PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA GO-JEK ATAS PENYALAHGUNAAN DATA PRIBADINYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

(1)

PRIBADINYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK

I GUSTI AYU DEA RANTI RANITA NIM. 1203005305

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

ii

PRIBADINYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK

I GUSTI AYU DEA RANTI RANITA NIM. 1203005305

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

iii

TRANSAKSI ELEKTRONIK

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

I GUSTI AYU DEA RANTI RANITA 1203005305

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(4)

iv

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 29 FEBRUARI 2016

Pembimbing I

Dr. I Made Sarjana, SH., MH NIP. 19571212198601001

Pembimbing II

Ngakan Ketut Dunia, SH., M.Hhum NIP. 195201041980031001


(5)

v

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Nomor: 65/UN14.1.11/PP.05.02/2016 Tanggal: 11 Maret 2016

Ketua : Dr. I Made Sarjana, SH., MH. ( )

NIP. 19571212198601001

Sekretaris : Ngakan Ketut Dunia, SH., MH. ( )

NIP. 195201041980031001

Anggota : 1. Dr. I Made Udiana, SH., MH. ( )

NIP. 195509251986101001

2. A.A Ketut Sukranatha, SH., MH. ( )

NIP. 195706051986011002

3. Ayu Putu Laksmi Danyathi, SH., M.Kn. ( )


(6)

vi Om Swastyastu,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menganugerahkan nikmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana. Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga dengan penuh rasa hormat kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana,SH.,MH., Dekan Fakultas Hukum

Univeristas Udayana;

2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH., MH., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Udayana;

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, SH.,MH., Pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Udayana;

4. Bapak I Wayan Suardana, SH.,MH., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum


(7)

vii

ini telah memberi dukungan dan membantu penulis demi kelancaran studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana;

7. Bapak Dr. I Made Sarjana, SH., Dosen Pembimbing I yang telah

membimbing dan memberikan pengarahan dalam penulisan skripsi ini;

8. Bapak Ngakan Ketut Dunia, SH., M.Hhum, Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan kemudahan, arahan serta menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis;

9. Orang tua penulis, Bapak I Gusti Ngurah Astawa, SH., MH., dan Ibu Ni

Nyoman Suparmini S.Pd., atas kasih sayang, dukungan, dan doa restu yang terus mengiringi penulis. Semoga ilmu yang telah diperoleh selama ini bisa bermanfaat ke depannya dan menjadi aliran pahala yang tidak terputus untuk Bapak dan Ibu. Selain itu juga kepada ketiga saudara penulis yakni I Gusti Ngurah Dama Galang Devara, ST., I Gusti Ayu Dilla Ening Andita, SH., dan

I Gusti Ayu Dana Utami Putri serta kepada Mycleo von Princess Laura, yang

telah menemani dalam penulisan skripsi ini;

10. Para seluruh Pelaksana Akademik, Pelaksana Administrasi, Unit-unit Kerja,

dan staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan yang bermanfaat selama masa studi


(8)

viii

angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Semoga segala kebaikan dan jasa yang telah diberikan mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis sadar dengan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, maka skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini, penulis persembahkan skripsi ini kepada almamater tercinta, yakni Fakultas Hukum Universitas Udayana, semoga bermanfaat bagi kita semua.

Om, Santi Santi Santi, Om.

Denpasar, 29 Februari 2016


(9)

ix

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, 29 Februari 2016 Yang Menyatakan,

(I Gusti Ayu Dea Ranti Ranita) NIM. 1203005305


(10)

x

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ……….. iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI……… iv

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ………..…… v

HALAMAN KATA PENGANTAR………..……….. vi

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ………...……. ix

HALAMAN DAFTAR ISI ... x

HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ………..…….. xiv

ABSTRAK……… xv

ABSTRACT………..…… xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 9

1.4 Orisinalitas ... 9

1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan umum ... 11

1.5.2 Tujuan khusus ... 11


(11)

xi

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis penelitian ... 24

1.8.2 Jenis pendekatan ... 24

1.8.3 Sumber bahan hukum ... 25

1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum ... 26

1.8.5 Teknik analisis bahan hukum ... 27

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, DATA PRIBADI, DAN GO-JEK 2.1 Perlindungan Hukum ... 28

2.1.1 Pengertian perlindungan hukum …………...………... 28

2.1.2 Bentuk-bentuk perlindungan hukum ………....…... 31

2.2 Perlindungan Data Pribadi …………...….. 32

2.2.1 Pengertian data pribadi …... 32

2.2.2 Pengaturan perlindungan data pribadi di Indonesia ...….. 35

2.3 Go-Jek ………..…………...……….. 42

2.3.1 Gambaran umum tentang go-jek ………..…...……… 42


(12)

xii

Pengemudi Go-Jek dan Pengguna Jasa Go-Jek ………...………….. 53

3.3 Hak dan Kewajiban Perusahaan Go-Jek ………...……….…...……. 63

3.3 Hak dan Kewajiban Pengemudi Go-Jek ………...…...….. 65

3.4 Hak dan Kewajiban Pengguna Jasa Go-Jek …………...…...…….. 66

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA GO-JEK ATAS PENYALAHGUNAAN DATA PRIBADINYA 4.1 Pendekatan Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa

Go-Jek atas Penyalahgunaan Data Pribadinya ……....…...……. 70

4.2 Tanggung Jawab Pihak yang Menyalahgunakan Data

Pribadi Pengguna Jasa Go-Jek ……...…..…..……… 77

4.3 Prinsip Tanggung Jawab Dalam Hal Terjadinya Penyalahgunaan

Data Pribadi Pengguna Jasa Go-Jek ………...………..…. 80

4.4. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa

Go-Jek atas Penyalahgunaan Data Pribadinya ………...……… 88

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ………...……… 101


(13)

(14)

xiv

Lampiran 1 Syarat dan Ketentuan Go-Jek ………..… 110

Lampiran 2 Ketentuan Penggunaan Go-Jek ……….……...… 112

Lampiran 3 Kebijakan Privasi Go-Jek ……… 130


(15)

xv

aspek efisiensi dan kemudahan yang diinginkan. Berbagai perusahaan teknologi di bidang transportasi terus menjamur di Indonesia, salah satunya ialah Go-Jek. Kehadiran jasa ini menjadi solusi efektif dalam memberikan kemudahan, namun turut pula diikuti dengan adanya resiko. Salah satunya ialah penyalahgunaan data pribadi konsumen. Ditarik permasalahan yakni, pertama mengenai hubungan hukum antara perusahaan Go-Jek, pengemudi Go-Jek, dan pengguna jasa Go-Jek, serta yang kedua mengenai perlindungan hukum pengguna jasa Go-Jek atas penyalahgunaan data pribadinya. Pentingnya dikaji akan hal ini karena penyalahgunaan data pribadi tentu saja dapat merugikan pengguna jasa Go-Jek dan terkait hak pribadi seseorang.

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan analisis konsep hukum. Selanjutnya digunakan teknik analisis yuridis deskriptif, teknik evaluasi, dan teknik argumentasi dalam kajian terhadap berbagai bahan hukum baik bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier tentang perlindungan hukum data pribadi, khususnya bagi pengguna jasa Go-Jek.

