Pengaruh Umur dan Curah Hujan Terhadap Peningkatan Prevalensi Diare Pada Anak Batita Di RS Immanuel Periode Januari-Juni 2000.

(1)

ABSTRAK

Di negara-negara berkembang, diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak. Penyebab utama kematian diare adalah dehidrasi.

Penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui pada kelompok umur berapa bulan dan pada bulan apa, anak batita paling tinggi prevalensi diarenya.

Penelitian dilakukan secara retrospektif eksperimental semu, dengan cara mencatat rekaman medik anak batita yang terserang diare periode 1 Januari-30 Juni 2000, di RS Immanuel.

Hasil yang didapat dari penelitian dari 399 penderita diare berusia di bawah tiga tahun yang dirawat di RS Immanuel periode 1 Januari-30 Juni 2000 adalah jumlah ini merupakan 3,4% dari seluruh penderita yang dirawat di RS Immanuel, dan merupakan 22,4% dari seluruh penderita yang dirawat di Bagian Anak RS Immanuel; kelompok umur 6-9 bulan merupakan kelompok umur penderita yang paling banyak dirawat (24,3%); dan bulan perawatan paling banyak adalah April (27,3%).

Kesimpulan dari penelitian adalah prevalensi diare paling tinggi yaitu bulan April, pada kelompok umur 6-9 bulan.

Saran, dilakukan pengisian status penderita diare di RS Immanuel lebih lengkap, dan dilakukan penelitian-penelitian yang lebih lengkap lagi tentang faktor-faktor yang dapat mempenngaruhi peningkatan prevalensi diare.


(2)

ABSTRACT

In developing countries, diurrhoeue is a main cause of children S illness and death. The main cause of death diurrhoeue caused by dehydration.

The objective of this paper i s to identify on what age group and on what month, the child below the age

of

three is highest in diurrhoeue prevalence.

The research is curried out in pseudo experimental retrospect ive by

recording children below the age three medically who were attacked by diurrhoeue between the of

Junuary

30'h of June 2000 in

RS

Immunuel.

The result obtuined from the research of 399 patients of diarrhoeue under three years old who have been treated in RS Immanuel between the I"' of Junuary

3d

h

of June 2000 is this number represents 3,4% of the entire putients treated in

RS

Immunuel and 22,4% of the entire putients treated in the Pediatric Departement of RS Immanuel; the age group of 6-9 months is the age group of the patients who are mostly treated (24,3%); and it is on the month of April (27,3%).

The conclusion of this research is the highest diarrhoeue prevalence is in April, in the age group of 5-9 months.

The suggestion, the status filling of the diurrhoeue patients in RS Imniunuel should he conducted thoroughly and the research of the factors that can influence the increase diarrhoeue prevulence should be conducted in de ta il.


(3)

DAFTAR ISI

Judul

Persetujuan Pembimbing .

Pernyataan Mahasiswa Abstrak Abstract Prakata Daftar Isi Daftar Lampiran Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1.2 Identifikasi Masalah 1.3 Maksud dan Tujuan 1.4 Kegunaan Penelitian 1.5 Kerangka Pemikiran 1.6 Hipotesa

1.7 Metodologi 1.8 Lokasi dan Waktu Bab II Tinjauan Pustaka

2.1 Angka Kesakitan dan Kematian 2.2 Etiologi

2.3 Epidemiologi 2.4 Patogenesis 2.5 Patofisiologi 2.6 Klinik 2.7 Komplikasi

2.8 Hubungan Dengan Penyakit Lain 2.9 Pengobatan

halaman 1 11 111 .. ... iv V vi vii ix 1 1 2 3 3 5 6 6 7 7 7 8 9 10 11 14 17 19 vii


(4)

2.10 Pencegahan 2.1 1 Prognosis

Bab III Metode Penelitian 3.1 Subjek Penelitian 3.2 Metode Penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Jumlah Kejadian dan Perawatan 4.2 Umur

4.3 Bulan Saat Penderita Dirawat Bab V Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 5.2 Saran Daftar Pustaka Lampiran Riwayat Hidup

19 2 0 21 21 21 22 22 23 23 25 25 25 26 27 29

... V l l l


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jumlah dan Bulan Perawatan Lampiran 2 Distribusi Umur

halaman 27 28


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan anak penting artinya bagi kel uarga, karena kesehatan anak merupakan kebahagiaan orang tua. Tetapi beberapa penyakit yang uinuin diderita anak, hampir dipastikan pada suatu saat menyerang anak. Oleh sebab itu gejala penyaki t dan cara penanganannya perlu dikenali. Penanganan bukan hanya membantu penyembuhan saja, namun juga dapat mencegah timbulnya komplikasi lebih jauh. Menurut Dr Kishore R.J., dokter spesialis anak di Jakarta, penyakit yang paling sering diderita bayi dan balita antara lain diare, infeksi saluran nafas. Tapi yang sering membuat orang tua segera membawa anaknya berobat adalah diare. (Suyono, A.H., 1998)

Diare berasal dari bahasa Yunani, diarroia yang berarti mengalir terus.

