Evaluasi penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap (studi kasus di PT. Artha Indera Mahakam Perkasa

(1)

EVALUASI PENGHITUNGAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Thomas Gloria Wahyu Putra NIM: 132114196

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

EVALUASI PENGHITUNGAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Thomas Gloria Wahyu Putra NIM: 132114196

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

ii SKRIPSI

EVALUASI PENGHITUNGAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA

Oleh:

Thomas Gloria Wahyu Putra NIM: 132114196

Telah Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing


(4)

iii SKRIPSI

EVALUASI PENGHITUNGAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Thomas Gloria Wahyu Putra

NIM: 132114196

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada Tanggal 20 Juli 2017

dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan Ketua Dr. Fr. Reni Retno Anggraini, M.Si., Ak., CA

... Sekretaris Lisia Apriani, S.E., M.Si., Ak., QIA., CA

... Anggota Dra. YFM. Gien Agustinawansari, M.M., Ak., CA

... Anggota M. Trisnawati Rahayu, S.E., M.Si., Ak., QIA., CA

... Anggota Lisia Apriani, S.E., M.Si., Ak., QIA., CA

...

Yogyakarta, 31 Juli 2017 Fakultas Ekonomi

Universitas Sanata Dharma Dekan


(5)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Hati yang gembira adalah obat yang manjur,

tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.

(Amsal 17:22)

“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah

bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan,

bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau

dengan tangan kanan-

Ku yang membawa kemenangan.”

(Yesaya 41:10)

Dengan penuh syukur kupersembahkan skripsi ini untuk:

Juru Selamatku, Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria Kedua orangtuaku Wahyudiono dan Elisabeth Listyaningsih Adikku Maria Eliza Wahyudi. Teman-teman ku Akuntansi D 2013. Kekasihku Endang Aprasari.


(6)

v

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI – PROGRAM STUDI AKUNTANSI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: “EVALUASI PENGHITUNGAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP” Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA dan dimajukan untuk diuji pada tanggal 20 Juli 2017 adalah hasil karya saya.

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila saya melakukan hal tersebut diatas, baik sengaja maupun tidak sengaja, dengan ini saya mentakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya senidiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Yogyakarta, 31 Juli 2017 Yang membuat pernyataan,


(7)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Thomas Gloria Wahyu Putra

Nomor Mahasiswa : 132114196

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“EVALUASI PENGHITUNGAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP” Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada Tanggal: 31 Juli 2017 Yang menyatakan


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Pegawai Tetap”, Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA. Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian kepada penulis.

2. Albertus Yudi Yunarto, SE., M.B.A. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

3. Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Ak., QIA., CA. selaku Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Sanata Dharma.

4. Dra. YFM Gien Agustinawansari MM., Ak., CA selaku Pembimbing yang telah membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Semua dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma yang telah

membagikan ilmu dan pengalamannya dalam proses perkuliahan.

6. Hammad Ahmad selaku pimpinan PT. Artha Indera Mahakam Perkasa yang memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

7. Sarifan Maryanto S.E., selaku karyawan bagian Sumber Daya Manusia dan Perpajakan PT. Artha Indera Mahakam Perkasa yang dengan senang hati membantu penulis mencari data dan memberikan sedikit ilmu mengenai perpajakan.


(9)

viii

8. Puji Rianto dan Rini Santanu yang telah membantu penulis dengan merekomendasikan untuk melakukan penelitian di PT. Artha Indera Mahakam Perkasa.

9. Kedua orangtuaku Wahyudiono dan Elisabeth Listyaningsih yang peduli pada pendidikan anaknya dan banyak mendorong dan mendoakan penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

10.Adikku Maria Eliza Wahyudi. 11.Teman-temanku Akuntansi D 2013. 12.Kekasihku Endang Aprasari.

13.Teman seperjuangan MPAT, Resti, Tita, Indah, Angel, Charis, Karlen, Livia, Siska, Lita, Egi, Chefin, Vivian, dan Fafa.

14.Serta semua pihak yang sudah membantu selama penyelesaian Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skrisi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 31 Juli 2017


(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

ABSTRAK... xiv

ABSTRACT... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 4

E. Sistematika Penulisan... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak... 6

2. Fungsi Pajak... 6

3. Jenis Pajak... 7

4. Sistem Pemungutan Pajak... 8

B. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan... 9

2. Subjek Pajak Penghasilan... 10

3. Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan... 13

4. Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak Penghasilan.... 14

5. Penghasilan yang Dikenai Pajak Bersifat Final... 17

6. Penghasilan yang Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan... 17

7. Biaya yang Diperkenankan Sebagai Pengurang Penghasilan... 21

8. Biaya yang Tidak Diperkenankan Sebagai Pengurang Penghasilan... 23


(11)

x C. Pajak Penghasilan Pasal 21

1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21... 24

2. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21... 25

3. Bukan Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21... 29

4. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21... 29

5. Bukan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21... 31

6. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21... 32

7. Bukan Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21... 34

8. Pegawai... 37

9. Penghasilan Bruto... 38

10.Pengurang Pajak Penghasilan Pasal 21... 39

11.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)... 40

12.Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21... 42

13.Cara Penghitungan... 44

D. Hasil Penelitian Terdahulu 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 48

B. Waktu dan Tempat Penelitian... 48

C. Subyek dan Obyek Penelitian... 48

D. Data Penelitian... 49

E. Cara Pengumpulan Data... 49

F. Populasi dan Sampel... 50

G. Penjelasan Istilah... 50

H. Teknik Analisis Data... 52

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan... 55

B. Lokasi Perusahaan... 55

C. Legalitas Perusahaan... 55

D. Tentang Perusahaan... 57

E. Visi, Misi dan Budaya Perusahaan... 58

F. Struktur Organisasi... 58

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data... 60

B. Analisis Data... 61

1. Menentukan penghasilan bruto yang diterima pegawai tetap... 61

2. Menentukan jumlah pengurang dari penghasilan bruto... 63

3. Menentukan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)... 70

4. Menentukan penghitungan tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 sesuai dengan Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008... 74


(12)

xi

5. Membandingkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan oleh PT. Artha Indera Mahakam Perkasa dengan yang dilakukan oleh penulis yang mengacu pada peraturan perpajakan yang berlaku berdasarkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21

SPT Tahunan Formulir 1721-A1... 79

C. Pembahasan... 81

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan... 90

B. Keterbatasan Penelitian... 90

C. Saran... 91

DAFTAR PUSTAKA... 92

LAMPIRAN Lampiran I Daftar Pertanyaan Wawancara... 95

Lampiran II Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 PT. Artha Indera Mahakam Perkasa... 98

Lampiran III Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan Penulis... 99


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Tarif Pajak yang Diterapkan Atas Penghasilan Kena Pajak Bagi

Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri... 42

Tabel 2 Tabel Penghitungan PPh Pasal 21 1721-A1... 44

Tabel 3 Daftar Pegawai Tetap PT. Artha Indera Mahakam Perkasa... 60

Tabel 4 Menentukan Penghasilan Bruto... 62

Tabel 5 Menentukan Biaya Jabatan dan Iuran Pensiun Menurut Perusahaan... 64

Tabel 6 Menentukan Biaya Jabatan dan Iuran Pensiun Menurut Peneliti. 67 Tabel 7 Hasil Perbandingan Penghitungan Jumlah Pengurang Penghasilan Bruto yang Dilakukan Perusahaan dengan yang Dilakukan Peneliti... 69

Tabel 8 Menentukan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)... 71

Tabel 9 Menentukan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 yang Dilakukan Perusahaan... 76

Tabel 10 Menentukan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 yang Dilakukan Peneliti... 78

Tabel 11 Hasil Perbandingan Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan PT. Artha Indera Mahakam Perkasa dengan yang dilakukan Peneliti... 80


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar I Struktur Organisasi PT. Artha Indera Mahakam Perkasa... 59


(15)

xiv ABSTRAK

EVALUASI PENGHITUNGAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA

Thomas Gloria Wahyu Putra NIM: 132114196 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap apakah sesuai dengan Peraturan Perpajakan yang berlaku.

Jenis penelitian ini adalah Studi Kasus. Penelitian ini dilakukan di PT. Artha Indera Mahakam Perkasa. Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Tetap di perusahaan tersebut. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi. Teknik pengumpulan sampel menggunakan metode sampling jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Teknik analisis data yang digunakan adalah komparatif, yaitu membandingkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan oleh PT. Artha Indera Mahakam Perkasa dengan yang dilakukan peneliti berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap yang dilakukan PT. Artha Indera Mahakam Perkasa belum sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.


(16)

xv ABSTRACT

AN EVALUATION OF CALCULATING

INCOME TAX ARTICLE 21 ON FIXED EMPLOYEES A Case Study at PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA

Thomas Gloria Wahyu Putra NIM: 132114196 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2017

This study aimed to evaluated the calculation of Income Tax Article 21 on Fixed Employees whether in accordance with the applicable Tax Regulations.

This type of research was a case study. This research was conducted at PT. Artha Indera Mahakam Perkasa. The population in this study was the fixed employees in the company. The data collection techniques used were interviews and documentation. The technique of collecting samples using saturated sampling method, which was the technique of determining the sample when all members of the population used as a sample. The data analysis technique used was comparative method, that was comparing the calculation of Income Tax Article 21 conducted by PT. Artha Indera Mahakam Perkasa with the researcher conducted under the Director General of Taxation Regulation No. PER-16/PJ/2016.