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa hubungan hukum antara perusahaan Go-Jek dengan pengemudi Go-Jek merupakan hubungan kemitraan, dan hubungan yang terjadi dalam pengguna jasa Go-Jek baik dengan perusahaan Go-Jek maupun dengan pengemudi Go-Jek bukanlah hubungan hukum berdasarkan perjanjian (kontraktual). UU ITE memberi perlindungan hukum terhadap pengguna jasa Go-Jek atas penyalahgunaan data pribadinya berbentuk perlindungan hukum preventif dan represif. Perlindungan hukum preventif dilihat dalam Pasal 26 ayat (1), sedangkan perlindungan hukum represif diberikan dalam Pasal 26 ayat (2), kemudian selanjutnya dilihat pula pada Pasal 38 dan Pasal 39. Di lain hal korban penyalahgunaan data pribadi dapat mengajukan gugatan perdata atas dasar perbuatan melanggar hukum. Disarankan agar pemerintah membentuk suatu pranata hukum baru yang khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi, dan masyarakat sebagai konsumen juga harus teliti sebelum menggunakan suatu jasa yang berkaitan dengan pemberian data pribadi.


(16)

xvi

Developments change people’s lifestyles, one of them is a need of an ease and efficiency one. A lot of transportation technology companies in the transportation field keep increasing in Indonesia, one of them is Go-Jek. This service become an effective solution at giving an efficiency yet risky. One of them is misuse of customer’s personal data. Based on this, the problems are; first is about legal relationship between Go-Jek, the Go-Jek drivers, and Go-Jek’s customers, and the second one is about the legal protection on the customers’s personal data. This research is important because keep in mind that the misuse of customers’ personal data could damage their privacy right.

Legal method used is a normative law method with statute approach and analytical and conceptual approach. Besides, descriptive analysis, evaluation, and legal argumentation method are used afterwards in research on primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials about the legal protection of personal data, in particular for Go-Jek’s customers.

Based on this research, could concluded that the legal relationship between Go-Jek and the Go-Jek drivers is a partnership relationship, and the relationship between Go-Jek’s customers with both Go-Jek and Go-Jek drivers are not a contractual relationship. Law Number 11 of 2008 gives both preventive and repressive legal protection on customer’s presonal data. The preventive one legal protection is gave by Article 26 section (2), while the repressive one is gave by Article 26 section (2), followed by Article 38 and Article 39. The victim of personal data’s misuse can sue in law of tort. The government should create a new act which specifically regulate about personal data protection, besides people as a customer should be carefully at using a service that requiring personal data.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai peranan yang sangat penting dalam membangun dan memberikan kontribusi bagi kemajuan peradaban umat manusia. Hal itu terbukti dengan adanya berbagai kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia sebagai akibat dari perkembangan dan temuan-temuan yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi informasi. Teknologi informasi diyakini membawa keuntungan dan kepentingan yang besar bagi negara-negara di dunia. Setidaknya ada 2 (dua) hal yang membuat teknologi informasi dianggap begitu penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi dunia. Pertama, teknologi informasi mendorong permintaan atas produk-produk teknologi informasi itu sendiri, seperti komputer, modem, sarana untuk membangun jaringan internet lainnya, serta yang kedua, adalah memudahkan

transaksi bisnis terutama bisnis keuangan di samping bisnis-bisnis umum lainnya.1

Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pula berbagai bidang kehidupan manusia mengalami dinamika perubahan yang cepat, efektif, dan efisien. Kemajuan teknologi di berbagai bidang seperti telekomunikasi, transportasi, kesehatan, dan pertanian, adalah beberapa contoh yang menunjukkan kemampuan serta keberhasilan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat signifikan dalam

1

Agus Raharjo, 2002, Cybercrime (Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi), Citra Aditya Bakti, Purwokerto, h. 1.


(18)

memberikan kemudahan serta kecepatan pemenuhan berbagai macam kebutuhan dan tuntutan hidup manusia. Bahkan ilmu pengetahuan dan teknologi menempati posisi kunci dan strategis dalam pergaulan atau kerja sama internasional di dalam memasuki persaingan di era globalisasi yang tengah berlangsung dewasa ini. Demikian penting dan strategisnya peranan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga kemampuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi faktor penentu bagi suatu negara untuk dapat berdiri di garis terdepan dalam persaingan global. Pembangunan nasional yang berlangsung selama ini juga memandang penting peranan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam rangka mengelola sumber daya alam, sumber daya manusia, dan lingkungan hidup bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa.

Pada era yang modern ini, berbagai perkembangan telah membuat perubahan yang cukup signifikan terhadap masyarakat, termasuk dalam gaya hidup. Masyarakat kini cenderung menginginkan sesuatu yang lebih praktis dan efisien. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri mengingat kondisi masyarakat yang sedang berada dalam era globalisasi. Pada dasarnya, tiga pilar penting dalam globalisasi yaitu perlindungan hak atas kekayaan perorangan, konsentrasi pasar, dan persaingan sehat, ketiganya merupakan prasyarat keberhasilan suatu negara

memasuki era globalisasi2. Masyarakat pun sesungguhnya berperan dalam

keberhasilan suatu negara dalam menghadapi era globalisasi. Sehingga sangatlah penting bila suatu masyarakat bisa memilah dengan baik dan turut berperan dalam

2

Romli Atmasasmita, 2014, Hukum Kejahatan Bisnis: Teori dan Praktik di Era Globalisasi, Predana Media, Jakarta, h. 25.


(19)

era globalisasi tersebut. Salah satunya ialah dengan menghadapi perkembangan teknologi dalam memberikan sebuah jasa terhadap masyarakat. Indonesia yang memiliki banyak kota besar tentu menghadapi berbagai masalah terkait transportasi sehingga menimbulkan berbagai permasalahan yang salah satunya ialah kemacetan. Kemacetan di kota-kota besar di Indonesia semakin menjamur dan sangat merugikan masyarakat produktif terlebih dalam hal waktu. Sehingga masyarakat pun membutuhkan suatu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut agar tetap produktif dan bisa menghemat waktu. Hal ini pun seakan dibantu dengan berkembangnya berbagai aspek dengan pesat, baik itu aspek teknologi, informasi, dan yang sekarang sedang menjamur yakni di bidang transportasi. Dewasa ini, berbagai perusahaan teknologi di bidang transportasi terus menjamur di Indonesia dan semakin diminati masyarakat, terutama di kota-kota besar. Persaingan berebut pasar transportasi berbasis aplikasi pun mulai terasa di bisnis yang mengandalkan kemudahan dan kepraktisan ini. Munculnya perusahaan ini dianggap sebagai perkembangan dari pembangunan nasional dalam ilmu teknologi. Hal ini pun seakan memberi bukti bahwa Indonesia memiliki sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu dimanfaatkan, sehingga potensi ini diharapkan dapat memperkuat kemampuan Indonesia dalam memasuki kerja sama dan persaingan global. Salah satu perusahaan teknologi di bidang transportasi yang kini sedang marak ialah Go-Jek. Go-Jek adalah perusahaan berjiwa sosial yang memimpin revolusi industri transportasi ojek. Go-Jek bermitra dengan para pengendara ojek berpengalaman di area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Bali dan Surabaya, serta menjadi solusi


