Pengaruh Suplementasi Besi Sekali Seminggu Dan Sekali Sehari Terhadap Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar

(1)

PENGARUH SUPLEMENTASI BESI SEKALI SEMINGGU

DAN SEKALI SEHARI TERHADAP STATUS GIZI

PADA ANAK SEKOLAH DASAR

T E S I S

TENGKU MIRDA ZULAICHA

047103009/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH SUPLEMENTASI BESI SEKALI SEMINGGU

DAN SEKALI SEHARI TERHADAP STATUS GIZI

PADA ANAK SEKOLAH DASAR

T E S I S

Untuk memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak)

Dalam Program Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi Kesehatan Anak

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

TENGKU MIRDA ZULAICHA

047103009/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : Pengaruh Suplementasi Besi

Sekali Seminggu dan Sekali Sehari Terhadap Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar

Nama Mahasiswa : Tengku Mirda Zulaicha Nomor Induk Mahasiswa : 047103009

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Dr.Hj.Tiangsa Sembiring, SpA(K)) KETUA

(Dr. Johannes H.Saing, SpA) ANGGOTA

Ketua Program Studi, Ketua TKP PPDS,

(Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K)) (Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K))


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 11 November 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua: Dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K) ………

Anggota:

1. Dr. Johannes H.Saing, SpA ………

2. Prof. Dr. Darwin Dalimunthe, PhD ………

3. Prof. Dr. Hj. Rafita Ramayati, SpA(K) ………


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya karena dengan izin dan ridhoNya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Dr.Hj.Tiangsa Sembiring, SpA(K), Dr. Johannes H.Saing,SpA yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Prof.Dr.H.Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK- USU yang telah banyak membimbing dan membantu penulis selama mengikuti pendidikan dan penyelesaian tesis ini.

3. Prof.Dr.H.Guslihan Dasa Tjipta,SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2003-2007 dan Dr.H.Ridwan M.Daulay,SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2008-2010, yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

4. Prof.Dr.H.Iskandar Z. Lubis, SpA(K) dan Dr.Muhammad Ali,SpA(K) yang telah banyak membantu dalam koreksi dan penyempurnaan tesis ini.

5. Pembimbing lainnya, Dr.Hj.Ani Ariani, SpA(K), Prof.Dr.Hj.Bidasari Lubis,SpA(K) dan Dr.Yazid Dimyati,SpA yang telah memberikan kesempatan, bantuan dan saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan


(6)

sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

7. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU.

8. Pimpinan beserta karyawan PTPN III dan Rumah Sakit PTPN III Aek Nabara yang telah banyak membantu menyediakan fasilitas yang dipergunakan dalam penelitian ini.

9. Para Kepala Sekolah Dasar di kawasan Aek Nabara Utara atas partisipasi dan dukungannya dalam pelaksanaan penelitian ini.

10. Teman-teman seangkatan: Dina, Rina, Nora, Leon, Beby, Natasha, Zulkarnain, Nancy dan Nur Iman atas kebersamaan, dukungan, semangat dan menjadi teman terbaik untuk penulis selama mengikuti pendidikan dan penelitian.

11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Terima kasih yang tak terhingga pada suami tercinta, Baihaqki, SKM yang selama ini dengan doa, kasih sayang, kesabaran, dorongan dan pengertiannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini. Kepada orang tua tercinta, H.T.Mirza Aminullah dan Hj. Shalfachrida Harahap, serta mertua, (almarhum) Ruskam dan Hj.Ruslina, adik-adik, abang dan kakak ipar serta keponakan yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 5 November 2008


(7)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan Tesis iii

Halaman Penetapan Panitia Penguji iv

Ucapan Terima Kasih v

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Singkatan dan Lambang xi

Abstrak xii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Hipotesis 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Zat Besi 5

2.1.1 Jumlah Total Besi Dalam Makanan 5

2.1.2 Bioavaibilitas Besi 6

2.1.3 Mukosa Usus 7

2.1.4 Distribusi Besi 9

2.2. Peranan Zat Besi 10

2.3. Kebutuhan Zat Besi 12

2.4. Pencegahan Defisiensi Besi 13

2.5. Penilaian Status Gizi 14

2.6. Kerangka Konseptual 16

BAB 3. METODOLOGI 3.1. Desain Penelitian 17

3.2. Tempat dan Waktu 17

3.3. Populasi Penelitian 17

3.4. Perkiraan Besar Sampel 17

3.5. Kriteria Penelitian 17

3.6. Persetujuan/Informed Consent 19

3.7. Etika Penelitian 19


(8)

3.9. Identifikasi Variabel 23

3.10. Definisi Operasional 23

3.11. Pengolahan dan Analisis Data 24

BAB 4. HASIL 25

BAB 5. PEMBAHASAN 30

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 41

6.2. Saran 41

Ringkasan 42

Daftar Pustaka 48

Lampiran 1. Lembar Penjelasan 54

2. Surat Pernyataan Kesediaan 56

3. Lembar Kuesioner 57

4. Lembar Daftar Makanan 59

5. Persetujuan Komite Etik 60


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kadar besi pada jenis makanan 6

Tabel 2.2. Faktor yang mempengaruhi absorbsi besi

di saluran pencernaan 7

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 26

Tabel 4.2. Status gizi dan kadar Hb sebelum suplementasi besi 27 Tabel 4.3. Gambaran rerata kadar Hb pada kedua kelompok

berdasarkan jenis kelamin 28 Tabel 4.4. Status gizi dan kadar Hb setelah suplementasi besi 28 Tabel 4.5. Status gizi dan kadar Hb sebelum dan sesudah


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Absorbsi besi di usus halus 8

Gambar 2.2 Distribusi besi dalam tubuh 10

Gambar 2.3 Kerangka konseptual 16

Gambar 3.1 Alur penelitian 20

Gambar 4.1. Profil penelitian 25


(11)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Adebe : Anemia Defisiensi Besi

ASI : Air susu ibu

AAP : American Academy of Pediatric

ATP : Adenosine Triphosphate

BB : Berat badan

CDC : Centers for Disease Control

DNA : Deoxiribo Nucleic Acid

DMT1 : Divalent Metal Transporter 1

Fe : ferrum

Hb : hemoglobin

HCP1 : Heme Carrier Protein 1

IL-1 : Interleukin 1

MCHC : Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration

NCHS : National Center for Health Statistics

RDA : Recommended Daily Allowance

SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga

SD : Standar Deviasi

TB : Tinggi badan

WHO : World Health Organization

cm : centimeter

d : Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna

g : gram

IK : Interval kepercayaan

kg : kilogram

kgBB : kilogram berat badan

mg : miligram

n : Jumlah subyek / sampel

P : Tingkat kemaknaan

Sd : Simpang baku dari rerata selisih

zα : Deviat baku normal untuk α

zβ : Deviat baku normal untuk β

% : Persen

> : Lebih besar atau sama dengan

> : Lebih besar dari

< : Lebih kecil dari


(12)

ABSTRAK

Latar belakang. Pengaruh suplementasi besi untuk meningkatkan berat badan dan tinggi badan anak telah banyak diteliti sebelumnya bahwa suplementasi besi memberi konstribusi dalam pertumbuhan dan mencegah anemia defisiensi besi (Adebe). Namun sampai saat ini masih terdapat beberapa kontroversi tentang cara pemberian suplementasi besi tersebut, mingguan atau harian.

Tujuan. Membandingkan pengaruh suplementasi besi sekali seminggu dan sekali sehari terhadap status gizi pada anak yang tidak menderita anemia.

Metode. Suatu penelitian dengan uji klinis acak tersamar tunggal dilakukan di Aek Nabara Utara, kabupaten Bilah Hulu, Sumatera Utara pada November 2006 sampai April 2007. Anak yang tidak menderita anemia didiagnosis jika kadar Hb > 12 g/dl. Murid sekolah dasar dipilih secara acak dan dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan yaitu kelompok yang mendapat suplementasi besi sekali seminggu dengan dosis Ferrum (Fe) 40-60 mg/minggu dan kelompok yang mendapat suplementasi besi sekali sehari dengan dosis Fe 20-30 mg/hari selama 16 minggu. Status gizi dievaluasi dengan pengukuran antropometri sebelum dan sesudah intervensi.

Hasil. Seratus anak yang tidak menderita anemia diikutsertakan dalam penelitian ini. Rerata z-score berat badan/usia sesudah intervensi pada kelompok sekali seminggu dan setiap hari adalah -1,83 (SD 1,02) dan -1,17 (SD 1,08) (P = 0,002). Peningkatan z-score berat badan/tinggi badan sesudah intervensi pada kedua kelompok adalah -0,83 (SD 1,08) (P = 0,0001) menjadi -0,30 (SD 1,08) dan -0,40 (SD 1,26) menjadi -0,09 (SD 1,25) (P = 0,0001).

Kesimpulan. Suplementasi besi sekali seminggu dan setiap hari sama-sama dapat meningkatkan berat badan dan perubahan status nutrisi. Suplementasi besi sekali seminggu untuk meningkatkan berat badan dan status gizi perlu dipertimbangkan.


(13)

ABSTRACT

Background. The effects of iron to gain body weight and height in children have been investigated can improve growth and prevent iron deficiency anemia (IDA). There are some controversions of giving iron supplementation, weekly or daily.

Objective. To compare the effects of once weekly and once daily iron supplementation on nutritional status in non anemia children.

Methods. A single blind randomized controlled trial study was conducted at North Aek Nabara, Bilah Hulu district, North Sumatera Province on November 2006 until April 2007. Nonanemic children were diagnosed if Hb > 12 g/dl. Elementary school children were randomly assigned to a once weekly supplementation group with 40-60 mg Fe/week and once daily supplementation group with 20-30 mg Fe/day for 16 weeks. The nutritional status was evaluated with antropometric assessment before and after intervention.

Results. There were 100 nonanemic children recruited in this study. Mean of weight-for-age z score after intervention of once weekly group and daily group were -1,83 (SD 1,02) and -1,17 (SD 1,08) (P = 0,002). Increase of weight-for-height z-score after supplementation in both groups were -0,83 (SD 1,08) (P = 0,0001) to -0,30 (SD 1,08) and -0,40 (SD 1,26) to -0,09(SD 1,25) (P = 0,0001).

Conclusion. Weekly and daily iron supplementation will increase weight and changes nutritional status equally. Considering of giving weekly iron supplementation to gain weight and nutritional status needed.


