KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING DALAM PEMBELAJARAN IPA DITINJAU DARI KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DAN PENGUASAAN KONSEP IPA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN.

(1)

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING DALAM PEMBELAJARAN IPA DITINJAU DARI KETERAMPILAN

BERKOMUNIKASI DAN PENGUASAAN KONSEP IPA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN

Oleh Ulfah Kurnia Laili

12312241018 ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran reciprocal teaching dalam (1) peningkatan penguasaan konsep IPA materi pencemaran lingkungan, (2) peningkatan keterampilan berkomunikasi siswa dalam pembelajaran IPA.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu tentang pembelajaran IPA dengan desain non equivalent control group design. Desain ini terdapat dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang dipilih secara acak. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMPN 1 Banguntapan yang terdiri dari delapan kelas. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik random sampling diundi dua kelas dari delapan kelas. Diperoleh kelas VII A sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran reciprocal teaching dan kelas G sebagai kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran langsung. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar keterlaksanaan pembelajaran, lembar observasi keterampilan berkomunikasi, dan soal pretest-posttest. Teknik pengumpulan data dengan observasi dan tes tertulis. Teknik analisis data keterampilan berkomunikasi dan penguasaan konsep IPA menggunakan uji normalitas, homogenitas, dan uji-t dengan menggunakan program SPSS 16. Uji-t digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran reciprocal teaching efektif dalam meningkatkan (1) penguasaan konsep IPA secara signifikan yang ditunjukkan dengan nilai sig 0,001<0,05, (2) keterampilan berkomunikasi siswa secara signifikan ditunjukkan dengan nilai sig 0,001<0,05.

Kata kunci : Keefektifan, keterampilan berkomunikasi, penguasaan konsep IPA, pembelajaran langsung, reciprocal teaching.


(2)

EFFECTIVENESS LEARNING MODEL RECIPROCAL TEACHING IN SCIENCE BASED OF THE COMMUNICATION SKILLS AND CONTROL OF

SCIENCE CONCEPT ON THE ENVIRONMENTAL POLLUTION

By

Ulfah Kurnia Laili 12312241018 ABSTRACT

This study aims to determine the effectiveness of reciprocal teaching learning model towards (1) to increase mastery of material science concepts of environmental pollution, (2) to increase communication skills of students in science learning.

This research is a quasi-experimental design of learning science with non equivalent control group design. Where in this design there are two groups: the experimental group and the control group were selected at random. The population in this study were all students of class VII SMPN 1 Banguntapan consisting of eight classes. The samples in this research using random sampling techniques drawn two classes of eighth grade. Class VII A obtained as a class experiment that uses Taching reciprocal learning model and class G as a control class that uses direct learning. The instrument used in this study is a sheet learning, communication skills observation sheets, and question pretest-posttest. The technique of collecting data through observation and written tests. Data of communication skills and mastery of science concepts were analyzed using normality test, homogeneity, and t-test using SPSS program 16. T-test was used to determine the significance of differences between control and experimental class class .

The results showed that the Reciprocal teaching learning model is effective in increasing (1) mastery of science concepts significantly as indicated with sig 0.001 < 0.05, ( 2 ) communication skills of students indicated with sig 0.001 < 0.05.

Keywords: Effectiveness, communication skills, reciprocal teaching, hands-on learning, mastery of science concepts.


(3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting dan mendasar dalam kehidupan kita. Apalagi di era globalisasi seperti sekarang ini pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu karena pendidikan merupakan salah satu kunci agar dapat bersaing dan bertahan di era globalisasi. Tanpa pendidikan, manusia sulit untuk berkembang bahkan akan terbelakang. Seiring dengan kemajuan teknologi, maka akan berpengaruh juga terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang diiringi dengan pemahaman dari ilmu yang mendasari.

Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat penting yang mempengaruhi kemajuan bangsa dan Negara.

Indra Djati Sidi (2001: 15) menyatakan bahwa, tantangan pendidikan nasional di era globalisasi sekarang ini meliputi beberapa aspek antara lain menyangkut nilai tambah, tantangan dalam pengembangan sumber daya


(4)

manusia, tantangan daya saing bangsa dan munculnya kolonialisme baru dalam bidang IPTEK dan ekonomi. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukan perbaikan kualitas manajemen sekolah serta kualitas sumber dayanya.

Peningkatan kualitas mutu pendidikan sangat terkait dengan proses pembelajaran yang berlangsung. Dalam suatu pembelajaran terjadi proses transformasi pengetahuan serta pengalaman peserta didik yang bertujuan agar peserta didik dapat belajar dengan baik. Salah satu langkah yang dilakukan untuk memperbarui sistem transfer pengetahuan yaitu dengan memperbarui sistem pembelajaran ke arah yang lebih berkembang, baik dari strategi, model maupun metode pembelajaran yang digunakan agar dapat meningkatkan kreativitas belajar peserta didik, sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik. Salah satu cabang pendidikan yang dapat menentukan perkembangan kualitas pendidikan adalah pendidikan Ilmu Pengetahaun Alam (IPA).

Pendidikan IPA memberikan konstribusi yang cukup besar terhadap perkembangan teknologi. Ilmu pengetahuan alam merupakan salah satu disiplin ilmu yang mendasari perkembangan teknologi serta mempelajari konsep-konsep yang berkaitan dengan fenomena alam. Sehingga ilmu pengetahuan ini memiki peran dalam menyiapkan sumber daya manusia yang bermutu serta handal dalam menghadapi tantangan pendidikan di era global.

Ilmu pengetahuan alam memiliki karakteristik menekankan pemberian pengalaman untuk mengembangkan kemampuan siswa. Dalam Depdiknas (2006: 451) disebutkan bahwa, ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari


(5)

tahu (inquiry) tentang gejala serta fenomena alam secara sistematis, sehingga ilmu pengetahuan bukan hanya sebagai penguasaan kemampuan kognitif yang berupa fakta-fakta, konsep maupun prinsip, akan tetapi merupakan suatu proses penemuan.

Pembelajaran IPA menekankan pada proses, dimana siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Kegiatan belajar yang mengembangkan keterampilan proses sangat penting untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA. Keterampilan proses sains tidak dapat dipisahkan dalam melatih pemahaman konsep yang terlibat dalam sebuah pembelajaran IPA. Tercapainya penguasaan konsep dalam proses pembelajaran dapat dilakukan melalui penerapan keterampilan yang memicu pemahaman konsep. Penguasaan konsep dapat membantu dalam proses pemecahan masalah yang berhubungan dengan kegiatan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

Mengingat begitu pentingnya penguasaan konsep dalam pembelajaran IPA, maka pemerintah berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam mencapai penguasaan konsep melalui penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Pembelajaran IPA yang dikehendaki dalam kurikulum KTSP adalah pembelajaran yang menekankan pemberian pengalaman secara langsung untuk menguasai kompetensi dan memahami fenomena alam secara sistematis.

Keberhasilan dalam pembelajaran ditentukan oleh beberapa faktor salah satunya adalah guru. Guru memiliki kemampuan dalam proses pembelajaran


(6)

yang berkaitan dengan kemampuannya dalam memilih model pembelajaran yang dapat memberikan keefektivitas-an kepada peserta didik. Hal tersebut karena sangat mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) serta aktivitas peserta didik. Oleh karena itu, seorang guru dituntut untuk bersifat inovatif dan kreatif dalam menentukan strategi pembelajaran agar dapat memacu motivasi peserta didik untuk belajar. Dalam pembelajaran IPA juga perlu memperhatikan keterampilan-keterampilan yang ada dalam IPA antara lain keterampilan dalam berkomunikasi seperti mengajukan pertanyaan serta mendiskusikan hasil percobaannya. Jika dalam proses pembelajaran seorang guru hanya menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas secara klasikal tentu saja akan berpengaruh terhadap kemampuan berkomunikasi siswa. Proses pembelajaran yang berpusat pada guru akan berakibat terjadinya komunikasi yang hanya satu arah. Artinya bahwa guru yang lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan siswa cenderung berperan pasif sehingga tujuan pembelajaran IPA belum bisa tercapai secara maksimal. Dengan diterapkannya metode ceramah maka kreativitas siswa menjadi berkurang, selain itu kemampuan untuk mengungkapkan pendapat juga rendah.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di SMP Negeri 1 Banguntapan pada bulan November 2015, diperoleh informasi bahwa di SMPN 1 Banguntapan masih menerapkan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Proses pembelajaran mata pelajaran IPA belum diajarkan secara terpadu, sehingga pembelajaran IPA masih dilakukan secara terpisah-pisah ke


(7)

dalam sub bab IPA biologi dan IPA fisika. Untuk sub bab kimia disisipkan kedalam sub bab IPA biologi. Dalam proses belajar mengajar di dalam kelas guru IPA menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu model pembelajaran langsung dimana guru memiliki peran yang dominan di dalam kelas, sementara siswanya hanya diam mendengarkan penjelasan dari guru dan kurang tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran IPA. Dengan demikian proses pembelajaran belum berpusat pada siswa, akan tetapi masih berpusat pada guru. Hal tersebut menyebabkan peserta didik menjadi pasif dan akan menghambat perkembangan keterampilan afektif, psikomotor, dan kognitif siswa.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, dalam proses pembelajaran masih banyak didominasi oleh guru. Hal ini terlihat pada saat proses pembelajaran guru memberi penjelasan secara terus menerus sedangkan siswanya hanya diam mendengarkan penjelasan dari guru. Keberanian untuk mengungkapkan pendapat saat guru melontarkan pertanyaan pun masih kurang, bahkan untuk bertanya tentang materi yang belum dipahaminya masih jarang siswa yang mau memberanikan diri. Selain itu, juga terlihat ketika melakukan kegiatan diskusi kelompok. Diskusi kelompok yang dilakukan tidak berlangsung efektif, hal tersebut dapat dilihat dari kegiatan siswa saat diskusi. Saat kegiatan diskusi berlangsung, tidak semua siswa terlibat dalam kegiatan diskusi, ada yang mengobrol sendiri, dan juga hanya diam mendengarkan temannya yang mengemukakan pendapatnya sehingga kegiatan diskusi hanya didominasi oleh beberapa siswa saja. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih rendahnya


(8)

kemampuan berkomunikasi yang dimiliki oleh siswa. Menurut Evan dan Russel (1992) kemampuan berkomunikasi adalah kemampuan individu dalam mengolah kata-kata, berbicara secara baik dan dapat dipahami oleh lawan bicaranya. Dengan mengembangkan keterampilan berkomunikasi maka kegiatan diskusi kelompok dapat berjalan dengan efektif.