(20)

utama dalam pengiriman barang, pesan antar makanan, berbelanja dan berpergian

di tengah kemacetan.3 Kehadiran jasa ini merupakan media alternatif dalam

memberikan kemudahan-kemudahan bagi masyarakat sebagai konsumen yang ingin mengedepankan aspek kemudahan, fleksibilitas, dan efisiensi dalam menggunakan sebuah jasa. Kendaraan yang digunakan oleh Go-Jek dalam memberikan jasanya ialah sama dengan yang digunakan oleh ojek konvensional, yakni kendaraan bermotor beroda 2 (dua). Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh motor (mekanik) yang berjalan di atas jalan darat (jalan aspal, jalan berbatu, jalan tanah/pasir) nuatan manusia atau buatan alam seperti mobil sedan, mobil stasion, jeep, kombi, bis umum, truk, trailer, kendaraan beroda

tiga dan beroda dua, dan lain-lain.4 Masyarakat sebagai konsumen yang ingin

menggunakan jasa ini tidak perlu mencari ojek di pangkalan ataupun menunggu di pinggir jalan, dengan adanya Go-Jek masyarakat hanya perlu memesan ojek melalui aplikasi Go-Jek yang telah diunduh terlebih dahulu, kemudian memesan dan memasukkan alamat atau lokasi di mana konsumen berada. Konsumen dapat melihat foto pengemudi Go-Jek yang dipesan dan menghubunginya melalui pesan

singkat ataupun melalui telepon. Kemudian setelah dikonfirmasi dan ditunggu

beberapa saat, maka pengemudi Go-Jek akan langsung datang dan siap untuk memberikan jasa terhadap konsumen. Di akhir layanan, konsumen dapat memberikan komentar dan penilaian terhadap pengemudi ojek tersebut. Maka

3

Situs Resmi Go-Jek Indonesia, URL: http://www.go-jek.com, diakses tanggal 8 November 2015

4

Radiks Purba, 1997, Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara, Djambatan, Jakarta, h. 110.


(21)

dilihat dari hal tersebut, maka tentu Go-Jek lebih unggul dari jasa ojek konvensional, karena memberikan kemudahan, kenyamanan, dan proses yang lebih cepat.

Kehadiran jasa ini seakan menjadi solusi efektif dalam memberikan kemudahan-kemudahan bagi masyarakat di kota-kota besar. Terlebih lagi masyarakat cenderung menginginkan kenyamanan dan efisiensi. Hal ini tidak terlepas dari kelebihan yang dimiliki oleh internet itu sendiri, yakni ketika seseorang ingin mengakses suatu jasa dapat dilakukan di mana saja hanya menggunakan layanan internet dan alat komunikasi yang menunjang, dan sebagian masyarakat Indonesia pasti memiliki hal tersebut. Namun, kemudahan dan efisiensi yang dihadirkan melalui aplikasi Go-Jek ini diikuti pula dengan semakin banyaknya resiko dalam penggunaannya. Perkembangan yang ada saat ini mengakibatkan pengaturan hukum mengenai hal tersebut seakan tidak dapat lagi mengantisipasi dinamika bisnis sektor transportasi di Indonesia. Terlepas dari nilai lebih jasa Go-Jek, maka dari sudut pandang hukum kehadiran jasa yang berbasis aplikasi ini masih menyimpan sejumlah permasalahan, salah satunya ialah dalam perlindungan data pribadi dari pengguna jasa Go-Jek itu sendiri.

Aspek kemudahan yang dihadirkan melalui penerapan teknologi informasi pada suatu jasa diikuti pula dengan semakin banyaknya resiko dalam penggunaannya. Perlu diingat pula bahwa teknologi mempunyai 2 (dua) sisi yang berbeda, yakni sisi positif dan negatif. Sehingga eksistensi dan fungsi teknologi harus didukung oleh suatu pranata nilai budaya dan pranata sosial ekonomi tertentu. Pranata itu juga termasuk tingkat pengetahuan atau tingkat intelek


(22)

masyarakat yang sesuai.5 Perkembangan teknologi yang sekaligus merupakan perkembangan dalam pemberian jasa juga memiliki dua sisi dampak yang berbeda, yakni di satu sisi memberi kemudahan dan efisiensi sehingga menghemat waktu, namun di sisi lain kemudahan dan efisiensi tersebut sangatlah beresiko. Namun resiko-resiko tersebut seakan terlupakan karena aspek kemudahan dan efisiensi yang diberikan oleh perkembangan ini. Resiko ini tentu juga terdapat dalam jasa Go-Jek, salah satu resikonya ialah penyalahgunaan data pribadi konsumen. Hal ini terjadi mengingat prosedur pemesanan jasa Go-Jek itu sendiri,

yakni ketika konsumen mulai memesan jasa Go-Jek, maka dari konsumen akan

tercantum di smartphone milik pengemudi Go-Jek yang ditugaskan, beserta rute

pengantaran yang konsumen inginkan. Di samping itu, pengemudi Go-Jek yang

ditugaskan tersebut bisa menghubungi nomor telepon konsumen yang telah

dicantumkan di akun konsumen itu sendiri, untuk mengkonfirmasi titik jemput.

Setelah itu, jika konsumen meminta untuk diantar ke rumah atau ke kantor, maka secara tidak langsung pengemudi Go-Jek tersebut juga akan mengetahui alamat rumah atau alamat kantor konsumen. Jadi dalam sekali perjalanan saja, seorang pengemudi Go-Jek yang bertugas sudah bisa mengetahui data-data konsumen yakni nama, nomor telepon, dan alamat rumah atau alamat kantor. Hal ini mungkin terasa biasa saja, namun segala kemungkinan dapat terjadi. Salah satunya ialah penyalahgunaan dari data pribadi konsumen tersebut yang sangat rentan terjadi. Salah satu resiko terbesarnya ialah penyalahgunaan terhadap nomor telepon dari konsumen tersebut yang diketahui oleh pengemudi Go-Jek yang

5


(23)

ditugaskan untuk memberi jasa terhadap konsumen. Penyalahgunaan tersebut tentu saja dapat merugikan konsumen sebagai pengguna jasa Go-Jek. Dampak dari penyalahgunaan tersebut ialah mengganggu privasi seseorang. Menurut Alan F. Westin, privasi dapat digolongkan dalam apa yang dimaksud dengan kerahasiaan, tetapi privasi merupakan konsep yang jauh lebih luas dari kerahasiaan yang meliputi hak untuk mengontrol informasi pribadi seseorang dan kemampuan untuk menentukan dalam hal apa saja dan bagaimana informasi

tersebut diperoleh dan digunakan.6 Karena itu privasi mempunyai konsep lebih

luas dari kerahasiaan, karena meminta pembatasan kegiatan yang lebih luas berhubungan dengan suatu informasi pribadi, dalam hal pengumpulan, penyimpangan, penggunaan dan penyingkapannya.

Privasi yang dimaksud dalam penelitian ini ialah berkaitan dengan data elektronik, sehingga hal ini mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE masih mengatur secara terbatas mengenai ketentuan data pribadi. Pasal 1 angka 1 UU ITE menentukan sebagai berikut.

Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDJ), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti, atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Selanjutnya, Pasal 1 angka 4 UU ITE menentukan sebagai berikut.

6

Edmon Makarim, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, Cet. II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Edmon Makarim I), h. 148.


(24)

Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Kedua ketentuan dalam UU ITE tersebut belum menjelaskan secara rinci mengenai pengertian data pribadi itu sendiri. Namun di sisi lain, diatur bahwa data pribadi mendapat perlindungan hukum, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 26 UU ITE, yakni sebagai berikut.