The results of this study indicated that the calculation of Income Tax Article 21 on fixed employees by PT. Artha Indera Mahakam Perkasa was not in accordance with the Regulation of the Director General of Taxation No. PER-16/PJ/2016 concerning the Procedures for Cutting, Depositing and Reporting of Income Tax Article 21 and/or Income Tax Article 26 in connection with Private Employment, Services and Activities.


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1, Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009).

Pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Masyarakat diharapkan ikut berperan aktif dalam memberikan kontribusinya bagi pendapatan negara, sesuai dengan kemampuannya (Suandy, 2008: 1).

Pelaksanaan pembangunan nasional yang adil dan merata di segala bidang, perlu adanya sarana yang memadai, salah satu sarana penting yang diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan nasional adalah tersedianya dana yang cukup untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam pembangunan nasional sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Penggalangan dana harus dilakukan secara rutin dan terus menerus, salah satu usaha yang cukup efisien adalah dengan cara memungut pajak atau penarikan pajak yang sesuai dengan undang-undang perpajakan (Undang-Undang No 36 Tahun 2008 Tentang


(18)

Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan).

Pemungutan pajak di Indonesia diwujudkan dalam berbagai jenis dan macam pajak yang dibebankan kepada rakyat, seperti Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan lain-lain, baik pajak pusat maupun pajak daerah.

Pembayaran pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat penting menuju pembiayaan pembangunan yang mandiri dan tidak tergantung pada pinjaman luar negeri. Partisipasi dan kesadaran masyarakat sangat menentukan suksesnya pembangunan nasional yang diwujudkan dengan membayar pajak secara teratur. Peran pemerintah sangat penting sebagai penerima pajak untuk penerimaan Negara, regulator serta inspektor, apakah masyarakat telah melaksanakan kewajiban pajak sebagaimana telah diatur dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.

Setiap perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya tentu memiliki pegawai, baik pegawai tetap ataupun pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Pasal 1 ayat (10), Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, yang secara teratur terus-menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang


(19)

pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan

tersebut.

Pemotongan pajak penghasilan mengakibatkan gaji atau upah yang diterima pegawai tetap berkurang. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan oleh pihak ketiga, yakni perusahaan. Permasalahan yang sering muncul dari penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah kemungkinan salah hitung, salah dalam menentukan tarif dan salah dalam penulisan. Kemungkinan-kemungkinan kesalahan yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam melakukan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 ini dapat menyebabkan kerugian atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak maupun Negara.

Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas sebelumnya, penulis bermaksud untuk mengevaluasi penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan PT. Artha Indera Mahakam Perkasa dengan Peraturan Perpajakan yang berlaku dengan mengambil judul penelitian, “Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Pegawai Tetap, Studi Kasus Pada PT. Artha Indera Mahakam Perkasa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap sudah sesuai dengan Peraturan Perpajakan yang berlaku?


(20)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap Pegawai Tetap PT. Artha Indera Mahakam Perkasa sudah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan penulis diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait, yaitu:

1. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh perusahaan dalam mengevaluasi penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 khususnya Pegawai Tetap yang sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 2. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan mampu dijadikan referensi untuk menambah wawasan, bacaan yang bermanfaat, dan sumber informasi dalam melakukan penelitian selanjutnya.

3. Bagi Penulis

Penelitian ini merupakan suatu kesempatan bagi penulis untuk menerapkan teori-teori perpajakan yang telah diperoleh dalam praktik yang sesungguhnya, khususnya cara penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21.


(21)

E. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas teori mengenai Pajak, Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan Pasal 21, serta review penelitian terdahulu.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini terdiri dari jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subyek dan obyek penelitian, data penelitian, cara pengumpulan data, populasi dan sampel, penjelasan istilah, dan teknik analisis data.

Bab IV Gambaran Umum Perusahaan

Bab ini berisi tentang sejarah, visi, misi, budaya, lokasi perusahaan, legalitas perusahaan, struktur organisasi PT. Artha Indera Mahakam Perkasa.

Bab V Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang deskripsi data, analisis data, dan pembahasan.

Bab VI Penutup

Bab ini berisi mengenai kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran.


(22)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak

1. Pengertian Pajak

Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memerhatikan masalah pembiayaan pembangunan (Waluyo, 2008: 2).

Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009).

2. Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2016: 4), terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi anggaran (budgeter) dan fungsi mengatur (regulerend). Budgeter


(23)

berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Regulerend berfungsi sebagai

alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

3. Jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (2016: 7), pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu:

a. Menurut Golongannya

1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.

