PENGARUH INFLASI DAN SUKU BUNGA SERTA PE

PENGARUH INFLASI DAN SUKU BUNGA SERTA PEMBERIAN KREDIT
TERHADAP PERKEMBANGAN ASET UMKM DI INDONESIA
Oleh
Yusuf, SE., M.Pd
Abstrak
Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs) are the backbone to the economy of the State of Indonesia, it is
evident from the high contribution to the Gross Domestic Product (GDP), reaching 53.28 percent and able to
survive in the face of the economic crisis in 1998 and 2008. Therefore , SMEs development efforts should be
focused government, by way of making economic policy incentive for SMEs to increase the assets and business
scale. Based on the results of the study by using a secondary form of monthly data from January 2011 to
December 2012 were sourced from Bank Indonesia and the Ministry of Cooperatives SMEs, the government's
policy to do that will develop the SME sector is strictly control the increase in commercial interest rates for
SMEs and ease of access provision credit, while moderate inflation does not significantly affect SMEs assets
decline Therefore, policies to control inflation can be made more lenient.
Keywords: Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs), Inflation, Interest Rate, Credit.

Pendahuluan
Era globalisasi membuat persaiangan antar negara semakin meningkat, untuk menghadapi
persaingan yang semakin ketat tersebut, maka pembinaan dan pengembangan Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) semakin mendesak, sebab sektor UMKM sangat strategis untuk
mengangkat perekonomian rakyat. Berdasarkan hasil penelitian Pusat Data dan Informasi

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (2012) terhadap 69.609 perusahaan
industri menunjukkan bahwa sebanyak 19.268 perusahaan mengurangi kegiatan usahanya dan
sisanya menghentikan kegiatan usahanya. Akan tetapi tidak semua lini usaha mengalami
kebangkrutan di masa krisis. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa usaha kecil dan menengah
relatif memiliki kekuatan untuk bertahan hidup dibandingkan usaha besar dalam menghadapi
goncangan. Dengan berkembangnya perekonomian rakyat diharapkan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat, membuka kesempatan kerja, dan memakmurkan masyarakat secara
keseluruhan.
Partomo (2004) menyatakan dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UMKM selalu
digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar
jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor
tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan
dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen, yaitu,
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, dan Departemen Koperasi dan UMKM. Namun
demikian, usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum memuaskan hasilnya,
karena pada kenyataannya kemajuan UMKM sangat kecil dibandingkan dengan kemajuan yang
sudah dicapai usaha besar. Pelaksanaan kebijaksanaan UMKM oleh pemerintah selama orde
baru, sedikit saja yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja, sehingga
hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada pengusaha besar hampir
semua sektor, antara lain perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian, dan industri.

Dunia usaha tidak terlepas dari turbulensi dan resiko keuangan, dalam perkembangan UMKM
resiko menjadi lebih tinggi karena aset yang kecil membuat dana usaha habis dalam pembayaran
kewajiban kredit, terutama saat inflasi dan suku bunga tinggi. Kenaikan inflasi dan suku bunga
akan membuat biaya keuangan dalam usaha semakin tinggi, sehingga dapat berpengaruh pada
kelangsungan usaha. Selain itu, permodalan merupakan tantangan yang paling penting dalam
usaha pengembangan UMKM. Faktor modal bagi UMKM menjadi penting, sebab UMKM
seringkali mendapatkan peluang usaha yang cukup besar. Namun, kondisi permodalan yang
minim membuat UMKM tidak dapat mengembangkan usahanya lebih jauh lagi.
Akses ke sumber permodalan membutuhkan jaminan, aspek legalitas, pencatatan keuangan yang
rapi dan rencana bisnis yang profesional, membuat pelaku UMKM yang umumnya
berpendidikan rendah kesulitan dalam memenuhinya, sehingga peran pemerintah dan lembaga
keuangan dalam memberikan kemudahan pada akses kredit dan pendampingan usaha sangat
diperlukan. Kesenjangan yang seringkali terjadi antara pelaku usaha UMKM dengan lembaga
permodalan seperti perbankan adalah adanya perbedaan kebiasaan dimanapara pengusaha
UMKM tidak terlalu akrab dengan pembukuan sementara di lain pihak perbankan sangat akrab
dengan pembukuan, ketidakmampuan menyusun kelayakan usaha termasuk sulitnya memenuhi
persyaratan administratif yang diminta pihak pemilik dana.

Tinjauan Pustaka
A. Pengertian

Pengertian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) adalah sebagai berikut:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Adapun kriteria UMKM adalah :
Tabel 1. Kriteria UMKM
Kriteria
N
Uraian

o
Asset
Omzet
1
Usaha Mikro
Maks. 50
Maks. 300
Juta
Juta
2
Usaha Kecil
> 50 Juta > 300 Juta 500 Juta
2,5 Miliar
3
Usaha
> 500 Juta > 2,5 Miliar Menengah
10 Miliar
50 Miliar
Sumber : Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (2013)
B. Peran UMKM dalam Pembangunan Ekonomi

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) harus diakui sebagai kekuatan strategis dan
penting untuk mempercepat pembangunan daerah, oleh karena pertumbuhan Usaha Mikro kecil
dan Menengah setiap tahun mengalami peningkatan, Data Kementerian Koperasi dan UMKM
(2012) jumlah UMKM di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 48,9 Juta unit, dan terbukti
memberikan kontribusi 53,28% terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dan 96,18%
terhadap penyerapan tenaga kerja. Usaha kecil dan menengah (UMKM) juga merupakan salah
satu bagian penting dari perekonomian suatu Negara ataupun daerah, tidak terkecuali di
Indonesia. Sebagai gambaran, kendati sumbangannya dalam output nasional hanya 56,7 persen
dan dalam ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UMKM memberi kontribusi sekitar 99
persen dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil terbesar dalam
penyerapan tenaga kerja.

C. Hubungan Fungsi Biaya, Fungsi Permintaan dan Perkembangan Aset pada UMKM
Menurut Sukirno (2005) biaya atau ongkos pengertian secara ekonomis merupakan beban
yang harus dibayar produsen untuk menghasilkan barang dan jasa sampai barang tersebut siap
untuk dikonsumsi. Biaya merupakan fungsi dari jumlah produksi, dengan notasi C = f(Q).
Dimana:
C = Biaya Total
Q = Jumlah Produksi.
Fungsi biaya merupakan hubungan antara biaya dengan jumlah produksi yang dihasilkan,

fungsi biaya dapat digambarkan ke dalam kurva dan kurva biaya menggambarkan titik-titik
kemungkinan besarnya biaya di berbagai tingkat produksi. Dalam membicarakan biaya ada
beberapa macam biaya, yaitu:
a. Biaya Total ( Total Cost = TC = C)
b. Biaya Variabel (Variable Cost = VC)
c. Biaya Tetap (Fixed Cost = FC)
d. Biaya Total Rata-Rata (Average Total Cost = AC)
e. Biaya Variabel Rata Rata ( Average Variable Cost = AVC)
f. Biaya Tetap Rata-Rata (Average Fixed Cost = AFC)
g. Biaya Marginal (Marginal Cost = MC)
Pada UMKM, sebagai suatu usaha biaya dapat terbagi-bagi sesuai dengan tujuan, ada
biaya variabel dan ada juga biaya tetap, salah satu biaya dalam operasional suatu bisnis adalah
biaya bunga dan beban inflasi yang harus ditanggung.
Dalam menganalisa biaya umumnya tidak terlepas dari analisa penerimaan atau total
revenue. Revenue adalah seluruh pendapatan yang diterima dari hasil penjualan barang pada
tingkat harga tertentu. Secara matematik total revenue dirumuskan sebagai berikut:
TR = PQ.
Dimana TR
= Penerimaan/Revenue Total,
P

= Harga Barang
Q
= Jumlah barang yang dijual.
Jumlah barang yang dijual, menurut Sukirno (2005) dapat dituliskan dalam bentuk fungsi
permintaan, fungsi permintaan sesungguhnya menunjukkan hubungan antara variabel jumlah
barang yang diminta dengan semua variabel yang dapat mempengaruhi besarnya jumlah barang
yang diminta tersebut. Fungsi permintaan dapat ditulis sebagai berikut :
Qa = f (PA, PB-Z, I, T, A, N )
Keterangan :
Qa
= Jumlah barang yang diminta
PA
= Harga barang A
PB-Z = Harga barang lain
I
= Tingkat pendapatan konsumen
T
= Selera
A
= Pengeluaran perusahaan untuk advertensi

N
= Jumlah penduduk
Berkaitan dengan tersebut maka dapat dilihat bahwa, fungsi penerimaan berkaitan erat
dengan fungsi permintaan atas suatu barang yang ditawarkan.

Berdasarkan fungsi permintaan maka dapat diturunkan fungsi perkembangan aset,
dimana barang yang semakin diminati maka akan semakin tinggi penjualannya, dan penjualan
yang semakin tinggi akan membuat laba semakin tinggi dan pada akhirnya membuat aset suatu
usaha semakin bertambah, hal tersebut umum terjadi pada semua jenis usaha, termasuk pada
UMKM.
D. Kredit Usaha
Pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998, “Kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Ikatan Akuntan Indonesia (2004:31) menyatakan kredit sebagai pinjaman uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan yang dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil
keuntungan. Hal yang termasuk dalam pengertian kredit yang diberikan adalah kredit dalam

rangka pembiayaan bersama, kredit dalam restrukturisasi, dan pembelian surat berharga nasabah
yang dilengkapi dengan Note Purchase Agreement (NPA).
Tujuan penyaluran kredit, antara lain adalah untuk :
1.
Memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit,
2.
Memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada,
3.
Melaksanakan kegiatan operasional bank,
4.
Memenuhi permintaan kredit dari masyarakat,
5.
Memperlancar lalu lintas pembayaran,
6.
Menambah modal kerja perusahaan,
7.
Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan berdasarkan definisi dan tujuan pemberian kredit
adalah untuk meningkatkan modal usaha sehingga suatu usaha dapat semakin berkembang.


Metodologi Penelitian
A. Objek Penelitian
Dalam penelitian ini, objek penelitian adalah Usaha Kecil Menengah (UMKM) secara
nasional dan perkembangan ekonomi ditinjau dari sisi inflasi dan suku bunga komersial untuk
kredit.
B. Model Penelitian
Berdasarkan tinjauan teori tersebut diatas, maka model dalam penelitian ini adalah :
Ŷ = a + b1 X1 + b2X2 + b3X3 + e
Dimana :
Ŷ
= Pertumbuhan Aset UMKM
X1
= Inflasi
X2
= Suku Bunga
X3
= Pemberian Kredit

C. Metode Penelitian
Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data sekunder dari Bank Indonesia dan

Departemen Koperasi dan UMKM, data yang dikumpulkan adalah data bulanan selama 2 tahun
yakni tahun 2011 dan 2012. Setelah data terkumpul, maka data dianalisa dengan menggunakan
metode regresi berganda bantuan software SPSS versi 18.00, kemudian dianalisa berdasarkan
hasil analisa olah data tersebut.
Pembahasan
A. Statistik Deskriptif
Statistik deskriftif merupakan upaya untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas
tentang data yang dikumpulkan dari sampel penelitian, Hasil pengolahan data statistik deskriptif
dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 pada data penelitian mulai Januari 2011
sampai Desember 2012.
1. Perkembangan Aset UMKM di Indonesia
Perkembangan aset UMKM di Indonesia berdasarkan data dari Bank Indonesia periode
2011-2012 secara bulanan dapat dilihat pada tabel berikut:

Gambar 1. Perkembangan Aset UMKM 2011-2014

Dari tabel dapat dilihat bahwa pada tahun 2012, secara umum aset UMKM mengalami
penurunan dan lebih rendah jika dibandikangkan dengan aset UMKM pada tahun 2011
2. Perkembangan Inflasi Indonesia
Perkembangan Inflasi di Indonesia berdasarkan data dari BPS periode 2011-2012 secara
bulanan dapat dilihat pada tabel berikut:

Gambar 2. Perkembangan Inflasi 2011-2012

Dari tabel dapat disimpulkan bahwa inflasi di Indonesia tiap bulannya tidak stabil atau
naik turun tergantung pada siklus ekonomi, inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juni 2011,
sedangkan terendah pada bulan Maret 2012.
3. Perkembangan Suku Bunga Komersial Perbankan di Indonesia
Perkembangan suku bunga komersil di Indonesia berdasarkan data dari BI periode 20112012 secara bulanan dapat dilihat pada tabel berikut:

Gambar 3. Suku Bunga Komersial 2011-2012

Dari tabel terlihat bahwa suku bunga komersial di Indonesia pada tahun 2012 lebih tinggi jika
dibandingkan tahun 2011.

4. Pertumbuhan Kredit Perbankan pada UMKM Indonesia
Perkembangan kredit perbankan kepada UMKM di Indonesia berdasarkan data dari BI
periode 2011-2012 secara bulanan dapat dilihat pada tabel berikut:

Gambar 4. Kredit Perbankan untuk UMKM 2011-2012

Berdasarkan tabel, kredit perbankan Indonesia kepada UMKM di Indonesia tidak mengalami
penurunan atau kenaikan selama kurun waktu 2011-2012.
B. Analisa Statistik Inferensia
Hasil pengolahan data pengaruh inflasi, suku bunga dan pemberian kredit terhadap
perkembangan aset UMKM dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:

Tabel 2. Hasil Pengolahan Data Regresi
Coefficientsa
Model

1

(Constant)
Inflasi
Suku Bunga
Kredit UMKM
a. Dependent Variable: Aset UMKM

Standardized
Coefficients
Beta

Unstandardized Coefficients
B
Std. Error
1728732.978
173106.810
-1088.205
1753.401
-137919.343
14667.377
7.812
4.075

t
9.987
-.621
-9.403
1.917

-.059
-.888
.181

Sig.
.000
.542
.000
.070

Tabel 3. Uji F
Model
1

Regression
Residual
Total

Sum of Squares
4.136E10
8.612E9

ANOVAb
df

4.997E10

3
20

Mean Square
1.379E10
4.306E8

F
32.015

Sig.
.000a

23

a. Predictors: (Constant), Kredit UMKM, Suku Bunga, Inflasi
b. Dependent Variable: Aset UMKM

Tabel 4. Koefisien Determinasi
Model Summary
R
R Square
Adjusted R Square
1
.910a
.828
.802
a. Predictors: (Constant), Kredit UMKM, Suku Bunga, Inflasi
Model
dimensio n0

Std. Error of the Estimate
20750.41052

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa persamaan yang terbentuk adalah :
Y = 1728732,978 - 1088.205 X1 – 137919.343 X2 + 7,812 X3 + e

Dari hasil pengolahan data, dapat disimpulkan inflasi berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan aset, kenaikan satu satuan inflasi akan menurunkan perkembangan aset UMKM
sebesar 1.088,205 satuan. hal ini sesuai teori ekonomi, dimana inflasi merupakan faktor yang
akan meningkatkan harga jual produk dan biaya produksi, sehingga penjualan akan menurun
yang pada akhirnya akan menurunkan perkembangan aset. Akan tetapi pengaruh inflasi terhadap
penurunan perkembangan aset UMKM tidak signifikan karena nilai Sig t sebesar 0,542 lebih
besar dari titik kritis 0,05, sehingga dalam ranah kebijakan, pengendalian inflasi tidak terlalu
prioritas dalam upaya mengembangkan UMKM. Hal tersebut dapat disebabkan karakteristik
inflasi, dimana inflasi yang moderat justru dibutuhkan p untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya suku bunga berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan aset UMKM, setiap
kenaikan suku bunga satu satuan, akan menurunkan perkembangan aset UMKM sebesar
137.919,343 satuan. Hal ini sesuai teori, yakni suku bunga yang tinggi merupakan disinsentif
bagi pelaku usaha, sebab suku bunga secara langsung meningkat biaya keuangan suatu usaha.
Pengaruh kenaikan suku bunga terhadap penurunan perkembangan aset UMKM juga signifikan,
karena nilai Sig t sebesar 0,000 lebih kecil dari titik kritis 0,05. Oleh karena itu pemegang
kebijakan ekonomi harus berhati-hati dalam meningkatkan suku bunga kredit komersial bagi
sektor UMKM, sebab selain pengaruhnya yang signifikan, juga memiliki dampak yang sangat
besar.