(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan,

penggunaan, setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.

(2) Setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa UU ITE tidak menjelaskan mengenai data pribadi secara eksplisit, namun di sisi lain UU ITE turut memberi perlindungan hukum terhadap data pribadi itu sendiri.

Bertitik tolak pada latar belakang di atas maka diangkat judul penelitian

tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Go-Jek Atas

Penyalahgunaan Data Pribadinya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.


(25)

1. Bagaimanakah hubungan hukum antara perusahaan Go-Jek, pengemudi Go-Jek, dan pengguna jasa Go-Jek?

2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap pengguna jasa

Go-Jek atas penyalahgunaan data pribadinya?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dalam penulisan penelitian ini untuk menghindari uraian yang tidak menyimpang dari pokok permasalahan maka perlu dibatasi permasalahannya yakni mengenai hal sebagai barikut.

1. Hubungan hukum antara perusahaan Go-Jek, pengemudi Go-Jek, dan

pengguna jasa Go-Jek. Hubungan hukum tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak.

2. Bentuk perlindungan hukum pengguna jasa Go-Jek atas penyalahgunaan

data pribadinya, serta diuraikan mengenai tanggung jawab dalam hal terjadinya penyalahgunaan terhadap data pribadi pengguna jasa Go-Jek.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan data yang didapat oleh, ditemukan penelitian sejenis dengan penelitian yang dilakukan. Indikator pembeda penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan disajikan dengan tabel di bawah ini.


(26)

Tabel 1: Daftar Penelitian Sejenis.

No Penulis Judul Rumusan Masalah Tahun

1 Ni Putu Ria

Dewi Marheni, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen

Berkaitan Dengan

Pencantuman

Disclaimer Oleh

Pelaku Usaha Dalam

Situs Internet

(Website)

1. Bagaimanakah

pengaturan mengenai pencantuman

disclaimer pada

suatu situs internet

(website) di

Indonesia?

2. Bagaimanakah

bentuk perlindungan

hukum terhadap

konsumen berkaitan dengan

dicantumkanya

disclaimer oleh

pelaku usaha dalam

situs internet

(website)?

2013

2 Windi Dianti

Agustin, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar

Perlindungan Hukum Atas Data Pribadi

Nasabah Dalam

Penyelenggaraan

Layanan Internet

Banking Pada PT

Bank Syariah

Mandiri

1. Bagaimanakah

perlindungan hukum

atas data pribadi

nasabah dalam

penyelenggaraan

layanan internet

banking pada PT

Bank Syariah

Mandiri?

2. Apakah upaya yang

dilakukan oleh PT

Bank Syariah

Mandiri dalam

meminimalisir resiko yang terjadi dalam penyelenggaraan internet banking?


(27)

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan umum

Adapun tujuan umum dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui hubungan hukum yang terjalin antara perusahaan

Go-Jek, pengemudi Go-Jek, dan pengguna jasa Go-Jek.

2. Untuk mengetahui secara umum perlindungan hukum terhadap

pengguna jasa Go-Jek dalam hal terjadi penyalahgunaan terhadap data pribadinya.

1.5.2 Tujuan Khusus

Terkait dengan tujuan umum di atas maka penelitian ini memiliki tujuan khusus yang hendak dicapai, yakni sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui masing-masing hak dan kewajiban dari pihak

perusahaan Go-Jek, pengemudi Go-Jek, dan pengguna jasa Go-Jek.

2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum dan tanggung jawab

dalam hal terjadinya penyalahgunaan terhadap data pribadi pengguna jasa Go-Jek.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis, yakni diuraikan sebagai berikut.


(28)

1.6.1 Manfaat teoritis.

1. Sebagai sumbangan dalam rangka pengembangan disiplin

ilmu pemikiran terutama ilmu hukum khususnya mengenai perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik.

2. Penulisan skripsi ini juga diharapkan terdapat informasi

mengenai perlindungan hukum data pribadi, khususnya perlindungan hukum data pribadi dalam sistem elektronik.

1.6.2 Manfaat praktis

1. Untuk dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan atau

masukan bagi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan mengenai perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik.

2. Untuk dapat digunakan sebagai bahan atau penambah ilmu

bagi pembaca serta sebagai referensi di bidang perlindungan hukum data pribadi dalam sistem elektronik.

1.7 Landasan Teoritis

Landasan teoritis adalah upaya untuk mengindetifikasi teori hukum, konsep hukum, asas hukum, aturan hukum, norma hukum, dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk menganalisis dan membahas permasalahan dalam penelitian. Landasan teori yang digunakan yakni diuraikan sebagai berikut.

1. Teori Perlindungan Hukum.

Timbulnya suatu perlindungan hukum pada dasarnya karena adanya suatu hubungan hukum. Manusia sebagai makhluk sosial tentu hidup dalam kehidupan


(29)

bermasyarakat yang di dalamnya terdapat berbagai interaksi. Berdasarkan hal tersebut secara sadar atau tidak sadar manusia selalu melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dan hubungan hukum (rechtsbetrekkingen).7 secara umum perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut. Perlindungan hukum diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum, baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Berdasarkan hal tersebut maka perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada pihak yang

melanggarnya.8 Secara teoritis, perlindungan hukum dibagi menjadi 2 (dua)

bentuk, yakni sebagai berikut.

a) Perlindungan hukum preventif, yakni bertujuan untuk mencegah

terjadinya sengketa dan sangat berarti bagi tindakan pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak.

7

Soeroso, R., 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 49. 8

Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, h.2.


(30)

b) Perlindungan hukum represif, yakni bertujuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau sengketa.

Berkaitan dengan pengguna jasa atau konsumen, perlindungan hukum terhadap konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum kepada

konsumen penyedia dan pengguna yang berkaitan dengan barang dan jasa.9

2. Perlindungan Data Pribadi di Media Elektronik.

Mengenai data pribadi, Indonesia belum memiliki kebijakan atau regulasi mengenai perlindungan data pribadi dalam satu peraturan khusus. Pengaturan mengenai hal tersebut masih termuat terpisah di beberapa peraturan perundang-undangan dan hanya mencerminkan aspek perlindungan data pribadi secara umum. Data pribadi yang dimaksud dalam penelitian ini ialah data pribadi yang berkaitan langsung dengan data elektronik. Sehingga peraturan perundang-undangan yang dijadikan referensi ialah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal 1 angka 1 UU ITE mengatur bahwa:

Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDJ), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti, atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 UU ITE dinyatakan bahwa:

Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog,

9

Nasution, A.Z, 2001, Hukum Perlindungan Konsumen (Suatu Pengantar), Diadit Media, Jakarta, h.22.


(31)

digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Kedua pengertian tersebut tidak secara eksplisit memberi pengertian terhadap data pribadi, begitu juga dengan ketentuan-ketentuan lainnya dalam UU ITE. Tetapi, secara implisit UU ITE ini mengatur pemahaman baru mengenai perlindungan terhadap keberadaan suatu data atau informasi elektronik baik yang bersifat umum maupun pribadi. Perlindungan data pribadi dalam sebuah sistem elektronik dalam UU ITE meliputi perlindungan dari penggunaan tanpa izin, perlindungan oleh penyelenggara sistem elektronik, dan perlindungan dari akses dan interferensi ilegal. Terkait perlindungan data pribadi dari penggunaan tanpa izin, Pasal 26 UU ITE mensyaratkan bahwa penggunaan setiap data pribadi dalam sebuah media elektronik harus mendapat persetujuan pemilik data bersangkutan. Setiap orang yang melanggar ketentuan ini dapat digugat atas kerugian yang ditimbulkan. Bunyi Pasal 26 UU ITE yakni sebagai berikut.

(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan,

penggunaan, setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.

(2) Setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.

Dalam penjelasannya, Pasal 26 UU ITE menentukan sebagai berikut.

Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi

merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi

yang dimaksud mengandung pengertian sebagai berikut:

a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.


(32)

b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan (Orang lain tanpa tindakan memata-matai).

c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.

Sehingga dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa dalam UU ITE dilindungi hak pribadi seseorang untuk bebas dari segala macam gangguan terhadap kehidupan pribadinya, yang disebabkan oleh penyalahgunaan data pribadi teknologi informasi, baik data yang bersifat umum maupun pribadi.

Berkaitan dengan UU ITE, dalam peraturan pelaksananya yakni Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 1 angka

27 bahwa, “data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat,

dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.” Dalam pengertian tersebut

tidak dijelaskan rincian data pribadi yang dimaksud, namun data pribadi tersebut haruslah dijaga dan dilindungi. Selanjutnya Pasal 15 ayat (1) PP Nomor 82 Tahun 2012 menentukan sebagai berikut.

Penyelenggara Sistem Elektronik wajib:

a. menjaga rahasia, keutuhan, dan ketersediaan Data Pribadi yang dikelolanya;

b. menjamin bahwa perolehan, penggunaan, dan pemanfaatan Data Pribadi berdasarkan persetujuan pemilik Data Pribadi, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; dan

c. menjamin penggunaan atau pengungkapan data dilakukan berdasarkan persetujuan dari pemilik Data Pribadi tersebut dan sesuai dengan tujuan yang disampaikan kepada pemilik Data Pribadi pada saat perolehan data.

Berdasarkan ketentuan tersebut, data pribadi dalam sistem elektronik tentu mendapat perlindungan hukumnya untuk menjamin kerahasiaan, keutuhan, serta


(33)

penggunaan dan pemanfaatannya yang harus dilakukan berdasarkan persetujuan dari pemilik data pribadi tersebut.

3. Prinsip-prinsip Tanggung Jawab Hukum.

Terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan data pribadi tentu berdampak terhadap kerugian, sehingga ada prinsip tanggung jawab yang berlaku. Secara umum prinsip tanggung jawab dalam hukum dibedakan sebagai berikut.

a) Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on

fault).

Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang

dilakukannya.10 Prinsip ini tergambar dalam beberapa ketentuan di Kitab

Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yakni Pasal 1365 dan

1367. Pasal 1365 KUHPerdata menentukan bahwa, “Tiap perbuatan

melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian tersebut.” Pasal 1365 KUHPerdata mengharuskan

terpenuhinya empat unsur pokok untuk dapat dimintai

pertanggungjawaban hukum dalam perbuatan melawan hukum, yaitu adanya perbuatan, adanya unsur kesalahan, adanya kerugian yang diderita, dan adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. Ketentuan

10

Edmon Makarim, 2005, Pengantar Hukum TelematikaSuatu Kompilasi Kajian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Edmon Makarim II) h. 187.


(34)

tersebut mengatur mengenai perbuatan melawan hukum yang pada dasarnya ialah perbuatan yang bertentangan dengan hak subjektif orang lain.

b) Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumption of liability).

Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability) sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah,

dengan kata lain beban pembuktian ada pada tergugat.11 Dalam prinsip

beban pembuktian terbalik, seseorang dianggap bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya.

c) Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of

nonliability).

Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk

tidak selalu bertanggung jawab (presumption of nonliability) hanya

dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan

pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan.12

Contoh dalam penerapan prinsip ini adalah dalam hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh si penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini, pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat dimintakan pertanggung jawabannya. Sekalipun

11

Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, h. 61. 12


(35)

demikian, dalam Pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara ada penegasan, „prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab‟ ini tidak lagi diterapkan secara mutlak, dan mengarah kepada prinsip tanggung jawab dengan pembatasan uang ganti rugi (setinggi-tingginya 1 (satu) juta rupiah). Artinya, kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan tetap dapat dimintakan pertanggung jawaban sepanjang bukti kesalahan pihak pengangkut (pelaku usaha) dapat ditunjukan. Pihak yang dibebankan untuk membuktikan kesalahan itu ada pada si penumpang.

d) Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability).

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan

prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati demikian, ada

pula para sarjana yang membedakan kedua terminologi tersebut. Ada

pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab

yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan dibebaskan

dari tanggung jawab, misalnya dalam keadaan force majeure. Sebaliknya

absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak

ada pengecualiannya. Pada dasarnya strict liability adalah bentuk khusus

dari tort (perbuatan melawan hukum), yaitu prinsip pertanggung jawaban

dalam perbuatan melawan hukum yang tidak didasarkan pada kesalahan

(sebagaimana tort pada umumnya), tetapi prinsip ini mewajibkan pelaku


(36)

perbuatan melawan hukum itu.13 Dengan prinsip tanggung jawab mutlak ini, maka kewajiban pelaku usaha untuk mengganti kerugian yang diderita oleh konsumen karena mengkonsumsi produk yang cacat merupakan suatu risiko, yaitu termasuk dalam risiko usaha. Karena itu, pelaku usaha harus lebih berhati-hati dalam menjaga keselamatan dan keamanan pemakaian produk terhadap konsumen. Di Indonesia, prinsip tanggung jawab mutlak secara implisit dapat ditemukan dalam rumusan Pasal 1367 dan 1368 KUH Perdata. Pasal 1367 KUH Perdata mengatur tentang tanggung jawab seseorang atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Sedangkan Pasal 1368 KUH Perdata mengatur tentang tanggung jawab pemilik atau siapapun yang memakai seekor binatang atas kerugian yang diterbitkan oleh binatang tersebut, baik binatang itu ada di bawah pengawasannya, maupun tersesat atau terlepas dari pengawasannya. Keadaan tersesat atau terlepas ini sudah menjadi faktor penentu tanggung jawab tanpa mempersoalkan adanya perbuatan melepaskan atau menyesatkan binatangnya.

e) Prinsip pembatasan tanggung jawab (limitation of liability).

Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausul eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Namun secara umum prinsip tanggung jawab ini

13


(37)

sangat merugikan konsumen apabila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha.

f) Tanggung jawab produk (product liability).

Menurut Agnes M. Toar, product liability adalah tanggung jawab

produsen untuk produk yang telah dibawanya kedalam peredaran yang telah menimbulkan/menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat

pada produk tersebut. Dalam hal ini, product liability adalah suatu

tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk dari orang atau badan yang menjual atau

mendistribusikan produk tersebut.14 Product liability disebabkan oleh

keadaan tertentu (cacat atau membahayakan orang lain). Tanggung jawab

ini sifatnya mutlak (strict liability) atau semua kerugian yang diderita

seorang pemakai produk cacat atau membahayakan (diri sendiri dan orang lain) merupakan tanggung jawab mutlak dari pembuat produk atau mereka yang dipersamakan dengannya. Dengan diterapkannya tanggung jawab mutlak itu, pelaku usaha telah dianggap bersalah atas terjadinya kerugian pada konsumen akibat produk cacat yang bersangkutan (tanggung jawab tanpa kesalahan “liability without fault”), kecuali apabila ia dapat

14

Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 65.


(38)

membuktikan sebaliknya bahwa kerugian itu bukan disebabkan produsen sehingga tidak dapat dipersalahkan padanya.

g) Penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden).

Menurut Van Dunne, penyalahgunaan keadaan terjadi karena ada 2 (dua) unsur, yakni kerugian bagi salah satu pihak dan penyalahgunaan kesempatan oleh pihak lain. Dari unsur kedua, timbul sifat perbuatan, yaitu adanya keunggulan pada salah satu pihak yang bersifat ekonomis dan/atau psikologis. Keunggulan ekonomis terjadi bilamana posisi kemampuan ekonomi kedua belah pihak tidak seimbang sehingga salah satu bergantung pada yang lain. Pada keunggulan psikologis, boleh jadi ketergantungan ekonomis tidak ada, tetapi salah satu pihak mendominasi secara kejiwaan. Kondisi penyalahgunaan keadaan ini dapat tercipta karena adanya “ketergantungan relatif (misalnya antara orang tua dan anak; suami dan istri; dsb) dan salah satu pihak menyalahgunakan keadaan pihak lain untuk kepentingannya. Keadaan yang dimaksud disebabkan, misalnya, yang bersangkutan belum berpengalaman, gegabah, kurang cerdas dan/atau kurang informasi. Melengkapi pandangan Dunne, J. Satrio menambahkan 6 (enam) faktor lagi yang dapat dianggap sebagai ciri dari penyalahgunaan keadaan, diantaranya: a. Pada waktu menutup perjanjian, salah satu pihak ada dalam keadaan terjepit; b. Karena keadaan ekonomis, kesulitan keuangan yang mendesak; c. Karena hubungan atasan-bawahan, keunggulan ekonomis pada salah satu pihak; hubungan majikan-buruh; orang tua/wali-anak belum dewasa; d. Karena keadaan, seperti pasien


(39)

membutuhkan pertolongan dokter ahli; e. Perjanjian itu mengandung hubungan yang timpang dalam kewajiban timbal balik antara para pihak (prestasi yang tidak seimbang); pembebasan majikan dari resiko dan menggesernya menjadi tanggungan si buruh; dan f. Kerugian yang sangat besar dari salah satu pihak. Penyalahgunaan keadaan ini tentulah sangat relevan untuk disinggung dalam kaitan dengan persengketaan transaksi konsumen. Keadaan yang lebih unggul dari pelaku usaha baik dari segi ekonomis maupun psikologis menjadi senjata yang ampuh untuk mempengaruhi konsumen, sehingga tampaklah bahwa konsumen sangat rasional dalam memutuskan kehendaknya padahal sejatinya justru sebaliknya.

Terkait dengan uraian di atas, dalam penerapannya, setiap pertanggung jawaban harus memiliki dasar yang jelas. Dasar pertanggung jawaban dapat digolongkan menjadi 2 (dua) jenis, diantaranya: a. Pertanggung jawaban atas dasar kesalahan, yang dapat lahir karena terjadinya wanprestasi, timbulnya perbuatan melanggar hukum, atau tindakan yang kurang hati-hati; dan b. Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung jawab yang harus dipikul sebagai resiko yang harus diambil oleh seorang pelaku usaha atas kegiatan usahanya.

1.8 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu pedoman untuk mempelajari dan menghadapi lingkungan-lingkungan yang dihadapi, dan digunakan dalam penelitian ilmiah. Hasil dari penelitian ilmiah ialah sangat bergantung dari pengumpulan data-data penunjang yang lengkap dan jelas agar hasilnya nanti


(40)

dapat dipertanggungjawabkan secara benar dan jelas. Demikian halnya dengan penelitian ini menggunakan metode yang diuraikan sebagai berikut.

1.8.1 Jenis penelitian.

Dalam penyusunan penelitian ini jenis penelitian yang

dipergunakan dalam mengkaji kedua permasalahan di atas adalah yuridis normatif, yakni penelitian yang mengacu pada ketentuan-ketentuan hukum positif. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan ini mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematik hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum, dan sejarah hukum. Jenis penelitian ini dilakukan karena adanya kekosongan norma

hukum (rechtsvacuum) yang secara khusus mengatur mengenai

perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik.

1.8.2 Jenis pendekatan.

Adapun jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

ialah pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan

pendekatan analisis konsep hukum (analytical and conceptual approach).

Pendekatan perundang-undangan (the statute approach), yaitu dilakukan

dengan meneliti semua norma hukum yang bersangkutan dengan isu

hukum yang sedang ditangani.15 Sehingga berbagai peraturan

perundang-undangan yang bersangkutan dengan penelitian ini, yakni Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 11 Tahun

15


(41)

2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Selanjutnya, yakni pendekatan analisis konsep

hukum (analitacal and conceptual approach), bahwa digunakan berbagai

konsep mengenai perlindungan data pribadi yang terdapat dalam berbagai literatur.

1.8.3 Sumber bahan hukum.

Sumber bahan hukum yang digunakan sebagai bahan dalam penyusunan penelitian ini adalah:

1. Bahan hukum primer, berupa perundang-undangan yang terkait untuk analisa dalam penelitian ini yakni, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

2. Bahan hukum sekunder, berupa bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder terdiri dari semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum dapat berupa buku-buku teks, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas


(42)

putusan pengadilan.16 Bahan hukum sekunder juga termasuk internet dengan menyebut nama situsnya. Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan ialah berbagai penelitian mengenai perlindungan data pribadi dan berbagai ketentuan serta informasi yang ada dalam Situs Resmi Go-Jek Indonesia, http://www.go-jek.com.

3. Bahan hukum tersier, berupa bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Contoh dari bahan hukum tersier adalah

bibliografi dan indeks kumulatif.17 Bahan hukum tersier yang

digunakan yakni kamus hukum.

1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum.

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini diawali dengan inventarisasi berbagai bahan-bahan hukum, kemudian dilakukan klasifikasi untuk lebih memfokuskan pada bahan-bahan hukum yang mendasar dan penting. Selanjutnya dilakukan sistematisasi bahan hukum untuk mempermudah dalam membaca dan memahaminya.

16

Ibid, h. 141.

17 Ronny Hanitijo Soemitro, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 24.


(43)

1.8.5 Teknik analisis bahan hukum.

Dalam penyusunan penelitian ini, digunakan teknik analisis yuridis deskriptif yaitu diuraikan fakta mengenai pengaturan perlindungan data pribadi. Kemudian berdasarkan studi kepustakaan yang diperoleh, maka bahan hukum tersebut kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif sehingga menghasilkan bahan hukum yang bersifat deskriptif. Teknik ini digunakan karena teknik deskriptif merupakan suatu cara penelitian yang menghasilkan data dekriptif-analitif serta bertujuan untuk mengerti atau

memahami gejala yang diteliti.18 Selain itu juga digunakan teknik evaluasi

yakni dilakukan penilaian terhadap berbagai bahan hukum baik bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier tentang perlindungan hukum data pribadi, khususnya bagi pengguna jasa Go-Jek. Selanjutnya dilakukan teknik argumentasi karena teknik ini selalu berdampingan dengan teknik evaluasi. Penilaian-penilaian yang diuraikan dalam penelitian ini harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum.

18


(44)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM,

DATA PRIBADI, DAN GO-JEK

2.1 Perlindungan Hukum

2.1.1 Pengertian perlindungan hukum.

Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, karena itu secara sadar atau tidak sadar manusia selalu melakukan

perbuatan hukum (rechtshandeling) dan hubungan hukum (rechtsbetrekkingen).1

Secara umum hubungan hukum (rechtsbetrekkingen) diartikan sebagai hubungan

antara dua atau lebih subyek hukum, hubungan mana terdiri atas ikatan antara individu dengan individu, antara individu dengan masyarakat atau antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Dalam hubungan hukum ini hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain. Suatu hubungan hukum akan memberikan hak dan kewajiban yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, sehingga apabila dilanggar

akan mengakibatkan pihak pelanggar dapat dituntut di pengadilan.2 Tiap

hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban, selain itu masing-masing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan kepentingan yang berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan. Berdasarkan hal tersebut,

1

Soeroso, R., loc.cit. 2

Soedjono Dirjosisworo, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 131.


(45)

untuk mengurangi ketegangan dan konflik, maka hukum ada untuk mengatur dan melindungi kepentingan tersebut, sehingga hal inilah yang dinamakan sebagai perlindungan hukum.

Perlindungan hukum merupakan salah satu hal terpenting dalam unsur suatu negara hukum. Hal tersebut dianggap penting, karena dalam pembentukan suatu negara akan dibentuk pula hukum yang mengatur tiap-tiap warga negaranya. Dalam perkembangannya, antara suatu negara dengan warga negaranya akan terjalin suatu hubungan timbal balik, yang mengakibatkan adanya suatu hak dan kewajiban antara satu sama lain, dan perlindungan hukum merupakan salah satu hak yang wajib diberikan oleh suatu negara kepada warga negaranya. Perlindungan hukum berkaitan erat dengan konsep negara hukum, karena lahirnya konsep tersebut merupakan tujuan dari pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia. Indonesia merupakan negara hukum, dan dalam kepustakaan Indonesia

negara hukum merupakan terjemahan langsung dari rechtstaat. Adapun ciri-ciri

dari rechtstaat adalah:

a. adanya Undang-undang Dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan

tertulis tentang hubungan antara penguasa dengan rakyat;

b. adanya pembagian kekuasaan negara;

c. diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.3

Ciri-ciri tersebut secara implisit berpendapat bahwa perlindungan hukum

merupakan hal yang mutlak dalam suatu konsep negara hukum atau rechtstaat.

3Ni’matul Huda, 2005,

Hukum Tata Negara Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 74.


(46)

Kata perlindungan mengandung arti tempat berlindung atau merupakan

perbuatan (hal) melindungi4 Hukum adalah kumpulan peraturan atau kaedah yang

mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang, dan normatif karena menentukan apa yang seharusnya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana

caranya melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah.5 Berdasarkan kedua

definisi tersebut, maka secara umum perlindungan hukum ialah perbuatan melindungi dalam bentuk norma hukum yang berisi aturan, kewajiban, dan larangan. Philipus M. Hadjon mengemukakan sebagai berikut.

Perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi

yang harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya.6

Perlindungan hukum sebagai bagian dari konsep negara hukum merupakan suatu upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam memberi perlindungan terhadap rakyatnya. Di sisi lain, perlindungan hukum juga berarti segala upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara memberikan suatu

4

Yandianto, 2000, Kamus Umum Bahasa Indonesia, CV. M2S, Bandung, h. 319. 5

Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, h. 38.

6


(47)

kekuasaan kepada orang tersebut untuk melakukan tindakan yang dapat

memenuhi kepentingannya.7

2.1.2 Bentuk-bentuk perlindungan hukum.

Konsep perlindungan hukum mendapatkan landasaan idiil dari sila kelima

Pancasila yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam sila

tersebut terkandung suatu hak seluruh rakyat Indonesia untuk diperlakukan sama di depan hukum. Suatu kepentingan merupakan sasaran dari hak, karena itu perlu

adanya suatu perlindungan hukum.8 Secara teoritis, perlindungan hukum dibagi

menjadi 2 (dua) bentuk, yakni sebagai berikut.

a. Perlindungan hukum preventif, adalah perlindungan yang sifatnya

pencegahan, sebelum seseorang dan/atau kelompok melakukan suatu kegiatan yang bersifat negatif atau melakukan suatu kejahatan yang diniatkan, sehingga dapat menghindarkan atau meniadakan terjadinya

tindakan yang kongkrit.9 Perlindungan hukum ini bertujuan untuk

mencegah terjadinya sengketa dan sangat berarti bagi tindakan pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak. Hal ini juga mendorong pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, karena rakyat juga dapat mengajukan keberatan ataupun dimintai pendapatnya mengenai rencana keputusan tersebut. Perlindungan hukum preventif ini

7

Satjipto Raharjo, 2003, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, h. 121. 8

Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 54. 9

Dahana, Made Metu, 2012, Perlindungan Hukum dan Keamanan Terhadap Wisatawan, Paramita, Surabaya, h.58.


(48)

bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu permasalahan atau sengketa.10 Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud mencegah suatu pelanggaran serta memberikan batasan dalam melakukan suatu perbuatan.

b. Perlindungan hukum represif, bertujuan untuk menyelesaikan suatu

permasalahan atau sengketa. Perlindungan hukum ini merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah

dilakukan suatu pelanggaran.11 Penyelesaian sengketa tersebut dilakukan

oleh badan peradilan yang berwenang. Secara umum perlindungan hukum represif diwujudkan dalam bentuk memberikan berbagai beban kewajiban bagi para pihak yang terkait, dan diikuti dengan sanksi. Apabila kewajiban-kewajiban tersebut dilanggar atau tidak dipenuhi, maka dijatuhkan sanksi hukum.

2.2 Perlindungan Data Pribadi

2.2.1 Pengertian data pribadi.

Indonesia sebagai negara modern tentu memerlukan teknologi dan informasi dalam mengikuti perkembangan ekonomi. Informasi mengenai individu selalu dikelola oleh pemerintah dan swasta, tetapi munculnya era komputer menciptakan ancaman yang lebih besar bagi privasi individu tersebut, serta

10

Philipus M. Hadjon, op.cit. h. 117. 11

Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, h. 14.


(49)

kemungkinan individu menderita kerugian sebagai akibat dari ketidaktelitian atau

pembocoran informasi akan jauh lebih besar.12 Kemajuan teknologi dan informasi

yang pesat ini juga memberi dampak negatif, salah satunya ialah pelanggaran terhadap data pribadi dan keamanan informasi. Era digital yang tengah berlangsung ini telah memicu ledakan pertumbuhan data pribadi yang dibuat,

disimpan dan ditransmisikan pada komputer, situs internet, bahkan sosial media.13

Pasal 1 ayat 1 Data Protection Act Inggris tahun 1998 menentukan bahwa:

data adalah setiap informasi yang diproses melalui peralatan yang berfungsi secara otomatis menanggapi instruksi-instruksi yang diberikan bagi tujuannya dan disimpan dengan maksud untuk dapat diproses. Data juga termasuk informasi yang merupakan bagian tertentu dari catatan-catatan kesehatan, kerja sosial, pendidikan atau yang disimpan sebagai bagian dari suatu sistem penyimpanan yang relevan.

