PENGEMBANGAN KARAKTER PEDULI DAN TANGGUNGJAWAB MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT): Penelitian Tindakan Kelas di Kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan.

(1)

MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas IVA SDN Tunjung 1

Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan) Prayitno

Pengembangan karakter merupakan bagian proses yang tidak terpisahkan dari pembelajaran. Karakter peduli dan tanggung jawab siswa kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan, belum berkembang dan membudaya. Mengatasi rendahnya karakter tersebut, dimplementasikan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), dengan tujuan menggambarkan secara mendalam kondisi awal, perencanaan, implementasi, evaluasi, kendala, upaya dan mengeksplorasi dampaknya. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Data diperoleh melalui pedoman observasi, dokumentasi, catatan lapangan, wawancara, dan penilaian diri. Perencanaan dimulai dengan membedah KI dan KD, menyusun silabus dan RPP serta memilih bahan ajar yang sesuai. Implementasi pada siklus I model VCT analisis gambar, siklus II VCT daftar nilai dan siklus III VCT games. Evaluasi untuk mengetahui tahap pengetahuan (kognitif), internalisasi dalam sikap dan perilaku. Pengetahuan dan internalisasi karakter peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab sebelum implementasi model VCT belum membudaya (MK). Diakhir siklus III pembudayaan (MK) pengetahuan karakter peduli lingkungan 64,86%, karakter peduli sosial 64,86%, dan karakter tanggung jawab 64,86%. Internalisasi pembudayaan (MK) diakhir siklus III karakter peduli 64,86%, karakter peduli sosial 64,86%, dan karakter tanggung jawab 70,27%. Kendalanya antara lain sulit memilih bahan ajar kontekstual, menentukan alat penilaian, menjaga kesinambungan, menerapkan pada mata pelajaran lain. Upaya yang dapat ditempuh yaitu mencari bahan ajar sekurang-kurangnya peristiwa pernah didengar, skor maksimal lalu mengurangi sesuai kriteria, mengawasi, memberi tauladan, memilih model pembelajaran lain. Kesimpulannya melalui implementasi model pembelajaran VCT pada mata pelajaran PPKn, karakter peduli dan tanggung jawab siswa berkembang membudaya, bisa mengambil keputusan baik dan buruk sesuai pengetahuan, kebiasaan bersikap dan berperilaku sehari-hari baik.

Kata Kunci: Karakter, Peduli, Tanggung jawab, Penelitian Tindakan Kelas, Value Clarification Technique.

ABSTRACT

DEVELOPING THE CHARACTER TRAITS OF CARING AND RESPONSIBILITY THROUGH THE IMPLEMENTATION OF VALUE


(2)

Prayitno

Character development is an inseparable part of learning process. The character traits of caring and responsibility among students of class IVA of SDN (State Primary School) Tunjung 1 Burneh District, Bangkalan Regency, have not been developed and cultivated. To solve the issue, Value Clarification Technique (VCT) learning model was implemented in the subject of Pancasila (the Five Principles of Indonesia) and Citizenship Education (PPKn), aimed to describe in-depth the initial condition, planning, implementation, evaluation, obstacles, efforts, and their impacts. The research used Classroom Action Research method. Data were obtained through observation, documentation, field notes, interview, and self-assessment. Planning was initiated by exploring core competences and basic competences, making syllabus and lesson plans, and selecting appropriate teaching materials. The implementation in cycle I was done through VCT with picture analysis, cycle II VCT with a list of values, and cycle III VCT with games. The evaluation was conducted to find the cognitive stage and internalization into attitude and behaviors. It was found that the knowledge and internalization of green character (caring for the environment), social care and responsibility before the implementation of VCT model were not cultivated. At the end of cycle III, the cultivation of the knowledge of green character was 64.86%, the character of social care 64.86%, and the character of responsibility 64.86%. The internalization and cultivation at the end of cycle III for the character of caring was 64.86%, social care 64.86%, and responsibility 70.72%. The obstacles met were, among others, difficulties in selecting contextual teaching materials, determining assessment instrument, maintaining continuity, and implementing the model in other subjects. The efforts to tackle these problems are searching for teaching materials at least from familiar events, reducing the maximum scores according to the criteria, supervising, providing examples, and selecting other learning models. It is concluded that through the implementation of VCT learning model in the subject of PPKn, the character traits of caring and responsibility of students develop and become cultivated; the students become able to distinguish good from bad based on their knowledge, and show good attitude and behaviors in daily life.

Keywords: Character, Caring, Responsibility, Classroom Action Research, Value Clarification Technique.


(3)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini memuat: 1) Latar belakang; 2) Identifikasi masalah; 3) Rumusan masalah; 4) Tujuan penelitian; 5) Kegunaan hasil penelitian; dan 6) Struktur organisasi tesis.

1.1. Latar Belakang

Pendidikan karakter merupakan bagian proses yang tiada henti dan tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Tiada henti artinya dilakukan sepanjang hayat sepanjang keberadaan manusia masih eksis. Tak terpisahkan artinya selama manusia belajar selama itu pula pendidikan karakter harus tetap berlangsung, karena manusia akan selalu berkembang dan tumbuh dari masa ke masa, dari generasi ke generasi. Dalam usaha membentuk karakter anak sebagai modal dasar keluarga dan bangsa menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah, dan lingkungan, dengan harapan hasil pendidikan karakter dapat dinikmati oleh semua.

Peristiwa contek masal di SD Gadel II Surabaya, bentrokan siswa SD Banjarsari dengan SD Merdeka Bandung, pelecehan seksual siswa SD di Banyuwangi terhadapa siswi SMP, dan masih banyak lagi perkelaian siswa sekolah dasar lainnya menunjukkan adanya kegagalan proses pembelajaran di sekolah dasar dalam membentuk karakter yang luhur secara luas. Pendidikan karakter sudah ramai di pasaran, menggaung keseluruh pelosok negeri, tetapi sepi pembeli, mengering terkena panasnya isu globalisasi, hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan oleh semua sekolah sebagaimana harapan masyarakat, bangsa dan negara. Masih banyak siswa yang rendah berkarakter, seperti yang telah diterangkan di muka.

Demikian juga dengan karakter siswa di SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan, pembudayaan karakter belum membudaya. Menurut hasil pengamatan, bincang-bincang dengan teman sejawat, laporan masyarakat sekitar, karakter siswa masih rendah, contoh: a) membuang sampah sembarangan, misalnya di dalamm laci meja belajar, selokan, balik jendela; b) enggan dalam


(4)

piket kelas; c) datang terlambat; d) enggan menyirami tanaman yang ada di depan kelasnya bahkan cenderung merusak dengan cara menendangnya dengan bola; e) membiarkan tanaman yang layu tetap layu; f) terlambat saat upacara bendera hari senin; g) tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka; h) membiarkan temannya sendirian menunggu jemputan; i) tidak membantu temannya yang kesulitan belajar; j) tidak menengok temannya yang sakit; k) tidak memakai helm saat berkendaraan bermotor; l) enggan untuk memberi makan dan minum hewan piaraannya; m) menyirami halaman rumah saat musim kemarau sehingga debu menjadi beterbangan membentuk polusi udara dan masih banyak lagi hal-hal yang belum baik lainnya.

Hal ini terjadi karena pembelajaran disekolah tidak memperhatikan hal-hal seperti itu, menurut anggapan beberapa orang yang kurang peduli bukan sesuatu yang penting dan tidak mengkhawatirkan, menganggap wajar karena mereka masih anak-anak, belum saatnya untuk belajar tertib, peduli dan bertanggungjawab.

Pembudayaan nilai-moral (Hakam, 2012:87) harus dilakukan secara dini, dan usia SD merupakan periode kehidupan yang sangat penting untuk pembinaan moral secara individual. Permasalahan di atas terjadi karena penerapan model pembelajaran yang diterapkan kurang ada modifikasi yang sesuai dengan situasi dan kondisi mental dan pola pikir siswa. Penerapan model pembelajaran antara siswa sekolah dasar dan sekolah lanjutan pola pelaksanaannya disamakan. Pembelajaran hanya dijadikan rutinitas biasa, sekedar menggugurkan kewajiban, siswa tidak melakukan, dan tidak menggugah permasalahan, tanpa menyentuh roh pembelajaran. Pembelajaran yang dapat mengembangkan karakter siswa bukan menjadi tujuan utama. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai inti mata pelajaran pembentuk karakter tidak dapat menusuk membekas pada diri siswa.

Selama ini sesuai dengan pengalaman dan pengamatan baik di SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan Provinsi Jawa Timur, maupun di sekolah dalam satu gugus sekolah dan juga di sekolah lain di lain gugus sekolah,


(5)

kritis dan pemikiran jernih anak, tidak mengembangkan kerjasama antar siswa dalam kelompok kecil maupun kelompok kelas, lebih banyak menonjolkan kemampuan dan kebanggaan individual.

Permasalahan-permasalahan seperti di atas perlu segera diperbaharui. Bila hal-hal yang dianggap kecil ini tidak segera diperbaiki akan berakibat yang tidak baik di masa yang akan datang. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat (karakter) maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa (Depdiknas, 2010; 5).

Salah satu satu usaha yang dapat dilakukan adalah melalui penerapan model pembelajaran yang hasil yang lebih menjanjikan, dengan meperhatikan teknik pembelajaran, sarana prasarana, langkah-langkah, kesesuaian materi dengan model/metode, media, alat evaluasi dan sumber-sumber belajar yang lain. Sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna, memiliki roh belajar untuk belajar dan belajar sebagai proses untuk belajar sepanjang hayat (learning to live together).

Pendidikan karakter perlu diberikan kepada siswa sekolah dasar sesuai dengan pola pikirnya bukan sesuai dengan pola pikir orang dewasa. Pola pikir seusia siswa sekolah dasar sangat unik dan bersifat kontektual. Perkembangan berpikir sesuai dengan apa yang dilihat, didengar, dirasakan, sifat-sifatnya yang suka bermain dengan kesenangan mereka. Anak-anak yang hidup dengan rendahnya kesadaran moral kini mulai bermunculan, guru-guru mereka mengatakan bahwa mereka berasal dari keluarga yang bermasalah. Tentu saja kurangnya perhatian orang tua menjadi alasan utama bagi sekolah untuk secara sadar maupun secara terpaksa harus terlibat dalam pendidikan moral.

Pendidikan ini menjadi perhatian semua pihak, baik sekolah, masyarakat dan dunia usaha. Pendidikan karakter harus dijadikan pendidikan sepanjang hayat, sebagai proses perkembangan ke arah manusia paripurna, memerlukan keteladanan dan sentuhan mulai sejak dini sampai dewasa, tak ubahnya dengan mengukir, memberikan sentuhan agar barang tersebut memiliki nilai lebih. Di dalam karakter ada nilai inti yang berasal dari budaya. Pendidikan alih generasi


(6)

harus dilakukan sejak sekarang, dan sebaik-baik bekal yang diberikan bagi generasi mendatang adalah pendidikan karakter.

Saat ini bangsa Indonesia dalam posisi perubahan menuju puncak peradaban dunia. Dalam proses perubahan ini, pendidikan karakter merupakan sebuah keniscayaan. Sebab, hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu mencapai puncak perdaban dunia. Pendidikan pembinaan dan pengembangan karakter, sebuah proses berkelanjutan dan tak pernah berakhir (never ending process) selama sebuah bangsa ada dan ingin tetap ada. Pendidikan karakter menjadi bagian terpadu dari pendidikan generasi muda agar menjadi generasi paripurna. Proses pendidikan karakter akan melibatkan ragam aspek perkembangan peserta didik, seperti afektif (afektive value), kognitif (knowledge) dan psikomotorik (skill) sebagai satu kesatuan dalam kontek budaya (kultural). Karakter tidak bisa dibentuk (character building) dalam perilaku yang bisa dilombakan (olympiade). Pengembangan dan pembinaan karakter harus menyatu dalam proses pembelajaran yang mendidik, disadari oleh guru sebagai tujuan pendidikan, dikembangkan dalam suasana pembelajaran yang transaksional dan bukan instruksional, serta dilandasi pemahaman secara mendalam terhadap perkembangan peserta didik.

Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan merupakan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, dan beraklak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradap berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Pasal 3 Undang-Undang RI no.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), secara imperatif digariskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,


(7)

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab.

Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa dan karakter. Pembentukan watak atau karakter dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, menjadikan warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab, merupakan misi suci (mission sacre) dari pendidikan karakter.(Winataputra, 2012: 167-168).

Undang-undang Republik Indonesia NO. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Pasal 38 ayat 2 “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madarasah di bawah koordinasi dan supervise dinas pendidikan atau kantor departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Propinsi untuk pendidika menengah.” Pasal 51 ayat 1 “Pengelolaan satuan Pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip mamajemen berbasis sekolah/madarasah.”

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sebagai pendukung pencapaian tujuan tersebut


(8)

pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.

Berdasarkan penelitian sejarah dari seluruh negara yang ada di dunia ini pada dasarnya pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu membimbing para generasi muda untuk menjadi cerdas dan memiliki perilaku berbudi (Lickona, 2012b: 7). Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Mengembangkan potensi kalbu/nurani/ afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa; Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik; Mengembangkan kemampuan peserta didik; dan Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah, untuk itu guru sebagai pengemban dalam pembinaan karakter, sudah selayaknya melaksanakan sesuai dengan pola pikirnya, sehingga pendidikan yang diberikan dapat terserap dan terterapkan. Telah banyak penelitian tentang penerapan teknik dan model pembelajaran dalam rangka pendidikan karakter, baik di sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas. Hasil penelitian menunjukkan dapat meningkatkan hasil studi, kualitas karakter peserta didik, persepsi mengenai suasana sekolah yang kondusif, serta kualitas kepemimpinan kepala sekolah, telah mampu menimbulkan atmosfer pembelajaran yang lebih kondusif dan baik dalam menumbuhkembangkan nilai karakter bangsa daripada pembelajaran konvensional.

Dalam filosofi lahirnya kurikulum 2013, dewasa ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak sering muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga menimpa generasi muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian ilmiah bahwa kekerasan tersebut bersumber dari kurikulum, namun beberapa ahli pendidikan dan tokoh masyarakat menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya adalah implementasi kurikulum yang terlalu menekankan aspek kognitif dan


(9)

keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan yang kurang menantang peserta didik.

Berdasarkan sudut pandang psikologis, tingkat perkembangan peserta didik tidak cukup abstrak untuk memahami konten mata pelajaran secara terpisah-pisah. Pandangan psikologi perkembangan dan Gestalt memberi dasar yang kuat untuk integrasi KD yang diorganisasikan dalam pembelajaran tematik. Dari sudut pandang transdisciplinarity maka pengotakan konten kurikulum secara terpisah ketat tidak memberikan keuntungan bagi kemampuan berpikir selanjutnya. Dalam kurikulum ini pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines).

Masa usia anak sekolah dasar (6-12 tahun) merupakan masa perkembangan yang penting dan fundamental bagi kesuksesan menghadapi tugas perkembangan selanjutnya. Piaget, Vigotski, dan Bruner (dalam Kurniawan, 2011; 71) menjelaskan bahwa ciri-ciri belajarnya adalah sebagai berikut: a) secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik terhadap dunia sekitar yang ada di sekelilingnya, b) senang barmain dan gembira, c) suka mengatur dirinya sendiri untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencoba usaha-usaha baru, d) memiliki perasaan dan dorongan untuk berprestasi dan tidak suka terhadap ketidakpuasan dan kegagalan, e) melakukan belajar secara efektif ketika merasa puas dengan situasi yang terjadi, dan f) belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, mengajar anak temannya yang sebaya (Basset et.al; Sumantri dan Permana, 1999).

Selama ini telah banyak diterapkan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) di berbagai sekolah khususnya di sekolah lanjutan, baik SMP maupun SMA, dalam usaha menanamkan karakter bangsa. Dari berbagai penelitian yang ada nampaknya Value Clarification Technique (VCT) ini cukup berhasil. Model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) ini didesain khusus untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, sehingga penerapan model pembelajaran sangat cocok dengan pendekatan mata pelajaran seperti yang berlaku di sekolah lanjutan.


(10)

Pendekatan model pembelajaran yang berlaku di sekolah dasar, sesuai dengan kurikulum KTSP pada kelas rendah adalah dengan menggunakan pendekatan tematik, sedang pada kelas tinggi menggunakan pendekatan mata pelajaran. Kurikulum 2013 ini semua pndekatan yang berlaku di sekolah dasar adalah dengan menggunakan pendekatan tematik integratif. Pendidikan karakter menjadi pokok bahasan utama dalam kurikulum 2013 ini. Dengan demikian model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) amat memungkinkan untuk diterapkan di sekolah dasar dalam usaha membentuk karakter, karena model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) ini didesain untuk pendekatan mata pelajaran, sedangkan pendekatan pembelajaran yang berlaku di dekolah dasar adalah dengan tematik integratif, maka penerapannya perlu penyesuaian dengan pendekatan tematik integratif. Melihat dari itu semua maka peneliti terdorong mengimplementasikan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) ini di sekolah dasar, dengan harapan dan keyakinan bahwa dengan jalan ini karakter siswa sekolah dasar akan berkembang.

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, efisien dan menyenangkan. Keberhasilan sebuah pembelajaran dapat diketahui dengan baik apabila diadakan penelitian. Penelitian yang tepat dalam sebuah pembelajaran adalah dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam pelaksanaan penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) di SDN Tunjung 1 ini menggunakan teknik Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai metode penelitiannya. Langkah ini diambil karena Penelitian Kindakan kelas (PTK) bersifat emansipatoris dan membebaskan karena penelitian ini mendorong kebebasan berpikir dan berargumen pada pihak siswa, dan mendorong guru untuk bereksperimen, meneliti, dan menggunakan kearifan dalam mengambil keputusan atau judgment (Hopkins dalam Wiriaadmadja, 2006: 25). Dengan demikian hal ini cocok dalam usaha menanamkan karakter siswa untuk berpikir cerdas dan berargumen yang santun, berdasar, sehingga pada gilirannya siswa akan paham bagaimana belajar yang benar-benarnya belajar, dilain pihak ada perbaikan cara mengajar guru demi peningakatan kualitas


(11)

pembelajaran yang berujung pada peningkatan mutu pendidikan dan profesionalisme guru.

Berdasar pada latar belakang permasalahan di atas maka peneliti memutuskan judul tesis ini dengan “PENGEMBANGAN KARAKTER PEDULI DAN

TANGGUNG JAWAB MELALUI IMPLEMENTASI MODEL

PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) (Penelitian

Tindakan Kelas di Kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan)

1.2. Identifikasi Masalah

Penelitian diperlukan apabila terdapat kesenjangan antara teori, praktek dan harapan. Permasalahan yang terjadi di kelas IVA SDN Tunjung1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan dalam hal pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab adalah:

1. Kesenjangan pembinaan karakter bangsa dalam pembelajaran. Pembelajaran dengan penekanan pada pembinaan karakter bangsa sebenarnya sudah diinstruksikan kepada semua pendidik dalam hal ini guru pada semua jenjang pendidikan. Namun instruksi ini hanya sekadar instruksi, tidak diikuti dengan pelatihan-pelatihan kepada guru-guru. Perlu diketahui bahwa guru sebenarnya menyambut ini dengan senang hati. Dalam penerapannya pada akhirnya guru hanya belajar sendiri baik melalui pemahaman sendiri, dari bincang-bincang teman sejawat melalui kelompok kerja. Pembinaan kompetensi guru dalam usaha menerapkan pembelajaran berkarakter jarang diterima, apabila ada guru yang paham tentang karakter bangsa lebih dikarenakan guru secara individu rajin belajar. Dengan segala keterbatasan pemahaman maka tidak jarang yang salah arah dalam penerapannya, ditambah lagi dengan tidak dipentingkannya karakter dalam penentuan kelulusan maupun kenaikan kelas pada siswa. Perlu diketahui bahwa dalam sistem belajar tuntas (mastery learning) yang dipahami selama ini, juga berdasarkan doktrinasi yang diterima guru di sekolah tidak diperkenankan ada siswa yang tinggal kelas dan tidak lulus ujian. Tuntas belajar yang dimaksud di sini adalah ketuntasan pada kompetensi dasar


(12)

berdasarkan ketuntasan minimal yang ditentukan sekolah. Ketuntasan ini ditandai dengan keberhasilan siswa menyelesaikan kompetensi dasar pada ranah kognitif saja. Bila siswa secara kognitif pandai maka anak itu dianggap tuntas, tanpa melihat perilaku sehari-hari siswa, bahkan dalam sistem peringkat saja tidak menempatkan sikap pada posisi menentukan. Permasalahan di atas menjadi tugas guru yang tidak terselesaikan sampai kini. Pembelajaran dan pembinaan karakter bangsa hanya sampai pada tahap perbincangan tidak sampai pada penerapan. Tanggungjawab dan rasa kepedulian siswa bukan menjadi fokus utama. Ditambah lagi keberadaan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang notabene menjadi mata pelajaran pembinaan karakter bangsa menjadi matapelajaran yang tidak begitu penting. Matapelajaran ini hanya menjadi mata pelajaran yang hanya cukup menghafal pasal-pasal dan peraturan-peraturan tanpa penerapan.

2. Model pembelajaran kurang sesuai perkembangan siswa. Selama ini pembelajaran menurut pengalaman peneliti selama ini yang tidak sesuai dengan kondisi siswa misalnya menerima materi pelajaran sesuai dengan materi yang diterima guru saat guru tersebut menjadi siswa, guru mengajar sama dengan saat guru tersebut menerima pelajaran dari gurunya, memberi contoh dalam perilaku tidak sesuai dengan kondisi sekitar tempat tinggalnya, serta tidak melibatkan siswa dalam menganalisa masalah, tidak membangkitkan cara berpikir kritis dan tidak melibatkan dalam mengambil kesimpulan. Kecenderungan guru menganggap bahwa siswa adalah botol kosong yang mana guru wajib mengisinya dengan cara yang disukai, tidak menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang kosong walaupun tak kelihatan, misalnya botol nampak kosong namun sebenarnya botol tersebut berisi udara. Bertitik dari analogi botol yang berisi udara tersebut maka sebenarnya siswa sudah memiliki modal dasar yang kuat yang dibawa dari diri siswa tersebut, walaupun tak nampak jelas misalnya tata cara bertutur kata yang diajarkan oleh orang tuanya, bersikap saat bertemu dengan guru, temannya dan lain sebagainya. Guru menjejali siswanya bahkan orang tuanya dengan


(13)

dalam kamar belajar, mendatangi/mengundang guru les berbagai pelajaran, dengan harapan siswanya menguasai ilmu tertentu dengan harapan siswa tersebut menjadi juara dalam perlombaan tertentu sehingga siswa tersebut dapat mengangkat nama sekolah tersebut dimata masyarakat dan pemerintah, walaupun sebenarnya menjerumuskan siswa dalam kebohongan yang besar dan tanpa sadar telah merampas hak anak untuk bermain dengan teman sebayanya. Perbincangan peneliti dengan Endang Wijayanti seorang sarjana pendidikan biologi, guru biologi SMA 15 Yogyakarta, selama ia menjadi siswa dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi, selalu bergelut dengan buku di dalam kamar karena tuntutan juara dan juara; juga perbincangan oleh peneliti dari para juara-juara lainnya setelah dewasa, hasilnya sangat berbeda dengan anggapan peneliti selama ini. Para juara tersebut sekarang tidak sedikit yang mengalami kejenuhan intelektual, menumpuk semua buku-buku, mengikat, menaruh di pojok ruangan, lalu dia tinggalkan. Mereka merindukan masa lalunya yang terbuang oleh tekanan belajar saat kecil, seperti bermain layang-layang, bermain gundu, bermain engklek, petak umpet dan lainnya yang tidak akan terulang. Sebenarnya menurut hemat peneliti bukan masalah belajarnya yang salah tetapi cara dia belajar yang salah. Cara siswa belajar tidak dapat disalahkan pula tetapi cara guru mengajar yang perlu diperbincangkan. Proses pengajaran dapat terselenggara dengan lancar, efisien, dan efektif bila adanya interaksi yang positif, konstruktif, dan produktif antara beberapa komponen yang terkandung dalam sistem pembelajaran tersebut.

3. Penerapan model kurang modivikasi dan pengembangan. Pembelajaran selama ini lebih banyak berupa pembelajaran langsung (direct instruction) yang kaku. Model ini ada baiknya pada materi-materi tertentu, tetapi kurang tepat untuk materi-materi tertentu pula. Banyak guru masih merasa takut untuk mengembangkan inovasi tertentu karena kekawatiran salah sasaran/terapan. Guru terbelenggu dengan model pembelajaran yang sudah biasa dia lakukan, sudah terbiasa dengan zona aman (status quo) cara mengajar sehingga tidak ada lompatan jenius cara belajar mengajar. Belum dikatakan mengajar apabila bila guru tidak ceramah sampai membusa, serta belum belajar apabila siswa


(14)

tidak duduk tenang, tangan dilipat di atas meja, menatap pandangan guru dengan seksama, melihat guru kemanapun dia bergerak, dan celakanya lagi guru belum menganggap dia berhasil apabila sikap dan pengetahuan siswa tidak seperti gurunya. Inovasi pengembangan pembelajaran masih sangat sedikit setiap tahunnya.

4. Tidak ada kesesuaian antara materi dengan model, media, alat evaluasi. Untuk menunjang sekolah masa depan diperlukan juga teknik pembelajaran cepat terpadu dengan (integrated learning), rahasianya adalah setiap mata pelajaran dipadukan dengan pelajaran lain. Pelajaran fisika dipadukan dengan musik, seni dan drama, sehingga suasana belajar benar-benar menyenangkan, tidak kaku. Kesesuaian antara materi, model, dan media, serta alat evaluasi merupakan hal yang tak dapat disepelakan untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Materi sebagai bahan kajian, model sebagai cara olah jalan menuju materi, media sebagai alat/kendaraan untuk menuju materi, serta evaluasi sebagai tolok ukur dan alat untuk mengukur ketercapaian proses pembelajaran. Hal-hal inilah yang belum banyak dilakukan guru dalam usaha pembentukan karakter siswa sekolah dasar, ini dikarenakan masih banyak kekurangan pengetahuan dan mungkin kurangnya bimbingan dari pengawas sekolah sebagai dokter education guru.

1.3. Rumusan Masalah

Dalam rencana penelitian ini terdapat beberapa rumusan masalah yang dapat diajukan antara lain:

1. Masalah Umum:

Bagaimana pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab pada siswa sekolah dasar melalui penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT)?

2. Masalah Khusus:

a. Bagaimana kondisi awal siswa dalam pelembagaan karakter peduli dan tanggungjawab di kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten


(15)

b. Bagaimana merencanakan pembelajaran dalam pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab pada siswa kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan?

c. Bagaimana penerapan pembelajaran dalam pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab pada siswa kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan?

d. Bagaimana kendala dan upaya pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab melalui penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada siswa kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan?

e. Apakah nilai tambah penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dalam pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab pada siswa kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan?

1.4.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum:

Tujuan umum dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran secara mendalam pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab melalui penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada siswa kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan. 2. Tujuan Khusus:

a. Memperoleh gambaran tentang kondisi awal siswa dalam pelembagaan karakter peduli dan tanggungjawab di kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan.

b. Mengkaji perencanaan pembelajaran dalam pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab pada siswa kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan.

c. Mengevaluasi penerapan pembelajaran dalam pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab pada siswa kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan.


(16)

d. Mengkaji kendala dan upaya penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dalam pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab pada siswa kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan.

e. Mengeksplorasi dampak penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dalam pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab pada siswa kelas IV SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan.

1.5. Kegunaan Hasil Penelitian

1. Manfaat teoritis : diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan kajian teori penerapan model pembelajaran di sekolah dasar khususnya dalam upaya pengembangan karakter bangsa yang lainnya untuk mewujudkan anak bangsa yang baik dan cerdas, pada penelitian selanjutnya.

2. Manfaat dari segi kebijakan: hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam pengambilan kebijakan dalam menerapkan pembelajaran di dalam kelas baik bagi guru pemula maupun dalam pembagian tugas mengajar di sekolah. Selain itu dari hasil penelitian ini pula dapat dijadikan rujukan dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan tahapan perkembangan belajar siswa, karena tidak jarang guru keliru dalam menentukan atau memilih model pembelajaran karena kurang referensi.

3. Manfaat praktis : hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pembentukan karakter siswa sekolah dasar, peningkatan mutu pembelajaran, dan peningkatan profesionalisme guru. Hal ini dalam penelitian ini peneliti menggunakan kajian pustaka dari berbagai bidang keilmuan baik dari segi teori pembelajaran mauapun hasil praktik pembelajaran. Dari segi pengembangan karakter bangsa di dalam dikupas berbagai teori karakter yang cukup. Dalam bidang peningkatan mutu pembelajaran, hasil penelitian ini yang notabene penelitian praktik di lapangan dapat dijadikan gambaran umum bagaimana penerapan pembelajaran yang benar dan modern. Demikian juga


(17)

guru sebagai pengemban kode etik guru yaitu melakukan penelitian sederhana maka dari penlitian ini guru dapat memperoleh gambaran secara mendalam tentang penelitian tindakan kelas, sehingga pada gilirannya nanti PTK bukan menjadi tugas yang menakutkan bagi guru tetapi justru menjadi sebuah kegiatan yang mengasyikkan.

4. Manfaat dari segi isu serta aksi sosial: isu plagiaresme dan pembajakan penelitian tindakan kelas, isu adanya konveksi PTK menjadi kabar yang mengerikan. Untuk itu dengan membaca hasil penelitian ini dapat mendukung aksi pemberantasan pembajakan PTK, karena sebenarnya peneletian tindakan kelas adalah mudah dan mengasyikka bila dilandasi dengan perasaan ingin maju, sabar, mau menerima kritik, dan bekerjasama. Dengan adanya penelitian tindakan kelas yang banyak dari para guru maka sudah dapat dipastikan mutu pembelajaran meningkat, dengan meningkatnya mutu pembelajaran dapat dipastikan mutu pendidikan meningkat, mutu pendidikan meningkat pasti bangsa maju.

1.6. Struktur Organisasi Tesis

Dalam usaha mempermudah penulisan tesis ini, peneliti menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I tentang pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan menjadi beberapa sub bab antara lain; 1) latar belakang, 2) identifikasi masalah, 3) rumusan masalah, 4) tujuan penelitian, 5) kegunaan hasil penelitian, dan 6) struktur organisasi tesis.

Bab II membahas kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan hipotesa penelitian. Dalam sub bab kajian pustaka membahas kajian pustaka tesis ini terdiri anak sub bab antara lain: 1) paradigma pembelajaran; 2) hakikat belajar dan pembelajaran; 3) model pembelajaran; 4) model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT); 5) proses pembelajaran yang relevan dengan sifat belajar anak; 6) pembelajaran tematik; 7) integrasi matapelajaran kurikulum 2013; 8) hakikat, pengertian, dan tujuan pendidikan kewarganegaraan; 8) pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di SD; 9) pendidikan karakter; 10) karakter peduli dan


(18)

tanggungjawab; 11) penilaian dan 12) penelitian terdahulu. Sub selajutnya antara lain: kerangka pemikiran dan hipotesa penelitian.

Bab III tentang metode penelitian. Dalam bab ini membahas antara lain: 1) lokasi penelitian; 2) desain penelitian; 3) metode penelitian; 4) definisi operasional; 5) instrumen penelitian; 6) proses pengembangan instrumen; 7 teknik pengumpulan data; dan 8) analisa data.

Bab IV memuat hasil penelitian dan pembahasan. Sub bab hasil penelitian memuat hasil penelitian siklus 1 sampai 3. Setiap siklus membahas perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Sub bab pembahasan memuat hasil pembahasan dari setiap siklus penelitian.

Bab V : berisi simpulan dari hasil penelitian dan saran berdasarkan hasil penelitian.


(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bagian ini memuat tentang metode penelitian. Dalam bab ini membahas antara lain: 1) lokasi penelitian; 2) desain penelitian; 3) metode penelitian; 4) definisi operasional; 5) instrumen penelitian; 6) proses pengembangan instrumen; 7) teknik pengumpulan data; dan 8) analisa data.

3.1. Lokasi Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian

Nasution (2003: 43) lokasi penelitian adalah lokasi situasi sosial yang mengandung tiga unsur, yakni tempat, pelaku dan kegiatan. Tempat adalah tiap lokasi di mana manusia melakukan sesuatu, pelaku adalah semua orang yang terdapat di lokasi tersebut, sedangkan kegiatan adalah apa yang dilakukan dalam situasi sosial tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa lokasi penelitian adalah tempat di mana seseorang atau kelompok melakukan suatu kegiatan sosial yang dibatasi oleh wilayah baik dalam ruangan maupun di luar ruangan.

Lokasi penelitian ini di kelas IV SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan, Jl. Raya Tunjung No 18 Kelurahan Tunjung Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan Provinsi Jawa Timur Telp. (031) 3061081 Kode Pos 69171.

Gambar 3.1

Peta Kabupaten Bangkalan

Sumber: Atlas Provinsi Jawa Timur 2012.


(20)

3.1.2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas IV A semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Jumlah siswa 37 siswa yang terdiri dari 18 siswa perempuan dan 19 siswa laki-laki. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas IVA karena karakter peduli dan tanggungjawab rendah. Penelitian ini dilakukan oleh Prayitno, S.Pd. Penelitian ini dibantu oleh Lilik Sulistyaningrum, S.Pd dan Juni Prabudi, S.Pd sebagai mitra.

3.2. Desain Penelitian

Penelitian ini diawali dengan orientasi lapangan guna mendapatkan data awal tentang karakter peduli dan tanggungjawab, pengamatan proses pembelajaran melaui observasi dokumen rencana pelaksanaan pembelajaran, media dan hal-hal lain pendukung proses pembinaan karakter bangsa yang lengkap sebagai dasar menyusun rancangan tindakan.

Dari hasil oriesntasi tersebut selanjutnya penelitian (PTK) ini dirancang. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam penelitian ini dilakukan sebanyak tiga siklus. Tiap-tipa siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Setiap pertemuan terdiri dari dua jam pelajaran yang masing-masing pelajaran terdiri dari 35 menit. Tahapan-tahapan setiap siklusnya terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan tindakan bersama-sama dengan pengamatan, kemudian diakhiri dengan refleksi. Siklus pertama perencanaan tindakan didasarkan pada hasil orientasi lapangan sebagaimana diterangkan di atas. Sebagai gambaran secara singkat sesuai dengan desain PTK model Kurt Lewin berikut:


(21)

Gambar 3.2

Desain PTK Model Kurt Lewin

Siklus 1

Siklus 2

Siklus 3

Sumber: Depdikbud; 1999: 20

Orientasi

Perencanaan

Tindakan

Observasi Refleksi

Perencanaan

Tindakan

Tindakan

Observasi

Observasi Refleksi

Refleksi Perencanaan


(22)

Berikut ini penjelasan rinci dari masing-masing tahapan sebagaimana pada gambar di atas.

a. Tahapan Perencanaan

Pada tahap perencanaan ini peneliti menyiapkan perangkat penelitian antara lain: Perencanaan pembelajaran yang terdiri dari Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan Lembar Kerja Sisiwa, lembar pengamatan. Sebagai awal dari penelitian ini perangkat tersebut dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dari Universitas Pendidikan Indonesia. Setelah mendapatkan persetujuan dengan pembimbing peneliti menyosialisasikan dengan calon kolaborator kemudian menentukan waktu pelaksanaan tindakan dengan memperhatikan jadwal pelajaran dan waktu yang dimiliki oleh kolaborator.

b. Tahapan Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2013-2014, yang dilaksanakan selama 4 jam pelajaran yang dibagi menjadi 2 kali pertemuan, setiap pertemuan 2 x 35 menit. Indikator keberhasilan pada pelaksanaan tahap ini apabila ada perkembangan baik proses maupun hasil.

c. Tahap Pengamatan

Pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pengamatan dilakukan oleh guru pengajar sebagai peneliti dan oleh pengamat atau kolaborator. Pengamatan yang dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk mengetahui perilaku siswa saat pembelajaran berlangsung, sedangkan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat dengan tujuan untuk mengamati perilaku siswa dan guru saat pembelajaran berlangsung. Pengamatan yang dilakukan oleh guru pengajar adalah menggunakan format pengamatan kegiatan siswa. Pengamatan yang dilakukan oleh kolaborator menggunakan format pengamatan guru dalam mengajar dan format pengamatan kegiatan siswa. Pengamatan yang dilakukan oleh siswa menggunakan format wawancara tersetruktur. Untuk mendukung proses pengamatan dalam pelaksanaan ini juga di gunakan alat perekam digital.


(23)

d. Tahap refleksi

Refleksi dilakukan pada saat akhir siklus. Refleksi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data. Baik data dari guru pengajar, observer, dan siswa. Dalam refleksi ini juga diputarkan hasil perekaman kamera digital, sehingga diperoleh data yang sesuai dengan apa adanya, tidak ada bias apapun. Hasil refleksi siklus 1 digunakan sebagai dasar perencanaan tindakan pada siklus 2. Hasil refleksi siklus 2 digunakan sebagai dasar perencanaan siklus 3, sedangkan pada fefleksi tindakan siklus 3 digunakan sebagai bahan untuk menarik kesimpulan penelitian tindakan kelas (PTK) ini.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Pengertian Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan. Penelitian tindakan memiliki fokus penerapan. Penelitian tindakan memiliki kemiripan dengan metode penelitian campuran, penelitian tindakan menggunakan pengumpulan data berdasarkan metode kualitatif, kuantitatif maupun campuran antara kualitatif dan kuantitatif. Yang membedakan penelitian tindakan adalah dalam pembahasan masalah, penelitian tindakan secara spesifik praktis berusaha untuk menemukan solusi dari masalah yang ditelitinya.

Dengan demikian desain penelitian tindakan merupakan prosedur yang sistematis yang dilakukan oleh guru kepala sekolah, penyuluh sekolah, atau pihak lain dalam lingkungan belajar-mengajar, untuk mengumpulkan berbagai informasi seputar operasi sekolah; bagaimana guru mengajar, dan bagaimana siswa belajar Pendidik bermaksud untuk meningkatkan kualitas praktek pendidikan dengan cara mempelajari masalah dan isu yang mereka hadapi. Pendidik menggambarkan masalah tersebut kemudian mengumpulkan dan menganalisis data selanjutnya menerapkan perubahan berdasarkan temuan mereka.

Penelitian tindakan digunakan ketika pendidik memiliki masalah, terutama masalah pendidikan. Penelitian tindakan memberikan kesempatan bagi pendidik merefleksikan pembelajaran yang telah mereka praktekan. Dalam lingkup sekolah, penelitian tindakan merupakan salah satu sarana untuk pengembangan bagi guru, untuk mengembangkan diri menjadi guru yang professional, dan


(24)

mengatasi masalah yang terjadi di sekolah. Bahkan ruang lingkup penelitian tindakan menjadi sarana bagi guru atau pendidik di sekolah untuk meningkatkan kualitas kependidikannya dalam hal tindakan apa yang harus mereka lakukan ketika terjadi masalah di dalam penelitian.

Secara lebih terperinci, Creswell (2012: 605-609) mengidentifikasi enam karaktaristik penelitian tindakan: 1) penelitian tindakan terfokus pada tujuan praktis, dalam pengertian diarahkan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah aktual yang spesifik. Dengan demikian, penelitian tindakan digunakan peneliti untuk memperolah manfaat langsung bagi dirinya dan pihak lain yang tarlibat dalam penelitian tersebut; 2) Penelitian tindakan merupakan penelitian yang reflektif-mandiri (self-reflective). Dalam konteks ini, peneliti (atau kelompok peneliti)mengkaji praktik yang dia/mereka lakukan bukan praktik orang lain untuk melihat apa yang harus dilakukan dalam rangka memperbaiki praktik tersebut; 3) Penelitian tindakan bersifat kolaboratif karena dilaksanakan oleh individu dangan bantuan orang lain(minimal sabagai observer) atau oleh sekelompok kolega, praktisi (guru) atau paneliti; 4) penelitian tindakan merupakan sebuah proses yang dinamis dan fleksibel yang melibatkan pengulangan-pengulangan aktivitas (sehingga membentuk pola spiral) yang maju-mundur diantara refleksi, panjaringan data, dan tindakan; 5) penelitian tindakan merupakan suatu rancana tindakan. Meskipun merupakan proses yang dinamis dan fleksibel, sebagai sabuah metode penelitian, penelitian tindakan harus dirancang secara sistematis yang memanuhi pola umum prosedur penelitian tindakan merupakan penelitian kebersamaan (sharing research).

Berbeda dengan hasil penelitian tradisional yang biasanya langsung dipublikasikan dalam jurnal atau buku, peneliti penelitian tindakan biasanya mendistribusikan laporan panelitiannya kapada teman sajawat yang mungkin dapat memakai temuan tersebut meskipun saat ini laporan penelitian tindakan juga sudah dipublikasikan malalui jurnal, biasanya para peneliti penelitian tindakan lebih cenderung untuk membagikan informasi tarsebut dengan berbagai rekan sejawat untuk dipraktikkan atau dikaji ulang di sekolah/kelas


(25)

masing-Penelitian tindakan (Depdikbud, 1999) adalah penelitian tentang, untuk, dan oleh masyarakat/kelompok sasaran, dengan memanfaatkan interaksi, partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah salah satu strategi pemecahan maslah yang memanfaatkan tindakan nyata dan proses pengembangan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang terlibat saling mendukung satu sama lain, dilengkapi dengan fakta-fakta, dan mengemabngkan kemampuan analisis. Dalam prakteknya, penelitian menggabungkan tindakan bermakna dengan prosedur penelitian. Ini adalah suatu upaya memecahkan masalah sekaligus mencari dukungan ilmiahnya. Pihak yang terlibat (guru, widyaiswara, instruktur, kepala sekolah, dan warga masyarakat) mencoba dengan sadar merumuskan suatu tindakan atau intervenasi yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki sesuatu dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaanya untuk memahami tingkat keberhasilannya.

Sesuai dengan konteks dan latar belakang di atas maka penelitian tindakan kelas (PTK) dipilih sebagai metode penelitian. Penelitian tindakan kelas (PTK) dalam konteks ini adalah sebuah bentuk kegiatan penelitian sistematis yang dilakukan oleh guru dalam usaha memperbaiki proses dan hasil pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab melalui penerapan model pembelajaran penerapan model pembelajaran value clarification technique (VCT). Proses dan hasil yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses dan hasil pembeniaan karakter bangsa pada matapelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Fokus karakter pembinaan karakter bangsa di teliti secara mendalam adalah karakter peduli dan tanggungjawab.

3.3.2. Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas dipilih dalam penelitian ini karena pengembangan karakter tidak cukup dijadikan wacana saja. Sekolah belum memiliki rencana aksi yang nyata dalam usaha pengembangan karater bangsa, apabila sekolahpun telah memiliki rencana aksi belum menjadikan kegiatan yang efeltif. Kelas merupakan tempat yang paling lama didiami oleh siswa. Kelas pula tempat siswa belajar. Ditempat di mana seseorang berada di situlah dia belajar, di


(26)

situ mendapat pencerahan, maka kelas dan pembelajaran adalah sarana yang manjur untuk pengembangan karakter peduli.

Penelitaian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian (research) berupa tindakan (action) di dalam kelas (classroom) dengan tujuan untuk memperbaiki mutu pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Aqib (2006:13) mendefiniskan penelitian tindakan kelas adalah merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan yang disengaja dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Pengkajian masalah situasional pada perlakuan seseorang atau kelompok. Artinya solusi terhadap masalah-masalah yang digarap di dalam suatu kegiatan pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab tidak untuk digeralisasi secara langsung.

b. Ada tindakan perbedaan yang mencolok antara sebelum penerapan model pembelajaran value clarification technique (VCT) dengan saat dan sesudah penerapan model terhadap karakter peduli dan tanggungjawab.

c. Penelaahan terhadap tindakan. Selain adanya tindakan, dalam penelitian ini, tindakan yang dilakukan ditelaah kelebihan dan kekurangannya, pelaksanaanya, kesesuaiannya dengan tujuan semula, penyimpangan yang terjadi selama pelaksanaan, dan argumen-argumen yang muncul selama pelaksanaan.

d. Pengkajian dampak tindakan. Dampak dari tindakan penerapan model pembelajaran value clarification technique (VCT) yang dilakukan dikaji apakah sesuai dengan tujuan, apakah memberi dampak positif lain yang tidak diduga sebelumnya, atau bahkan menimbulkan dampak negatif yang merugikan siswa.

e. Dilakukan secara kolaboratif. Mengingat kompleksitas pelaksanaan penerapan model pembelajaran value clarification technique (VCT) untuk mengembangkan karakter peduli dan tanggungjawab ini, maka penelitian ini dilaksanakan secara kolaborasi. Kolaborasi dilaksanakan antara guru dengan guru dengan guru lain, dan antara guru dengan siswanya.


(27)

f. Refleksi. Kegiatan penting lainnya dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah adanya refleksi. Dalam refleksi ini ada banyak hal yang dilakukan yaitu mengevaluasi tindakan sampai dengan memutuskan apakah masalah ini tuntas atau perlu tindakan lainnya dalam siklus berikutnya.

Dalam penelitian ini dipilih bentuk penelitian tindakan kelas kolaborasi patisipatoris. Kolaborasi antara guru dengan guru lain dalam satu sekolah. Peneliti sebagai guru membuat rancangan penelitian tindakan kelas sedangkan guru lain sebagai observer. Peneliti sebagai guru pengajar secara bersama-sama melakukan tindakan kelas. Observer mengamati kegiatan guru dan kegiatan siswa dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan, selanjutnya peneliti bersama observer mengadakan diskusi merefleksi kegiatan yang telah dilaksanakan kemudian bersama-sama membuat keputusan apakah cukup apakah perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya.

3.4. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini bidang kajian operasionalnya berfokus pada pendidikan karakter peduli dan tanggungjawab. Karakter adalah cara berpikir dan bertindak yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerjasama dalam hidup di rumah, lingkungan sekitar, masayarakat, bangsa dan negara. Karakter yang diharapkan di sini masuk dalam empat kelompok besar yakni siswa yang cerdas, jujur, peduli dan tangguh, sehingga siswa mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya.

3.4.1. Karakter Peduli

Peduli dalam kerangka pendidikan karakter ada dua kategori yaitu karakter peduli lingkungan dan peduli sosial, yang keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Peduli lingkungan indikatornya adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Indikatornya adalah dapat merencanakan dan mencegah tindakan yang dapat merusak lingkungan. Dengan harapan dapat melahirkan warganegara muda yang memiliki pengetahuan tentang lingkungan biofisik dan masalah yang berkaitan, menumbuhkan kesadaran agar terlibat secara aktif dalam tindakan


(28)

menuju pembangunan masa depan yang lebih baik, dapat dihuni dan membangkitkan motivasi untuk mengerjakannyan (James & Stapp, dalam Khanafiyah dan Yulianti, 2013: 36).

Indikator peduli lingkungan sebagaimana yang dimaksud dalam penelitian tindakan kelas (PTK) ini antara lain:

a. Pembiasaan memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan sekitar rumah dan sekolah.

b. Pembiasaan membuang sampah dan cuci tangan pada tempatnya. c. Pembiasaan menempatkan peralatan kebersihan dengan rapi. d. Membuat slogan cinta bersih lingkungan.

e. Memelihara lingkungan kelas.

Peduli sosial adalah minat atau ketertarikan untuk membantu orang lain. Peduli sosial itu bukan hanya sebatas pemikiran atau perasaan, tetapi sebuah tindakan, tidak hanya tahu tenang sesuatu yang salah atau benar, tapi ada kemauan melakukan gerakan sekecil apapun. Peduli sosial adalah perilaku warga bangsa untuk dapat melakukan perbuatan baik terhadap sesama yaitu berbagi, membantu, dan atau mempermudah pihak lain dalam melakukan urusannya (urusan yang benar dan baik) yang dilakukan tanpa harus orang lain mengetahuinya baik dalam bentuk terbuka maupun tersembunyi.

Indikator peduli sosial sebagaimana yang dimaksud dalam penelitian tindakan kelas (PTK) ini antara lain :

a. Pembiasaan memfasilitasi kegiatan bersifat sosial. b. Melakukan aksi sosial.

c. Senantiasa mengadakan hubungan dengan sesamanya. d. Memiliki sikap positif.

e. Mengurangi sifat egois.

f. Memiliki tingkat kesosialan tinggi ( tidak apatis ). g. Terwujudnya sikap hidup gotong royong.

h. Terjalinya hubungan batin yang akrab. i. Menumbuhkan kerukunan dan kebersamaan.


(29)

k. Pembiasaan mendoakan orang lain. 3.4.2. Karakter Tanggungjawab

Setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak lepas dari tanggung jawab. Orang yang bertanggung jawab adalah orang yang mampu melaksanakan hak dan kewajibannya. Kewajiban pada dasarnya adalah kebaikan yang dibebanan pada kehendak individu untuk dilaksanakan. Tanggung jawab (responsibility) menyangkut hubungan manusia dengan sang pencipta, manusia dengan lingkungan ataupun hubungan manusia dengan manusia. Dalam hubungan tersebut terdapat pemenuhan hak dan kewajiban.

Bertanggung jawab berarti orang mengerti perbuatannya. Dia berhadapan dengan perbuatannya, sebelum berbuat, selama berbuat dan sesudah berbuat. Dia mengalami diri sebagai subjek yang berbuat dan mengalami perbuatannya sebagai objek yang dibuat, sehingga ia mengerti apakah perbuatannya wajar atau tidak.

Siswa yang diharapakan dalam penelitian ini adalah siswa yang bertanggung jawab karena ada kesadaran atas segala perbuatan dan akibatnya bagi diri sendiri dan bagi pihak lain, bagi lingkungan. timbulnya kesadaran bertanggung jawab karena siswa hidup bermasyarakat dan hidup dalam lingkungan alam atau dapat dikatakan siswa yang bertangung jawab adalah yang mampu menghormati, mengerjakan apa yang dikatakannya dan berani mengakui kesalahan yang telah dilakukannya.

Indikator tanggungjawab sebagaimana yang dimaksud dalam penelitian tindakan kelas ini antara lain:

a. Melakukan tugas rutin tanpa harus diberitahu. b. Dapat menjelaskan apa yang dilakukannya. c. Tidak menyalahkan orang lain yang berlebihan. d. Mampu menentukan pilihan dari beberapa alternatif. e. Bisa bermain atau bekerja sendiri dengan senang hati.

f. Melaksanakan keputusan bersama secara individu, kelompok, maupun dalam kelas.


(30)

h. Menghormati dan mentati aturan. i. Dapat berkonsentrasi pada tugas-tugas.

j. Mengakui kesalahan tanpa mengajukan alasan yang dibuat-buat. 3.5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri yang menjadi instrumen utama (human instrument) yang turun ke lapangan (kelas) untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Sugiyono (2005: 59) Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang bersifat kualitatif, cara kerjanya tidak lepas dari karakteristik penelitian kualitatif. Menurut Creswell (2012: 16) adalah sebagai berikut:

“Setting alami (terfokus data lapangan) sebagai sumber data, peneliti sebagai

instrumen utama dalam pengumpulan data, pengumpulan data berupa kata-kata dan gambar-gambar, mengutamakan proses dari pada hasil, analisis data bersifat induktif, perhatian diarahkan pada hal-hal tertentu yang bermakna,

menggunakan bahasa ekspresif, perkataannya persuasif”.

Selain peneliti sendiri sebagai instrumen utama, penelitian ini juga akan menggunakan instrumen bantu berupa catatan lapangan (field notes), lembar panduan observasi, dokumen sekolah, foto, dan alat perekam.

Instrumen penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini antara lain:

1. Penilaian diri. Penilaian diri siswa dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal dan kondisi akhir karakter peduli dan tanggungjawab siswa sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT). 2. Dokumen. Dokumen yang diamati pada penelitian tindakan kelas ini antara

lain: dokumen silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan tujuan sebuah tindakan akan diketahui dari rencana tindakan. Rencana tindakan dalam sebuah pembelajaran tidak akan dapat dilepaskan dari kurikulum yang selanjutnya dijabarkan ke dalam silabus dan RPP.

3. Pedoman Observsi. Pedoman observasi untuk mengetahui keterlaksanaan penelitian tindakan kelas, baik dari segi guru peneliti sebagai subjek maupun dari segi siswa sebagai objek penelitian.


(31)

sebelumnya hal tersebut tidak diprediksi bahkan tidak diharapkan. Sesuatu yang muncul diluar dugaan ini dicatat guna untuk memperbaiki pada oerencanaan dan tindakan selanjutnya. Mungkin juga dicatatan lapangan ini akan muncul catatan yang menuliskan perilaku siswa/karakter positif yang muncul dari nilai tambah penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT). Selain itu juga untuk mencatat strategi/pendekatan pembelajaran, pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran, keterlibatan siswa, penilaian hasil belajar, dan penggunaan bahasa pengantar.

5. Pedoman wawancara. Pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa maupun guru observer atau lainnya baik tanggapan baik maupun tanggapan buruk sekalipun.

3.6. Proses Pengembangan Instrumen

Instrumen perlu dikembangkan lebih lanjut untuk mendapatkan pengujian validasi yang benar. Tahap pengujian validasi dalam penelitian ini sperti yang tergambar sebagai berikut.

Gambar. 3.3

Gambar komponen analisa data

1. Kategori data dan konstruksi data. Kategori pada 5 aspek yaitu: a. Kondisi awal karakter siswa

b. Perencanaan model pembelajaran VCT c. Penerapan model pembelajaran VCT.

d. Kendala dan upaya penerapan model pembelajaran VCT.

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Kesimpulan:

Penarikan/verifikasi


(32)

e. Nilai tambah penerapan model pembelajaran VCT. 2. Validasi data.

Perolehan data yang aktual dan absah yang diperoleh melalui penilaian diri, pedoman observasi, dokumen, wawancara, dan catatan lapangan (field notes). Kredibilitas data diperiksa melalui:

a. Memperpanjang waktu keikutsertaa kolaborator.

b. Melakukan pengamatan secara seksama, terus menerus. c. Melalui triangulasi data.

3. Mengupayakan referensi yang cukup melalui membaca buku-buku referensi yang relevan.

4. Expert opinion.

Kegiatan ini untuk mengkonsultasikan hasil temuan atau meminta pendapat kepada para ahli. Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti mengkonsultasikan hasil temuan penelitian kepada dosen pembimbing I. Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si dan dosen pembimbing II. Dr. Kokom Komalasai, M.Pd untuk memperoleh arahan dan masukannya berkaitan dengan permasalahan-permasalahan dalam penelitian. Perbaikan, modifikasi atau penghalusan berdasarkan arahan dari pembimbing akan dapat meningkatkan derajat kepercayaan sehingga validitas temuan penelitian dapat dipertanggungjawabkan (Wiriaatmaja, 2005: 171).

3.7. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Creswell prosedur pengumpulan data dalam penelitian kualitatif terdiri dari 4 tipe dasar penelitian: observasi, wawancara, dokumentasi dan audio visual. Selanjutnya masing-masing dijelaskan sebagai berikut:

1. Pedoman observasi. Pedoman observasi digunakan untuk memotred sesuatu yang perlu dipotret dalam penelitian agar tidak salah dalam memilih hal-hal yang perlu diobservasi atau diamati yakni guru dan murid. Metode penelitian kualitatif secara metodologi menggunakan pengamatan dengan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan lain sebagainya. Dengan pedoman observasi


(33)

maupun tidak sadar sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.Data yang diperoleh adalah a) data hasil observasi aktifitas kegiatan guru dalam pembelajaran VCT, b) data aktifitas kegiatan siswa dalam pembelajaran. Data ini diperoleh dari a) pengamat (observer), b) guru peneliti, dan c) siswa.

2. Dokumentasi. Dokumen diperoleh dari guru peneliti dan guru pengamat berupa silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan catatan lain dari pengamat. 3. Catatan Lapangan (field notes). Catatan lapangan digunakan untuk mencatat

hal-hal yang sebelumnya tidak terprediksi, pendekatan/strategi pembelajaran, pemanfaatan media/sumber belajar, keterlibatan siswa, penilaian proses dan hasil belajar, dan penggunaan bahasa pengantar. Data didapat dari guru pengamat dan guru peneliti. Sasaran dari filed notes guru peneliti dan siswa 4. Wawancara. Wawancara dimaksudkan untuk mendapat tanggapan dari guru

pengamat dan siswa dalam kesempatan yang tidak direncanakan guna mendapatkan komentar secara lisan. Agar wawancara dapat bergerak apa adanya digunakan alat perekam tersembunyi. Data yang diperoleh berupa data hasil wawancara dari guru dan siswa.

5. Penilaian Diri. Penilaian ini berupa lembar angkat urutan kegiatan siswa yang dibuat oleh guru. Siswa mengurutkan kegiatan sesuai dengan yang biasa siswa lakukan dan menambah hal-hal yang belum ada dalam daftar dan mencoret daftar yang tidak biasa dilakukan. Data yang diperoleh berupa lembar penilaian diri siswa. Data ini digunakan untuk mengetahui penerapan pengembangan karakter atau internaliasasi pengembangan karakter bangsa.

3.8. Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian sebagaimana yang dimaksud dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan analisis data kualitatif dan data kuantitatif. Data-data kualitatif dioleh dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Mendokumentasi dan mengolah data.

Meneliti kembali semua data yang terkumpul dan termasuk mensortir data yang tidak benar. Mengklasifikasi dan memberikan kode-kode untuk


(34)

keperluan tabulasi dan analisis. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul aspek apa yang direduksi. b. Mentabulasi data untuk dianalisis.

Menata data dalam bentuk tabel. Pada tahapan ini dilakukan pemberian skor, pengubahan jenis data, dan lain-lain yang diperlukan sesuai tujuan penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengajukan data secara jelas dan singkat untuk memudahkan memahami gambaran terhadap aspek-aspek yang diteliti, baik secara keseluruhan maupun bagian demi bagian..

c. Menganalisis dan menginterpertasi data sesuai tujuan.

Melakukan pengujian dengan menggunakan penyajian data dalam bentuk deskripsi dan interpretasi sesuai dengan data yang diperoleh.

Prosedur kategorisasi data dalam penelitian tindakan kelas ini difokuskan pada aspek:

a. Kondisi awal dan akhir karakter siswa b. Perencanaan pembelajaran.

c. Penerapan model pembelajaran. d. Kendala dan upaya

e. Nilai tambah penerapan model pembelajaran.

Data kuantitatif diperoleh dari data penilaian diri sendiri siswa. Data tersebut selanjutnya dioleh dengan teknik statistik deskriftif prosentase. Dengan rumus

100

% X

N F


(1)

k. Pembiasaan mendoakan orang lain.

3.4.2. Karakter Tanggungjawab

Setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak lepas dari tanggung jawab. Orang yang bertanggung jawab adalah orang yang mampu melaksanakan hak dan kewajibannya. Kewajiban pada dasarnya adalah kebaikan yang dibebanan pada kehendak individu untuk dilaksanakan. Tanggung jawab (responsibility) menyangkut hubungan manusia dengan sang pencipta, manusia dengan lingkungan ataupun hubungan manusia dengan manusia. Dalam hubungan tersebut terdapat pemenuhan hak dan kewajiban.

Bertanggung jawab berarti orang mengerti perbuatannya. Dia berhadapan dengan perbuatannya, sebelum berbuat, selama berbuat dan sesudah berbuat. Dia mengalami diri sebagai subjek yang berbuat dan mengalami perbuatannya sebagai objek yang dibuat, sehingga ia mengerti apakah perbuatannya wajar atau tidak.

Siswa yang diharapakan dalam penelitian ini adalah siswa yang bertanggung jawab karena ada kesadaran atas segala perbuatan dan akibatnya bagi diri sendiri dan bagi pihak lain, bagi lingkungan. timbulnya kesadaran bertanggung jawab karena siswa hidup bermasyarakat dan hidup dalam lingkungan alam atau dapat dikatakan siswa yang bertangung jawab adalah yang mampu menghormati, mengerjakan apa yang dikatakannya dan berani mengakui kesalahan yang telah dilakukannya.

Indikator tanggungjawab sebagaimana yang dimaksud dalam penelitian tindakan kelas ini antara lain:

a. Melakukan tugas rutin tanpa harus diberitahu. b. Dapat menjelaskan apa yang dilakukannya. c. Tidak menyalahkan orang lain yang berlebihan. d. Mampu menentukan pilihan dari beberapa alternatif. e. Bisa bermain atau bekerja sendiri dengan senang hati.

f. Melaksanakan keputusan bersama secara individu, kelompok, maupun dalam kelas.


(2)

h. Menghormati dan mentati aturan. i. Dapat berkonsentrasi pada tugas-tugas.

j. Mengakui kesalahan tanpa mengajukan alasan yang dibuat-buat.

3.5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri yang menjadi instrumen utama (human instrument) yang turun ke lapangan (kelas) untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Sugiyono (2005: 59) Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang bersifat kualitatif, cara kerjanya tidak lepas dari karakteristik penelitian kualitatif. Menurut Creswell (2012: 16) adalah sebagai berikut:

“Setting alami (terfokus data lapangan) sebagai sumber data, peneliti sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data, pengumpulan data berupa kata-kata dan gambar-gambar, mengutamakan proses dari pada hasil, analisis data bersifat induktif, perhatian diarahkan pada hal-hal tertentu yang bermakna, menggunakan bahasa ekspresif, perkataannya persuasif”.

Selain peneliti sendiri sebagai instrumen utama, penelitian ini juga akan menggunakan instrumen bantu berupa catatan lapangan (field notes), lembar panduan observasi, dokumen sekolah, foto, dan alat perekam.

Instrumen penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini antara lain:

1. Penilaian diri. Penilaian diri siswa dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal dan kondisi akhir karakter peduli dan tanggungjawab siswa sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT). 2. Dokumen. Dokumen yang diamati pada penelitian tindakan kelas ini antara

lain: dokumen silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan tujuan sebuah tindakan akan diketahui dari rencana tindakan. Rencana tindakan dalam sebuah pembelajaran tidak akan dapat dilepaskan dari kurikulum yang selanjutnya dijabarkan ke dalam silabus dan RPP.

3. Pedoman Observsi. Pedoman observasi untuk mengetahui keterlaksanaan penelitian tindakan kelas, baik dari segi guru peneliti sebagai subjek maupun dari segi siswa sebagai objek penelitian.

4. Catatan lapangan (Field Notes). Catatan lapangan (Field Notes) diperlukan karena suatu tindakan dapat dipastikan ada hal-hal yang terjadi padahal


(3)

sebelumnya hal tersebut tidak diprediksi bahkan tidak diharapkan. Sesuatu yang muncul diluar dugaan ini dicatat guna untuk memperbaiki pada oerencanaan dan tindakan selanjutnya. Mungkin juga dicatatan lapangan ini akan muncul catatan yang menuliskan perilaku siswa/karakter positif yang muncul dari nilai tambah penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT). Selain itu juga untuk mencatat strategi/pendekatan pembelajaran, pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran, keterlibatan siswa, penilaian hasil belajar, dan penggunaan bahasa pengantar.

5. Pedoman wawancara. Pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa maupun guru observer atau lainnya baik tanggapan baik maupun tanggapan buruk sekalipun.

3.6. Proses Pengembangan Instrumen

Instrumen perlu dikembangkan lebih lanjut untuk mendapatkan pengujian validasi yang benar. Tahap pengujian validasi dalam penelitian ini sperti yang tergambar sebagai berikut.

Gambar. 3.3

Gambar komponen analisa data

1. Kategori data dan konstruksi data. Kategori pada 5 aspek yaitu: a. Kondisi awal karakter siswa

b. Perencanaan model pembelajaran VCT c. Penerapan model pembelajaran VCT.

d. Kendala dan upaya penerapan model pembelajaran VCT.

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Kesimpulan:

Penarikan/verifikasi


(4)

e. Nilai tambah penerapan model pembelajaran VCT. 2. Validasi data.

Perolehan data yang aktual dan absah yang diperoleh melalui penilaian diri, pedoman observasi, dokumen, wawancara, dan catatan lapangan (field notes). Kredibilitas data diperiksa melalui:

a. Memperpanjang waktu keikutsertaa kolaborator.

b. Melakukan pengamatan secara seksama, terus menerus. c. Melalui triangulasi data.

3. Mengupayakan referensi yang cukup melalui membaca buku-buku referensi yang relevan.

4. Expert opinion.

Kegiatan ini untuk mengkonsultasikan hasil temuan atau meminta pendapat kepada para ahli. Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti mengkonsultasikan hasil temuan penelitian kepada dosen pembimbing I. Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si dan dosen pembimbing II. Dr. Kokom Komalasai, M.Pd untuk memperoleh arahan dan masukannya berkaitan dengan permasalahan-permasalahan dalam penelitian. Perbaikan, modifikasi atau penghalusan berdasarkan arahan dari pembimbing akan dapat meningkatkan derajat kepercayaan sehingga validitas temuan penelitian dapat dipertanggungjawabkan (Wiriaatmaja, 2005: 171).

3.7. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Creswell prosedur pengumpulan data dalam penelitian kualitatif terdiri dari 4 tipe dasar penelitian: observasi, wawancara, dokumentasi dan audio visual. Selanjutnya masing-masing dijelaskan sebagai berikut:

1. Pedoman observasi. Pedoman observasi digunakan untuk memotred sesuatu yang perlu dipotret dalam penelitian agar tidak salah dalam memilih hal-hal yang perlu diobservasi atau diamati yakni guru dan murid. Metode penelitian kualitatif secara metodologi menggunakan pengamatan dengan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan lain sebagainya. Dengan pedoman observasi ini didapat data-data yang optimal dari segi motif, yang dipercaya baik sadar


(5)

maupun tidak sadar sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.Data yang diperoleh adalah a) data hasil observasi aktifitas kegiatan guru dalam pembelajaran VCT, b) data aktifitas kegiatan siswa dalam pembelajaran. Data ini diperoleh dari a) pengamat (observer), b) guru peneliti, dan c) siswa.

2. Dokumentasi. Dokumen diperoleh dari guru peneliti dan guru pengamat berupa silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan catatan lain dari pengamat. 3. Catatan Lapangan (field notes). Catatan lapangan digunakan untuk mencatat

hal-hal yang sebelumnya tidak terprediksi, pendekatan/strategi pembelajaran, pemanfaatan media/sumber belajar, keterlibatan siswa, penilaian proses dan hasil belajar, dan penggunaan bahasa pengantar. Data didapat dari guru pengamat dan guru peneliti. Sasaran dari filed notes guru peneliti dan siswa 4. Wawancara. Wawancara dimaksudkan untuk mendapat tanggapan dari guru

pengamat dan siswa dalam kesempatan yang tidak direncanakan guna mendapatkan komentar secara lisan. Agar wawancara dapat bergerak apa adanya digunakan alat perekam tersembunyi. Data yang diperoleh berupa data hasil wawancara dari guru dan siswa.

5. Penilaian Diri. Penilaian ini berupa lembar angkat urutan kegiatan siswa yang dibuat oleh guru. Siswa mengurutkan kegiatan sesuai dengan yang biasa siswa lakukan dan menambah hal-hal yang belum ada dalam daftar dan mencoret daftar yang tidak biasa dilakukan. Data yang diperoleh berupa lembar penilaian diri siswa. Data ini digunakan untuk mengetahui penerapan pengembangan karakter atau internaliasasi pengembangan karakter bangsa.

3.8. Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian sebagaimana yang dimaksud dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan analisis data kualitatif dan data kuantitatif. Data-data kualitatif dioleh dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Mendokumentasi dan mengolah data.

Meneliti kembali semua data yang terkumpul dan termasuk mensortir data yang tidak benar. Mengklasifikasi dan memberikan kode-kode untuk


(6)

keperluan tabulasi dan analisis. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul aspek apa yang direduksi. b. Mentabulasi data untuk dianalisis.

Menata data dalam bentuk tabel. Pada tahapan ini dilakukan pemberian skor, pengubahan jenis data, dan lain-lain yang diperlukan sesuai tujuan penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengajukan data secara jelas dan singkat untuk memudahkan memahami gambaran terhadap aspek-aspek yang diteliti, baik secara keseluruhan maupun bagian demi bagian..

c. Menganalisis dan menginterpertasi data sesuai tujuan.

Melakukan pengujian dengan menggunakan penyajian data dalam bentuk deskripsi dan interpretasi sesuai dengan data yang diperoleh.

Prosedur kategorisasi data dalam penelitian tindakan kelas ini difokuskan pada aspek:

a. Kondisi awal dan akhir karakter siswa b. Perencanaan pembelajaran.

c. Penerapan model pembelajaran. d. Kendala dan upaya

e. Nilai tambah penerapan model pembelajaran.

Data kuantitatif diperoleh dari data penilaian diri sendiri siswa. Data tersebut selanjutnya dioleh dengan teknik statistik deskriftif prosentase. Dengan rumus

100

% X

N F


Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN DIRI DI SDN NGIJO 03 KABUPATEN MALANG

0 13 26

Penelitian Tindakan Kelas PKn SD

1 15 20

PEMBINAAN RASA NASIONALISME DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT)

2 12 101

THE APPROACH OF VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE AS AN EFFORT TO INSTILL ENTREPRENEURIAL VALUES PENDEKATAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE SEBAGAI UPAYA MENANAMKAN NILAI-NILAI KEWIRAUSAHAAN

0 15 105

STUDI PERBANDINGAN MORALITAS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) DAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP PELAJARAN IPS

0 7 123

STUDI PERBANDINGAN MORALITAS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) DAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP PELAJARAN IPS

1 16 120

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV A SD N 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

7 36 84

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE UNTUK MENUMBUHKAN KESADARAN HAK ASASI MANUSIA PADA MATA PELAJARAN PPKn DI KELAS XI SMA NEGERI 1 BANDAR SRIBHAWONO TAHUN 2015

2 14 97

DEVELOPING CHARACTER INTERNALIZATION MODEL IN ISLAMIC EDUCATION THROUGH VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE

0 1 11

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN SEJARAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) PADA SISWA KELAS XII IPS.5 SMAN 1 KINALI Delfimar SMAN 1 Kinali

1 1 12