Pengaruh Pemberian Beberapa Formula Pupuk untuk Peningkatan Produksi dan Mutu Sawi Hijau (Brassica juncea L.) di Tanah Inceptisol, Desa Pegok, Denpasar.

(1)

i

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA FORMULA

PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI DAN

MUTU SAWI HIJAU (Brassica juncea L.) DI TANAH

INCEPTISOL, DESA PEGOK, DENPASAR.

SKRIPSI

OLEH:

IRNAWATI PURBA

KONSENTRASI ILMU TANAH DAN LINGKUNGAN

PROGAM STUDI AGOEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

i

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA FORMULA PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI DAN MUTU SAWI HIJAU (Brassica juncea

L.) DI TANAH INCEPTISOL, DESA PEGOK, DENPASAR.

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Oleh

IRNAWATI PURBA

NIM : 1205105031

KONSENTRASI ILMU TANAH DAN LINGKUNGAN

PROGAM STUDI AGOEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Saya bersedia dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti bahwa hasil skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau mengandung tindakan

plagiarism.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Denpasar, 15 April 2016

Yang menyatakan,

IRNAWATI PURBA


(4)

iii

ABSTRAK

IRNAWATI PURBA. NIM 1205105031. “Pengaruh Pemberian Beberapa Formula Pupuk Untuk Peningkatan Produksi dan Mutu Sawi Hijau

(Brassica juncea L.) Di Tanah Inceptisol, Desa Pegok, Denpasar”.

Pembimbing I: Prof. Dr. Ir. Indayati Lanya,MS. Pembimbing II: Ir. A.A. Nyoman Supadma,MP.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa formula pupuk untuk peningkatan Produksi dan Mutu Sawi Hijau di Tanah Inceptisol, serta beberapa sifat kimia tanah Pegok. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai dengan Desember 2015 di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, dan di Laboratorium Ilmu Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan dianalisis menggunakan analisis varian (sidik ragam) dengan progam Costat. Parameter yang diamati dalam penelitian dibagi tiga pengamatan yaitu produksi yang terdiri dari tinggi tanaman, berat segar tanaman sampel, berat segar tanaman per petak. Mutu tanaman yang terdiri dari klorofil daun, berat kering oven, kadar air dan daya simpan tanaman. Pengamatan sifat kimia tanah mencakup pH, KTK, KB, kadar hara N-total, P-tersedia, K-tersedia, Ca, Mg, C-Organik, serta daya hantar listrik tanah. Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa pengaruh pemberian beberapa formula pupuk memberikan pengaruh sangat nyata terhadap semua parameter produksi dan mutu yaitu klorofil daun namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air dan daya simpan tanaman. Perlakuan P2 yaitu pupuk mineral memberikan peningkatan terhadap efek sisa beberapa kadar hara yaitu Ca, Mg, pH dan DHL tertinggi, sedangkan KTK, KB, C-organik dan N-Total tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 yaitu pupuk organik.


(5)

iv

ABSTRACK

IRNAWATI PURBA. 1205105031. “The Impact Of Several Fertilization Formula Towards Production and Quality Development Of Green Mustard

(Brassica juncea L.) in Inceptisol Land, Pegok Village, Denpasar. Supervisor

1: Dr. Ir. Indayati Lanya, MS. Pembimbing 2: Ir. A. A. Nyoman Supadma, MP.

This research aims to know the impact of several fertilization formulas towards production and quality development of green mustard di inceptisol land, and the chemical characters of Pegok land. This research was conducted in September 2015 until December 2015 at the Experimental Garden Faculty of Agriculture, and Soil Laboratory and Environmental Sciences, Faculty of Agriculture, Udayana University. The experiment used Randomized Block Design (RBD) and the using analysis of variance (ANOVA) with program Costat. The parameter observed in this research was divided into three observations, they were the height of plants, the weight of fresh plants sample, the weight of fresh plants. The plants quality contains of chlorophil, water content and plants storability. The observartion of chemical characters of the plants encompasses pH, KTK, KB, nutrient content N-total, P- available, K-available, Ca, Mg, C-Organic, as well as soil electric conductivity. The result of statistical analysis shows that giving some fertilization formulas has real impact towards all quality and production parameter namely leaf chlorophyll however does not give real impact towards water content and plants storability. The impact of giving some fertilization formulas towards mineral fertilization treatment increase the residual effect of several nutrient contents namely Ca, Mg, PH and highest DHL, whilst KTK, KB, C-organic and highest N-Total were obtained from the organic fertilization treatment.


(6)

v

RINGKASAN

Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Tanaman memerlukan tanah yang subur untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan pupuk yang salah dapat menyebabkan proses produksi yang tidak efisien. Kesalahan penggunaan pupuk dapat mengakibatkan biaya produksi meningkat tetapi hasil yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan. Oleh karena itu dibutuhkan teknik pemupukan yang tepat untuk meningkatkan hasil produksi tanaman (Manurung, 2011). Pengelolaan lahan dapat dilakukan secara intensif didukung dengan data dan informasi mengenai karakteristik serta distribusi tanah tersebut, sehingga pengelolaanya dapat dilakukan sesuai dengan potensi yang ada.

Inceptisols merupakan salah satu ordo tanah yang penyebarannya cukup luas di Indonesia maka pengembangan tanah ini dalam bidang pertanian memiliki nilai yang cukup prospektif, termasuk untuk pengembangan tanaman sayuran. Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Tanaman sawi hijau mudah dibudidayakan serta bersifat responsif terhadap perubahan lingkungan dan pemberian pupuk.

Penelitian ini dilaksanakan di lapang dan laboratorium. Penelitian lapang dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Penelitian di laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Adapun parameter yang diamati adalah: tinggi tanaman (cm), Berat segar tanaman sampel (kg), berat segar tanaman per petak (kg), klorofil daun (SPAD), berat kering oven (g), kadar air tanaman (%), daya simpan (%), efek residu beberapa sifat kimia tanah saat panen yang terdiri dari: pH, KTK tanah (me/100 g), KB tanah (%), kadar N-total tanah (%), kadar P-tersedia tanah (ppm), kadar K-tersedia tanah (ppm), Ca dan Mg tanah (me/100 g), kadar C-organik tanah (%), serta DHL tanah (mmhos/cm).

Hasil penelitian pengaruh pemberian formula pupuk untuk peningkatan produksi dan mutu sawi hijau berpengaruh sangat nyata terhadap produksi sawi hijau adapun parameter produksi yaitu: tinggi tanaman, berat tanaman sampel, berat tanaman segar per petak, dan produksi per ha-1 sedangkan mutu sawi hiijau


(7)

vi

pemupukan berpengaruh sangat nyata terhadap klorofil daun, nyata terhadap berat kering oven namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air dan daya simpan sawi hijau.

Formula pupuk yang dapat memberikan produksi tertinggi dan mutu terbaik untuk tanaman sawi hijau adalah perlakuan P6 yaitu kombinasi ½ pupuk mineral, ½ kompos, dan ½ pupuk kimia dengan dosis (5 ton Pupuk Mineral + 5 ton Kompos + 50 kg Phonska + 100 kg Urea) ha-1. Perlakuan P2 yaitu pupuk mineral memberikan peningkatan terhadap efek sisa beberapa kadar hara Ca, Mg, pH dan DHL tertinggi, C-organik dan N-Total tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 dan meningkatkan KTK tanah.


(8)

(9)

viii

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA FORMULA

PUPUK

UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI DAN MUTU SAWI

HIJAU

(Brassica juncea

L.

)

DI TANAH INCEPTISOL, DESA

PEGOK, DENPASAR.

Dipersiapkan dan diajukan oleh

IRNAWATI PURBA

NIM. 1205105031

Telah diuji dan dinilai oleh Tim Penguji

Pada tanggal 15 April 2016

Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana

No : 61/UN 14.I.23/DL/2016

Tanggal : 12 April 2016

Tim penguji Skripsi adalah:

Ketua : Prof. Dr. Ir. Nengah Netera Subadiyasa, M.S.

Anggota : 1. Ir. Dewa Made Arthagama, MP.


(10)

ix

RIWAYAT HIDUP

IRNAWATI PURBA lahir pada tanggal 10 Maret 1994 di Jakarta. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Paiman Purba dan Linda br Tampubolon. Pendidikan formal penulis mulai dari sekolah dasar di SDN Pekayon 015 Pagi di Jakarta pada tahun 2000 dan lulus pada tahun 2006, Selanjutnya masuk ke SMP Dharma Bakti Jakarta pada tahun 2006 dan lulus pada tahun 2009. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah pertama penulis meneruskan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Budhiwarman I Jakarta pada tahun 2009 dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012 diterima sebagai mahasiswa di Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, pada tahun 2015 bertepatan pada bulan Februari penulis menempuh kuliah di konsentrasi Ilmu Tanah dan Lingkungan.

Selain menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi eksternal maupun internal kampus. Pada Tahun 2012/2013 penulis menjadi salah satu pengurus di Perkumpulan Mahasiswa Kristen Fakultas Pertanian (PMKFP). Selanjutnya pada tahun 2012/2013 penulis menjadi Staf Kementerian Dalam Negeri pada BEM PM UNUD. Sejumlah kepanitian juga pernah diikuti oleh penulis, salah satunya adalah menjadi panitia dalam HUT HIMAGROTEK KE-5.


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Beberapa Formula Pupuk untuk Peningkatan Produksi dan Mutu Sawi Hijau

(Brassica juncea L.) di Tanah Inceptisol, Desa Pegok, Denpasar.” tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan arahan pihak yang telah membimbing dalam penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah memberikan berbagai fasilitas kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

2. Ketua Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah memberikan berbagai fasilitas, perhatian, bimbingan dan semangat selama penulis menjadi mahasiswa.

3. Dr. Ir. I Wayan Diara,M.S., selaku Pembimbing Akademik (PA) atas bimbingan dan saran yang telah diberikan selama masa perkuliahan 4. Prof. Dr. Ir Indayati Lanya, M.S., selaku Pembimbing I yang telah

mendampingi, serta memberikan masukan dan saran kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

5. Ir. A.A. Nyoman Supadma, MP., selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Nengah Netera Subadiyasa, M.S., Bapak Ir. I Dewa Made Arthagama, MP., dan ibu Ir. Desak Nyoman Kasniari, MP., selaku penguji atas koreksinya demi perbaikan penulisan skripsi ini.

7. Dr. Ir. Gede Wijana, MS., Selaku KPUP Jurusan/Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana atas segala pengarahan yang diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi ini. 8. Ayah tercinta Paiman Purba dan Ibu tercinta Linda Tampubolon yang

selalu memberikan dorongan, motivasi, kasih sayang dan doa untuk kesuksesan penulis.

9. Abangku tersayang Rafhelman Toro Purba dan Alex Chandra Purba serta teman-teman ku tersayang Ika Nurhayati, Ana, Ani, Octa, Purnawirawan, Vani, Dharmayanti, Desak, dan Ratih yang selalu setia menemani, membantu dan memberi semangat selama penelitian dan penulisan skripsi ini.


(12)

xi

10.Kepada Latizio Beni Da Costa Cruz, Komang Ari Nirmala Yanti, dan Ramdan yang sudah membantu penulis di lapangan dan memberikan banyak arahan, dorongan, motivasi kepada penulis selama ini.

11.Keluarga besar Purba dan Tampubolon yang selalu memberikan motivasi, semangat, dan doa untuk keberhasilan penulis.

12.Kepada semua teman-teman di Fakultas Pertanian, terutama Agroekoteknologi angkatan 2012, Soil 2012 (Domi, Mayasari, Padma, Edowardo, Charles, Frenca, Rini, Eka, Echa, Sherlyta, Bunada, dan Wiyoga) serta teman-teman lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama ini. Selanjutnya besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi pembaca yang memerlukan informasi tentang Pengaruh Pemberian Beberapa Formula Pupuk untuk Peningkatan Produksi dan Mutu Sawi Hijau (Brassica juncea L.) di Tanah Inceptisol, Desa Pegok, Denpasar .

Denpasar, 15 April 2016


(13)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM. ... i

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... . ii

ABSTRAK. ... iii

ABSTRACT ... . iv

RINGKASAN. ... V HALAMAN PERSETUJUAN. ... vii

TIM PENGUJI.. ... viii

RIWAYAT HIDUP… ... ix

KATA PENGANTAR… ... x

DAFTAR ISI……… ... xii

DAFTAR TABEL……… ... xv

DAFTAR GAMBAR…… ... ……… xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN……… ... 1

1.1Latar Belakang. ... 1

1.2Rumusan Masalah……… ... 5

1.3Tujuan Penelitian……… ... 5

II. TINJAUAN PUSATAKA……… ... … 6

2.1Tanah Inceptisol ... 6

2.2Pupuk dan Pemupukan ... 9

2.2.1Kompos ... 9

2.2.2Pupuk Mineral ... 12

2.2.3Pupuk Anorganik ... 13

2.3Tanaman Sawi Hijau ... 15

2.3.1Klasifikasi Sawi Hijau ... 15


(14)

xiii

III. METODE PENELITIAN ... 18

3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

3.2Alat dan Bahan ... 18

3.2.1Alat ... 18

3.2.2Bahan ... 18

3.3Rancangan Penelitian ... 18

3.4Pelaksanaan Penelitian ... 19

3.4.1Persiapan Media Tanaman ... 19

3.4.2Pemasangan Mulsa ... 21

3.4.3Pemaneman ... 21

3.4.4Pemupukan ... 21

3.4.5Pemeliharaan Tanaman ... 22

3.4.6Pemanenan ... 22

3.4.7Pengamatan ... 22

3.5Analisis Data ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1Hasil 4.1.1 Produksi Sawi Hijau ... 26

4.1.1.1Tinggi Tanaman ... 26

4.1.1.2Berat Tanaman Segar Sampel, per Petak, dan Berat Tanaman per ha ... 27

4.1.2 Mutu Sawi Hijau ... 28

4.1.2.1Klorofil Tanaman ... 29

4.1.2.2Berat Kering Oven ... 30

4.1.2.3Kadar Air Tanaman ... 31

4.1.2.4Daya Simpan Tanaman ... 32

4.1.3 Korelasi Tanaman ... 32

4.1.4 Efek sisa Sifat Kimia Tanah Saat Panen ... 33

4.2Pembahasan ... 35


(15)

xiv

4.2.2 Berat Tanaman Segar dan Berat Tanaman Per Hektar ... 38

4.2.3 Klorofil Tanaman ... 40

4.2.4 Berat Kering Oven ... 41

4.2.5 Kadar Air Tanaman ... 42

4.2.6 Daya Simpan Tanaman ... 43

4.2.7 Efek sisa Pemberian Pupuk Terhadap Sifat Kimia Tanah Inceptisol ... 45

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1Kesimpulan ... 48

5.2Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50


(16)

xv

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

2.1Kandungan gizi setiap 100 g sawi... 17 4.1Signifikansi pengaruh pemberian formula pupuk terhadap parameter

yang diamati……… ... 25 4.2Nilai Rata-rata Tinggi Tanaman, Berat Tanaman Sampel, dan Berat Tanaman

Segar per petak dan per ha Sawi Hijau, pada BeberapaFormula Pupuk ... 26 4.3 Presentase Peningkatan Tinggi Tanaman, Berat Tanaman Sampel, dan

Berat Tanaman Segar, pada Beberapa Formula Pupuk (%)... 26 4.4Nilai Rata-rata Klorofil Tanaman, Berat Kering Oven, Kadar Air, dan Daya

Simpan Tanaman Sawi Hijau pada Beberapa Formula Pupuk……… .... 29 4.5Presentase Peningkatan Klorofil Tanaman, Berat Kering Oven, Kadar Air,

dan Daya Simpan Tanaman Sawi Hijau pada Beberapa Formula Pupuk

(%)………. ... 29 46.Matrik Korelasi antara Klorofil, Tinggi Tanaman, Berat Sampel, Berat per

petak, Kadar Air Tanaman Sawi Hijau ... 33 47.Hasil Analisis Beberapa Sifat Kimia Tanah Saat Panen (pH, KTK, KB,

C-Organik, DHL) ... 34 48.Hasil Analisis Beberapa Sifat Kimia Tanah Saat Panen (N-Total, P-Tersedia,


(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

2.1 Sawi Hijau (Brassica juncea L.) ... 16

3.1Denah Percobaan... 20

4.1Histogram Tinggi Tanaman dan Presentase Peningkatan Sawi Hijau ... 27

4.2Histogram Berat Tanaman Segar per ha-1 dan Presentase Peningkatan Sawi Hijau ... 28

4.3Histogram Klorofil dan Presentase Peningkatan Sawi Hijau... 30

4.4Histogram Berat Kering Oven dan Presentase Peningkatan Sawi Hijau ... 31

4.5Histogram Kadar Air Tanaman dan Presentase Peningkatan Sawi Hijau ... 31


(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Analisis Tanah Percobaan sebelum Tanam ... 53

2. Data Tinggi Tanaman ... 54

3. Contoh Perhitungan Statistika Tinggi Tanaman ... 55

4. Data Berat Tanaman Sampel ... 57

5. Data Berat Tanaman Segar per Petak ... 58

6. Data Klorofil Daun ... 59

7. Data Berat Kering Oven... 60

8. Data Kadar Air ... 61

9. Data Daya Simpan ... 62

10.Foto Pelaksanaan Penelitian Lapang ... 63


(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal

tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

tersebut, maka produktivitas tanah harus dipertahankan pada tingkat yang optimal.

Tanaman memerlukan tanah yang subur untuk memacu pertumbuhan dan

perkembangan tanaman, yang memungkinkan fungsi-fungsi pertumbuhan dan

produktivitas tanaman dapat berlangsung optimal. Sampai saat ini kebanyakan

petani di Indonesia mengandalkan pemupukan dengan pupuk anorganik karena

dianggap memiliki kandungan unsur hara yang bisa langsung diserap oleh akar

tanaman, sehingga efeknya akan lebih cepat terlihat pada pertanaman. Sedangkan

penggunakan pupuk organik masih sangat rendah karena kebanyakan petani

menggangap pupuk organik cenderung sulit untuk langsung diserap oleh tanaman

hal ini diakibatkan karena unsur-unsur hara dalam pupuk organik masih tersimpan

dalam ikatan kimia yang kompleks.

Penggunaan pupuk yang salah dapat menyebabkan proses produksi yang

tidak efisien. Kesalahan penggunaan pupuk dapat mengakibatkan biaya produksi

meningkat tetapi hasil yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan. Selain itu

penggunaan pupuk anorganik dalam jangka panjang secara terus menerus dan

tidak terkendali akan berdampak buruk pada kesuburan tanah dan lingkungan di

sekitar daerah pertanian. Oleh karena itu dibutuhkan teknik pemupukan yang tepat

untuk meningkatkan hasil produksi tanaman (Manurung, 2011).

Peningkatan hasil pertanian tentunya harus didukung dengan pengelolaan


(20)

menguntungkan bagi para petani. Pengelolaan lahan dapat dilakukan secara intensif didukung

dengan data dan informasi mengenai karakteristik serta distribusi tanah tersebut, sehingga

pengelolaanya dapat dilakukan sesuai dengan potensi yang ada. Inceptisols adalah tanah yang

belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibandingkan dengan

tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya. Inceptisols merupakan salah

satu ordo tanah yang penyebarannya cukup luas di Indonesia. Tanah ini tersebar dengan luasan

sekitar 70,52 juta ha atau 44,60 % dari potensial luas daratan Indonesia (Puslittanak, 2003), maka

pengembangan tanah ini dalam bidang pertanian memiliki nilai yang cukup prospektif, termasuk

untuk pengembangan tanaman sayuran.

Salah satu produk pertanian yang mendapat perhatian lebih dari masyarakat Indonesia

yaitu sayuran. Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan

nasional. Sayuran sangat penting dikonsumsi untuk kesehatan masyarakat. Nilai gizi makanan

dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi sayuran karena sayuran merupakan sumber vitamin,

mineral, protein nabati dan serat. Jumlah penduduk Indonesia yang semakin bertambah setiap

tahunnya dan meningkatnya pengetahuan serta kesadaran masyarakat mengenai kebutuhan gizi

menyebabkan bertambahnya permintaan pasar akan sayuran terutama sawi hijau. Sawi hijau

merupakan jenis sayur yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Konsumennya mulai dari

golongan masyarakat kelas bawah hingga golongan masyarakat kelas atas.

Sawi hijau dapat tumbuh dengan baik pada suhu panas maupun dingin, sehingga dapat

diusahakan di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi. Umumnya tanaman sawi hijau

dibudidayakan pada daerah dengan ketinggian antara 5 m sampai 1200 m diatas permukaan laut.


(21)

permukaan laut (Haryanto, dkk.,2003). Tanaman sawi hijau mudah dibudidayakan serta bersifat

responsif terhadap perubahan lingkungan dan pemberian pupuk.

Sawi hijau membutuhkan asupan unsur hara N, P dan K yang cukup untuk menunjang

pertumbuhannya. Menurut Haryanto (2003), dosis pemupukan yang biasa diberikan untuk

tanaman sawi hijau adalah 100 kg ha-1 Urea, 100 kg ha-1 SP-36 dan 50 kg ha-1 KCl. Dengan

pemberian dosis pupuk yang tepat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hara sawi hijau

sehingga pertumbuhan tanaman tersebut dapat optimal.

Pupuk majemuk merupakan pupuk campuran yang umumnya mengandung lebih dari satu

macam unsur hara (makro maupun mikro) terutama N, P, dan K (Rosmarkam dan Yuwono,

2002). Keunggulan pupuk majemuk NPK yaitu dengan satu kali pemberian pupuk dapat

mencakup beberapa unsur sehingga lebih efisien dalam penggunaan bila dibandingkan dengan

pupuk tunggal (Hardjowigeno, 2003). Pupuk majemuk NPK yang digunakan dalam penelitian ini

memiliki kandungan N, P2O5, dan K2O masing-masing 16%, 16%, dan 16%. Penggunaan

pupuk NPK diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam pengaplikasian di lapangan dan

dapat meningkatkan kandungan unsur hara yang dibutuhkan di dalam tanah serta dapat

dimanfaatkan langsung oleh tanaman.

Fungsi N untuk tanaman sayuran yaitu sebagai penyusun protein, untuk pertumbuhan

pucuk tanaman dan menyuburkan pertumbuhan vegetatif sehingga sesuai untuk tanaman sayuran

daun seperti sawi hijau. Fungsi P bagi tanaman antara lain unsur penyusun protein, merangsang

pertumbuhan akar menjadi memanjang dan tumbuh kuat sehingga tanaman akan tahan

kekeringan. Kekurangan pupuk P akan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, serta tanaman


(22)

proses metabolisme seperti fotosintesis dan respirasi yang merupakan hal penting dalam

pertumbuhan (Sutejo, 2002).

Selain unsur N,P,K tanaman sawi juga memerlukan unsur Ca dan Mg yang cukup untuk

mendukung pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Penggunaan pupuk mineral plus yang

mengandung Ca dan Mg tinggi dapat meningkatkan pembentukan klorofil dan permeabilitas

dinding sel untuk meningkatkan produksi. Sesuai dengan penelitian (Lanya, 2002) dan (

Subadiyasa, dkk, 2013).

Stanier et al. 1963 (dalam Subadiyasa, dkk, 2013). menyatakan bahwa Ca sebagai

kofaktor beberapa enzim, seperti proteinase, sehingga berperanan dalam pembentukan senyawa

protein. Peranan ion Ca sangat esensial dalam pengangkutan asam amino dan sintesis protein

dalam sel Achliya (Singh dan Le John, 1975 dalam Payne, 1980). Booth dan Hamilton (1980)

melaporkan bahwa ion Ca berperan sebagai perangkai atau pengikat energi dalam pengangkutan

asam amino dengan sistem penggerak proton. Berbeda dengan Mg, yang berperan sebagai inti

klorofil, kofaktor beberapa enzim pengikat energi dan stabilisator asam dan basa dalam sel. Hal

ini disebabkan oleh kandungan pupuk mineral plus yang dapat memenuhi kebutuhan unsur

makro tanaman, seperti N, P, K, Ca dan Mg dibanding dengan pupuk organik.

Pertumbuhan sawi hijau yang baik akan meningkatkan bobot per tanaman sehingga

mempengaruhi kuantitas dan kualitas hasil sawi hijau. Dengan demikian, perlu dicari pemupukan

yang terbaik, antara lain melalui rekayasa pemupukan dengan menggunakan pupuk tunggal

seperti yang sudah banyak digunakan atau pupuk majemuk sebagai alternatif. Pemilihan jenis

pupuk juga memegang peranan penting dalam kelangsungan pertumbuhan tanaman. Berdasarkan

uraian di atas maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh beberapa formula pupuk dan dosis


(23)

1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimana respon tanaman sawi terhadap berbagai jenis perlakuan pupuk (organik,

mineral, kimia, dan kombinasinya) yang digunakan terhadap produksi dan mutu sawi

hijau?

2. Formula pupuk yang bagaimana yang dapat memberikan produksi tertinggi dan mutu

terbaik untuk tanaman sawi?

3. Bagaimana efek residu perlakuan terhadap beberapa parameter sifat kimia tanah seperti:

pH, KTK, KB, N-total, P-tersedia, K-tersedia, Ca, Mg, C-Organik, serta DHL tanah saat

panen?

1.3Tujuan

1. Untuk mengetahui respon dari masing-masing formula pupuk yang digunakan terhadap

mutu dan produksi sawi hijau.

2. Untuk mendapatkan formula pupuk yang mampu meningkatkan produksi dan mutu

tanaman sawi.

3. Untuk mengetahui efek residu perlakuan terhadap beberapa parameter sifat kimia tanah

seperti: pH, KTK, KB, N-total, P-tersedia, K-tersedia, Ca, Mg, C-Organik, serta DHL


(24)

6 2.1 Tanah Inceptisol

Tanah merupakan tubuh alam hasil dari berbagai proses dan faktor

pembentuk tanah yang berbeda. Oleh karena itu, tanah mempunyai karakteristik

yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, sehingga dapat dikelompokkan

ke dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan atas kesamaan sifat yang dimilikinya.

Salah satu ordo (jenis) tanah yang tersebar secara luas di Indonesia adalah

Inceptisols. Jenis tanah ini diperkirakan memiliki luasan sebesar 70,52 juta ha

atau menempati 40 persen dari luas total daratan di Indonesia (Puslittanak, 2003).

Melihat penyebaran Inceptisols yang cukup luas, maka pengembangan tanah ini di

masa yang akan datang memiliki nilai ekonomi yang cukup prospektif. Oleh

karena itu, pengenalan awal tentang tanah Inceptisols akan sangat menunjang

input teknologi dalam meningkatkan output hasil (produksi).

Inceptisols merupakan ordo tanah yang belum berkembang lanjut dengan

ciri-ciri bersolum tebal antara 1.5-10 meter di atas bahan induk, bereaksi masam

dengan pH 4.5-6.5, bila mengalami perkembangan lebih lanjut pH naik menjadi

kurang dari 5.0, dan kejenuhan basa dari rendah sampai sedang. Tekstur seluruh

solum ini umumnya adalah liat, sedang strukturnya remah dan konsistensi adalah

gembur. Secara umum, kesuburan dan sifat kimia Inceptisols relatif rendah, akan

tetapi masih dapat diupayakan untuk ditingkatkan dengan penanganan dan

teknologi yang tepat (Sudirja, 2007)

Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat – sifat tersedianya air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut – turut dalam musim – musim kemarau, satu atau lebih horison pedogenik dengan sedikit


(25)

akumulasi bahan selain karbonat atau silikat amorf, tekstur lebih halus dari pasir

dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan menahan kation fraksi lempung

ke dalam tanah tidak dapat di ukur. Kisaran kadar C organik dalam tanah

Inceptisol sangat lebar dan demikian juga kejenuhan basa. Inceptisol dapat

terbentuk hampir di semua tempat kecuali daerah kering mulai dari kutub sampai

tropika (Darmawijaya, 1990).

Sebagian besar Inceptisol menunjukkan kelas besar butir berliat dengan

kandungan liat cukup tinggi (35-78%), tetapi sebagian termasuk berlempung halus

dengan kandungan liat lebih rendah (18-35%). Reaksi tanah masam sampai agak

masam (4.6-5.5), sebagian khususnya pada Eutrudepts reaksi tanahmya lebiih

tinggi, agak masam sampai netral (5.6-6.8). Kandungan bahan organik sebagian

rendah sampai sedang dan sebagian lagi sedang sampai tinggi. Kandungann

lapisan atas selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah, dengan rasio C/N

tergolong rendah (5-10) sampai sedang (10-18) (Puslittanak, 2000). Jumlah

basa-basa dapat tukar diseluruh lapisan tanah Inceptisol tergolong sedang sampai

tinggi. Kompleks absorbsi didominasi ion Mg dan Ca, dengan kandungan ion K

relatif rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) sedang sampai tinggi di semua

lapisan. Kejenuan basa (KB) rendah sampai tinggi. (Damanik, dkk., 2011).

Karena Inceptisol merupakan tanah yang baru berkembang, biasanya

mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, dalam hal ini

tergantung tingkat pelapukan bahan induknya. Masalah yang dijumpai karena

nilai pH yang sangat rendah, sehingga sulit untuk dibudidayakan. Kesuburan

tanahnya rendah, kedalaman efektifnya beragam dari dangkal hingga dalam.


(26)

solumnya tipis. Pada tanah berlereng cocok untuk tanaman tahunan atau tanaman

permanen untuk menjaga kelestarian tanah (Munir, 1996).

1. Dalam Soil Survey Staff (1999), dinyatakan bahwa Inceptisols adalah :

Dalam suatu lapisan di atas kontak densik, litik, atau paralitik, atau lapisan

diantara kedalaman 40 dan 50 cm dari permukaan tanah mineral, mana

saja yang paling dangkal, memiliki kondisi akuik pada beberapa waktu

dalam tahun-tahun normal (telah didrainase) dan mempunyai salah satu

atau lebih sifat-sifat berikut: Epipedon histik ; atau Horison sulfurik yang

batas atasnya berada di atas kedalaman 50 cm dari permukaan tanah

mineral ; atau a. Suatu lapisan langsung di bawah epipedon, atau di dalam

50 cm dari permukaan tanah mineral, pada 50 % atau lebih permukaan ped

atau di dalam matriks apabila tidak terdapat ped, mempunyai salah satu

atau lebih sifat berikut: (1). Jika terdapat konsentrasi redoks, kroma 2 atau

kurang; atau (2). Kroma 2 atau kurang; atau b. Di dalam 50 cm dari

permukaan tanah mineral, mengandung cukup besi ferro aktif untuk dapat

memberika reaksi positif terhadap alpha, alphadipyridil ketika tanah tidak

sedang diirigasi; atau

2. Mempunyai rasio natrium dapat-tukar (ESP) sebesar 15 % atau lebih (atau

rasio adsorpsi natrium, (SAR) sebesar 13 % atau lebih) pada setengah atau

lebih volume tanah di dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral,

penurunan nilai ESP atau SAR mengikuti peningkatan ke dalam yang

berada di bawah 50 cm, dan air tanah di dalam 100 cm dari permukaan

tanah mineral selama sebagian waktu dalam setahun. Perbedaan


(27)

ada yang tergolong tanah marginal (ordo Aquepts, Udik, Xerik) dan tanah

yang subur ( Ordo Antrepts, Ustepts dan Cryepts).

2.2 Pupuk dan Pemupukan

Pupuk adalah suatu bahan atau senyawa kimia yang bersifat organik

ataupun anorganik, bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat

menambah unsur hara serta dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi

tanah, atau kesuburan tanah. Pemupukan adalah cara-cara atau metode pemberian

pupuk atau bahan-bahan lain seperti bahan kapur, bahan organik, pasir ataupun

tanah liat ke dalam tanah.

Pupuk banyak macam dan jenis-jenisnya serta berbeda pula sifat-sifatnya

dan berbeda pula reaksi dan peranannya di dalam tanah dan tanaman. Karena

hal-hal tersebut di atas, agar diperoleh hasil pemupukan yang efisien dan tidak

merusak akar tanaman maka perlulah diketahui sifat, macam dan jenis pupuk dan

cara pemberian pupuk yang tepat (Hasibuan, 2006).

Pupuk dapat digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk

anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup

yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai,

misalnya pupuk kompos dan pupuk kandang. Sedangkan pupuk anorganik adalah

jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia

sehingga memiliki kandungan persentase yang tinggi. Contoh pupuk anorganik

adalah urea, TSP dan Gandasil (Novizan, 2007)

2.2.1 Kompos

Akhir-akhir ini kompos semakin populer di kalangan penggemar tanaman,


(28)

Pupuk ini umumnya merupakan pupuk lengkap artinya mengandung unsur makro

dan mikro, tetapi jumlahnya sedikit. Walaupun demikian kompos memiliki

keunggulan dibandingkan dengan pupuk anorganik diantaranya kompos berfungsi

sebagai sumber nutrisi tanaman. Adanya kompos dapat mengikat butir-butir tanah

menjadi butiran yang lebih besar dan remah sehingga tanah menjadi gembur dan

daya serap air dari tanah menjadi meningkat. Kompos yang telah mengalami

proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri

pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti

dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan dan

lain-lain. Adapun kelangsungan hidup mikroorganisme tersebut didukung oleh

keadaan lingkungan yang basah dan lembab (Murbandono, 2001).

Kompos sebagai bagian pupuk organik mempunyai masa depan yang

cerah. Penggunaan berbagai pupuk organik kompos terbukti dapat memperbaiki

struktur tanah sebab kompos dapat mengikat butiran primer dan sekunder tanah

dalam pembentukan agegat yang mantap. Hal tersebut berpengaruh terhadap

porositas, penyimpanan, penyediaan air, aerasi tanah dan suhu tanah.

Manfaat utama pupuk kompos adalah dapat memperbaiki kesuburan

kimia, fisik, biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman. Menurut

Marsono, (2001) beberapa kelebihan pupuk kompos antara lain: (1) mengubah

struktur tanah menjadi lebih baik sehingga pertumbuhan tanaman juga semakin

baik. Saat pupuk dimasukkan ke dalam tanah, bahan organik pada pupuk akan

dirombak oleh mikroorganisme pengurai menjadi senyawa organik sederhana

yang mengisi ruang pori tanah sehingga tanah menjadi gembur. Kompos juga


(29)

meningkatkan daya serap dan daya pegang tanah terhadap air sehingga tersedia

bagi tanaman. Hal ini karena bahan organik mampu menyerap air dua kali lebih

besar dari bobotnya. Dengan demikian pupuk kompos sangat berperan dalam

mengatasi kekeringan. (3) memperbaiki kehidupan organisme tanah. Bahan

organik dalam pupuk ini merupakan bahan makanan utama bagi organisme dalam

tanah, seperti cacing, semut, dan mikroorganisme tanah. Semakin baik kehidupan

dalam tanah ini semakin baik pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman

dan tanah itu sendiri. Kompos sendiri memiliki beberapa kelemahan dibandingkan

dengan pupuk mineral, diantaranya: (1) Kandungan hara rendah. Kandungan hara

pada pupuk organik umumnya rendah namun bervariasi tergantung jenis bahan

dasarnya, (2) Ketersediaan unsur hara lambat. Hara yang berasal dari bahan

organik diperlukan untuk kegiatan mikroba tanah untuk diubah dari bentuk

organik komplek yang tidak dapat dimanfaatkan tanaman menjadi bentuk

senyawa organik dan anorganik yang sederhana yang dapat diserap oleh tanaman.

Untuk menutupi kekurangan hara pada pupuk organik, maka pada saat aplikasi

harus diikuti dengan pupuk anorganik yang lebih cepat tersedia bagi tanaman.

Unsur hara di dalam kompos merupakan unsur yang diperlukan bagi

tanaman walaupun jumlahnya sedikit, kompos merupakan sumber unsure hara N,

P , K. Salah satu kompos yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompos

Simantri Sangeh dengan kandungannya adalah: N-total 0.890 %, P tersedia

853,17 ppm, K-tersedia 171,05 ppm, C-Organik 16.430 %, dan C/N ratio sebesar

18,46. Kompos Simantri Sangeh yaitu hasil dari pengolahan limbah ternak yang


(30)

2.2.2 Pupuk Mineral

Kapur adalah bahan yang mengandung unsur Ca yang dapat meningkatkan

pH tanah (Hardjowigeno, 1992). Pemberian kapur dapat meningkatkan

ketersediaan unsur fosfor (P) dan molibdenum (Mo). Pengapuran dapat

meningkatkan pH tanah, sehingga pemberian kapur pada tanah masam akan

merangsang pembentukan struktur remah, mempengaruhi pelapukan bahan

organik, dan pembentukan humus (Buckman dan Brady, 1964). Soepardi (1983)

menyatakan bahwa pengapuran menetralkan senyawa-senyawa beracun dan

menekan penyakit tanaman. Aminisasi, amonifikasi, dan oksidasi belerang nyata

dipercepat oleh meningkatnya pH yang diakibatkan oleh pengapuran. Dengan

meningkatnya pH tanah, maka akan menjadikan tersedianya unsur N, P, dan S,

serta unsur mikro bagi tanaman. Kapur yang banyak digunakan di Indonesia

dalam bentuk kalsit (CaCO3) dan dolomite (CaMg(CO3)2).

Dalam percobaan ini yang dimaksud dengan pupuk mineral adalah

dolomit dan garam dapur. Dolomit cap dua Lombok produksi Mitra Tani Mandiri

mengandung 10 % MgO, 85 % Cao, dan 95 % CaCO3. Penggunaan garam dapur

yang mengandung Mg 9.5 % ditujukan untuk menambah kandungan Mg dalam

dolomit. Pupuk mineral yang dicobakan adalah campuran kapur sebesar 9803 kg

dan garam 197 kg dengan komposisi (50:1).

Dolomit berasal dari batu kapur dolimitik dengan rumus (CaMg (CO3)2)

(Buckman and Brady, 1982). Pupuk dolomit sebenarnya tergolong mineral primer

yang mengandung unsur Ca dan Mg. Pupuk ini sebenarnya banyak digunakan

sebagai bahan pengapur pada tanah-tanah masam untuk menaikkan pH tanah


(31)

mudah didapat. Disamping itu bahan tersebut dapat memperbaiki sifat fisik tanah

dan kimia dengan tidak meninggalkan efek sisa yang merugikan tanah. Apabila

pH tanah telah meningkat, maka kation Aluminium akan mengendap sebagai

gibsit sehingga tidak lagi merugikan tanaman (Safuan, 2002). Dolomit terbentuk

dari hasil reaksi antara unsur Mg dengan batu gamping. Pembentukan dolomit

berlangsung dalam air laut dan unsur Mg yang diperlukan berasal dari hasil

disosiasi (penguraian) garam MgCO3 yang terdapat dalam air laut. Sebagai mana

diketahui bahwa air laut mengandung berbagai jenis garam-garaman, antara lain

MgCO3 dan CaCO3. Proses pembentukannya berlangsung ratusan sampai ribuan

tahun (Mediapura, dkk, 1987).

2.2.3 Pupuk Anorganik

Pupuk anorganik adalah bahan yang mengandung unsur yang dibutuhkan

tanaman dengan kadar hara tinggi. Menurut jenis unsur hara yang dikandungnya,

pupuk anorganik dapat dibagi menjadi dua, yakni pupuk tunggal dan pupuk

majemuk. Pada pupuk tunggal, jenis unsur hara yang dikandungnya hanya satu

macam, biasanya berupa unsur hara makro primer. Pupuk majemuk adalah bahan

yang mengandung lebih dari satu jenis unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

Beberapa contoh pupuk anorganik adalah urea, TSP, dan NPK (Lingga dan

Marsono, 2001).

Pupuk anorganik memiliki keuntungan yaitu (1) pemberiannya dapat

terukur dengan tepat, (2) kebutuhan tanaman akan hara dapat dipenuhi dengan

perbandingan yang tepat, (3) pupuk anorganik tersedia dalam jumlah cukup, dan

(4) pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlahnya relatif sedikit


(32)

yaitu (1) harga relatif mahal, (2) mudah larut dan mudah hilang, (3) menimbulkan

polusi pada tanah apabila diberikan dalam dosis yang tinggi, (4) Unsur yang

paling dominan dijumpai dalam pupuk anorganik adalah unsur N, P, dan K, selain

itu hanya mempunyai unsur makro, (5) pupuk anorganik ini sangat sedikit ataupun

hampir tidak mengandung unsur hara mikro (Lingga dan Marsono, 2000).

Penelitian ini mengunakan pupuk tunggal yaitu urea dan pupuk majemuk

phonska. Pupuk Urea yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk kimia

yang mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi. Unsur Nitrogen merupakan zat

hara yang sangat diperlukan tanaman. Pupuk Urea berbentuk butir-butir kristal

berwarna putih, dengan rumus kimia CO(NH2)2, merupakan pupuk yang mudah

larut dalam air dan sifatnya sangat mudah menghisap air (higoskopis), karena itu

sebaiknya disimpan di tempat kering dan tertutup rapat. Pupuk Urea mengandung

unsur hara N sebesar 46% dengan pengertian setiap 100 kg Urea mengandung 46

kg Nitrogen (Anonimous, 2008). Pupuk urea membuat daun tanaman lebih hijau,

rimbun, dan segar. Nitrogen juga membantu tanaman sehingga mempunyai

banyak zat hijau daun (klorofil). Dengan adanya zat hijau daun yang berlimpah,

tanaman akan lebih mudah melakukan fotosintesis, pupuk urea juga mempercepat

pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, cabang dan lain-lain). Pupuk urea

juga mampu menambah kandungan protein di dalam tanaman (Suhartono, 2012)

Pupuk Majemuk Phonska merupakan pupuk majemuk lengkap yang

mengandung unsur hara esensial bagi tanaman. Pupuk Phonska merupakan

terobosan baru dari Petrokimia Gesik, pupuk majemuk ini mengandung nitrogen,

kalium, dan fosfat. Pupuk phonska merupakan jenis pupuk majemuk yang


(33)

dengan kandungan unsur hara belerang (S) dalam bentuk larutan air sehingga

mudah diresap akar tanaman (Permadi, 2004). Pupuk phonska memiliki manfaat

diantaranya: (1) menjadikan daun tanaman lebih hijau segar dan banyak

mengandung butir hijau daun yang penting bagi proses fotosintesis, (2)

mempercepat pertumbuhan tanaman, mempercepat pencapaian tinggi tanaman

maksimum dan jumlah anakan maksimum, (3) memacu pertumbuhan akar,

perakaran lebih lebat sehingga tanaman menjadi sehat dan kuat, (4) menjadikan

batang lebih tegak, kuat dan mengurangi resiko rebah, (5) meningkatkan daya

tahan terhadap serangan hama penyakit tanaman dan kekeringan, (6) Memacu

pembentukan bunga mempercepat pemasakan biji sehingga panen lebih, (7)

menambah kandungan protein, (8) memperlancar proses pembentukan gula dan

pati, (9) memperbesar ukuran buah, umbi, serta butir biji-bijian.

2.3 Tanaman Sawi Hijau

2.3.1 Klasifikasi Sawi Hijau

Sawi Hijau merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan

kangkung (Haryanto dkk, 2003) (Gambar 2.1). Tanaman sawi hijau termasuk

dalam famili Cruciferae (kubis-kubisan) yang memiliki nilai ekonomis yang

tinggi. Sawi hijau merupakan tanaman semusim (berumur pendek sekitar 40 hari).

Tanaman ini bukan asli tanaman Indonesia, melainkan berasal dari daerah

subtropis. Sawi hijau mempunyai sifat menyerbuk silang bahkan sulit menyerbuk

sendiri. Sulitnya penyerbukan sendiri disebabkan sawi hijau mempunyai sifat Self

incompatible, artinya bunga jantan dan bunga betina pada tanaman sawi hijau


(34)

Haryanto dkk (2003), menyatakan bahwa klasifikasi tanaman sawi adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Ordo : Papaforales

Famili : Cruciferae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea L.

Gambar 2.1 : Sawi Hijau (Brassica juncea L.)

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Tanaman sawi hijau berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara

menyebar ke semua arah disekitar permukaan tanah, perakaranya sangat dangkal

pada kedalaman sekitar 5 cm. Tanaman sawi hijau tidak memiliki akar tunggang.

Perakaran tanaman sawi hijau dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada

tanah yang gembur, subur, tanah mudah menyerap air, dan kedalaman tanah


(35)

1.3.2 Kandungan Gizi Sawi Hijau

Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

cukup lengkap sehingga apabila dikonsumsi sangat baik untuk mempertahankan

kesehatan tubuh. Kandungan gizi setiap 100 g bahan yang dapat dimakan pada

sawi hijau adalah :

Tabel 2.1 Kandungan gizi setiap 100 g sawi

No Komposisi Jumlah 1 Kalori 22,00 k 2 Protein 2,30 g 3 Lemak 0,30 g 4 Karbohidrat 4,00 g 5 Serat 1,20 g 6 Kalsium (Ca) 220,50 mg 7 Fosfor (P) 38,40 mg 8 Besi (Fe) 2, 90 mg 9 Vitamin A 969,00 SI 10 Vitamin B1 0,09 mg

11 Vitamin B2 0,10 mg

12 Vitamin B3 0,70 mg

13 Vitamin C 102,00 mg

Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1979.

Sawi hijau juga berguna untuk pengobatan berbagai macam penyakit

seperti mencegah kanker, hipertensi, penyakit jantung, membantu sistem

pencernaan, serta menghindarkan ibu hamil dari anemia (Cahyono, 2003). Selain

sebagai bahan pangan, sawi hijau dipercaya dapat menghilangkan rasa gatal di

tenggorokan pada penderita batuk. Sawi hijau pun berfungsi sebagai penyembuh


(1)

2.2.2 Pupuk Mineral

Kapur adalah bahan yang mengandung unsur Ca yang dapat meningkatkan pH tanah (Hardjowigeno, 1992). Pemberian kapur dapat meningkatkan ketersediaan unsur fosfor (P) dan molibdenum (Mo). Pengapuran dapat meningkatkan pH tanah, sehingga pemberian kapur pada tanah masam akan merangsang pembentukan struktur remah, mempengaruhi pelapukan bahan organik, dan pembentukan humus (Buckman dan Brady, 1964). Soepardi (1983) menyatakan bahwa pengapuran menetralkan senyawa-senyawa beracun dan menekan penyakit tanaman. Aminisasi, amonifikasi, dan oksidasi belerang nyata dipercepat oleh meningkatnya pH yang diakibatkan oleh pengapuran. Dengan meningkatnya pH tanah, maka akan menjadikan tersedianya unsur N, P, dan S, serta unsur mikro bagi tanaman. Kapur yang banyak digunakan di Indonesia dalam bentuk kalsit (CaCO3) dan dolomite (CaMg(CO3)2).

Dalam percobaan ini yang dimaksud dengan pupuk mineral adalah dolomit dan garam dapur. Dolomit cap dua Lombok produksi Mitra Tani Mandiri mengandung 10 % MgO, 85 % Cao, dan 95 % CaCO3. Penggunaan garam dapur

yang mengandung Mg 9.5 % ditujukan untuk menambah kandungan Mg dalam dolomit. Pupuk mineral yang dicobakan adalah campuran kapur sebesar 9803 kg dan garam 197 kg dengan komposisi (50:1).

Dolomit berasal dari batu kapur dolimitik dengan rumus (CaMg (CO3)2)

(Buckman and Brady, 1982). Pupuk dolomit sebenarnya tergolong mineral primer yang mengandung unsur Ca dan Mg. Pupuk ini sebenarnya banyak digunakan sebagai bahan pengapur pada tanah-tanah masam untuk menaikkan pH tanah (Hasibuan, 2008). Selain itu dolomit banyak digunakan karena relatif murah dan


(2)

mudah didapat. Disamping itu bahan tersebut dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan kimia dengan tidak meninggalkan efek sisa yang merugikan tanah. Apabila pH tanah telah meningkat, maka kation Aluminium akan mengendap sebagai gibsit sehingga tidak lagi merugikan tanaman (Safuan, 2002). Dolomit terbentuk dari hasil reaksi antara unsur Mg dengan batu gamping. Pembentukan dolomit berlangsung dalam air laut dan unsur Mg yang diperlukan berasal dari hasil disosiasi (penguraian) garam MgCO3 yang terdapat dalam air laut. Sebagai mana

diketahui bahwa air laut mengandung berbagai jenis garam-garaman, antara lain MgCO3 dan CaCO3. Proses pembentukannya berlangsung ratusan sampai ribuan

tahun (Mediapura, dkk, 1987). 2.2.3 Pupuk Anorganik

Pupuk anorganik adalah bahan yang mengandung unsur yang dibutuhkan tanaman dengan kadar hara tinggi. Menurut jenis unsur hara yang dikandungnya, pupuk anorganik dapat dibagi menjadi dua, yakni pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pada pupuk tunggal, jenis unsur hara yang dikandungnya hanya satu macam, biasanya berupa unsur hara makro primer. Pupuk majemuk adalah bahan yang mengandung lebih dari satu jenis unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Beberapa contoh pupuk anorganik adalah urea, TSP, dan NPK (Lingga dan Marsono, 2001).

Pupuk anorganik memiliki keuntungan yaitu (1) pemberiannya dapat terukur dengan tepat, (2) kebutuhan tanaman akan hara dapat dipenuhi dengan perbandingan yang tepat, (3) pupuk anorganik tersedia dalam jumlah cukup, dan (4) pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlahnya relatif sedikit dibandingkan dengan pupuk organik. Pupuk anorganik mempunyai 5 kelemahan,


(3)

yaitu (1) harga relatif mahal, (2) mudah larut dan mudah hilang, (3) menimbulkan polusi pada tanah apabila diberikan dalam dosis yang tinggi, (4) Unsur yang paling dominan dijumpai dalam pupuk anorganik adalah unsur N, P, dan K, selain itu hanya mempunyai unsur makro, (5) pupuk anorganik ini sangat sedikit ataupun hampir tidak mengandung unsur hara mikro (Lingga dan Marsono, 2000).

Penelitian ini mengunakan pupuk tunggal yaitu urea dan pupuk majemuk phonska. Pupuk Urea yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk kimia yang mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi. Unsur Nitrogen merupakan zat hara yang sangat diperlukan tanaman. Pupuk Urea berbentuk butir-butir kristal berwarna putih, dengan rumus kimia CO(NH2)2, merupakan pupuk yang mudah

larut dalam air dan sifatnya sangat mudah menghisap air (higoskopis), karena itu sebaiknya disimpan di tempat kering dan tertutup rapat. Pupuk Urea mengandung unsur hara N sebesar 46% dengan pengertian setiap 100 kg Urea mengandung 46 kg Nitrogen (Anonimous, 2008). Pupuk urea membuat daun tanaman lebih hijau, rimbun, dan segar. Nitrogen juga membantu tanaman sehingga mempunyai banyak zat hijau daun (klorofil). Dengan adanya zat hijau daun yang berlimpah, tanaman akan lebih mudah melakukan fotosintesis, pupuk urea juga mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, cabang dan lain-lain). Pupuk urea juga mampu menambah kandungan protein di dalam tanaman (Suhartono, 2012)

Pupuk Majemuk Phonska merupakan pupuk majemuk lengkap yang mengandung unsur hara esensial bagi tanaman. Pupuk Phonska merupakan terobosan baru dari Petrokimia Gesik, pupuk majemuk ini mengandung nitrogen, kalium, dan fosfat. Pupuk phonska merupakan jenis pupuk majemuk yang memiliki kandungan unsur hara N 15% P2O5 15% dan K2O 15% yang diperkaya


(4)

dengan kandungan unsur hara belerang (S) dalam bentuk larutan air sehingga mudah diresap akar tanaman (Permadi, 2004). Pupuk phonska memiliki manfaat diantaranya: (1) menjadikan daun tanaman lebih hijau segar dan banyak mengandung butir hijau daun yang penting bagi proses fotosintesis, (2) mempercepat pertumbuhan tanaman, mempercepat pencapaian tinggi tanaman maksimum dan jumlah anakan maksimum, (3) memacu pertumbuhan akar, perakaran lebih lebat sehingga tanaman menjadi sehat dan kuat, (4) menjadikan batang lebih tegak, kuat dan mengurangi resiko rebah, (5) meningkatkan daya tahan terhadap serangan hama penyakit tanaman dan kekeringan, (6) Memacu pembentukan bunga mempercepat pemasakan biji sehingga panen lebih, (7) menambah kandungan protein, (8) memperlancar proses pembentukan gula dan pati, (9) memperbesar ukuran buah, umbi, serta butir biji-bijian.

2.3 Tanaman Sawi Hijau 2.3.1 Klasifikasi Sawi Hijau

Sawi Hijau merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003) (Gambar 2.1). Tanaman sawi hijau termasuk dalam famili Cruciferae (kubis-kubisan) yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Sawi hijau merupakan tanaman semusim (berumur pendek sekitar 40 hari). Tanaman ini bukan asli tanaman Indonesia, melainkan berasal dari daerah subtropis. Sawi hijau mempunyai sifat menyerbuk silang bahkan sulit menyerbuk sendiri. Sulitnya penyerbukan sendiri disebabkan sawi hijau mempunyai sifat Self incompatible, artinya bunga jantan dan bunga betina pada tanaman sawi hijau tidak mekar secara bersamaan sehingga sawi hijau sulit untuk menyerbuk sendiri.


(5)

Haryanto dkk (2003), menyatakan bahwa klasifikasi tanaman sawi adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Ordo : Papaforales

Famili : Cruciferae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea L.

Gambar 2.1 : Sawi Hijau (Brassica juncea L.) Sumber : Dokumentasi Pribadi

Tanaman sawi hijau berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara menyebar ke semua arah disekitar permukaan tanah, perakaranya sangat dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm. Tanaman sawi hijau tidak memiliki akar tunggang. Perakaran tanaman sawi hijau dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur, subur, tanah mudah menyerap air, dan kedalaman tanah cukup dalam (Cahyono, 2003).


(6)

1.3.2 Kandungan Gizi Sawi Hijau

Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap sehingga apabila dikonsumsi sangat baik untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Kandungan gizi setiap 100 g bahan yang dapat dimakan pada sawi hijau adalah :

Tabel 2.1 Kandungan gizi setiap 100 g sawi

No Komposisi Jumlah

1 Kalori 22,00 k

2 Protein 2,30 g

3 Lemak 0,30 g

4 Karbohidrat 4,00 g

5 Serat 1,20 g

6 Kalsium (Ca) 220,50 mg

7 Fosfor (P) 38,40 mg

8 Besi (Fe) 2, 90 mg

9 Vitamin A 969,00 SI

10 Vitamin B1 0,09 mg

11 Vitamin B2 0,10 mg

12 Vitamin B3 0,70 mg

13 Vitamin C 102,00 mg

Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1979.

Sawi hijau juga berguna untuk pengobatan berbagai macam penyakit seperti mencegah kanker, hipertensi, penyakit jantung, membantu sistem pencernaan, serta menghindarkan ibu hamil dari anemia (Cahyono, 2003). Selain sebagai bahan pangan, sawi hijau dipercaya dapat menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk. Sawi hijau pun berfungsi sebagai penyembuh sakit kepala dan mampu bekerja sebagai pembersih darah (Haryanto dkk., 2001).