2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

b. Menurut Sifatnya

1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.

2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.


(24)

c. Menurut Lembaga Pemungutnya

1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai. 2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri dari (1) Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. (2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.

4. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2016: 9), sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi beberapa sistem, yaitu:

a. Official Assessment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Official Assessment System adalah (1)

wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus, (2) wajib pajak bersifat pasif, (3) utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.


(25)

b. Self Assessment System

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Self Assessment System

adalah (1) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri, (2) wajib pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, (3) fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri With Holding System adalah wewenang

menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

B. Pajak Penghasilan

1. Pengertian Pajak Penghasilan

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.


(26)

2. Subjek Pajak Penghasilan

Subjek Pajak Penghasilan menurut Resmi (2014: 75), adalah Segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan. Undang-undang Pajak Penghasilan di Indonesia mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Subjek Pajak akan dikenakan Pajak Penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Jika Subjek Pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara objektif maupun subjektif maka disebut Wajib Pajak.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), menyatakan bahwa yang menjadi Subjek Pajak adalah:

a. Subjek Pajak dalam negeri adalah:

1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:


(27)

a) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; c) Penerimaannya dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah Pusat

atau Pemerintah Daerah; dan

3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

b. Subjek Pajak luar negeri adalah:

1) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia; dan

2) Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.


(28)

c. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (serratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:

1) Tempat kedudukan manajemen; 2) Cabang perusahaan;

3) Kantor perwakilan; 4) Gedung kantor; 5) Pabrik;

6) Bengkel; 7) Gudang;

8) Ruang untuk promosi dan penjualan;

9) Pertambangan dan penggalian sumber alam;

10)Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

11)Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; 12)Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

13)Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;


(29)

14)Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;

15)Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan

16)Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

3. Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan

Menurut Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 3 ayat (1) menjelaskan bahwa yang tidak termasuk subjek pajak penghasilan adalah:

a. Kantor perwakilan negara asing;

b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

c. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan


(30)

pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;

d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada Nomor 3, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

4. Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak Penghasilan

Menurut Pasal 4 Ayat (1) dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 menjelaskan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini;

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c. Laba usaha;


(31)

1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

5) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;


(32)

f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing; m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. Premi asuransi;

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak;

q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;

r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. Surplus Bank Indonesia.


(33)

5. Penghasilan yang Dikenai Pajak Bersifat Final

Menurut Pasal 4 Ayat (2) dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 menjelaskan bahwa penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final adalah:

a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

b. Penghasilan berupa hadiah undian;

c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

6. Penghasilan yang Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan

Menurut Pasal 4 Ayat (3) dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan menjelaskan bahwa yang dikecualikan dari objek pajak adalah:


(34)

amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

b. Warisan;

c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau


(35)

Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed

profit);

e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

a) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

b) Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,


(36)

persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

1) Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

2) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

k. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

l. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan


(37)

m. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 7. Biaya yang Diperkenankan Sebagai Pengurang Penghasilan

Menurut Pasal 6 Ayat (1) dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 menjelaskan bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:

1) Biaya pembelian bahan;

2) Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;

3) Bunga, sewa, dan royalti; 4) Biaya perjalanan;

5) Biaya pengolahan limbah; 6) Premi asuransi;

7) Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

8) Biaya administrasi; dan


(38)

b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;

c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;

d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;

e. Kerugian selisih kurs mata uang asing;

f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat

ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan

3) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;


(39)

i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

k. Biaya pembangunan infrastruktur; l. Sumbangan fasilitas pendidikan; dan

m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga.

8. Biaya yang Tidak Diperkenankan Sebagai Pengurang Penghasilan

Menurut Pasal 9 Ayat (1) dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 menjelaskan bahwa untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:

a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen;

b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;

c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;


(40)

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;

g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan; h. Pajak Penghasilan;

i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;

j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;

k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

C. Pajak Penghasilan Pasal 21

1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21

Menurut Pasal 1 ayat (2) dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 menyatakan bahwa Pajak Penghasilan


(41)

sehubungan dengan pekerjan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi sebagai Subjek Pajak dalam negeri, yang selanjutnya disebut PPh 21, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

2. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 (PER-16/PJ/2016 Pasal 3) adalah orang pribadi yang merupakan:

a. Pegawai;

b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya; c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan

sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi: 1) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari

pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;

2) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya;


(42)

3) Olahragawan;

4) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator, 5) Pengarang, peneliti, dan penerjemah;

6) Pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;

7) Agen iklan;

8) Pengawas atau pengelola proyek;

9) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;

10)Petugas penjaja barang dagangan; 11)Petugas dinas luar asuransi; dan/atau

12)Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling; dan

kegiatan sejenis lainnya;

d. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;

e. Mantan pegawai; dan/atau

f. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain: 1) Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan

olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;


(43)

3) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;

4) Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; 5) Peserta kegiatan lainnya.

Hak-hak Wajib Pajak (Penerima Penghasilan) Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah:

a. Wajib Pajak berhak meminta Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada Pemotong Pajak. Jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dapat dikreditkan dari PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final.

b. Wajib Pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak, jika PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengajuan surat keberatan ini dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal pemotongan, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan. c. Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis

dalam Bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Permohonan banding ini dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri Salinan surat keputusan tersebut. Apabila badan peradilan pajak belum terbentuk, maka permohonan


(44)

banding dapat diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak bukan keputusan Tata Usaha Negara.

Kewajiban Wajib Pajak (Penerima Penghasilan) Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah:

a. Wajib Pajak wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak, yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada suatu tahun takwim, untuk mendapatkan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Penyerahan tersebut dilakukan pada saat mulai bekerja, atau pada permulaan menjadi Subjek Pajak dalam negeri, atau mulai pensiun, atau dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga menurut keadaan pada permulaan tahun takwim. Wajib Pajak berkewajiban untuk menyerahkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada:

1) Pemotong Pajak kantor cabang baru dalam hal yang bersangkutan dipindahtugaskan.

2) Pemotong Pajak tempat kerja yang baru dalam hal yang bersangkutan pindah kerja.

3) Pemotong Pajak dana pensiun dalam hal yang bersangkutan mulai menerima pensiun dalam waktu berjalan.

4) Wajib Pajak berkewajiban menyerahkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi, jika Wajib Pajak mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja.


(45)

3. Bukan Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21

Tidak termasuk penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 (PER-16/PJ/2016 Pasal 4) adalah:

a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

4. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

Objek Pajak Penghasilan menurut Resmi (2014: 80) adalah Segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan) yang dikenakan Pajak. Berdasarkan PER-16/PJ/2016 Pasal 5 ayat (1) mengenai penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah:

a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;

b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;


(46)

c. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pension, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayar sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;

d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;

e. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk

apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan;

f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

g. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;

h. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau


(47)

i. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

5. Bukan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

Tidak termasuk penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 (PER-16/PJ/2016 Pasal 8 ayat (1)):

a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;

b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).

c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;

d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari


(48)

lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

e. Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri.

6. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21

Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan, termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

Berdasarkan PER-16/PJ/2016 Pasal 2 ayat (1) Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh 26, meliputi:

a. Pemberi kerja yang terdiri dari: 1) Orang pribadi;

2) Badan; atau

3) Cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut;


(49)

b. Bendaharawan atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; c. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan

badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;

d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar:

1) Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;

2) Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri;

3) Honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepadan peserta


(50)

e. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

7. Bukan Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21

Berdasarkan PER-16/PJ/2016 Pasal 2 ayat (2) Tidak termasuk pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah:

a. Kantor perwakilan Negara asing; b. Organisasi-organisasi internasional;

c. Organisasi-organisasi internasional yang ketentuan Pajak Penghasilannya didasarkan pada ketentuan perjanjian internasional dan dalam perjanjian internasional tersebut mengecualikan kewajiban pemotongan pajak;

d. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Hak-hak Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah:

a. Pemotong Pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh Pasal 21 yang terjadi karena jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam 1


(51)

(satu) tahun takwim lebih kecil daripada jumlah PPh Pasal 21 yang disetor. Jumlah kelebihan tersebut akan diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan penghitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan, diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya. b. Pemotong Pajak berhak mengajukan permohonan untuk

memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Pasal 21. Permohonan diajukan secara tertulis selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya dengan menggunakan formulir yang telah ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak disertai surat pernyataan mengenai penghitungan sementara PPh 21 yang terutang dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 yang terutang untuk tahun takwim yang bersangkutan.

c. Pemotong Pajak dapat mengajukan keberatan pada Direktur Jenderal Pajak dan permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak.

Kewajiban Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah:

a. Setiap Pemotong Pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

b. Pemotong Pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.


(52)

d. PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap akhir bulan takwim. Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunaan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran, selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) baulan takwim berikutnya.

e. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan takwim berikutnya. f. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21

baik diminta maupun tidak diminta pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.

g. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun pajak berakhir. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka Bukti Pemotongan tersebut diberikan oleh pemberi kerja yang bersangkutan selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.


(53)

8. Pegawai

Menurut Pasal 1 ayat (9) dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 menyatakan bahwa Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah.

