PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL SISWA DI SMK NEGERI 1 JAMBU KEC JAMBU KAB SEMARANG TAHUN PELAJARAN 20162017 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENGEMBANGKAN
KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL SISWA DI SMK
NEGERI 1 JAMBU KEC JAMBU KAB SEMARANG TAHUN
PELAJARAN 2016/2017
SKRIPSIDiajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:Galuh Woro Iklima
NIM. 111 13 104
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
MOTTO
ُميِكَحْلا ُزيِزَعْلا َىُه هلَِإ َهَلِإ َلَ ِطْسِقْلاِب اًمِئاَق ِمْلِعْلا ىُلوُأَو ُةَكِئ َلََمْلاَو َىُه هلَِإ َهَلِإ َلَ ُههنَأ ُ هاللَّ َدِهَش“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ali-Imran:18).
“BANYAK KEGAGALAN DALAM HIDUP INI DIKARENAKAN ORANG- ORANG TIDAK MENYADARI BETAPA DEKATNYA MEREKA DENGAN KEBERHASILAN SAAT MEREKA MENYERAH.”(Thomas Alva Edison)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang mempunyai peranan penting dalam hidupnya
1. Kepada kedua orang tuaku tercinta bapak Chabib Usman dan Ibu Siti Fajriyah terimakasih telah menjadi orang tua yang baik yang telah mendidiku, merawatku dengan penuh kasih sayang dan penuh kesabaran yang tak ternilai harganya.
2. Terimakasih banyak buat teman-temanku tercinta dan saudara-saudaraku yang selama ini telah setia mendukungku, dan memberi semangat untuk mengerjakan skripsi ini sehingga skripsi ini selesai.
3. Institut Agama Islam Negeri Salatiga, dimana tempat yang telah penulis pilih untuk menuntut ilmu. Semoga ilmu yang di peroleh penulis dapat bermanfaat bagi orang lain dan diri sendiri.
4. Bapak Drs.H.Wahyudhiana, MM.Pd. yang telah bersedia memberikan pengarahan bimbingan penulis hingga selesainya pembuatan skripsi ini.
5. Untuk sahabat-sahabatku seperjuangan, Eta, Intan, Naily, Mila, Yonna, Fitri, Vina dan Kurnia yang selalu memberi saya semangat dengan ikhlas dan membantuku.
6. Seluruh teman-teman seperjuangan khususnya PAI angkatan 2013 7.
Kepada pembaca yang budiman.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Dengan menyebut nama Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurah terhadap Nabi Muhammad Saw, yang telah mencapai puncak kesuksesan tertinggi sepanjang kehidupan manusia yang pernah ada. Serta keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini disusun sebagai syarat mencapai Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Agama Islam di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorogan baik moril maupun materil, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan judul PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM
MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL SISWA DI SMK NEGERI 1 JAMBU KEC. JAMBU KAB. SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2016/2017. Oleh karena itu, melalui ruang penulis
mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada: 1.
Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga 2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Bapak Achmad Maimun, M.Ag., selaku dosen Pembimbing Akademik 5.
Bapak Drs. H. Wahyudhiana, MM.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi.
6. Kepada seluruh dosen tarbiyah khususnya pada Jurusan Pendidikan Agama Islam diFTIK IAIN Salatiga.
Akhirnya penulis berharap, semoga jasa dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah Swt. Dalam penyusunan skripsi dikarenakan keterbatasan dari segala aspek yang dimiliki oleh penulis sendiri. Untuk itu, kritik dan saran terbuka luas dan selalu penulis harapkan dari pembaca yang budiman guna kesempurnaannya. Mudah-mudahan skripsi yang sederhana ini mampu memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
Salatiga, 14 Agustus 2017 Galuh Woro Iklima
ABSTRAK
Iklima, Galuh Woro. 2017. Peran Guru Agama Islam Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Dan Spiritual Anak Di SMK Negeri 1 Jambu Desa Jambu Kec. Jambu Kab. Semarang Tahun Pelajaran 2016/201 . Skripsi. Jurusan Fakultas Tarbiyah danIlmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. H.Wahyudhiana, MM.Pd.
Kata Kunci: peran guru agama islam, kecerdasan emosional dan spiritual
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran guru agama dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual anak di SMK Negeri 1 Jambu Kecamatan Jambu. Fokus masalah yang akan dikaji adalah: 1) peran guru agama islam dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual siswa di SMK Negeri 1 Jambu Kecamatan Jambu. 2) Fakto- faktor pendukung dan penghambat dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ) siswa di SMK Negeri Jambu.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian dilaksanakan dengan tahap persiapan, pelaksanaan, penyelesaian. Subjek penelitian adalah peran guru agama islam. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan tiga komponen utama yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi data.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa peran guru agama islam di SMK Negeri 1 Jambu dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual meliputi: Guru agama memiliki peran penting dalam hal kerendahan hati peran guru agama yaitu melibatkan siswa secara optimal dalam kegiatan belajar mengajar serta dalam berorganisasi sehingga siswa dapat bersosialisasi dengan baik tanpa memandang harta, fisik, dan jabatan. Mendorong siswa untuk aktif dalam organisasi yang ada di dalam sekolah maupun di luar sekolah merupakan usaha guru dalam mengembangkan sikap totalitas. Guru agama dalam menjalankan profesinya diniatkan sebagai ibadah mengajar dengan hati serta sebagai orang yang membimbing dengan hati nuraninya dan sebagai orang yang mendidik dengan segenap keikhlasan. Faktor pendukung dalam mengembangkan ESQ adalah sarana dan prasarana yang memadai, serta lingkungan yang nyaman dan kondusif karena berada dalam lingkungan pedesaan, adanya kerja sama OSIS yang membantu teman yang lain agar aktif dalam mengikuti kegiatan keorganisasian. Faktor yang menghambat pengembangan ESQ adalah: 1) Terbatasnya waktu pertemuan dan interaksi antara guru dan siswa. Kurangnya motivasi dan perhatian orang tua. 2) Tidak adanya penilaian secara tertulis dalam kecerdasan emosional dan spiritual 3) Kurangnya sifat guru yang teladan karena guru agama harus memiliki sifat teladan, baik dalam tutur kata maupun berperilaku.
DAFTAR ISI JUDUL ....................................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ ii PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................
iii
DEKLARASI .............................................................................................. iv MOTTO ..................................................................................................... v PERSEMBAHAN ....................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................ vii ABSTRAK .................................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii DAFTAR FOTO ......................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN A.
1 Latar Belakang Masalah ................................................................
B.
Fokus Masalah ............................................................................... 10 C. Tujuan Penulisan Skripsi ............................................................... 10 D. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 11 E. Penegasan Istilah ............................................................................ 11 F. Sistematika Penulisan .................................................................... 13
BAB II KAJIAN TEORI A. Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ) .................................. 15 1. Kecerdasan Emosional………………………………………. 15 2. Kecerdasan spiritual…………………………………………. 23 3. Kecerdasan Emosional dan Spiritual (EQ,SQ)……………… 28
B.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ)...............................................................................
33 1. Faktor Intern…………………………………………………. 33 2. Faktor Ekster………………………………………………… 34 C. Peran Guru Agama Dalam Mengembangkan ESQ ..........................
35 1. Peran Guru Agama Dalam Proses Belajar Mengajar………... 36 2.
Peran Guru Agama Secara Pribadi…………………………... 38 3. Peran Guru Agama Secara Psikologi………………………... 39 1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................... 44 2. Kehadiran Peneliti ........................................................................ 46 3. Lokasi dan Subyek Penelitian ...................................................... 46 4. Sumber Data ................................................................................. 47 5. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 49 6. Pengecekan Keabsahan Data ........................................................ 51 7. Tahap-tahap Penelitian ................................................................. 53
BAB IV PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Jambu Kecamatan Jambu dan SMK Negeri 1 Jambu……………………………………………………………. 54 1. Letak Geografis……………………………………………... 54 2. Profil Sekolah SMK Negeri 1 Jambu dan Waktu Penelitian... 56 3. Visi dan Misi SMK Negeri 1 Jambu………………………… 61 4. Tujuan Sekolah SMK Negeri 1 Jambu ……………………... 69 B. Hasil Temuan Penelitian ................................................................ 73 1. Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Jambu………………………………………………………… 74 2. Hasil Wawancara dengan Guru Agama SMK Negeri 1 Jambu .. 79
3. Hasil Wawancara dengan Wakil Kepala Bagian Kurikulum SMK Negeri 1 Jambu…………………………………………. …… 84 4.
Hasil Wawancara dengan Kepala Bidang Sarana dan Prasarana SMK Negeri 1 Jambu………………………………………… 86 C. Peran Guru Agama Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional dan
Spirit ual Anak di SMK Negeri 1 Jambu…………………………. 89
1. Peran Guru Agama di SMK Negeri 1 Jambu………………… 91 2.
Faktor yang Mendukung dalam Pengembangan Kecerdasan ual Anak di SMK Negeri 1 Jambu…….. 92
3. Faktor yang Menghambat dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional dan Spiritual Anak di SMK Negeri Jambu ........... .... 92
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................... 94 B. Saran-Saran ................................................................................... 96 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
98 LAMPIRAN - LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2.Surat Permohonan Ijin Penelitian Lampiran 3.Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Lampiran 4.Surat Pengajuan Pembimbing Lampiran 5.Lembar Konsultasi Skripsi Lampiran 6.Laporan SKK Lampiran 7.Pedoman Wawancara Lampiran 8.Dokumentasi Foto Penelitian
DAFTAR FOTO
1. Dokumentasi Wawancara
2. Foto ruangan SMK negeri 1 Jambu
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan proses pendewasaan dan mengembangkan
aspek-aspek manusia baik biologis maupun psikologis. Aspek biologis pertumbuhan dan penuaan. Sedangkan aspek psikologis manusia melalui pendidikan dicoba untuk didewasakan, dikembangkan dan disadarkan. Proses penyadaran dan pendewasaan dalam konteks pendidikan ini mengandung makna yang mendasar karena bersentuhan dengan aspek yang paling dalam dari diri manusia, yaitu kejiwaan dan kerohanian. Dua elemen ini sangat penting dalam membina moralitas pada pendidikan sehingga menghasilkan lulusan pendidikan yang berwawasan luas dalam bidang ilmu pengetahuan, dan memiliki kecerdasan emosional yang mencakup aspek kejiwaan serta memiliki kecerdasan spiritual yang mencakup aspek religi kehormatan.
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.’’(Undang-undang System Pendidikan Nasional 2003:3).
Pengertian pendidikan diatas menunjukkan bahwa tugas seorang pendidik adalah untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimiliki anak didik, serta berperan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dalam membentuk kepribadian siswa baik secara lahir maupun
Tugas dan peran guru agama tidaklah terbatas di dalam masyarakat bahkan guru pada hakekatnya merupakan komponen strategis yang memiliki peran dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa, semakin akurat para guru melaksanakan fungsinya, semakin terjamin tercipta dan terbinanya persiapan dan keandalan seseorang sebagai manusia pembangunan. Dengan kata lain, potret dan wajah diri bangsa di masa depan tercermin dari potret diri para guru masa kini. (Siti Asdiqoh, 2013:19-21).
Sebelum penjelasan mengenai peran guru agama dalam pengembangan ESQ (kecerdasan emosional dan spiritual) perlu diketahui beberapa peran guru di sekolah yaitu peran guru dalam proses belajar mengajar itu ada empat,
Pertama guru sebagai demonstator atau pengajar, Kedua guru sebagai
pengelola kelas, Ketiga guru sebagai mediator dan fasilitator, Keempat guru sebagai evaluator.
Namun pendidikan kita saat ini sering dikritik masyarakat yang disebabkan oleh adanya sejumlah pelajar dan lulusan pendidikan yang menunjukkan sikap kurang terpuji, banyak pelajar yang terlibat tawuran, melakukan tindakan kriminal, penodongan, penyimpangan seksual dan lain sebagainya. Contoh perbuatan tawuran Berdasarkan banyaknya kasus-kasus tawuran antar pelajar yang terjadi belakangan ini, penulis berpendapat bahwa tawuran yang terjadi antar pelajar tersebut tidak seharusnya terjadi. Pelajar merupakan orang-orang terdidik yang seharusnya menanggapi permasalahan Seorang pelajar sebagai generasi penerus bangsa seharusnya menyibukkan dirinya dengan pendidikan untuk memajukan bangsanya. Pelajar yang menyibukkan diri dengan pelajaran akan tidak punya waktu untuk melakukan hal-hal negatif seperti tawuran yang marak terjadi belakangan ini unduh pada/tanggal 21 MARET 2017:19.00).
Menurut pendapat penulis, pelajar yang sering melakukan tindak kekerasan seperti perbuatan tawuran tersebut disebabkan karena kurangnya pendidikan pelajar mengenai moral dan sikap tempramental yang tidak terkendali akibat pergaulan. Selain itu, tawuran juga terjadi dikarenakan pengaruh lingkungan sekitarnya. Biasanya orang akan berani melakukan suatu perbuatan bila dilakukan secara kelompok atau secara bersama-sama. Ajakan teman sangat berpengaruh terhadap teman yang lain. Keberanian akan muncul apabila orang lain atau teman kita juga melakukan perbuatan yang sama.
Teman merupakan teladan yang paling mempengaruhi. Ajakan teman lah yang akan paling dituruti dari pada orang lain karena takut dikatakan tidak punya nyali.
Guru adalah teladan bagi murid-muridnya. Guru yang baik tidak hanya mengajar di kelas, tetapi membimbing murid-muridnya di luar sekolah. Saat teladan guru hilang, siswa sekolah pun menjadi beringas. Buntutnya, tawuran pun kerap terjadi. Pernyataan diatas menggambarkan betapa pentingnya peran Banyaknya guru yang menampilkan adegan kekerasan di hadapan muridnya yang sedang marak pada saat ini dimana guru menghukum murid dengan memukul hingga masuk rumah sakit juga memberikan teladan yang kurang baik terhadap murid. Oleh sebab itu hal tersebut mempengaruhi mental murid sehingga sikap guru tersebut menjadi tiruan bagi pelajar untuk tidak segan- segan melakukan tindak kekerasan pula yakni dalam bentuk tawuran antar pelajar.
Perbuatan seperti ini sangat meresahkan masyarakat dan lingkungan di sekolah. Hal-hal tersebut masih ditambah lagi dengan meningkatnya jumlah pengangguran yang pada umumnya adalah tamatan pendidikan. Keadaan inilah yang semakin membuat buruknya dunia pendidikan saat ini.
Di antara penyebab dunia pendidikan kurang mampu menghasilkan lulusan sesuai dengan yang diharapkan adalah karena banyak pendidikan kita selama ini hanya membina kecerdasan intelektual, wawasan dan ketrampilan saja, tanpa diimbangi oleh kecerdasan emosional sekaligus juga didukung kecerdasan spiritual bagi timbulnya kearifan sosial.
Berdasarkan permasalahan yang banyak timbul di dunia pendidikan inilah, guna mempersiapkan atau melahirkan generasi-generasi pendidikan yang berkualitas, tidak hanya berintelektual tinggi, berwawasan luas tapi juga harus memiliki kemantapan emosi, etika moral dan spiritual yang luhur. dan spiritual pada siswa dalam dunia pendidikan.
Daniel Goleman mengatakan bahwa, kecerdasan emosional mengandung beberapa pengertian. Pertama, kecerdasan emosi tidak hanya berarti sikap ramah, tetapi juga pada saat-saat tertentu yang diperlukan bukan sifat ramah, melainkan sifat tegas yang barangkali tidak menyenangkan, tentang mengungkapkan kebenaran yang selama ini dihindari. Kedua, kecerdasan emosi menentukan potensi kita untuk mempelajari ketrampilan- ketrampilan praktis yang didasarkan pada lima unsurnya: kesadaran diri, motivasi, pengaturan diri, empati, dan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain. Untuk ringkasnya: agar berprestasi tinggi dalam semua jabatan, di setiap bidang, kecakapan emosi lebih penting dari pada kemampuan kognitif murni, agar sukses di jenjang tertinggi, dalam posisi pemimpin, kecakapan emosi hampir sepenuhnya paling berperan dalam menciptakan keunggulan. (Daniel Goleman, 2001:53).
Dari berbagai hasil penelitian, telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosional memilik peran yang jauh lebih significant dibanding kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan otak (IQ) barulah sebatas syarat minimal meraih keberhasilan, namun kecerdasan emosilah yang sesungguhnya hampir seluruhnya terbukti mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi. Terbukti, banyak orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, intelektual biasa-biasa saja, justru sukses menjadi bintang-bintang kinerja, pengusaha-pengusaha sukses dan pemimpin-pemimpin di berbagai kelompok. Disinilah kecerdasan emosional (EQ) membuktikan eksistensinya. (Ary Ginanjar, 2001:17).
Banyak contoh di sekitar kita membuktikan orang yang memiliki kecerdasan otak saja belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan, seringkali justru orang yang berpendidikan formal rendah banyak yang ternyata mampu lebih berhasil, karena mereka memiliki kecerdasan emosi seperti, ketangguhan mental, inisiatif, optimis dan kemampuan beradaptasi. (Ginanjar, 2005:41).
Jika mengetahui betapa besarnya pengaruh EQ (kecerdasan emosional) bagi dunia pendidikan dan penunjang kesuksesan hidup, maka kita perlu mempersiapkan generasi-genarasi penerus bangsa untuk mencapai dan meningkatkan EQ (kecerdasan emosional). Harus diketahui bahwa kecerdasan emosional tidaklah berkembang secara alamiah semata-mata berdasarkan perkembangan umur biologisnya. Namun perkembangan EQ (kecerdasan emosional) ini sangat bergantung pada proses pelatihan dan pendidikan secara kontinu. ( John Gottman, 1997:29).
Kecerdasan emosional dibutuhkan oleh semua pihak untuk dapat hidup bermasyarakat termasuk di dalamnya menjaga keutuhan hubungan sosial, dan hubungan sosial yang baik akan mampu menuntun seseorang untuk kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosinya dengan baik akan mempengaruhi proses berfikirnya secara positif pula. Keterbatasan perkembangan kecerdasan emosional seseorang biasanya terkait erat dengan kejanggalan, abnormalitas, gangguan atau berbagai hambatan perkembangan emosional keluarga. Karenanya, dalam proses perkembangan anak, peran guru dan orang tua amat penting dalam meningkatkan taraf kecerdasan emosional anak. Sekiranya kelak dapat ditemukan perangkat ukuran EQ, mungkin dapat dikatakan bahwa pola asuh orang tua terhadap anak merupakan faktor utama untuk meningkatkan EQ anak. Sekalipun kenyataannya memang skor intelegensi emosional belum dapat diperoleh. Dengan demikian, agar anak- anak kelak mampu mengendalikan emosinya dengan baik, guru dan orang tua harus memberi contoh bagaimana mengendalikan emosi dengan baik. (Fidelis, 2003:36-40).
Ada banyak keuntungan jika seseorang memiliki kecerdasan emosional secara memadai: Pertama, kecerdasan emosional jelas mampu menjadi alat pengendalian diri. Kedua, kecerdasan emosional sebagai cara yang sangat baik untuk membersihkan ide, konsep atau sebuah produk. Ketiga, kecerdasan emosional adalah modal penting bagi seseorang untuk mengembangkan bakat kepemimpinan.
Setelah pembahasan singkat mengenai EQ (kecerdasan emosional). Yang tak kalah pentingnya dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah pada diri seseorang, meskipun dia memiliki IQ tinggi, dan kemampuan dalam EQ, tetapi tanpa disertai SQ maka dirasa kurang sempurna. Karena SQ inilah yang dapat membantu seseorang untuk menjalani kehidupan dengan lebih bijak, arif dan religius.
Jika IQ bersandar pada nalar atau rasio-intelektual, dan EQ bersandar pada kecerdasan emosional dengan memberi kesadaran atas emosi-emosi kita dan emosi-emosi orang lain, maka SQ berpusat pada ruang spiritual (spiritual
space ) yang memberi kemampuan pada kita untuk memecahkan masalah
dalam konteks nilai penuh makna. SQ memberi kemampuan menemukan langkah yang lebih bermakna dan bernilai diantara langkah-langkah yang lain.
Dengan demikian SQ merupakan landasan yang sangat penting sehingga IQ dan EQ dapat berfungsi secara efektif.(Fidelis, 2003:42).
SQ adalah inti kesadaran kita. Kecerdasan spiritual itu membuat kita mampu menyadari siapa kita sesungguhnya dan bagaimana kita memberi makna terhadap hidup kita dan seluruh dunia kita. Memang, kecerdasan spiritual mengarahkan hidup kita untuk selalu berhubungan dengan kebermaknaan hidup agar hidup kita menjadi lebih bermakna. Kita membutuhkan perkembangan “kecerdasan spiritual” (SQ) untuk mencapai perkembangan diri yang lebih utuh. Sebenarnya kita membentuk karakter kita melalui penggabungan antara pengalaman dan visi. Kecerdasan spiritual mengajak kita memasuki jantungnya segala sesuatu, nilai-nilai kemanusiaan kejujuran. (Monty, 2003:45).
Danah Zohar dan Ian Marshall menggambarkan orang yang memiliki kecerdasan spiritual (SQ) sebagai orang yang mampu bersikap fleksibel, mampu beradaptasi secara spontan dan aktif, mempunyai kesadaran diri yang tinggi, mampu menghadapi dan memanfaatkan penderitaan, rasa sakit, memiliki visi dan prinsip nilai, mempunyai komitmen dan bertindak penuh tanggung jawab. (Ginanjar, 2006:46).
Pada prinsipnya di dalam dunia pendidikan, dalam proses pembelajaran seorang guru seharusnya tidak hanya mementingkan kecerdasan
IQ saja pada siswa, tetapi juga memperhatikan, menumbuhkan serta mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ) pada siswa.
Sehingga dapat menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak hanya berintelektual tinggi, tetapi dapat menghasilkan lulusan yang berintelektual tinggi, berwawasan luas, beretika moral dan mempunyai spiritual yang tinggi.
Maka berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas penulis tertarik untuk meneliti tentang “PERAN GURU AGAMA ISLAM
DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL SISWA DI SMKN 1 JAMBU, KEC. JAMBU, KAB.
SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2016/2017
”
FOKUS MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peran guru agama islam dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual siswa di SMKN 1 Jambu?
2. Apakah faktor pendukung dan penghambat dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual siswa di SMKN 1 Jambu?
C. TUJUAN PENULISAN SKRIPSI
Adapun yang menjadi tujuan penulis mengacu pada permasalahan tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peran guru agama islam dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual pada siswa di SMKN 1 Jambu
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual pada siswa di SMKN
1 Jambu
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Manfaat ataupun kegunaan penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu: 1.
Secara Teoritis Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan penambahan wawasan mengenai peran guru agama islam dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ) siswa, 2.
Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan yang lebih luas lagi dan dapat memberikan informasi tentang pentingnya memberikan bantuan kepada siswa untuk mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ) sehingga siswa tersebut dapat menjadi siswa yang tangguh dalam menghadapi persoalan kehidupannya dimasa yang akan dating kelak.
E. PENEGASAN ISTILAH 1.
Peran Guru Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru, guru adalah seorang pendidik profesional dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Guru adalah seseorang yang memiliki kemampuan dan memiliki kemampuan yang dapat memudahkan dalam melaksanakan peranannya dalam membimbing siswanya, ia harus sanggup menilai diri sendiri tanpa berlebihan, sanggup berkomunikasi dan bekerjasama dengan orang lain, selain itu perlu diperhatikan pula bahwa ia memiliki kekurangan dan kelemahan. (Darajat, 1996:266).
a) Peran guru agama islam dalam mendidik dapat mengembangkan ESQ.
b) Peran guru agama islam sebagai evaluator dalam mengevaluasi kecerdasan emosional dan spiritual pada siswa.
c) Peran guru agama islam sebagai motivator dalam mengembangkan atau membina kecerdasan emosional dan spiritual.
d) Peran guru agama islam sebagai pembimbing dapat mengembangkan kecerdasan emosinal dan spiritual.
e) Peran guru agama islam dalam mengelola kelas, mengajar dan mengarahkan peserta didik untuk mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ) pada siswa di SMKN 1 Jambu.
2. Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ)
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk menentukan potensi kita untuk mempelajari ketrampilan-ketrampilan praktis yang didasarkan pada lima unsurnya: kesadaran diri, motivasi, pengaturan diri, empati, dan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain, sedangkan kecerdasan spiritual adalah kemampuan yang merupakan kesadaran dalam diri kita yang membuat kita menemukan dan mengembangkan bakat-bakat bawaan, intuisi, otoritas batin, kemampuan membedakan yang salah dan benar serta kebijaksanaan untuk mengambil masalah dalam hidupnya (Daniel Goleman, 2001:39).
Kecerdasan emosional dan spiritual adalah bagaimana mengatur tauhid. (Ary Ginanjar, 2003:14).
Berdasarkan pengertian tersebut maka indikator kecerdasan emosional dan spiritual adalah sebagai berikut: a)
Konsistensi (istiqomah)
b) Kerendahan hati (tawadhu’)
c) Berusaha dan berserah diri (tawakkal)
d) Ketulusan (keikhlasan)
e) Totalitas (kaffah)
f) Integritas dan penyempurnaan (ihsan) F.
SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membagi dalam beberapa bab, dengan harapan agar pembahasan dalam skripsi ini dapat tersusun dengan baik dan dapat memenuhi standar penulisan sebagai karya ilmiah. Adapun sistematika pembagian bab adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan terdiri dari latar belakang, fokus penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, penerapan istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN TEORI Berisi tentang kajian pustaka yang berkenaan dengan teori-teori BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Berisi tentang pendekatan, jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi
penelitian, sumber data, metode analisis data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian.
BAB IV : PAPARAN DATA DAN TEMUAN HASIL PENELITIAN Berisi hasil penelitian dan analisis data yang menggambarkan
gambaran umum tentang peran guru agama islam dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual pada siswa di SMK N 1 Jambu Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang yang meliputi gambaran umum desa jambu kecamatan jambu, profil sekolah SMK Negeri 1 Jambu dan waktu penelitian, visi dan misi SMK Negeri 1 Jambu serta hasil deskripsi data wawancara dan dokumentasi.
BAB V : PENUTUP Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II KAJIAN TEORI A. KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL (ESQ) 1. Kecerdasan Emosional (EQ) a. Pengertian Kecerdasan Emosional EQ atau kecerdasan emosional merupakan sebuah temuan tentang
kecerdasan manusia yang sangat dibutuhkan untuk menunjang manusia dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.
Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Goleman, pada pertengahan tahun 1990-an. Daniel Goleman yang banyak berkecimpung dalam neurosains dalam psikologi berhasil meruntuhkan legenda tentang IQ yang pernah bertahta bertahun-tahun itu dengan temuan barunya yang ia sebut dengan kecerdasan emosional (EQ) yaitu sebuah kecerdasan yang lebih menekankan pada penguasaan dan pengendalian diri dan emosi. Dari hasil penelitian yang dilakukan Goleman, setinggi-tingginya IQ menyumbang kira-kira 20 persen bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 persen diisi oleh kekuatan-kekuatan lain.(Hidayatullah, 2009:200)
Kecerdasan emosional menentukan potensi kita untuk mempelajari keterampilan-keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsurnya: kesadaran diri, motivasi, pengaturan diri, empati, dan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain. Kecakapan emosi kita menunjukkan berapa banyak potensi itu yang telah kita terjemahkan ke dalam kemampuan di tempat kerja.
Sebagai contoh, pandai dalam melayani pelanggan adalah kecakapan emosional yang didasarkan pada empati. Begitu pula, sifat dapat atau kemampuan menangani impuls dan emosi. Baik kemampuan melayani pelanggan maupun sifat dapat dipercaya dapat membuat orang menonjol di tempat kerja. (Daniel Goleman, 2001:39)
Kecakapan-kecakapan emosional yang paling sering mengantar orang ke tingkat keberhasilan ini adalah: 1) Inisiatif, semangat juang, dan kemampuan menyesuaikan diri. 2) Pengaruh, kemampuan memimpin tim, dan kesadaran politis. 3)
Empati, percaya diri, dan kemauan mengembangkan orang lain (Daniel Goleman, 2001:60)
Pendapat lain dikemukakan oleh Reuven Bar-On (dalam Uno, 2000:69), menjelaskan bahwa kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan, kompetensi, dan kecakapan non kognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Dengan kata lain kecerdasan emosional adalah serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita melapangkan jalan di dunia yang rumit, yang mecakup aspek pribadi, sosial, dan pertahanan dari seluruh kecerdasan, akal sehat yang penuh misteri, dan kepekaan yang penting untuk berfungsi secara efektif setiap hari.
Pada intinya kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi yang sedang bergejolak Kecerdasan emosional ini juga dimaknai dengan kemampuan seseorang dalam membina hubungan dengan sesamanya, memahami perasaan serta mampu bekerja sama. Jadi kecerdasan emosional berkaitan dengan hubungan intrapersonal dan interpersonal, di mana seseorang tidak hanya dituntut untuk bisa memahami diri sendiri, memotivasi diri sendiri dan mengendalikan diri. Akan tetapi juga dapat berperilaku sosial dengan orang lain. Inti kemampuan pribadi dan sosial yang merupakan kunci utama keberhasilan sesungguhnya adalah kecerdasan emosional ( Ary Ginanjar Agustian, 2001:9).
Sedangkan menurut Suharsono EQ (kecerdasan emosional) merupakan kemampuan untuk memahami perasaan diri masing- masing dan perasaan orang lain. Kemampuan untuk memotivasi dirinya sendiri dan menata dengan baik emosi yang muncul dalam dirinya dan hubungan dengan orang lain (Suharsono, 2000:28)
Sederhananya EQ (Kecerdasan Emosi) adalah kemampuan untuk merasa, kunci kecerdasan emosional anda adalah pada kejujuran suara hati anda. Suara hati itulah yang harusnya dijadikan pusat prinsip yang mampu memberi rasa aman, pedoman, kekuatan serta kebijaksanaan (Ary Ginanjar Agustian, 2001:42) b.
Macam-Macam Emosi
dalam dirinya. Jumlah emosi manusia ada ratusan, bersama campuran, variasi, mutasi, dan nuansanya. Akan tetapi Daniel Goleman (1997:411) mengemukakanya ke dalam delapan jenis emosi yaitu: 1)
Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, agresi, tindak kekerasan, dan kebencian patologis. 2)
Kesedihan: pedih, sedih, muram, kesepian, ditolak, putus asa, dan depresi berat.
3) Rasa Takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, waspada, tidak tenang, ngeri, fobia, dan panik.
4) Kenikmatan: bahagia, gembira, puas, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, rasa terpesona, rasa terpenuhi, kegirangan, luar biasa, dan mania.
5) Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih.
6) Terkejut: kaget, terkesikap, takjub, terpana. 7) Jengkel: hina, jijik, mual, benci, tidak suka, mau muntah. 8) Malu: rasa salah, kesal hati, sesal aib, dan hati hancur lebur.
(Daniel Goleman, 1997:410) Qur’an, emosi dasar manusia meliputi: 1)
Emosi Senang Segala sesuatu yang membuat hidup dalam perasaan senang, seperti perasaan cinta, puas, gembira, disebut emosi senang. Pada umumnya manusia tertarik dengan lawan jenisnya, harta dan kemewahan, menerima kenikmatan dan lepas dari kesulitan. 2)
Emosi Marah Emosi marah muncul, disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri manusia atau temperament. Sedang faktor eksternal datang dari lingkungan alam dan sosial. Emosi ini bisa diidentifikasi dengan perubahan raut muka, nada suara yang berat, badan bergetar, dan bersedia menyerang. Jika tidak demikian, maka ekspresi marah diungkapkan dengan diam saja. Setiap orang mengekspresikan kemarahan melalui tindakan yang berbeda-beda.
3) Emosi Sedih
Emosi sedih menghinggapi manusia ketika sedang tertimpa musibah, mendapatkan masalah, dan akibat dari hubungan interpersonal yang tidak baik, dikarenakan perilaku diekspresikan dengan tangisan dan kekhawatiran.
4) Emosi takut Dalam kehidupanya manusia kadang diliputi emosi takut.
Manusia takut dengan kematian, kekurangan harta, tertimpa bencana alam, dan lain-lain. Sebab-sebab yang membuat manusia takut dari masing-masing individu berbeda-beda. 5)
Emosi Benci Dalam Al Qur’an telah digambarkan tentang orang-orang yang membenci kebenaran dari Allah, keharusan untuk taat, dan berjihad. 6)
Emosi Heran dan Kaget Seandainya ada sesuatu yang terjadi diluar dugaan dan rencananya, maka emosi heran dan kaget akan menghinggapi batin manusia.
c. Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional
Menurut Salovely yang dikutip oleh Daniel Goleman (1997:56), tanda-tanda orang yang memiliki kecerdasan emosional adalah sebagai berikut: 1)
Mampu mengenali emosi diri sendiri Mengenali emosi adalah dasar dari kecerdasan emosional. sedang dirasakanya. Apakah dalam kondisi senang, susah, atau khawatir. Tanda orang yang bisa mengenali emosi, dia bisa mengatakan bagaimana suasana hatinya saat itu, dan dia menyadarinya sehingga dengan mudah mengatasi perasaanya.
Bila suasana hatinya sedang jelek, mereka tidak risau dan tidak larut kedalamnya, dan mereka mampu melepaskan diri dari suasana itu dengan lebih cepat. (Daniel Goleman, 1997:65)
2) Mampu mengelola emosi
Emosi seperti kesedihan, jika dibiarkan akan menggangu kesehatan dan berlanjut pada depresi. Emosi yang menyenangkan seperti cinta, apabila tidak dikelola juga akan membuat lupa diri. Dengan mengelola emosi, berarti mampu untuk menjaga keseimbangan emosi. Menjaga emosi yang merisaukan agar tetap terkendali adalah kunci kunci kecerdasan emosi. (Mustofa, 2007:43)
3) Mampu memotivasi diri sendiri
Motivasi adalah menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, serta untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi (Mustofa, 2007:47). Langkah memotivasi diri merupakan upaya bidang.
4) Memiliki Empati
Empati merupakan kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain. Empati adalah memahami perasaan dan masalah orang lain, berpikir dengan sudut pandang orang lain dan menghargai perbedaan perasaan orang mengenai berbagai hal (Daniel Goleman, 1997:428). Hasil hasil dari empati menghasilkan sikap altruisme.
5) Mampu membina hubungan dengan lingkungan sekitar
Dari kematangan empatik yang dimiliki seseorang akan dapat mengarahkan orang tersebut untuk dapat berhubungan dengan orang lain sekaligus memelihara hubungan tersebut, menyakitkan, mempengaruhi, dan membuat orang lain merasa aman (Yasin Mustofa :46). Hubungan sosial sangat dibutuhkan dalam kehidupan, karena manusia adalah zoon politicon
(makhluk sosial dan tidak dapat hidup sendiri). Jika hubungan sosial diabaikan, maka kesulitan sering di dapat
2. Kecerdasan Spiritual a. Pengertian Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual tersusun dalam dua kata yaitu kecerdasan dan spiritual. Kecerdasan adalah kecakapan untuk menangani situasi- hubungan dengan yang lain. Kemampuan berurusan dengan kerumitan, kerumitan atau abstrak-abstrak, kemampuan dan kecakapan berfikir. (Suharsono, 1993:118)
Kecerdasan berasal dari kata “cerdas” yang mendapat imbuan ke-an. Cerdas berarti akal budi, pandai, tajam dalam pikiran.
(Poerwadarminta, 2006:363).
Spiritual adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan, rohani atau batin. (Poerwadarmita, 2006:1143) Kecerdasan spiritual atau spiritual Quetiont adalah kemampuan seseorang untuk mendengarkan hati sebagai bisikan kebenaran yang berasal dari Allah SWT. Ketika seseorang mengambil keputusan atau melakukan pilihan, berempati, dan beradaptasi.
Potensi ini sangat ditentukan oleh upaya membersihkan qalbu dan memberikan pencerahan qalbu, sehingga mampu memberikan nasehat dan mengarahkan tindakan, bahkan akhirnya menuntut seseorang dalam mengambil tiap-tiap keputusan (Tasmara, 2001 : 48) Sedangkan menurut Danah Zohar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ (Kecerdasan Spiritual) adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita. (Zohar,Marshall dalam Ary Ginanjar, 2001:46-47)
Dalam perbuatanya setiap orang memiliki prinsip-prinsip yang dipegangi dan mengikuti dorongan hati. Jiwa manusia ada nilai-nilai spiritual yang bersifat universal seperti kejujuran, kebenaran, kepedulian, cinta, tenggang rasa, keberanian, tanggung jawab, keadilan, rasa syukur, dan lain-lain. Menurut Ary Ginanjar, nilai-nilai itu dinamakan suara hati fitrah yang bersumber dari asmaul husna. Ia menjelaskan bahwa nilai yang paling dalam itu (God Spot) mengandung sifat-sifat Tuhan (Asmaul Husna) sebagai potensi diri untuk dikembangkan.
Sedangkan dalam ESQ, kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku, dan kegiatan, serta menyinergikan IQ, EQ dan SQ ssecara komprehensif (Ginanjar, 2007 : 47)
Yang dimaksud dengan SQ yakni pengetahuan akan kesadaran diri, makna hidup dan nilai-nilai tertinggi. Kecerdasan ini berupa mengelola “kecerdasan hati” sehingga terekspresikan kita bekerja sama dengan lancar menuju sasaran yang lebih luas dan bermakna.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa definisi kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial manusia yang menjadikan ia dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup, karena merasa sebagai bagian dari keseluruhan.
Nilai-nilai spiritual inilah yang dapat memberikan makna kehidupan karena sesungguhnya pemaknaan terhadap kehidupan ini bukan datang dari luar akan tetapi datang dari dalam. Dengan kata lain, harta, jabatan, dan kemewahan lainya (dunia luar) tidak bisa memberikan ketenangan yang hakiki bagi kehidupan manusia. Buktinya banyak orang yang cukup secara materi, tetapi batin mereka kering dan hampa (Nasution, 2009:10).