PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV A SD N 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION

TECHNIQUE (VCT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

SISWA KELAS IV A SD N 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Skripsi

Oleh UMY FARIDHA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION

TECHNIQUE (VCT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

SISWA KELAS IV A SD N 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh

UMY FARIDHA

Pembelajaran tematik di kelas IV A SD N 7 Metro Pusat belum berlangsung seperti yang diharapkan. Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa dengan nilai ketuntasan ≥ 66 terdapat 14 siswa (54%) dari 26 siswa yang sudah mencapai ketuntasan untuk sikap sosial, 17 siswa (65%) untuk pengetahuan, dan 13 siswa (50%) untuk keterampilan berbicara. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa berupa sikap sosial, keterampilan berbicara, dan pengetahuan siswa dengan menerapkan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT).

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam 3 siklus, di mana setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Alat pengumpul data yang digunakan berupa lembar observasi dan soal tes. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran VCT mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dilihat dari ketuntasan sikap sosial siswa meningkat dari 51,92% (Cukup) pada siklus I menjadi 61,54% (Cukup) pada siklus II dan pada siklus III meningkat menjadi 80,77% (Sangat Baik). Ketuntasan pengetahuan siswa meningkat dari 51,92% (Cukup) pada siklus I menjadi 65,38% (Cukup) pada siklus II dan pada siklus III meningkat menjadi 78,85% (Baik). Sedangkan ketuntasan keterampilan berbicara siswa meningkat dari 53,85% (Cukup) pada siklus I menjadi 67,31% (Baik) pada siklus II dan pada siklus III meningkat menjadi 76,92% (Baik).

Kata kunci: hasil belajar siswa, pembelajaran tematik, value clarification technique (VCT).


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti bernama Umy Faridha, lahir di Tanjung Bintang, Lampung Selatan pada tanggal 9 Juli 1992. Peneliti merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Edi Sutrisno dan Ibu Yunarni.

Peneliti mengenyam pendidikan pertama kali di TK Al-Azhar Jatibaru 10, Lampung Selatan, lulus pada tahun 1998. Kemudian peneliti melanjutkan pendidikannya di SD Negeri 2 Simbarwaringin, Lampung Tengah, lulus pada tahun 2004. Peneliti melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Metro, lulus pada tahun 2007, dan melanjutkan di SMA Negeri 1 Metro, lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, peneliti terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Lampung pada program studi S-1 PGSD melalui jalur tes SNMPTN.


(8)

MOTTO

“Apa yang kamu tanam, itulah yang kamu tuai.”

(Anonim)

“Kamu tidak akan pernah tahu jika kamu tidak pernah

mencoba.” (Umy Faridha)


(9)

i

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap Bismillahirrohmanirrohim

Kupersembahkan karya sederhana ini sebagai rasa syukur kepada Allah SWT dan terima kasih kepada:

Orang tuaku tercinta,

Ayahanda Edi Sutrisno dan Ibunda Yunarni

Yang telah membesarkan, mendidik, mencurahkan kasih sayang, serta memberikan doa dan motivasi yang luar biasa agar menjadi anak yang

lebih baik dan dapat membanggakan orang tua.

Adik-adikku,

Aldika Fajri dan Abdi Kurniawan

Yang telah turut serta memberikan motivasi dan doa guna keberhasilanku.

Serta keluarga dan orang-orang yang memberiku semangat untuk dapat berbuat lebih baik dan dapat menyelesaikan studi.


(10)

ii SANWACANA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IVA SD N 7 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2013/2014”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan berkat adanya bantuan, bimbingan, motivasi, doa, dan saran-saran yang membangun dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Harianto, M. S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Hi. Darsono, M. Pd., selaku Ketua Program Studi S-1 PGSD Universitas Lampung.


(11)

iii 5. Ibu Dra. Asmaul Khair, M. Pd., selaku Ketua UPP S-1 PGSD Metro yang senantiasa memberi bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

6. Ibu Dra. Hj. Nelly Astuti, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

7. Ibu Dra. Sulistiasih, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi yang luar biasa sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

8. Bapak Drs. Mugiadi, M. Pd., selaku Pembahas yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada peneliti dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen, serta Staf Karyawan S-1 PGSD UPP Metro yang turut andil dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.

10. Ibu Tri Sulistyowati, S. Pd., selaku Kepala SD N 7 Metro Pusat yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian di sekolah tersebut, serta Dewan Guru dan Staf Administrasi yang telah banyak membantu peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

11. Ibu Mamik Herawati, S. Pd. SD., selaku guru kelas IV A SD N 7 Metro Pusat yang telah bersedia menjadi teman sejawat dan membantu peneliti selama melaksanakan penelitian.


(12)

iv 12. Kedua orang tua tercinta dan adik-adik peneliti yang telah banyak memberikan dukungan moral maupun material demi keberhasilan studi peneliti.

13. Seluruh teman-teman S-1 PGSD angkatan 2010, khususnya kelas B yang tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu.

14. Seluruh sahabat-sahabat peneliti (Sulihawati, Serlia Hendriyani, Aqmarina Ferial, Maulinda Putri P., Khusnaini Azizah, Sinta Mahardiyanti, Siti Fatimah, Indah Fitriyani, dan Tri Wahyunitasari) yang selalu memberikan semangat serta dukungan yang luar biasa kepada peneliti dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

15. Siswa-siswi kelas IV A SD N 7 Metro Pusat, yang telah ikut berpartisipasi dan memberikan dukungannya.

16. Semua pihak yang telah turut membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.

Peneliti berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peningkatan dan perkembangan mutu pendidikan khususnya pendidikan dasar.

Metro, Juli 2014 Peneliti


(13)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR GRAFIK ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 5

C.Pembatasan Masalah ... 6

D.Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A.Model Pembelajaran ... 9

1. Pengertian Model Pembelajaran ... 9

2. Jenis-jenis Model Pembelajaran ... 10

3. Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) .... 11

a. Pengertian Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) ... 11

b. Tujuan Model Pembelajaran VCT ... 13

c. Jenis-jenis Model Pembelajaran VCT ... 14

d. Langkah-langkah Pembelajaran VCT ... 15

e. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran VCT ... 16

B.Belajar ... 18

1. Pengertian Belajar ... 18

2. Teori Belajar ... 19

3. Hasil Belajar ... 22

C.Pembelajaran Tematik dalam Kurikulum 2013 ... 24

1. Pembelajaran Tematik ... 24

2. Pendekatan Scientific (Scientific Approach) ... 27

3. Penilaian Autentik (Authentic Assesment) ... 28

D.Kerangka Pikir ... 31


(14)

vi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

A.Jenis Penelitian ... 34

B.Setting Penelitian ... 36

C.Teknik Pengumpulan Data ... 36

D.Alat Pengumpulan Data ... 37

E. Teknik Analisis Data ... 41

F. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ... 46

G.Indikator Keberhasilan ... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 62

A.Profil SD N 7 Metro Pusat ... 62

B.Prosedur Penelitian ... 63

C.Hasil Penelitian ... 66

1. Siklus I ... 66

a. Perencanaan ... 66

b. Pelaksanaan ... 66

c. Hasil Temuan pada Siklus I ... 71

d. Refleksi Siklus I ... 77

e. Saran Perbaikan/Tindakan Kelas untuk Siklus II ... 80

2. Siklus II ... 81

a. Perencanaan ... 81

b. Pelaksanaan ... 82

c. Hasil Temuan pada Siklus II ... 86

d. Refleksi Siklus II ... 93

e. Saran Perbaikan/Tindakan Kelas untuk Siklus III ... 95

3. Siklus III ... 96

a. Perencanaan ... 96

b. Pelaksanaan ... 97

c. Hasil Temuan pada Siklus III ... 101

d. Refleksi Siklus III ... 107

D.Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 108

1. Kinerja Guru ... 108

2. Hasil Belajar Siswa ... 109

E. Pembahasan ... 115

1. Kinerja Guru ... 115

2. Hasil Belajar Siswa ... 117

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 122

A.Kesimpulan ... 122

B.Saran ... 123

DAFTAR PUSTAKA ... 124


(15)

vii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Instrumen penilaian kinerja guru ... 38

3.2 Rubrik penyekoran kinerja guru ... 39

3.3 Instrumen penilaian sikap sosial siswa ... 40

3.4 Instrumen penilaian keterampilan berbicara siswa ... 41

3.5 Kategori kinerja guru ... 42

3.6 Kategori sikap sosial siswa ... 42

3.7 Kategori persentase ketuntasan sikap sosial siswa klasikal ... 43

3.8 Kategori keterampilan berbicara siswa ... 44

3.9 Kategori persentase ketuntasan keterampilan berbicara siswa klasikal ... 45

3.10 Kategori persentase ketuntasan pengetahuan siswa klasikal ... 46

4.1 Keadaan guru dan karyawan SD N 7 Metro Pusat ... 63

4.2 Nilai kinerja guru siklus I ... 71

4.3 Sikap sosial siswa siklus I ... 73

4.4 Pengetahuan siswa siklus I ... 74

4.5 Keterampilan berbicara siswa siklus I ... 76

4.6 Nilai kinerja guru siklus II ... 87

4.7 Sikap sosial siswa siklus II ... 88

4.8 Pengetahuan siswa siklus II ... 90

4.9 Keterampilan berbicara siswa siklus II ... 91

4.10 Nilai kinerja guru siklus III ... 101

4.11 Sikap sosial siswa siklus III ... 103

4.12 Pengetahuan siswa siklus III ... 104

4.13 Keterampilan berbicara siswa siklus III ... 106

4.14 Rekapitulasi nilai kinerja guru dalam proses pembelajaran ... 108

4.15 Rekapitulasi sikap sosial siswa dalam pembelajaran ... 110

4.16 Rekapitulasi pengetahuan siswa dalam pembelajaran ... 111


(16)

viii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 33 3.1 Tahapan PTK ... 35


(17)

ix DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

4.1 Rekapitulasi Nilai Kinerja Guru dalam Proses Pembelajaran ... 109

4.2 Rekapitulasi Sikap Sosial Siswa dalam Pembelajaran ... 111

4.3 Rekapitulasi Pengetahuan Siswa dalam Pembelajaran ... 113


(18)

x DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat-surat Penelitian ... 128

2. Rencana Perbaikan Pembelajaran ... 135

3. Kinerja Guru ... 156

4. Sikap Sosial Siswa ... 166

5. Pengetahuan Siswa ... 181

6. Keterampilan Berbicara Siswa ... 187


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan memiliki peran penting dalam upaya peningkatan sumber daya manusia ke arah yang lebih baik. Pendidikan diharapkan mampu membentuk peserta didik yang dapat mengembangkan sikap, keterampilan, dan kecerdasan intelektualnya agar menjadi manusia yang terampil, cerdas, serta berakhlak mulia. Hal tersebut sejalan dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang termaktub dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk diperoleh bagi setiap individu dalam memenuhi tuntutan zaman yang selalu mengalami perkembangan. Dalam sistem pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sangat penting. Menurut Mulyasa (2013: 59), kurikulum bersifat dinamis serta


(20)

2 harus selalu dilakukan perubahan dan pengembangan agar dapat mengikuti perkembangan dan tuntutan zaman. UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 35 dijelaskan bahwa, kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Pengembangan kurikulum 2013 saat ini difokuskan pada pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik, berupa gabungan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya.

Pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, terdiri dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pembelajaran yang dilaksanakan di jenjang pendidikan dasar tentunya berbeda dengan pendidikan yang dilaksanakan di jenjang pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi. Hal tersebut dikarenakan tingkat perkembangan dan proses berpikir siswa yang berbeda sesuai dengan tingkat usia, sehingga dalam melaksanakan pembelajaran, guru perlu menyesuaikan dengan tingkat perkembangan siswanya. Seperti yang dikemukakan oleh Piaget (Ruminiati, 2007: 1.8) bahwa anak dalam usia 7-12 tahun berada pada tahap periode operasi kongkret. Pada tahap tersebut, anak masih berpikir berdasarkan manipulasi fisik dari objek-objek yang diamati sehingga pembelajaran yang dilakukan harus dapat memberikan makna yang utuh kepada siswa.

Bertumpu dari paparan di atas, maka pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Dasar (SD) saat ini adalah pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang memadukan materi dari beberapa mata


(21)

3 pelajaran dalam satu tema. Dengan demikian, pembelajarannya dapat memberikan makna yang utuh kepada siswa sesuai dengan tema-tema yang ada, yakni tema-tema yang berkenaan dengan lingkungan sekitar siswa sehingga pembelajarannya menjadi lebih bermakna. Pada kurikulum 2013, pembelajaran tematik wajib diterapkan di SD pada semua jenjang kelas I-VI. Namun untuk tahun pelajaran 2013/2014, penerapannya baru dilaksanakan di kelas I dan IV.

Berdasarkan hasil prasurvei berupa observasi dan dokumentasi yang telah dilakukan peneliti pada tanggal 13 Januari 2014 di Kelas IV A SD N 7 Metro Pusat terhadap proses pembelajaran di kelas IV A, menunjukkan bahwa siswa yang mencapai nilai ketuntasan untuk sikap sosial pada semester ganjil adalah 14 siswa (54%) dari 26 siswa. Sedangkan siswa yang mencapai nilai ketuntasan pengetahuan pada ulangan semester ganjil adalah 17 siswa (65%) dan untuk keterampilan berbicara hanya 13 siswa (50%) saja. Berdasarkan panduan penilaian untuk SD dari Kemendikbud, guru menentukan nilai ketuntasan untuk hasil belajar (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) di kelas IV A SD N 7 Metro Pusat adalah ≥ 66 dengan kategori minimal “Baik”.

Penyebab rendahnya ketuntasan hasil belajar tersebut, disebabkan karena masih banyak siswa yang tidak memperhatikan bahkan mengobrol dengan temannya saat guru sedang menyampaikan materi. Siswa juga masih banyak yang belum berani untuk bertanya atau menyampaikan pendapatnya saat guru memberikan kesempatan. Hal tersebut menunjukkan rendahnya sikap sosial siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan menyebabkan guru lebih mendominasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sementara siswa


(22)

4 cenderung pasif. Selain itu, guru masih terpaku pada penilaian aspek pengetahuan saja dan belum menekankan pada aspek hasil belajar lainnya, seperti sikap sosial dan keterampilan. Guru juga kurang dapat mengaitkan pembelajaran dengan situasi nyata siswa, sehingga pembelajaran kurang dapat memberikan pengalaman yang bermakna pada diri siswa. Belum digunakannya model ataupun metode pembelajaran yang variatif oleh guru, sehingga membuat siswa merasa bosan.

Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui bahwa pembelajaran yang dilaksanakan di kelas IV A SD N 7 Metro Pusat belum berlangsung seperti yang diharapkan. Dengan demikian, perlu diadakan perbaikan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik di kelas dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Masalah-masalah dalam pembelajaran di atas dapat diatasi dengan model pembelajaran yang dapat membuat siswa lebih aktif dan dapat mengembangkan sikap sosialnya. Pada penerapan kurikulum 2013, pembelajaran yang dilakukan tidak hanya menekankan pada aspek pengetahuan saja, melainkan juga aspek sikap dan keterampilan. Penerapan model atau metode pembelajaran yang bervariasi diharapkan dapat menentukan keberhasilan dalam proses pembelajaran. Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) merupakan salah satu model yang diharapkan sesuai untuk digunakan dalam mengatasi permasalahan di atas, khususnya bila diterapkan pada pembelajaran dalam kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi.


(23)

5 Menurut Adisusilo (2012: 145) dengan model pembelajaran VCT, siswa tidak disuruh menghafal dengan nilai-nilai yang sudah dipilihkan pihak lain, melainkan dibantu untuk menemukan, menganalisis, mempertanggung-jawabkan, mengembangkan, memilih, mengambil sikap dan mengamalkan nilai-nilai hidupnya sendiri. Dengan demikian siswa akan semakin mandiri dalam mengambil keputusan dan mengarahkan hidupnya sendiri. Selain itu, pemahaman siswa mengenai suatu konsep tidak lagi hanya bersifat abstrak, tetapi dapat memberikan pengalaman yang bermakna karena siswa diberi kesempatan untuk melakukan tindakan atau perbuatan nyata yang berhubungan dengan sikap sosial yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran kurikulum 2013.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti pada penelitian tindakan kelas ini mengambil judul “Penerapan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV A SD N 7 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2013/2014”.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah dalam penilitian ini adalah sebagai berikut.

1. Masih banyak siswa yang tidak memperhatikan bahkan mengobrol dengan temannya saat guru sedang menyampaikan materi.

2. Siswa banyak yang belum berani bertanya atau menyampaikan pendapatnya saat guru memberikan kesempatan.

3. Guru lebih mendominasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sementara siswa cenderung pasif.


(24)

6 4. Guru masih terpaku pada penilaian aspek pengetahuan saja dan belum menekankan pada aspek hasil belajar lainnya, seperti sikap sosial dan keterampilan.

5. Guru kurang dapat mengaitkan pembelajaran dengan situasi nyata siswa, sehingga pembelajaran kurang dapat memberikan pengalaman yang bermakna pada diri siswa.

6. Belum diterapkannya model ataupun metode pembelajaran yang variatif oleh guru, salah satunya model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT).

7. Rendahnya hasil belajar siswa kelas IV A SD N 7 Metro Pusat. Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah siswa yang mencapai nilai ketuntasan pada semester ganjil untuk sikap sosial adalah 14 siswa (54%) dari 26 siswa. Sedangkan jumlah siswa yang mencapai nilai ketuntasan pengetahuan adalah 17 siswa (65%) dan untuk keterampilan berbicara hanya 13 siswa (50%) saja.

C.Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian dapat terarah dan terfokus secara cermat. Penelitian ini difokuskan pada penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) untuk meningkatkan hasil belajar siswa berupa sikap sosial (disiplin, kerja sama, percaya diri), pengetahuan, dan keterampilan berbicara siswa.


(25)

7 D.Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) kelas IV A SD N 7 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2013/2014?

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut.

Meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) kelas IV A SD N 7 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2013/2014.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan di kelas IV A SD N 7 Metro Pusat adalah sebagai berikut.

1. Bagi siswa

Memberikan kontribusi guna meningkatkan hasil belajar berupa sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran VCT.

2. Bagi Guru

Menjadi bahan masukan dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas, serta menambah kemampuan guru dalam menerapkan kurikulum 2013 dengan model pembelajaran VCT.


(26)

8 3. Bagi Sekolah

Memberikan sumbangan pemikiran dan inovasi pembelajaran melalui model maupun metode pembelajaran yang bervariasi guna meningkatkan mutu sekolah dan para pendidik.

4. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman tentang penelitian tindakan kelas dalam kurikulum 2013, sehingga akan tercipta guru yang profesional khususnya dalam memperbaiki pembelajaran di kelas.


(27)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif akan sangat membantu dalam proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran akan lebih mudah tercapai. Selain itu, model pembelajaran juga dapat memberikan informasi yang berguna bagi siswa di dalam proses pembelajaran. Joyce & Weil (Rusman, 2012: 133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

Menurut Komalasari (2010: 57) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan wadah atau bungkus dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Hal ini sejalan dengan Soekamto, dkk. (Trianto, 2010: 74) yang mengemukakan maksud dari model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam


(28)

10 mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana sistematis yang dapat dijadikan pedoman oleh para guru untuk mengorganisasikan jalannya pembelajaran di kelas guna mencapai tujuan belajar.

2. Jenis-jenis Model Pembelajaran

Penggunaan model pembelajaran yang tepat merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Dengan demikian, guru dapat memilih jenis-jenis model pembelajaran yang sesuai demi tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Menurut Komalasari (2010: 58-88) jenis-jenis model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran, antara lain:

a. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning). b. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning).

c. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-based Learning). d. Model Pembelajaran Pelayanan (Service Learning).

e. Model Pembelajaran Berbasis Kerja.

f. Model Pembelajaran Konsep (Concept Learning). g. Model Pembelajaran Nilai (Value Learning).

Berdasarkan jenis-jenis model pembelajaran di atas, pemilihan dan penggunaan model pembelajaran yang tepat merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran nilai (value learning) merupakan salah satu model yang dianggap sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran yang memfokuskan pada pengembangan nilai, moral, dan sikap perilaku siswa.


(29)

11 Nilai yang dimaksud dalam hal ini adalah sesuatu yang dipandang baik dan paling benar menurut keyakinan seseorang. Menurut Adisusilo (2013: 56) nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang karena menyangkut pola pikir. Lebih lanjut Raths (Adisusilo, 2013: 58) mengemukakan manfaat nilai sebagai berikut.

a. Nilai memberi tujuan atau arah ke mana kehidupan harus menuju. b. Nilai memberi aspirasi atau inspirasi kepada seseorang untuk hal

yang berguna.

c. Nilai mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku atau bersikap sesuai dengan moralitas masyarakat.

d. Nilai itu menarik, memikat hati seseorang untuk dipikirkan. e. Nilai mengusik perasaan.

f. Nilai terkait dengan keyakinan atau kepercayaan seseorang. g. Suatu nilai menuntut adanya aktivitas sesuai dengan nilai. h. Nilai biasanya muncul dalam kesadaran.

Jadi dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pemilihan dan penggunaan model pembelajaran yang tepat merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian dalam penelitian ini, model pembelajaran nilai (value learning) merupakan salah satu model yang dianggap sesuai untuk diterapkan karena memfokuskan pada pengembangan nilai, moral, dan sikap perilaku siswa.

3. Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT)

a. Pengertian Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT)

Model pembelajaran nilai (value learning) telah berkembang di negara-negara barat, di antaranya Kohlberg yang terkenal dengan Controversial Issues, Hilda Taba dengan model Value Inquiry Question, dan Djahiri yang mengembangkan Value Clarification Technique (VCT).


(30)

12 Djahiri (Ariantha, 2011: http://putra-ariantha.blogspot.com) mengemuka-kan bahwa Value Clarification Technique (VCT) merupamengemuka-kan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik. Hal tersebut sejalan dengan Sanjaya (Taniredja, dkk., 2012: 87-88) yang mengemukakan bahwa VCT merupakan teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Hall (Adisusilo, 2013: 144) juga menjelaskan bahwa VCT merupakan cara atau proses di mana pendidik membantu peserta didik menemukan sendiri nilai-nilai yang melatarbelakangi sikap, tingkah laku, perbuatan serta pilihan-pilihan yang dibuatnya.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran VCT merupakan suatu model pembelajaran dengan teknik yang dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam menemukan, mencari, dan menentukan nilai-nilai yang melatarbelakangi sikap, tingkah laku, perbuatan serta pilihan-pilihan yang dibuatnya dalam menghadapi suatu persoalan. VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.


(31)

13 b. Tujuan Model Pembelajaran VCT

VCT sebagai suatu model dalam pembelajaran sikap melakukan proses penanaman nilai melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya pada diri siswa untuk kemudian diselaraskan dengan nilai-nilai baru yang akan ditanamkan pada diri siswa. Menurut Hall (Adisusilo, 2013: 145), model VCT mampu mengantar peserta didik mempunyai keterampilan atau kemampuan menentukan nilai-nilai hidup yang tepat sesuai dengan tujuan hidupnya dan menginternalisasikannya sehingga nilai-nilai menjadi pedoman dalam bertingkah laku atau bersikap.

Lebih lanjut, Taniredja, dkk. (2012: 88) mengemukakan bahwa tujuan penggunaan dari model VCT dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.

1) Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai yang akan dicapai.

2) Menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimiliki baik tingkat maupun sifat yang positif maupun negatif untuk selanjutnya ditanamkan ke arah peningkatan dan pencapaian target nilai.

3) Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melaui cara yang rasional (logis) dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa sebagai proses kesadaran moral bukan kewajiban moral.

4) Melatih siswa dalam menerima/menilai dirinya dan posisi nilai orang lain, menerima serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan yang berhubungan dengan pergaulannya dan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model VCT bertujuan untuk mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa, menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai, menanamkan nilai-nilai


(32)

14 tertentu melalui cara yang rasional, dan melatih siswa untuk dapat mengambil keputusan terhadap suatu persoalan. Dengan demikian, siswa mempunyai keterampilan dalam menentukan nilai-nilai hidup yang sesuai dengan tujuan hidupnya yang akan menjadi pedoman dalam bertingkah laku atau bersikap.

c. Jenis-jenis Model Pembelajaran VCT

Penggunaan model pembelajaran VCT dapat dilakukan dengan beberapa cara. Kosasih (Solihatin, 2012: 121) mengklasifikasikan model pembelajaran VCT ke dalam tiga bagian, yaitu:

1) daftar, terdiri dari daftar baik buruk, daftar tingkat urutan, daftar skala sikap, daftar gejala kontinum, daftar gejala sikap pelakonan; 2) analisis, terdiri dari percontohan, teknik liputan, tanya jawab nilai,

analisis nilai, inquiry nilai; dan

3) permainan (games), terdiri dari permainan andai-andai, permainan pecahan kartu segiempat (the broken square), permainan bank data dan jurnal harian, permainan kartu keyakinan, permainan mendengar dan menyimak orang lain.

Hal di atas sejalan dengan Djahiri (Komalasari, 2010: 99) yang mengembangkan Value Clarification Technique (VCT) dalam pembelajaran nilai, di antaranya melaui VCT analisis nilai, VCT daftar nilai, dan VCT games. Penggunaan dari masing-masing jenis VCT sangat bergantung pada tujuan pembelajaran serta materi yang akan diajarkan. Penggunaannya pun dapat dilakukan secara terpadu maupun terpisah karena perlu disesuaikan dengan tingkat kesukarannya, tingkat kemampuan siswa, serta lingkungan tempat pembelajaran akan dilaksanakan.


(33)

15 Jenis model pembelajaran VCT yang diharapkan cocok untuk digunakan dalam penelitian ini adalah VCT analisis nilai. Menurut Komalasari (2010: 99-102) VCT analisis nilai merupakan teknik pembelajaran yang mengembangkan kemampuan siswa mengidentifikasi dan menganalisis nilai-nilai yang termuat dalam suatu liputan peristiwa, tulisan, gambar, dan cerita rekaan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran VCT terdiri dari beberapa jenis, yaitu: analisis nilai, daftar nilai, dan permainan (games) yang penggunaannya bergantung pada tujuan pembelajaran serta materi yang akan diajarkan.

d. Langkah-langkah Pembelajaran VCT

Proses pembelajaran VCT secara umum mencakup tujuh tahap atau aspek yang biasanya digolongkan menjadi tiga tingkat. Menurut Jarolimek (Taniredja, dkk., 2012: 89-90) ketujuh tahap yang dibagi dalam tiga tingkat tersebut adalah sebagai berikut.

Tingkat 1. Kebebasan memilih

Pada tingkat ini terdapat 3 tahap, yaitu: a. Memilih dengan bebas.

b. Memilih dari berbagai alternatif.

c. Memilih setelah melakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat atas pilihannya itu.

Tingkat 2. Menghargai

Pada tingkat ini terdiri atas 2 tahap pembelajaran, yaitu:

a. Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya.

b. Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum.

Tingkat 3. Berbuat

Pada tingkat ini terdiri atas 2 tahap pembelajaran, yaitu:

a. Adanya kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya.


(34)

16 Sedangkan untuk model pembelajaran VCT analisis nilai, penerapan langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran menurut Ariantha (http://putra-ariantha.blogspot.com) adalah sebagai berikut.

1) Guru melontarkan stimulus dengan cara membaca cerita atau menampilkan gambar, foto, atau film.

2) Memberi kesempatan beberapa saat kepada siswa untuk berpikir atau berdialog sesama teman sehubungan dengan stimulus tadi. 3) Melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan guru, baik

secara individual, kelompok, atau klasikal.

4) Menentukan argumen dan klarifikasi pendirian (melalui pertanyaan guru dan bersifat individual, kelompok, dan klasikal). 5) Pembahasan/pembuktian argumen. Pada fase ini sudah mulai

ditanamkan target nilai dan konsep sesuai materi pelajaran. 6) Penyimpulan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan menerapkan langkah-langkah model pembelajaran VCT analisis nilai seperti yang dijelaskan oleh Ariantha karena lebih mudah untuk diterapkan dan sesuai dengan pengertian tentang analisis nilai menurut Komalasari. Dengan demikian, dalam penerapan model pembelajaran VCT perlu memperhatikan langkah-langkah pelaksanaan tersebut.

e. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran VCT

Menurut Djahiri (Taniredja, dkk., 2012: 91) model pembelajaran VCT memiliki kelebihan dalam pembelajaran afektif, yaitu:

1) Mampu membina dan menanamkan nilai dan moral pada ranah internal side.

2) Mampu mengklarifikasi/menggali dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan, selanjutnya akan memudahkan bagi guru untuk menyampaikan makna/pesan nilai/moral.

3) Mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa, melihat nilai yang ada pada orang lain, dan memahami nilai moral yang ada dalam kehidupan nyata.

4) Mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama mengembangkan potensi sikap.

5) Mampu memberikan sejumlah pengalaman belajar dari berbagai kehidupan.


(35)

17 6) Mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi dan memadukan berbagai nilai moral dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang.

7) Memberi gambaran nilai moral yang patut diterima dan menuntun serta memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.

Sementara kelemahan dari penerapan model pembelajaran ini menurut Taniredja, dkk. (2012: 91) adalah sebagai berikut.

1) Apabila guru tidak memiliki kemampuan dalam melibatkan siswa dengan keterbukaan, saling pengertian, dan penuh kehangatan maka siswa akan memunculkan sikap semu atau imitasi/palsu. Siswa akan bersikap menjadi siswa yang sangat baik, ideal, patuh dan penurut, namun hanya bertujuan untuk menyenangkan guru atau memperoleh nilai yang baik.

2) Sistem nilai yang dimiliki dan tertanam pada guru, siswa, dan masyarakat yang kurang atau tidak baku dapat mengganggu tercapainya target nilai yang ingin dicapai.

3) Sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengajar, terutama memerlukan kemampuan/keterampilan bertanya tingkat tinggi yang mampu mengungkap dan menggali nilai yang ada dalam diri siswa.

4) Memerlukan kreativitas guru dalam menggunakan media yang tersedia di lingkungan, terutama yang aktual dan faktual sehingga dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran VCT sangat cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran tematik guna tercapainya tujuan pembentukan atau penanaman nilai dan sikap pada diri siswa karena mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan. Namun guru perlu memaksimalkan kemampuan dan kreativitasnya dalam menggunakan media di lingkungan sekitar, agar siswa dekat dengan kehidupan sehari-hari.


(36)

18 B.Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar menurut pandangan tradisional lebih berorientasi pada pengembangan intelektualitas atau usaha pemerolehan sejumlah ilmu pengetahuan. Sedangkan dalam pandangan modern, belajar lebih ditekankan pada perubahan perilaku secara holistik dan integral. Menurut Hemawan, dkk. (2007: 2) belajar adalah proses perubahan perilaku di mana perubahan perilaku tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap, perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotor.

Rusman (2012: 134) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan, sehingga belajar bukan hanya sekadar menghafal melainkan suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang. Definisi tersebut sejalan dengan prinsip teori belajar Behaviorisme (Lapono, dkk., 2008: 1-12) yang menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu beriteraksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan uraian tentang definisi-definisi belajar menurut para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa belajar tidak hanya dipandang sebagai suatu proses untuk mendapatkan ilmu pengetahuan saja melainkan suatu proses perubahan perilaku secara sadar dan menetap, meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari interaksi dari lingkungannya.


(37)

19 2. Teori Belajar

Belajar merupakan suatu usaha sadar seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman beriteraksi dengan lingkungannya. Dalam perkembangannya terdapat banyak teori belajar yang dikembangkan oleh para ahli, di antaranya adalah teori belajar behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme, dan humanisme. a. Teori Belajar Behaviorisme

Teori behaviorisme adalah salah satu teori psikologi belajar yang merupakan teori awal tentang belajar. Menurut Lapono (2008: 1.12) pada prinsipnya teori belajar behaviorisme menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu beriteraksi dengan lingkungannya. Suprijono (2011: 17) mengemukakan bahwa perilaku dalam pandangan behaviorisme adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dapat dilihat secara langsung. Dengan demikian, seseorang dianggap telah belajar apabila mampu menunjukkan perubahan tingkah laku yang dapat dilihat secara langsung.

Jadi dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa konsep belajar dalam teori behaviorisme adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat secara langsung sebagai hasil dari berinteraksi dengan lingkungannya.


(38)

20 b. Teori Belajar Kognitivisme

Teori kognitivisme mengacu pada psikologi kognitif dan berupaya menganalisis secara ilmiah proses mental dan struktur ingatan dalam aktivitas belajar. Perhatian utama psikologi kognitif adalah pada upaya memahami proses individu dalam mencari, menyeleksi, mengorganisasikan, dan menyimpan informasi.

Teori kognitivisme dikemukakan oleh Jean Piaget (Lapono, 2008: 1.18) yang memandang individu sebagai struktur kognitif, peta mental, skema atau jaringan konsep guna memahami dan menanggapi pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan. Sementara Suprijono (2011: 22) menjelaskan bahwa teori kognitif menekankan belajar sebagai proses internal. Belajar dipandang sebagai proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan.

Jadi dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa teori belajar kognitivisme merupakan teori belajar yang mengacu pada psikologi kognitif, di mana individu dipandang sebagai struktur kognitif, peta mental, skema atau jaringan konsep guna memahami dan menanggapi pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan se.bagai proses mental yang aktif.

c. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori belajar konstruktivisme memaknai konsep dasar belajar sebagai pengetahuan baru yang dikonstruksi sendiri berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Lapono (2008: 1.25) mengemukakan bahwa pembelajaran konstruktivisme merupakan suatu


(39)

21 teknik pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk membina sendiri pengetahuannya dengan menggunakan pengetahuan yang telah ada dalam diri peserta didik masing-masing. Sementara menurut Suprijono (2010: 30) gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan adalah sebagai berikut.

1) Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. 2) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur

yang perlu untuk pengetahuan.

3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep konsep seseorang, di mana struktur konsep membentuk pengetahuan jika konsep itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

Jadi dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa teori belajar konstruktivisme merupakan teori belajar yang memaknai belajar sebagai kegiatan yang melibatkan siswa. Hal tersebut dilakukan agar siswa dapat membina sendiri pengetahuannya berdasarkan pengetahuan yang telah ada dalam diri siswa.

d. Teori Belajar Humanisme

Teori belajar humanisme memaknai kegiatan belajar sebagai kegiatan yang dilakukan seseorang dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Lapono (2008: 1.34) teori belajar humanisme memandang kegiatan belajar sebagai kegiatan yang melibatkan potensi psikis yang bersifat kognitif, afektif, dan konatif. Dengan demikian, dalam proses pembelajaran hendaknya diciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengaktualisasi dirinya secara aktif.


(40)

22 Jadi dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa teori belajar humanisme merupakan teori belajar yang memfokuskan belajar pada upaya memenuhi kebutuhan hidup seseorang.

Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas mengenai berbagai teori belajar, peneliti menyimpulkan bahwa teori belajar merupakan konsep yang melandasi pemikiran tentang proses pembelajaran dan pendidikan. Penelitian yang akan dilaksanakan ini lebih cenderung menggunakan teori belajar behaviorisme yang lebih memperhatikan tingkah laku yang teramati sebagai hasil dari belajar.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa dari proses belajar. Menurut Sudjana (2012: 3) pada hakikatnya hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Hal ini sejalan dengan pendapat Bloom (Rusman, 2012: 12), yang menyatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi dalam belajar, meliputi perubahan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ini berarti pembelajaran yang dikategorikan oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan bersifat komprehensif atau menyeluruh.

Permendikbud No.53 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah, menjabarkan standar kompetensi lulusan di kelas IV pada tiga kompetensi sebagai berikut.


(41)

23 a. Pengetahuan (kognitif), yaitu memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.

b. Sikap (afektif), yaitu memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.

c. Keterampilan (psikomotor), yaitu memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya.

Kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap spiritual (KI 1) yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan sikap sosial (KI 2) yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Berdasarkan Kurikulum 2013 mengenai Kompetensi Inti kelas IV, sikap sosial yang dapat dikembangkan adalah menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya. Selain itu, dapat pula mengembangkan sikap sosial lainnya yang berkaitan dengan materi yang diajarkan.

Berdasarkan beberapa pengertian para ahli di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan tingkah laku seseorang yang diperoleh dari proses belajar, meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Pada penelitian ini, yang akan menjadi fokus dalam penelitian adalah pengetahuan, sikap sosial (disiplin, toleransi, percaya diri), dan keterampilan berbicara.


(42)

24 C.Pembelajaran Tematik dalam Kurikulum 2013

Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan dari pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Menurut Mulyasa (2013: 68) Kurikulum 2013 berbasis kompetensi dapat dimaknai sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.

Permendikbud No. 65 tahun 2013 menyebutkan bahwa karakteristik pembelajaran dalam Kurikulum 2013 di antaranya adalah menggunakan pembelajaran tematik terpadu di jenjang SD dengan pendekatan scientific dan penilaian autentik. Dengan demikian siswa tidak lagi mempelajari mata pelajaran secara terpisah-pisah, melainkan menggunakan pembelajaran tematik yang memadukan beberapa mata pelajaran dalam tema-tema tertentu dengan pendekatan scientific dan penilaian autentik sebagai penilaiannya.

1. Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Menurut Trianto (2010: 70) pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat Rusman (2010: 254) bahwa pembelajaran tematik adalah


(43)

25 pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.

Menurut Rusman (2010: 258-259) pembelajaran tematik yang dilaksanakan di SD memiliki karakteristik-karakteristik, antara lain:

1) Berpusat pada siswa.

2) Memberikan pengalaman langsung.

3) Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas. 4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran. 5) Bersifat fleksibel.

6) Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan. Sedangkan pembelajaran tematik sebagai suatu proses menurut Depdikbud (Trianto, 2010: 93) mempunyai beberapa karakteristik atau ciri-ciri, yaitu: holistik, bermakna, autentik, dan aktif.

Pembelajaran tematik memiliki arti penting dalam membangun kompetensi siswa. Menurut Depdikbud (Trianto, 2010: 88) pembelajaran tematik memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut.

a. Pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya.

b. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak. c. Kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat

bertahan lama.

d. Keterampilan anak berkembang dalam proses pembelajaran tematik. Selain kelebihan yang dimiliki, pembelajaran tematik juga memiliki kekurangan. Menurut Indrawati (Trianto, 2010: 90) pembelajaran tematik memiliki keterbatasan terutama dalam pelaksanaannya, yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses, dan tidak hanya evaluasi dampak pembelajaran langsung saja.


(44)

26 Langkah-langkah pembelajaran tematik secara umum meliputi tiga tahap, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Menurut Trianto (2010: 95) langkah-langkah pembelajaran tematik dapat direduksi dari berbagai model pembelajaran. Dengan demikian, maka langkah-langkah pembelajaran dapat bersifat luwes dan fleksibel karena dapat diakomodasi dari berbagai model pembelajaran.

Menurut Prabowo (Trianto, 2010: 95) langkah-langkah pembelajaran tematik secara khusus dapat dibuat tersendiri berupa langkah-langkah baru dengan sedikit perbedaan, yakni sebagai berikut.

a. Tahap Perencanaan

1) Menentukan kompetensi dasar.

2) Menentukan indikator dan hasil belajar. b. Tahap Pelaksanaan

1) Proses pembelajaran oleh guru. 2) Kegiatan manajemen.

c. Tahap Evaluasi 1) Evaluasi proses. 2) Evaluasi hasil.

3) Evaluasi psikomotorik.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan konsep dari beberapa mata pelajaran dengan menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna pada diri siswa. Selain itu, pembelajaran tematik memiliki langkah-langkah pembelajaran yang bersifat luwes dan fleksibel. Dengan demikian, pembelajarannya dapat diakomodasi dari berbagai model pembelajaran.


(45)

27 2. Pendekatan Scientific (Scientific Approach)

Kurikulum 2013 yang saat ini menekankan pada pembelajaran tematik dalam pelaksanaan pembelajarannya, menggunakan pendekatan ilmiah atau scientific approach sebagai pendekatannya. Pendekatan scientific atau sering disebut dengan pendekatan ilmiah ini mendorong dan menginspirasi siswa untuk berpikir kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah dan mengaplikasikan materi pembelajaran.

Permendikbud No. 67 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SD, yaitu kurikulum 2013 dikembangkan melalui penyempurnaan pola pikir pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif mencari. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran diarahkan untuk mendorong siswa agar mencari tahu, bukan diberi tahu.

Penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran Kurikulum 2013 tentunya menuntut adanya perubahan langkah-langkah pembelajaran yang berbeda dari pembelajaran sebelumnya. Menurut Kemendikbud (2013: 59) langkah-langkah pembelajaran pada pendekatan scientific dilakukan melalui proses kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring atau mengomunikasikan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan scientific merupakan pendekatan berbasis ilmiah yang mendorong siswa untuk berpikir kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, serta memecahkan masalah. Dengan begitu, siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran karena siswa didorong untuk mencari tahu, bukan diberi tahu.


(46)

28 3. Penilaian Autentik (Authentic Assesment)

Penilaian autentik (authentic assesment) merupakan pengukuran yang relevan untuk digunakan terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran tematik kurikulum 2013 atas hasil belajar siswa untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Permendikbud No.66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan pada Bab II menjelaskan bahwa penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Komalasari (2010: 148) bahwa:

Dalam suatu proses pembelajaran, penilaian autentik dapat mengukur, memonitor, dan menilai semua aspek hasil belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran maupun berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama prose pembelajaran di dalam kelas ataupun di luar kelas.

Penilaian autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki siswa, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dan dalam hal apa mereka mampu menerapkan pengetahuannya tersebut. Atas dasar itu, seorang guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan.

Komalasari (2010: 151-152) mengemukakan bahwa dalam melakukan penilaian autentik, hendaknya memperhatikan beberapa prinsip-prinsip sebagai berikut.

a. Validitas, berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi.

b. Realibilitas, berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian yang reliable (ajeg) memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin konsistensi.


(47)

29 c. Menyeluruh, artinya penilaian harus dilakukan secara menyeluruh mencakup seluruh domain yang tertuang pada setiap kompetensi dasar (kognitif, afektif, dan psikomotor).

d. Berkesinambungan, artinya penilaian dilakukan secara terencana, bertahap, dan terus-menerus untuk memperoleh gambaran pencapaian kompetensi siswa dalam kurun waktu tertentu.

e. Objektif, berarti penilaian harus dilaksanakan secara objektif. Untuk itu, penilaian harus adil, terencana, dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pemberian skor.

f. Mendidik, berarti proses dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar untuk memotivasi, memperbaiki proses pembelajaran bagi guru, meningkatkan kualitas belajar, dan membina peserta didik agar tumbuh dan berkembang secara optimal.

Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan berdasarkan Permendikbud No. 66 tahun 2013 sebagai berikut.

a. Penilaian Kompetensi Sikap

Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian antarsiswa, dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarsiswa adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.

1) Observasi, merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indra, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.

2) Penilaian diri, merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri.


(48)

30 3) Penilaian antarsiswa, merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antarsiswa.

4) Jurnal, merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan siswa yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.

b. Penilaian Kompetensi Pengetahuan

Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.

1) Instrumen tes tulis, berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian.

2) Instrumen tes lisan, berupa berupa pertanyaan yang diberikan guru secara ucap, untuk kemudian direspon siswa secara ucap juga.

3) Instrumen penugasan, berupa pekerjaan rumah dan/atau proyek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.

c. Penilaian Kompetensi Keterampilan

Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik untuk mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, proyek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.


(49)

31 1) Tes praktik, adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.

2) Proyek, adalah tugas-tugas belajar yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.

3) Penilaian portofolio, adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya siswa dalam bidang tertentu untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu.

4) Penilaian kinerja, jika guru meminta siswa menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria penyelesaiannya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa penilaian autentik sangat relevan untuk digunakan dalam kurikulum 2013 karena dapat mengukur, dan menilai semua aspek hasil belajar (kognitif, afektif, dan psikomotor). Namun dalam penggunaannya, hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip penilaian autentik.

D.Kerangka Pikir

Kerangka pikir dari penelitian ini berupa input, tindakan, dan output. Input dari penelitian ini, yaitu penerapan kurikulum 2013 dan kendala-kendala yang ditemukan peneliti pada saat melakukan observasi dalam proses pembelajaran yang berlangsung. Kendala-kendala yang ditemui, antara lain masih banyak siswa yang tidak memperhatikan bahkan mengobrol dengan temannya saat


(50)

32 guru sedang menyampaikan materi. Siswa juga masih banyak yang belum berani untuk bertanya atau menyampaikan pendapatnya saat guru memberikan kesempatan. Hal tersebut menunjukkan rendahnya sikap sosial siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan menyebabkan guru lebih mendominasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sementara siswa cenderung pasif. Selain itu, guru masih terpaku pada penilaian aspek pengetahuan saja dan belum menekankan pada aspek hasil belajar lainnya, seperti sikap sosial dan keterampilan. Guru juga kurang dapat mengaitkan pembelajaran dengan situasi nyata siswa, sehingga pembelajaran kurang dapat memberikan pengalaman yang bermakna pada diri siswa. Belum digunakannya model ataupun metode pembelajaran yang variatif oleh guru, sehingga membuat siswa merasa bosan. Hal tersebut berdampak pula pada rendahnya hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba untuk menerapkan model pembelajaran yang dapat membuat siswa lebih aktif dan dapat mengembangkan sikap sosialnya. Hal ini dikarenakan pada kurikulum 2013, pembelajaran yang dilakukan tidak hanya menekankan pada aspek pengetahuan saja, melainkan juga aspek sikap dan keterampilan. Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) merupakan salah satu model yang diharapkan sesuai untuk digunakan dalam mengatasi permasalahan di atas, khususnya bila diterapkan pada pembelajaran dalam kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi. Dengan penerapan model pembelajaran tersebut, output yang diharapkan adalah berupa peningkatan hasil belajar siswa.


(51)

33

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

E.Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas, dapat dirumuskan hipotesis tindakan

sebagai berikut. “Apabila dalam pembelajaran tematik guru menerapkan model pembelajaran VCT sesuai dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV A SD N 7 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2013/2014”.

Masukan (Input)

Penerapan kurikulum 2013 dan kendala-kendala yang ditemukan

Tindakan

Penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dalam kurikulum 2013

Keluaran (Output) Peningkatan hasil belajar siswa


(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk memecahkan masalah seperti yang telah diungkapkan pada latar belakang adalah dengan menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK atau yang dikenal juga dengan classroom action research merupakan penelitian yang memfokuskan pada situasi kelas. Dalam penelitian ini, peneliti berupaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa, serta berupaya meningkatkan profesionalisme guru melalui refleksi, colaboratif, dan partisipatif.

Mulyasa (2011: 10) secara sederhana mengartikan PTK sebagai penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar sekelompok peserta didik. Hal ini sejalan dengan Arikunto S. (2011: 3) yang mengartikan PTK sebagai suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan. Pemberian tindakan yang dilakukan oleh guru tentunya adalah untuk melakukan perbaikan yang menyangkut penyajian model, pendekatan, strategi, metode atau cara untuk memperoleh hasil melalui sebuah tindakan.


(53)

35 Prosedur penelitian yang digunakan adalah berbentuk siklus, di mana siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali, tetapi dapat berlangsung beberapa kali hingga tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai. Menurut Arikunto S. (2011: 16) secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui dalam melakukan PTK, yaitu: perencanaan (planning), pelaksanaan (action), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Adapun model dan pelaksanaan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut.

Gambar 3.1 Tahapan PTK (Adopsi dari Arikunto S., 2011: 16) Perancanaan

Siklus I

Pengamatan

Pelaksanaan Refleksi

Perancanaan Siklus II

Pengamatan

Pelaksanaan Refleksi

Perancanaan

Pelaksanaan Siklus III

Pengamatan Refleksi


(54)

36 B.Setting Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV A SD N 7 Metro Pusat, yang beralamat di Jl. Hasanudin No. 91 Yosomulyo Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014 selama kurang lebih 6 bulan, yakni terhitung dari bulan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014.

3. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan secara kolaboratif partisipatif antara peneliti dengan guru. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa dan guru kelas IV A SD N 7 Metro Pusat dengan jumlah sebanyak 26 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan.

C.Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan keseluruhan data yang diperoleh peneliti berdasarkan instrumen penelitian, yakni berupa teknik nontes dan tes.

1. Teknik nontes, merupakan teknik yang digunakan untuk memperoleh data yang bersifat kualitatif. Dalam teknik ini menggunakan observasi untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kinerja guru, sikap sosial siswa, dan keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran.


(55)

37 2. Teknik tes, adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan oleh orang yang dites dan hasil pelaksanaan tugas yang diberikan, sehingga dapat ditarik kesimpulan tentang aspek tertentu pada orang tersebut (Poerwanti, dkk., 2008: 2.26). Teknik tes ini akan menghasilkan data yang bersifat kuantitatif berupa nilai-nilai pengetahuan siswa dalam mengikuti pembelajaran.

D.Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpul data dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut.

1. Lembar observasi, digunakan untuk mengetahui peningkatan kinerja guru, sikap sosial siswa, dan keterampilan berbicara siswa selama proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran VCT. Adapun instrumen yang digunakan untuk menilai kinerja guru, sikap sosial siswa, dan keterampilan berbicara siswa adalah sebagai berikut.

a. Kinerja guru

Rusman (2012: 50) menyatakan bahwa kinerja guru adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran, yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar. Tugas guru inilah yang menuntut adanya sikap profesionalisme, yaitu bertanggung jawab terhadap pekerjaan, memiliki kompetensi dalam bidangnya, dan pribadi yang baik dari seorang guru. Dengan demikian, dibutuhkan instrumen untuk menilai kinerja guru dalam pembelajaran. Instrumen penilaian kinerja guru yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


(56)

38 Tabel 3.1 Instrumen penilaian kinerja guru

Aspek yang diamati Skor

Kegiatan Pendahuluan

Apersepsi dan Motivasi

1. Mengaitkan materi pembelajaran dengan pengalaman peserta didik atau

pembelajaran sebelumnya 1 2 3 4 5

2. Mengajukan pertanyaan menantang 1 2 3 4 5

3. Menyampaikan manfaat dan tujuan pembelajaran 1 2 3 4 5 4. Mendemonstrasikan sesuatu yang berkaitan dengan tema. 1 2 3 4 5 Penyampaian Kompetensi dan Rencana Kegiatan

1. Menyampaiakan kemampuan yang akan dicapai peserta didik 1 2 3 4 5 2. Menyampaikan rencana kegiatan misalnya individual, kerja kelompok, dan

melakukan observasi 1 2 3 4 5

Kegiatan Inti

Penguasaan Materi Pelajaran

1. Kemampuan menyesuaikan materi dengan tujuan pembelajaran 1 2 3 4 5 2. Kemampuan mengaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan,

perkembangan iptek dan kehidupan nyata 1 2 3 4 5 3. Menyajikan pembahasan materi pembelajaran dengan tepat 1 2 3 4 5 4. Menyajikan materi secara sistematis (mudah ke sulit, konkret ke abstrak) 1 2 3 4 5 Penerapan Strategi Pembelajaran yang Mendidik

1. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai 1 2 3 4 5 2. Melaksanakan pembelajaran secara runtut 1 2 3 4 5

3. Menguasai kelas 1 2 3 4 5

4. Melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya kebiasaan positif 1 2 3 4 5 5. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang direncanakan 1 2 3 4 5 Penerapan Pendekatan Scientific dengan Model Pembelajaran VCT

1. Memberikan pertanyaan mengapa dan bagaimana 1 2 3 4 5 2. Memfasilitasi peserta didik untuk mengamati dengan melontarkan stimulus berupa

teks cerita, menampilkan gambar, foto, atau film 1 2 3 4 5 3. Memancing peserta didik untuk bertanya berdasarkan stimulus yang telah diberikan

oleh guru 1 2 3 4 5

4. Memfasilitasi peserta didik untuk menganalisis target nilai dan konsep sesuai materi

pelajaran 1 2 3 4 5

5. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir dan berdialog melalui pertanyaan 1 2 3 4 5 6. Memfasilitasi peserta didik untuk mencoba 1 2 3 4 5 7. Membahas atau membuktikan suatu argumen 1 2 3 4 5 8. Menyajikan kegiatan agar peserta didik mampu berkomunikasi dengan

melaksanakan dialog terpimpin, baik secara individual, kelompok, atau klasikal 1 2 3 4 5 Penerapan Pembelajaran Tematik Terpadu

1. Menyajikan pembelajaran sesuai tema 1 2 3 4 5

2. Menyajikan pembelajaran dengan memadukan berbagai mata pelajaran dalam

setiap satu pembelajaran 1 2 3 4 5

3. Menyajikan pembelajaran yang memuat komponen karakteristik terpadu 1 2 3 4 5 4. Menyajikan pembelajaran yang bernuansa aktif dan menyenangkan 1 2 3 4 5 Pemanfaatan Sumber Belajar/Media dalam Pembelajaran

1. Menunjukan keterampilan dalam penggunaan sumber belajar 1 2 3 4 5 2. Menunjukan keterampilan dalam penggunaan media pembelajaran 1 2 3 4 5

3. Menghasilkan pesan yang menarik 1 2 3 4 5

4. Melibatkan peserta didik dalam pemanfaatan sumber belajar pembelajaran 1 2 3 4 5 5. Melibatkan peserta didik dalam pemanfaatan media pembelajaran 1 2 3 4 5 Pelibatan Peserta Didik dalam Pembelajaran

1. Menumbuhkan partisipasi aktif peserta didik dalam diskusi kelompok 1 2 3 4 5 2. Merespon positif partisipasi peserta didik 1 2 3 4 5 3. Menunjukan sikap terbuka terhadap respon peserta didik 1 2 3 4 5 4. Menunjukan hubungan antar pribadi yang kondusif 1 2 3 4 5 5. Menumbuhkan keceriaan atau antusiasme peserta didik dalam belajar 1 2 3 4 5 Penggunaan Bahasa yang Benar dan Tepat dalam Pembelajaran

1. Menggunakan bahasa lisan secara jelas dan lancar 1 2 3 4 5 2. Menggunakan bahasa tulis yang baik dan benar 1 2 3 4 5

Kegiatan Penutup

Penutup Pembelajaran

1. Melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan melibatkan peserta didik 1 2 3 4 5

2. Memberikan tes lisan atau tertulis 1 2 3 4 5

3. Mengoreksi dan mengumpulkan hasil kerja 1 2 3 4 5 4. Melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan arahan kegiatan berikutnya dan


(57)

39

Aspek yang diamati Skor

Jumlah skor yang diperoleh Jumlah skor maksimal Nilai kinerja guru Kategori

(Modifikasi dari Kemendikbud, 2013: 311-313)

Berdasarkan tabel di atas, diperlukan rubrik penyekoran kinerja guru untuk memudahkan peneliti melakukan penyekoran sebagai berikut. Tabel 3.2 Rubrik penyekoran kinerja guru

Skor Nilai Mutu Indikator

5 Sangat Baik Aspek yang diamati dilaksanakan oleh guru dengan sangat

baik, guru melakukannya dengan sempurna.

4 Baik Aspek yang diamati dilaksanakan oleh guru dengan baik,

guru melakukannya tanpa kesalahan.

3 Cukup Aspek yang diamati dilaksanakan oleh guru dengan cukup

baik, guru melakukannya dengan sedikit kesalahan.

2 Kurang Aspek yang diamati dilaksanakan oleh guru dengan kurang

baik, guru melakukannya dengan banyak kesalahan.

1 Sangat Kurang Aspek yang diamati tidak dilaksanakan oleh guru.

(Adaptasi dari Andayani, dkk., 2009: 73)

b. Sikap sosial siswa

Ahmadi (2007: 149) merumuskan sikap sosial sebagai kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial tidak dinyatakan oleh seorang saja, tetapi diperhatikan oleh orang-orang di sekitarnya. Berdasarkan kurikulum 2013 mengenai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Kompetensi Inti kelas IV, sikap sosial yang dapat dikembangkan adalah menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, kerja sama, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya. Pada penelitian ini, sikap sosial yang menjadi fokus penilaian adalah disiplin, kerja sama, dan percaya diri dengan instrumen penilaian sebagai berikut.


(58)

40 Tabel 3.3 Instrumen penilaian sikap sosial siswa

No. Aspek yang diamati Ya Tidak Disiplin

1. Masuk kelas tepat waktu

2. Memakai seragam sesuai tata tertib sekolah 3. Memperhatikan ketika guru menjelaskan

4. Mengumpulkan tugas tepat waktu

5. Tertib dalam mengikuti pembelajaran

Kerja Sama

1. Aktif dalam kerja kelompok.

2. Suka membantu teman yang kesulitan. 3. Kesediaan melakukan tugas sesuai kesepakatan. 4. Tidak mendahulukan kepentingan pribadi.

5. Mendorong orang lain untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama.

Percaya Diri

1. Berani melakukan presentasi di depan kelas

2. Mampu membuat keputusan dengan cepat

3. Melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu

4. Berani menyampaikan pendapat

5. Berani bertanya atau menjawab pertanyaan

Jumlah Aspek yang dilaksanakan Jumlah Seluruh Aspek

Nilai

(Modifikasi dari Kemendikbud, 2013)

c. Keterampilan berbicara siswa

Berbicara merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyampaikan gagasan, pikiran atau perasaan sehingga gagasan-gagasan yang ada dalam pikiran pembicara dapat dipahami orang lain. Menurut Tarigan (Retnaningsih, 2013: http://diahayuretnaningsih. blogspot. com) tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Pada penelitian ini, keterampilan berbicara sangat dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran VCT. Keterampilan berbicara diperlukan oleh siswa dalam mengungkapkan nilai atau isi pesan materi yang diperoleh dari hasil menemukan, mencari dan menentukan nilai-nilai yang termuat dalam suatu liputan peristiwa, tulisan, gambar, dan cerita rekaan. Instrumen penilaian keterampilan berbicara siswa dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


(59)

41 Tabel 3.4 Instrumen penilaian keterampilan berbicara siswa

No. Aspek yang diamati Ya Tidak

1. Menggunakan kosakata yang baik

2. Menggunakan tata bahasa yang benar

3. Berbicara dengan intonasi atau nada suara yang tepat 4. Berbicara dengan pengucapan yang keras dan jelas

5. Menggunakan pemikiran yang logis sebagai dasar untuk berbicara

Jumlah Aspek yang dilaksanakan Jumlah Seluruh Aspek

Nilai

(Modifikasi dari Buku Guru SD/MI Kelas IV, 2013)

2. Soal tes, digunakan untuk mengumpulkan data yang berupa nilai-nilai siswa guna mengetahui sejauh mana peningkatan hasil belajar siswa berupa pengetahuan yang diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung.

E.Teknik Analisis Data

Penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif.

1. Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif digunakan untuk menganalisis kinerja guru, sikap sosial siswa, dan keterampilan berbicara siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Data diperoleh dengan mengadakan pengamatan terhadap kinerja guru, sikap sosial siswa, dan keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan lembar observasi.

a. Kinerja guru

1) Nilai kinerja guru selama proses pembelajaran diperoleh dengan rumus berikut.


(60)

42 Berdasarkan nilai kinerja guru, maka akan diketahui kategori kinerja guru sesuai dengan kriteria berikut.

Tabel 3.5 Kategori kinerja guru

Skor Nilai Kategori

5 81 - 100 Sangat Baik 4 61 - 80 Baik 3 41 - 60 Cukup 2 21 - 40 Kurang 1 0 - 20 Sangat Kurang

(Adaptasi dari Poerwanti, 2008: 7.8)

b. Sikap sosial siswa

1) Nilai sikap sosial siswa secara individu diperoleh dengan rumus berikut.

(Adaptasi dari Kemendikbud, 2013: 27)

Setelah diperoleh nilai sikap sosial siswa, kemudian dikategorikan sesuai dengan kualifikasi hasil observasi. Ketuntasan individual jika siswa memperoleh nilai dengan kategori minimal “Baik”.

Tabel 3.6 Kategori sikap sosial siswa

Konversi Nilai

Skala 0 - 100 Kategori

86 – 100

SB (Sangat Baik) 81 – 85

76 – 80

B (Baik) 71 – 75

66 – 70 61 – 65

C (Cukup) 56 – 60

51 – 55 46 – 50

K (Kurang) 0 – 45


(61)

43 2) Persentase ketuntasan sikap sosial siswa secara klasikal diperoleh

dengan rumus berikut. Keterangan:

P = Persentase ketuntasan sikap sosial siswa klasikal

= Jumlah siswa yang memperoleh kategori minimal “Baik” N = Jumlah siswa

100 % = Bilangan tetap

(Adaptasi dari Aqib, 2009: 41)

Berdasarkan persentase ketuntasan sikap sosial siswa secara klasikal, maka dapat diketahui kategori ketuntasan sikap sosial siswa sesuai dengan kriteria berikut.

Tabel 3.7 Kategori persentase ketuntasan sikap sosial siswa klasikal

Tingkat

Keberhasilan (%) Kategori

86 – 100

SB (Sangat Baik) 81 – 85

76 – 80

B (Baik) 71 – 75

66 – 70 61 – 65

C (Cukup) 56 – 60

51 – 55 46 – 50

K (Kurang) 0 – 45

(Adaptasi dari Kemendikbud, 2013: 131)

c. Keterampilan berbicara siswa

1) Nilai keterampilan berbicara siswa secara individu diperoleh dengan rumus berikut.


(1)

61

G.Indikator Keberhasilan

Pembelajaran yang telah dilakukan melalui penerapan model pembelajaran VCT ini dikatakan berhasil apabila:

1. Terdapat peningkatan persentase ketuntasan hasil belajar siswa berupa sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan berbicara siswa kelas IV A SD N 7 Metro Pusat pada setiap siklusnya.

2. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa berupa sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan berbicara siswa kelas IV A SD N 7 Metro Pusat mencapai ≥75% dari jumlah siswa.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang dilakukan melalui penerapan model pembelajaran VCT di kelas IV A SD N 7 Metro Pusat, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran VCT dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dilihat dari:

1. Peningkatan persentase ketuntasan sikap sosial siswa secara klasikal pada siklus I sebesar 51,92% (Cukup), meningkat menjadi 61,54% (Cukup) pada siklus II, dan meningkat kembali menjadi 80,77% (Sangat Baik) pada siklus III.

2. Peningkatan ketuntasan pengetahuan siswa secara klasikal pada siklus I sebesar 51,92% (Cukup), meningkat menjadi 65,38% (Cukup) pada siklus II, dan meningkat kembali menjadi 78,85% (Baik) pada siklus III.

3. Peningkatan ketuntasan keterampilan berbicara siswa secara klasikal pada siklus I sebesat 53,85% (Cukup), meningkat menjadi 67,31% (Baik) pada siklus II, dan meningkat kembali menjadi 76,92% (Baik) pada siklus III.


(3)

123

B.Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas IV A SD N 7 Metro Pusat adalah sebagai berikut.

1. Kepada siswa, agar dapat bersikap disiplin dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain itu, sikap kerja sama dan percaya diri perlu diterapkan dalam kegiatan pembelajaran agar dapat memperoleh hasil yang maksimal. 2. Kepada guru, diharapkan dapat menjadikan model pembelajaran VCT

sebagai salah satu inovasi dalam pengajaran guna meningkatkan mutu pembelajaran di kelas.

3. Kepada sekolah, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan, salah satunya dengan mengembangkan model pembelajaran VCT sebagai inovasi dalam pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru-guru lainnya.

4. Kepada peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menjadikan model pembelajaran VCT sebagai model yang disarankan dalam penelitian tindakan kelas dengan tujuan untuk memperbaiki dan mengoptimalkan proses maupun hasil pembelajaran.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter: Konstruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Andayani, dkk. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Jakarta: Universitas Terbuka.

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK. Bandung: Yrama Widya.

Ariantha, Putra. 2011. Model Pembelajaran VCT. http://putra-ariantha. blogspot.com/2011/10/model-pembelajaran-vct.html. Diakses pada tanggal 9 Oktober 2013, pukul 16.18 WIB.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Azwar, Saifuddin. 2013. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fathurrohman, Pupuh, dkk. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: PT Refika Aditama.

Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika Aditama.

Hemawan, Asep Herry, dkk. 2007. Belajar dan pembelajaran SD. Bandung: UPI Press.

Jaali, Haji. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Konsep Pendekatan Scientific. Jakarta: Kemendikbud.


(5)

125

___________. 2013. Panduan Teknis Penilaian di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendididikan Dasar dan Pembinaan Sekolah Dasar. ___________. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013.

Jakarta: Direktorat Jenderal Pendididikan Dasar dan Pembinaan Sekolah Dasar.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama.

Lapono, Nabisi, dkk. 2008. Belajar dan Pembelajaran SD. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Mulyasa, E. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

__________. 2011. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Assesmen Pembelajaran SD. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Retnaningsih, Diah Ayu. 2013. Keterampilan Berbicara. http://diahayu retnaningsih.blogspot.com/2013/12/keterampilan-berbicara.html. Diakses pada tanggal 17 September 2014, pukul 19.17 WIB.

Rahman, Agus Abdul. 2013. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Saud, Udin Syaefuddin, dkk. 2006. Pembelajaran Terpadu. Bandung: UPI Press.


(6)

126

Sudjana, Nana. 2012. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning (Teori dan Aplikasi PAIKEM). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Taniredja, Tukiran, dkk. 2012. Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.

Tim Penyusun. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

___________. 2013. Permendikbud No. 53 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

___________. 2013. Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

___________. 2013. Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

___________. 2013. Permendikbud No. 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SD. Jakarta: Depdiknas.

___________. 2003. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Trianto. 2010. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: PT Prestasi Pustakarya.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU DI SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 20 83

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV A SD NEGERI 1 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 12 68

PENERAPAN STRATEGI PAIKEM PADA PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV C SD NEGERI 1 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 5 47

MODEL PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR TEMATIK SISWA KELAS IV SULAIMAN SD MUHAMMADIYAH METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 19 70

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IV A SDN 1 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 9 75

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE PAIR CHECK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV B SD NEGERI 06 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 15 48

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV A SD N 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

7 36 84

PENERAPAN MODEL PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IV C SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 7 72

PENERAPAN MODEL PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IV C SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 32 244

PENERAPAN MAPPING DALAM MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IVA SD NEGERI 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 10 77