Jenis Pegawai berdasarkan cara perhitungan PPh Pasal 21 dibagi menjadi dua jenis, yaitu Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas. Menurut Pasal 1 ayat (10) dan ayat (11) dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 menyatakan bahwa Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, yang secara teratur terus-menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan

tersebut. Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja,


(54)

berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.

9. Penghasilan Bruto

Penghasilan Bruto adalah jenis penghasilan yang dikenakan pemotongan pajak sebagaimana diatur sesuai PPh Pasal 21. Penghasilan Bruto dikelompokkan menjadi:

a. Penghasilan Teratur, yaitu penghasilan yang diterima pegawai secara teratur setiap bulan, seperti gaji, tunjangan, uang lembur dan sebagainya.

b. Penghasilan Tidak Teratur, yaitu penghasilan yang diterima pegawai dalam waktu yang tidak menentu, umumnya diterima sekali atau lebih dalam setahun, seperti tantiem, bonus, tunjangan hari raya (THR) dan sebagainya.

c. Kenikmatan dalam bentuk natura. Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.23/1984, kenikmatan dalam bentuk natura yaitu setiap balas jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan, atau karyawati dan atau keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja, seperti pemberian beras, gula, pakaian seragam dan sebagainya

d. Premi Asuransi, yaitu premi asuransi atas nama pegawai yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada instansi terkait, seperti Jamsostek, premi asuransi kesehatan dan sebagainya.


(55)

10.Pengurang Pajak Penghasilan Pasal 21

Pengurang yang diperbolehkan untuk penghasilan bruto pegawai tetap terdiri dari:

a. Biaya Jabatan

Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebesar 5% dari penghasilan bruto. Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000 (enam juta rupiah) setahun atau Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah) sebulan (PMK No. 250/PMK.03/2008 Pasal 1 ayat (1)).

b. Iuran Jaminan Hari Tua

Iuran Jaminan Hari Tua adalah iuran yang terkait dengan gaji yang dibayarkan oleh pegawai kepada badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Untuk penerima pensiun, pengurang yang diperbolehkan terdiri dari:

1) Biaya pensiun

Biaya Pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun sebesar 5% dari penghasilan bruto.


(56)

Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan. (PMK No. 250/PMK.03/2008 Pasal 1 ayat (2)).

2) Iuran Pensiun

Iuran Pensiun adalah iuran yang terkait dengan gaji yang dibayarkan oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

11.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah besarnya penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha dan/atau pekerjaan bebas jumlahnya dibawah PTKP tidak akan dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.

Menurut Pasal 11 dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016, berbunyi sebagai berikut:


(57)

a. Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut:

1) Rp 54.000.000 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

2) Rp 4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;

3) Rp 4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. b. PTKP per bulan adalah PTKP per tahun dibagi 12 (dua belas) sebesar:

1) Rp 4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

2) Rp 375.000 (tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;

3) Rp 375.000 (tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. c. Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:

1) Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;

2) Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.


(58)

d. Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

e. Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender.

f. Dikecualikan dari ketentuan, besarnya PTKP untuk pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun kalender ditentukan berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun kalender yang bersangkutan.

12.Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 dijelaskan pada Pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 berikut ini berlaku pada Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP):

Tabel 1. Tarif Pajak yang Diterapkan Atas Penghasilan Kena Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000 5%

Diatas Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 15% Diatas Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 25%

Diatas Rp 500.000.000 30%

Sumber: Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi penerima penghasilan yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)


(59)

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Pasal 20 adalah:

a. Bagi Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

b. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

c. Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final. d. Dalam hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai

penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk masa pajak Desember, PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) lebih tinggi tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.


(60)

Menurut Pasal 17 ayat (4) dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa, Untuk keperluan penerapan tarif pajak Pasal 17 ayat (1), jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan penuh.

13.Cara Penghitungan

Berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21 Formulir 1721-A1, cara penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut: Tabel 2. Tabel Penghitungan PPh Pasal 21 1721-A1

No. Deskripsi Jumlah

PENGHASILAN BRUTO

1. Gaji/Pensiun Atau THT/JHT xxx

2. Tunjangan PPh xxx

3. Tunjangan Lainnya, Uang Lembur, dan Sebagainya xxx

4. Honorarium dan Imbalan Lain Sejenisnya xxx

5. Premi Asuransi yang Dibayar Pemberi Kerja xxx 6. Penerimaan Dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan Lainnya xxx 7. Tantiem, Bonus, Gratifikasi, Jasa Produksi dan THR xxx

8. Jumlah Penghasilan Bruto (1 s.d 7) xxx

PENGURANGAN

9. Biaya jabatan/biaya pensiun xxx

10. Iuran Pensiun Atau THT/JHT xxx

11. Jumlah Pengurangan (9 s.d 10) xxx

PENGHITUNGAN PPH PASAL 21

12. Jumlah Penghasilan Neto (8-11) xxx

13. Penghasilan neto masa sebelumnya xxx

14. Jumlah Penghasilan Neto untuk Penghitungan PPh Pasal 21

(Setahun/ Disetahunkan) xxx

15. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) xxx

16. Penghasilan Kena Pajak Setahun/ Disetahunkan (14-15) xxx 17. PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak

setahun/disetahunkan xxx

18. PPh Pasal 21 yang telah dipotong masa sebelumnya xxx

19. PPh Pasal 21 terutang xxx

20. PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang telah dipotong dan

dilunasi xxx

Sumber: Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tetap atau Penerima Pensiunan Atau THT/JHT Form 1721-A1


(61)

Keterangan:

a. Tantiem, merupakan bagian keuntungan yang diberikan kepada Direksi dan Komisaris oleh pemegang saham yang didasarkan pada suatu prosentase/jumlah tertentu dari laba perusahaan setelah kena pajak. b. Bonus, yaitu sejumlah uang yang dibayarkan oleh perusahaan kepada

pegawainya untuk memotivasi kerjanya.

c. Gratifikasi, yaitu sejumlah uang atau barang yang dibayarkan atau diberikan oleh perusahaan kepada direksi atau komisaris atas jasanya meningkatkan pendapatan perusahaan.

d. Penghasilan Neto Masa sebelumnya, yaitu pada saat pegawai dipindahtugaskan, pegawai yang bersangkutan tidak berhenti bekerja dari perusahaan tempat dia bekerja. Pegawai yang bersangkutan masih tetap bekerja pada perusahaan yang sama dan hanya berubah lokasinya saja. Penghitungan PPh Pasal 21 tetap menggunakan dasar penghitungan selama setahun.

D. Hasil Penelitian Terdahulu

1. Prima Eka Putri (2007) dengan judul “Evaluasi Pajak Penghasilan Pasal 21 Berkaitan dengan Pemberian Kompensasi Pada Karyawan: Studi Kasus pada Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang Yogya-Sleman”, menyimpulkan bahwa Kebijakan kompensasi telah diterapkan di AJB Bumiputera 1912 sesuai dengan UU PPh no. 17 Tahun 2000 dan AJB Bumiputera 1912 Kantor Rayon Utama Yogya Sleman belum sepenuhnya


(62)

melaksanakan penghitungan pada angka 3 “Tunjangan lainnya, uang

lembur, dsb” pada penghasilan bruto dalam perincian penghasilan dan

penghitungan PPh Pasal 21 yang terdapat di SPT Tahunan PPh Pasal 21 (formulir 1721-A1). AJB Bumiputera 1912 belum melakukan pembulatan PKP menjadi ribuan penuh kebawah. Hal ini tidak sesuai dengan peraturan pasal 17 UU PPh Pasal 21 Tahun 2000.

2. Katarina Manuneda (2010) dengan judul “Evaluasi Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21: Studi Kasus pada Pegawai Tetap PT Aneka

Adhilogam Karya”, menyimpulkan bahwa penghitungan Pajak

Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tetap PT Aneka Adhilogam Karya belum menerapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009. Hal ini dikarenakan perusahaan tidak menambahkan premi asuransi dan uang kesehatan sebagai komponen penghasilan bruto bagi pegawai dalam rangka menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21.

3. Henricus Wisnu Aji Widyonarko (2012) dengan judul “Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap: Studi Kasus pada Koperasi Pegawai Telekomunikasi Yogyakarta”, menyimpulkan bahwa Koperasi Pegawai Telekomunikasi Yogyakarta sudah melakukan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tetap, dan sudah sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 yang berlaku pada tahun 2010.


(63)

4. Agustina Ratna Utami (2012) dengan judul “Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21: Studi Kasus di Dinas Pendapatan, Pengelolaan

Keuangan, dan Aset Daerah Kabupaten Gunungkidul”, menyimpulkan

bahwa Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah Kabupaten Gunungkidul secara umum telah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tetapi penerapan penghitungan PPh Pasal 21 Terutang atas gaji ketiga belas di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah Kabupaten Gunungkidul tidak sama dengan penerapan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji ketiga belas berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dikarenakan adanya perbedaan cara menentukan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji ketiga belas yaitu berkaitan dengan perkalian tarif pajak Pasal 17.

5. Christin Theodora Natalia Ritonga (2012) dengan judul “Evaluasi Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang Untuk Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Peraturan Penteri Keuangan Nomor 262/PMK/.03/2010: Studi Kasus di

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta”, menyimpulkan

bahwa jumlah PPh Pasal 21 terutang yang dihitung Bendahara Pemerintah tidak tepat dengan jumlah PPh Pasal 21 terutang yang dihitung berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010.


(64)

48 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah Studi Kasus, yaitu penelitian terhadap objek tertentu secara langsung pada perusahaan, sehingga kesimpulan yang diambil berdasarkan penelitian ini hanya berguna bagi objek yang diteliti. Studi ini dimaksudkan untuk memperoleh data-data perusahaan khususnya hal-hal yang terkait dengan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Artha Indera Mahakam Perkasa yang berlokasi di Jl. Poros Samarinda Anggana, Sungai Meriam, Anggana, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75381. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2017.

C. Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah data pegawai tetap PT. Artha Indera Mahakam Perkasa. Obyek dalam penelitian ini adalah penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap Formulir 1721-A1.


(65)

D. Data Penelitian

Jenis data yang diteliti dikelompokkan menjadi dua: 1. Data Primer

Data yang diperoleh penulis secara langsung melalui wawancara pada bagian perpajakan perusahaan.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh pihak lain yang terkait dengan penelitian, seperti daftar karyawan, daftar gaji, bukti potong Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap Formulir 1721-A1.

E. Cara Pengumpulan Data 1. Wawancara

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan tanya jawab kepada staf pajak dan bagian akuntansi perusahaan mengenai penerapan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 seperti bagaimana cara penghitungan/pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap sudah sesuai dengan Peraturan Perpajakan yang berlaku.

2. Dokumentasi

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melihat catatan-catatan yang ada dalam arsip yang ada di perusahaan yang berkaitan dalam hal penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 seperti, daftar gaji pegawai, Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.


(66)

F. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Tetap PT. Artha Indera Mahakam Perkasa. Teknik pengumpulan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Sampling Jenuh yaitu, teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.

G. Penjelasan Istilah

1. Evaluasi, yaitu kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. 2. Pajak Penghasilan, yaitu pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas

penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

3. Pajak Penghasilan Pasal 21, yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

4. Pegawai Tetap, yaitu pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, yang secara teratur terus-menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang


(67)

pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan

tersebut.

5. Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas, yaitu pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.

6. Penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

7. Penghasilan Bruto, yaitu penghasilan yang diterima oleh pegawai berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain.

8. Penghasilan Neto, yaitu penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan.

9. Biaya Jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto sebesar-besarnya Rp 6.000.000 (enam juta rupiah) setahun atau Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah) sebulan.

10.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu jumlah pengurangan terhadap penghasilan neto yang besarnya ditentukan oleh Undang-undang Perpajakan dan Peraturan Dirjen Pajak.


(68)

11.Penghasilan Kena Pajak, yaitu dasar pengenaan pajak terutang yang diperoleh dari jumlah penghasilan neto dikurangi dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

12.Pajak Terutang, yaitu pajak yang harus dibayar pada suatu masa pajak, dan besarnya pajak terutang dihitung dari jumlah Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh lalu dikalikan dengan tarif pajak Pasal 17 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah Teknik Analisis Deskriptif Komparatif yaitu membandingkan antara praktek dengan teori. Langkah-langkah yang dilakukan penulis yaitu:

1. Melakukan wawancara kepada Staf Pajak dan bagian Akuntansi.

2. Menentukan penghasilan bruto yang diterima pegawai tetap, terdiri dari: a. Penghasilan teratur, meliputi: gaji, tunjangan, honorarium, premi

asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penerima dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya yang dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.

b. Penghasilan Tidak Teratur, meliputi: tantiem, bonus gratifikasi, jasa produksi, dan Tunjangan Hari Raya.

3. Menentukan jumlah pengurang dari penghasilan bruto, yaitu: a. Menentukan biaya jabatan/biaya pensiun yang dikenakan. b. Menentukan iuran pensiun/iuran Jaminan Hari Tua (JHT).


(69)

4. Menentukan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu: a. Untuk diri Wajib Pajak;

b. Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;

c. Tambahan untuk setiap orang keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang.

5. Menentukan penghitungan tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 sesuai dengan Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.

6. Membandingkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan oleh PT. Artha Indera Mahakam Perkasa dengan yang dilakukan oleh penulis yang mengacu pada peraturan perpajakan yang berlaku berdasarkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 SPT Tahunan Formulir 1721-A1.

7. Menarik kesimpulan dari hasil perbandingan dan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap PT. Artha Indera Mahakam Perkasa berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 apakah penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 sudah sesuai dengan Peraturan Perpajakan yang berlaku.


(1)

117 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

118 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

119 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

120 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

121 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

122 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI