dengan persyaratan gondorukem hidrogenasi pada tabel 5. Bilangan asam tertinggi dihasilkan gondorukem hidrogenasi pada suhu 175°C dengan tekanan 10 bar sebesar 187,51 mg KOH/g, dan terendah dihasilkan gondorukem hidrogenasi pada suhu 125°C dengan tekanan 6 bar sebesar 180,96 mg KOH/g.

Tabel 9 Rataan bilangan asam gondorukem hidrogenasi

180,96 mg KOH/g

183,37 mg KOH/g

184,09 mg KOH/g

8 bar

181,71 mg KOH/g

186,00 mg KOH/g

187,09 mg KOH/g

10 bar

183,60 mg KOH/g

184,93 mg KOH/g

187,51 mg KOH/g

Nilai bilangan asam gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan relatif lebih tinggi dibanding derivat gondorukem lain seperti gondorukem esterifikasi. Pada proses hidrogenasi, gugus karboksilat (-COOH) tidak dimodifikasi. Lain halnya pada proses esterfikasi dimana gugus karboksilat (-COOH) pada asam resin

dimodifikasi oleh agen esterifikasi dengan mengikat ion Hidroksilnya (OH - ). Berikut ini reaksi hidrogenasi pada asam resin menurut Tao et al (2005):

Keterangan: reaksi hidrogenasi Asam Abietat menjadi Asam Hidroabietat Gambar 20 Reaksi hidrogenasi pada Asam Abietat. Sumber : Tao et al (2005)

Gambar 21 Bilangan asam gondorukem hidrogenasi.

Berdasarkan grafik pada gambar 21, terlihat bahwa bilangan asam gondorukem hidrogenasi meningkat jika suhu dan tekanan reaksi meningkat. Peningkatan suhu pada proses hidrogenasi akan meningkatkan laju pembentukan Asam Hidroabietat (ikatan tunggal), sehingga bilangan asam gondorukem hidrogenasi meningkat (Tao et al 2005). Semakin tinggi nilai bilangan asam, maka semakin buruk kualitas gondorukem yang dihasilkan khususnya pada gondorukem untuk tujuan food grade . Menurut Coppen & Hone (1995) dalam Retno (2002), produk gondorukem yang berkualitas baik umumnya memiliki bilangan asam berkisar antara 160-170 mg KOH/g.

Hasil analisa sidik ragam ( Analysis of Variance ) menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan tekanan hidrogenasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap bilangan asam. Berdasarkan hasil analisa diperoleh persamaan regesi

linier Y = 167 + 0.425 P + 0.0926 T dengan R 2 sebesar 99,9%. Berdasarkan persamaan regesi tersebut dapat disimpulkan bahwa jika terjadi perubahan pada

suhu (T) satu satuan dan tekanan (P) tetap maka akan meningkatkan bilangan asam sebesar 0,0926 satuan, sedangkan jika terjadi perubahan pada tekanan (P) satu satuan dan suhu (T) tetap maka bilangan asam akan meningkat sebesar 0,425 satuan. Berdasarkan persamaan regesi di atas, dengan tekanan 6 bar dan suhu

125°C akan menghasilkan bilangan asam dengan nilai yang minimum yaitu sebesar 181,13 mg KOH/g. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa dengan tekanan 6 bar dan suhu 125°C dapat menghasilkan gondorukem hidrogenasi dengan bilangan asam yang rendah. Namun untuk aplikasi dilapangan akan lebih efektif jika memasak dengan tekanan 6 bar dan suhu 150°C, karena peningkatan suhu akan meningkatkan titik lunak gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan.

4.5 Kadar logam

4.5.1 Kadar Timbal (Pb)

Timbal (Pb) berasal dari bahasa Latin Plumbum yang artinya berat dimana merupakan salah satu bahan logam berat yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (Suharto 2005). Timbal memiliki warna putih kebiru- biruan dengan pancaran yang terang. Timbal sangat lunak, mudah dibentuk, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap korosi dan bukan konduktor listrik yang baik (Mohsin 2006).

Tabel 10 Rataan kadar Timbal (Pb) gondorukem hidrogenasi

Hasil rata-rata kadar Timbal (Pb) yang diperoleh pada penelitian berkisar antara 0,00 ppm – 2,04 ppm seperti tertera pada tabel 10. Berdasarkan analisa sidik ragam ( Analysis of Variance ) yang dihasilkan perlakuan suhu dan tekanan hidrogenasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar Timbal (Pb) gondorukem hidrogenasi. Hal ini diduga terjadi karena suhu dan tekanan hidrogenasi hanya memodifikasi struktur kimia asam resin dengan menambah atom Hidrogen (H). Penggunaan pelarut Petroleum benzene merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kadar Timbal (Pb) pada gondorukem hidrogenasi, karena Petroleum benzene tersusun dari bahan Timbal (Pb).

Gambar 22 Kadar Timbal (Pb) gondorukem hidrogenasi.

Pengujian kadar Timbal (Pb) ini bertujuan untuk mendapatkan informasi seberapa besar kandungan Timbal (Pb) yang ada pada gondorukem hidrogenasi sehingga dapat menjadi acuan dalam penggunaan gondorukem hidrogenasi untuk tujuan food gra de . Keberadaan Timbal (Pb) di lingkungan sangat tidak diharapkan terutama di dalam makanan karena sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Kadar Timbal (Pb) yang dihasilkan pada proses hidrogenasi gondorukem masih memenuhi syarat food grade yaitu maksimal 0,002% atau setara dengan 20 ppm (Wuzhou 2003). Dengan demikian, pemasakan gondorukem hidrogenasi lebih efektif dengan menggunakan tekanan 6 bar dan suhu 150°C dimana akan menghasilkan gondorukem titik lunak yang tinggi dan bilangan asam yang rendah.

4.5.2 Kadar Arsen (As)

Arsen (As) berasal dari bahasa Arab Az-zirnikh yang artinya kuning emas (Anonim 2007). Sama halnya seperti Timbal (Pb), keberadaan Arsen (As) di lingkungan sangat tidak diharapkan terutama di dalam makanan karena sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Tabel

11 menyajikan kadar Arsen (As) yang diperoleh pada penelitian ini.

Tabel 11 Rataan kadar Arsen (As) gondorukem hidrogenasi

Nilai kadar Arsen (As) yang dihasilkan berkisar antara 0,00 ppm – 0,08 ppm. Nilai ini masih memenuhi syarat gondorukem hidrogenasi food grade yaitu maksimal 0,0002% atau setara dengan 2,00 ppm (Wuzhou 2003).

Gambar 23 Kadar Arsen (As) gondorukem hidrogenasi.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PENGARUH GLOBAL WAR ON TERRORISM TERHADAP KEBIJAKAN INDONESIA DALAM MEMBERANTAS TERORISME

57 269 37

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENGARUH DIMENSI KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI CAFE MADAM WANG SECRET GARDEN MALANG

18 115 26