Penerapan Dissenting Opinion Dalam Putusan Tindak Pidana Pencucian Uang“ (Studi Kasus Putusan No.21 Pid.Sus-Tpk 2015 Pn.Mdn.)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejahatan dan kehidupan manusia merupakan sisi lain kehidupan yang
akan terus ada sepanjang sejarah kehidupan manusia. Mengenai kejahatan,
terdapat banyak pendapat, salah satunyaRoeslan saleh mengemukakan: 1
“Sejak lama orang menaruh perhatian terhadap pertanyaan : syarat-syarat
apakah yang harus dipenuhi, baru pembentuk undang-undang dapat
menentukan suatu perbuatan atau perbuatan-perbuatan sebagai perbuatan
pidana atau delik? Mencari jawaban atas pertanyaan ini mengakibatkan
pula bahwa haruslah dipersoalkan terlebih dahulu mengenai tujuan apakah
pada umumnya akan dicapai pembentuk undang-undang dengan
menentukan suatu perbuatan sebagai perbuatan pidana. Selagi mengenai
tujuan dari hukum pidana orang masih berbeda pendapat, selama itu pula
pembentuk undang-undang pun akan menghadapi kesulitan untuk
menetapkan apakah bentuk-bentuk baru dari kelakuan yang dipandang
mengganggu ketenteraman masyarakat, akan dinyatakan suatu perbuatan
pidana”.
Bila pelaku kejahatan tradisional melakukan kejahatan karena alasan
himpitan ekonomi dan latar belakang intelegensia mereka yang kurang baik, maka

ada bentuk lain dari kejahatan yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang
mempunyai kemampuan intelegensia danlatar belakang perekonomian yang baik.
Kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan tradisional dapat
dikategorikan sebagai kejahatan kerah biru (Blue Collar Crime), yang merupakan
jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional.
Misalnya, perampokan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.

1

Roeslan Saleh, Dari Lembaran Kepustakaan Hukum Pidana. (Sinar Grafitia: Jakarta,
1998), hlm. 73-74; yang dikutip dari Pathorang Halim,Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan
Pencucian Uang di Era Globalisasi, (Total Media:Yogyakarta, 2013), hlm. 43.

1
Universitas Sumatera Utara

2

Sedangkan kejahatan 2 yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai
kemampuan intelegensia dan sokongan perekonomian yang baik dapat

dikategorikan sebagai kejahatan kerah putih (White Collar Crime), yakni suatu
kejahatan atau tindak pidanayang dilakukan oleh seseorang yang memiliki status
sosial terhormatdan terpandang dalam kaitannya dengan pekerjaannya, yang salah
satu bentuknya adalah tindak pidana yang dinamakan dengan pencucian
uang. 3Pencucian uang atau dalam istilah Bahasa Inggris dikenal dengan money
laundering merupakan satu bentuk kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
Dalam konvensi PBB tahun 1995 dan pada konvensi Palermo 2000, yang
membahas tentang pemberantasan kejahatan dan tindak pidana, dimana ada 17
jenis kejahatan yang termasuk tindak pidana serius (serious crime). Ternyata
tindak pidana yang menduduki peringkat pertama adalah pencucian uang,
kemudian diikuti oleh korupsi dan penyelundupan. Hal ini melahirkan suatu
motivasi internasional untuk menaruh perhatian yang lebih serius terhadap
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Secara populer dapat dijelaskan bahwa aktivitas pencucian uang
merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan, atau melakukan
perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh
organisasi criminal (criminal organization), maupun individu yang melakukan
2

Pengertian tindak pidana lebih luas dari kejahatan. Kejahatan dalam hukum pidana

adalah prbuatan pidana yang pada dasarnya diatur dalam Buku II KUHP dan di dalam aturanaturan lain di luar KUHP yang di dalamnya dinyatakan perbuatan itu sebagai kejahatan. Perbuatan
pidana lebih luas dari kejahatan karena meliputi juga pelanggaran, yaitu perbuatan yang diatur
dalam Buku III KUHP dan di luar KUHP yang di dalamnya dinyatakan perbuatan itu sebagai
pelanggaran. Pada umumnya para ahli tidak menerima pengertian kejahatan dalam kriminologi
adalah sama luasnya dengan kejahatan dalam hukum pidana. Lihat Roeslan Saleh, Stelsel Pidana
Indonesia, (Aksara Baru: Jakarta, 1987), hlm. 17-18.
3
Pathorang Halim,Op.Cit, hlm. 4.

Universitas Sumatera Utara

3

tindak pidana korupsi, penyuapan, perdagangan narkotika, kejahatan kehutanan,
kejahatan lingkungan hidup, dan tindak pidana lainnya dengan maksud
menyembunyikan, menyamarkan, atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal
dari tindak pidana agar hasil kejahatan yang diperoleh menjadi seolah-olah sah
tanpa terdeteksi berasal dari kegiatan yang ilegal.
Nominal uang yang menjadi objek pencucian uangbiasanya sangat besar
jumlahnya, sehingga dapat mempengaruhi neraca keuangan nasional bahkan

keuangan global. Menurut R. Bosworth Davies, kejahatan ini dapat menekan
perkonomian dan menimbulkan bisnis yang tidak fair, terutama jika dilakukan
oleh pelaku kejahatan yang terorganisir, berlangsung terus-menerus, dijalankan
secara teratur, memiliki lini bisnis, berkegiatan dalam volume yang besar,
melibatkan dana yang besar, dan menghasilkan uang yang sangat besar.
Kejahatan terorganisir ini disebut juga sebagai suatu kegiatan kriminal
yang rumit, karena dilakukan dalam skala besar oleh kelompok-kelompok orang
yang diatur denganmekanisme yang saling terhubung satu sama lain. Hal ini
seringkali dilakukan dengan tidak memperdulikan ketertiban umum, melanggar
hukum, bahkan dengan melakukan kejahatan yang erat kaitannya dengan tindak
pidana lain seperti korupsi. 4
Berangkat dari adanya kesadaran dan motivasi internasional untuk
memberantas tindak pidana pencucian uang, dan mengingat ruang lingkup dan
dimensinya yang sangat luas, Pada tahun 1989 di Paris, Negara yang tergabung
dalam kelompok G-7 mendirikan sebuah badan yang bernama Financial
4

Ivan Yustiavanda, dkk. Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal,(Ghalia
Indonesia: Bogor, 2010), hlm. 25-26; yang dikutip dari Pathorang Halim, Op.Cit, hlm. 4.


Universitas Sumatera Utara

4

ActionTask Force on Money Launderingdengan tujuan untuk membangun
kerjasama internasional dalam menghadapi kejahatan pencucian uang.
Setelah melakukan beberapa survey dan penelitian dari berbagai sumber,
FATF menyimpulkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang oleh
masyarakat internasional disinyalir menjadi salah satu sumber sekaligus muara
kegiatan money laundering. Oleh karenanya pada tahun 2013 lalu Financial
Action Task Force on Money Laundering (FATF) telah melakukan review atas
sistem hukum dan sistem keuangan di Indonesia dalam kaitannya dengan kegiatan
money laundering.Review yang dilakukan oleh FATF di Indonesia ini dapat
menyebabkan adanya tekanan internasional yang diberlakukan terhadap negara
yang belum menerapkan rezim anti pencucian uang seperti Filipina dan Indonesia.
Menghadapi review yang dilakukan oleh FATF tersebut Pemerintah dan
Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dimasukkannya
Indonesia sebagai non cooperative country and territory seperti meyakinkan
FATF terhadap komitmen Indonesia untuk memerangi money laundering,
menerbitkan Peraturan Bank Indonesia yang mewajibkan bank untuk menerapkan

prinsip mengenal nasabah (Know Your Costumer Principles) dan mengajukan
Rancangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Money Laudering kepada
DPR untuk segera dibahas dan disetujui.
Indonesia baru memandang praktek pencucian uang sebagai suatu tindak
pidana dan menetapkan sanksi bagi pelakunya ketika diundangkannya Undang-

Universitas Sumatera Utara

5

Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang 5 yang
kemudian pada tanggal 17 April 2002 diubah dengan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang 6 yang kemudian dicabut dan diganti
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 7
Dapatlah kiranya disimpulkan bahwa pencucian uang adalah suatu tindak
pidana luar biasa (extra ordinary crime),karena selain mengakibatkan terjadinya
perubahan-perubahan yang tidak dapat dijelaskan terhadap jumlah permintaan
terhadap uang (money demand), meningkatkan votalitas dari arus modal dari

internasional (international capital flows), suku bunga, nilai tukar mata uang,
hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonomi, juga dapat
memberikan tekanan kepada Indonesia sebagai akibat dianggapnya Indonesia
sebagai negara yang tidak dapat bekerja sama

(coopertaive) dalam

pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang kemudian membahayakan
perekonomian Bangsa Indonesia akibat buruknya hubungan ekonomi dengan
negara-negara lain sebagai bentuk ketidakpercayaan masyarakat global kepada
Indonesia yang disinyalir sebagai asal dan muara dari tindak pidana pencucian
uang.

5

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang (Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4191)
6
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 108)
7
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan
Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2010
Nomor 122)

Universitas Sumatera Utara

6

Benarkah Indonesia ialah negara yang berlandaskan atas hukum?
Jawabannya tentu saja adalah benar. Landasan konstitusional selain tersirat dalam
Pembukaan, dapat kita simak dari Undang-Undang Dasar yang berbunyi: 8
“Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Konsep Indonesia sebagai negara
hukum mengarah pada tujuan terciptanya kehidupan demokratis, melindungi hak
azasi manusia, dan kesejahteraan yang berkeadilan. 9
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasarkan
atas kekuasaan belaka (machstaat). Asas inimengandung maknsa yang amat
dalam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, karena itu berarti bahwa
negara dalam melaksanakan tugasnya senantiasa harus mendasarkan diri kepada

hukum dan keadilan. 10Bukti lain yang menjadi dasar yuridis bagi keberadaan
negara hukum Indonesia dalam arti material yaitu pada Bab XIV Pasal 33 dan
Pasal 34 UUD Negara RI 1945, bahwa negara turut aktif dan bertanggungjawab
atas perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan ketentuan yang menegaskan bahwa Indonesia adalah
negara hukum, maka salah satu prinsip yang harus dipegang adalah menjamin
penyelenggaraan kekuasaan lembaga peradilan. Mengacu pada perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tersebut, secara tegas
dinyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkup Peradilan

8

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(amandemen ketiga)
9
Bambang Waluyo, Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, (Sinar
Grafika: Jakarta, 1992), hlm. 1.
10
Ilham Basri, Sistem Hukum Indonesia : Prinsip-Prinsip & Implementasi Hukum di

Indonesia. (Rajawali Press: Jakarta, 2004), hlm. 13.

Universitas Sumatera Utara

7

Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara, dan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.Selain itu sebagai negara hukum yang
menganut prinsip presumption of innocence,tidak diperbolehkan memandang
seseorang bersalah atas perbuatannya apabila belum ada putusan hakim yang
berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu meskipun seseorang didakwa
melakukan tindak pidana pencucian uang yang dianggap sebagai extra ordinary
crime, hakim tetap harus menjaga keseimbangan antara kepentingan masyarakat,
kepentingan terdakwa, dan kepentingan korban. Hakim harus mengambil
keputusan yang adil dan melindungi hak-hak dan kepentingan terdakwa sebagai
warga negara.
Hakim merupakan pilar utama dan tempat terakhir bagi pencari keadilan
dalam proses peradilan. Sebagai salah satu elemen kekuasaan kehakiman yang
menerima, memeriksa, dan memutus perkara, hakim dituntut untuk memberikan
keadilan kepada para pencari keadilan. 11

Sistem hukum Indonesia mengakui hakim sebagai makhluk mulia yang
dihargai keluhuran dan keagungan martabatnya. Oleh karena itu, memberi ruang
gerak kebebasan hakim sebagai media untuk merefleksikan nilai-nilai hukum
yang hidup dalam masyarakat dan denyut rasa keadilan publik menjadi sebuah
keharusan. Sebagai salah satu unsur dalam sistem peradilan, hakim memiliki
posisi dan peran penting apalagi dengan segala kewenangan yang dimilikinya.
Melalui putusannya hakim dapat mengalihkan hak kepemilikan, mencabut

11

Mujahid A. Latief, et. Al., Kebijakan Reformasi Hukum; Suatu Rekomendasi (jilid II),
(Komisi Hukum Nasional RI: Jakarta, 2007), hlm. 283.

Universitas Sumatera Utara

8

kebebasan warga negara, menyatakan tidak sah tindakan sewenang-wenang
pemerintah, memisahkan suami istri, dan lain-lain. 12
Putusan hakim akan terasa begitu dihargai dan mempunyai nilai
kewibawaan jika putusan tersebut dapat merefleksikan rasa keadilan hukum
masyarakat, dan juga merupakan sarana bagi masyarakat pencari keadilan untuk
mendapatkan kebenaran dan keadilan. Sebelum seorang hakim memutus suatu
perkara, maka ia akan menanyakan kepada hati nuraninya sendiri, apakah putusan
ini nantinya akan adil dan bermanfaat bagi manusia ataukah sebaliknya akan lebih
banyak membawa kemurtadan, 13 sehingga selain seorang hakim diharapkan
mempunyai otak cerdas dan wawasan yang luas, seiranghakim juga diharapkan
memiliki hati nurani yang bersih.
Perbedaan pendapat sangat dimungkinkan terjadi sebagai konsekuensi
pelaksanaan persidangan dengan susunan hakim majelis seperti yang diterapkan di
Indonesia. 14Umumnya pengadilan memeriksa dan memutus perkara sekurangkurangnya dengan tiga orang hakim, kecuali apabila undang-undang menentukan
lain. Diantara para hakim tersebut bertindak sebagai Ketua, dan lainnya sebagai
Anggota Sidang yang masing-masing memiliki pendapat dan pandangan terhadap
perkara yang dihadapkan kepadanya.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman, secara tegas dirumuskan bahwa: “Segala campur tangan dalam
12

Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim (jilid II), (Kencana: Rawamangun, 2013),

hlm. 72.
13

Rudi Duparmono, “Peran Serta Hakim dalam Pembelajaran Hukum”, MajalahHukum
Varia Peradilan Edisi No. 246 Bulan Mei 2006, (Ikahi: Jakarta, 2006), hlm. 50.
14
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Liberty: Yogyakarta,
2006), hlm. 34. ; yang dikutp dari Al Wisnubroto, Praktek Peradilan Pidana: Proses Persidangan
Perkara Pidana, (Galaksy Puspa Mega: Jakarta, 2002), hlm. 6.

Universitas Sumatera Utara

9

peradilan oleh pihak luar diluar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam halhal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan RI
Tahun 1945”, 15 disamping itu Hakim harus melaksanakan disiplin tinggi dalam
memutus perkara sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Mahkamah Agung
Nomor: 215/KMA/SK/XII/2007 Butir 2 Pasal 8 ayat (1) yang berbunyi: “Hakim
berkewajiban mengetahui dan mendalami serta melaksanakan tugas pokok sesuai
dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, khususnya hukum acara,
agar dapat menerapkan hukum secara benar dan dapat memenuhi rasa keadilan
bagi setiap pencari keadilan”. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang bebas, merdeka, dan terlepas dari segala
pengaruh. Oleh karena itu, Hakim dalam memutus perkara seharusnya berpegang
teguh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk memenuhi rasa
keadilan.
Dengan demikian jelas kiranya bahwa dalam membuat suatu keputusan,
kehadiran pendapat berbeda (dissenting opinion) merupakan konsekuensi dari
prinsip independency of judiciary. Namun demikian pada saat yang bersamaan
kebebasan hakim ini juga harus tetap dapat dipertanggungjawabkan baik secara
hukum maupun secara moral kepada publik. 16
Sehubungan dengan penelitian ini, dimana pengkajiannya diarahkan dalam
hal dissenting opinion yang dinyatakan oleh hakim pada Pengadilan Negeri
Medan adalah merupakan suatu cerminan bahwa dissenting opinion merupakan
15

Achmad Ali, Menguak Realitas Hukum : Rampai Kolom & Artikel Pilihan dalam
Bidang Hukum, (Prenada Media Group: Jakarta, 2008), hlm. 207.
16
Yudi Kristiana, Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang: Perspektif Hukum
Progresif . (Thafa Media: Bantul, 2015), hlm. 306.

Universitas Sumatera Utara

10

bagian penegakan hukum secara teknis jika dilihat dari aspek penerapan ilmu
hukum yaitu dalam mekanisme pengambilan putusan oleh majelis.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dan bertitik tolak dari
uraian tersebut, maka penulis akan membahas Penerapan Dissenting Opinion
dalam Putusan Tindak Pidana Pencucian Uang. (Suatu Studi Putusan dengan
Nomor 21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn.)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dalam bagian
pendahuluan pada penulisan skripsi ini, dan juga untuk memberikan batasan dari
ruang lingkup pembahasan yang kemudian akan diangkat sebagai bahan materi
dalam skripsi ini, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang
akan diangkat, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana dissenting opiniondalam Mekanisme Pengambilan Putusan
oleh Hakim Ditinjau dari Hukum Acara Pidana Indonesia?
2. Bagaimana Penerapan dissenting opinion dalam Putusan Pengadilan
Tindak Pidana Pencucian Uang No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya tujuan adalah merupakan suatu alasan penting bagi kita
dalam melakukan suatu pekerjaan, oleh sebab itulah perlu dirumuskan apakah
yang menjadi tujuan dari penulisan dan penyelesaian dalam skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

11

Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui dissenting opiniondalam mekanisme pengambilan
putusan oleh Hakim ditinjau dari Hukum Acara Pidana Indonesia?
2. Untuk mengetahui penerapan dissenting opinion dalam putusan
pengadilan

tindak

pidana

pencucian

uang

No.21/Pid.Sus-

TPK/2015/PN.Mdn?
2. Manfaat Penelitian
Hasil dari pelaksanaan penelitian sudah selayaknya akan dapat bermanfaat
bukan hanya bermanfaat untuk penulis saja, tetapi juga dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang terkait dalam penulisan penelitian skripsi ini, untuk itu
penulismerasa perlu dipaparkan tentang hal-hal yang menurut penulias akan
memberikan manfaat dari hasil penelitian dan penulisan skripsi ini, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk menambah referensi di
bidang karya ilmiah yang tujuannya juga untuk dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan terutama di bidangilmu hukum. Penelitian ini juga merupakan
latihan dan pembelajaran dalam menerapkan teori yang diperoleh sehingga
menambah kemampuan, pengalaman, dan dokumentasi ilmiah.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil dari penelitian ini secara praktis dapat memberikan
manfaat bagi seluruh pengambil kebijakan dan para pelaksana hukum di bidang
hukum pidana, khususnya oleh hakim dalam mengambil keputusan, bukan hanya
dalam tindak pidana pencucian uang tetapi untuk semua tindak pidana, dengan

Universitas Sumatera Utara

12

mengetahui manfaatpenerapan dissenting opiniondalam pengambilan putusan
hakim

serta

dasar

pertimbangan

bagi

hakim

dalam

menjatuhkan

putusan.Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan jawaban atas
permasalahan yang sedang terjadi.

D. Keaslian Penelitian
Proses penulisan skripsi yang berjudul “Penerapan Dissenting Opinion
dalam

Putusan

Tindak

Pidana

Pencucian

PutusanNo.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn)

ini,

Uang”
sejauh

(Studi
pengamatan

Kasus
dan

pengetahuan penulis tentang materi yang diangkat pada skripsi ini, belum ada
penulis lain yang mengemukakannya, sehingga penulis merasa tertarik untuk
mengangkat judul tersebut di atas serta pokok permasalahannya sebagai judul dan
pembahasan yang akan diangkat dan dikembangkan dalam skripsi ini. Apabila di
kemudian hari ada penulis yang sudah menulis tentang judul yang sama sebelum
penulisan ini, penulis bertanggungjawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian dan Modus Pencucian Uang
Sebelum memahami pengertian dari pencucian uang, perlu kita pahami
sejarah pencucian uang terlebih dahulu. Istilah pencucian uang atau money

Universitas Sumatera Utara

13

laundering ini telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika
seorang mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai strateginya. 17
Pada masa itu, investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian
atau disebut Laundromat yang terkenal di Amerika Serikat. Pada dekade 1920 –
1930 ada kelompok pejahat yang dipimpin Al Capone, seorang penjahat terkenal
dari Amerika Serikat yang melakukanmoney laundering terhadap uang haram
yang didapatnya dengan menggunakan jasa seorang akuntan cerdas bernama
Mayer Lansky.Money laundering yang dilakukannya adalah usaha binatu
(laundry). Itulah asal muasal istilah money laundering. 18
Kemudian

Al

Capone

dijebloskan

kedalam

penjara

berdasarkan

pelanggaran terhadap Volstead Act. 19 Suatu hal yang sangat luar biasa pada saat
itudimana kepolisian yang bersenjata sekalipun tidak dapat menangkapnya.
Bahkan serangan bersenjata yang dilakukan polisi untuk menghancurkan
kelompok Al Capone dan menangkapnya selalu gagal karena kelompok itu pun
memiliki persenjataan yang sama lengkap dan mematikan dengan yang dimiliki
polisi.
Charlie Lucky Luciano, seorang gembong kejahatan Amerika yang
memiliki spesialisasi dalam menyelundupkan alkohol dan perjudian gelap,
mengirim rekannya, Meyer Lansky untuk mengambil bagian dalam emas Nazi.
Lansky berangkat ke Swiss dan membantu mentransfer lebih dari US$ 300 juta ke
17

Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang.(Citra Aditya Bakti: Bandung, 2008),
hlm. 1; yang dikutip dari Pathorang Halim,Op.Cit, hlm. 31.
18
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan; Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi,
dan Kepailitan. (Sinar Grafika: Jakarta, 2007), hlm. 17
19
Volstead Act adalah Undang-Undang larangan nasional, yang didefinisikan dengan
‘memabukkan minuman keras’ yang dilarang di bawah amandemen kesembilan belas Konstitusi
Amerika Serikat

Universitas Sumatera Utara

14

dalam rekening-rekening lain hingga sampai ke tangan bosnya yang licik, Al
Capone. 20
Dalam masyarakat Indonesia yang sedang mengalami perubahan yang
pesat karena usaha-usaha pembangunan, hukum pun akan mengalami perubahan
dan penyesuaian diri dengan keadaan masyarakat yang baru. Berbicaramengenai
money laundering, lebih dahulu akan diuraikan beberapa pendapat para pakar
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pengertian pencucian uang, antara
lain: 21
M. Giovanoli dari BIS berpendapat bahwa money laundering merupakan
suatu proses, yang menggunakan cara aset, terutama aset tunai yang diperoleh dari
tindak pidana yang dimanipulasi sedemikian rupa sehingga aset tersebut seolaholah berasal dari sumber yang sah.
J. Koeras, penuntut umum dari Nederland berpendapat bahwa money
laundering merupakan satu cara untuk mengedarkan hasil kejahatan ke dalam
suatu peredaran yang yang sah dan menutupi asal-usul yang tidak sah tersebut.
David A. Chaikin, Director Competitive Intelligence Consultants, Sidney,
Australia berpendapat bahwa tidak ada definisi money laundering yang berlaku
umum dan menyeluruh. David juga mengatakan bahwa penuntut umum dan
badan-badan intelijen , pengusaha, negara maju, dan negara berkembang, masingmasing memiliki definisi atas money laundering yang didasarkan pada perbedaan
prioritas dan pandangan. Menurutnya, definisi money launderingsecara yuridis
untuk maksud penuntutan lebih sempit dibandingkan dengan definisi untuk
kepentingan intelijen.
Stepehen Sanders, Assistant Director Compliance Samuel Montagu & Co
berpendapat bahwa money laundering adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja untuk mengubah, mentransfer, menyembunyikan, memiliki, atau
membantu perbuatan tersebut, hasil yang diketahui berasal dari tindak pidana.
Clifford L. Karcmer, berpendapat bahwa money laundering adalah proses
mengubah uang tunai yang tercemar dengan cara tertentu, sehingga uang tersebut
dapat digunakan dengan lebih aman dalam perdagangan dengan cara
menyembunyikan asal usul dana yang dikonversi.
Pamela H. Bucy mengemukakan “money laundering is the
concealment of the existence nature or illegal source of illicit fund in such a
manner that the funds will appear legitimate if discovered”(pencucian uang
20

Isnaini Khomarudin,Konspirasi Menghebohkan Dunia, terjemahan dariJamie King,
Conspiracy Theories. (Raih Asa Sukses: Depok, 2009), hlm. 210.
21
Biro Hukum Urusan Hukum dan Sekretariat Bank Indonesia, “Money Laundering”,
Makalah (Bank Indonesia: Jakarta). hlm. 1; yang dikutip dari Pathorang Halim,Op.Cit, hlm. 10.

Universitas Sumatera Utara

15

adalah penyembunyian sifat keberadaan atau sumber ilegal dana terlarang dengan
cara sedemikian rupa sehingga dana akan tampak sah jika ditemukan)

Kemudian Departement of Justice Canada mengemukakan: “Money
laundering is the conversion or transfer of property, knowing that such property
is derived form criminal activity, for the purpose of concealing the illicit nature
and the origin of the property from government authorities. 22(Pencucian uang
adalah perbuatan mengkonversikan uang menjadi properti, yang diketahui berasal
dari tindak pidana, dengan tujuan menyamarkan sumber dana dari kekuasaan
pemerintah.)
Lahirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang mengindikasikan adanya kebutuhan masyarakat yang diakibatkan
oleh adanya pergaulan secara internasional yang berdampak kepada sistem nilai
yang berubah dengan sangat cepat. Perubahan ini merupakan dampak dari
kebutuhan globalisasi. Wallerstein, salah seorang pemikir pentingan tentang
globalisasi sejak abad ke-15 menyatakan bahwa pencucian uang adalah akibat
pembentukan system kapitalis dunia. 23
Secara umum, pengertian atau definisi yang diberikan oleh para tokoh
tersebut tidak jauh berbeda satu sama lain. Black’s Law Dictionary memberikan
pengertian:term used oi describe investment or of other transfer of money flowing
from rocketeeting, drug transaction, and other illegal sources into legitimate
channel so that is original source cannot be traced. 24(Pencucian uang adalah

22

Ibid.
Ibid.
24
Bismar Nasution, Rezim Anti Money Laundry di Indonesia (BooksTerrace & Library:
Bandung, 2008), hlm. 17.
23

Universitas Sumatera Utara

16

istilah untuk menggambarkan investasi di bidang-bidang yang legal melalui jalur
yang sah, sehingga uang tersebut tidak dapat diketahui lagi asal-usulnya).
Pencucian uang adalah proses menghapus uang hasil kegiatan ilegal atau
kejahatan melalui serangkaian kegiatan investasi atau transfer yang dilakukan
berkali-kali dengan tujuan untuk mendapatkan status legal untuk uang yang
diinvestasikan atau dimusnahkan dalam sistem keuangan. 25
Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan
Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang, perbuatan yang dikriminalisasikan
sebagai pencucian uang dapat dilihat ketentuan dalam pasal 3, 4, dan 5. Pasal 3
mengkriminalisasikan

perbuatan

mengalihkan,membelanjakan,

menempatkan,

membayarkan,

menghibahkan,

mentransfer,
menitipkan,

membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkandengan mata uang atau
surat berharga atau perbuatan lainatas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuanmenyembunyikan
atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sebagai suatu bentuk pencucian
uang.
Kemudian pasal 4 mengriminalisasikan perbuatan menyembunyikan atau
menyamarkan asalusul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yangdiketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindakpidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) sebagai bentuk pencucian uang.

25

Pathorang Halim,Op.Cit, hlm. 12.

Universitas Sumatera Utara

17

Untuk membuktikan adanya suatu tindak pidana pencucian uang,
diperlukan usaha yang tidak sedikit. Hal ini dikarenakan kegiatannya sangat
kompleks. Meskipun demikian, tahap-tahap dalam melakukan tindak pidana
pencucian uang dapat digolongkan menjadi tiga tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap Placement
Tahap ini merupakan upaya penempatan uang tunai yang berasal dari
tindak pidana ke dalam sistem keuangan atau upaya menempatkan uang giral
kembali kedalam sitem keuangan, terutama sistem perbankan. 26 Oleh karena uang
yang telah ditempatkan pada suatu bank itu selanjutnya dapat dipindahkan ke
bank lain, baik bank di negara tersebut maupun di negara lain, uang tersebut
bukan saja telah masuk ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan,
melainkan juga telah masuk kedalam sistem keuangan global atau internasional. 27
2. Tahap Layering
Tahap kedua ini ialah dengan cara pelapisan (layering). Berbagai cara
dapat dilakukan melalui tahap pelapisan ini yang tujuannya menghilangkan jejak,
baik ciri-ciri aslinya atau asal-usul dari uang tersebut. Misalnya, melakukan
transfer dana dari beberapa rekening ke lokasi lainnyaatau dari satu negara ke
negara lain dan dapat dilakukan berkali-kali, memecah jumlah dananya di bank
dengan maksud mengaburkan asal-usulnya, mentransfernya dalam bentuk valuta
asing, membeli saham, melakukan transaksi derivatif, dan lain-lain. Seringkali
terjadi bahwa si penyimpan dana tersebut justru bukan pemilik sebenarnya dan si

26

Bismar Nasution, Op.Cit, hlm. 19-20
Adrian Sutedi,Op.Cit., hlm. 19.

27

Universitas Sumatera Utara

18

penyimpan dana itu sudah merupakan pihak yang jauh, karena sudah dilakukan
simpan-menyimpan berulang kali sebelumnya.
Cara lain dilakukan dengan pemilik uang kotor meminta kredit di bank
dan dengan uang kotornya dipakai untuk membiayai suatu kegiatan usaha secara
legal. Dengan melakukan cara seperti ini, maka kelihatan bahwa kegiatan
usahanya yang secara legal tersebut tidak merupakan hasil dari uang kotor itu
melainkan dari perolehan kredit bank tadi.
3. Tahap Integration
Tahap ini merupakan tahap penyatuan kembali uang-uang kotor tersebut
setelah melalui tahap placement dan tahap layering di atas, yang untuk
selanjutnya uang tersebut dipergunakan dalam berbagai kegiatan legal. Dengan
cara ini akan tampak bahwa aktivitas yang dilakukan sekarang tidak berkaitan
dengan kegiatan illegal sebelumnya, dan dalam tahap inilah kemudian uang kotor
itu telah tercuci sehingga hasil akhir dapat dinikmati dan digunakan secara
aman. 28
Ketiga kegiatan tersebut diatas dapat terjadi secara terpisah maupun
simultan, namu secara umum dilakukan secara tumpang tindih, maksudnya
dilakukan tanpa adanya keharusan salah satu tahap terpenuhi, tetapi bisa saja
terjadi dengan adanya tumpang tindih diantara ketiga tahap pencucian tadi
mengingat pencucian uang adalah suatu tindak pidana yang bersifat kompleks.
Money laundering dikatakan bersifat kompleks bukan semata-mata karena
tahapan-tahapan rumitdalam proses pencucian uangnya saja, tetapi juga
28

Amin Widjaja Tunggal, Memahami Seluk Beluk Pencucian Uang, (Harvarindo: Jakarta,
2015), hlm. 4-5.

Universitas Sumatera Utara

19

disebabkan oleh modus-modus yang dilakukan dalam money laundering yang
bersifat variatif dan sangat teliti dalam menghindari aparat hukum. Secara rinci
dan konkret, modus operasional kejahatan pencucian uang setidaknya terdapat 13
jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Modus secara Loan Back.
Modus ini dilakukan yakni dengan cara meminjam uangnya sendiri.
Modus ini dapat dirinci lagi dalam bentuk: 29
a. Direct Loan, dilakukan dengan cara meminjam uang dari perusahaan
luar negeri, yakni semacam perusahaan bayangan (immobilen
investment company), yang direksi dan pemegang sahamnya adalah ia
sendiri.Dalam bentuk back to loan, si pelaku meminjam uang dari
cabang bank asing di negaranya. Pinjaman dengan jaminan bank asing
secara stand by letterof credit atau certificate of depositadalah uang
yang didapat dari hasil kejahatan. Pinjaman itu kemudian tidak
dikembalikan, sehingga jaminan bank dapat dicairkan.
b. Bentuk lainnya dari modus ini ialah Parallel Loan, yakni pembiayaan
internasional yang memperoleh aset di luar negeri. Karena ada
hambatan restriksi mata uang, maka dicari perusahaan lain di luar
negeri untuk sama-sama mengambil loan dan dana dari loan itu
dipertukarkan satu sama lain.
2. Modus Operasi C-Chase
Modus ini cukup rumit karena memiliki sifat lika-liku sebagai cara
menghapus jejak. Modus ini dilakukan dengan menyimpan dana sebesar US$
10.000 supaya lolos dari kewajiban lapor. Kemudian beberapa kali dilakukan
transfer, kemudian dikonversi dalam bentuk Certificate of Deposit untuk
menjamin loan dalam jumlah yang sama yang diambil oleh orang di negara
asal.Loan dibuat di negara tax heaven. Loan tadi tidak perlu ditagih, tetapihanya
dengan mencairkan sertifikat deposito itu saja,kemudian uang tersebut ditransfer

29

Ibid, hlm. 6.

Universitas Sumatera Utara

20

ke negara lain melalui rekening drug dealer dan disana uang itu didistribusikan
menurut keperluan dan bisnis yang serba gelap. 30
3. Modus Usaha Tersamar Dalam Negeri
Suatu perusahaan samaran di dalam negeri didirikan dengan uang hasil
kejahatan tersebut. Perusahaan tersebut kemudian berbisnis dan tidak menjadi
persoalan apakah perusahaan terebut untung atau rugi. Akan tetapi seolah-olah
yang terjadi adalah perusahaan yang bersangkutan menghasilkan uang bersih. 31
4. Modus Transfer Uang dari Luar Negeri
Transfer uang dari luar negeri juga harus dicurigai karena besar
kemungkinan dana tersebut adalah hasil kejahatan yang dikembalikan setelah
kembali ke luar negeri. 32
5. Modus Akuisisi
Modus ini dilakukan dengan cara mengakuisisi perusahaannya sendiri.
Contohnya, seseorang pemilik perusahaan di Indonesia, yang memiliki
perusahaan secara gelap pula di Cayman Islands, negara tax heaven. Hasil usaha
di Cayman digunakan untuk membeli saham perusahaan yang ada di Indonesia.
Kemudian perusahaan yang ada di Indonesia (secara akuisisi) dapat mengambil
uang hasil penjualan saham tadi. 33
6. Modus Real Estate

30

Ibid,hlm. 7.
Pathorang Halim,Op.Cit, hlm. 60.
32
Anonim, “Hati-Hati 10 Modus Operandi Pencucian Uang”, diakses dari
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16002/hatihati-10-modus-operandi-pencucian-uang
pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 14.14 WIB
33
Amin Widjaja Tunggal,Op.Cit, hlm. 8.
31

Universitas Sumatera Utara

21

Pelaku pencucian uang memiliki sejumlah perusahaan (pemegang saham
mayoritas) dalam bentuk real estate yang akan bertindak sebagai agen atau
pemborong. 34Sasarannya supaya melalui transaksi ini, hasil uang penjualan
menjadi putih, disamping itu pula, pemilik saham minoritas dapat ditarik untuk
memodali dalam proses pencucian uang. Modus yang sama pula dilakukan di
pasar modal, yakni pembeli saham itu hanya perusahaan di lingkungannya saja
dengan tawaran harga tinggi.
7. Modus Investasi Tertentu
Modus ini biasanya diterapkan dalam bisnis transaksi barang lukisan atau
antik. Misalnya pelaku membeli barang lukisan dan menjualnya kepada suruhan si
pelaku itu sendiri dengan harga mahal. Harganya tidak terukur dan dapat
ditetapkan dengan harga setinggi-tingginya dan bersifat sah. Hasil penjualan yang
bersifat tinggi ini dapat dipandang sebagai dana yang sudah sah. 35
8. Modus Penyamaran Dokumen
Modus ini dilakukan dengan mendirikan perusahaan ekspor impor di
negara sendiri, lalu di luar negeri (yang bersistem tax heaven) mendirikan pula
perusahaan bayangan (shell company). Perusahaan di negara tax heaven ini
mengekspor barang ke Indonesia dan perusahaan yang ada di luar negeri itu
membuat invoice pembelian dengan harga tinggi. Inilah yang disebut over invoice
dan bila dibuat 2, maka disebut double invoices. Supaya perusahaan di Indonesia
terus bertahan, perusahaan yang ada di luar negeri memberikan loan. Dengan cara

34
35

Pathorang Halim,Op.Cit, hlm. 68.
Amin Widjaja Tunggal,Op.Cit, hlm. 9.

Universitas Sumatera Utara

22

loan ini, uang kotor dari perusahaan di luar negeri itu menjadi resmi masuk ke
dalam negeri. 36
9. Modus Perdagangan Saham
Dalam modus operandi ini,uang hasil kejahatan dibawa ke luar negeri dan
dimasukkan kembali melalui penanaman modal asing. Selanjutnya, keuntungan
dari usaha ini diimplitasikan lagi kedalam proyek-proyek sehingga keuntungan
dari proyek tersebut merupakan uang bersih bahkan sudah dipotong pajak. 37
10. Modus Pizza Conncetion
Modus ini dilakukan dengan menginvestasikan hasil perdagangan obat
bius yang diinvestasikan untuk mendapat konsesi Pizza, sementara sisa lainnya
diinvestasikan di Karibia dan Swiss. 38
11. Modus La Mina
Kasus yang dipandang sebagai modus dalam pencucian uang terjadi di
Amerika Serikat pada tahun 1990. Dana yang diperoleh dari perdagangan obat
bius diserahkan kepada pedagang grosiran emas dan permata sebagai suatu
sindikat. Kemudian emas batangan diekspor dari Uruguay dengan maksud supaya
impornya bersifat legal. Uang yan g disimpan dalam desain kotak kemasan emas,
kemudian dikirim kepada pedagan perhiasan yang bersindikat mafia obat bius.
Penjualan dilakukan di Los Angeles. Hasil uang tunai dibawa ke bank, dengan
maksud supaya seakan-akan berasal dari penjualan emas dan permata dan dikirim
ke Bank New York dan dari ktoa ini dikirim ke bank di Eropa melalui negara
Panama. Uang tersebut akhirnya sampai di Kolombia untuk didistribusikan dalam
berupa membayar ongkos untuk investasi perdagangan obat bius, tetapi sebagian
besar untuk investasi jangka panjang. 39
12. Modus Deposit Taking
Mendirikan perusahaan keuangan seperti Deposit Taking Institutions di
Canada. DTI ini terkenal dengan sarana pencucian uangnya seperti Chartered
36

Pathorang Halim,Op.Cit, hlm. 60.
Ibid, hlm. 60.
38
Amin Widjaja Tunggal,Op.Cit, hlm. 10.
39
Ibid.
37

Universitas Sumatera Utara

23

Banks, Trust Companies, dan Credit Union. Kasus pencucian uang yang
melibatkan DTI antara lain transfer melalui telex, surat berharga, penukaran
valuta asing, pembelian obligasi pemerintah dan treasury bills. 40
13. Modus Identitas Palsu
Yakni memanfaatkan lembaga perbankan sebagai mesin pemutihan uang,
dengan cara mendepositokan secara nama palsu, menggunakan safe deposit box
untuk menyembunyikan hasil kejahatan, menyediakan fasilitas transfer supaya
dengan mudah ditransfer ke tempat yang dikehendaki, atau menggunakan
electronic fund transfer untuk melunasi kewajiban transaksi gelap, menyimpan
atau mendistribusikan hasil transaksi gelap itu. 41

2. Pengertian Dissenting Opinion
Pada negara – negara yang menganut sistem hukum AngloSaxon seperti
Amerika dan Inggris, Pendapat atau opini di bidang hukum biasanya merupakan
penjelasan tertulis yang dibuat oleh hakim. Penjelasan tertulis tersebut
menyatakan peranan para hakim dalam menyelesaikan perkara. Penjelasan tertulis
tersebut dibuat berdasarkan pada rasionalitas dan prinsip hukum yang
mengarahkan mereka kepada peraturan yang dibuat. Pendapat biasanya
diterbitkan dengan arahan dari pengadilan dan hasilnya mengandung pernyataan
tentang

apa

itu

hukum

dan

bagaimana

seharusnya

hukum

tersebut

diinterpretasikan. Para hakim pengadilan tersebut biasanya kemudian melakukan
40

Ibid.
Anonim, “Hati-Hati 10 Modus Operandi Pencucian Uang”, diakses dari
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16002/hatihati-10-modus-operandi-pencucian-uang
pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 14.14 WIB
41

Universitas Sumatera Utara

24

penegakkan kembali, perubahan, dan penerbitan terhadap hal-hal yang dapat
dijadikan sebagai panutan atau teladan dalam hukum. Pendapat atau opini dalam
hukum tersebut dikenal dengan istilah Legal Opinion yangdapat diterjemahkan
secara sederhana sebagai pendapat hukum.
Menurut H.F. Abraham Amos, pada negara – negara yang menganut
Sistem Hukum Anglo Saxon, Legal Opinion tersebut terdiri dari: 42
1. Judicial Opinion, adalah pernyataan atau pendapat atau putusanhakim
di dalam memutuskan perkara atau kasus, baik kasusperdata maupun
pidana
2. Majority Opinion, adalah pendapat hakim yang disetujui
olehmayoritas dari para hakim pengadilan
3. Dissenting Opinion, adalah pendapat berbeda dala suatu kasus tertentu.
Manfaatnya adalah untuk merunut fakta hukum (lex factum) yang
keliru diterapkan dalam suatu putusan hakim, hal mana dipandang
perlu untuk ditangguhkan sementara, diuji materil, atau dibatalkan,
sebelum putusan tersebut mempunyai hukum tetap (inkraht van
gewisjde) 43
Adapun

Menurut

Pontang

Moerad

dissenting

opinion

merupakan“pendapat/putusan yang ditulis oleh seorang hakim atau lebih yang
tidak

setuju

dengan

pendapat

mayoritas

majelis

hakim,

yang

tidak

setuju(disagree) dengan putusan yang diambil oleh mayoritas anggota
majelishakim”. 44
Di Indonesia, dissenting opinion pertama kali lahir tidak mempunyai
landasan yuridis formal karena praktek hakim yang berkembang. Pertama kalinya
dissenting opinion ini memilik landasan yuridis di dalam Undang-Undang

42

H. F. Abraham Amos, Legal Opinion : Aktualisassi Teoritis & Empirisme, (Raja
Grafindo Persada: Jakarta, 2007), hlm. 104.
43
Ibid, hlm. 55.
44
Pontang Moerad B.M., Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam
Perkara Pidana. (P.T. Alumni: Bandung, 2005), hlm. 12.

Universitas Sumatera Utara

25

Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998, dan sejak itu sudah banyak putusan pengadilan
yang mulai memuat dissenting opinion.
3.Bentuk Putusan Hakim dalam Perkara Pidana
Putusan hakim atau yang biasa disebut juga dengan putusan pengadilan
sangat diperlukan untuk menyelesaikan suatu perkara pidana. Putusan hakim ini
dimaksudkan untuk memberikan suatu kepastian hukum tentang statusnya dan
untuk dapat mempersiapkan langkah hukum selanjutnya seperti menerima
putusan, melakukan upaya hukum banding, kasasi, grasi, dan sebagainya.
Pengertian putusan hakim menurut Leden Marpaung, adalah hasil atau
kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasakmasaknya yang dapat berbentuk tulisan maupun lisan. 45
Ditinjau dari segi praktik dan teoritik mengenai putusan hakim, Lilik
Mulyadi menyatakan: 46
“Putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam
persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melakukan
proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar
hukum yang dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan untuk
menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya”
Pengertian putusan pengadilan menurut Pasal 1 butir 11 KUHAP adalah
pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka,yang dapat
berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal
serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang tersebut. Putusan juga
dapat diartikan sebagai hasil atau kesimpulan dari suatu yang telah dipertibangkan

45

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana; Normatif,
Permasalahannya. (PT. Alumni: Bandung, 2007), hlm. 217.
46
Ibid.

Teoritis,

Praktik,

dan

Universitas Sumatera Utara

26

dan dinilai dengan matang yang dapat berbentuk tulisan ataupun lisan. 47
Bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan tergantung dari surat
dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan sidang
peradilan. Putusan yang dijatuhkan hakim dimaksudkan untuk mengakhiri atau
menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya, dengan terlebih dahulu
memeriksa perkaranya.
Agar suatu putusan dapat dianggap sah dan berkekuatan hukum, sesuai
dengan Pasal 195 dan 200 KUHAP semua putusan harus diucapkan di sidang
terbuka untuk umum dan setelah itu ditandatangai oleh majelis hakim

dan

panitera.
KUHAP menetapkan 3 bentuk putusan pengadilan dalam pasal 191 dan
pasal 193, yaitu sebagai berikut:
1. Putusan Bebas (Vrijspraak)
Secara teoritik, putusan bebas dalam sitem hukum Eropa Kontinental biasa
disebut dengan Vrijspraak sedangkan dalam sistem hukum Anglo-Saxon putusan
bebas disebut juga dengan Acquital. Pada asasnya, putusan bebas ini biasanya
dijatuhkan hakim dengan alasan terdakwa tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan
Jaksa atau Penuntut Umum dalam surat dakwaan. 48
Dalam penjelasannya, Pasal 191 ayat 1 KUHAP menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan adalah karena menurut penilaian hakim yang didasarkan pada
47

Kejaksaan Agung, “Peristilahan Hukum Dalam Pratek”, (Kejaksaan Agung: Jakarta,
1985), hlm. 221.
48
Lilik Mulyadi,Op.Cit, hlm. 217.

Universitas Sumatera Utara

27

alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana, perbuatan yang didawakannya
tidak cukup terbukti.
Secara yuridis, Majelis Hakim dapat menjatuhkan putusan bebas setelah
memeriksa pokok perkara dan bermusyawarah beranggapan bahwa: 49
a. Ketiadaan alat bukti seperti ditentukan asas minimum pembuktian
menurut undang-undang secara negatif (negative wettelijke bewijs
theorie) sebagaimana dianut dalam KUHAP. Jadi, pada prinsipnya
Majelis Hakim pada persidangan tidak cukup membuktikan tentang
kesalahan terdakwa serta hakim tidak yakin terhadap kesalahan
tersebut.
b. Majelis Hakim berpandangan terhadap asas minimum pembuktian
yang ditetapkan oleh undang-undang telah terpenuhi, tetapi Majelis
Hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa.
Pendapat lain, yaitu menurut Martiman Prodjohamidjojo, bahwa dakwaan
tidak terbukti berarti apa yang disyaratkan oleh Pasal 183 tidak terpenuhi, yaitu
karena: 50
a. Tiadanya sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, yang disebut
oleh Pasal 184 KUHAP, contohnya satu saksi tanpa diteguhkan dengan
bukti lain.
b. Meskipun terdapat dua alat bukti yang sah, tetapi hakim tidak
mempunyai keyakinan atas kesalahan terdakwa, misalnya ada
keterangan dua saksi yang sah, tetapi hakim tidak yakin atas kesalahan
49
50

Ibid, hlm. 218.
Martiman Prodjohamidjojo, Putusan Pengadilan, (Ghalia Indonesia: Jakarta, 1983),

hlm. 77.

Universitas Sumatera Utara

28

terdakwa.
c. Jika salah satu atau lebih unsur tidak terbukti
2. Putusan Lepas dari Segala Tuntutan (Onslag van alle Rechtsvervloging)
Kemudian bentuk lain dari putusan adalah putusan lepas dari segala
tuntutan. Dasar hukum dari eksistensi putusan ini adalah Pasal 191 ayat 2
KUHAP yang berbunyi : “Jika pengadilan berpendapat bahwa pebuatan yang
didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu
tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.” Dapat
kita simpulkan bahwa terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum apabila
perbuatan yang didakwakan kepadanya memang terbukti secara sahdan
meyakinkan, namun perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana baik
merupakan kejahatan ataupun suatu pelanggaran.
Putusan lepas dari segala tuntutan dapat dijatuhkan bila terdapat alasan
penghapus pidana baik yang menyangkut perbuatannya sendiri (alasan pembenar)
maupun yang menyangkut diri pelaku pidana perbuatan itu (alasan pemaaf),
misalnya: 51
a. Orang yang sakit jiwa, atau cacat jiwanya, diatur dalam Pasal 44 KUHP
b. Keadaan memaksa (overmacht), diatur dalam Pasal 48 KUHP
c. Membela diri (noodweer), diatur dalam Pasal 49 KUHP
d. Melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturaan Undang-Undang,
diatur dalam Pasal 50 KUHP

51

Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia. (PT. Raja Grafindo Persada:
Jakarta, 2006), hlm. 117-118.

Universitas Sumatera Utara

29

e. Melakukan perintah yang diberikan oleh atasan yang sah, diatur dalam
Pasal 51 KUHP
Menurut Soedarjo, 52 hal-hal yang menjadi penghapus suatu tindak pidana
dalam pasal-pasal tersebut adalah hal yang bersifat umum, selain yang diatur
dalam pasal tersebut ada diatur mengenai hal-hal yang menjadi penghapus pidana
yang bersifat khusus, misalnya Pasal 166 dan 310 ayat (3) KUHP.
3. Putusan Pemidanaan ( Veroordeling )
Putusan pemidanaan disebut juga dengan Veroordeling yang diatur dalam
Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang menyatakan: “Jika pengadilan berpendapat
bahwa terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka
pengadilan menjatuhkan pidana"

F. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek
yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Dalam
melakukan suatu penelitian agar tercapainya sasaran dan tujuan yang diinginkan,
metode yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian
Wigjosoebroto mengklasifikasikan penelitian hukum sebagai berikut: 53
a. Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif

52

Soedarjo, Jaksa dan Hakim dalam Proses Pidana. (Akademi Pressinco: Jakarta, 1985),

hlm. 58.
53

Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum; Penulisan Skripsi. (Pustaka Bangsa
Press: Medan, 2005)

Universitas Sumatera Utara

30

b. Penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan dasardasar falsafah hukum positif
c. Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum incorento yang
layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara tertentu
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan
penelitian hukum normatif (yuridis normative) yang disebut juga dengan
penelitian hukum doktrinal terhadap tindak pidana pencucian uang dalam
peraturan perundang-undangan dan terhadap berbagai literatur yang berkaitan
dengan permasalahan dalam skripsi serta menganalisis putusan dengan judul
“Penerapan Dissenting Opinion dalam putusan perkara tindak pidana pencucian
uang” (Studi Putusan Pengadilan Negeri No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn.).
Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti berbagai bahan pustaka.

2. Jenis Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini menggunakan data
sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier. Data sekunder tersebut kemudian diperoleh dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan
diterapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yaitu berupa KUHAP dan
perundang-undangan.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi
atau bahan kajian kejahatan yang berkaitan dengandissenting opinion dan
tindak pidana pencucian uang, seperti seminar hukum, majalah-majalah,

Universitas Sumatera Utara

31

karya tulis ilmiah tentang tindak pidana pencucian uang dan dari beberapa
sumber berupa situs internet yang berkaitan dengan pembahasan judul
skripsi ini.
c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep
dan keterangan-keterangan yang mendukung beban hukum primer dan
bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan