Jurnal PEMAKNAAN ETNIS TIONGHOA DALAM ME (1)
PEMAKNAAN ETNIS TIONGHOA DALAM MENGAKTUALISASIKAN
NILAI LELUHUR PADA BISNIS PERDAGANGAN
(Studi Fenomenologi Jaringan Komunikasi Pedagang Tionghoa di
Kabupaten Kediri)
Oleh : Binita Yuania Anugrahani
0710023069
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
2014
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemaknaan etnis Tionghoa dalam
mengaktualisasikan nilai leluhur pada jaringan komunikasi perdagangan. Tinjauan
pustaka penelitian ini meliputi perspektif Timur, fenomenologi, teori
interaksionisme simbolik, jaringan komunikasi. Metode dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan fenomenologi dengan pengumpulan data melalui
wawancara mendalam (indepth interview).
Terdapat lima informan dalam penelitian ini, yang bergerak pada bidang usaha
spare part, bahan bangunan, peternakan, dan toko serba ada. Nilai dan prinsip
yang di terapkan antara lain mengenai kerja keras, kecakapan berbisnis, hubungan
dengan relasi,yang dapat menentukan kemajuan usaha. Salah satu nilai yang
berkaitan erat dalam menentukan dengan siapa mereka berhubungan adalah
kepercayaan. Penting untuk bisa dipercaya sekaligus mendapat kepercayaan,
dapat menumbuhkan interaksi dalam relasi perdagangan. Relasi yang berkaitan
dengan dagang antara lain pemasok, karyawan, pembeli, kreditor.
Berdasarkan nilai dan prinsip yang mereka miliki, maka terbentuklah dua jaringan
komunikasi dalam dagang yaitu jaringan yang terkait erat dengan keluarga
(bekerja sama dan melibatkan secara langsung anggota keluarga) dan jaringan
yang tidak terkait erat dengan keluarga (dalam dagang keluarga tidak harus
terlibat secara langsung).
Kata kunci : Etnis Tionghoa,nilai,jaringan komunikasi
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
1
I. Latar Belakang
Setiap orang memiliki ke-khas-an tersendiri dalam mengembangkan jaringan
usaha yang mereka miliki dan di sesuaikan dengan lingkungan dimana mereka
tinggal termasuk kaum Tionghoa keturunan yang berada pada Kabupaten Kediri.
Cara mereka menyesuaikan dan mengaplikasikan nilai dalam berdagang ketika
menjalankan usaha serta membangun jaringan komunikasi dalam dagang, tidak
terlepas dari bagaimana mereka memaknai nilai-nilai leluhur.
Untuk mengetahui hal tersebut maka studi fenomenologi tepat digunakan
karena pengetahuan datang dari kesadaran seseorang dengan memahami kejadian
melalui perspektif orang yang mengalaminya secara langsung (Littlejohn 2008, h.
37) yaitu etnis Tionghoa di Kabupaten Kediri. Pemaknaan pedagang Tionghoa
terhadap nilai leluhur yang dimiliki berkaitan erat dengan lingkungan sekitar
terutama keluarga, hal ini menunjukkan bahwa makna dibentuk melalui proses
komunikasi dalam sebuah interaksi sosial (West & Turner 2008, h.98-99) seperti
yang dikemukakan dalam teori Interaksionisme Simbolik.
Jaringan komunikasi yang terbentuk oleh etnis Tionghoa merupakan hasil dari
pemaknaan terhadap nilai leluhur yang bertujuan agar tetap bertahan di dalam
kegiatan perdagangan, karena itu tepat jika dikaitkan bahwa keuntungan dan
dukungan yang diperoleh pedagang Tionghoa berasal dari hasil jaringan sosial
(interaksi sosial) mereka, Bourdieu & Wacquant 1992 (Monge & Contractor,
2003 h. 143) yang mendefinisikan mengenai social capital.
Dalam penelitian ini, penulis mencoba memahami fenomena tersebut dari
sudut pandang ketimuran (perspektif timur) yang berfokus pada kesatuan
(wholeness and unity) (Littlejohn, 2008, h.5). Ilmu komunikasi yang berkembang
di berbagai belahan dunia membuat peneliti di Asia merasa ada kelemahan dalam
pemikiran Barat, mereka berasumsi bahwa pemikiran Barat kurang tepat dalam
menjelaskan fenomena komunikasi yang terjadi di Asia, (Dissanayake, 2005, h.
204). Pemikiran Barat cenderung berorientasi pada individualisme, mengabaikan
struktur sosial dan lebih berfokus pada fungsi komunikasi tersebut (Dissanayake,
2005, h. 206).
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
2
Littlejohn (2008, h.5) menjelaskan bahwa perkembangan komunikasi memiliki
perbedaan di berbagai belahan dunia sehingga untuk memahami fenomena yang
terjadi di negara Asia, peneliti di negara tersebut dapat membawa wawasan
mereka sendiri (native insight) dalam konseptualisasi penelitian mereka
(Dissanayake, 2005, h. 207). Sehingga dalam penelitian ini penting untuk
mengetahui nilai-nilai ketimuran yang erat kaitannya dengan perdagangan etnis
Tionghoa seperti elemen konfusianisme yang menghormati
leluhur, dengan
menekankan kehati-hatian, bekerja keras, rajin (Haley & Tan 2004, h.44).
Perspektif Timur digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk lebih memahami
pemaknaan nilai leluhur etnis Tionghoa di Kediri yang diaktualisasikan dalam
jaringan komunikasi perdagangan mereka.
Dari latar belakang yang penulis kemukakan jaringan komunikasi dalam
dagang yang terbentuk terkait erat dengan pemaknaan tentang nilai leluhur yang
di miliki, sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan mereka terutama
keluarga. Bagaimana pedagang Tionghoa tersebut menentukan dan membina
relasi, dengan siapa dan alasan mereka menentukan hubungan dagang tersebut,
sehingga membawa mereka tetap bertahan dalam kegiatan dagang yang mereka
jalankan di Kabupaten Kediri, Propinsi Jawa Timur. Untuk itu penulis merasa
tertarik dan mengangkat penelitian yang berjudul:
“Pemaknaan etnis Tionghoa dalam mengaktualisasikan nilai leluhur pada bisnis
perdagangan (studi fenomenologi jaringan komunikasi pedagang Tionghoa di
kabupaten Kediri)”.
II. Kajian Pustaka
a. Kajian Tentang Perspektif Tionghoa dalam Perspektif Non Western (Timur)
Mengenal filosofi dan nilai penting untuk memahami komunikasi dalam
perspektif ketimuran, Kincaid (1987, h.23) mengemukakan; filosofi adalah isi
dari komunikasi itu sendiri, bagaimana cara berkomunikasi tergantung dari
falsafah yang dimiliki, falsafah berfungsi sebagai konteks komunikasi dan
orientasi, sistem kepercayaan yang membentuk latar belakang pemahaman
untuk mencapai komunikasi yang efektif (komunikasi bertujuan mencapai
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
3
pemahaman, membangun kepercayaan, dan mendorong tindakan), ketiga
sebagai metode berkomunikasi, ini menunjukkan bahwa falsafah merupakan
dasar dari komunikasi, yang berisi mengenai hal yang paling mendasar berupa
aspirasi, nilai-nilai, keyakinan, pemikiran, dan persepsi seseorang, dari suatu
budaya masyarakat.
Karena itu untuk memahami fenomena yang terjadi di negara Asia, peneliti
di negara tersebut dapat membawa wawasan mereka sendiri ( native insight )
dalam konseptualisasi penelitian mereka (Dissanayake, 2005, h. 207).
Sedangkan penelitan mengenai Tionghoa sendiri telah banyak dibahas dalam
perspektif Timur, seperti yang dikemukakan oleh (Lawrence Kincaid, 1987,
h.6) bahwa tujuan yang paling penting dalam komunikasi perspektif Timur,
yaitu pemahaman tentang bagaimana fungsi komunikasi di dalam proses
spiritual dapat memberikan wawasan mendalam tentang penggunaan
komunikasi kontemporer salah satunya dalam pandangan Tionghoa.
b. Perspektif Fenomenologi Tentang Pemaknaan
Penelitian ini berfokus mengenai pemaknaan etnis Tionghoa dalam
mengaktualisasikan nilai leluhur terhadap jaringan komunikasi dagang mereka.
Pemaknaan terhadap pengalaman individu adalah fokus dari penelitian
fenomenologi
sehingga
dalam
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan
fenomenologi sebagai sebuah pisau analisis untuk melihat bagaimana informan
memaknai nilai leluhur dalam jaringan komunikasi yang terbentuk berdasarkan
pengalaman sadar mereka.
Fenomenologi tepat digunakan karena menekankan interpretasi untuk
memperoleh deskripsi dari suatu fenomena yang dialami secara sadar oleh
individu, sehingga fenomena tersebut tampil sebagai dirinya sendiri.
Fenomenologi berfokus pada keunikan pengalaman hidup dan esensi dari suatu
fenomena tertentu dalam hal ini nilai leluhur yang di miliki oleh etnis
Tionghoa.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
4
c. Teori Interaksionisme Simbolik
Teori Interaksionisme Simbolik merupakan kerangka berpikir yang
digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis bagaimana pedagang
keturunan Tionghoa di Kediri memaknai nilai leluhur dalam dagang yang
mereka terapkan dalam interaksi sosial melalui relasi yang mereka pilih
sehingga terbentuk jaringan komunikasi yang mereka gunakan di dalam
perdagangan.
Teori interaksionisme simbolik menurut pandangan Weber (Dikutip dari
Syam, 2012, h.48) sesuai dengan pemikiran Mead bahwa tindakan sosial
adalah tindakan jauh berdasarkan makna subjektif yang diberikan individu
dengan mempertimbangkan perilaku orang lain. menekankan pada simbol dan
interaksi, yang merupakan sebuah kerangka referensi untuk memahami
bagaimana manusia bersama dengan manusia lainnya menciptakan dunia
simbolik serta bagaimana nantinya simbol tersebut membentuk perilaku
manusia.
Manusia merupakan aktor sadar dan refleksif yang menyatukan objek
melalui apa yang disebut Blumer dengan self-indication. Self-indication adalah
proses komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu,
menilainya, memberikan makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasakan
makna tersebut. Proses self-indication berlangsung dalam konteks sosial
dimana individu mencoba mengantisipasi tindakan-tindakan orang lain dan
menyesuaikan tindakannya sebagaimana dia menafsirkan tindakan tersebut.
Terdapat tiga tema besar yang mendasari tujuh asumsi teori interaksi simbolik
(West, 2008, h.98) yaitu:
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia.
2. Pentingnya konsep diri.
3. Hubungan antara individu dan masyarakat.
d. Jaringan Komunikasi Dalam Relasi Sosial
Dijelaskan dalam Little John (2009, h. 247) jaringan ( networks) adalah
struktur sosial yang tercipta karena komunikasi diantara individu dan
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
5
kelompok (group), ketika seseorang berkomunikasi dengan yang lain maka
akan tercipta mata rantai (Links) yang mana menjadi dasar dalam komunikasi
organisasi.
Dijelaskan dalam Bambang Setiawan (1989, h.1) para analisis jaringan
mengasumsikan bahwa setiap individu berpartisipasi dalam suatu sistem sosial
tertentu yang melibatkan individu-individu lain dalam sistem sosial tersebut,
karena itu orang-orang yang berada dalam sistem sosial tersebut akan
mempengaruhi kepercayaan, pengambilan keputusan dan perilaku-perilaku
individu yang mempunyai hubungan dengan orang-orang yang ada dalam
sistem sosial tersebut.
Jika organisasi dipahami sebagai suatu sistem jaringan komunikasi maka
beberapa tradisi melakukan kajian organisasi dilihat dari perspektif
komunikasi. Jaringan (network) dalam hubungan ini dimaknai sebagai suatu
struktur sosial yang tercipta oleh adanya diantara individu atau kelompok,
beberapa tradisi tersebut adalah;
1. Tradisi Posisional
Membahas struktur dan peranan dalam organisasi, ini merupakan
pendekatan yang menjelaskan suatu organisasi sebagai sesuatu yang
stabil dari hubungan yang didefinisikan secara formal.
2. Tradisi Relasional
Tradisi ini dibangun diatas asumsi dasar bahwa organisasi terbentuk
karena adanya interaksi timbal balik antar individu.
3. Tradisi Kultural
Kajian sentral dalam tradisi ini adalah tentang simbol-simbol dan
pengertian yang membentuk suatu organisasi.
Masih dijelaskan Littlejohn (2009, h.248-249) Jaringan dapat diteliti
melalui in-degree dimana jumlah hubungan yang dilakukan orang lain
terhadap seseorang, dan out-degree. Kemudian menunjukkan jumlah
hubungan yang dilakukan terhadap orang lain yaitu hubungan yang bersifat
langsung (antara dua orang tanpa perantara), dan tidak langsung (antara dua
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
6
orang melalui perantara pihak ke tiga). Dijelaskan juga oleh Littlejohn
bahwa fungsi jaringan bersifat kompleks seperti terdapat jaringan yang
menggunakan autoritas
atau
jaringan
instrumental,
afiliasi
seperti
persahabatan, informasi, produksi dan inovasi.
Begitu pula dengan para pedagang Tionghoa kota Kediri, dalam
interaksi sosial yang berkaitan dengan usaha, mereka memiliki relasi usaha
yakni hubungan antar individu yang di dalamnya terdapat bagian-bagian
yang saling melengkapi satu sama lain yang menunjukkan tugas dan fungsi
masing-masing yang terbentuk menjadi sebuah jaringan komunikasi di
dalam kegiatan dagang.
Keberadaan jaringan komunikasi dalam relasi sosial
berkaitan erat
dengan adanya konsep potensial, yang dihubungkan dengan kepemilikan
dari suatu jaringan yang tahan lama atau lebih kurang hubungan timbal balik
antar institusi yang dikenalnya Bourdieu and Wacquant (1992) (Dikutip dari
Monge & Contractor, 2003 h. 143) yang disebut dengan social capital.
Kapital sosial merupakan modal kerjasama yang dibangun untuk
mencapai tujuan, kerjasama terjadi akibat adanya interaksi sosial yang
menghasilkan jaringan kerjasama, pertukaran sosial, saling percaya dan
terbentuk nilai, norma dalam interaksi tersebut. Dikaitkan dengan pedagang
etnis Tionghoa di Kediri di dapatkan bahwa ikatan kekerabatan dalam
keluarga sebagai modal sosial yang menopang usaha dagang mereka.
Kekerabatan dalam keluarga menyediakan jaringan sosial di lingkungan
usaha yang mereka jalankan dimana kepercayaan menjadi dasar dalam
usaha tersebut. Melalui jaringan sosial tersebut membuat usaha mereka tetap
bertahan di Kabupaten Kediri, disini terlihat bahwa pedagang Tionghoa di
Kediri mampu memanfaatkan modal sosial sebaik mungkin untuk
kelancaran usaha.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
7
III. Kerangka Pemikiran
Pedagang Tionghoa
Pemaknaan
Fenomenologi
Nilai Leluhur
Interaksionisme
Simbolik
Aktualisasi
Jaringan
Komunikasi Dagang
Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: Menunjukkan hubungan dari keterangan sebelumnya
: Garis putus2 merupakan pemaknaan informan.
: Garis horizontal menunjukkan sebuah proses.
Informan dalam penelitian ini adalah pedagang etnis Tionghoa, pemaknaan
mereka terhadap nilai-nilai leluhur adalah hasil dari interaksi dengan lingkungan
yang akhirnya diaktualisasikan dengan jaringan komunikasi perdagangan.
Seperti yang dijelaskan dalam teori interaksionisme simbolik, bahwa
individu membentuk makna melalui proses komunikasi (interaksi sosial) karena
itu pemaknaan etnis Tionghoa terhadap nilai-nilai leluhur dalam membangun
jaringan komunikasi dagang tidak terlepas dari lingkungan terutama keluarga.
Karena itu interaksionisme simbolik membantu untuk menjelaskan temuan yang
ada dalam penelitian ini.
Peneliti menggunakan fenomenologi sebagai pisau analisis untuk melihat
bagaimana informan memaknai nilai leluhur dalam jaringan komunikasi yang
terbentuk berdasarkan pengalaman sadar mereka.
Jaringan yang terbangun adalah sebagai bentuk perilaku yang terkait erat
dengan pemaknaan nilai-nilai leluhur sebagai hasil dari pemaknaan dalam
interaksi di lingkungan informan berada, yaitu pedagang etnis Tionghoa.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
8
IV. Metode Penelitian
Berangkat dari tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, untuk
mengetahui
pemaknaan
dalam
mengaktualisasikan
nilai-nilai
leluhur
perdagangan dan juga pada jaringan yang mereka miliki maka penelitian ini
menggunakan metode penelitian fenomenologi. Dengan metode fenomenologi,
peneliti berusaha mendalami aspek subjektif secara langsung dari pengalaman
informan yang diteliti, dan mengetahui bagaimana makna sosial dikembangkan
dalam kehidupan sehari-harinya.
Salah satu teknik analisis data fenomenologi yang telah dimodifikasi oleh
Moustakas merupakan metode analisis data fenomenologi Van Kaam, dengan
langkah-langkah sebagai berikut (Kuswarno, 2009, h.69):
1. Membuat daftar dan pengelompokan awal data yang diperoleh. Mendata
secara detail informasi yang diperoleh dari pengamatan objek penelitian
yaitu ke lima informan Tionghoa, setiap objek pernyataan informan berupa
transkrip data.
2. Reduksi dan eliminasi. Menguji dan mengecek ulang apakah ada pernyataan
yang tumpang tindih. Data yang telah diperoleh berupa data transkrip
kemudian diperiksa ulang dan data yang mengalami perulangan dapat
dihilangkan.
a. Apakah data mengandung aspek penting untuk memahami pemaknaan
informan dalam mengaktualisasikan nilai leluhur bisnis perdagangan
pada jaringan komunikasi mereka.
b. Apakah data tersebut mungkin untuk dibuat abstraksinya dan diberi
label khusus?
c. Apakah data “tidak dapat” menjawab pertanyaan tadi, atau data tumpang
tindih dengan data yang lain, atau terjadi pengulangan data, maka data
tersebut harus dieliminasi.
3. Mengelompokkan dan memberi tema setiap kelompok invariant constitutes
yang tersisa dari proses eliminasi. Setiap kelompok akan menggambarkan
tema-tema inti penelitian, terdapat empat tema dalam penelitian ini. (Nilai
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
9
leluhur yang melekat dalam perdagangan, Prinsip bisnis perdagangan,
Relasi dalam perdagangan, terbentuknya jaringan komunikasi perdagangan).
4. Identifikasi final terhadap data yang diperoleh melalui proses validasi awal
data. Dengan cara memeriksa data dan tema yang dilekatkan padanya.
Misalnya dengan menghubungkan pernyataan berikut;
a. Apakah data secara eksplisit menunjukkan pemaknaan yang dimiliki
etnis Tionghoa dalam mengaktualisasikan nilai leluhur pada jaringan
komunikasi mereka.
b. Bila sesuai, apakah data cocok dengan permasalahan penelitian dan tema
yang dilekatkan kepadanya?
5. Mengkonstruksi deskripsi tekstural masing-masing informan termasuk
pernyataan-pernyataan verbal dari informan, yang berguna bagi penelitian
selanjutnya (Individual textural description ).
6. Membuat deskripsi struktural, yaitu penggabungan deskripsi tekstural
dengan variasi imajinasi (Individual structural description ).
7. Menggabungkan langkah 5 dan 6 untuk menghasilkan makna dan esensi
dari permasalahan penelitian. Penggabungan Textural Description dan
Structural Description dari pengalaman setiap informan penelitian. Setelah
Textural – Structural Description tersusun sehingga dibuat Composite
Description yang berasal dari makna dan esensi pengalaman sehingga
hasilnya merupakan representasi tema secara keseluruhan.
Hasil dari analisis data tersebut harus mampu menghasilkan makna dan
esensi fenomena yang dikonstruksikan (Kuswarno, 2009, h.71).
V. Pembahasan
Dapat penulis kemukakan dagang adalah dunia informan, menjadi simbol
status sosial yang mereka banggakan, karena itu terdapat enam nilai leluhur yang
mereka terapkan dalam kehidupan berdagang bagi ke lima informan, yaitu; hidup
untuk berdagang, harus bisa dipercaya, kerja keras- tidak mudah menyerah,
pandai mengelola keuangan (strategi), tidak boros (kesederhanaan), berhati-hati
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
10
dan menjaga hubungan baik dengan relasi. Informan memiliki pemaknaan
masing-masing dalam mengaplikasikan ke enam nilai tersebut, prinsip berdagang
berasal dari hasil pemahaman informan terhadap pengalaman dan lingkungannya,
yang menghasilkan prinsip yang terkait dengan nilai leluhur.
Kelima informan menganggap berdagang adalah dunia mereka, bukan hanya
sekedar mencari uang semata, berdagang menjadi bagian dari diri mereka. Dagang
menjanjikan keuntungan penghasilan yang tidak terbatas, keleluasaan waktu,
menjadi pimpinan bagi usahanya tanpa ada yang memerintah, karena itu dagang
menjadi simbol status sosial yang mereka banggakan.
Kelima informan memegang teguh nilai yang di nasehatkan orang tua sebagai
wujud sikap berdagang adalah bagian hidup, kelima informan sadar bahwa
dagang dibutuhkan kerja keras, ulet pantang menyerah, memiliki strategi dagang
yang baik, mengutamakan kesederhanaan dan pengendalian diri agar modal bisa
dialokasikan pada usaha, dan menjalin hubungan baik dengan relasi dagang.
Orang dan kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial, mengakui
bahwa norma-norma sosial mempengaruhi perilaku individu La Rosa dan Reitzes
(dikutip dari West & Turner, 2008, h.101). Orang tua adalah panutan bagi
informan, apa yang dinasehatkan dinilai, diberi makna dan diputuskan dan
bertindak berdasarkan makna tersebut, bagi informan nasehat orang tua adalah
penting dan patut untuk dilaksanakan, mereka merasa bahwa nasehat yang mereka
terima tepat dan sesuai dengan kondisi mereka, sehingga wajib untuk
dilaksanakan.
Bekerja sama dengan anggota keluarga bagi Martina, Bpk. Agus dan Bpk.
Sujono memiliki jaminan kepercayaan lebih dibandingkan bekerja sama dengan
orang lain.Wujud kerja sama dengan keluarga adalah, saling memberikan
pinjaman modal biasanya berupa dagangan,membeli barang dagangan secara
kolektif, saling menginformasikan pemasok kepada anggota keluarga lain dan
mereferensikan pembeliuntuk membeli di toko anggota keluarga mereka,
informasi mengenai karyawan juga mereka dapatkan di lingkungan terdekat.
Bpk. Andy justru kurang menyukai jika dalam usahanya ada anggota
keluarga yang terlibat langsung, menurutnya bekerja akan menjadi kurang leluasa.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
11
Meski dalam anggota keluarga Bpk. Andy dan keluarga Bpk. Suqiatno, tidak
secara langsung bekerja sama, tetapi mereka saling membantu satu sama lain
dalam hal finansial.
Dapat disimpulkan berdasarkan pemaknaan kelima informan mengenai nilai
yang dipercaya dalam membentuk jaringan komunikasi, muncul dua kategori;
yang pertama jaringan terkait erat dengan keluarga (Martina, Bpk. Agus dan Bpk.
Sujono) yang menganggap berhubungan dengan keluarga sebagai hal penting
bertujuan agar anggota keluarga dapat sukses bersama. Kemudian yang kedua
adalah jaringan yang kurang terkait erat dengan keluarga (Bpk. Andy dan Bpk.
Suqiatno) yang menganggap tidak perlu melibatkan keluarga secara langsung
untuk meraih kesuksesan. Masing-masing kriteria tersebut dianggap membawa
kesuksesan dalam menjalankan usaha dagang bagi informan.
Peneliti berusaha merangkai makna yang dialami oleh para informan dan
menekankan pada keunikan makna yang diberikan oleh informan. Berikut adalah
bagan yang menggambarkan mengenai pemaknaan etnis Tionghoa dalam
mengaktualisasikan nilai yang mereka percaya dalam jaringan komunikasi yang
mereka bentuk;
Pemaknaan
1. Hidup untuk
dagang.
2. Kepercayaan
3. Menjalin
hubungan.
4. Kerja keraskeuletan.
5. Strategi Dagang.
6. Kesederhanaan.
Jaringan Komunikasi
Bagan 5.1 Pemaknaan-Nilai-Jaringan Komunikasi
(Sumber: diolah peneliti
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
12
VI. Kesimpulan
a. Pemaknaan informan mengenai nilai-nilai dalam dagang tidak terlepas dari
pengalaman, kebiasaan dalam lingkungan terdekat dalam keluarga yaitu
orang tua.
b. Informan memaknai bahwa dagang sebagai mata pencaharian yang paling
ideal dan merupakan bagian hidup bagi mereka yang tidak dapat
dipisahkan,
dagang
adalah
sebuah
kebanggaan
dan
status
sosial.Kesuksesan berdagang diraih dengan menerapkan nilai dan prinsip
yang dipercaya dapat mewujudkan kesuksesan. yaitu; Hidup untuk
dagang, kepercayaan, menjalin hubungan, kerja keras-keuletan, strategi
dagang, kesederhanaan.
c. Nilai dan prinsip yang dipercaya sebagai tolak ukur apakah hubungan
membawa keuntungan dan kerugian yang menentukan hubungan antar
relasi, selama hubungan membawa keuntungan maka kerja sama antar
kedua belah pihak akan terus berlanjut. Hal tersebut menjadi penentu
pemilihan jaringan komunikasi dalam dagang, dengan siapa saja mereka
berhubungan dan bagaimana cara mempertahankan hubungan.
d. Berdasarkan pemaknaan mengenai nilai yang dipercaya dalam membentuk
jaringan komunikasi, muncul dua kategori; yang pertama jaringan terkait
erat dengan keluarga yang menganggap hubungan dengan keluarga
sebagai hal penting yang bertujuan agar anggota keluarga dapat sukses
bersama. Kategori ke dua, adalah jaringan komunikasi yang kurang terkait
erat dengan keluarga. Jaringan komunikasi yang erat dengan keluarga
diwujudkan saling bekerja sama dengan anggota keluarga dan saling
memberitahukan
referensi
baik
pemasok
dan
pembeli.
Jaringan
komunikasi yang tidak terkait erat dengan keluarga meski tidak
berhubungan secara langsung dengan anggota keluarga diyakini mampu
membawa kesuksesan.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
13
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Burhan, Bungin, 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, Dan Ilmu Sosial Lainnya. Edisi pertama, Cetakan ke-2, Jakarta: Kencana
Craig Robert. T & Muller Heidi. R. 2007. Theorizing Communication (Readings
Across Traditions) . Sage Publications.
Dharmawan,
Agus.
2010.
Rahasia
Sukses
Pedagang
Tionghoa
(Mengembangkan Toko dari Nol & Meraup Keuntungan Maksimal) .
Yogyakarta: Islamedia Pustaka Utama.
Dissanayake, W. 1988. Communication Theory The Asian Perspective .
Singapore: Asian Mass Communication Research & Information.
Goodfellow, Rob. 1997. Indonesian Business Culture . Singapore: Reed
Academic Publishing Asia.
Ghony D. & Fauzan A. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif . Cetakan ke-1.
Jogjakarta: AR-RUZZ Media.
Haley T. George & Tan Chin Tiong. 2008. Rahasia Kesuksesan dan Keunggulan
Strategi Bisnis Pengusaha Cina . (1th ed.). (Achyar.A, Terjemahan). Jakarta:
Hikmah (PT Mizan Publika).
Handoko, T. Hani. 1996, Manajemen Sumber Daya Manusia . Yogyakarta : PT.
BPFE
Kriyantono, Rakhmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi . Cetakan ke-4.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Kuswarno, Engkus. 2009. Metode Penelitian Komunikasi – Fenomenologi:
Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjadjaran.
Littlejohn, Stephen W. 2002. Theories of Human Communication. 7th Edition.
Mexico: Wadsworth.
___________________. 2009. Teori Komunikasi Edisi 9. Jakarta: Salemba
Humanika.
Littlejohn, Stephen W & Foss, Karen A. 2008. Theories of Human
Communication . 9th Edition. USA: Wadsworth.
Morissan & Wardhani Andy C. 2009. Teori Komunikasi. Cetakan ke-1. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
14
Monge Peter.R & Contractor Noshir.S. 2003. Theories of Communication
Network. New York: Oxford University Press.
Mulyana, Dedy. 2004. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Cetakan ke-6.
Bandung: PT Remadja Rosdakarya.
Munawarman, Haikal, 2011. Resep Sukses Bisnis Ala Orang Cina. Yogyakarta:
Araska.
Moustakas, Clark. 1994. Phenomenological Research Methods. SAGE
Publications Inc. California.
Neuman, W. Lawrence. 2000. Social Research Methods: Qualitative and
Quantitative Approaches. 4th edition. USA: Allyn & Bacon.
Pawito. 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Cetakan ke-2. Yogyakarta:
LKiS Pelangi Aksara.
Poloma, Margareth M. 1987. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali.
Syam, Nina W. 2012. Sosiologi Sebagai Akar Ilmu Komunikasi . Bandung:
Simbiosa Rekatama Media (Anggota IKAPI).
West, Richard dan Turner, Lynn.H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis
dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika
Widyahartono, Bob. 1988. Kongsi & Spekulasi, Jaringan Kerja Bisnis Cina .
Cetakan 1. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.
E-Book:
Aimee Dawis . Ph. D. 2010. Orang Indonesia Tionghoa Mencari Identitas.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Oei, Istijanto. 2009. Rahasia Sukses Kaum Tionghoa . Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Cetakan 1. Yogyakarta: PT LkiS
Pelangi Aksara.
Seng. An Wan. 2007. Rahasia Bisnis Orang Cina . Cetakan ke-6. Jakarta: Hikmah
(PT Mizan Publika).
Setiawan, Bambang. Tanpa Tahun. Metode Analisis Jaringan Komunikasi dan
Analisis Isi.Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Studi Sosial UGM.
Kincaid, D. Lawrence. 1987. Communication Theory: Eastern And Western
Perspectives. New York: Academic Press Inc. Department of Communication
State University of New York at Albany.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
15
Websites:
Prinantyo & Sawega. 2007. Wajah Kediri, Tempo Dulu dan Sekarang.
http://www.pdaid.org/library/index.php?menu= library&act= detail&gmd= Artikel
&Dkm_ID= 20020114&start= 10 , diakses tggl 27/01/2014 Pkl: 04.21 WIB.
PHRI Kediri. Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia: Kediri Raya
http://www.phrikediriraya.com/page/show/168/situs-bersejarah-lain, diakses tggl
27/01/2014 Pkl: 03.45 WIB.
Niam,M.H. Menelusuri Jejak Tionghoa di Kediri
http://niamania.blogspot.com/2010/02/menelusuri-jejak-tionghoa-di-kediri.html,
diakses tggl 23/01/2014 Pkl: 06.23 WIB.
Jurnal:
Agustrisno. 2008. Respons Kultural dan Struktural Masyarakat Tionghoa Kota
Medan,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7124/1/08E00268.pdf.
USU e-Repository diakses tggl 9/10/2012
Desvianto Sofyan. 2013. Studi Fenomenologi: Proses Pembentukan Persepsi
Mantan Pasien Depresi Di Rumah Pemulihan Soteria. Jurnal E-Communication.
Vol 1 No. 13 2013. Petra Surabaya.
Kristanty, Shinta & Armaini Lubis. 2013. Pola Komunikasi Organisasi Satuan
Polisi Pamong Praja Dalam Menjaga Ketentraman dan Ketertiban Pedagang Kaki
Lima di DKI Jakarta. Communication. Vol 4 No. 2 Oktober 2013. ISSN 2086570.
Gono, Joyo Nur Suyanto. 2006. Kontribusi Ilmu Sosial Terhadap Perlindungan
Kepentingan Publik: Komunikasi Untuk Menangani Konflik Dalam Perusahaan.
Vol 34 No.26 Juni 2006. ISSN 0126- 0731. FISIP UNDIP.
Syamni, Ghazali. 2010. Profil Social Capital Suatu Kajian Literatur. Jurnal Bisnis
dan Ekonomi (JBE), September 2010, Hal. 174 – 182 Vol. 17, No. 2
ISSN: 1412-3126. Universitas Malikussaleh, Aceh.
Disertasi:
Nuryadin, La Ode Taufik. 2010. Kapital Sosial Komunitas Suku Bajo: Studi
Kasus Komunitas Suku Bajo Di Pulau Baliara Provinsi Sulawesi Tenggara .
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Sosiologi Depok, Universitas
Indonesia.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
16
NILAI LELUHUR PADA BISNIS PERDAGANGAN
(Studi Fenomenologi Jaringan Komunikasi Pedagang Tionghoa di
Kabupaten Kediri)
Oleh : Binita Yuania Anugrahani
0710023069
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
2014
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemaknaan etnis Tionghoa dalam
mengaktualisasikan nilai leluhur pada jaringan komunikasi perdagangan. Tinjauan
pustaka penelitian ini meliputi perspektif Timur, fenomenologi, teori
interaksionisme simbolik, jaringan komunikasi. Metode dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan fenomenologi dengan pengumpulan data melalui
wawancara mendalam (indepth interview).
Terdapat lima informan dalam penelitian ini, yang bergerak pada bidang usaha
spare part, bahan bangunan, peternakan, dan toko serba ada. Nilai dan prinsip
yang di terapkan antara lain mengenai kerja keras, kecakapan berbisnis, hubungan
dengan relasi,yang dapat menentukan kemajuan usaha. Salah satu nilai yang
berkaitan erat dalam menentukan dengan siapa mereka berhubungan adalah
kepercayaan. Penting untuk bisa dipercaya sekaligus mendapat kepercayaan,
dapat menumbuhkan interaksi dalam relasi perdagangan. Relasi yang berkaitan
dengan dagang antara lain pemasok, karyawan, pembeli, kreditor.
Berdasarkan nilai dan prinsip yang mereka miliki, maka terbentuklah dua jaringan
komunikasi dalam dagang yaitu jaringan yang terkait erat dengan keluarga
(bekerja sama dan melibatkan secara langsung anggota keluarga) dan jaringan
yang tidak terkait erat dengan keluarga (dalam dagang keluarga tidak harus
terlibat secara langsung).
Kata kunci : Etnis Tionghoa,nilai,jaringan komunikasi
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
1
I. Latar Belakang
Setiap orang memiliki ke-khas-an tersendiri dalam mengembangkan jaringan
usaha yang mereka miliki dan di sesuaikan dengan lingkungan dimana mereka
tinggal termasuk kaum Tionghoa keturunan yang berada pada Kabupaten Kediri.
Cara mereka menyesuaikan dan mengaplikasikan nilai dalam berdagang ketika
menjalankan usaha serta membangun jaringan komunikasi dalam dagang, tidak
terlepas dari bagaimana mereka memaknai nilai-nilai leluhur.
Untuk mengetahui hal tersebut maka studi fenomenologi tepat digunakan
karena pengetahuan datang dari kesadaran seseorang dengan memahami kejadian
melalui perspektif orang yang mengalaminya secara langsung (Littlejohn 2008, h.
37) yaitu etnis Tionghoa di Kabupaten Kediri. Pemaknaan pedagang Tionghoa
terhadap nilai leluhur yang dimiliki berkaitan erat dengan lingkungan sekitar
terutama keluarga, hal ini menunjukkan bahwa makna dibentuk melalui proses
komunikasi dalam sebuah interaksi sosial (West & Turner 2008, h.98-99) seperti
yang dikemukakan dalam teori Interaksionisme Simbolik.
Jaringan komunikasi yang terbentuk oleh etnis Tionghoa merupakan hasil dari
pemaknaan terhadap nilai leluhur yang bertujuan agar tetap bertahan di dalam
kegiatan perdagangan, karena itu tepat jika dikaitkan bahwa keuntungan dan
dukungan yang diperoleh pedagang Tionghoa berasal dari hasil jaringan sosial
(interaksi sosial) mereka, Bourdieu & Wacquant 1992 (Monge & Contractor,
2003 h. 143) yang mendefinisikan mengenai social capital.
Dalam penelitian ini, penulis mencoba memahami fenomena tersebut dari
sudut pandang ketimuran (perspektif timur) yang berfokus pada kesatuan
(wholeness and unity) (Littlejohn, 2008, h.5). Ilmu komunikasi yang berkembang
di berbagai belahan dunia membuat peneliti di Asia merasa ada kelemahan dalam
pemikiran Barat, mereka berasumsi bahwa pemikiran Barat kurang tepat dalam
menjelaskan fenomena komunikasi yang terjadi di Asia, (Dissanayake, 2005, h.
204). Pemikiran Barat cenderung berorientasi pada individualisme, mengabaikan
struktur sosial dan lebih berfokus pada fungsi komunikasi tersebut (Dissanayake,
2005, h. 206).
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
2
Littlejohn (2008, h.5) menjelaskan bahwa perkembangan komunikasi memiliki
perbedaan di berbagai belahan dunia sehingga untuk memahami fenomena yang
terjadi di negara Asia, peneliti di negara tersebut dapat membawa wawasan
mereka sendiri (native insight) dalam konseptualisasi penelitian mereka
(Dissanayake, 2005, h. 207). Sehingga dalam penelitian ini penting untuk
mengetahui nilai-nilai ketimuran yang erat kaitannya dengan perdagangan etnis
Tionghoa seperti elemen konfusianisme yang menghormati
leluhur, dengan
menekankan kehati-hatian, bekerja keras, rajin (Haley & Tan 2004, h.44).
Perspektif Timur digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk lebih memahami
pemaknaan nilai leluhur etnis Tionghoa di Kediri yang diaktualisasikan dalam
jaringan komunikasi perdagangan mereka.
Dari latar belakang yang penulis kemukakan jaringan komunikasi dalam
dagang yang terbentuk terkait erat dengan pemaknaan tentang nilai leluhur yang
di miliki, sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan mereka terutama
keluarga. Bagaimana pedagang Tionghoa tersebut menentukan dan membina
relasi, dengan siapa dan alasan mereka menentukan hubungan dagang tersebut,
sehingga membawa mereka tetap bertahan dalam kegiatan dagang yang mereka
jalankan di Kabupaten Kediri, Propinsi Jawa Timur. Untuk itu penulis merasa
tertarik dan mengangkat penelitian yang berjudul:
“Pemaknaan etnis Tionghoa dalam mengaktualisasikan nilai leluhur pada bisnis
perdagangan (studi fenomenologi jaringan komunikasi pedagang Tionghoa di
kabupaten Kediri)”.
II. Kajian Pustaka
a. Kajian Tentang Perspektif Tionghoa dalam Perspektif Non Western (Timur)
Mengenal filosofi dan nilai penting untuk memahami komunikasi dalam
perspektif ketimuran, Kincaid (1987, h.23) mengemukakan; filosofi adalah isi
dari komunikasi itu sendiri, bagaimana cara berkomunikasi tergantung dari
falsafah yang dimiliki, falsafah berfungsi sebagai konteks komunikasi dan
orientasi, sistem kepercayaan yang membentuk latar belakang pemahaman
untuk mencapai komunikasi yang efektif (komunikasi bertujuan mencapai
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
3
pemahaman, membangun kepercayaan, dan mendorong tindakan), ketiga
sebagai metode berkomunikasi, ini menunjukkan bahwa falsafah merupakan
dasar dari komunikasi, yang berisi mengenai hal yang paling mendasar berupa
aspirasi, nilai-nilai, keyakinan, pemikiran, dan persepsi seseorang, dari suatu
budaya masyarakat.
Karena itu untuk memahami fenomena yang terjadi di negara Asia, peneliti
di negara tersebut dapat membawa wawasan mereka sendiri ( native insight )
dalam konseptualisasi penelitian mereka (Dissanayake, 2005, h. 207).
Sedangkan penelitan mengenai Tionghoa sendiri telah banyak dibahas dalam
perspektif Timur, seperti yang dikemukakan oleh (Lawrence Kincaid, 1987,
h.6) bahwa tujuan yang paling penting dalam komunikasi perspektif Timur,
yaitu pemahaman tentang bagaimana fungsi komunikasi di dalam proses
spiritual dapat memberikan wawasan mendalam tentang penggunaan
komunikasi kontemporer salah satunya dalam pandangan Tionghoa.
b. Perspektif Fenomenologi Tentang Pemaknaan
Penelitian ini berfokus mengenai pemaknaan etnis Tionghoa dalam
mengaktualisasikan nilai leluhur terhadap jaringan komunikasi dagang mereka.
Pemaknaan terhadap pengalaman individu adalah fokus dari penelitian
fenomenologi
sehingga
dalam
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan
fenomenologi sebagai sebuah pisau analisis untuk melihat bagaimana informan
memaknai nilai leluhur dalam jaringan komunikasi yang terbentuk berdasarkan
pengalaman sadar mereka.
Fenomenologi tepat digunakan karena menekankan interpretasi untuk
memperoleh deskripsi dari suatu fenomena yang dialami secara sadar oleh
individu, sehingga fenomena tersebut tampil sebagai dirinya sendiri.
Fenomenologi berfokus pada keunikan pengalaman hidup dan esensi dari suatu
fenomena tertentu dalam hal ini nilai leluhur yang di miliki oleh etnis
Tionghoa.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
4
c. Teori Interaksionisme Simbolik
Teori Interaksionisme Simbolik merupakan kerangka berpikir yang
digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis bagaimana pedagang
keturunan Tionghoa di Kediri memaknai nilai leluhur dalam dagang yang
mereka terapkan dalam interaksi sosial melalui relasi yang mereka pilih
sehingga terbentuk jaringan komunikasi yang mereka gunakan di dalam
perdagangan.
Teori interaksionisme simbolik menurut pandangan Weber (Dikutip dari
Syam, 2012, h.48) sesuai dengan pemikiran Mead bahwa tindakan sosial
adalah tindakan jauh berdasarkan makna subjektif yang diberikan individu
dengan mempertimbangkan perilaku orang lain. menekankan pada simbol dan
interaksi, yang merupakan sebuah kerangka referensi untuk memahami
bagaimana manusia bersama dengan manusia lainnya menciptakan dunia
simbolik serta bagaimana nantinya simbol tersebut membentuk perilaku
manusia.
Manusia merupakan aktor sadar dan refleksif yang menyatukan objek
melalui apa yang disebut Blumer dengan self-indication. Self-indication adalah
proses komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu,
menilainya, memberikan makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasakan
makna tersebut. Proses self-indication berlangsung dalam konteks sosial
dimana individu mencoba mengantisipasi tindakan-tindakan orang lain dan
menyesuaikan tindakannya sebagaimana dia menafsirkan tindakan tersebut.
Terdapat tiga tema besar yang mendasari tujuh asumsi teori interaksi simbolik
(West, 2008, h.98) yaitu:
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia.
2. Pentingnya konsep diri.
3. Hubungan antara individu dan masyarakat.
d. Jaringan Komunikasi Dalam Relasi Sosial
Dijelaskan dalam Little John (2009, h. 247) jaringan ( networks) adalah
struktur sosial yang tercipta karena komunikasi diantara individu dan
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
5
kelompok (group), ketika seseorang berkomunikasi dengan yang lain maka
akan tercipta mata rantai (Links) yang mana menjadi dasar dalam komunikasi
organisasi.
Dijelaskan dalam Bambang Setiawan (1989, h.1) para analisis jaringan
mengasumsikan bahwa setiap individu berpartisipasi dalam suatu sistem sosial
tertentu yang melibatkan individu-individu lain dalam sistem sosial tersebut,
karena itu orang-orang yang berada dalam sistem sosial tersebut akan
mempengaruhi kepercayaan, pengambilan keputusan dan perilaku-perilaku
individu yang mempunyai hubungan dengan orang-orang yang ada dalam
sistem sosial tersebut.
Jika organisasi dipahami sebagai suatu sistem jaringan komunikasi maka
beberapa tradisi melakukan kajian organisasi dilihat dari perspektif
komunikasi. Jaringan (network) dalam hubungan ini dimaknai sebagai suatu
struktur sosial yang tercipta oleh adanya diantara individu atau kelompok,
beberapa tradisi tersebut adalah;
1. Tradisi Posisional
Membahas struktur dan peranan dalam organisasi, ini merupakan
pendekatan yang menjelaskan suatu organisasi sebagai sesuatu yang
stabil dari hubungan yang didefinisikan secara formal.
2. Tradisi Relasional
Tradisi ini dibangun diatas asumsi dasar bahwa organisasi terbentuk
karena adanya interaksi timbal balik antar individu.
3. Tradisi Kultural
Kajian sentral dalam tradisi ini adalah tentang simbol-simbol dan
pengertian yang membentuk suatu organisasi.
Masih dijelaskan Littlejohn (2009, h.248-249) Jaringan dapat diteliti
melalui in-degree dimana jumlah hubungan yang dilakukan orang lain
terhadap seseorang, dan out-degree. Kemudian menunjukkan jumlah
hubungan yang dilakukan terhadap orang lain yaitu hubungan yang bersifat
langsung (antara dua orang tanpa perantara), dan tidak langsung (antara dua
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
6
orang melalui perantara pihak ke tiga). Dijelaskan juga oleh Littlejohn
bahwa fungsi jaringan bersifat kompleks seperti terdapat jaringan yang
menggunakan autoritas
atau
jaringan
instrumental,
afiliasi
seperti
persahabatan, informasi, produksi dan inovasi.
Begitu pula dengan para pedagang Tionghoa kota Kediri, dalam
interaksi sosial yang berkaitan dengan usaha, mereka memiliki relasi usaha
yakni hubungan antar individu yang di dalamnya terdapat bagian-bagian
yang saling melengkapi satu sama lain yang menunjukkan tugas dan fungsi
masing-masing yang terbentuk menjadi sebuah jaringan komunikasi di
dalam kegiatan dagang.
Keberadaan jaringan komunikasi dalam relasi sosial
berkaitan erat
dengan adanya konsep potensial, yang dihubungkan dengan kepemilikan
dari suatu jaringan yang tahan lama atau lebih kurang hubungan timbal balik
antar institusi yang dikenalnya Bourdieu and Wacquant (1992) (Dikutip dari
Monge & Contractor, 2003 h. 143) yang disebut dengan social capital.
Kapital sosial merupakan modal kerjasama yang dibangun untuk
mencapai tujuan, kerjasama terjadi akibat adanya interaksi sosial yang
menghasilkan jaringan kerjasama, pertukaran sosial, saling percaya dan
terbentuk nilai, norma dalam interaksi tersebut. Dikaitkan dengan pedagang
etnis Tionghoa di Kediri di dapatkan bahwa ikatan kekerabatan dalam
keluarga sebagai modal sosial yang menopang usaha dagang mereka.
Kekerabatan dalam keluarga menyediakan jaringan sosial di lingkungan
usaha yang mereka jalankan dimana kepercayaan menjadi dasar dalam
usaha tersebut. Melalui jaringan sosial tersebut membuat usaha mereka tetap
bertahan di Kabupaten Kediri, disini terlihat bahwa pedagang Tionghoa di
Kediri mampu memanfaatkan modal sosial sebaik mungkin untuk
kelancaran usaha.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
7
III. Kerangka Pemikiran
Pedagang Tionghoa
Pemaknaan
Fenomenologi
Nilai Leluhur
Interaksionisme
Simbolik
Aktualisasi
Jaringan
Komunikasi Dagang
Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: Menunjukkan hubungan dari keterangan sebelumnya
: Garis putus2 merupakan pemaknaan informan.
: Garis horizontal menunjukkan sebuah proses.
Informan dalam penelitian ini adalah pedagang etnis Tionghoa, pemaknaan
mereka terhadap nilai-nilai leluhur adalah hasil dari interaksi dengan lingkungan
yang akhirnya diaktualisasikan dengan jaringan komunikasi perdagangan.
Seperti yang dijelaskan dalam teori interaksionisme simbolik, bahwa
individu membentuk makna melalui proses komunikasi (interaksi sosial) karena
itu pemaknaan etnis Tionghoa terhadap nilai-nilai leluhur dalam membangun
jaringan komunikasi dagang tidak terlepas dari lingkungan terutama keluarga.
Karena itu interaksionisme simbolik membantu untuk menjelaskan temuan yang
ada dalam penelitian ini.
Peneliti menggunakan fenomenologi sebagai pisau analisis untuk melihat
bagaimana informan memaknai nilai leluhur dalam jaringan komunikasi yang
terbentuk berdasarkan pengalaman sadar mereka.
Jaringan yang terbangun adalah sebagai bentuk perilaku yang terkait erat
dengan pemaknaan nilai-nilai leluhur sebagai hasil dari pemaknaan dalam
interaksi di lingkungan informan berada, yaitu pedagang etnis Tionghoa.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
8
IV. Metode Penelitian
Berangkat dari tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, untuk
mengetahui
pemaknaan
dalam
mengaktualisasikan
nilai-nilai
leluhur
perdagangan dan juga pada jaringan yang mereka miliki maka penelitian ini
menggunakan metode penelitian fenomenologi. Dengan metode fenomenologi,
peneliti berusaha mendalami aspek subjektif secara langsung dari pengalaman
informan yang diteliti, dan mengetahui bagaimana makna sosial dikembangkan
dalam kehidupan sehari-harinya.
Salah satu teknik analisis data fenomenologi yang telah dimodifikasi oleh
Moustakas merupakan metode analisis data fenomenologi Van Kaam, dengan
langkah-langkah sebagai berikut (Kuswarno, 2009, h.69):
1. Membuat daftar dan pengelompokan awal data yang diperoleh. Mendata
secara detail informasi yang diperoleh dari pengamatan objek penelitian
yaitu ke lima informan Tionghoa, setiap objek pernyataan informan berupa
transkrip data.
2. Reduksi dan eliminasi. Menguji dan mengecek ulang apakah ada pernyataan
yang tumpang tindih. Data yang telah diperoleh berupa data transkrip
kemudian diperiksa ulang dan data yang mengalami perulangan dapat
dihilangkan.
a. Apakah data mengandung aspek penting untuk memahami pemaknaan
informan dalam mengaktualisasikan nilai leluhur bisnis perdagangan
pada jaringan komunikasi mereka.
b. Apakah data tersebut mungkin untuk dibuat abstraksinya dan diberi
label khusus?
c. Apakah data “tidak dapat” menjawab pertanyaan tadi, atau data tumpang
tindih dengan data yang lain, atau terjadi pengulangan data, maka data
tersebut harus dieliminasi.
3. Mengelompokkan dan memberi tema setiap kelompok invariant constitutes
yang tersisa dari proses eliminasi. Setiap kelompok akan menggambarkan
tema-tema inti penelitian, terdapat empat tema dalam penelitian ini. (Nilai
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
9
leluhur yang melekat dalam perdagangan, Prinsip bisnis perdagangan,
Relasi dalam perdagangan, terbentuknya jaringan komunikasi perdagangan).
4. Identifikasi final terhadap data yang diperoleh melalui proses validasi awal
data. Dengan cara memeriksa data dan tema yang dilekatkan padanya.
Misalnya dengan menghubungkan pernyataan berikut;
a. Apakah data secara eksplisit menunjukkan pemaknaan yang dimiliki
etnis Tionghoa dalam mengaktualisasikan nilai leluhur pada jaringan
komunikasi mereka.
b. Bila sesuai, apakah data cocok dengan permasalahan penelitian dan tema
yang dilekatkan kepadanya?
5. Mengkonstruksi deskripsi tekstural masing-masing informan termasuk
pernyataan-pernyataan verbal dari informan, yang berguna bagi penelitian
selanjutnya (Individual textural description ).
6. Membuat deskripsi struktural, yaitu penggabungan deskripsi tekstural
dengan variasi imajinasi (Individual structural description ).
7. Menggabungkan langkah 5 dan 6 untuk menghasilkan makna dan esensi
dari permasalahan penelitian. Penggabungan Textural Description dan
Structural Description dari pengalaman setiap informan penelitian. Setelah
Textural – Structural Description tersusun sehingga dibuat Composite
Description yang berasal dari makna dan esensi pengalaman sehingga
hasilnya merupakan representasi tema secara keseluruhan.
Hasil dari analisis data tersebut harus mampu menghasilkan makna dan
esensi fenomena yang dikonstruksikan (Kuswarno, 2009, h.71).
V. Pembahasan
Dapat penulis kemukakan dagang adalah dunia informan, menjadi simbol
status sosial yang mereka banggakan, karena itu terdapat enam nilai leluhur yang
mereka terapkan dalam kehidupan berdagang bagi ke lima informan, yaitu; hidup
untuk berdagang, harus bisa dipercaya, kerja keras- tidak mudah menyerah,
pandai mengelola keuangan (strategi), tidak boros (kesederhanaan), berhati-hati
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
10
dan menjaga hubungan baik dengan relasi. Informan memiliki pemaknaan
masing-masing dalam mengaplikasikan ke enam nilai tersebut, prinsip berdagang
berasal dari hasil pemahaman informan terhadap pengalaman dan lingkungannya,
yang menghasilkan prinsip yang terkait dengan nilai leluhur.
Kelima informan menganggap berdagang adalah dunia mereka, bukan hanya
sekedar mencari uang semata, berdagang menjadi bagian dari diri mereka. Dagang
menjanjikan keuntungan penghasilan yang tidak terbatas, keleluasaan waktu,
menjadi pimpinan bagi usahanya tanpa ada yang memerintah, karena itu dagang
menjadi simbol status sosial yang mereka banggakan.
Kelima informan memegang teguh nilai yang di nasehatkan orang tua sebagai
wujud sikap berdagang adalah bagian hidup, kelima informan sadar bahwa
dagang dibutuhkan kerja keras, ulet pantang menyerah, memiliki strategi dagang
yang baik, mengutamakan kesederhanaan dan pengendalian diri agar modal bisa
dialokasikan pada usaha, dan menjalin hubungan baik dengan relasi dagang.
Orang dan kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial, mengakui
bahwa norma-norma sosial mempengaruhi perilaku individu La Rosa dan Reitzes
(dikutip dari West & Turner, 2008, h.101). Orang tua adalah panutan bagi
informan, apa yang dinasehatkan dinilai, diberi makna dan diputuskan dan
bertindak berdasarkan makna tersebut, bagi informan nasehat orang tua adalah
penting dan patut untuk dilaksanakan, mereka merasa bahwa nasehat yang mereka
terima tepat dan sesuai dengan kondisi mereka, sehingga wajib untuk
dilaksanakan.
Bekerja sama dengan anggota keluarga bagi Martina, Bpk. Agus dan Bpk.
Sujono memiliki jaminan kepercayaan lebih dibandingkan bekerja sama dengan
orang lain.Wujud kerja sama dengan keluarga adalah, saling memberikan
pinjaman modal biasanya berupa dagangan,membeli barang dagangan secara
kolektif, saling menginformasikan pemasok kepada anggota keluarga lain dan
mereferensikan pembeliuntuk membeli di toko anggota keluarga mereka,
informasi mengenai karyawan juga mereka dapatkan di lingkungan terdekat.
Bpk. Andy justru kurang menyukai jika dalam usahanya ada anggota
keluarga yang terlibat langsung, menurutnya bekerja akan menjadi kurang leluasa.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
11
Meski dalam anggota keluarga Bpk. Andy dan keluarga Bpk. Suqiatno, tidak
secara langsung bekerja sama, tetapi mereka saling membantu satu sama lain
dalam hal finansial.
Dapat disimpulkan berdasarkan pemaknaan kelima informan mengenai nilai
yang dipercaya dalam membentuk jaringan komunikasi, muncul dua kategori;
yang pertama jaringan terkait erat dengan keluarga (Martina, Bpk. Agus dan Bpk.
Sujono) yang menganggap berhubungan dengan keluarga sebagai hal penting
bertujuan agar anggota keluarga dapat sukses bersama. Kemudian yang kedua
adalah jaringan yang kurang terkait erat dengan keluarga (Bpk. Andy dan Bpk.
Suqiatno) yang menganggap tidak perlu melibatkan keluarga secara langsung
untuk meraih kesuksesan. Masing-masing kriteria tersebut dianggap membawa
kesuksesan dalam menjalankan usaha dagang bagi informan.
Peneliti berusaha merangkai makna yang dialami oleh para informan dan
menekankan pada keunikan makna yang diberikan oleh informan. Berikut adalah
bagan yang menggambarkan mengenai pemaknaan etnis Tionghoa dalam
mengaktualisasikan nilai yang mereka percaya dalam jaringan komunikasi yang
mereka bentuk;
Pemaknaan
1. Hidup untuk
dagang.
2. Kepercayaan
3. Menjalin
hubungan.
4. Kerja keraskeuletan.
5. Strategi Dagang.
6. Kesederhanaan.
Jaringan Komunikasi
Bagan 5.1 Pemaknaan-Nilai-Jaringan Komunikasi
(Sumber: diolah peneliti
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
12
VI. Kesimpulan
a. Pemaknaan informan mengenai nilai-nilai dalam dagang tidak terlepas dari
pengalaman, kebiasaan dalam lingkungan terdekat dalam keluarga yaitu
orang tua.
b. Informan memaknai bahwa dagang sebagai mata pencaharian yang paling
ideal dan merupakan bagian hidup bagi mereka yang tidak dapat
dipisahkan,
dagang
adalah
sebuah
kebanggaan
dan
status
sosial.Kesuksesan berdagang diraih dengan menerapkan nilai dan prinsip
yang dipercaya dapat mewujudkan kesuksesan. yaitu; Hidup untuk
dagang, kepercayaan, menjalin hubungan, kerja keras-keuletan, strategi
dagang, kesederhanaan.
c. Nilai dan prinsip yang dipercaya sebagai tolak ukur apakah hubungan
membawa keuntungan dan kerugian yang menentukan hubungan antar
relasi, selama hubungan membawa keuntungan maka kerja sama antar
kedua belah pihak akan terus berlanjut. Hal tersebut menjadi penentu
pemilihan jaringan komunikasi dalam dagang, dengan siapa saja mereka
berhubungan dan bagaimana cara mempertahankan hubungan.
d. Berdasarkan pemaknaan mengenai nilai yang dipercaya dalam membentuk
jaringan komunikasi, muncul dua kategori; yang pertama jaringan terkait
erat dengan keluarga yang menganggap hubungan dengan keluarga
sebagai hal penting yang bertujuan agar anggota keluarga dapat sukses
bersama. Kategori ke dua, adalah jaringan komunikasi yang kurang terkait
erat dengan keluarga. Jaringan komunikasi yang erat dengan keluarga
diwujudkan saling bekerja sama dengan anggota keluarga dan saling
memberitahukan
referensi
baik
pemasok
dan
pembeli.
Jaringan
komunikasi yang tidak terkait erat dengan keluarga meski tidak
berhubungan secara langsung dengan anggota keluarga diyakini mampu
membawa kesuksesan.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
13
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Burhan, Bungin, 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, Dan Ilmu Sosial Lainnya. Edisi pertama, Cetakan ke-2, Jakarta: Kencana
Craig Robert. T & Muller Heidi. R. 2007. Theorizing Communication (Readings
Across Traditions) . Sage Publications.
Dharmawan,
Agus.
2010.
Rahasia
Sukses
Pedagang
Tionghoa
(Mengembangkan Toko dari Nol & Meraup Keuntungan Maksimal) .
Yogyakarta: Islamedia Pustaka Utama.
Dissanayake, W. 1988. Communication Theory The Asian Perspective .
Singapore: Asian Mass Communication Research & Information.
Goodfellow, Rob. 1997. Indonesian Business Culture . Singapore: Reed
Academic Publishing Asia.
Ghony D. & Fauzan A. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif . Cetakan ke-1.
Jogjakarta: AR-RUZZ Media.
Haley T. George & Tan Chin Tiong. 2008. Rahasia Kesuksesan dan Keunggulan
Strategi Bisnis Pengusaha Cina . (1th ed.). (Achyar.A, Terjemahan). Jakarta:
Hikmah (PT Mizan Publika).
Handoko, T. Hani. 1996, Manajemen Sumber Daya Manusia . Yogyakarta : PT.
BPFE
Kriyantono, Rakhmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi . Cetakan ke-4.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Kuswarno, Engkus. 2009. Metode Penelitian Komunikasi – Fenomenologi:
Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjadjaran.
Littlejohn, Stephen W. 2002. Theories of Human Communication. 7th Edition.
Mexico: Wadsworth.
___________________. 2009. Teori Komunikasi Edisi 9. Jakarta: Salemba
Humanika.
Littlejohn, Stephen W & Foss, Karen A. 2008. Theories of Human
Communication . 9th Edition. USA: Wadsworth.
Morissan & Wardhani Andy C. 2009. Teori Komunikasi. Cetakan ke-1. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
14
Monge Peter.R & Contractor Noshir.S. 2003. Theories of Communication
Network. New York: Oxford University Press.
Mulyana, Dedy. 2004. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Cetakan ke-6.
Bandung: PT Remadja Rosdakarya.
Munawarman, Haikal, 2011. Resep Sukses Bisnis Ala Orang Cina. Yogyakarta:
Araska.
Moustakas, Clark. 1994. Phenomenological Research Methods. SAGE
Publications Inc. California.
Neuman, W. Lawrence. 2000. Social Research Methods: Qualitative and
Quantitative Approaches. 4th edition. USA: Allyn & Bacon.
Pawito. 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Cetakan ke-2. Yogyakarta:
LKiS Pelangi Aksara.
Poloma, Margareth M. 1987. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali.
Syam, Nina W. 2012. Sosiologi Sebagai Akar Ilmu Komunikasi . Bandung:
Simbiosa Rekatama Media (Anggota IKAPI).
West, Richard dan Turner, Lynn.H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis
dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika
Widyahartono, Bob. 1988. Kongsi & Spekulasi, Jaringan Kerja Bisnis Cina .
Cetakan 1. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.
E-Book:
Aimee Dawis . Ph. D. 2010. Orang Indonesia Tionghoa Mencari Identitas.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Oei, Istijanto. 2009. Rahasia Sukses Kaum Tionghoa . Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Cetakan 1. Yogyakarta: PT LkiS
Pelangi Aksara.
Seng. An Wan. 2007. Rahasia Bisnis Orang Cina . Cetakan ke-6. Jakarta: Hikmah
(PT Mizan Publika).
Setiawan, Bambang. Tanpa Tahun. Metode Analisis Jaringan Komunikasi dan
Analisis Isi.Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Studi Sosial UGM.
Kincaid, D. Lawrence. 1987. Communication Theory: Eastern And Western
Perspectives. New York: Academic Press Inc. Department of Communication
State University of New York at Albany.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
15
Websites:
Prinantyo & Sawega. 2007. Wajah Kediri, Tempo Dulu dan Sekarang.
http://www.pdaid.org/library/index.php?menu= library&act= detail&gmd= Artikel
&Dkm_ID= 20020114&start= 10 , diakses tggl 27/01/2014 Pkl: 04.21 WIB.
PHRI Kediri. Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia: Kediri Raya
http://www.phrikediriraya.com/page/show/168/situs-bersejarah-lain, diakses tggl
27/01/2014 Pkl: 03.45 WIB.
Niam,M.H. Menelusuri Jejak Tionghoa di Kediri
http://niamania.blogspot.com/2010/02/menelusuri-jejak-tionghoa-di-kediri.html,
diakses tggl 23/01/2014 Pkl: 06.23 WIB.
Jurnal:
Agustrisno. 2008. Respons Kultural dan Struktural Masyarakat Tionghoa Kota
Medan,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7124/1/08E00268.pdf.
USU e-Repository diakses tggl 9/10/2012
Desvianto Sofyan. 2013. Studi Fenomenologi: Proses Pembentukan Persepsi
Mantan Pasien Depresi Di Rumah Pemulihan Soteria. Jurnal E-Communication.
Vol 1 No. 13 2013. Petra Surabaya.
Kristanty, Shinta & Armaini Lubis. 2013. Pola Komunikasi Organisasi Satuan
Polisi Pamong Praja Dalam Menjaga Ketentraman dan Ketertiban Pedagang Kaki
Lima di DKI Jakarta. Communication. Vol 4 No. 2 Oktober 2013. ISSN 2086570.
Gono, Joyo Nur Suyanto. 2006. Kontribusi Ilmu Sosial Terhadap Perlindungan
Kepentingan Publik: Komunikasi Untuk Menangani Konflik Dalam Perusahaan.
Vol 34 No.26 Juni 2006. ISSN 0126- 0731. FISIP UNDIP.
Syamni, Ghazali. 2010. Profil Social Capital Suatu Kajian Literatur. Jurnal Bisnis
dan Ekonomi (JBE), September 2010, Hal. 174 – 182 Vol. 17, No. 2
ISSN: 1412-3126. Universitas Malikussaleh, Aceh.
Disertasi:
Nuryadin, La Ode Taufik. 2010. Kapital Sosial Komunitas Suku Bajo: Studi
Kasus Komunitas Suku Bajo Di Pulau Baliara Provinsi Sulawesi Tenggara .
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Sosiologi Depok, Universitas
Indonesia.
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
16