(14)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang

Besi merupakan mineral yang penting bagi tubuh manusia. Walau hanya diperlukan dalam jumlah sedikit oleh tubuh, namun peran besi untuk pertumbuhan sangat penting. Defisiensi besi merupakan defisiensi mikronutrien terbanyak di dunia, yang ditemukan pada kurang lebih 4 sampai 5 milyar manusia di seluruh dunia dan 90% terjadi di negara sedang berkembang.1 Anemia Defisiensi Besi (Adebe) adalah masalah

utama di negara sedang berkembang. Hal ini terjadi oleh karena masukan zat besi melalui makanan sehari-hari tidak mencukupi kebutuhan fisiologis atau menderita infeksi kronis yang menyebabkan pertumbuhan otak tidak optimal, pertumbuhan fisik yang lemah, daya tahan terhadap infeksi menurun dan penurunan kemampuan kognitif.2 Prevalensi Adebe di

Amerika Serikat tahun 1999-2000 pada anak kelompok usia 1 sampai 2 tahun 7%, 3 sampai 5 tahun 5% dan 6 sampai 11 tahun 4%.3 Studi yang

dilakukan di Indonesia pada tahun 1997 menunjukkan prevalensi Adebe pada masyarakat status ekonomi rendah di Indonesia pada kelompok usia bayi usia 6 bulan sampai anak usia 5 tahun adalah 24% sampai 85% dan kelompok anak usia 5 sampai 14 tahun adalah 20% sampai 67%.4


(15)

anemia pada bayi dan anak yang dikaji oleh Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 pada kelompok umur < 6 bulan 61,3%, bayi 6 sampai 11 bulan 64,8%, anak usia 12 sampai 23 bulan 58%, anak usia 0 sampai 4 tahun 48,1% dan anak usia 5 sampai 14 tahun berkisar 48% sampai 57%.5

Pemberian suplemen besi adalah usaha yang paling sering digunakan untuk mencegah Adebe terutama pada bayi dan anak. Hal ini penting diketahui bahwa banyak penelitian yang relevan dilakukan untuk melihat efek yang potensial dalam mengobati dan mencegah Adebe pada balita, anak maupun orang dewasa.6 Beberapa penelitian memperlihatkan

hasil bahwa pemberian suplemen besi selama 12 bulan pada bayi memberikan efek pertumbuhan dan perkembangan psikomotor. Penelitian di Jawa Tengah mendapatkan hasil bahwa efek pemberian suplemen besi dan zinkum selama 6 bulan membantu pertumbuhan dan perkembangan psikomotor pada bayi.7 Penelitian lain melaporkan efek

pemberian suplemen besi digabung dengan kombinasi mineral lainnya dapat mencegah gagal tumbuh, anemia dan defisiensi mikronutrien pada bayi di Vietnam, Peru, Indonesia, Jerman dan Amerika.8 Penelitian di

Semarang melaporkan adanya perbaikan yang signifikan terhadap status hematologi, kecepatan tumbuh dan morbiditas pada 119 anak usia 8 sampai 13 tahun yang diberikan suplemen besi tunggal selama 12 minggu.9


(16)

Cara pemberian suplemen besi harian banyak didiskusikan di negara sedang berkembang. Beberapa penelitian didapati adanya kontroversi tentang pemberian suplemen besi yang lebih baik, apakah harian atau mingguan serta berapa lama dikonsumsi agar didapati absorbsi besi dalam tubuh yang potensial, mengurangi efek samping dan efisien dalam hal biaya tetapi memberikan hasil yang baik.6 Penelitian di Thailand

mendapatkan hasil bahwa pemberian suplemen besi sekali seminggu selama 16 minggu memberikan efek penambahan tinggi badan pada anak prasekolah yang menderita anemia dibandingkan dengan pemberian suplemen besi harian.10 Penelitian di Vietnam melaporkan

pemberian suplemen besi harian dan mingguan selama 12 minggu sama-sama berpengaruh terhadap peningkatan kadar hemoglobin dan pertumbuhan pada anak gizi kurang yang menderita anemia ringan dan yang tidak menderita anemia pada usia 6 bulan sampai 2 tahun.11

Penelitian di Kenya melaporkan bahwa pemberian suplemen besi harian lebih efektif dibandingkan mingguan selama 12 minggu khususnya status hematologi pada anak prasekolah yang menderita anemia ringan dan yang tidak menderita anemia.12

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui apakah ada perbedaan status gizi pada anak


(17)

sekolah dasar yang mendapat suplemen besi sekali sehari dan sekali seminggu?

1.3. Hipotesis

Pemberian suplemen besi sekali seminggu dan sekali sehari memberikan pengaruh yang sama terhadap peningkatan status gizi pada anak sekolah dasar.

1.4.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan status gizi setelah pemberian suplemen besi sekali seminggu dengan sekali sehari pada anak sekolah dasar.

1.5.Manfaat penelitian

Untuk mengetahui perbedaan status gizi setelah pemberian suplemen besi sekali seminggu dan sekali sehari pada anak yang tidak menderita anemia. Mendapatkan gambaran status gizi anak SD dan faktor yang berhubungan dengan status gizi sehingga berguna dalam upaya pencegahan serta penanggulangan gangguan gizi yang terjadi. Dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk menunjang program pemerintah dalam mengentaskan masalah gizi.


(18)

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metabolisme Zat Besi

Besi adalah elemen yang sangat penting , merupakan komponen Hb yang berguna untuk transportasi oksigen ke jaringan. Besi bersama dengan protein (globin) dan protoporfirin berperan dalam pembentukan Hb.13

Besi merupakan nutrisi mikro yang paling penting bagi tubuh. Total kadar besi tubuh dewasa 55 mg/kgBB atau sekitar 4 gram, kira-kira 67% sebagai pembawa oksigen (hemoglobin), 3% terdapat pada mioglobin, 30% pada ferritin dan hemosiderin, 0,07% sebagai besi transferin dan 0,2% sebagai hem enzim. Bayi baru lahir mengandung besi 0,5 gram.14

Absorbsi besi memegang peranan penting pada regulasi homeotasis besi. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah besi yang diabsorbsi dari makanan, yaitu jumlah total besi dari makanan, bioavaibilitas besi dan kontrol absorbsi besi pada sel mukosa usus. Besi kemudian didistribusikan ke seluruh organ tubuh.15

2.1.1. Jumlah Total Besi dalam Makanan

Jumlah total besi menentukan jumlah besi yang diabsorbsi di usus. Semakin banyak jumlah zat besi dalam suatu makanan, maka zat besi yang diabsorbsi akan bertambah banyak. Pada Adebe jumlah besi yang 5


(19)

diabsorbsi dapat meningkat maksimal sampai 3,5 mg/hari.15 Kadar besi

pada setiap jenis makanan berbeda-beda seperti tertera pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Kadar besi pada jenis makanan15

Jenis makanan Jumlah besi/100 g Persentase absorbsi (%)

Tepung beras 0,9 1

Roti 2,0 5

Tepung gandum 2,3 5

Minyak ikan 0,9 10

Ikan makarel 1,0 10

Ikan sarden 1,5 10

Kerang 7,1 10

Daging sapi 2,4 >10

Daging ayam 3,0 >10

Daging babi 3,0 >10

Daging sapi (ginjal) 6,5 >10

Daging sapi (hati) 12,1 >10

2.1.2. Bioavaibilitas Besi

Ada 2 bentuk besi dalam usus, yaitu dalam bentuk non hem (sekitar 90% dari makanan). Besi non hem dalam bentuk garam ferri yang tidak terlarut. Agar dapat diabsorbsi, bentuk garam ferri ini diubah menjadi bentuk ferro sehingga dapat berikatan dengan protein transpor dalam usus halus yaitu apotransferin, kemudian membentuk transferin serum. Bentuk yang kedua yaitu bentuk hem (sekitar 10% dari makanan). Besi hem dapat langsung diabsorbsi oleh reseptor khusus pada membran mukosa usus halus tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung ataupun zat makanan yang dikonsumsi.2,13


(20)

Bioavaibilitas besi dipengaruhi oleh komposisi zat gizi dalam makanan. Beberapa jenis makanan terdapat kandungan yang dapat meningkatkan absorbsi besi dan menghambat absorbsi besi seperti yang tertera pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Faktor yang mempengaruhi absorbsi besi di saluran pencernaan15-17

Meningkatkan absorbsi Menghambat absorbsi

Vitamin C (buah dan sayur) Asam hidroklorida

Gula

Asam amino (daging, hati, ikan) Bahan yang difermentasi (kedelai)

Antasida

Sekresi pankreas Hipoklorhidria Fitat (sereal) Fosfat (sayuran) Tanin (teh dan kopi)

Polyphenol (coklat, teh, kopi) Kalsium(susu dan produk susu)

2.1.3. Mukosa Usus

Mukosa usus memegang kontrol utama pada proses absorbsi besi. Besi hem di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh asam lambung dan enzim proteosa. Kemudian besi hem mengalami oksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke dalam sel mukosa apikal dari enterosit dan memasuki sel dengan utuh. Besi hem diangkut oleh alat transpor heme carrier protein 1 (HCP1). HCP1 adalah membran protein dalam usus bagian proximal, tempat terbesar di mana besi diabsorbsi. Adanya HCP1 pada sel mengaktifkan pengambilan hem dalam bentuk besi protoporfirin dan zink protoporfirin. Kemudian besi hem akan dipecah oleh enzim


(21)

duodenum. Ion feri bebas ini akan bergabung dalam jalur intraselular sebagai besi inorganik yang kemudian diangkut ke peredaran darah oleh ferroportin.13,18 Sementara besi non hem di lumen usus akan berikatan

dengan apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh alat transpor divalent metal transporter 1 (DMT1). DMT1 adalah membran protein yang terdapat pada bagian apikal dan basolateral membran enterosit. Besi non hem akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus. Selanjutnya sebagian besi bergabung dengan apoferitin membentuk feritin, sedangkan besi yang tidak diikat oleh apoferitin akan masuk ke peredaran darah dan berikatan dengan apotransferin membentuk transferin serum (Gambar 2.1).14,18


(22)

2.1.4. Distribusi Besi

Distribusi besi ke seluruh jaringan tubuh dijelaskan pada Gambar 2.2. Saat tubuh dalam keadaan seimbang, 1 sampai 2 mg besi memasuki dan meninggalkan tubuh setiap harinya. Setelah diabsorbsi dalam enterosit duodenum, besi bersirkulasi dalam plasma untuk berikatan dengan transferrin. Besi dalam tubuh terbanyak dalam bentuk hemoglobin yang merupakan prekursor eritroid dan sel darah merah yang matang. Diperkirakan 10% sampai 15% berada dalam otot (bentuk mioglobin) dan beberapa jaringan (dalam bentuk enzim dan sitokrom). Di dalam sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit (retikulosit) yang selanjutnya bersenyawa dengan porfirin membentuk hem dan persenyawaan globulin dengan hem membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit berumur + 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya dihancurkan di dalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus kembali seperti yang disebutkan di atas atau akan tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoesis.19


(23)

Gambar 2.2. Distribusi besi dalam tubuh19

Cadangan besi terdiri dari 2 bentuk, yang pertama ferritin yang bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut yang ditemukan terutama dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh, apabila pemasukan besi dari makanan tidak mencukupi maka terjadi mobilisasi besi dan cadangan besi untuk mempertahankan kadar Hb.14

2.2. Peranan Zat Besi

Selain dibutuhkan untuk pembentukan Hb, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim, seperti peroksidase, ribonukleotida reduktase dan


(24)

katalase,komponen sitokrom yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmiter dan proses katabolisme yang kerjanya membutuhkan ion besi.1,14,19

Dalam sistem imunologi, besi berperan melawan infeksi dengan cara meregulasi produksi interleukin 1 (IL-1) atau dengan menghambat induksi nitrik oksidasintetase.20

Besi juga berpengaruh terhadap perkembangan otak yang prosesnya berjalan sejak trimester 2, sebagian besar selesai pada usia 3 tahun dan sebagian kecil berlanjut sampai masa remaja. Otak menyerap zat besi dari plasma melalui reseptor transferin yang terdapat di sel endotel pembuluh darah otak dan mekanisme mobilisasi besi.21 Apabila

terjadi defisiensi besi maka akan terjadi gangguan pembentukan myelin, gangguan metabolisme neurotransmiter dan gangguan metabolisme energi protein yang akan mengakibatkan gangguan kognitif pada masa bayi dan anak.22

Besi berperan dalam masa tumbuh kembang bayi dan anak. Mekanisme peranan besi dalam pertumbuhan belum jelas. Ada beberapa pendapat ahli tentang peran besi sebagai komponen enzim dan komponen sitokrom yang berpengaruh terhadap pertumbuhan. Antara lain yaitu sebagai komponen enzim ribonukleotida reduktase yang berperan dalam sintesis DNA yang bekerja secara tidak langsung terhadap pertumbuhan jaringan yang kemudian dapat berpengaruh pada


(25)

pertumbuhan.1 Selain itu besi sebagai komponen sitokrom berperan

dalam produksi Adenosine Triphosphate (ATP) dan sintesis protein yang juga berpengaruh pada pertumbuhan jaringan.19 Beberapa teori

berkembang melalui penelitian yang ada. Suatu penelitian mengemukakan teori pada pertumbuhan fetus, bahwa peranan besi dapat merangsang ekspansi volume plasma sebagai adaptasi maternal terbesar sehingga perfusi uteroplasenta meningkat. Sehingga selain terjadi peningkatan Hb, berat badan dan tinggi badan lahir bertambah selama dalam kandungan.23 Penelitian di Kenya melaporkan tentang peranan besi

pada anak sekolah dasar, ternyata dapat meningkatkan nafsu makan sehingga terjadi peningkatan status gizi.24 Penelitian lain mengemukakan

teori peranan besi sebagai prooksidan yang dapat merusak radikal bebas melalui reaksi oksidasi DNA dan aktivasi enzim lipid peroksidase. Reaksi ini merangsang respon sitokin selular yang kemudian meregulasi faktor pertumbuhan.25

2.3. Kebutuhan Zat Besi

Kebutuhan besi perhari berbeda tergantung usia. Menurut Recommended Daily Allowance (RDA) kebutuhan besi perhari: pada bayi usia 0-5 bulan 6 mg, bayi usia 5 bulan-1 tahun 10 mg, anak usia 1-10 tahun 10 mg, laki-laki usia 11-18 tahun 12 mg, laki-laki usia diatas 19 tahun 10 mg, perempuan usia 11-50 tahun 15 mg, perempuan usia diatas 51 tahun 10 mg, wanita


(26)

hamil dan menyusui 15-30 mg/hari.26 Rekomendasi AAP bahwa

kebutuhan besi perhari: pada anak usia 4-9 tahun 10 mg ditambah RDA, sedangkan untuk usia 10-12 tahun adalah 18 mg ditambah RDA.2

2.4. Pencegahan Defisiensi Besi

Di bawah ini adalah langkah utama untuk mencegah terjadinya defisiensi besi pada bayi dan anak :

1. Pendidikan gizi pada keluarga dan masyarakat yaitu

mempertahankan pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dan penjelasan tentang jenis makanan yang mengandung zat besi serta faktor yang menghambat dan meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh.27

2. Pemberian fortifikasi besi 6-12 mg/L pada susu formula sampai usia 1 tahun dan fortifikasi pada sereal dari usia 6 bulan sampai 1 tahun.28 Fortifikasi tidak harus diberikan dalam bentuk susu dan

sereal. Penelitian di Jakarta mencoba pemberian fortifikasi besi pada permen untuk anak usia 4 sampai 6 tahun dengan hasil adanya peningkatan status besi dalam darah selama 12 minggu.29

Peneltian lain di Afrika mencoba pemberian fortifikasi besi pada biskuit untuk anak prasekolah dengan hasil adanya perbaikan pertumbuhan dan peningkatan kemampuan kognitif.30


(27)

3. Makanan padat pertama yang kaya besi diberi pada usia 6 bulan dan memberikan makanan yang mengandung zat gizi yang dapat meningkatkan absorbsi besi, makanan yang mengandung besi hem dan mengurangi makanan yang dapat menghambat absorbsi besi.27

4. Menghindari susu sapi sampai usia 1 tahun.28

5. Skrining Adebe yang dimulai usia 9-12 bulan, kemudian pada usia 1 sampai 5 tahun pada komunitas dengan prevalensi Adebe tinggi.31

6. Bila skrining menunjukkan hasil positif, diberikan besi sebagai terapi percobaan selama 1 bulan dengan dosis 3 mg/kgBB/hari.27

7. Kontrol infeksi virus, bakteri dan parasit.28

8. Suplementasi besi dapat dimulai pada usia 6 bulan pada bayi cukup bulan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari dan dimulai pada usia 2 bulan pada bayi kurang bulan dengan dosis 2 mg/kgBB/hari.17

2.6. Penilaian Status Gizi

Pertumbuhan merupakan indikator kesehatan dan status gizi anak yang penting. Penilaian pertumbuhan merupakan komponen surveilans kesehatan anak yang penting karena hampir semua masalah dalam hal fisiologis, interpersonal dan sosial dapat mempengaruhi pertumbuhan.32


(28)

Penilaian status gizi anak merupakan bagian yang integral dalam penatalaksanaan pasien karena status gizi akan mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit. Status gizi juga sangat penting karena anak sedang mengalami proses yang kompleks dalam pertumbuhan dan perkembangan, yang dipengaruhi oleh faktor genetik anak dan penyakit yang diderita. Oleh sebab itu, penilaian status gizi dan status pertumbuhan anak adalah bagian yang penting dari evaluasi klinis dan penatalaksanaan.32,33

Grafik pertumbuhan digunakan secara luas untuk memonitor pertumbuhan anak. Tinggi dan berat badan merupakan pengukuran antropometri yang banyak digunakan. Indeks berat badan/umur (BB/U) digunakan untuk melakukan monitoring pertumbuhan. Pengukuran antropometri telah lama dikenal sebagai indikator sederhana untuk penilaian status gizi di Indonesia. Informasi yang dihasilkan dari pengukuran antropometri telah banyak dimanfaatkan dalam memantau pertumbuhan anak. Status gizi dihitung berdasarkan baku rujukan antropometri menurut NCHS-WHO, dengan menggunakan z–score atau SD-score (standar deviasi) sebagai batas ambang yang dihitung berdasarkan rumus:34

Z-score atau SD-score = ( observed value) – ( median reference value )


(29)

Berdasarkan baku rujukan antropometri menurut Centers for Disease Control (CDC) tahun 2000 untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan z-score sebagai batas ambang.35

2.6. Kerangka Konseptual

BESI Proses enzimatik Metabolisme oksidatif Kognitif

Neurotransmiter Proses

imunologi Proses

katabolisme Sintesis

DNA

Gambar 2.3. Kerangka konseptual

Fetus

- Ekpansi volume plasma ↑ - Perfusi uteroplsenta ↑

- Hb ↑ - BB ↑ - TB ↑

Nafsu makan↑

STATUS GIZI :

Perusak radikal bebas - Reaksi

oksidatif DNA - Aktivasi lipid

peroksidase

Respon sitokin seluler

Regulasi faktor pertumbuhan Komponen enzim Ribonukleotida reduktase sintesis DNA Komponen Sitokrom Pertumbuhan jaringan produksi ATP & sintesis protein

- BB ↑

- TB ↑

ANAK

Melawan infeksi


(30)

BAB 3.

METODOLOGI

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal untuk mengetahui respons pemberian suplemen besi sekali seminggu dibandingkan dengan sekali sehari terhadap peningkatan status gizi pada anak sekolah dasar yang tidak menderita anemia.

3.2. Tempat dan Waktu

Tempat penelitian adalah di lokasi PT Perkebunan III Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu 5 bulan yaitu November 2006 sampai April 2007.

3.3. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah anak SD yang berusia 6 sampai 13 tahun yang tidak menderita anemia. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan cara randomisasi sederhana dan kemudian dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan, yaitu kelompok 1 yang mendapat suplementasi besi sekali seminggu dan kelompok 2 yang mendapat suplementasi besi sekali sehari.


(31)

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus uji hipotesis terhadap rerata 2 populasi berpasangan.36

n 1= n 2 = 2 (Zα + Zβ) Sd d

2

n = jumlah sampel

Bila ditetapkan α = 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%, maka: Zα = deviat baku normal untuk α = 1,96

Bila β = 0,20 dan power = 0,80 maka:

Zβ = deviat baku normal untuk β = 0,842 Sd = Simpang baku dari rerata selisih = 1,010

d = Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna (clinical judgement) = 0,4

Dengan menggunakan rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel masing-masing kelompok= 48

3.5. Kriteria Penelitian

3.5.1. Kriteria inklusi

1. Anak usia 6 sampai 13 tahun yang tidak menderita anemia 2. Mendapat persetujuan tertulis dari orangtua


(32)

3.5.2. Kriteria eksklusi

1. Anak menderita infeksi berat, gangguan neurologis yang nyata dan gizi buruk.

2. Tidak mengikuti penelitian sampai akhir

2.6. Persetujuan/Informed Consent

Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai pencegahan anemia defiesiensi besi, suplementasi besi yang diberikan, dan efek samping besi. Formulir persetujuan setelah penjelasan dan lembar penjelasan sebagaimana terlampir dalam tesis ini.

2.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(33)

2.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian

Ruang lingkup penelitian

STATUS GIZI

- BB

- TB

Fe 1x sehari

Fe 1x seminggu Anak tidak-anemia

- BB

- TB

Anak tidak-anemia

- BB

- TB

Gambar 3.1. Alur penelitian

Sebelum dilakukan pengumpulan data, kami melakukan penyuluhan sekaligus menyebarkan formulir informed consent kepada orang tua murid. Setelah mendapat persetujuan orang tua, seluruh anak diberikan Albendazole 400 mg untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi cacing. Setelah 4 minggu dilakukan pengambilan darah kapiler dari ujung jari pada semua anak SD yang berumur 6 sampai 13 tahun untuk memisahkan anak yang anemia dan tidak anemia. Penentuan anemia menurut kriteria WHO untuk anak 6 sampai 14 tahun, bila Hb < 12 g/dl.37

Pada anak dengan Hb > 12 g/dl dimasukkan dalam penelitian. Kami juga mengumpulkan data-data asal sekolah, kelas, jenis kelamin, usia dan status sosioekonomi orang tua sebelum intervensi.


(34)

Anak yang dimasukkan dalam penelitian kemudian dilakukan pengukuran antropometri : berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang dilakukan sebelum dan setelah 16 minggu pemberian besi. Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan merek Camry (sensitivitas 0,5 kg), anak hanya memakai pakaian minimal dan tinggi badan diukur dengan pengukur tinggi (microtoise ) merek MIC (sensitivitas 0,5 cm), tanpa alas kaki. Kemudian dilakukan randomisasi dengan cabut nomor sehingga didapat 2 kelompok perlakuan yaitu kelompok 1 dengan pemberian besi sekali seminggu dan kelompok 2 dengan pemberian besi sekali sehari (Gambar 3.1). Besi diberikan dalam bentuk kapsul yang berisi sulfas ferosus. Dosis Fe yang digunakan berdasarkan AAP yaitu kebutuhan besi perhari pada anak usia 6 sampai 9 tahun adalah sesuai dengan RDA ditambah 10 mg/hari sehingga didapat 20 mg elemental besi/hari dan untuk usia di atas 10 tahun adalah RDA ditambah 18 mg/hari sehingga didapat kebutuhannya 30 mg elemental besi/hari.2,26 Kelompok 1

diberikan 2 botol kapsul, dimana botol pertama berisi preparat Fe dengan dosis 40 mg elemental besi/minggu elemental besi untuk usia 6 sampai 9 tahun dan 60 mg elemental besi/minggu untuk usia diatas 10 tahun yang dikonsumsi setiap hari Senin, sementara botol kedua diberikan kapsul yang berisi sakarin laktis sebagai plasebo yang dikonsumsi setiap hari Selasa sampai Minggu. Pada kelompok 2 juga diberikan 2 botol kapsul, dimana botol pertama berisi preparat Fe yang dikonsumsi setiap hari


(35)

Senin dan botol kedua berisi preparat Fe yang dikonsumsi setiap hari Selasa sampai Minggu. Dosis Fe yang diberikan untuk usia 6 sampai 9 tahun adalah 20 mg elemental besi/hari dan usia di atas 10 tahun adalah 30 mg elemental besi/hari yang dikonsumsi setiap hari. Kapsul yang mengandung besi dan plasebo mempunyai ukuran dan warna yang sama yang diminum setiap hari di hadapan guru dan orang tua selama 16 minggu. Sebelum dilakukan intervensi, kami memberikan lembar daftar makanan untuk diserahkan kepada orang tua tentang bahan makanan yang dapat menghambat penyerapan zat besi seperti kulit padi (fitat), tanin (terdapat dalam teh, kopi) dan kuning telur, juga bahan makanan yang dapat menambah penyerapan zat besi seperti makanan yang mengandung asam askorbat, asam sitrat dan asam amino (daging, ikan).15-17 Hal ini dilakukan untuk edukasi bagi para orangtua. Pemantauan

efek samping dan pemberian obat selama 16 minggu dilakukan setiap 1 bulan sekali.

Status gizi dihitung berdasarkan baku rujukan antropometri CDC tahun 2000 yang direkomendasikan oleh WHO ( NCHS – WHO ) dengan menggunakan z–score sebagai batas ambang.35

Klasifikasi status gizi berdasarkan z-score yang dibagi menjadi 5 dengan batas ambang sebagai berikut :35


(36)

2. Status Gizi Kurang dengan “batas bawah” > -3 SD dan “batas

atas” < -2 SD

3. Status Gizi Sedang dengan “batas bawah” > -2 SD dan “batas

atas” < -1 SD

4. Status Gizi Baik dengan “batas bawah” > -1 SD

5. Status Gizi Lebih dengan “batas bawah” > +1 SD dan “batas

atas” < +2 SD

6. Kegemukan dengan “batas bawah” > +2 SD

3.9. Identifikasi Variabel

Variabel Bebas Skala

Jenis obat Nominal

Variabel Tergantung Skala

- Berat Badan Numerik

- Tinggi Badan Numerik

3.10 Definisi Operasional

- Usia anak: usia anak dari tanggal lahir sampai ulang tahun berikutnya dihitung dalam tahun.

- Tidak menderita anemia : kadar Hb > 12 g/dl

- Status gizi dihitung berdasarkan baku rujukan antropometri menurut CDC 2000 dengan menggunakan z–score sebagai batas ambang.


(37)

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

Data diolah dengan SPSS for WINDOWS 13.0 (SPSS Inc, Chicago) z-score dihitung menggunakan software Epi Info 3.3.2 version. Analisis data untuk mengetahui perubahan hasil antropometri pada kedua kelompok sebelum dan sesudah intervensi dengan uji t-independent dan uji t-paired. Hasil dinyatakan bermakna bila P<0,05 dan Interval Kepercayaan (IK) 95%.


(38)

BAB 4. HASIL

Selama periode penelitian, 339 murid SD yang bersedia mengikuti penelitian diperiksa dan didapati 100 anak yang tidak menderita anemia (29,5%). Dari 100 anak ini kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu 50 anak untuk kelompok yang mendapat suplementasi besi sekali seminggu (kelompok 1) dan 50 anak untuk kelompok yang mendapat suplementasi besi sekali sehari (kelompok 2). (Gambar 4.1.)

Gambar 4.1. Profil penelitian

Sampel mengikuti penelitian (n = 339)

Anak tidak menderita anemia (n = 100)

Suplementasi besi sekali seminggu (kelompok 1)

6-9 tahun : 40 mg Fe/minggu >10 tahun : 60 mg Fe/minggu

Pengukuran BB,TB Dievaluasi sesudah 16

minggu

6-9 tahun : 20 mg Fe/hari >10 tahun : 40 mg Fe/hari Suplementasi besi sekali sehari

(kelompok 2)

Dianalisis lengkap (n = 50) Pemberian Albendazole

Dievaluasi selama1 bulan

Dianalisis lengkap (n = 50)


(39)

Dari pemeriksaan darah dan pengukuran antropometri sebelum intervensi didapatkan data awal yang tertera pada Tabel 1. Rata-rata penghasilan orang tua kurang dari Rp.500.000,- sebanyak 42,1% dan diatas Rp.500.000,- sebanyak 57,9% pada kedua kelompok. Tingkat pendidikan ibu terbanyak pada kedua kelompok adalah tamat SD (55,8% dan 44,2%). Status gizi pada kelompok rata-rata baik, masing-masing 52,6% dan 47,4%.

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian

Intervensi Variabel

Sekali seminggu Sekali sehari

N 50 50

Umur (thn);Rerata (SD) 10,42 (1,40) 9,68 (1,61) Jenis kelamin (n;%)

- Laki-laki - Perempuan 26 (51) 24 (49) 25 (49) 25 (51) Pendidikan Ibu (n;%)

- Tidak sekolah - Tidak tamat SD - Tamat SD - SLTP - SLTA

- Perguruan Tinggi Penghasilan orang tua (n;%)

- < Rp.300.000,-

- Rp.300.000,- -- Rp.400.000,- - Rp.401.000,- -- Rp.500.000,- - Rp.501.000,- -- Rp.600.000,- - Rp.601.000,- -- Rp.700.000,- - Rp.701.000,- -- Rp.800.000,- - > Rp.801.000,-

1 (100) 8 (40) 29 (55,8) 5 (41,9) 7 (53,8) 0 4 (57,1) 10 (62,5) 9 (47,4) 8 (42,1) 6 (50) 7 (58,3) 6 (40) 0 12 (60) 23 (44,2) 7 (58,3) 6 (46,2) 2 (100) 3 (42,9) 6 (37,5) 10 (52,6) 11 (57,9) 6 (50) 5 (41,7) 9 (60) Status Gizi (n;%)

- Baik - Sedang - Kurang - Lebih - Kegemukan - Buruk 30 (52,6) 5 (62,5) 11 (54,9) 3 (37,5) 1 (14,3) 0 27 (47,4) 3 (37,5) 9 (45,1) 5 (62,5) 6 (85,7) 0


(40)

Perbedaan data antropometri dan Hb pada kedua kelompok sebelum pemberian suplemen besi dapat dilihat pada Table 4.2. Dari hasil uji statistik didapati tidak adanya perbedaan data antropometri baik pada kelompok sekali seminggu dan sekali sehari.

Tabel 4.2. Status gizi dan kadar Hb sebelum suplementasi besi

Suplementasi besi IK 95%

Variabel Sekali seminggu (n=50)

Sekali sehari (n=50)

P

Berat badan (kg) 26,48 (5,80) 27,67 (7,72) 0,388 (-3,90)-(1,53) Tinggi badan (cm) 130,74 (8,45) 129,13 (10,70) 0,406 (-2,20)-(5,43) Z-score BB/usia -1,97 (1,08) -1,31 (1,11) 0,083 (-1,11)-(3,25) Z-score TB/usia -1,81 (0,89) -0,40 (1,26) 0,183 (-0,66)-(0.13) Z-score BB/TB -0,83 (1,08) -0,40 (1,26) 0,069 (-0,90)-(0,03) Hb (g/dl) 12,90 (0,92) 12,80 (0,85) 0,591 (-0,26)-(0,45)

Nilai dalam rerata (SD)

Tabel 4.3 menunjukkan gambaran kadar Hb pada kedua kelompok berdasarkan jenis kelamin. Pada kelompok suplementasi besi sekali seminggu, rerata kadar Hb anak perempuan lebih tinggi dibandingkan kadar Hb anak laki-laki. Sementara pada kelompok suplementasi besi sekali sehari, rerata kadar Hb anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan kadar Hb anak perempuan.


(41)

Tabel 4.3. Gambaran rerata kadar Hb pada kedua kelompok berdasarkan jenis kelamin

Suplementasi besi sekali seminggu (n=50)

Suplementasi besi sekali sehari (n=50) Jenis

kelamin

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

Laki-laki 12,77 (0,46) 12,90 (0,45) 12,84 (0,92) 12,95 (0,87)

Perempuan 13,05 (1,24) 13,19 (1,19) 12,78 (0,80) 12,90 (0,80)

Nilai dalam rerata (SD)

Tabel 4.4 menunjukkan perbedaan data antropometri dan kadar Hb pada kedua kelompok setelah diberikan suplementasi besi selama 16 minggu. Uji statistik juga menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada kedua kelompok terhadap z-score BB/U, dengan angka rerata z-score pada kelompok suplementasi besi sekali sehari lebih tinggi dibandingkan kelompok suplementasi besi sekali seminggu (P=0,002).

Tabel 4.4. Status gizi dan kadar Hb setelah suplementasi besi

Suplementasi besi IK 95%

Variabel Sekali seminggu (n=50)

Sekali sehari (n=50)

P

Berat badan (kg) 27,07 (5,80) 28,23 (7,72) 0,398 (-3,87)-(1,55) Tinggi badan (cm) 130,82 (8,47) 129,20 (10,69) 0,405 (-2,21)-(5,44) Z-score BB/usia -1,83 (1,02) -1,17 (1,08) 0,002 (-1.08)-0,24) Z-score TB/usia -1,81 (0,89) -0,40 (1,26) 0,182 (-0,66)-(0,13) Z-score BB/TB -0,30 (1,08) 0,09 (1,24) 0,1 (-0,85)-(0,08) Hb (g/dl) 13,04 (0,89) 12,93 (0,83) 0,518 (-0,23)-(0,45)


(42)

Pada penelitian ini kami juga menguji perbedaan data status gizi dan kadar Hb sebelum dan sesudah supplementasi besi antar kedua kelompok. Didapati status gizi dan kadar Hb yang bermakna pada semua komponen antropometri sebelum dan sesudah pemberian suplemen besi selama 16 minggu (P = 0,0001).

Tabel 4.5. Status gizi dan kadar Hb sebelum dan sesudah suplementasi besi

Suplementasi besi

Variabel

Sekali seminggu (n=50)

P IK 95% Sekali sehari (n=50)

P IK 95% Berat badan (kg)

- Sebelum 26,48 (5,80) (-0,64)-(-0,52) 27,07 (7,73) (-0,65)-(-0,47) - Sesudah 27,07 (5,80)

0,0001

28,23 (7,72)

0,0001 Tinggi badan (cm)

- Sebelum 130,74 (8,45) (-0,11)-(-0,05) 129,13 (10,70) (-0,10)-(-0,05) - Sesudah 130,82 (8,47)

0,0001

129,20 (10,69)

0,0001

Z-score BB/usia

- Sebelum -1,99 (1,06) (-0,19)-(-0,14) -1,32 (1,11) (-0,17)-(-0,12) - Sesudah -1,83 (1,02)

0,0001

-1,17 (1,08)

0,0001 Z-score TB/usia

- Sebelum -1,81 (0,89) (-0,02)-(-0,01) -1,54 (1,10) (-0,02)-(-0,01) - Sesudah -1,80 (0,89)

0,0001

-1,53 (1,10)

0,0001

Z-score BB/TB

- Sebelum -0,83 (1,08) (-0,63)-(-0,43) -0,40 (1,26) (-0,56)-(-0,41) - Sesudah -0,30 (1,08)

0,001

-0,09 (1,25)

0,0001 Hb (g/dl) - Sebelum - Sesudah 12,90 (0,92) 13,04 (0,89)

0,0001 (-0,17)-(-0,10) 12,81 (0,86) 12,81 (0,83)

0,0001 (-0,16)-(-0,15)

Nilai dalam rerata (SD)

Selama 16 minggu pemberian suplemen besi, hanya 2 anak yang mengalami konstipasi (0,02%). Tidak didapati keluhan lain ataupun efek samping lainnya selama pemberian suplementasi besi.


(43)

BAB 5. PEMBAHASAN

Anemia defisiensi besi merupakan masalah global. Insidensnya di Indonesia masih cukup tinggi. Data dari WHO menurut survei pada tahun 1998-2000 menunjukkan proporsi prevalensi anemia pada usia pra sekolah di Indonesia mencapai 74,3% (IK 73,4-85,1) dan dikategorikan sebagai masalah berat.37 Dari data penelitian ini kami dapati persentase

anak anemia lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak anemia.

Penelitian ini juga dilakukan sebagai usaha pencegahan serta penanggulangan gangguan gizi, dalam hal ini Adebe dengan pemberian suplemen besi. Penelitian di Boston melaporkan bahwa pemberian suplemen besi setiap hari dengan dosis 2 mg/kgBB/hari dapat mencegah terjadinya kejadian anemia pada bayi.38

Penelitian ini kami lakukan di 5 SD yang terletak di kawasan perkebunan milik PTPN III, Labuhan Batu. Rerata pekerjaan orang tua anak-anak SD ini adalah karyawan dan buruh kebun yang memiliki penghasilan di bawah rerata dan tingkat pendidikan yang rendah. Dengan keadaan seperti ini biasanya dijumpai status gizi anak kurang ataupun buruk. Prevalensi gizi kurang di Indonesia pada anak usia 5 sampai14 tahun dengan tingkat ekonomi rendah adalah 38% sampai 67%.4 Status

gizi yang kurang terjadi akibat asupan energi, protein dan besi yang tidak cukup terpenuhi dan dapat menyebabkan Adebe.39 Pada awal penelitian


(44)

didapati status gizi anak baik dibandingkan gizi kurang, juga didapati status gizi obes pada kedua kelompok. Penelitian di Amerika melaporkan bahwa status gizi obes merupakan risiko tinggi menderita Adebe.40 Hal ini

didukung oleh penelitian di Inggris, bahwa asupan lemak yang berlebihan pada anak gizi lebih dan obes membatasi asupan dan absorbsi mineral (dalam hal ini besi) sehingga mengakibatkan Adebe.41 Status gizi subjek

penelitian pada data awal penelitian kami dijumpai rerata baik. Dari data kami dijumpai status gizi kurang pada 32% anak di kelompok sekali seminggu dan 24% anak di kelompok setiap hari, begitu juga anak dengan gizi lebih yang kami jumpai 6% pada kelompok sekali seminggu dan 10% pada kelompok setiap hari dan status gizi obes pada 2% di kelompok sekali seminggu dan 12% pada kelompok setiap hari. Persentase gizi kurang, sedang, lebih dan obes memang lebih rendah dibandingkan gizi baik, namun pada data kami anak-anak tersebut tidak menderita anemia yang mungkin disebabkan asupan besi perhari dan cadangan besi masih tercukupi.13 Pada penelitian ini kami mendapati hasil

yang berbeda dari penelitian-penelitian yang telah disebut sebelumnya. Data antropometri yang kami kumpulkan pada penelitian ini dengan menggunakan pengukuran BB dan TB. Pengukuran BB dan TB untuk menilai pertumbuhan masih merupakan parameter yang penting dan mudah dilakukan untuk mengetahui status pertumbuhan dan gizi pada anak.42 Kami menggunakan z-score untuk mengetahui status gizi


(45)

anak pada penelitian ini, sesuai baku rujukan antropometri CDC 2000.35

Pada penelitian terdahulu metode z-score paling banyak digunakan sebagai standar pengukuran status nutrisi secara global. Penggunaan z-score adalah dengan cara, yaitu data antropometri yang hendak diukur, misalnya z-score BB/TB, disesuaikan pada -2 sampai +2 standar deviasi pada nilai rerata BB/TB yang mana nilai ini tertera pada tabel yang sudah ditetapkan. Setelah itu didapati nilai z-score yang ada.34,43

Pada penelitian ini, kami memberikan suplemen besi pada anak SD yang tidak menderita anemia selama 4 bulan untuk mencegah Adebe. Dari hasil penelitian ini, didapati adanya peningkatan status gizi yang bermakna serta kadar Hb sesudah diberikan suplementasi besi pada kedua kelompok. Pemberian suplemen besi untuk mencegah dan mengobati Adebe, memperbaiki status gizi dan perbaikan kognitif pada bayi dan anak sudah banyak dilaporkan, namun masih terdapat perbedaan hasil. Suplementasi yang diberikan bisa berbentuk tunggal ataupun kombinasi dengan mineral dan vitamin lainnya. Hasil penelitian kami didukung oleh beberapa penelitian, terutama di negara berkembang dengan prevalensi anemia yang juga tinggi. Penelitian di Colorado melaporkan pemberian makanan yang mengandung besi dan zink pada bayi usia 6 bulan, ternyata memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif.44 Penelitian di Bogor


(46)

pada bayi usia 4 bulan selama 6 bulan ternyata memperbaiki status gizi dan meningkatkan kadar Hb.45 Penelitian di Vietnam tentang pemberian

suplemen mikronutrien yang lebih lengkap pada bayi usia 6 sampai 12 bulan selama 6 bulan melaporkan adanya peningkatan z-score data antropomentri dan peningkatan kadar Hb dan ferritin plasma.46 Penelitian

anak prasekolah yang menderita anemia di Jakarta melaporkan adanya penurunan angka gizi kurang setelah diberikan suplemen besi 30 mg/hari dikombinasi dengan vitamin C 20 mg/hari selama 2 bulan.47 Interaksi besi

dengan zink sudah banyak dianalisis bahwa ternyata zink dan besi mempunyai efek sinergis sehingga membantu absorbsi besi lebih baik.48

Beberapa penelitian melaporkan bahwa suplementasi besi tunggal ataupun kombinasi tidak berpengaruh terhadap tumbuh kembang bayi dan anak dalam meningkatkan kadar Hb. Penelitian di Tanzania melaporkan bahwa suplementasi besi dosis rendah 10 mg/hari dan mebendazole 500 mg setiap 3 bulan selama 12 bulan meningkatkan nafsu makan dan meningkatkan berat badan yang tidak bermakna.49

Suatu penelitian meta-analisis mengatakan bahwa intervensi besi dosis tunggal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan anak.50 Penelitian lain

membahas tentang kerugian pemberian suplemen besi agar menjadi pertimbangan saat diberikan. Risiko suplementasi besi antara lain yaitu terjadinya penumpukan besi pada jaringan yang akan mengakibatkan


(47)

pelepasan radikal hidroksida sehingga terjadi hemokromatosis dan berdampak terhadap kerusakan jaringan.51

Besi merupakan komponen esensial untuk seluruh jaringan tubuh dan dibutuhkan terutama pada awal kehidupan. Suplementasi besi lebih dikonsentrasikan pada anak usia < 5 tahun oleh karena pada usia ini kebutuhan besi meningkat untuk proses tumbuh kembang. Sehingga jika diberikan pada usia ini absorbsi besi lebih baik dan bekerja sinergis terhadap mikronutrien lainnya. Pada usia > 5 tahun suplementasi besi tetap dibutuhkan untuk terus menjaga cadangan besi tidak berkurang sehingga proses tumbuh kembang yang berlangsung tidak terganggu. Sampai saat ini suplementasi tetap menjadi program terbaik sebagai usaha preventif terhadap Adebe.51

Cara pemberian suplemen besi mingguan sudah banyak diteliti pengaruhnya terhadap peningkatan kadar Hb, status besi dalam darah, kognitif dan juga perbaikan status gizi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kepatuhan konsumsi besi harian yang pada saat itu mulai dianggap kurang efektif karena pasien kurang patuh melakukan konsumsi besi setiap hari baik untuk suplementasi ataupun terapi.52 Pada penelitian

ini didapati hasil bahwa rerata BB/U pada kelompok sekali sehari lebih tinggi dibandingkan sekali seminggu, sesudah pemberian suplementasi besi (Tabel 4.4). Hasil penelitian kami ini didukung oleh penelitian yang ada bahwa pengaruh pemberian suplemen besi sekali sehari terhadap


(48)

peningkatan berat badan adalah hasil yang banyak dijumpai. Suatu penelitian di Amerika membandingkan efikasi suplementasi besi sekali sehari dan seminggu sekali, mendapatkan hasil bahwa suplementasi besi setiap hari lebih baik dalam meningkatkan kadar Hb, status besi dalam darah juga berat badan.53 Penelitian di Nepal membandingkan pemberian

gabungan besi dan asam folat yang diberikan sekali sehari dan gabungan besi dan asam folat yang diberikan sekali seminggu pada anak prasekolah selama 12 minggu. Penelitian ini juga memberi hasil bahwa suplementasi besi sekali sehari masih merupakan cara terbaik untuk meningkatkan status gizi dan status besi dalam darah.54

Penelitian kami juga menganalisa kadar Hb sesudah pemberian suplemen besi pada kedua kelompok. Hasil dari analisa ini ternyata terjadi peningkatan kadar Hb pada kedua kelompok yang bermakna (Tabel 4.5). Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang memberi hasil bahwa pemberian suplemen besi sekali seminggu juga merupakan cara alternatif untuk mencegah dan mengobati Adebe namun memberi hasil yang baik. Penelitian di Jakarta melaporkan bahwa suplementasi besi 2 kali seminggu memberi efek peningkatan status besi dalam darah lebih baik dibandingkan suplementasi besi sekali sehari pada anak prasekolah.55

Penelitian di Jawa Barat melaporkan efektivitas suplementasi besi sekali seminggu pada anak prasekolah dengan hasil peningkatan kadar Hb yang lebih baik.56 Penelitian di Peru melaporkan peningkatan kadar


(49)

eritrosit protoporfirin, kadar ferritin serum dan kadar Hb yang lebih baik dengan suplementasi besi sekali seminggu sekali dibandingkan sekali sehari.57 Penelitian di Malaysia melaporkan bahwa pemberian kombinasi

besi dan asam folat sekali seminggu lebih baik meningkatkan kadar Hb dan konsentrasi ferritin.58 Penelitian di Nepal menyimpulkan bahwa

pemberian besi dan asam folat sekali seminggu dapat menjadi terapi alternatif untuk Adebe.59

Selain peningkatan kadar Hb, penelitian kami memberi hasil peningkatan yang bermakna pada seluruh data antropometri sesudah pemberian suplementasi besi pada kedua kelompok (Tabel 4.4). Berbeda dengan hasil sebelumnya bahwa rerata BB/U yang lebih tinggi hanya pada kelompok setiap hari. Peranan suplementasi besi sekali seminggu untuk memperbaiki status gizi juga banyak diteliti dan memberi hasil yang baik. Penelitian di Jakarta melaporkan peningkatan cadangan besi dan status gizi yang lebih baik pada suplementasi besi sekali seminggu dibandingkan dengan suplementasi besi sekali sehari.60 Penelitian di

Cina melaporkan suplementasi besi kombinasi dengan asam folat, vitamin C, vitamin A, vitamin D dan zink sekali seminggu ternyata lebih baik membantu pertumbuhan linear pada anak prasekolah dan meningkatkan kepatuhan dibandingkan dengan suplementasi besi sekali sehari.61


(50)

sekali seminggu dan sekali sehari sama baiknya dalam meningkatkan status gizi, kepatuhan serta kognitif.62,63

Pemberian suplemen besi sekali sekali seminggu sudah dinilai efektif meningkatkan kadar Hb, status besi dalam darah dan status gizi. Sehingga cara ini dijadikan alternatif untuk tatalaksana Adebe dan kasus malnutrisi. Hal ini belum dipahami benar. Walaupun mekanisme hal ini belum jelas, ada beberapa pendapat yang mengemukakan teori tentang hal ini. Pendapat dari beberapa peneliti di California menyatakan hal ini pada hewan percobaan, dengan adanya asupan besi yang cukup besar yaitu 40-60 mg/minggu, akan terjadi retensi besi pada saluran cerna atau yang disebut dengan efek blocking. Keadaan ini menyebabkan asimilasi pada saluran cerna dan absorbsi yang sebenarnya akan terjadi bahkan jauh lebih efektif. Hasil penelitian ini didapati absorbsi yang baik saat besi dikonsumsi setiap 3 hari dibandingkan setiap hari.64 Pendapat lain

mengemukakan teori tentang mucosal block pada usus hewan percobaan dan manusia, saat tubuh mengkonsumsi besi dosis tinggi 20-40 mg/kgBB/minggu. Suplementasi besi sekali sehari tidak akan menyebabkan mucosal block. Saat tubuh mengkonsumsi besi dosis tinggi, akan terjadi kristalisasi ferritin di lapisan duodenum sehingga menginduksi regulasi absorbsi besi pada vili duodenum dan memegang kontrol tunggal pada proses absorbsi menjadi lebih baik.65 Berdasarkan


(51)

suplementasi besi sekali seminggu mengakibatkan penumpukan ferritin pada mukosa usus yang justru mengakibatkan peningkatan absorbsi besi di duodenum, sehingga distribusi ke organ lebih baik dan meningkatkan kadar Hb dan status besi dalam darah. Jika absorbsi lebih baik, maka respon sitokin untuk menghasilkan faktor pertumbuhan lebih baik dan pertumbuhan jaringan lebih baik sehingga membantu pertumbuhan.

Preparat besi yang kami berikan berupa sulfas ferosus yang dimasukkan dalam kapsul, dengan harga yang lebih murah dan mudah diberikan. Dosis yang kami gunakan adalah sesuai rekomendasi AAP dan hanya berupa dosis suplementasi berdasarkan kebutuhan zat besi pada anak.2,26 Penentuan dosis besi untuk suplementasi besi sekali seminggu

sebenarnya tidak ada ketetapan yang pasti. Kami meningkatkan dosis menjadi 2 kali lipat dari dosis harian berdasarkan dari beberapa penelitian yang membandingkan suplementasi besi sekali seminggu dan setiap hari. Penelitian di Nepal melakukan pemberian dosis besi harian 60 mg/hari dan untuk dosis besi mingguan 120 mg/minggu selama 6 bulan.59

Penelitian di Vietnam melakukan pemberian dosis besi harian 8 mg/hari dan dosis besi mingguan 20 mg/minggu selama 3 bulan.11 Efek samping

pemberian besi biasanya berupa konstipasi, sakit perut dan perubahan warna feses.66 Selama 16 minggu pemberian suplemen besi hanya 2

anak yang menderita konstipasi akibat suplementasi besi. Sembilan puluh delapan anak tidak didapati keluhan selama mendapat suplementasi besi.


(52)

Dari beberapa penelitian yang ada, belum ada yang menyebutkan berapa lama sebaiknya pemberian suplemen besi untuk pencegahan Adebe dan pertumbuhan, terutama untuk anak sekolah dasar. Penelitian di Thailand melakukan pemberian suplemen besi selama 4 bulan dengan hasil adanya peningkatan rerata z-score TB/U yang bermakna pada kelompok suplementasi besi sekali seminggu.11 Penelitian di Malaysia

melakukan pemberian suplemen besi selama 22 minggu.58 Pemberian

suplemen besi jangka panjang diteliti di berbagai negara selama 6 bulan dapat mencegah gagal tumbuh dan anemia pada bayi.8 Pada penelitian ini

kami memberikan suplemen besi selama 4 bulan dengan hasil terjadi peningkatan berat badan pada kelompok suplementasi besi setiap hari dan peningkatan status gizi sesudah suplementasi besi pada kelompok sekali seminggu dan sekali sehari.

Kelemahan penelitian ini, kami tidak mengevaluasi pola makan secara terperinci dan lengkap. Edukasi diet yang kami lakukan hanya berupa pemberian lembar daftar makanan sebagai informasi untuk dipelajari orangtua. Pemeriksaan terhadap infestasi parasit tidak dilakukan secara lengkap, namun obat cacing sudah kami berikan untuk menghindari bias. Kami tidak melakukan pemeriksaan serum ferritin, sehingga kami tidak mengetahui status besi dalam darah dan tidak dapat menjelaskan dengan lengkap terjadinya peningkatan kadar Hb secara signifikan pada penelitian ini. Waktu dilakukannya penelitian hanya 4


(53)

bulan disebabkan keterbatasan dana dan waktu penelitian. Kepatuhan minum obat pada sampel penelitan hanya dipercayakan pada guru dan orangtua, tanpa didampingi petugas pemantau minum obat untuk memastikan apakah obat diminum dengan teratur dan mencatat efek samping obat.


(54)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah terdapatnya peningkatan z-score BB/U yang lebih besar pada kelompok suplementasi besi sekali sehari namun tidak terdapat perbedaan status gizi terhadap pemberian suplemen besi baik sekali seminggu ataupun sekali sehari pada anak sekolah dasar.

6.2. Saran

Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan parameter status besi yang lebih baik seperti pemeriksaan feritin serum dan saturasi transferin serum.

Dengan adanya penelitian ini, pemberian suplementasi besi seminggu sekali dapat menjadi pertimbangan dalam upaya pencegahan Adebe dan perbaikan status gizi dengan cara yang lebih efisien serta meningkatkan kepatuhan.


(55)

RINGKASAN

Defisiensi besi merupakan penyebab paling banyak anemia gizi di seluruh dunia, terutama di negara berkembang. Anemia Defisiensi Besi (Adebe) paling sering dijumpai pada bayi, anak dan remaja karena pertumbuhan yang cepat membutuhkan banyak besi dan diet yang rendah mengandung besi. Pengaruh pemberian suplemen besi untuk meningkatkan berat badan dan tinggi badan anak telah banyak diteliti sebelumnya, memberi konstribusi dalam pertumbuhan dan mencegah Adebe. Namun sampai saat ini masih terdapat beberapa kontroversi tentang cara pemberian suplemen besi tersebut, mingguan atau harian.

Pertumbuhan merupakan indikator kesehatan dan status gizi anak yang penting. Penilaian status pertumbuhan dan status gizi merupakan bagian yang esensial dalam evaluasi klinis dan penanganan pasien anak, karena status gizi akan mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit. Beberapa penelitian sebelumnya mengenai pengaruh pemberian suplementasi besi terhadap BB, TB dan status gizi mendapatkan hasil yang tidak sama.

Pada penelitian ini kami ingin membandingkan pengaruh pemberian suplemen besi sekali seminggu dan sekali sehari terhadap status gizi pada anak yang tidak menderita anemia.


(56)

Penelitian ini bersifat uji klinis acak tersamar tunggal pada anak SD usia 6 sampai 14 tahun di kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara pada bulan November 2006 sampai April 2007. Anak yang tidak menderita anemia didiagnosis jika kadar Hb > 12 g/dl. Penyakit infeksi berat, gangguan neurologis dan gizi buruk dieksklusikan.

Anak sekolah dasar (SD) dipilih secara acak dan dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan yaitu kelompok yang mendapat suplementasi besi sekali seminggu dengan dosis Ferrum (Fe) 40-60 mg/minggu atau kelompok yang mendapat suplementasi besi setiap hari dengan dosis Fe 20-30 mg/hari selama 16 minggu. Pengukuran antropometri BB dan TB dilakukan sebelum dan setelah 4 bulan pemberian suplemen besi. Status gizi dihitung berdasarkan baku rujukan antropometri menurut CDC 2000 dengan menggunakan z–score (standar deviasi) sebagai batas ambang. Analisis data dilakukan untuk mengetahui perubahan status gizi dan perubahan kadar Hb antar kedua kelompok sebelum dan sesudah intervensi dengan menggunakan uji t-independent dan uji t-paired. Uji bermakna bila P<0,05 dan Interval Kepercayaan (IK) 95%.

Sebanyak 100 anak dapat menyelesaikan penelitian. Status gizi anak yang diteliti rata-rata baik, yaitu 60% pada kelompok suplementasi besi sekali seminggu dan 54% pada kelompok suplementasi besi setiap hari. Terdapat perbedaan bermakna terhadap rerata BB/U sesudah suplementasi besi antar kedua kelompok, yang mana rerata BB/U pada


(57)

kelompok suplementasi besi sekali sehari lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok suplementasi besi sekali seminggu (P=0,002). Terdapat peningkatan status gizi dan kadar Hb yang bermakna pada kedua kelompok sesudah diberikan suplementasi besi (P=0,0001).

Dapat disimpulkan bahwa pemberian suplemen besi sekali seminggu dan sekali sehari sama-sama meningkatkan berat badan dan perubahan status nutrisi. Pemberian suplemen besi seminggu sekali untuk meningkatkan berat badan dan status gizi yang efisien perlu dipertimbangkan untuk alasan kepatuhan.


(58)

SUMMARY

Iron deficiency continues to be the most common nutritional cause of anemia worldwide, especially in many developing countries. The iron deficiency anemia (IDA) was most frequently found in infants, children and adolescents, because of high requirements due to growth spurt and dietary deficiencies. The effects of iron to increase body weight and height in children have been investigated can improve growth and prevent IDA. There are some controversions of giving iron supplementation, weekly or daily.

Growth is an essential indicator of health and nutritional status. The assessment of nutritional and growth status is an essential part of clinical evaluation and care in the pediatiric setting, because nutritional status affects a patient’s response to illness. In many study, effect of iron supplementation to body weight and body height of children or nutritional status found different results.

In this study we want to compared the effects of once weekly and once daily iron supplementation on nutritional status in nonanemic children.

A single blind randomized controlled trial study was conducted at North Aek Nabara, Bilah Hulu District, North Sumatera Province on


(59)

November 2006 until April 2007. Nonanemic children were diagnosed if Hb > 12 g/dl. The exclusion criteria includes severe infection, neurologic deficit and severe malnutrition.

Elementary school children were randomly assigned to a once weekly supplementation group with 40-60 mg Fe/week or once daily supplementation group with 20-30 mg Fe/day for 16 weeks. The nutritional status were calculated on the base of anthropometric reference according to CDC 2000 using z-score (standard deviation) as a threshold. The analysis data was done to know the changes in laboratory and anthropometric findings of both groups post intervention with independent t-test and paired t-test. The test was significant when P< 0,05 and 95% Confidence Interval (CI).

There were 100 children recruited in this study. Nutritional status of subject were commonly good, which is 60% in once weekly iron supplementation group and 54% in once daily iron supplementation group. There was a significant difference on mean of weight-for-age z score after iron supplementation in both groups, which is mean of weight-for-age z score was higher in once daily iron supplementation group than once weekly iron supplementation group (P=0,002). There was a significant increase of nutritional status and Hb concentration in both groups after giving iron (P=0,0001).


(60)

As a conclusion, once weekly and once daily of iron supplementation increased weight and changes nutritional status equally. It is considered to give weekly iron supplementation to increase weight and nutritional status for compliance.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

1. Harmatz P, Butensky E, Lubin B. Nutritional anemia. Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics basic science and clinical application. Edisi ke-3. London: BC Decker Inc; 2003. h.832-44

2. Oski FA. Iron deficiency in infancy and childhood. N Engl J Med. 1993; 329:190-3

3. Clark SF. Iron deficiency anemia. Nutr Clin Pract. 2008; 23: 128-41 4. Soemantri AG. Epidemiology of iron deficiency anemia. Dalam:

Triasih R, penyunting. Anemia defisiensi besi. Yogyakarta: Medika-FK UGM; 2005. h.8-11

5. Atmarita, Fallah T. Analisis situasi gizi dan kesehatan masyarakat. Disampaikan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta, 17 – 19, Mei 2004.

6. Allen LH. Iron suplements: scientific issues and concerning efficacy and implications for research and programs. J.Nutr. 2002; 132: 813-9

7. Lind T, Lonnerdal B, Stendlund H, Gamayanti IL, Ismail D, Seswandhana R, et al. A community-based randomized controlled trial of iron and zinc suplementation in Indonesian infants: effects on growth and development. Am J Clin Nutr. 2004; 80: 729-36

8. Smuts CM, Lombard CJ, Benade S, Dhansay MA, Berger J, Hop LT, et al. Efficacy of a foodlet-based multiple micronutrient for preventing growth faltering, anemia and micronutrient deficiency of infants: the four country IRIS trial pooled data analysis. J.Nutr. 2005; 135: 631S-8S

9. Chwang L C, Soemantri AG, Pollitt E. Iron suplementation and physical growth of rural Indonesian children. Am J Clin Nutr. 1998; 47: 496-501

10. Sungthong R, Mo-suwan L, Chongsuvivatwong V, Geater AF. Once weekly is superior to daily iron suplementation on height gain, but not on hematological improvement among schoolchildren in Thailand. J. Nutr. 2002; 132: 418-22

11. Thu BD, Schultink W, Dillon D, Gross D, Leswara ND, Khoi HH. Effect of daily and weekly micronutrient suplementation on micronutrient deficiencies and growth in young Vietnames children. Am J clin Nutr. 1999; 69: 80-6

12. Desai MR, Dhar R, Rosen DH, Kariuki SK, Ya PS, Kager PA, et al. Daily iron supplementation is more efficacious than twice weekly iron supplementation for the treatment of childhood anemia in Western Kenya. J.Nutr. 2004; 134: 1167-74


(62)

13. Lukens JN. Iron metabolism and iron deficiency. Dalam: Miller DR, Baehner RI, Miller LP, penyunting. Blood diseases of infancy and childhood. Edisi ke-7. St. Louis: Mosby; 1995.h.193-219

14. Raspati H, Reniarti L, Susanah S. Anemia defisiensi besi. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar hematologi onkologi anak. Jakarta: BP IDAI; 2005.h.30-43

15. Will AM. Iron metabolism, sideroblastic anemia and iron overload. Dalam: Lilleyman JS, Hann IM, Blanchette VS, penyunting. Pediatric hematology. Edisi ke-2. London: Churchill Livingstone; 2000. h.105-11

16. Negara NS, Mulatsih S, Sutaryo. Bioavaibiltias zat besi. Dalam: Triasih R, penyunting. Anemia defisiensi besi. Yogyakarta: Medika-FK UGM; 2005. h.1-7

17. WHO. Iron deficiency anemia: assessment, prevention and control. Diunduh

dari:http://www.who.int/reproductivehealt/docs/anaemia.pdf Diakses Juni 2008

18. Andrews NC. Understanding hem transport. N Engl J Med. 2005; 23: 2508-9

19. Andrews NC. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med. 1999; 26: 1986-95

20. Mannick E, Zili Z, Udall JN. Immunophysiology and nutrition of the gut. Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics basic science and clinical application. Edisi ke-3. London: BC Decker Inc; 2003. h.356

21. Yager JY, Hartfield DS. Neurologic manifestations of iron deficiency in childhood. Pediatr Neurol. 2002; 27: 85-92

22. Black MM, Baqui AH, Zaman K, Persson LA, Arifeen SE, Le K, et al. Iron and zinc supplementation promote motor development and exploratory behavior among Bangladeshi infants. Am J Clin Nutr. 2004; 80: 903-10

23. Fall CH, Yajnik CS, Rao S, Davies AA, Brown N, Farrant HJ. Micronutrient and fetal growth. J.Nutr. 2003; 133: 1747S-56S

24. Lawless JW, Latham MC, Stephenson LS, Kinoti SN, Pertet AM. Iron supplementation improves appetite and growth in anemic Kenyan primary school children. J.Nutr.1994; 124: 645-54

25. Dewey KG, Domello M, Cohen RJ, Rivera LL, Hernell O, Lonnerdal B. Iron supplementation affects growth and morbidity of breast-fed infants: results of a randomized trial in Sweden and Honduras. J.Nutr. 2002; 132: 3249-55


(63)

26. Walker WA, Watkins JB. Nutritional requirements. Dalam: Walker WA, Watkins JB, penyunting. Nutrition in pediatrics. Edisi ke-2. London: B.C.Decker Inc; 2003. h.825-30

27. Abdulsalam M. Diagnosis, pengobatan dan pencegahan anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. Dalam: Triasih R, penyunting. Anemia defisiensi besi. Yogyakarta: Medika-FK UGM; 2005. h.55-64

28. Lanzowsky P. Iron deficiency anemia. Dalam: Lanzowsky P, penyunting. Manual of pediatrics hematology and oncology. Edisi ke-2. Churchill Livingstone;1995. h.35-50

29. Sari M, Bloem MW, Pee SD, Schultink WJ, Sastroamidjojo S. Effect of iron-fortified candies on the iron status of children aged 4-6 y in East Jakarta, Indonesia. Am J Clin Nutr. 2001; 73: 1034-9

30. Stuijvenberg ME, Kvalsvig JD, Faber M, Kruger M, Kennoyer DG, Benade AJ. Effects of iron-, iodine- and ß-carotene- fortified biscuits on the micronutrient status of primary school children: a randomized controlled trial. Am J Clin Nutr. 1999; 69: 497-503

31. Kumar MK. Screening for anemia in children: AAP

recommendations-a critique. Pediatrics. 2001; 108: 1-2

32. Needlman RD. Assessment of growth. Dalam : Behrman RE, Kligman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 58-62

33. Olsen IE, Mascarenhas MR, Stallings VA. Clinical assesment of nutritional status. Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics basic science and clinical applications. Edisi ke-3. London : BC Decker Inc; 2003. h.6-11

34. World Health Organization. Measuring change in nutritional status. guidelines for assesing the nutritional impact of supplementary feeding programmes for vulnerable groups. Geneva; 1983. h.99-101

35. 2000 CDC growth charts for United States: methods and

development. Diunduh dari:

http://www.cdc.gov/nchs/about/major/nhanes/growthcharts/charts. htm Diakses Februari 2006

36. Madiyono B, Moeslichan S, Satroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sample. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2002. h.259-69

37. Worlwide prevalence of anaemia 1993-2005, WHO global database on anaemia. Diunduh dari:

http://www.whqlibdoc.who.int/publications/2008/9789241596657_en g.pdf Diakses Juni 2008


(64)

38. Geltman PL, Meyers AF, Bauchner H. Daily multivitamins with iron to prevent anemia in infancy: a randomized clinical trial. Clin Pediatr. 2001; 40: 549-54

39. Dossa RA, Ategbo EAD, Koning FL, Raaij JMA, Hautvast JG. Impact or iron supplementation and deworming on growth performance in preschool Beninses children. Eur J Clin Nutr. 2001; 55: 223-8

40. Nead KG, Halterman JS, Kaczorowski JM, Auinger P, Weitzman M. Overweight chidren and adolescents: a risk group for iron deficiency. Pediatrics. 2004; 114: 104-8

41. Rogers IS, Emmett PM, ALSPAC Study team. Fat content of the diet among preschool children in Southwest Britain: relationship with growth, blood lipids and iron status. Pediatrics. 2001; 108: 1-9 42. Batubara JR. Practices of growth assessment in children: is

anthropometric measurement important?. Paediatr Indones, 2005; 45: 145-53

43. Seal A, Kerac M. Operational implications of using 2006 World Health Organization growth standards in nutrition programmes: secondary data analysis. BMJ. 2007; 22: 1-6

44. Krebs NF. Dietary zinc and iron sources, physical growth and cognitive development of breastfed infants. J.Nutr. 2000; 130: 358S-60S

45. Dijkhuizen MA, Wieringa FT, West CE, Martuti S, Muhilal. Effects of iron and zinc supplementation in Indonesian infants on micronutrient status and growth. J. Nutr. 2001; 131: 2860-5

46. Hop LT, Berger J. Multiple micronutrient supplementation improves anemia, micronutrient nutrient status and growth of Vietnamese infants: double-blind randomized, placebo-controlled trial. J.Nutr. 2005; 660S-5S

47. Angeles IT, Schultink WJ, Matulessi P, Gross R, Sastroamidjojo S. Decreased rate of stunting among anemic Indonesian preschool children through iron supplementation. Am J Clin Nutr. 1993; 58: 339-42

48. Walker CF, Kordas K, Stoltzfus RJ, Black RE. Interactive effects of iron and zinc on biochemical and functional outcomes in supplementation trials. Am J Clin Nutr. 2005; 82: 5-12

49. Stoltzfus RJ, Chway HM, Montresor A, Tielsch JM, Jape JK, Albonico M, et al. Low dose daily iron supplementation improves iron status and appetite but not anemia, whereas quarterly anthelminthic treatment improves growth, appetite and anemia in Zanzibari preschool children. J.Nutr. 2004; 134: 348-56

50. Ramakrishnan U, Aburto N, McCabe G, Martorell R. Multimicronutrient interventions but not vitamin A or iron


(65)

interventions alone improve child growth: results of 3 meta-analyses. J.Nutr. 2004; 134:2 592-602

51. Iannotti LL, Tielsch JM, Black MM, Black RE. Iron supplementation in early childhood: health benefits and risks. Am J Clin Nutr. 2006; 84: 1261-76

52. Kruske SG, Ruben AR, Brewster DR. An iron treatment trial in an Aboriginal community: improving non-adherence. J.Paediatr.Child Health. 1999; 35: 153-8

53. Cook JD, Reddy MB. Efficacy of weekly compared with daily iron supplementation. Am J Clin Nutr. 1995; 62: 117-20

54. Tielsch JM, Khatry SK, Stoltzfus RJ, Katz J, LeClerq SC, Adhikari R, et al. Effect of routine prophylactic supplementation with iron and folic acid on preschool child mortality in southern Nepal: community-based, cluster-randomised, placebo-controlled trial. Lancet. 2006; 14: 144-52

55. Schultink W, Gross R, Gliwitzki M, Karyadi D, Matulessi P. Effect of daily vs twice weekly iron supplementation in Indonesian preschool children with low iron status. Am J Clin Nutr. 1995; 61: 111-5

56. Palupi L, Schultink W, Achadi E, Gross R. Effective community intervention to improve hemoglobin status in preschoolers receiving once-weekly iron supplementation. Am J Clin Nutr. 1997; 65: 1057-61

57. Zavaleta N, Respicio G, Garcia T. Efficacy and acceptability of two iron supplementation schedules in adolescent school girls in Lima, Peru. J.Nutr. 2000; 130: 462S-4S

58. E-Siong T, Kandiah M, Awin N, Suet MC, Satgunasingam N, Kamarudin L, et al. School administered weekly iron-folate supplements improve hemoblobin and ferritin concentrations in Malaysian adolescent girls. Am J Clin Nutr. 1999; 69: 1249-56

59. Shah BK, Gupta P. Weekly vs daily iron and folic acid supplementation in adolescent Nepalese girls. Arch Pediatr Adolesc Med. 2002; 156: 131-5

60. Agdeppa IA, Schutink W, Sastroamidjojo S, Gross R, Karyadi D. Weekly micronutrient supplementation to build iron stores in female Indonesian adolescents. Am J Clin Nutr. 1997; 66: 177-83

61. Sharieff W, Shi AY, Wu M, Qingjun Y, Schauer C, Tomlinson G, Zlotkin S. Short-term daily or weekly administration of micronutrient sprinklesTM has high compliance and does not cause iron overload in Chinese schoolchildren: a cluster-randomised trial. Public Health Nutr. 2005; 9: 336-44

62. Sungthong R, Mo-swuan L, Chongsuvivatwong V, Geater A. Once weekly and 5-days a week iron supplementation differentially affect


(66)

cognitive function but not school performance in Thai children. J.Nutr. 2004; 134: 2349-54

63. Christakis DA, Lehmann HP. Is weekly iron and folic acid supplementation as effective as daily supplementation for decreasing incidence of anemia in adolescent girls? Arch Pediatr Adolesc Med. 2002; 156: 128-30

64. Viteri FE, Liu X, Tolomei K, Martin A. True absorbtion and retention of supplemental iron is more efficient when iron is administered every three days rather than daily to iron-normal and iron deficient rats. J.Nutr. 1995; 125: 82-91

65. Hallberg L. Combating iron deficiency: daily administration of iron is far superior to weekly administration. Am J Clin Nutr. 1998; 68: 213-7

66. Soegijanto S, IDG Ugrasena. Anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. Dalam: Soegijanto S, Yulherina, penyunting. Anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. Jakarta: IDI; 2004. h 15


(67)

Lampiran 1.

Divisi Gizi Dep. Ilmu Kesehatan Anak FK USU-RSHAM, Medan

Kepada Yth Bapak/ Ibu…

Bersama ini kami ingin menyampaikan kepada Bapak/ Ibu bahwa Divisi Gizi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM Medan, bermaksud mengadakan penelitian mengenai pengaruh pemberian suplementasi besi terhadap penambahan berat dan tinggi badan pada anak sekolah dasar.

Hingga saat ini kekurangan zat besi merupakan penyebab paling banyak anemia gizi diseluiruh dunia terutama dinegara berkembang. Anak merupakan kelompok umur yang sering menderita kekurangan zat besi, yang merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia.

Di Indonesia, sekitar 47,3 % anak usia sekolah menderita anemia defisiensi besi, yang sering dijumpai bersamaan dengan keadaan anak yang kurang gizi. Zat besi banyak dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, meningkatkan daya tahan tubuh dan konsentrasi belajar. Kekurangan zat besi menberikan dampak yang negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.

Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa pemberian zat besi selama 3 sampai 6 bulan akan memberikan efek terhadap penambahan tinggi badan pada anak usia sekolah dasar. Tetapi pada beberapa penelitian yang lain, didapatkan hasil bahwa pemberian zat besi tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan anak. Mengingat kedua dampak tersebut, penting bagi kita untuk mencoba melakukan pengamatan untuk mengetahui manfaat pemberian zat besi untuk meningkatkan pertumbuhan anak. Dan bagi anak yang tidak menderita anemia defisiensi besi tetap diberikan supelementasi besi agar tidak menderita anemia defisiensi besi.

Untuk memperoleh data yang disebutkan diatas, diperlukan pengamatan terhadap sejumlah besar subyek dalam waktu yang cukup panjang. Pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran tinggi badan, penimbangan berat badan dan pemeriksaan darah untuk mengetahui anak yang menderita anemia defisiensi besi atau tidak menderita anemia. Juga dilakukan pemeriksaan feses/kotoran buang air besar untuk mengetahui apakah anak menderita penyakit kecacingan yang akan mempengaruhi hasil pengamatan. Anak bapak/ibu juga akan kami berikan obat


(1)

SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :………

Umur :………

Pekerjaan :……… Alamat :……… Adalah orangtua (ayah/ibu/wali) dari:

Nama :………

Kelamin :………

Murid SD :………

Kelas :………

Alamat :……… Saya selaku orangtua (ayah/ibu/wali), setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian dengan judul:

PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMENTASI BESI SEKALI SEMINGGU DAN SETIAP HARI TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK SEKOLAH DASAR ,dan setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya resiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengizinkan dengan suka rela ANAK SAYA menjadi subjek penelitian tersebut; dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Aek Nabara, Oktober 2006

Yang menyatakan, Peneliti,

( ) ( Dr. T.Mirda Zulaicha ) Saksi:

Nama :……….; Status: Guru kelas…….SD ……...


(2)

Lampiran 3

Kuesioner penelitian

Divisi Gizi No. urut

Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan

KUESIONER PENELITIAN

Tanggal: Pencatat: 1. Nama Anak :

2. Tanggal Lahir : Umur : [ ] tahun, [ ] bulan 3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

4. Urutan anak dalam keluarga : 5. Jumlah bersaudara : Alamat : Nama SD :

6. Orang tua Ayah Ibu

Nama :

Umur (tahun) : [ ] [ ]

Agama :

Tinggi Badan : [ ] [ ] 7. Pendidikan orang tua :

a. Buta huruf [ ] [ ] b. Tidak Tamat SD [ ] [ ] c. Tamat SD [ ] [ ]

d. SLTP [ ] [ ]

e. SLTA [ ] [ ]

f. Perguruan Tinggi [ ] [ ] 8. Pekerjaan orang tua :

a. Tidak bekerja [ ] [ ] b. Petani [ ] [ ]

c. Buruh [ ] [ ]

d. Pegawai negeri [ ] [ ] e. Pedagang [ ] [ ] f. Lain-lain [ ] [ ]

9. Perkiraan rata-rata penghasilan perbulan dalam 1 tahun terakhir : a. ≤ Rp. 300.000

b. Rp. 301.000 – 400.000 c. Rp. 401.000 - 500.000


(3)

f. Rp. 701.000 - 800.000 g. > Rp. 801.000

10. Jumlah pengeluaran untuk makan dan bukan makanan 1 bulan yll: Rp...

11. Pemeriksaan:

Berat Badan: ... Kg Tinggi Badan: ...cm BB/TB... Berat badan lahir:...Kg Lingkaran Lengan Atas ...cm

Untuk obesitas & Overweight: Ling. Dada : ... cm Ling. Pinggang... cm

Ling. Pinggul... cm

Keluhan :

Kepala :

- Mata :

- Telinga:

- Hidung:

- Mulut :

Leher :

Toraks :

Abdomen :

Ekstermitas :

12. Pola Makan ::

- Waktu Bayi : ASI/PASI sampai umur...bulan Buah : umur...bulan

Makanan saring : umur...bulan Makanan lunak : umur...bulan Nasi biasa: umur...

- Mulai Sekolah: Makan nasi: ... kali, makanan selingan:... kali,

Jenis makanan selingan

:... Minum Susu:... kali

Sarapan Pagi


(4)

Lampiran 4

Lembar Daftar Makanan

A. Selama mengkonsumsi obat, diharapkan para orang tua untuk lebih banyak mengkonsumsi daftar makanan dibawah ini pada anak :

1. Jeruk

2. Sayuran berwarna hijau 3. Kol

4. Kentang 5. Daging sapi 6. Daging ayam 7. Hati

8. Makanan laut 9. Ikan

10. Telur 11. Gula

12. Tahu dan tempe

B.Selama mengkonsumsi obat, diharapkan para orang tua untuk menghindari daftar makanan dibawah ini pada anak :

1. Sereal 2. Teh 3. Kopi 4. Coklat 5. Susu

6. Produk susu (keju)

Jika tidak dapat menghindari daftar makanan yang tersebut pada B, diharapkan mengkonsumsi obat 2 jam setelah makan daftar makanan yang sudah disebut pada B.

Terima kasih atas kerjasamanya.

Hormat saya,

Dr.T.Mirda Zulaicha


(5)

(6)

Lampiran 6

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Tengku Mirda Zulaicha Tanggal lahir : 3 Desember 1977

Tempat lahir : Medan

NIP : -

Alamat : Jl. Cempaka no 9 (Belakang Kowilhan)

Medan - 20151

Nama suami : Baihaqki, SKM

Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD Kemala Bhayangkari Medan , tamat tahun 1990

2. Sekolah Menegah Pertama di SMP Negeri 1 Banjarmasin, tamat tahun 1993

3. Sekolah Menegah Atas di SMA Negeri 2 Medan, tamat tahun 1996

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, tamat tahun 2003

Riwayat Pekerjaan – Pendidikan Spesialis

1. Adaptasi di BIKA FK. USU :01-06-2004 s/d 30-06-2004 2. Pendidikan Tahap I :01-07-2004 s/d 30-06-2005 3. Pendidikan Tahap II :01-07-2005 s/d 30-06-2006 4. Pendidikan Tahap III :01-07-2006 s/d 30-06-2007 5. Pendidikan Tahap IV :01-07-2007 s/d 30-06-2008 6. Penelitian :November 2006 s/d April 2007