Diare secara epideiniologik didefinisikan sebagai keluarnya tinja yang lunak atau cair (dengan atau tanpa lendir atau darah) sebanyak tiga kali atau lebih dalam satu hari. Bayi yang mendapatkan ASI penuh biasanya inengeluarkan tinja yang lunak atau agak cair beberapa kali setiap hari; untuk itu, lebih praktis diare didefinisikan sebagai ineningkatnya frekwensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih lunak sehingga dianggap abnormal oleh ibunya. Di negara-negara berkembang, diare merupakan penyebab utama kesakitan dan keinatian pada anak. Penyebab utaina kematian karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya. Penpebab keinatian lain yang penting adalah disentri: kekurangan gizi, dan infeksi yang serius seperti pneumonia.

Menurut laporan dari “Buletin of the world Health Organization ( 1982). anak batita berumur 6-9 bulan paling banyak terserang diare. (Sunoto, 1999)


(7)

2

Sedangkan menurut Prof Dr dr Rusli Ngatiman, MPH, hujan yang terus menerus menjadi pemicu penyakit diare, sehingga menyebabkan prevalensi diare meningkat. (Tt, 2001)

Penulisan Karya Tulis Ilmiah berjudul “Pengaruh Umur dan Curah Hujan Terhadap Peningkatan Prevalensi Diare Pada Anak Batita di RS Immanuel Periode Januari-Juni 2 0 0 0 bertuj uan untuk mengetahui pada kelompok umur berapa bulan dan pada bulan apa, anak batita paling tinggi prevalensi diarenya.

Untuk mencapai tujuan di atas, diadakan pendekatan metodologis secara retrospekti f eksperimen tal semu.

1.2. Identifikasi Masalah

Pada kelompok umur berapa bulankah prevalensi diare pada anak batita yang dirawat di RS Iinmanuel periode 1 Januari sampai 30 Juni 2000 paling tinggi?

Bagaimanakah pengaruh curah hujan terhadap prevalensi diare yang tinggi, pada periode Januari sampai Juni 2000?

1.3. Maksud dan Tujuan

Maksud penulisan adalah untuk mengetahui pada umur berapa bulan dan pada bulan apa anak batita paling tinggi prevalensi diarenya.

Tuj uan penulisan adalah untuk mencegah peningkatan diare, terutama pada umur dan bulan yang prevalensi diarenya paling tinggi.


(8)

3

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan atau manfaat penelitian adalah:

1 . Manfaat teoritis: Lebih diperdalain lagi faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya diare terutama pada umur dan bulan yang prevalensinya tinggi.

2. Manfaat praktis: Masyarakat luas mengetahui pada umur berapa dan pada bulan apa prevalensi diare pada batita paling tinggi, sehingga orang tua dapat lebih mewaspadainya.

1.5. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) di Indonesia, angka keinatian diare pada tahun 1995 adalah 1 orang per mil per tahun pada batita, dan 8 orang per mil per tahun pada bayi. Sedangkan morbiditas diare pada tahun 1995 adalah 100%.

Pakar kesehatan anak, Dr Badriul Hegar, Sp A., menjelaskan bahwa pola buang air besar pada anak sangat bervariasi, baik dalam frekwensi inaupun konsistensinya. Sehingga kita perlu hati-hati dalam menentukan apakah seorang bayi atau anak inenderita diare, di inana akan terjadi perubahan pola buang air besar pada anak, dapat berupa bertambahnya frekwensi buang air besar atau bentuk tinja inenjadi cair atau lembek.

Adanya makanan atau zat makanan yang tidak dapat diserap, akan inenyebabkan tekanan di dalain usus ineningkat, sehingga terjadi penarikan air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan, akan inerangsang usus untuk mengeluarkannya, sehingga terjadilah diare.


(9)

4

Mekanisime lain penyebab diare adalah adanya rangsangan toksin yang dikel uarkan oleh bakteri pada dinding usus, yang menyebabkan peningkatan jumlah air dan elektrolit yang masuk ke rongga usus, sehingga terjadilah diare

akibat peningkatan isi rongga usus.

Anak yang inenderita ' diare, tidak hanya inengeluarkan cairan bersaina

tinjanya, tetapi juga sejumlah elektrolit. Bila telah kehilangan cukup banyak cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak.

Dr Badrul memaparkan 3 prinsip utama pengobatan diare. Pertama, diare cair meinbutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa inelihat etiologinya. Kedua, pemberian makanan harus diteruskan, bahkan ditingkatkan selama diare, untuk inenghilangkan efek buruk pada status gizi anak. Ketiga, obat-obatan diberikan sesuai keperluan. (Hutapea, S., 2001 )

Seminar Rehidrasi Nasional III di Semarang, mencetuskan rekomendasi tepat guna untuk menanggulangi diare, yaitu dengan terapi rehidrasi oral. Menurut Prof Dr dr I Sudigbia P dari FK Undip Semarang, dasar pengobatan rehidrasi oral adalah mengganti cairan tubuh yang hilang, kemampuan penyerapan air dan elektrolit inukosa usus cukup tinggi. Selama ini rehidrasi oral dilakukan dengan pemberian cairan oralit, bisa juga dengan larutan gula garam. Formula oralit WHO yang digunakan untuk inengobati dehidrasi, mengandung kalium dan basa, sebagai tambahan dari natrium dan glukosa. Kemudian muncul superoralit: oralit yang ditainbah asam amino glisin dan lisin yang lebih cepat lagi inembantu kembalinya cairan dan kekuatan tubuh. Tetapi karena glisin dan lisin meningkatkan biaya yang cukup tinggi, liehadirannya dapat diganti dengan tempe. Cairan rumah tangga misalnya sup, sari buah, air tajin, juga dapat disiapkan oleh ibu. (Nes, 2001)

Menurut Mohamad Harli, kejadian diare sebenarnya dapat dicegah dengan inemberikan AS1 saja pada bayi sejak lahir hingga berusia 4-6 bulan


(10)

5

(ASI eksklusif). ASI mengandung zat anti berbagai penyakit infeksi. Zat anti infeksi ini adalah imunoglobulin, yang secara in vitro menunj ukkan aktivitas anti bakteri, anti virus, dan anti parasit sekaligus. (Hardi, M., 1999)

Bayi yang banyak mendapat susu formula, dan alergi terhadap susu formula, mempunyai resiko tinggi terkena diare. Bisa jadi, karena menggunakan air yang sudah tercemar, untuk membuat susu atau penanganan sterilisasi pada perlengkapan botol susu tidak menyeluruh, membuat susu formula yang diminum bayi dan anak-anak terkontaminasi mikroba, sehingga menimbulkan diare. (Nes,

1997)

Menurut Laporan dari “Buletin of the world Health Organization” (1 982),

anak batita kelompok umur 6-9 bulan paling banyak terserang diare. (Sunoto, 1999)

Sedangkan menurut Prof Dr dr Rusli Ngatiman, MI”, hujan yang terus menerus menjadi pemicu penyakit diare, sehingga inenyebabkan prevalensi diare meningkat. (Tt, 2001)

1.6. Hipotesa

Dari kerangka pemikiran di atas, diambil suatu hipotesa, yaitu batita berumur 6-9 bulan, prevalensi diarenya paling tinggi, dan kejadian diare paling banyak pada bulan yang curah hujannya tinggi.


(11)

6

1.7. Metodologi

Untuk mencapai tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah, maka dilakukan penelitian secara retrospektif ekperiinental seinu, dengan cara inencatat rekainan medik anak batita yang terserang diare periode bulan 1 Januari 30 Juni 2000, di RS Iinmanuel.

1.8. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di RS Immanuel pada bulan April 2001, selama 3 hari, dengan cara inencatat rekainan inedik anak batita yang terserang diare periode 1 Januari 30 Juni 2000.


(12)

DAFTAR PUSTAKA

1. Cds. 2000. Wabah Diare Di Asahan. Wapada Jakarta.

2. Darajat, M.T. 1985. Diagnosis Medis Berorientasikan Masalah Jakarta: 3 . Harli, M. 1999. ASI: Imunisasi Pertama dan Utama Pada Bayi. Kompas.

4. Hutapea, S. 2001. Jika Anak Anda Diare. Suara Pembaharuan Jakarta. 5. Nes. 1997. Pencemaran Mikroba dan Diare yang Menimpa Anak. Kompas. 6. Nes. 2002. Tempe Tanggulangi Diare Anak. Kompas. Jakarta.

7. Rahinan, M. 1987. Segi-segi Praktis Ilmu Kesehatan Anuk. Jakarta: Keluarga Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran.

8. Sunoto, dkk. 1990. Huku Ajar Diare. Jakarta: Depkes RI. 9. Sunoto, dkk. 1999. Buku Ajar Diare. Jakarta: Depkes RI.

10. Suyono, A.H. 1998. Menjaga Kesehatan Balita. Intisari Jakarta

1 1 . Tt. 2001. Meningkat, Penderita Muntaber dan Diare. Kompas Jakarta. Media aescuIapius FK UI.

Jakarta.

Jakarta


(1)

Sedangkan menurut Prof Dr dr Rusli Ngatiman, MPH, hujan yang terus menerus menjadi pemicu penyakit diare, sehingga menyebabkan prevalensi diare meningkat. (Tt, 2001)

Penulisan Karya Tulis Ilmiah berjudul “Pengaruh Umur dan Curah Hujan Terhadap Peningkatan Prevalensi Diare Pada Anak Batita di RS Immanuel Periode Januari-Juni 2 0 0 0 bertuj uan untuk mengetahui pada kelompok umur berapa bulan dan pada bulan apa, anak batita paling tinggi prevalensi diarenya.

Untuk mencapai tujuan di atas, diadakan pendekatan metodologis secara retrospekti f eksperimen tal semu.

1.2. Identifikasi Masalah

Pada kelompok umur berapa bulankah prevalensi diare pada anak batita yang dirawat di RS Iinmanuel periode 1 Januari sampai 30 Juni 2000 paling tinggi?

Bagaimanakah pengaruh curah hujan terhadap prevalensi diare yang tinggi, pada periode Januari sampai Juni 2000?

1.3. Maksud dan Tujuan

Maksud penulisan adalah untuk mengetahui pada umur berapa bulan dan pada bulan apa anak batita paling tinggi prevalensi diarenya.

Tuj uan penulisan adalah untuk mencegah peningkatan diare, terutama pada umur dan bulan yang prevalensi diarenya paling tinggi.


(2)

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan atau manfaat penelitian adalah:

1 . Manfaat teoritis: Lebih diperdalain lagi faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya diare terutama pada umur dan bulan yang prevalensinya tinggi.

2. Manfaat praktis: Masyarakat luas mengetahui pada umur berapa dan pada bulan apa prevalensi diare pada batita paling tinggi, sehingga orang tua dapat lebih mewaspadainya.

1.5. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) di Indonesia, angka keinatian diare pada tahun 1995 adalah 1 orang per mil per tahun pada batita, dan 8 orang per mil per tahun pada bayi. Sedangkan morbiditas diare pada tahun 1995 adalah 100%.

Pakar kesehatan anak, Dr Badriul Hegar, Sp A., menjelaskan bahwa pola buang air besar pada anak sangat bervariasi, baik dalam frekwensi inaupun konsistensinya. Sehingga kita perlu hati-hati dalam menentukan apakah seorang bayi atau anak inenderita diare, di inana akan terjadi perubahan pola buang air besar pada anak, dapat berupa bertambahnya frekwensi buang air besar atau bentuk tinja inenjadi cair atau lembek.

Adanya makanan atau zat makanan yang tidak dapat diserap, akan inenyebabkan tekanan di dalain usus ineningkat, sehingga terjadi penarikan air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan, akan inerangsang usus untuk mengeluarkannya, sehingga terjadilah diare.


(3)

Mekanisime lain penyebab diare adalah adanya rangsangan toksin yang dikel uarkan oleh bakteri pada dinding usus, yang menyebabkan peningkatan jumlah air dan elektrolit yang masuk ke rongga usus, sehingga terjadilah diare

akibat peningkatan isi rongga usus.

Anak yang inenderita ' diare, tidak hanya inengeluarkan cairan bersaina tinjanya, tetapi juga sejumlah elektrolit. Bila telah kehilangan cukup banyak cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak.

Dr Badrul memaparkan 3 prinsip utama pengobatan diare. Pertama, diare cair meinbutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa inelihat etiologinya. Kedua, pemberian makanan harus diteruskan, bahkan ditingkatkan selama diare, untuk inenghilangkan efek buruk pada status gizi anak. Ketiga, obat-obatan diberikan sesuai keperluan. (Hutapea, S., 2001 )

Seminar Rehidrasi Nasional III di Semarang, mencetuskan rekomendasi tepat guna untuk menanggulangi diare, yaitu dengan terapi rehidrasi oral. Menurut Prof Dr dr I Sudigbia P dari FK Undip Semarang, dasar pengobatan rehidrasi oral adalah mengganti cairan tubuh yang hilang, kemampuan penyerapan air dan elektrolit inukosa usus cukup tinggi. Selama ini rehidrasi oral dilakukan dengan pemberian cairan oralit, bisa juga dengan larutan gula garam. Formula oralit WHO yang digunakan untuk inengobati dehidrasi, mengandung kalium dan basa, sebagai tambahan dari natrium dan glukosa. Kemudian muncul superoralit: oralit yang ditainbah asam amino glisin dan lisin yang lebih cepat lagi inembantu kembalinya cairan dan kekuatan tubuh. Tetapi karena glisin dan lisin meningkatkan biaya yang cukup tinggi, liehadirannya dapat diganti dengan tempe. Cairan rumah tangga misalnya sup, sari buah, air tajin, juga dapat disiapkan oleh ibu. (Nes, 2001)

Menurut Mohamad Harli, kejadian diare sebenarnya dapat dicegah dengan inemberikan AS1 saja pada bayi sejak lahir hingga berusia 4-6 bulan


(4)

(ASI eksklusif). ASI mengandung zat anti berbagai penyakit infeksi. Zat anti infeksi ini adalah imunoglobulin, yang secara in vitro menunj ukkan aktivitas anti bakteri, anti virus, dan anti parasit sekaligus. (Hardi, M., 1999)

Bayi yang banyak mendapat susu formula, dan alergi terhadap susu formula, mempunyai resiko tinggi terkena diare. Bisa jadi, karena menggunakan air yang sudah tercemar, untuk membuat susu atau penanganan sterilisasi pada perlengkapan botol susu tidak menyeluruh, membuat susu formula yang diminum bayi dan anak-anak terkontaminasi mikroba, sehingga menimbulkan diare. (Nes,

1997)

Menurut Laporan dari “Buletin of the world Health Organization” (1 982), anak batita kelompok umur 6-9 bulan paling banyak terserang diare. (Sunoto,

1999)

Sedangkan menurut Prof Dr dr Rusli Ngatiman, MI”, hujan yang terus menerus menjadi pemicu penyakit diare, sehingga inenyebabkan prevalensi diare meningkat. (Tt, 2001)

1.6. Hipotesa

Dari kerangka pemikiran di atas, diambil suatu hipotesa, yaitu batita berumur 6-9 bulan, prevalensi diarenya paling tinggi, dan kejadian diare paling banyak pada bulan yang curah hujannya tinggi.


(5)

1.7. Metodologi

Untuk mencapai tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah, maka dilakukan penelitian secara retrospektif ekperiinental seinu, dengan cara inencatat rekainan medik anak batita yang terserang diare periode bulan 1 Januari 30 Juni 2000, di RS Iinmanuel.

1.8. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di RS Immanuel pada bulan April 2001, selama 3 hari, dengan cara inencatat rekainan inedik anak batita yang terserang diare periode 1 Januari 30 Juni 2000.


(6)

1. Cds. 2000. Wabah Diare Di Asahan. Wapada Jakarta.

2. Darajat, M.T. 1985. Diagnosis Medis Berorientasikan Masalah Jakarta: 3 . Harli, M. 1999. ASI: Imunisasi Pertama dan Utama Pada Bayi. Kompas. 4. Hutapea, S. 2001. Jika Anak Anda Diare. Suara Pembaharuan Jakarta. 5. Nes. 1997. Pencemaran Mikroba dan Diare yang Menimpa Anak. Kompas. 6. Nes. 2002. Tempe Tanggulangi Diare Anak. Kompas. Jakarta.

7. Rahinan, M. 1987. Segi-segi Praktis Ilmu Kesehatan Anuk. Jakarta: Keluarga Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran.

8. Sunoto, dkk. 1990. Huku Ajar Diare. Jakarta: Depkes RI. 9. Sunoto, dkk. 1999. Buku Ajar Diare. Jakarta: Depkes RI.

10. Suyono, A.H. 1998. Menjaga Kesehatan Balita. Intisari Jakarta

1 1 . Tt. 2001. Meningkat, Penderita Muntaber dan Diare. Kompas Jakarta. Media aescuIapius FK UI.

Jakarta.

Jakarta