Sedangkan pemberian kredit berpengaruh positif terhadap peningkatan aset UMKM.
Kenaikan pemberian kredit sebesar satu persen akan meningkatkan perkembangan aset sebesar
7,812 satuan. Pengaruh pemberian kredit terhadap perkembangan aset UMKM tidak signifikan,
karena nilai Sig t sebesar 0,07 lebih besal dari titik kritis 0,05.
Dari hasil penelitian juga dapat disimpulkan, jika inflasi, suku bunga dan pemberian
kredit tidak ada atau dihilangkan (nilai konstanta), maka aset UMKM akan bernilai sebesar
1.728.732,978. Selain itu dapat disimpulkan bahwa secara simultan, penelitian ini berpengaruh
signifikan pada taraf nyata 0.05, sebab nilai ANOVA Fsig adalah 0.000, lebih kecil dari taraf
nyata 0,05.
Koefisien determinasi persamaan hasil olah data adalah sebesar 0.828, artinya variabelvariabel yang ada pada model berpengaruh sebesar 82.8 persen, sedangkan sisanya dipengaruhi
oleh faktor lain diluar model penelitian.
Kesimpulan
1.
Usaha kecil seringkali tidak melakukan pembukuan atau membuat pembukuan yang
sangat sederhana, dimana berbagai biaya tidak diperhitungkan dengan jelas seperti : tidak
dilakukan penyusutan terhadap aktiva tetap, tidak memperhitungkan biaya tenaga kerja
pribadi atau keluarga, dan tidak memisahkan asset perusahaan dengan kekayaan pribadi.
Kondisi ini akan menimbulkan kesulitan kepada pihak pemilik dana untuk melakukan
kelayakan usaha.
2.
Secara umum dapat disimpulkan faktor biaya seperti inflasi berpengaruh negatif,
begitupula suku bunga berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan aset UMKM, sedangkan
pemberian kredit berpengaruh positif terhadap peningkatan aset UMKM. Sedangkan secara
umum, penelitian ini berpengaruh signifikan pada taraf nyata 0.05, sebab nilai Fsig adalah
0.000, lebih kecil dari taraf nyata.
3.
Berdasarkan hasil penelitian, maka kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah yang
akan mengembangkan sektor UMKM yang menjadi prioritas utama adalah pengendalian
secara ketat kenaikan suku bunga komersil bagi UMKM dan kemudahan akses pemberian
kredit, sedangkan inflasi yang moderat tidak terlalu berpengaruh terhadap penurunan asset
UMKM. Oleh karena itu, kebijakan yang mengendalikan inflasi dapat dilakukan lebih
longgar.
4.
Dari hasil pengolahan data juga disimpulkan bahwa koefisien determinasi penelitian
yang cukup tinggi, yakni sebesar 0,828. Sehingga model penelitian ini sangat representatif
dalam memprediksi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan aset UMKM
.
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan 2004. Penerbit Salemba Empat.
Jakarta.
Kementerian
Koperasi
dan
Usaha
Menengah.2013.http://www.depkop.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=129

Mikro

Kecil

dan

Partomo, Titik Sartika. 2004. Usaha Kecil Menengah dan Koperasi. Working Paper Series 9.
Center For Industry and SME Studies, Faculty Of Economics University of Trisakti.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2012.
http://www.depkop.go.id/index.php?
option=com_phocadownload&view=file&id=344:statistik-UMKM-2012&Itemid=93
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Penerbit Alfabeta.
Sukirno, Sadono. 2005. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.