Selama proses pembelajaran komunikasi antara guru dan siswa belum terjadi secara dua arah artinya bahwa masih dominan guru yang menerangkan di depan kelas sedangkan siswanya ketika dipancing dengan sebuah pertanyaan tidak mempunyai kesiapan dan bahkan tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Keadaan tersebut menyebabkan kurang efektifnya proses belajar mengajar di dalam kelas. Apabila komunikasi antara guru dan siswa berlangsung dua arah, maka proses pembelajaran akan berjalan lebih efektif dan dapat melatih keterampilan berkomunikasi siswa.

Apabila dilihat dari hasil belajar IPA siswa kelas VII di SMPN 1 Banguntapan masih rendah dan belum seperti yang diharapkan. Hal ini didasarkan dari daftar nilai yang dimiliki oleh guru IPA di Kelas VII terlihat bahwa sebanyak 75% siswa yang nilainya masih di bawah KKM. Batas nilai KKM di SMPN 1 Banguntapan adalah 75. Rendahnya hasil belajar siswa kelas VII ini salah satunya disebabkan oleh penguasaan konsep peserta didik terhadap materi pembelajaran IPA yang masih belum maksimal.

Lemahnya aktivitas serta penguasaan konsep siswa terhadap ilmu pengetahuan alam umumnya dilatarbelakangi oleh model pembelajaran yang


(9)

digunakan. Ketika model yang digunakan kurang sesuai maka minat siswa untuk belajar juga akan berkurang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas yaitu dengan mengembangkan model pembelajaran yang inovatif yang dapat membantu menarik minat siswa untuk belajar IPA.

Ada banyak model pembelajaran selain yang diterapkan oleh guru IPA di SMPN 1 Banguntapan, salah satunya yaitu model pembelajaran inovatif Reciprocal Teaching. Pembelajaran Reciprocal Teaching merupakan suatu pendekatan konstruktivis yang berdasarkan pada prinsip pembuatan serta pengajuan pertanyaan yang memicu keterampilan berkomunikasi serta penguasaan konsep peserta didik yang dilakukan melalui pemahaman suatu bahan bacaan. Menurut Palincsar dan Brown (1984: 117), pembelajaran Reciprocal Teaching melatihkan keterampilan melalui empat strategi, yaitu : (1) menyusun pertanyaan-pertanyaan dari teks bacaan dan menjawabnya, (2) membuat rangkuman (ringkasan) informasi-informasi penting dari teks bacaan, (3) membuat prediksi, dan (4) mengidentifikasi hal-hal yang kurang jelas dan memberikan klarifikasi (penjelasan). Dengan keempat keterampilan tersebut, siswa dilatih untuk belajar mandiri dengan memahami suatu bahan bacaan secara mendalam.

Model pembelajaran Reciprocal Teaching dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan kognitif siswa serta mengembangkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi melalui kegiatan – kegiatan menanya serta


(10)

mengomentari jawaban dari temannya. Keunggulan dari metode pembelajaran ini yaitu siswa dapat lebih memahami isi suatu bahan bacaan. Dengan memahami bacaan tersebut maka akan sulit untuk melupakannya. Selain itu dengan pembelajaran ini siswa dapat belajar mandiri serta lebih termotivasi untuk belajar.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti bermaksud mengadakan penelitian tentang “Keefektifan Model Pembelajaran Reciprocal Teaching dalam Pembelajaran IPA ditinjau dari Keterampilan Berkomunikasi dan Penguasaan Konsep IPA pada Materi Pencemaran Lingkungan”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan, penulis dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Pendidikan dituntut untuk peka terhadap permasalahan yang ada dalam kehidupan yang nyata, akan tetapi masih banyak proses pembelajaran yang belum mengkaitkan pembelajaran dengan permasalahan yang ada di kehidupan sekitar.

2. Proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) masih diajarkan secara terpisah-pisah menjadi IPA Biologi dan IPA Fisika belum diajarkan secara terpadu yang memadukan beberapa pokok bahasan.

3. Proses pembelajaran masih monoton dengan metode ceramah sehingga peserta didik terbatasi dalam mengembangkan kemampuan untuk mengemukakan pendapatnya dan kreativitasnya.


(11)

4. Kegiatan diskusi dalam proses pembelajaran belum dilakukan secara maksimal dikarenakan dalam proses pembelajaran masih banyak didominasi oleh guru sehingga komunikasi hanya berlangsung satu arah.

5. Peserta didik masih belum bisa menyelesaikan permasalahan secara mandiri dan lebih banyak bergantung pada guru yang berdampak pada hasil belajar aspek kognitif dan keterampilan berkomunikasi yang masih rendah.

C. Batasan Masalah

Setelah masalah-masalah teridentifikasi maka penelitian ini membatasi permasalahan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Reciprocal Teaching.

2. Materi pembelajaran dibatasi pada pencemaran lingkungan.

3. Penguasaan konsep IPA dibatasi pada aspek kognitif yang meliputi mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), dan menganalisis (C4). 4. Keterampilan berkomunikasi siswa yang meliputi menyampaikan informasi,

memberikan pendapat yang mendukung pendapat anggota kelompok lain, memberikan pendapat yang menolak pendapat anggota kelompok lain, mengarahkan pembicaraan untuk mengambil keputusan, mengevaluasi jawaban yang sesuai, dan menarik kesimpulan.


(12)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah model pembelajaran Reciprocal Teaching efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep IPA siswa kelas VII SMPN 1 Banguntapan?

2. Apakah model pembelajaran Reciprocal Teaching efektif dalam meningkatkan keterampilan berkomunikasi siswa kelas VII SMPN 1 Banguntapan?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui keefektifan model pembelajaran Reciprocal Teaching terhadap peningkatan penguasaan konsep IPA peserta didik kelas VII SMPN 1 Banguntapan.

2. Mengetahui keefektifan model pembelajaran Reciprocal Teaching terhadap peningkatan keterampilan berkomunikasi peserta didik kelas VII SMPN 1 Banguntapan.


(13)

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Guru

a. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi guru dalam mengembangkan proses pembelajaran, terutama ditinjau dari segi modelnya.

b. Meningkatkan motivasi guru untuk menerapkan model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini sebagai upaya meningkatkan kemampuan berkomunikasi serta penguasaan konsep peserta didik

2. Bagi Siswa

a. Meningkatkan minat peserta didik untuk mempelajari ilmu pengetahuan alam (IPA)

b. Meningkatkan motivasi peserta didik dalam meningkatkan kemampuan berkomunikasi yang dilakukan dengan proses tanya jawab.

c. Meningkatkan pemahaman konsep peserta didik terhadap suatu bahan bacaan.

d. Melatih peserta didik untuk belajar mandiri. 3. Bagi Sekolah

a. Dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. b. Berperan serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.


(14)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu pengetahuan alam merupakan bagian dari bidang kajian ilmu sains. Kata sains berasal dari bahasa latin yaitu scientia yang berarti “saya tahu”, sedangkan dalam bahasa inggris, sains berasal dari kata science yang memiliki arti pengetahuan. Sains juga berasal dari kata “natural science”. Natural artinya almiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan science berarti ilmu pengetahuan. Menurut Patta Bundu (2006: 9) yang dimaksud kata sains dalam kurikulum pendidikan di Indonesia adalah IPA itu sendiri yang memiliki ruang lingkup meliputi sains (tingkat SD), sains biologi, sains kimia, serta sains bumi dan antariksa (tingkat SMP).

Menurut Nash dalam Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1992: 3), IPA adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Metode tersebut dapat membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya. Metode yang dimaksud adalah metode berpikir ilmiah.

Wahyana dalam Trianto (2010: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik dan dalam penggunaanya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah..


(15)

Menurut Patta Bundu (2006: 11), secara garis besar, IPA memiliki tiga komponen yaitu proses ilmiah, produk ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA juga dipandang sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur.

IPA sebagai proses merupakan semua kegiatan pengamatan gejala-gejala alam yang dilakukan untuk menemukan suatu pengetahuan yang baru yang berupa produk ilmiah. Proses ilmiah meliputi mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, merancang, dan melaksanakan eksperimen. IPA sebagai produk merupakan hasil dari proses yang berupa pengetahuan alam yang diuji secara ilmiah. Produk ilmiah meliputi prinsip, konsep, hukum, dan teori. IPA sebagai prosedur merupakan cara yang digunakan untuk melakukan pengamatan serta mengembangkan hasil pengamatan. Prosedur ilmiah ini sering disebut dengan metode ilmiah atau scientific method.

Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam meliputi tiga bidang kajian yaitu biologi, fisika, dan kimia. Perkembangan IPA melalui langkah-langkah metode ilmiah yang meliputi observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, dan penarikan kesimpulan untuk menemukan fakta, konsep, hukum, prinsip, dan teori.

Sebagai ilmu, IPA memiliki karakteristik yang membedakannya dengan bidang ilmu lain. Karakteristik IPA antara lain:


(16)

a. IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan terdahulu oleh penemunya.

b. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi juga ditandai oleh munculnya “metode ilmiah” (scientific methods) yang terwujud melalui suatu rangkaian ”kerja ilmiah”. (Depdiknas, 2006: 2).

c. IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan kegiatan ilmiah yang saling berkaitan.

d. IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan dan berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut (Depdiknas, 2006: 2).

e. IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap. Produk dapat berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum.

Dari beberapa definisi ilmu pengetahuan alam, maka dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan alam pada hakikatnya merupakan suatu ilmu pengetahuan yang memiliki karakteristik yang khas yaitu mempelajari tentang gejala-gejala serta fenomena alam yang tersusun secara sistematis untuk menghasilkan pengetahuan baru berupa produk dan sikap ilmiah melalui suatu


(17)

kegiatan yang disebut proses ilmiah. Produk ilmiah tersebut berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum.

2. Pembelajaran IPA

Pembelajaran merupakan proses penambahan pengetahuan dan wawasan melalui rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan yang sifatnya positif dan akan menghasilkan keterampilan dan pengetahuan yang baru (Asis Saefuddin dan Ika Berdiati, 2014:8). Menurut Sugihartono, dkk (2012: 81), pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai cara sehingga siswa dapat melangsungkan proses belajar dengan efektif dan efisien.

Definisi tentang ilmu pengetahuan alam telah banyak dikemukakan, antara lain yaitu Carin dan Sund dalam puskur (2007: 3), mendefinisikan IPA sebagai ilmu pengetahuan yang sistematis dan tersususn secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan hasil observasi dan eksperimen. Trianto (2010: 136-137) menyatakan, pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. IPA terdiri dari kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah.

Menurut Purwanti Widhy (2013: 1), Pembelajaran IPA merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh siswa bukan sesuatu yang dilakukan


(18)

terhadap siswa. Persoalan dan objek IPA bersifat menyeluruh sehingga IPA akan dibelajarkan secara menyeluruh (holistik).

Secara umum bidang kajian dalam ilmu pengetahuan meliputi bidang kajian energi dan perubahannya , bumi antariksa, makhluk hidup dan proses kehidupan, serta materi yang berperan dalam membantu peserta didik dalam memahami fenomena alam. Carin & Sund (1993: 6) menjelaskan, hakikat pembelajaran sains mengandung empat hal yaitu konten atau produk, proses atau metode, sikap, dan teknologi. Keempat unsur tersebut perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran IPA sehingga proses pembelajaran IPA akan berjalan dengan utuh.

Jadi dapat dikatakan bahwa pembelajaran ilmu pengatahuan alam merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mempelajari gejala serta fenomena alam secara menyeluruh yang tersususun secara sistematis melalui serangkaian kegiatan ilmiah yang didasari oleh sikap ilmiah untuk menghasilkan suatu produk ilmiah berupa konsep, prinsip, dan teori. 3. Model Pembelajaran Reciprocal Teaching

Pembelajaran terbalik (Reciprocal Teaching) pertama kali dikembangkan oleh Anne Marie Palinscar dan Anne Brown. Model pembelajaran reciprocal teaching merupakan model pembelajaran konstruktivis yang terdiri dari empat aktivitas yaitu memprediksi (prediction), meringkas (summarizing), membuat pertanyaan (questioning), dan menjelaskan (clarifing). Polinscar menyatakan:


(19)

“Reciprocal Teaching refers to an instructional activity that takes place in the form of a dialogue between teachers and student regarding segment of text. The dialogue is structured by use of four strategies: Summarizing, question generating, clrarifying and predicting … “, (Ain Zaelan, 2005: 16)

Artinya bahwa model Reciprocal Teaching digambarkan sebagai aktifitas pembelajaran yang berlangsung dalam bentuk dialog antara guru dengan siswa-siswanya mengenai bagian dari suatu teks. Aktivitas dialog tersebut disusun dengan empat strategi yaitu merangkum, membuat pertanyaan, mengklarifikasi (menjelaskan) dan memprediksi.

Model pembelajaran Reciprocal Teaching merupakan suatu pengajaran yang dirancang untuk mengajarkan kepada siswa tentang strategi-strategi kognitif. Model pembelajaran Reciprocal Teaching mengutamakan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator yang menunjang proses terjadinya pembelajaran yang mendukung proses konstruksi pengetahuan siswa (Arends, 1997: 266).

Model pembelajaran reciprocal taching merupakan model pembelajaran yang memiliki manfaat agar tujuan pembelajaran tercapai melalui kegiatan belajar mandiri sehingga peserta didik mampu menjelaskan temuannya kepada pihak lain serta dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar mandiri. Menurut Harvey F. Silver, dkk, (2007: 173) pembelajran reciprocal teaching memaksimalkan potensi pembelajaran dan potensi retensi dari dua kelompok siswa dengan masing-masing kelompok memainkan peran yang berbeda. Pembelajaran reciprocal teaching digunakan untuk mengaplikasikan


(20)

aturan-aturan pengerjaan dan tata bahasa, menyelesikan analogi dan soal matematika, meninjau istilah kosakata yang kritis dalam satu unit pelajaran, mengkaji konsep, fakta historis dan ilmiah yang penting (Hashey dan Connors, 2003).

Anna Brown, dan Annemarie Palinscar (dalam Nur Muhammad, 2005: 48), mengungkapkan bahwa, pengajaran terbalik mengajarkan siswa keterampilan-keterampilan kognitif penting dengan menciptakan pengalaman belajar, melalui pemodelan perilaku tertentu dan kemudian membantu siswa mengembangkan keterampilan tersebut atas usaha mereka sendiri dengan pemberian semangat, dukungan, dan suatu sistem scaffolding.

Keterampilan-keterampilan yang dibangun dalam pembelajaran reciprocal teaching antara lain membaca dan mempelajrai, menalarkan dan menganalisis, menghasilkan dan mengkomunikasikan, serta merefleksikan dan menghubungkan. (Harvey F. Silver, dkk, 2007: 180). Pengajaran terbalik dikembangkan untuk membantu guru menggunakan dialog-dialog belajar yang bersifat kerja sama untuk mengajarkan pemahaman bacaan secara mandiri di kelas.

Menurut Muslimin Ibrahim dan Nur Muhammad. (2007: 5), pengaruh pembelajaran berbalik (reciprocal teaching) terhadap hasil belajar sangat beragam antara lain mempengaruhi ketrampilan komunikasi, motivasi, prestasi belajar, dan hasil belajar kognitif. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :


(21)

Model pembelajaran ini berdampak positif terhadap kemampuan komunikasi siswa, karena selama pembelajaran siswa mengajukan pertanyaan, mengomentari jawaban teman yang lain.

2. Pengaruh Reciprocal Teaching terhadap motivasi siswa.

Kegiatan dalam proses pembelajaran ini menuntut siswa aktif mencari tahu informasi yang diperlukan untuk menjawab pertanyaannya sendiri sehingga relevan dengan kebutuhan mereka sendiri, hal ini dapat meningkatkan motivasi siswa.

3. Pengaruh Reciprocal Teaching terhadap hasil belajar kognitif.

Selama proses pembelajaran siswa membuat rangkuman jadi dilatih untuk menemukan ide pokok di dalam bahan bacaan dan ini merupakan ketrampilan yang penting untuk belajar.

Langkah-langkah atau tahapan dalam pembelajaran reciprocal teaching adalah sebagai berikut: (1) Menyajikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa; (2) menyajikan informasi; (3) Pengorganisasian siswa dalam kelompok dan menunjukkan karakteristik pengajaran timbal balik; (4) siswa guru Pelatihan (siswa yang berfungsi sebagai guru); (5)Mengevaluasi hasil belajar dan keterampilan yang diharapkan (Darsono, 2014: 72).

Menurut Nur (dalam Trianto, 2007: 96), prosedur pengajaran terbalik dilakukan pertama-tama guru menugaskan siswa membaca bacaan dalam kelompok kecil, kemudian guru memodelkan empat keterampilan yaitu mengajukan pertanyaan, merangkum bacaan, mengklarifikasikan poin-poin


(22)

yang sulit, meramalkan apa yang akan ditulis pada bagian bacaan selanjutnya. Selanjutnya guru menunjuk salah satu siswa untuk menggantikan perannya sebagai guru di depan kelas sedangkan guru berperan sebagai motivator, mediator, umpan balik dan semangat kepada siswa. Secara berangsur-angsur guru mengalihkan tanggung jawab pengajaran yang lebih banyak kepada siswa dalam kelompok, serta membantu memonitor berfikir yang digunakan.

Menurut Muslimin Ibrahim (2000), kelebihan metode pembelajaran reciprocal teaching adalah sebagai berikut.

1. Melatih kemampuan siswa dalam belajar mandiri.

2. Melatih kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapat, ide dan gagasan.

3. Meningkatkan kemampuan bernalar siswa.

4. Meningkatkan kemampuan siswa dalam pemahaman konsep dan pemecahan masalah.

Abdul Azis (2007 :113) mengungkapkan bahwa kelemahan model reciprocal teaching antara lain :

1. Adanya kurang kesungguhan para siswa yang berperan sebagai guru menyebabkan tujuan tak tercapai.

2. Pendengar (siswa yang tak berperan) sering mentertawakan tingkah laku siswa yang menjadi guru sehingga merusak suasana.

3. Kurangnya perhatian siswa kepada pelajaran dan hanya memperhatikan aktifitas siswa yang berperan sebagai guru membuat kesimpulan akhir sulit tercapai.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran reciprocal teaching merupakan suatu model pembelajaran yang berdasar pada empat prinsip yaitu merangkum, menanya, memprediksi pertanyaan, dan mengklarifikasikan. Selain itu juga memberikan pengaruh


(23)

yang sangat beragam terhadap hasil belajar siswa antara lain keterampilan komunikasi, motivasi, prestasi belajar dan hasil belajar kognitif melalui langkah-langkah pembelajaran reciprocal teaching yaitu menyajikan tujuan dan memotivasi, menyajikan informasi, pembagian kelompok, penentuan peran siswa yang menjadi guru, serta mengevaluasi hasil belajar dan keterampilan yang diharapkan.

4. Model Pembelajaran Langsung

Arends (dalam Trianto, 2007:29) menyebutkan bahwa, model pembelajaran langsung merupakan salah satu pendekatan mengajar yang di rancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap.

Pembelajaran langsung menitik beratkan pada peran guru sebagai penyampai informasi. Informasi yang disampaikan berupa pengetahuan yang sifatnya prosedural maupun deklaratif. Pengetahuan deklaratif merupakan pengetahuan tentang sesuatu yang dapat berupa fakta, konsep, prinsip atau generalisasi.

Ciri-ciri model pengajaran langsung menurut Arends (dalam Kardi & Nur, 2000: 3) adalah:

a. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar


(24)

c. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan baik.

Pada model pembelajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Pada awal proses pembelajaran, guru mengawali dengan penjelasan mengenai tujuan dan latar belakang pembelajaran serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan dari guru. Adapun sintaks model pembelajaran langsung disajikan dalam lima fase, seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Langsung

Fase Peran Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

Guru menjelaskan TPK, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar.

Fase 2 Mendemonstrasikan

pengetahuan dan keterampilan

Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan nformasi tahap demi tahap

Fase 3

Membimbing pelatihan

Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal

Fase 4

Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Mencek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik.

Fase 5

Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan

penerapan

Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari

Sumber: Kardi dan Nur (2000:8)

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran langsung merupakan suatu model pembelajaran yang dirancang khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural


(25)

dan deklaratif yang dipelajari secara terstruktur tahap demi tahap. Dimana dalam model pembelajaran langsung guru berperan aktif dalam proses pembelajaran.

5. Keterampilan Berkomunikasi

Kemampuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 522) adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari bahasa latin yaitu “cum” yang artinya dengan atau bersamaan dengan, dan umus yang berarti satu. Jadi “communio” atau dalam bahasa inggris communion artinya bahwa kebersamaan, gabungan, pergaulan, dan hubungan.

Komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku (Arni Muhammad, 2000: 5). Menurut Patta Bundu (2006: 26), komunikasi adalah kemampuan untuk menyampaikan hasil pengamatan pengetahuan yang dimiliki kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan.

Kemampuan komunikasi adalah kemampuan individu dalam mengolah kata-kata, berbicara secara baik dan dapat dipahami oleh lawan bicara (Evans & Russel, 1992). Menurut Berelson & Steiner (dalam Mulyana, 2001), mengartikan kemampuan komunikasi sebagai kemampuan mentransmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dengan menggunakan simbol-simbol seperti perkataan, gambar, figur, grafik dan sebagainya.


(26)

Menurut Book (dalam Cangara Hafied, 2002), kemampuan komunikasi adalah proses simbolik yang menghendaki individu agar dapat mengatur lingkungan dalam hubungan sosialnya melalui pertukaran informasi untuk mengubah sikap dan tingkah laku orang lain. Keterampilan komunikasi yang diharapkan dilakukan oleh siswa adalah menyampaikan dengan kata-kata sendiri (paraphrasing), menyatakan tingkah laku (describing behavior), menyatakan perasaan (describing feelings), dan mengecek perasaan (checking impressions) (Arends, 2001: 333).

Untuk mengukur kemampuan komunikasi siswa dibutuhkan beberapa indikator yang dikemukakan oleh Devito (1997: 319), antara lain: (1)memberikan atau mengusulkan pendapat baru tentang topik yang sedang dibahas kepada anggota kelompok, (2)menunjukkan bukti nyata terhadap pendapatnya kepada anggota kelompok, (3) memberikan pendapat lain yang mendukung dan menolak pendapat anggota kelompok lain dengan memberikan argumentasi yang kuat atas pendapatnya, (4) mengarahkan pembicaraan kelompok untuk mengambil keputusan atau jawaban atas topik yang sedang dibahas, (5) menanyakan atau mengevaluasi jawaban mana yang sesuai dengan topik yang sedang dibahas, (6) menarik kesimpulan sebagai hasil akhir diskusi.

Berdasarkan pengertian kemampuan komunikasi dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berkomunikasi merupakan kecakapan individu dalam mengolah informasi, mengemukakan ide serta gagasan,


(27)

menanggapi pendapat, serta mempresentasikan yang diperoleh melalui pertukaran pesan verbal maupun non verbal untuk mengubah sikap dan tingkah laku.

6. Penguasaan Konsep

Penguasaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai pemahaman dan kesanggupan untuk menggunakan pengetahuan, dan kepandaian. Pemahaman yang dimaksud bukan hanya mengetahui sifatnya menghafal dan mengingat, tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk yang lain sehingga mudah untuk dimengerti maknanya.

Konsep adalah ide (abstrak) yang dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan atau menggolongkan sesuatu objek. Suatu konsep biasa dibatasi dalam suatu ungkapan yang disebut definisi (Wardhani, 2008). Pengertian konsep menurut Winkel (1991 : 57), yaitu satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama.

Dari pengertian penguasaan dan konsep diatas, maka penguasaan atau pemahaman konsep dapat diartikan sebagai kemampuan siswa untuk memahami makna materi pelajaran dengan bahasanya sendiri secara ilmiah, baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dengan tidak mengubah arti dari konsep pelajarannya tersebut (Dahar Ratna W, 1996).

Menurut Benjamin S. Bloom (dalam Wahyudi), untuk dapat mencapai tahap pemahaman terhadap suatu konsep jenjang kognitif tahap pemahaman


(28)

meliputi: (1) Pemahaman konsep, (2) pemahaman prinsip aturan dan generalisasi, (3) pemahaman terhadap struktur, (4) kemampuan untuk membuat transformasi, (5) kemampuan untuk mengikuti pola berpikir dan kemampuan untuk membaca dan menginterpretasi data.

Instrumen penilaian yang mengukur kemampuan pemahaman konsep mengacu pada indikator pencapaian pemahaman konsep. Menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 506/C/PP/2004 indikator yang menunjukan pemahaman konsep antara lain adalah:

1. Menyatakan ulang sebuah konsep, yaitu mampu menyebutkan definisi berdasarkan konsep esensial yang dimilki oleh sebuah objek.

2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya)

3. Memberi contoh dan non contoh dari konsep yaitu mampu memberikan contoh lain dari sebuah objek baik untuk contoh maupun non contoh. 4. Menyatakan suatu objek dengan berbagai bentuk representasi, misalkan

dengan mendaftarkan anggota dari suatu objek.

5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep yaitu mampu mengkaji mana syarat perlu dan syarat cukup yang terkait dengan suatu objek.

6. Mampu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi.

Indikator yang lebih komprehensif dikemukakan oleh Bloom dalam (Rustaman, dkk, 2005), sebagai berikut: Mengingat (C1) yakni kemampuan menarik kembali informasi yang tersimpan; Memahami (C2) yakni kemampuan mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki; Mengaplikasikan (C3) yakni kemampuan menggunakan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas; Menganalisis (C4) yakni kemampuan menguraikan suatu permasalahan atau


(29)

objek ke unsurnya dan menentukan bagaimana keterkaitan antar unsur-unsur tersebut; Mengevaluasi (C5) yakni kemampuan membuat suatu pertimbangan berdasarkan criteria dan standar yang ada serta; Membuat (C6) yakni kemampuan menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Penguasaan konsep merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam menginat (C1), memahami (C2) suatu konsep, mengaplikasikan (C3), dan menganalisis (C4) suatu konsep kedalam kalimat yang lebih sederhana.

7. Kajian Keilmuwan Pencemaran Lingkungan

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi ilmu pengetahuan alam yang disajikan secara terpadu dan disusun berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ada dalam kurikulum IPA SMP. Pemilihan materi yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik model pembelajaran Reciprocal Teaching yaitu materi yang memiliki karakteristik deskriptif knowledge. Adapun materi yang diambil dalam penelitian ini yaitu “Pencemaran Lingkungan”. Peta kompetensi untuk materi pencemaran lingkungan disajikan dalam Tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2. Peta Kompetensi Tema Pencemaran Lingkungan Bidang

Kajian

Kimia Biologi

Standar Kompetensi

2. Memahami klasifikasi zat

4. Memahami kegunaan

7. Memahami saling ketergantungan dalam ekosistem.


(30)

Bidang Kajian

Kimia Biologi

bahan kimia dalam kehidupan.

Kompetensi Dasar

2.3 Menjelaskan nama unsur dan rumus kimia sederhana. 4.1 Mencari informasi

tentang kegunaan dan efek samping bahan kimia.

7.4. Mengaplikasikan peran manusia dalam

pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan

kerusakan lingkungan. Materi 1. Nama unsur dan

senyawa penyebab pencemaran lingkungan. 2. Bahan kimia dalam

kehidupan sehari-hari penyebab pencemaran lingkungan.

1. Dampak pencemaran lingkungan.

4. Mencegah dan mengatasi pencemaran lingkungan.

Tema Kerusakan Lingkungan

Model Keterkaitan

Connected :

Pola yang digunakan adalah pola connected karena pola ini dianggap cocok untuk mengintegrasikan konsep-konsep inter bidang studi IPA dan mudah untuk ditiru dan diterapkan dibandingkan dengan pola-pola lainnya. Konsep bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari serta konsep unsur dan rumus kimia sederhana dapat dipayungkan dengan konsep pencemaran

Unsur dan rumus kimia sederhana Bahan Kimia dalam Kehidupan sehari-hari Pencemara n lingkungan


(31)

lingkungan. Kerusakan lingkungan disebabkan oleh penggunaan bahan kimia secara berlebih serta senyawa-senyawa kimia yang berbahaya di lingkungan dalam jumlah yang banyak.

Materi dalam tema ini adalah sebagai berikut: a. Pengertian Pencemaran Lingkungan

Pencemaran adalah masuk dan atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air dan udara. Pencemaran juga dapat diartikan sebagai berubahnya tatanan atau komposisi air, udara, dan tanah oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga mutu kualitas lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi dengan baik (Arif Zulkifli, 2014: 53).

Menurut I Gusti Ayu Tri Agustina (2014: 409) Lingkungan yang seimbang memiliki daya lenting yang tinggi. Keseimbangan lingkungan ditentukan oleh seimbangnya energi yang masuk dan energi yang digunakan, seimbang antara bahan makanan yang terbentuk dengan yang digunakan, seimbang antara faktor abiotik dan biotik. Gangguan terhadap salah satu faktor itu dapat mengakibatkan keseimbangan terganggu. b. Macam-macam Pencemaran Lingkungan

Berdasarkan lingkungan yang mengalami pencemaran, secara garis besar pencemaran lingkungan dapat dikelompokkan menjadi pencemaran air, tanah, dan udara.


(32)

Pencemaran air merupakan penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Banyak air tawar yang tercemar berat oleh sisa-sisa pembuangan kotoran dan cairan pembuangan limbah rumah tangga ke dalam sungai. Cairan pembuangan adalah sisa-sisa pembuangan dalam suatu bentuk cairan yang dihasilkan oleh proses industri dan kegiatan rumah tangga (Michael, 1990).

Menurut Philip Kristanto (2004: 72), Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar. Air permukaan dan air sumur pada umumnya mengandung bahan-bahan metal terlarut, seperti Na, Mg, Ca, dan Fe. Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya secara normal disebut dengan pencemaran air.

Pembuangan air limbah secara langsung ke dalam lingkungan perairan atau sungai menjadi penyebab utama terjadinya pencemaran air. Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang dan berasal dari rumah tangga, industri, ataupun tempat-tempat umum lainnya, serta pada umumnya mengandung zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia, mempengaruhi aktivitas makhluk hidup lain, dan dapat merusak lingkungan hidup (Arif Zulkifli, 2014: 68).


(33)

Menurut Solihin dan Darsati (1993), pencemaran air dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe antara lain:

a. Pencemaran kimia berupa senyawa karbon dan senyawa anorganik. b. Pencemaran fisika yang dapat berupa materi terapung dan materi

tersuspensi.

c. Pencemaran biologi yang dapat berupa mikroba phatogen, lumut, dan tumbuh-tumbuhan air.

Wisnu Arya Wardhana (1999: 74), menyatakan Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya tanda atau perubahan yang dapat diamati melalui:

a. Adanya perubahan suhu air. b. Adanya perubahan pH

c. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air d. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut e. Adanya mikroorganisme

f. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan

Berkaitan dengan masalah indikator pencemaran air, ternyata komponen pencemar air juga ikut menentukan bagaimana indikator tersebut terjadi. Komponen pencemar air tersebut dikelompokkan sebagai berikut:


(34)

Bahan buangan padat adalah bahan buangan yang berbentuk padat, baik yang kasar (butiran besar) maupun yang halus (butiran kecil). Apabila bahan tersebut dibuang ke sungai maka dapat terjadi pelarutan bahan buangan padat oleh air, pengendapan bahan buangan padat di dasar air, dan pembentukan kolidal yang melayang di dalam air.

b. Bahan buangan organik

Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Dengan bertambahnya populasi mikroorganisme di dalam air maka tidak tertutup kemungkinan akan muncul bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia.

c. Bahan buangan anorganik

Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke sungai maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia.

d. Bahan buangan olahan bahan makanan

Apabila bahan buangan olahan makanan mengandung protein dan gugus amin maka pada saat didegradasi oleh mikroorganisme akan terurai menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau


(35)

busuk. Air lingkungan yang mengandung bahan buangan olahan makanan akan mengandung banyak mikro organisme, termasuk bakteri patogen.

e. Bahan buangan cairan berminyak

Bahan buangan cairan berminyak yang dibuang ke lingkungan perairan akan mengapung menutupi permukaan air yang akan menganggu kehidupan organisme air. Apabila bahan buangan cairan minyak mengandung senyawa volatil maka akan terjadi penguapan dan luasan permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan menyusut.

f. Bahan buangan zat kimia

Bahan buangan zat kimia sebagai bahan pencemar air antara lain:

1) Sabun (detergen, shampo, dan pembersih)

Bahan buangan berupa sabun dan detergen di dalam air lingkungan akan mengganggu karena larutan sabun akan menaikkan ph air sehingga sapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air, serta ada sebagian bahan sabun maupun detergen yang tidak dapat dipecah oleh mikro organisme yang ada di dalam air.


(36)

Sisa bahan insektisida dapat sampai ke lingkungan air melalui pengairan sawah, hujan yang jatuh pada daerah pertanian kemudian mengalir ke sungai di sekitarnya. Bahan insektisida di dalam air akan sulit untuk dipecah oleh mikroorganisme, walaupun bisa hal tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama. Bahan insektisida seringkali dicampur dengan senyawa minyak bumi sehingga air yang terkena bahan buangan insektisida permukaannya akan tertutup minyak yang akan menyebabkan kandungan oksigen dalam air menurun (Wisnu A. Wardhana, 1999: 78-86).

Usaha-usaha yag dapat dilakukan untuk menanggulangi pencemaran air adalah sebagai berikut:

a. Penanggulangan limbah industri

Limbah industri terutama yang mengandung bahan kimia harus diolah terlebih dahulu seblum dibuang ke sungai. Dengan demikian bahan-bahan dari limbah pencemar yang bersifat racun dapat dihilangkan sehingga tidak mengganggu lingkungan perairan dan ekosistem perairan.

b. Tidak membuang sampah ke sungai yang akan menimbulkan banjir dan menimbulkan bau busuk (I Gusti Tri Agustina, 2014: 414-415). 2) Pencemaran Udara


(37)

Udara dikatakan tercemar apabila mengandung unsur-unsur yang mengotori udara. Pencemaran udara menurut peraturan pemberinta RI No. 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat atau energi, dan atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (Arif Zulkifli, 2014: 55).

Bentuk pencemaran udara bermacam-macam, ada yang berbentuk gas dan ada yang berbentuk partikel cair atau padat. Zat-zat pencemar udara meliputi.

a. Pencemar udara berbentuk gas

Pencemaran udara yang berbentuk gas adalah karbon monoksida, senyawa belerang (SO2 dan H2S), senyawa nitrogen (NO2), dan chloroflourocarbon (CFC).

b. Pencemar udara berbentuk partikel cair atau padat

Partikel yang mencemari udara terdapat dalam bentuk cair atau padat. Partikel dalam bentuk cair berupa titik-titik air atau kabut. Kabut dapat menyebabkan sesak napas jika terisap ke dalam paru-paru. Partikel dalam bentuk padat dapat berupa debu atau abu vulkanik yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Partikel yang mencemari udara juga dapat berasal dari pembakaran bensin.


(38)

Bensin yang digunakan biasanya dicampur dengan senyawa timbal agar mempercepat pembakaran mesin. Timbal akan bereaksi dengan dengan klor dan brom membentuk partikel PbClBr yang akan dihamburkan oleh kendaraan melalui knalpot sehingga akan mencemari udara (I Gusti Tri Agustina, 2014: 411-412).

Menurut Wisnu Arya Wardhana (1999: 28), secara umum penyebab pencemaran udara ada dua macam, antara lain:

a. Faktor internal meliputi:

1. Debu yang berterbangan akibat tiupan angin 2. Debu yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi 3. Proses pembusukan sampah organik

b. Faktor eksternal meliputi:

1. Hasil pembakaran bahan bakar fosil 2. Debu atau serbuk dari kegiatan industri

3. Pemakaian zat kimia yang disemprotkan ke udara.

Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan, atau gas yang masuk terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya (Budiman Chandra, 2006: 76).

Dari beberapa macam komponen pencemar udara, maka yang paling banyak berpengaruh dalam pencemaran udara adalah komponen-komponen sebagai berikut:


(39)

a. Sulfur dioksida (SO2)

Sulfur dioksida berasal dari pembakaran hasil kegiatan rumah tangga, pembangkit tenaga listrik tenaga bata baru, dan pabrik baja dan besi.

b. Hidrokarbon (HC)

Hidrokarbon bersumber dari emisi kendaraan bermotor dan kilang minyak. Emisi merupakan jumlah polutan atau pencemar yang dikeluarkan ke udara dalam satuan waktu.

c. Nitrogen oksida (NOx)

Komponen ini bersumber dari emisi kendaraan bermotor, pabrik pengolahan asam nitrat, pabrik baja/ logam, dan pabrik pupuk

d. Karbon monoksida (CO)

Karbon monoksida berasal dari emisi kendaraan bermotor. komponen ini memberikan dampak apabila ikut dalam aliran darah akan membentuk karboksihaemoglobin (COHb). COHb merupakan senyawa stabil sehingga fungsi darah sebagai pengangkut oksigen terganggu.

e. Karbon dioksida (CO2)

Zat ini bersumber dari sisa-sisa pembakaran domestik dan industri, serta emisi kendaraan bermotor


(40)

f. Klorine dan Hidrogen klorida

Sumber komponen ini yaitu pabrik klorine, pabrik aluminium, dan pengolahan logam kembali

g. Hidrogen Sulfide (H2S)

Sumber berasal dari pembangkit tenaga listrik, pengenceran logam, vulkanisir atau tambal ban dan kegiatan pembakaran batu bara.

h. Timah Hitam (Pb)

Zat ini berasal dari emisi kendaraan bermotor yang memiliki dampak berbahaya bagi kesehatan (Arif Zulkifli, 2014: 60-61).

Beberapa akibat dari pencemaran udara terhadap kerusakan lingkungan atau penurunan kualitas lingkungan adalah sebagai berikut: a. Pemanasan Global

Pemanasan global pada umumnya diakibatkan oleh adanya gas rumah kaca yaitu uap air, CO2, CH4, Ozon, N2O, dan CFC di atmosfer bumi. Efek rumah kaca terjadi karena meningkatnya gas rumah kaca hasil proses pembakaran bahan bakar fosil oleh industri, kebakaran hutan serta transportasi (Campbell, 2004: 406)

Dari pancaran sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi, sebagian diantaranya dipantulkan dan diserap oleh permukaan bumi. Radiasi yang diserap dipancarkan kembali sebagai sinar inframerah yang bergelombang panjang. Sinar infra merah di


(41)

atmosfer kembali diserap oleh gas rumah kaca seperti uap air dan karbon dioksida sehingga tidak terlepas ke angkasa dan mengakibatkan panas terperangkap di atmosfer, akibatnya suhu permukaan bumi meningkat dan terjadilah efek rumah kaca (Philip Kristanto, 2004: 142-143).

Gambar 1. Mekanisme Terjadinya Efek Rumah Kaca Sumber: http://www.jendelasarjana.com/

Dengan adanya efek rumah kaca, suhu rata-rata di permukaan bumi akan meningkat sebesar 33oC dari kondisi suhu normal yaitu 18oC. kenaikan intensitas efek rumah kaca akibat peningkatan kadar gas rumah kaca, yang terutama diakibatkan adanya pencemaran udara, akan mengakibatkan terjadinya pemanasan global yaitu meningkatnya suhu permukaan bumi dan kenaikan permukaan air laut.

b. Rusaknya Lapisan Ozon

Lapisan ozon adalah lapisan pelindung atmosfir bumi yang berfungsi sebagai pelindung terhadap sinar ultra violet yang datang berlebihan dari sinar matahari. Kerusakan lapisan ozon disebabkan karena bereaksi dengan radikal chlor yang berasal dari CFC yang


(42)

banyak digunakan sebagai bahan pendingin AC, lemari es, dan bahn penyomprot. Kerusakan ozon sudah terjadi di kutub selatan dengan munculnya lubang ozon. Berikut reaksi terjadinya kerusakan lapisan ozon:

Cl2F2C + ultra violet ClF2C + Cl(g) O3 (g) + Cl(g) (radikal) ClO(g) + O2(g) ClO(g) + O(g) Cl + O2(g) c. Hujan Asam

Pencemaran udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar, terutama bahan bakar fosil mengakibatkan terbentuknya asam sulfat dan asam nitrat. Asam sulfat dan asam nitrat merupakan asam kuat yang sangat reaktif dan mudah bereaksi dengan benda-benda lain yang mengakibatkan kerusakan, seperti proses perkaratan, dan proses kimiawi lainnya (Wisnu A. Wardhana, 1999: 47).

Hujan yang normal adalah hujan yang tidak tercemar, mempunyai pH sekitar 5,6 jadi agak bersifat asam. Hal ini dikarenakan terlarutnya asam karbonat (H2CO3) yang terbentuk dari gas CO2 di dalam air hujan (Philip Kristanto, 2004: 152).

Hujan asam merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan turunnya asam dari atmosfer bumi yang tidak hanya dalam keadaan basah tetapi juga dalam keadaan kering. Dalam keadaan kering misalnya debu sedangkan dalam keadaan basah contohnya hujan, kabut, dan salju. Hujan asam ini terjadi


(43)

akibat dari hasl pembakaran yang pada umumnya mengandung gas SO2 dan NO2 yang berlebih. Gas tersebut akan bertemu dengan oksigen yang ada di udara kemudian membentuk gas SO3 melalui reaksi berikut:

2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g)

Reaksi kimia yang terjadi saat hujan asam yaitu:

Reaksi kimia asam sulfat: SO2(g) + H2O(l) H2SO3(aq) SO3(g) + H2O(l) H2SO4(aq) Reaksi kimia asam nitrat: NO2(g) + O3(g) NO3(g) + O2(g)

NO2(g) + NO3(g) N2O5(g) N2O5(g) + H2O(l) 2HNO3(aq) Hujan asam memiliki pH dibawah 5,6. Hujan asam ini sangat

merugikan karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan tanah (Wisnu A. Wardhana, 1999: 48-49).

Mekanisme terjadinya hujan dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme Terjadinya Hujan Asam Sumber: dosenpendidikan.com

Menurut I Gusti Tri Agustina (2014: 415-417), dari berbagai dampak yang ditimbulkan dari pencemaran udara, untuk


(44)

menguranginya terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain:

a. Mengurangi bahan bakar fosil dengan menggantinya menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan.

b. Pengurangan penggunaan CFC dalam kehidupan sehari-hari dapat mengurangi terjadi kerusakan lapisan ozon di atmosfer sehingga mencegah terjadinya pemanasan global.

c. Melakukan penghijauan di kota-kota besar. Dengan adanya jalur hijau makan akan mengurangi kadar CO2 di udara.

3) Pencemaran Tanah

Tanah merupakan bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik. Menurut Peraturan Pemerintah RI no. 150 Tahun 200 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa, dinyatakan bahwa tanah adalah salah satu komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri atas bahan mineral dan bahan organikk serta mempunyai sifat fisik, kimia, dan biologi serta mampu menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya (Arif Zulkifli, 2014: 71-72).

Secara umum, pemanfaatan tanah dapat dibedakan menjadi pertanian dan nonpertanian. Pemanfaatan lahan untuk pertanian antara lain perkebunan, sawah, dan ladang. Sedangkan pemanfaatan non pertanian antara lain permukiman, jalan, dan industri. Tanah


(45)

yang tidak tercemar adalah tanah yang memenuhi unsur dasar tanah seperti tidak mengandung zat yang merusak kesuburannya. Ciri-ciri tanah yang tidak tercemar antara lain:

a. Tanahnya subur

b. Nilai pH berkisar 6,5-8,5

c. Tidak berbau busuk dan tidak kering d. Memiliki tingkat kesuburan normal e. Tidak mengandung logam berat

f. Tidak mengandung sampah organik (Arif Zulkifli, 2014: 73). Pencemaran tanah adalah keadaan saat bahan kimia buatan manusia masuk dan mengubah lingkungan tanah alami. Ketika zat berbahaya atau beracun telah mencemari permukaan tanah maka zat tersebut dapat menguap, tersapu air hujan, dan masuk kedalam tanah yang kemudian mengendap sebagai zat kimia beracun di tanah (veegha, 2008) (dalam Arif Zulkifli, 2014).

Kriteria pencemaran tanah meliputi kriteria fisik, kriteria kimia, dan kriteria biologi.

a. Kriteria fisik meliputi pengukuran tentang warna, bau, suhu, dan radioaktivitas

b. Kriteria kimia dilakukan untuk mengukur kadar CO2, pH, keasaman, kadar logam, dan logam berat.


(46)

c. Kriteria biologi dilakukan sebagai indikator pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganis, tumbuh-tumbuhan, dan hewan yang memiliki daya tahan tinggi terhadap kondisi lingkungan tertentu. Misalnya planaria merupakan hewan yang sensitif terhadap pencemaran. Tanah yang mengandung planaria menunjukkan tanah tersebut belum mengalami pencemaran. Cacing Tubivex dapat digunakan sebagai indikator pencemaran tanah yang disebabkan oleh bahan organik (Arif Zulkifli, 2014: 77).

Penyebab dari pencemaran tanah menurut sumbernya berasal dari limbah padat yang berasal dari sampah domustik, industri, dan alam. sedangkan menurut jenisnya sampah dibedakan menjadi dua yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik merupakan sampah yang mudah terdegradasi yang berasal dari sisa makhluk hidup, misalnya daun, kulit buah, sisa makanan. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang sulit untuk dihancurkan, misalnya kaleng, botol plastik, dan logam yang dapat menurunkan kualitas tanah (I Gusti Tri Agustina, 2014: 410).

Berbagai dampak ditimbulkan akibat pencemaran tanah atau kerusakan tanah, diantaranya adalah:


(47)

Berbagai macam pestisida dan herbisida merupakan bahan karsinogenik untuk semua polpulasi. Timbal sangat berbahaya khususnya pada anak karena dapat merusak otak serta kerusakan ginjal pada seluruh populasi.

b. Dampak pada ekosistem

Penggunaan pupuk yang terus menurus dalam pertanian akan merusak struktur tanah yang menyebabkan tingkat kesuburan tanah berkurang dan tidak dapat ditanami jenis tanaman tertentu karena unsur haranya semakin berkurang (Arif Zulkifli, 2014: 34-35).

Usaha – usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dan mencegah pencemaran tanah antara lain:

1. Membuang sampah pada tempatnya

2. Memisahkan sampah organik dan sampah anorganik

3. Mengolah sampah organik menjadi pupuk, dan mengolah sampah anorganik menjadi kerajinan

4. Menggunakan pupuk dan pestisida sesuai dengan aturan (I Gusti Tri Agustina, 2014: 414-416).


(48)

8. Keefektifan Pembelajaran

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan efektif dengan ada efek atau akibat, pengaruh dan kesannya yang dapat membawa hasil dari usaha dan tindakan yang diberikan. Suatu proses pembelajaran dikatakan efektif apabila dapat membangkitkan keiatan belajar peserta didik. Pengukuran keefektifan pembelajaran dikaitkan dengan pencapaian tujuan pembelajaran, yang diungkap dengan indikator terjadinya belajar pada peserta didik dan apa yang dilakukan oleh guru (Dewi Padmo, 2004:73).

Dick dan Reiser (1989: 2), mengungkapkan bahwa “effective instruction is instruction that enables student to acquire specified skills, knowledge, and attitudes”. Artinya bahwa pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang memungkinkan peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang khusus.

Suryosubroto (2001: 9), menyatakan bahwa keefektifan suatu kegiatan tergantung dari keterlaksanaan rencana yang telah dirancang. Pembelajaran efisien dan efektif tergantung dari upaya guru dalam membantu peserta didik agar bisa belajar dengan baik. Cara guru agar dapat mengetahui bahwa proses pembelajaran yang dilakukan efektif atau tidak dapat diukur dengan memberikan tes kepada peserta didik. Hasil dari tes tersebut kemudian bisa digunakan sebagai sumber evaluasi terhadap proses pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah kegiatan pembelajaran yang tergantung dari


(49)

keterlaksanaan dari tujuan pembelajaran yang telah direncanakan yang didasarkan pada kebutuhan peserta didik untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan sikap. Hasil pencapaian tujuan pembelajaran yang dimaksud adalah hasil belajar peserta didik yang mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap.

Kemp (1994: 288), menyatakan bahwa sebuah keefektifan dapat diketahui melalui skor tes, penilaian hasil kerja, dan catatan pengamatan terhadap tingkah laku siswa. Sedangkan menurut Kemmis dan Mc.Taggart (1996: 179), untuk menentukan keefektifan pembelajaran dapat melalui empat cara yaitu melalui pengukuran prestasi siswa, melalui observasi terhadap pembelajaran, penilaian siswa terhadap pembelajaran, dan melalui evaluasi program yang dirancang secara khusus.

Dalam penelitian ini keefektifan pembelajaran ditinjau dari penguasaan konsep IPA yang diukur dengan hasil tes kognitif siswa dan keterampilan berkomunikasi siswa yang diukur dengan lembar pengamatan kegiatan siswa. Hal tersebut berdasarkan pada tingkat pengalaman dan hasil intervensi konsisten dengan tujuan yang dimaksud. Tingkatan pengalaman ditunjukkan dengan adanya respon positif dari siswa melalui lembar pengamatan observasi, sedangkan intervensi konsisten dengan tujuan ditunjukkan dengan tes hasil belajar. Sehingga model pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan yang ditunjukkan oleh hasil tes


(50)

belajar dan aspek aktivitas yang diamati selama proses belajar mengajar berlangsung.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, meliputi:

1. Penelitian eksperimen berjudul “Penerapan Model Reciprocal Teaching sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas XI Akutansi RSBI di SMK Negeri 1 Depok” yang dilakukan oleh Munifah Sri Fajarwati pada tahun 2010. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa Kemampuan pemahaman konsep matematika siswa dengan menggunakan model Reciprocal Teaching termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata persentase indikator pemahaman konsep matematika kelompok pada akhir siklus II berdasarkan hasil analisis student worksheet adalah 94,38% serta rata-rata persentase indikator pemahaman konsep matematika pada akhir siklus II berdasarkan analisis hasil tes adalah 85,96%.

2. Hasil penelitian eksperimen berjudul “Pengaruh Model Reciprocal Teaching terhadap Penguasaan Konsep IPA Siswa Kelas V SD di Gugus 7 Kecamatan Penebel Tahun Pelajaran 2012/2013 yang dilakukan oleh Dianata Putra pada tahun 2013 menunjukkan bahwa penguasaan konsep IPA siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model reciprocal teaching berada pada kualifikasi sangat tinggi (M= 51,09; SD=3,73),


(51)

sedangkan penguasaan konsep IPA siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional

berada pada kualifikasi tinggi (M= 38,59; SD=3,94). Dari hasil uji-t, didapatkan hasil bahwa thitung post-test adalah 10,88dan nilai ttabel adalah 1,684. Karena thitung> ttabel, maka ini berarti terdapat perbedaan penguasaan konsep IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model reciprocal teaching dan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

3. Hasil penelitian eksperimen berjudul “Pengaruh Model Reciprocal Teaching terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa kelas XI SMA Negeri 3 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016” yang dilakukan oleh Eva Fransiska pada tahun 2015, menunjukkan bahwa Berdasarkan hasil analisis uji-t pada taraf signifikan α = 0,05, diperoleh diperoleh thitung = 4,22 dan ttabel = 1,671. Hal ini menunjukkan thitung > ttabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh model Reciprocal Teaching terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa kelas XI SMA Negeri 3 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016. Rata-rata skor kemampuan komunikasi matematika kelas eksperimen sebesar 18,60 dan kelas kontrol sebesar 14,63.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka akan dilakukan penelitian mengenai Keefektifan Model Pembelajaran Reciprocal Teaching dalam


(52)

Pembelajaran IPA ditinjau dari Keterampilan Berkomunikasi dan Penguasaan Konsep IPA Materi Pencemaran Lingkungan.

C. Kerangka Berpikir Peneliti

IPA merupakan suatu ilmu pengetahuan yang dibelajarkan secara holistik karena pada hakikatnya IPA mempelajari tentang objek, gejala-gejala serta fenomena alam. Ada tiga hal yang ditekankan dalam pembelajaran IPA antara lain produk, proses, sikap ilmiah dan aplikasi. Sehingga dalam pembelajaran IPA peserta didik dituntut untuk aktif. Ada berbagai macam model pembelajaran yang dapat di lakukan oleh guru IPA dalam melakukan pembelajaran. Akan tetapi, selama ini dalam melakukan pembelajaran IPA masih banyak yang menggunakan model pembelajaran langsung.

Pembelajaran langsung merupakan suatu pembelajaran yang banyak menggunakan metode ceramah, dengan menggunakan metode ceramah maka guru yang cenderung aktif sedangkan siswa masih pasif. Setiap model memiliki karakteristik serta keunggulan yang berbeda-beda. Oleh karena itu dalam pemilihan model pembelajaran harus dilakukan secara selektif disesuaikan dengan karakteristik serta tujuan yang akan dicapai. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan penguasaan konsep serta kemampuan komunikasi siswa yaitu model pembelajaran Reciprocal Teaching. Model pembelajaran reciprocal teaching merupakan suatu model pembelajaran yang berdasar pada prinsip-prinsip yaitu merangkum, menanya, memprediksi pertanyaan dan mengklarifikasikan. Model pembelajaran ini dapat memberikan


(53)

pengaruh terhadap keterampilan berkomunikasi, motivasi, dan hasil belajar siswa melalui langkah menyajikan tujuan dan memotivasi, menyajikan informasi, pembagian kelompok, penentuan peran siswa yang menjadi guru, serta mengevaluasi hasil belajar dan keterampilan yang diharapkan. Sehingga dengan diterapkan model pembelajaran reciprocal teaching, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa serta penguasaan konsep siswa yang lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional atau langsung.

Oleh karena itu, dengan keunggulan-keunggulan model pembelajaran reciprocal teaching maka perlu dilakukan pengujian penerapan model pembelajaran ini di SMP Negeri 1 Banguntapan kelas VII dimana dalam proses pembelajaran di kelas kemampuan komunikasi siswa serta penguasaan konsep masih rendah. Berdasarkan perlakuan yang dilakukan maka akan diiperoleh hasil ada tidaknya perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi serta penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran IPA. Apabila terdapat perbedaan maka selanjutnya dapat ditentukan model pembelajaran yang lebih efektif untuk di terapkan dalam proses pembelajaran. Bagan kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada gambar 3.


(54)

Gambar 3. Bagan Kerangka Pikir Penelitian

Model pembelajaran Reciprocal Teaching merupakan model yang dapat memberikan pengaruh terhadap keterampilan berkomunikasi, motivasi, dan hasil belajar siswa melalui langkah menyajikan tujuan

dan memotivasi, menyajikan informasi, pembagian kelompok, penentuan peran siswa yang menjadi guru, serta mengevaluasi hasil

belajar dan keterampilan yang diharapkan.

Maslah peserta didik di SMP Negeri 1 banguntapan yang masih pasif. Belum memiliki kemampuan berkomunikasi serta penguasaan konsep

yang baik.

Hasil pembelajaran siswa ditinjau dari kemampuan komunikasi serta penguasaan konsep.

Ada tidaknya perbedaan hasil kemampuan komunikasi serta penguasaan konsep siswa yang mengikuti pembelajaran IPA model

pembelajaran reciprocal teching dengan model konvensional atau langsung.

Model pembelajaran reciprocal teaching lebih efektif dalam meningkatkan

kemampuan komunikasi serta penguasaan konsep

siswa dari model pembelajaran konvensional

Model pembelajaran reciprocal teaching tidak efektif dalam meningkatkan

kemampuan komunikasi serta penguasaan konsep

siswa Diujikan terhadap


(55)

D. HIPOTESIS

Berdasarkan kajian teori yang telah dilakukan, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

1. Model pembelajaran Reciprocal Teaching efektif meningkatkan keterampilan berkomunikasi siswa SMP dalam pembelajaran IPA.

2. Model pembelajaran Reciprocal Teaching efektif meningkatkan penguasaan konsep IPA siswa SMP dalam pembelajaran IPA.


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi Eksperimental atau eksperimen semu. Menurut Sugiyono (2013: 77) jenis penelitian quasi eksperimen memiliki desain kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Jadi dapat dikatakan bahwa jenis penelitian quasi eksperimen ini dapat digunakan untuk mengetahui peningkatan suatu variabel akibat dari pemberian perlakukan yang diberikan secara terkonrol.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Nonequivalent Control Group Design. Dimana dalam desain ini terdapat dua kelompok yaitu satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol yang dipilih secara acak atau random. Untuk kelas eksperimen diberi perlakukan dengan pembelajaran reciprocal teaching sedangkan untuk kelompok kontrol diberi perlakukan dengan model pembelajaran konvensional.

Adapun gambaran mengenai rancangan nonequivalent control group design (Sugiyono, 2013: 116) disajikan pada gambar 4.

Gambar 4. Rancangan Nonequivalent Control Group Design O1 X O2


(57)

Keterangan :

O1 : Pengukuran kemampuan awal kelompok eksperimen O2 : Pengukuran kemampuan akhir kelompok eksperimen X : Pemberian perlakuan

O3 : Pengukuran kemampuan awal kelompok kontrol O4 : Pengukuran kemampuan akhir kelompok kontrol

Sutrisno Hadi (2004: 468-469), menyebutkan bahwa desain nonequivalent control group design meliputi (1)Pre eksperiment measurenment (pengukuran sebelum perlakuan), (2)Treatment (tindakan pelaksanaan eksperimen), dan (3)Post eksperiment measurenment (pengukuran sesudah eksperimen berlangsung).

Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini yaitu pada gambar 5.

Gambar 5. Langkah-langkah penelitian

Penentuan Objek

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

PRE TEST

Perlakuan Model Reciprocal

Teaching

Perlakuan Model

Pembelajaran Langsung

Penilaian Keterampilan Komunikasi

Posttest


(1)

70

menentukan model pembelajaran yang lebih efektif yang dilihat dari hasil peningkatan yang signifikan kemampuan berkomunikasi maupun penguasaan konsep IPA antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Model pembelajaran Reciprocal Teaching dalam penelitian ini dikatakan efektif apabila memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditunjukkan oleh hasil peningkatan yang signifikan aspek kognitif melalui kegiatan pretest-posttest dan aspek aktivitas siswa yang ditunjukkan dengan hasil peningkatan yang signifikan keterampilan berkomunikasi yang dilakukan dengan menggunakan lembar observasi keterampilan berkomunikasi selama proses pembelajaran berlangsung. Untuk mengetahui besar ukuran efek yang diberikan model yang efektifitasnya lebih baik diperoleh melalui analisis ukuran efek atau effect size. Menurut Cohen (Dali S. Naga, 2005: 2), besarnya effect size adalah selisih rerata yang dinyatakan dalam simpangan baku.

̅ ̅ Keterangan:

d : ukuran efek

̅ : rata-rata gain score kelas 1 ̅ : rata-rata gain score kelas 2

sd : rata-rata standar deviasi kelas dan kelas kontrol Kriteria besar kecilnya ukuran efek adalah sebagai berikut: 0 < d ≤ 0,2 efek kecil

0,2 < d ≤ 0,8 efek sedang d > 0,8 efek besar


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz. (2007). Metode dan Model Mengajar IPS. Bandung: Alfabeta.

Abdul Majid. (2007). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Ain Zaelan. (2005). Pengembangan Model Pembelajaran Reciprocal Teaching untuk meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Fisika di SMA. Bandung: FMIPA UPI.

Arends, Richard I. (1997). Classroom Instructional and Management. New York: Mc Graw Hill Comapanies.

. (2001). Exploring Teaching: An Introduction to Education. New York: Mc Graw Hill Comapanies.

Arif Zulkifli. (2014). Dasar-dasar Ilmu Lingkungan. Jakarta: Salemba Teknika. Arni Muhammad. (2005). Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Asis Saefuddin & Ika Berdiati. (2014). Pembelajaran Efektif. Bandung: PT. Remaja Indonesia.

Budiman Chandra. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Campbell, Neil A & Reeche, Jane B. (2004). Biologi Edisi Kelima Jilid III. (Terjemahan Wasmen Manulu). Jakarta: Erlangga.

Cangara Hafied. (2002). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Grafindo Persada. Carin, Arthur A., dan Sund, Robert. (1993). Teaching Science Through Discovery.

Ohio: Merrill Publishing Company.

Dahar, Ratna W. (1991). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dali S. Naga. (2005). Ukuran Efek dalam Laporan Hasil Penelitian. Diakses dari http://dali.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/399/4861-aARCHE.doc. Pada tanggal 15 April 2016, jam 09.00 WIB.

Darsono. (2014). The Application of Reciprocal Teaching on the Subject of Straight Line Equation in Second Grade of Junior High School. Jurnal of Education and Practice. Vol.5, No.24.


(3)

Devito, J.A. (1997). Komunikasi Antarmanusia, Kuliah Dasar, Edisi Kelima. Jakarta: Professional Books.

Dewi Padmo. (2004). Peningkatan Kualitas Belajar Melalui Teknologi Pembelajaran. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Dan Informasi Pendidikan.

Diantana Putra. (2013). Pengaruh Model Reciprocal Teaching terhadap Penguasan Konsep IPA Siswa Kelas V SD di Gugus 7 Kecamatan Penebel Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi: Universitas Pendidikan Ganesha.

Dick dan Reiser. (1989). Planning Effevtive Instruction. Boston: Allya and Bacon. Dudung. (2015). Pengertian, Dampak, dan Proses Terjadinya Hujan Asam. Diakses

dari http://www.dosenpendidikan.com/5-pengertian-dampak-dan-proses-terjadinya-hujan-asam/. Pada tanggal 6 Januari 2016, Jam 11.00 WIB.

Ernasit Awang. (2010). Upaya Peningkatan Keterampilan Berkomunikasi dan Pemecahan Masalah Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw pada Materi Pokok Struktur dan Fungsi Tumbuhan di Kelas XA SMA N 1 Gamping. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Eva Fransiska. (2015). Pengaruh Model Reciprocal Teaching Terhadap Kemamuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas XI SMA Negeri 3 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. Skripsi: STKIP-PGRI Lubuklinggau.

Evans, R & Russell, P. 1992. Manajer Kreatif. Jakarta: Binarupa Aksara.

Hake, Richard R. “Analyzing Change/Gain Scores” dalam www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf, diakses tanggal 15 Februari 2016.

Hamid Darmadi. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Hashey, J M & Connors, D J. (2003). Learn From Our Journey: Reciprocal TeachingAction Research. Reading Teacher, 57(3). 224-233.

Hendro Darmodjo & Jenny R.E Kaligis. (1992). Pendidikan IPA. Jakarta: Depdiknas.

I Gusti Ayu Tri Agustina. (2014). Konsep dasar IPA: AspekBiologi. Yogyakarta: penerbit ombak.


(4)

James William. (2014). Pengertian Efek Rumah Kaca. Diakses dari http://www.jendelasarjana.com/2014_02_01_archive.html. Pada tanggal 6 Januari 2016, Jam 12.00 WIB.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2005). Jakarta: Depdiknas.

Kardi, S. dan Nur, M. (2000). Pengajaran Langsung. Surabaya: University Press. Kemmis, S dan Mc Taggart, R. (1992). The Action Research Planner. Australia:

Deakin University Press.

Kemp, Jerrold E. (1994). Designing Effective Instruction. New York: Macmillan. Michael, P. (1990). Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.

Jakarta: UI Press.

Mulyana Deddy. (2001). Ilmu Komuikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Munifah Sri Fajarwati. (2010). Penerapan Model Reciprocal Teaching sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas XI Akutansi RSBI di SMK Negeri 1 Depok. Skripsi: Univesitas Negeri Yogyakarta.

Muslimin Ibrahim. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya: University Press.

Muslimin Ibrahim dan Nur Muhammad. (2007). Pembelajaran kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Nana Syaodih Sukmadinata. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nur Muhammad. (2005). Pembelajaran Kooperatif. Jawa Timur: Depdiknas.

Nurul Zuriah. (2007). Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan, Teori-Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara

Palinscar, A. & Brown, A. (1984). Reciprocal Teaching. of Comprehension Fostering and Comprehension-Monitoring Activities. Cofnition and Instruction. Vol 1 No 2, Hal 117-175.

Patta Bundu. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalamPembelajaran Sains. Jakarta : Depdiknas.


(5)

Puwanti Widhy. (2013). Integrative Science Untuk Mewujudkan 21st Century Skill

dalam Pembelajaran IPA SMP. Diakses dari

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/puwanti%20widhy%20hastut i,%20SPd.%20MPd/integrative%20science .pdf pada 15 Maret 2016 pukul 11.00 WIB.

Puskur (2007). Kurikulum KTSP. Jakarta: Balitbang Depdiknas.

Rustaman, N.Y. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press. Silver, Harvey F., Richard W. Strong., & Matthew J. Perini. (2007). Strategi-strategi

Pengajaran. Jakarta: PT. Indeks.

Solihin dan Darsati S. (1993). Air. Bandung: FMIPA, IKIP Bandung.

Sugihartono., Kartika N.F., & Farida Harahap. (2012). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sujati. (2005). “mengenal reciprocal teaching sebagai salah satu model pembelajaran”. Majalah Ilmiah Kependidikan. Volume VI, Nol, Juli 2005. Sujdana, Nana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Sukardi. (2013). Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara. Suryosubtoro. (2001). Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Sutrisno Hadi. (2004). Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta : Andi.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

. (2010). Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implentasinya dalam Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.

Triton Prawia Budi. (2006). SPSS 13. Yogyakarta: Penerbit Andi

Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Van Garden, Delinda. (2004). “Reciprocal teaching as a comprehension strategy for understanding mathematical word problems”. Reading and writing quarterly. New York: Taylor & Francis Group.


(6)

Wahyana. (1986). Pengelolaan Pengajaran Fisika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Wardhani, IGK. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka. Winkel. (1991). Pengertian Belajar. Diakses dari

http://www.blogspot.com/1991pengertian belajar/. Pada tanggal 25 Maret 2016, jam 11.00 WIB.

Wisnu Arya Wardhana. (1999). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset Yogyakarta.


Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran reciprocal teaching terhadap penguasaan konsep biologi berbasis nilai: quasi eksperimen pada siswa MTs Pembangunan UIN Jakarta

0 3 120

EFEKTIVITAS MODEL SIKLUS PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE EXPLAIN PADA MATERI TERMOKIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DAN PENGUASAAN KONSEP

0 14 36

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE NESTED PADA TEMA PENCEMARAN UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH SISWA.

1 1 40

PENGARUH PEMBELAJARAN IPA TERPADU MODEL CONNECTED PADA MATERI KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN SIKAP ILMIAH SISWA MTS.

0 0 47

PENGUASAAN KONSEP, KEMAMPUAN ANALISIS DAN KOMUNIKASI SISWA PADA PEMBELAJARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DENGAN CONNECTED TEACHING.

1 1 55

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI TULISAN SISWA PADA MATERI ALAT INDERA.

0 0 32

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN FISIKA MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DITINJAU DARI PENGUASAAN MATERI, KETERAMPILAN MEMECAHKAN MASALAH, DAN SIKAP KERJASAMA PESERTA DIDIK SMA.

0 8 247

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN IPA BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN SIKAP ILMIAH.

3 3 120

KEEFEKTIFAN MODEL GUIDED INQUIRY DALAM PEMBELAJARAN IPA DITINJAU DARI KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN GENERIK SAINS PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 4 WATES.

0 3 157

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBALIK (RECIPROCAL TEACHING) DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA

0 0 8