Pengaruh Persepsi Iklim Sekolah Terhadap Student Engagement pada Siswa SMA Sultan Iskandar Muda Medan

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk
perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan pada individu bisa dilihat dari
seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No
20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (Hardianto, 2013). Menurut salah seorang tokoh
psikologi pendidikan Dewey (dalam Santrock, 2011) mengemukakan bahwa
anak-anak harus belajar dengan aktif (active learner), karena anak-anak akan
memperoleh hasil belajar lebih baik jika mereka aktif. Pada proses pembelajaran
dan kesuksesan siswa di sekolah membutuhkan keterlibatan aktif siswa, yang
mana siswa yang terlibat aktif tersebut disebut dengan student engagement
(National Research Council & Institute of Medicine, 2004).
National Survey on Student Engagement (dalam Barkley, 2010)
mendefinisikan student engagement sebagai frekuensi siswa dalam berpartisipasi

pada kegiatan-kegiatan yang terkait dengan praktik pendidikan, dan memahami

1
Universitas Sumatera Utara

2

itu sebagai pola keterlibatan dalam berbagai kegiatan dan interaksi baik di dalam
dan luar kelas selama karirnya di sekolah. Definisi lain dikemukakan oleh
Chapman (2003) yang menjelaskan bahwa student engagement merupakan
kemauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan rutin sekolah dengan indikator
kognitif, perilaku, dan afektif dalam melaksanakan tugas-tugas belajar tertentu.
Pentingnya student engagement di sekolah sangat disadari oleh para
pendidik. Fredricks, dkk (2004) menjelaskan bahwa para peneliti, pendidik dan
pembuat kebijakan pendidikan saat ini lebih fokus pada student engagement
sebagai kunci untuk mengatasi masalah pada siswa yang berprestasi rendah, bosan
dan terasing, dan angka drop out yang tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Connell dan Wellborn (1991) yang menunjukkan bahwa
siswa yang terlibat (engagement) akan menunjukkan perilaku keterlibatan dalam
belajar dan memiliki emosional yang positif, mereka bertahan dalam menghadapi

tantangan. Hasil penelitian oleh Dharmayana dkk (2012) menunjukkan bahwa
kompetensi emosi dan keterlibatan pada sekolah, berperan positif terhadap
prestasi akademik siswa. Kemudian dari hasil penelitian Fauzie (2012)
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pemenuhan kebutuhan
untuk kompeten dan keterlibatan siswa dalam belajar. Sedangkan siswa yang
tidak terlibat (disengaged) cenderung pasif, tidak berusaha keras, bosan, mudah
menyerah, dan menampilkan emosi negatif, seperti marah, menyalahkan, dan
penolakan (Skinner dan Belmont, 1993).
Marks (2000) berpendapat terdapat penurunan pada student engagement
mulai dari SD, SMP dan mencapai tingkat terendah pada tingkat SMA. Dia juga

Universitas Sumatera Utara

3

menjelaskan bahwa diperkirakan sampai dengan tingkat SMA sebanyak 40-60
persen siswa tidak terlibat di sekolahnya. Kemudian data terbaru yang dikeluarkan
oleh National Center for Education Statistics (2002) menunjukkan tingkat
ketidakhadiran siswa di sekolah (yang diukur dengan melihat siswa yang tidak
masuk kelas atau tidak hadir di sekolah untuk alasan selain sakit) meningkat

seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan sekolah, yaitu 11% pada kelas 2
SMP, 17% pada kelas 1 SMA dan 33% pada kelas 3 SMA.
Menurut Banks (2007) pendidikan multikultural merupakan sebuah
pemikiran dimana semua siswa tanpa memperhatikan gender, kelas sosial, etnis,
ras atau budaya yang berbeda harus mendapatkan peluang yang sama untuk
belajar di sekolah. Gay (2003) berpendapat bahwa banyak siswa dengan sekolah
yang memiliki perbedaan etnis tidak senang dan tidak tertarik dengan sekolahnya.
Mereka seringkali merasa tidak ramah dan terasing. Sehingga sekolah dengan
perbedaan etnis tersebut lebih mungkin siswanya untuk tidak tertarik dan tidak
terlibat dalam proses pembelajaran.
Salah satu sekolah yang memiliki sistem pendidikan multikultural yaitu
Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan, yang terletak di Jl. Tengku
Amir Hamzah Pekan I, Gang Bakul, Medan Sunggal. Yayasan Perguruan Sultan
Iskandar Muda didirikan pada tanggal 25 Agustus 1987 oleh dr. Sofyan Tan.
Sekolah ini mempunyai visi untuk mendidik generasi muda Indonesia menjadi
manusia yang religius, humanis dalam bingkai kesetaraan dan keberagaman. Dari
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Bancin (2014) pada 100 siswa di SMA
Sultan Iskandar Muda menunjukkan bahwa secara umum siswa SMA Sultan

Universitas Sumatera Utara


4

Iskandar Muda memiliki sikap positif terhadap pembelajaran bermuatan
multikultural. Subjek yang memiliki sikap positif terhadap pembelajaran
bermuatan multikultural berjumlah 85 orang (85%). Kemudian subjek yang
memiliki sikap netral terhadap pembelajaran bermuatan multikultural berjumlah
15 orang (15%). Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Ritonga (2016) tentang
gambaran student engagement di sekolah dengan pendidikan multikultural, dalam
hal ini SMA Sultan Iskandar Muda Medan, menunjukkan bahwa 133 siswa berada
di kategori tinggi, 83 siswa berkategori rendah, dan 28 siswa berkategori tidak
tergolongkan.
Berdasarkan hal tersebut, berikut adalah hasil wawancara kepada Guru
SMA Sultan Iskandar Muda mengenai keterlibatan siswa mereka di sekolah:
“Siswa SMA-nya untuk secara keseluruhan dapat dikatakan aktif -lah.
Mau diskusi, tanya jawab dan memberi pendapat juga. Ada soal-soal
tugas yang mereka tidak tahu jawabannya juga mereka inisiatif
langsung cari ke perpustakaan dan internet. Kalo ada pun yang tidak
aktif hanya 1 atau 2 orang menurut saya biasa lah seperti itu ya. Tapi
secara keseleuruhan aktif kok siswanya”

(Komunikasi Personal, 17 Oktober 2015)
“Semua anak-anak jadi ikut. Tidak ada ekskul yang tidak diikuti
anak-anak dan tidak ada ekskul yang mati. Semua anak-anak aktif
mengikuti kegiatan perlombaan diluar maupun kegiatan yang
diselenggarakan di dalam sekolah, semuanya sejalan. Jadi karena
mereka menjiwai ekskul tersebut, mereka jadi semangat latihan,
semangat belajar sehingga berprestasi di ekskul dan di kelas”
(Komunikasi Personal, 17 Oktober 2015)
Untuk menguatkan argumentasi tersebut, peneliti memberikan kuesioner
pada 78 siswa SMA Sultan Iskandar Muda yang mana kuesioner ini berisi
pernyataan mengenai student engagement berdasarkan teori Fredricks dkk (2004).

Universitas Sumatera Utara

5

Dari hasil kuesioner dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan siswa mereka
tidak hanya terlibat aktif di dalam kelas melainkan juga aktif di luar kelas. Hal
tersebut dapat dilihat bahwa 83% siswa senang mengikuti kegiatan tambahan di
sekolah dan 92% siswa ikut berperan aktif jika ada diskusi dan kerja kelompok.

Fredricks dkk (2004) kemudian menjelaskan bahwa siswa yang memiliki student
engagement yang tinggi akan berpartisipasi dan ikut terlibat dalam segala kegiatan
akademik, sosial atau kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan termasuk juga siswa
yang mengerjakan lebih banyak tugas dari yang diperintahkan, atau berinisiatif
untuk berdiskusi dengan guru berkaitan dengan materi pelajaran yang dampaknya
akan dapat meningkatkan prestasi siswa itu sendiri.
Menurut Fredricks, dkk (2004) terdapat tiga faktor yang dapat
mempengaruhi student engagement, salah satunya yaitu school-level. School-level
merupakan hal-hal yang berkaitan dengan ukuran sekolah, peraturan yang
diterapkan di sekolah dan lingkungan sekolah. Wang & Halcombe (2010)
menjelaskan bahwa persepsi warga sekolah terhadap lingkungan sekolahnya dapat
menjadi prediktor terhadap keterlibatan siswanya. Phinney (dalam Matsumoto,
2008) menyatakan bahwa individu dengan etnis atau ras yang berbeda akan
menghasilkan perbedaan psikologis pada cognition, emotion, motivation dan
health. Menurut Thapa, dkk (2012) perbedaan ras dan etnis di sekolah dapat
menjadi prediktor penting di dalam menentukan persepsi iklim sekolah. Dengan
demikian lingkungan sekolah tersebut dapat berkaitan dengan iklim sekolah
mereka.

Universitas Sumatera Utara


6

Iklim sekolah merupakan pola pengalaman hidup orang-orang yang
terlibat di sekolah yang mencerminkan norma, tujuan, nilai-nilai, hubungan
interpersonal, praktek pengajaran dan pembelajaran dan struktur organisasi di
sekolah (National School Climate Council, 2007). Menurut Thapa dkk (2012)
iklim sekolah merupakan refleksi dari pengalaman siswa, personil sekolah dan
orang tua dalam kehidupan sekolah secara sosial, emosional, etis dan akademis.
Iklim sekolah yang positif diakui sebagai sasaran penting dalam perubahan
sekolah yang akan menghasilkan peningkatan perilaku, akademik dan kesehatan
mental bagi siswa. Iklim sekolah yang positif akan menurunkan tingkat
ketidakhadiran pada siswa, meningkatkan motivasi belajar siswa, menurunkan
tingkat agresi dan kekerasan siswa, dan tingkat pelecehan seksual (Thapa dkk,
2012). Iklim sekolah yang positif memiliki ciri-ciri di antaranya hubungan baik
antar warga sekolah, kemampuan warga sekolah untuk mengatasi kegagalan,
metode belajar yang menunjang pembelajaran siswa, kejelasan peraturan, dan
kondisi lingkungan sekolah yang nyaman (Hadiyanto, 2004). Kozina dkk (2008)
berpendapat bahwa iklim sekolah memiliki hubungan yang kuat terhadap prestasi
siswa dan ketika siswa merasa senang berada di sekolah, maka besar

kemungkinannya untuk siswa tersebut mengikuti kegiatan kegiatan di sekolah
dengan baik.
Menurut Thapa dkk (2012) ada beberapa elemen yang membentuk iklim
sekolah yaitu safety, relationship, teaching and learning dan institutional
environment. Keamanan (safety) dapat berupa aturan dan norma sekolah yang
berarti siswa aman secara sosial, emosional, intelektual dan fisik. Hubungan

Universitas Sumatera Utara

7

(relationship) yaitu pola dari norma, tujuan, nilai-nilai dan interaksi di sekolah
yang membentuk hubungan di sekolah dan memberikan kontribusi yang penting
pada iklim sekolah. Siswa mempersespsikan hubungan interpersonal yang positif
maka siswa cenderung mau terlibat dan berperilaku yang sesuai aturan. Proses
belajar mengajar (teaching and learning) yaitu siswa dengan mengikutsertakan
kepala sekolah dan guru dalam mendefinisikan norma-norma, tujuan dan nilainilai yaang membentuk lingkungan pengajaran dan pembelajaran. Lingkungan
sekolah (institutional environment) seperti seperti tata letak ruang kelas, jadwal
kegiatan dan interaksi siswa dengan guru yang dapat mempengaruhi perilaku dan
perasaan aman pada siswa.

Siswa sebagai warga sekolah akan mengorganisasikan dan memberi
makna kepada lingkungannya, dalam hal ini yaitu lingkungan sekolahnya, yang
mana hal tersebut disebut juga dengan persepsi (Robbins, 1996). Menurut Pintrich
& Schunk (1996) persepsi terhadap iklim sekolah merupakan proses
penginterpretasian terhadap informasi mengenai perasaan pribadi setiap anggota
sekolah tentang pengalaman personel terhadap situasi dan kondisi lingkungan
sekolah tersebut yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dan guru dalam
membentuk tujuan (goal orientation), membantu meningkatkan self efficacy,
usaha, ketekunan dan prestasi belajar siswa, serta kepuasan guru atas
keberhasilannya mengajar. Persepsi siswa terhadap sekolahnya merupakan suatu
hal yang subyektif, sehingga penilaian siswa terhadap norma dan kondisi
lingkungan sekolahnya bisa berbeda dengan keadaan yang sebenarnya. Iklim
sekolah yang positif dapat dipersepsi siswa secara negatif. Sehingga perbedaan

Universitas Sumatera Utara

8

persepsi ini akan mempengaruhi tingkah laku dan perasaan siswa di sekolah
(Purwita, 2013).

Berdasarkan hal tersebut, peneliti memberikan kuesioner pada 78 siswa
SMA Sultan Iskandar Muda yang mana kuesioner ini berisi pernyataan mengenai
persepsi iklim sekolah menurut Thapa dkk (2012). Dari hasil kuesioner dapat
disimpulkan bahwa siswa SMA Sultan Iskandar Muda mempersepsikan peraturan,
lingkungan sekolah, dan hubungan dengan teman sekolahnya secara positif. Hal
tersebut dapat dilihat bahwa sebesar 84% siswa merasa peraturan yang diterapkan
di sekolahnya cukup adil dan konsisten, 92% siswa merasa nyaman untuk belajar
dengan lingkungan sekolahnya dan 91% siswa merasa teman di sekolahnya
menyenangkan. Menurut Way dkk (2007) bahwa ada hubungan antara persepsi
siswa terhadap iklim sekolah dengan kecenderungan munculnya masalah perilaku
siswa di sekolah. Penelitian yang dilakukan oleh Hairani (2015) menyebutkan
bahwa terdapat pengaruh persepsi terhadap iklim sekolah dengan kecenderungan
bullying. Thapa dkk (2012) berpendapat bahwa di dalam iklim sekolah, ketika
masyarakat sekolah saling menghargai dan saling berbagi dapat secara positif
mempengaruhi keterlibatan siswanya. Dari hasil penelitian Nasution (2015)
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh iklim sekolah terhadap

school

connectedness pada siswa. Kemudian dalam penelitian oleh Purwita (2013)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif pada persepsi iklim sekolah
dengan keterlibatan siswa. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa perlu
untuk mengetahui pengaruh persepsi iklim sekolah terhadap student engagement
pada siswa SMA Sultan Iskandar Muda Medan.

Universitas Sumatera Utara

9

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
seberapa besar pengaruh persepsi iklim sekolah terhadap student engagement
pada siswa SMA Sultan Iskandar Muda Medan?

C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
persepsi iklim sekolah terhadap student engagement pada siswa SMA Sultan
Iskandar Muda Medan.

D. MANFAAT PENELITIAN
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan akan memiliki dua
manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah, dan
memberikan informasi agar dapat mengembangkan ilmu Psikologi,
terutama Psikologi Pendidikan yang berkaitan dengan persepsi iklim
sekolah dan student engagement.

b.

Hasil penelitian ini bisa bermanfaat untuk dijadikan bahan perbandingan
bagi penelitian-penelitian selanjutnya, terutama yang berhubungan
dengan persepsi iklim sekolah dan student engagement.

Universitas Sumatera Utara

10

2. Manfaat Praktis
a. Manfaat Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada pihak SMA Sultan Iskandar Muda Medan mengenai pengaruh
persepsi iklim sekolah terhadap student engagement dan memberikan
gambaran tentang persepsi iklim sekolah dan gambaran tentang student
engagement di SMA Sultan Iskandar Muda Medan. Sehingga hal
tersebut akan menjadi masukan sekaligus evaluasi kepada pihak SMA
Sultan Iskandar Muda untuk dapat meningkatkan iklim sekolah dan
student engagement siswanya.
b. Manfaat Bagi Siswa
Memberikan informasi mengenai pengaruh persepsi iklim
sekolah dan student engagement, sehingga siswa diharapkan dapat
memahami pentingnya persepsi siswa terhadap iklim sekolah dalam
menciptakan student engagement di sekolah.

E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Bab I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah diadakannya penelitian ini,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.

Universitas Sumatera Utara

11

Bab II : LANDASAN TEORI
Bab ini berisikan mengenai tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam
pembahasan

permasalahan, landasan teori yang mendasari tiap-tiap

variabel, hubungan antar variabel dan pembentukan hipotesa.
Bab III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu
identifikasi variabel, definisi operasional variabel, populasi dan sampel
penelitian, alat ukur yang digunakan, metode pengambilan data dan
metode analisis data.
Bab IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian .
diawali dengan analisa data yang disertai gambaran umum subjek
penelitian serta hasil penelitian. Selanjutnya, hasil tersebut akan dibahas
berdasarkan teori yang telah dipaparkan.
Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran sehubungan
dengan hasil yang didapatkan dari penelitian. Saran-saran yang
dikemukakan berupa saran-saran praktis dan metodologis yang berguna
pada penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara