Identifikasi Karakter/Ciri-ciri Anak Sekolah Dasar Dan Alternatif Penanganannya.

B-8

IDENTIFIKASI KARAKTER/CIRI.CIRI ANAK

SEKOLAH DASAR DAN ALTERNATIF PENANGANANNYA

Dr. Hj. Hendriati Agustiani, M.Si.

Dipresentasikan pada Seminar dengan tema

"rdentifikasi Karakter siswa da n Alternatiipenanganan siswa
di Kelas", pada Sekolah Darul Hikam Bandung
Bandun g, 23 Oktober 2O1O

I

Ketua Bagran Psikologi Perkembangan

R NelwanrIVIA

Dns. Peter


htIP. 130934831

Siregar, M.Pd
l[IP.130703517

Terdaftar di perpustakaan
Faleltas Psikologi Universitas Padj adj aran

1l

r

::.-:l't,,\-l'
I

.

TELAH DICATAT/DIDOKUMENTASIKANI PADA
PERPUSTAKAANI FAKI'LTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PADJADJARAI{

Kepala Perpustakaan

Nr P.l 963202198803

2003

Telah diperiksa oleh :
Guru Besar/Dosen Senior

\
Prof.

Dr.IIj !ftrsdwiratri

Setyono

NIP. 130188424


Fakultas Psikologi
Padjadjaran

PENDAHULUAN
yang dianggap
Pengetahuan guru untuk memahami siswa merupakan pokok permasalahan
penting

oleh

Sekolah Dasar Darul Hikam. Pimpinan Sekolah Dasar darul Hikam menganggap

centing untuk diadakanya ceramah pada guru mengenai Identiflkasi Siswa dan Alternatif
penanganannya di kelas.
peserta adalah guru-guru Sekolah Dasar yang berjumlah 55 orng yang terdiri dari wali kelas,
ryali asuh dan guru bidang studi kelas

I s/d kelas VL Sesuai dengan kurikulum nasional yang

menekankan pada pendidikan berkaraKer dan mengacu pada visi Sekolah Dasar menciptakan


peseta didik yang berakhlak dan berprestasi, maka tanggung jawab mendidik siswa tidak hanya
yang
pada pencapian prestasi akademik saja, namun iuga bagaimana membentuk siswa-siswi

berakhlak dan berkarakter. Sejalan dengan hal tersebut, guru-guru Sekolah

Dasar

merasa

memiliki tanggung jawab besar dalam nenjalankan peran mendidik tersebut. Namun dalam
perjalanannya,

guru{uru seringkali mengalami kesulitan dalam menghadapi siswa-siswa yang

"berbeda" di kelas. Tugas guru, selain harus menyampaikan materi pelajaran siswa, guru
kadang juga harus menghadapi dan menangani beberapa siswa yang

sulit


untuk dikondisikan

pada situasi belajar segingga seringkali menggEnggu proses pembelajaran.

Agar proses pembelajaran dan pendidikan dapat berjalan dengan efektif, maka guru-guru
merasa perlu untuk mengetahui lebih jauh mengenai karakter peserta didiknya dan bagaimana

altemative penangananya di kelas sehingga tujuan pendidikan dapat terlaksanakan dengan baik.

Tujuan Umum

l.

Memberikan pengetahuan kepada guru mengenai macam-macam karakter siswa sekolah
dasar

2. Memberikan pengetahuan kepada guru mengenai macam-macam permasalahan belajar
siswa dan penanganannya di tingkat dasar


3'

Memberikan pengetahuan
kepada guru mengenaicara-cara
untuk
menumbuhkansemangat belajar pada
siswa

Tujuan Khusus

1'

2'

3'

Memberikan pengetahuan kepada
guru mengenai karakter siswa
sesuai dengan tahap
perkembangannya

Memberikan pengetahuan kepada
guru mengenai ka:-akter siswa
yang bermasarah
karena kondisi keruarga (perceraian,
kesediaan, kehirangan orang tua,
oan rarn_rain)
Memberikan pengetahuan kepada
guru mengenai permasalahan
belajar siswa dan
penanganna nnya berkaitan
dengan kesut itan konsentrasi

4'
5'

Memberikan pengetahuan kepada
guru mengenai penanEanan
siswa yang surit
diarahkan dan diberi masukan


Memberikan pengetahuan kepada
guru mengenaicara_cara unfuk
menumbuhkan
semangat belajar pada siswa

Setefina mengikuti kegiabn seminar
Ini, guru_guru diharapkan

1'

:

Mengetahui macam-macam karakter
siswa dan mampu mengidentifikasikan
karakter-

karaker tersebut

2'
3'


Mengetahui macam-ma@m permasatahan
siswa dalam belajar dan mampu
memberikan
penanganan yang sesuai

Mengetahuicararara memberikan
motivasi berajar kepada siswa dan
mampu
memotivasi siswa unfuk belajar

IDENTIFIKASI KARAKTER

/ CIRI-CIRI

ANAK SEKOI.AH
DASAR DAN ALTERNATIF PENANGANANNYA

.


Hakikat perkembangan anak secara holistik
Anak sekolah dasar berusia 6-12 tahun merupaka masa perkembangan

yang sangat kritis. Perkembangan meliputi seluruh ranah yang berlangsung

secara bersama-sama dan menyeluruh (holistik). Bredekamp (1987)
meyatakan premis penting pada perkembangan manusia, bahwa seluruh

ranah perkembangan, fisik, sosial, emosi, dan kognitif hrlangsung secara

terpadu. Perkembangan satu dimensi dipengaruhi dan mempengaruhi
dimensi lainnya, sehingga perhatian dan penanganan perkembangan satu
dimensi satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Aspek perkembangan
fisik dapat dipisahkan dengan perkembangan sosial, emosi, dan kognitif dan
sebaliknya, dan perkembangan itu terpadu dengan pengalaman, kehidupan,
dan lingkungan.

Usia anak sekolah dasar berkisar 6-L2 tahun berada pada

fase


perpindahan dari pra operasional konket. Pada usia ini anak mampu
berpikir

simbolik dan dapt memecahkan masatah dengan menggunakan symbolsimbol seperti angka dan huruf, walaupun belum setaraf orang dewasa. Anak
memerlukan benda-benda untuk memperjelas pemahaman konsep

(Bredekamp, 1987:63). Lebih jauh piaget (dalam Labinowicz, 1990; cain,

1990) menyatakan adalah sia'sia mengajarkan ana hal-hal yang bersifat
abstrak. Anak mengefti operasional simbol-simbol dengan melalui aktivitas
konkret. Anak memertukan interaksi dengan rnateri atau benda-benda yang

dipelajari, teman sebaya sebagai mitra ke[a, orang dewasa sebagai
pembimbing, pendorong, fasititator (Bredekamp, L9g7:z-5). Konsekuensi
logis dari kenyataan tersebut, guru harus mampu mendesain pembelajaran
yang tidak bersifat abstrak dan asing bagi anak. Pada anak usia muda
belum

mampu memisahkan segala sesuatu tidak beftolak bertitik tolak dari bidang
studi, tetapi dari suatu hal yang menyeluruh dan bermakna.

.

Karakteristik belajar anak
Kegiatan belajar anak tidak terlepas dari karakterlstik perkembangannya.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa anak-anak belajar metalui kerja,
aktivitas, dan perbuatan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar anak.

Melalui interaksi dengan lingkungan, mereka memperoleh pengeftianpengertian tentang dunia sekitar alamiah. Anak belajar dengan mengamati
peristiwa, interaksi dengan materi yang dipelajari, interaksi dengan orang
tua,
dan teman sebaya. Interaki dengan materi mendorong anak belajar secara
langsung, konkeret, nyata, dan keterampilan secara alamiah. Interaksi dengan

orang tua anak memperoleh bimbingan, pengarahan, motivasi,

dan

'memperoleh kemudahan
belajar. Interaksi dengan teman sebaya merupakan

wahana kompetisi yang sehat, kerja sama, aktivitas secara langsung. Dianne

Trister (1988) menyatakan anak secara spontan terlibat dalam membangu
balok, menggambar atau bermain drama. Bredekamp (19g7) belajar pada
anak berlangsung melalui aktivitas kefia dan berinteraksi dengan lingkungan
sekitar.

Karakteristik Perkembangan anak usia kelas awa! SD
Anak'7ang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan

usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa perkembangan anak yang
pendek tetapi merupakan masa yang

karena itu,pada masa

ini

sngat penting bagi kehidupannya. oleh

seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong

sehingga akan berkembang secara optimal

Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga sD
biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah

mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat
melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda

dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan
mata untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting. selain itu,
perkembangan anak dari sisi sosial, terutama anak yang
berada pada usia

kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya
tentang jenis kelaminnya, terah mulai berkompetisi dengan teman sebaya,
mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.

Perkembangan anak usia 6-8 tahun dari sisi emosi antara lain anak telah

dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang laln, telah dapat mengontrol
emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar

tentang konsep nilai misalnya benar dan salah, Untuk perkembangan
kecerdasannya anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya

dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka

dan tulisan,

meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara,

memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang
dan waktu.

Sesuai dengan tahapan karakteristik perkembangan anak, karaKeristik

cara anak belajar, konsep belajar dan belajar bermakna, maka kegiatan
pembelajaran

bagi anak kelas awal sD sebaiknya dilakukan

dengan

pembelajaran tematik. Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang

menggunakan tema untuk mengaitkan behrapa mata pelajaran sehingga

dapat memberikan pengalaman belajar bermakna kepada peserta didik. Tema
adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan
(Poerwadarminta, 1983). Dengan tema diharapkan akan memberikan
banyak

keuntungan,

di antaranya: (1)

Peserta didik mudah memusatkan perhatian

pada suatu tema tertentu; (2) Peserta didik mampu mempelajari pengetahuan

dan mengembangkan beftagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam
tema yang sama; (3) Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam

'dan berkesan; (4)
Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan

mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi pesefta didik; (5)

Pesefta didik mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena
materi disajikan daiam konteks tema yang jelas;

(6) Peserta didik lebih bergairah belajar karena

dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu
kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempetajari mata pelajaran

lain; (7) Guru dapat menghemat waktu karena beberapa mata pelajaran yang
disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua

atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan
remedial, pemantapan, atau pengayaan.

Karakteristik belajar anak
Kegiatan belajar anak tidak terlepas dari karakteristik perkembangannya. Hasil
penelitian menunjukkan, bahwa anak-anak belajar melalui kerja, aktivitas,
dan

perbuatan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar anak. Melalui
interaksi dengan Iingkungan, mereka memperoleh pengertian-pengeftian
tentang dunia sekitar alamiah, Anak belajar dengan mengamati peristiwa,
interaksi dengan materi yang dipelajari, interaksi dengan orang tua, dan

teman sebaya. Interaksi dengan materi mendorong anak belajar secara
langsung, konkeret, nyata, dan keterampilan secara alamiah. Interaksi dengan

orang tua anak memperoleh bimbingan, pengarahan, motivasi,

dan

memperoleh kemudahan belajar. Interaksi dengan teman sebaya merupakan

'wahana kompetisi yang sehat, kerja sama, aKivitas secara langsung.
Dianne

Trister (1988) menyatakan anak secara spontan terlibat dalam membangu
balolc menggambar atau bermain drama. Bredekamp (19g7) belajar pada
anak berlangsung melalui aktivitas kerja dan berinteraksi dengan Iingkungan
sekitar.

Anak usia sekolah dasar belajar melalui aktivitas kerja, hal ini sejatan
dengan masa anak yang senantiasa membutuhkan kerja dan benda-benda
konkret sebagai media belajar. Pada usia ini anak memahami symbol-simbol,
pengertian-pengeftian, konsep-konsep, melalui aktivitas benda-benda konkret.
Anak yang tumbuh dan berkembang secara

holisti( konsekuensinya, sehingga

pembelejatan pada anak usia SD dirancang secara fleksibel, luwes, dan
tidak

tertata secara kaku melalui bidang-bidang studi yang memisahkan secara
diskrit tiap mata pelajaran yang berkonotasi saling terpisah, padahal secara

nyata dunia memiliki sifat silang ilmu, silang konteks, silang lingkungan.

Sehingga pembetajaran harus dirancang secara terpadu

yang

mengintegrasikan bahan-bahan kajian menjadi satu pengeftian yang utuh dan
bermakna. Anak SD mengalamai kesulitan pemaknaan secara artificial, mereka

hanya mengerti dalam kerangka global, utuh, dan bermakna. Henkel dan
Argindoza (dalam Bredekamp, t987) menyatakan sesuai topic-topik bahasan

yang diambil dari kejadian-kejadian yang actual di masyarakat yang sesuai
untuk anak sekolah dasar.
Semiawan (1997) menyatakan pada fase usia dini (sebelum 10 tahun)

'belajar tidak melalui bidang studi yang terpisah.
Ia membaca, menghitung,

atau mencatat sesuatu yang beranjak dari bidang studi tertentu. Untuk itu
seyogyanya pembelajaran pada anak sekolah dasar terutama pada kelas-kelas

awal tidak terkotak-kotak dalam bidang studi, melainkan bertolak belakang
dari satu tema atau peristiwa otentik yang mampu menyatukan pembelajaran
menjadi satu keutuhan yang utuh dan bermakna bagi anak. Disamping itu

topic atau peristiwa otentik dapat menggerakkan kurikulum yang disepakati
(Padmono, 1997).

Pandangan tercebut sejalan dengan pendapat Roeseeau (dalam Morrow,
1993) yang rnenyatakan pembelajaran pada anak bersifat alamiah dan tidak
dipaksakan. Tugas orang tua dan guru adalah menciptakan kondisi lingkungan

analg agar anak dapat belajar dan mengembangkan potensinya seoptimal
rnungkin. Anak mengamati lingkungan dan akhirnya ia menbangun konsepnya

sendiri tentang lingkungan (termasuk lingkungan yang dapat didesain oleh
orang tua dan guru). Pestalozi (dalam Morrow, 1993) belajar hendaknya jauh

dari system formalisasi, sebab belajar alamiah dilakukan secara informal.
Froubel (dalm Morrow, 19930 lebbih memperkuat bahwa belajar pada anak

dilakukan melalui aktivitas bermain. peran guru dan orang

tua adalah

menstimulus permainan menjadi wahana belajar alamiah anak. John Dewey

melalui kurikulum Progrresif, menyatakan bahwa belajar pada anak dikatukan
melalui kefa. Selanjutnya Bredekamp (1987) menyataka anak belajar melalui
interaksi bermain dengan
paksaan.

obje( orang tua dan teman, mereka

belajar. tanpa

Kondisi Objektif dan Kebutuhan
Kebutuhan obejeKif calon guru sekolah dasar

di

lapangan nantinya

secara logis mengelola subjek didik yang berusia muda (6-12 tahun) yang

penyelenggaraan pembelajarannya memiliki karakteristik tersendiri.
Peningkatan mutu pelaksanaan penrbelajarannya harus sesuai dengan kondisi

objektif pekerjaan yang akan menjadi tanggung jawabnya, untuk itu calon

guru sekolah dasar harus memiliki bekal kemampuan menyelenggarakan
pembelajaran sesuai dengan karakteristik

anak sekolah

dasar.

Penyelenggaraan pembelajaran yang efektif sesuai karakteristik subjek didik

merupakan upaya peningkatan profesionalisme guru yang berbuat dengan
nuansa ke SD-an sefta mampu melaksanakan tindakan yang relevan dengan

tuntutan pendidikan sekolah dasar.

Kepedulian pendidikan yang diselaraskan dengan karakteristik anak
sekolah dasar adalah kepedulian terhadap keterkaitan inter dan antardan

antar bidang studi. cirri ini hendaknya terwujud dalam kemampuan guru
merancang dan melaksanakan pembelajaran.

Realitas Perkembangan rprEK dan situasi serba Lintas
Kenyataan menunjukkan perkembangan dalam satu bidang ilmu
pengetahuan cenderung diikuti oleh transformasi temuan ilmu

itu ke bidang

lain. Penemuan sinar laser diikuti transformasi ke ilmu kedokteran dan
sejenisnya.

Pada era globalisasi dan informasi nyata kita lihat bahwa segala sesuatu

tidak dapat berdiri sendiri, tetapi menjadikan suatu jaringan (net) yang saling
berhubungan dan mempengaruhi. semiawan (1996) menyatakan dunia masa

kini dan masa mendatang merupakan dunia yang lintas ilmu, konteks, dan
ilmu lingkungan. Pernyataan ini menunjukkan, bahwa satu kejadian atau ilmu
senantiasa berkenaan dan berkaitan dengan ilmu lain, dan lingkungan lain.

sehubungan dengan

itu, perlu kesiapan dan kearifan bahwa

menghadapi

segala sesuatu senatiasa dipikirkan dan diantisipasi segala sesuatu yang
berkaitan dengannya. Pembelajaran pada anak harus mempersiapkan mereka

aenantiasa menghadapi segala sesuatu yang serba kompleks dan lintas,
keterpaduan pembelajaran merupakan wahana memberikan pengalaman yang

disamping membermaknaan belajar, juga meratih siswa mengkaitkan atau
menghubungkan apa yang dipelajari dengan berbagai hal yang berkaita.

MASAI.AH ANAK DAI.AM PENGELOI.AAN KELAS
A. Pentingnya Pengenalan Masalah Anak
Berbagai bentuk perilaku anak akan ditemui oleh guru di sekolah, sepefti anak

agresif, tak bisa tenang dan suka bertengkar, pemalu dan lebih suka
menyendiri, suka menangis, dan suka rnemukul. Perilaku-perilaku tersebut
merupakan tanda bagi guru bahwa ada sesuatu yang tidak beres pada diri
anak, atau dengan kata lain mereka sedang menghadapi masalah.

Guru perlu mengerti bahwa perilaku tersebut ada sebab atau latar
belakangnya. Oleh karena itu guru perlu mengetahui penyebab dari masalahmasalah yang dihadapi anak tersebut.

Perilaku anak

di kelas, di depan guru,

teman-temannya atau

di depan

orang Iain disebabkan oleh pengalaman-pengalaman yang telah diperoleh

anak,

kondisi yang dihadapinya saat itu, dan dapat pula disebabkan oleh

berbagai keinginannya. Hal ini telah berkembang dalam diri anak atau dapat

pula merupakan hasil interaksi antara dirinya dengan semua

aspek

Iingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat umumnya. Jone Dan Jones

(1980) mengatakan bahwa tingkah laku anak di dalam kelas Merupakan
pencerminan dari keadaan keluarganya. Bagi keluarga kurang stabil dapat

menimbulkan ketegangan pada

diri anak dan membuat mereka kurang

berhasil dengan baik untuk memenuhi akademik dan tuntutan sosiai di
sekolah.

Di sekolah berbagai bentuk perilaku anak akan ditemui oleh guru, seperti

anak agresif, tak bisa tenang dan suka beftengkar, pemalu dan lebih suka
menyendiri, suka menangis, dan suka memukut. Perilaku-perilaku tersebut
merupakan tanda bagi guru bahwa ada sesuatu yang tidak beres pada diri

anak, atau dengan kata lain mereka sedang menghadapi masalah.Guru perlu
mengerti bahwa perilaku tercebut tentu ada sebabnya atau latar belakang da6
setiap perilaku tersebut. Oleh karena itu guru perlu mengetahui sebabsebab

'yang sebenarnya dari masalah-masalah yang dihadapi
anak tersebut.

Ada suatu anggapan bahwa masalah-masalah anak tidak dapat ditinggalkan di

rumah. Bagaimanapun anak akan membawanya ke sekolah sehingga dapat

mengganggu proses pembelajaran

di

kelas. Bahkan mungkin

proses

pembelajaran menjadi tidak terjadi sama sekali, apabila anak mengalami
tekanan bathin karena keamanannya terancam, dan kebutuhan psikologisnya

tidak terpenuhi, merasa terkucilkan, merasa tidak dihargai, dun

,.r*a

tidak

disenangi. Dalam kondisi sepefti itu, kemampuan anak untuk belajar menjacii

terhalangi sehingga usaha guru untuk melaksanakan proses pembelajaran
menjadi sia-sia saja.
Pekerjaan guru tidak akan berhasil dengan baik apabila

ia tidak

atau

kurang memahami anak. Apabila guru ingin sukses dalam melaksanakan
pembelajaran, maka pengelolaan kelas yang dilakukan hendaknya
men-cakup
usaha guru untuk memahami masalah-masalah anak dan dapat rnengambil

langkah penyelesaiannya dengan tepat dan benar.B. Jenis Masalah Anak
dalam Pengelolaan Kelas Masalah pengelolaan kelas yang bersumber dari
anak
dapat dikelompokkan pula menjadi dua kategori, yaitu masalah individual
dan

masalah kelompok. Untuk melakukan pengelolaan kelas yang efektif
diperlukan kehati-hatian dalam mengidentifikasi suatu masalah, apakah
masalah ini bersifat individual atau kelompok.Kekurang hati-hatian guru
dalam

memahami masalah dapat menyebabkan kekellruan datam menentukan jenis
masalah yang muncul. Misalnya, bisa saja terjadi masalah kelompok dilihat

-

sebagai masalah individual atau sebaliknya.

1'

Masalah individual Masalah Individual adalah masalah
pengelolaan

kelas yang sumber penyebabnya adalah individu
anak. sebagaimana yang
dibahas pada bab terdahulu bahwa ada empat kategori
masalah individual
dalam kelas, yaitu tingkah raku yang ingin mendapatkan
perhatian orang rain,

tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan, tingkah
laku yang beftujuan
menyakiti orang lain dan peragaan ketidakmampuan.
Bentuk-bentuk perilaku

tersebut menimbulkan masalah dalam kelas dan dapat
menganggu kelancaran
pembelajaran. Masalah individual yang
dapat dilihat sebagai wujud dari bentuk
perilaku tersebut di antaranya adarah sebagai
berikut:

a. anak sering menunjukkan gerak tubuh atau periraku yang tampak
kebodoh-bodohan atau berbuat aneh yang semata-mata
untuk menarik
perhatian kelas,

b.

anak teftawa tebih keras dibandingkan teman-temannya,

c. anak suka bercanda dan sering menqgoda teman
sebelahnya,

j.

anak menarik diri sama sekali dan tidak mau melaksanakan kewajibankewajibannya

k. anak selalu Lupa pada aturan-aturan penting datam kelas,

I.

anak melakukan tindakan-tindakan fisik yang dapat menyakiti orang lain,

m. anak tidak mau sama sekali menerima tugas Yang diberikan kepadanya dan
selalu mengatakan tidak bisa,
n. anak merasa pesimis Atau putus asa terhadap semua keadaan,
o. anak memiliki rasa permusuhan atau Menentang kepada semua peraturan,
p. anak pasif atau potensi rendah serta datang ke sekolah tidak teratur.

2. Masalah kelompok

Masalah kelompok adalah masalah pengelolaan kelas yang sumber
penyebabnya adalah kelompok. lohnson dan Bany (dalam Hasibuan, 1994)
mengemukakan enam kategori masalah kelompok dalam pengelolaan ketas,
yaitu:

a. kelas kurang kohesif,misalnya perbedaan jenis kelamin, suku, dan tingkatan
sosio-ekonomi,

b

kelas Mereaksi negatif terhadap salah satu seorang anggotanya, misalnya
mengejek anggota kelas dalam menyanyi karena suaranya sumbang,

c membesarkan hati anggota kelompok ketas yangjustru

melanggar norma

kelompo( misalnya pemberian semangat kepada badut kelas,

d kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah
dikefakan,
e semangat kerja rendah, misalnya semacam aksi protes kepada guru karena
menganggap tugas yang diberikan kurang adil,

f

k-elas kurang mampu menyesuaikan

diri dengan keadaan baru,

misalnya

gangguan jadwal, atau guru kelas terpaksa diganti sementara oleh guru lain.

Kelas yang kurang kohesif ditandai dengan Iemahnya hubungan
interpersonal di dalam kelas. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan jenis

kelamin, suku dan tingkat sosial ekonomi. Sering terlihat adanya permusuhan
sekelompok anak perempuan dengan sekelompok anak laki-laki. Lemahnya
hubungan ini terlihat pula karena perbedaaan suku,kota asal, kampung abu

tempat tinggal. Di dalam kelas sekelompok anak

ini bisa menampakkan

hubungan yang sangat jarak dan tidak akab dan terkadang bisa menimbutkan

peftentangan-pertantangan

di dalam kelas. Pertentangan itu

bahkanditambah

pula oleh faKor pemicu lain seperti berbedanya tingkat sosial ekonomi mereka.

Setiap kelompok anak membangun suatu kekuatan atas dasar persamaanpersamaan yangdimiliki. Dalam hal

ini

masing-masing kelompok bisa saling

menutup diri dalam pergaulannya, sehingga sulit jika guru menugaskan suatu
tugas kerjasama.

Kelas mereaksi negatif terhadap satah seorang siswa dapat pula
menimbulkan masalah dalam kelas, misalnya dengan mentertawakan, menghina

se'cara bersama- sama, yang menyebabkan kelas menjadi ribut dan tidak

kondusif untuk belajar. Biasanya anak yang diketawakan anak yang pemalu,

cengeng, suaranya sumbang kalau bernyanyi dan berpenampilan kurang
menarik.Dukungan kepada badut kelas mengakibatkan pula makin berlarutnya

masalah

di

dalam kelas. Anak yang membadut makin

kebolehannya melucu danberperilaku yang aneh-aneh. Hal

ini

menunjukkan
menirrrbulkan

sorak-sorai dan tertawaan anak Yang bertebihan sehingga dapat mengalihkan
perhatian anak untuk belajar. Mudahnya teralihkan perhatian anak selain karena

anak yang membadut juga karena hal-hal lainyang dengan cepat memancing
perhatian anak, seperti melihat peralatan belajar dan mainan kawan yang baru,
tindakan-tindakan iseng dari kawan, dan situasi lingkungan sekolah yang kurang
mendukung kegiatan belajar.
Masalah anak secara kelompok juga terjadi karena semangat kerja rendah

sebagai akibat perlakuan yang tidak adil dari guru, seperti ketidakadilan dalam

menentukan jenis tugas yang dikerjakan, dan peralatan atau bahan yang

ditentukan guru. Terkadang anak

meras rebihtertarik dengan tugas yang

dikerjakan anak yang lain yang sudah ditentukan, atau anak lebih teftarik
dengan benda atau alat-alat yang digunakan anak lain yang sudah ditentukan
guru. lika situasi ini tidak ditanggapi guru

maka akan menimbulkan masalah, sepefti anak malas dan tidak bersemangat

untuk meneruskan pekerjaannya. Adanya hal-hal baru menurut analg seperti
peftukaran jadwal dan guru, sering pula menimbulkan masalah bagi anak. Jika

jadwal beftukar, guru berganti, ini diartikan sebagai sesuatu yang tidak berjalan

seperti biasanya, sepefti jam masuk atau istirahat atau pulang yang sudah

berganti, dan ibu guru lain yang belum sepenuhnya dikenali. Hal ini cenderung
membuat anak-anak resah dan cemas dalam mengikuti kegiatan di dalam kelas,

karena biasanya mereka seharusnya sudah istirahat atau pulang, tapi dengan
pertukaran jadwal mereka belum bisa istirahat atau belum pulang. Atau yang
seharusnya mereka harus belajar dengan guru yang manis dan ramah, sekarang

mereka dihadapkan dengan guru yang pemarah. Kenyataan-kenyataan ini
berpengaruh pada anak dalam belajar dan dapat menjadi masalah besar dalam
pengelolaan kelas, karena anak dirundung rasa takut dan cemas untuk belajar.

Dalam penanganan masalah pengelolaan kelas, guru perlu mengetahui
sebab-sebab anak berperilaku yang tidak diharapkan Pendekatan berikut perlu

dipahami oleh para guru

di

kelas. Schaefer (1996) mengemukakan ada dua

pendekatan dalam rnemahami masalah anak, yaitu pendekatan dari Iuar (surface

approach) dan pendekatan kausal (ausat approach). Pendekatan dari luar
(Surface Approach) lebih memusakan pengaafran dan pengendatian
terhadap

tingkah laku anak yang dapat dilihat dan diamati. Pendekatan ini biasanya
dipakai guru yang bersikap kaku, bergaya otoriter yang selalu mengharapkan

seluruh anak-anak didiknya patuh dan taat kepada aturan dan ketentuanketentuan yang telah ditetapkannya sepihak. Tipe guru sepefti ini menilai berat

atau ringannya suatu kesalahan anak sesuai dengan akibat-akibat praktis dari
kesalahan

itu. Misalnya, suatu kesalahan karena tidak sengaja, seorang anak

minum sambil berdiri dan tanpa sengaja tabung airnya lepas, airnya tumpah

membasahi kawannya yang sedang duduk di samping bangkunya sehingga anak
yang terkena tumpahan air itu menangis. Kemudian kesalahan anak ini dianggap

yang lebih berat dari pada anak yang dengan sengaja menumpahkan air ke
lantai.

Pendekatan Kausal (causalApproach), mencoba

mencari dan

mengerti motif-motif yang mendasari tindakan dan maksud-maksud darisuatu
tindakan, sefta berusaha untuk menemukan mengapa seorang anak bertindak
demikian. Pendekatan

ini berusaha memecahkan

masalah dengan jalan

atau akarnya

yang tersembunyi. Dalam

menghilangkan sebab-sebab

pendekatan

ini

biasanya guru memandang setiap perilaku

anak

mempunyai alasan-alasan teftentu atau didorong oleh suatu motif. Sehubungan
dengan hal itu Schaefer (1996) mengemukakan pula bahwa di antara motif-motif

yang umum dari tingkah laku salah pada anak disebabkan

oleh;

a . perhatian, anak-anak ingin mendapatkan perhatian, bahkan peringatan
dan kritik,

b.

pembalasan, anak-anak memberikan pembalasan karena merasa

pernah disakiti dan terhalangi keinginnnya,

c. salah pengeftian, anak

tidak mengefti tentang

apa

yang

diharapkan dari dirinya, atau karena Iupa peraturan-peraturan,

d.

perjuangan haK anak-anak menginginkan
cara dan kehendaknya sendiri dalam

agar ja dibiarkan

suatii

perselisihan,

melakukan

sebab

keadaanjasmani;

marah karena

f.

anak merasa mudah tersinggung

dan

dia letih, lapar atau sakit,

persaingan, anak bersifat cemburu untuk memperoleh perhatian dan
kelebihan terhadap teman sebayanya,

9.

pemindahan, anak menderita karena beberapa

terluka yang

dialaminya ,

harga diri

-

yang

dan mencoba memindahkan kepada orang

!ain,
h.

nilai-nilai, anak hanya memikirkan

diri

sendiri (egosentris) dan ha'mpir

tidak memperdulikan orang lain, dan tidak merasa bersalah atas suatu
perbuatannya.

Teknik pengelolaan kelas tersebut dapat dikelompokkan ke dalam teknik
preventif dan teknik kuratif. Teknik preventif adalah teknik untuk mencegah

timbulnya tingkah

Iaku anak yang dapat mengganggu

pembelajaran, sedangkan

teknik

kegiatan

kuratif adalah teknik untuk

menanggulangi perilaku anak yang menganggu kegiatan belajar. penerapan

teknik preventif dilakukan guru adalah dengan maksud tersedianya suatu

kondisi yang nyaman dan aman

bagi

anak untuk beraktivltas

di

kelas.

Teknik kuratif merupakan tindakan korektif yang dilakukan

guru

perilaku anak yang menyimpang dan merusak kondisi

optimal

kelangsungan aktivitas anak

di

dalam kelas. Dalam teknik

terhadap
bagi

kuratif

ini

"tindakan penangulangan yang
dilakukan guru bisa saat terjadi gangguan, dan

tindakan penyembuhan terhadap perilaku anak yang menyimpang yang
terlanjur terjadi agar penyimpangan tersebut tidak berulang-ulang. semua
rangkaian

kegiatan pengelolaan kelas

ini

dilakukan

guru

dengan

maksud untuk menyediakan kondisi yang optimal bagi proses pembelajaran

anak

di

kelas

atau tersedianya kcndisi yang kondusif bagi

anak sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan Efektif.

pembetajaran

KESIMPULAM

Hasibuan (1994) mengemukakan sejumlah sikap

guru

dan

tindakan

dalam

masing-masing teknik di atas, yaitu;

1.

Teknik preventif

sikap dan tindakan guru yang prcventif

adalah;
a.

sikap terbuka,

b. sikap menerima dan menghargai siswa sebagai manusia
c. sikap empati,
d. sikap demokratis,

e. mengarahkan anak pada tujuan kelompok,

f. menghasilkan

-aturan

kelompok yang disepakati bersama,

g. memperjelas komunikasi,
h. menunjukkan kehadiran.

sikap terbuka

yang

tidak

sikap guru yang penting

untuk

dalam pencegahan perilaku siswa

diharapkandalam kelas merupakan

menunjukkan keakaban hubungannya dengan

anak.

Dengan menciptakan

suasan keterbukaan, anak-anak benar-benar merasa bebas dan leluasa untuk
mengemukakan pendapatnya serta penuh keyakinan bahwa guru

mendengarkan

dan memperhatikan pendapatnya. Untuk

akan

selalu

menyatakan

keterbukaan ini guru menyatakan kebaikannya kalau sekiranya anak-anak juga

baik atau sebaliknya. Beberapa contoh dari aturan dasar yang dapat dibuat
bersama-sama dengan anak

atau dimintai persetujuan anak, yaitu

tentang:

1.

mengacungkan tangan sebelum beftanya,

2. mendengarkan
3. mengikuti

baik-baik petunjuk guru,

pengarahan yang diberikan guru,

4.

menjalin

5.

menyeselesaikan tugas-tugas tepat pada waktunya,

kefia sama dengan teman sekelas,

6. membantu teman lain, sepefti juga kamu akan dibantu,

7. membawa buku, pensil, kertas, penghapus, dan alat-alat

lainnya

yang diperlukan untuk belajar,
8. menempati tempat di tempat duduk sebelum bel berbunyi,
9, melakukan persiapan untuk pulang ke rumah secara tertib.
Aturan yang akan diterapkan pada anak hendaknya dibuat dengan jelas,
sederhana dan singkat, sehingga tidak ada kesalahpahaman tentang apa yang

diharapkan guru

dari

perilaku anak dan sebelum diterapkan mintalah

persetujuan anak terlebih dahulu.

Memperjelas

komunikasi, guru diharapkan

dapat

memperjelas

komunikasi yang dilakukan anak, karena tidak semua anak dapat
berkomunikasi dengan baik. Dalam hal

ini guru dapat mengulangi apa

yang diucapkan anak dengan maksud mempeftegas maksud

anak.

Menunjukkan kehadiran perlu dilakukan guru sebagai teknik pencegahan
perilaku anakyang tidak diinginkan. Dalam hal ini guru perlu menunjukkan
pada anak bahwa ia hadir di kelas, tidak hanya secara fisik tetapi juga mental.

Berkaitan dengan hal ini,

guru hendaknya sadar serta tanggap terhadap

perhatian analg keterlibatan anak sehingga dapat diketahui mana anak yang
acuh atau kurang berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Sikap grru yung
demikian dapat dirasakan oleh anak bahwa gurunya hadir bersama dengan
mereka dan mengetahui apa yang mereka perbuat.

2

Teknik kuratif
Dengan menggunakan teknik kuratif guru dapat melakukan beberapa hal

sebagai berikut yaitu:

(a) penguatan negatif,

(b)

penghapusan,

(c)

penghukuman,

(d)

pembicaraan situasi pelanggaran dan bukan pelaku pelanggaran,

(e)

pemasabodohan

(f)

pemberian tugas yang memerlukan keberanian (bagi anak yang

terhadap

pelanggaran anak,

menunjukkan tingkah laku menguasai),

(g)

pemberian tugas yang menuntut kekuatan fisik (bagi

anak

yang

menunjukkan tingkah laku menguasai),

(h)

"

kenghilangan respon, ekspresi wajah tetap wajar (bagi anak, bagi anak

yang menunjukkan tingkah laku membalas dendam,

(i)

penyalahan anak secara

keberhasilan

(bagi

tidak langsung, dan menunjukkan

anak yang menunjukkan tingkah laku ketidak

mampuan,

fi) peningkatan partisipasi anak dalam beraktifuitas,

(k)
(1)
(m)

segi-segi

meratakan partisipasi analg
pengurangan ketegangan,
penyelesaian pertentangan antar pribadi atau antar kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Bimo walgito, Birnbingan
Andi

ffiset

+ konseling (studi & karier). peneroit .cv

(Penerbit Andi), Hak Cipta, tahun 2004,2005,2010

clnthia ulrich Tobias."setiap anak bisa berhasil (every child can succeed).
Memaksimalkan gaya belajar anak anda, (Hak Cipta Bahasa Indonesia @ Fokus

pada Keluarga, tahun 2009

Dra. Desmita, M.Si . Psikologi Perkembangan Peserta Didik

Penerbit PT Remaja Rosdakarya Bandung, cetakan kedua, Mei 2010

SD Darul Hikam
Berakhlali& Berprestasi

SEKOTAH
DASAR

Bandung, 13 Oktober 2010

DARUT

Nomor : 021/SD-DH|B.5N120L0
Larnp. : 2lbr

Hal

:

HIKAM

Permohonan Menjadi Pembicaru

Kepada Yth.

Ibu Dr. FIj. Hendriati Agustiani, M.Si
di
Tempat

As s alaarnu'alaikum

Waraltmatullaahi Wabaraknatuh,'

Teriring do'a kami sampaikan semoga ibu beserta keluarga senantiasa berada dalam curahan
rahmat dan naungan hidayah-Nya.

- Selanjutnya kami mengundang ibu untuk berkenan menjadi pembicara dalam acata seminar
dengan tema

"Identifikasi Karakter Siswa dan Alternatif Penanganan Siswa di Kelas"

yang akan diselenggarakan pada

hari/tanggal :

tempat

:

Sabtu, 23 Ohober 2010

: Aula

SW Darul Hiknm

Jl. Tubagus Ismail DePan Bandung
Demikian permohonan ini kami sampaikan. Atas perkenannya, kami mengucapkan terima
kasih.

Billaahi Fii Sabiili Al-Haq
W a s s al a amu' al a ihtm War ahm

30809197s02200r

at ul I a ahi lYab ar ako

a t uh.

UCAPANTTRIMA
No :06/SD-DH/X/2010

Keluar ga

B esarsD DARUT HIKAM MENG UCAPKAN
TERIMA

fr,t, fiE,

IfiSIHhEah:

ftfuinti Wtiiln,,ilL,Si
Atas Putisipasinya sebagai

:

gemnfu,i fisdn W onftrr ft-p

"9@i9uqdn,Didifr,dno

W

{\Mhrun

Vffi/g, Difredfrru

qurul'

Altah SWT membalas amal Kebaikan Ibu
-Sernoga
dengan pahala yang berlipat ganda. Aamiin.
23 Oktober 2010

6%