Data dan informasi merupakan sumber daya yang sangat penting bagi jalannya organisasi termasuk organisasi tertinggi, yaitu negara. Pada era sekarang ini organisasi yang mampu menggunakan data dan informasi secara benar, cepat, tepat dan lengkap akan mampu bersaing. Data adalah setiap informasi yang diproses melalui peralatan yang berfungsi secara otomatis menanggapi instruksi-instruksi yang diberikan bagi tujuannya dan disimpan dengan maksud untuk dapat diproses. Data juga termasuk informasi yang merupakan bagian tertentu dari catatan-catatan kesehatan, kerja sosial, pendidikan atau yang disimpan sebagai

bagian dari suatu sistem penyimpanan yang relevan.14 Istilah perlindungan data

12

Paul Marrett, 2002, Information Law in Practice: 2nd Edition, MPG Books Ltd., Cornwall, h. 95.

13

Cameron G. Shilling, 2011, Privacy and Data Security: New Challenges of The Digital Age, New Hampshire Bar Journal, New Hampshire, h. 28.

14

Purwanto, 2007, Penelitian Tentang Perlindungan Hukum Data Digital, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, h. 13.


(50)

pertama digunakan di Jerman dan Swedia pada tahun 1970-an yang mengatur

perlindungan data pribadi melalui undang-undang.15 Alasan dari dibuatnya hal

tersebut karena pada waktu itu mulai dipergunakan komputer sebagai alat untuk menyimpan data penduduk terutama untuk keperluan sensus penduduk. Namun ternyata dalam praktiknya, telah terjadi banyak pelanggaran yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun pihak swasta, sehingga diperlukan pengaturan perlindungan data pribadi untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan. Asal mula

dari perlindungan data pribadi yaitu dengan adanya Electronic Fund Transfer

(EFT) adalah untuk melindungi keamanan data nasional dengan melarang akses

nasional data yang disimpan dalam computer milik pemerintah Amerika Serikat.16

Tiap-tiap negara menggunakan peristilahan yang berbeda antara informasi pribadi dan data pribadi. Akan tetapi secara substantif kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang hampir sama sehingga kedua istilah tersebut sering digunakan

bergantian.17 Amerika Serikat, Kanada, dan Australian menggunakan istilah

informasi pribadi, sedangkan Indonesia sendiri dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik menggunakan istilah data pribadi.

Secara umum data pribadi terdiri atas fakta-fakta yang berkaitan dengan individu yang merupakan informasi sangat pribadi sehingga orang yang bersangkutan ingin menyimpan untuk dirinya sendiri dan/atau membatasi orang

15

Sinta Dewi, 2009, Cyberlaw: Perlindungan Privasi Atas Informasi Pribadi dalam E-Commerce Menurut Hukum Internasional, Widya Padjajaran, Bandung, h. 37.

16

Ferrera R. Gerald, 2004, CyberLaw Text and Cases, Trejo Production, South Western, h. 271.

17


(51)

lain untuk menyebarkannya kepada pihak lain maupun menyalahgunakannya. Secara khusus, data pribadi menggambarkan suatu informasi yang erat kaitannya dengan seseorang yang akan membedakan karakteristik masing-masing

individu.18 Mengacu pada peraturan perundang-undangan Inggris yakni

Undang-Undang Perlindungan Data Tahun 1988 (Data Protection Act 1998) yang

menggantikan Data Protection Act 1984, dijelaskan bahwa data pribadi adalah

data yang berhubungan dengan seseorang individu yang hidup yang dapat diidentifikasikan dari data atau dari data-data atau informasi yang dimiliki atau

akan dimiliki oleh data controller. Di lain hal, data pribadi juga merupakan data

yang berkenaan dengan ciri responden misalnya umur, nama, jenis kelamin,

pendidikan, dan sebagainya.19

2.2.2 Pengaturan perlindungan data pribadi di indonesia.

Dalam suatu perlindungan data pribadi dikenal prinsip-prinsip yakni pembatasan pengumpulan, kualitas data, spesifikasi tujuan, penggunaan pembatasan, langkah-langkah pengamanan, keterbukaan, partisipasi individu, serta pertanggungjawaban. Prinsip-prinsip tersebut selanjutnya dijabarkan sebagai berikut.

a. Pembatasan pengumpulan: bahwa harus ada batasan dalam hal

pengumpulan data pribadi. Data yang didapatkan harus menggunakan cara-cara yang sah secara hukum dan adil, dan jika diperlukan dengan pengetahuan dan persetujuan dari orang yang bersangkutan.

18

Jerry Kang, 1998, Information Privacy in Cyberspace Transaction, Stanford Law Review Vol. 50 Issue 4, Standford, h. 5.

19


(52)

b. Kualitas data: bahwa data pribadi harus akurat sesuai dengan tujuan data tersebut digunakan, selain itu data pribadi harus akurat dan lengkap.

c. Spesifikasi tujuan: bahwa tujuan dari pengumpulan data harus spesifik

dan setiap penggunaan selanjutnya dari data tersebut harus terbatas hanya sesuai dengan spesifikasi tujuan tersebut.

d. Penggunaan pembatasan: bahwa data tidak boleh dibuka, tersedia

untuk umum atau digunakan untuk tujuan di luar tujuan yang spesifik kecuali atas persetujuan pemilik data atau persetujuan otoritas hukum.

e. Langkah-langkah pengamanan: bahwa data harus dilindungi dengan

pengamanan yang sesuai untuk melindunginya dari kehilangan, kerusakan, penggunaan, perubahan atau keterbukaan.

f. Keterbukaan: bahwa harus ada kebijakan umum mengenai keterbukaan

terhadap data pribadi.

g. Partisipasi individu: bahwa individu harus memiliki hak untuk

mendapatkan informasi tentang datanya sendiri dan hak untuk menghapus atau membenarkan data yang salah.

h. Pertanggungjawaban: pengatur data bertanggung jawab untuk

mematuhi prinsip-prinsip tersebut.20

Di Indonesia belum ada regulasi mengenai perlindungan data pribadi dalam suatu peraturan perundang-undangan khusus. Perlindungan terhadap perlindungan data pribadi ini pada dasarnya telah bertumpu pada Pasal 28 G Ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni

menyatakan bahwa, “setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,

kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak

berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.” Di samping itu juga, terdapat

beberapa peraturan perundang-undangan yang di dalamnya tercermin mengenai perlindungan data pribadi secara umum, yakni dijabarkan sebagai berikut.

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1971 Tentang

Ketentuan Pokok Kearsipan.

20

Sinta Dewi, 2015, Cyber Law: Aspek Data Privasi Menurut Hukum Internasional, Regional, dan Nasional, PT Refika Aditama, Bandung, h. 30.


(53)

Secara umum undang-undang ini mengatur dari aspek publik yakni penyelenggaraan sistem kearsipan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan administrasi negara. Dalam sistem kearsipan ini dapat tercakup juga data dan/atau informasi pribadi seseorang. Pasal 1 dalam undang-undang ini menentukan bahwa:

yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan “arsip” ialah:

a. naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Lembaga-lembaga

Negara dan Badan-badan Pemerintahan dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintah;

b. naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Badan-badan Swasta

dan/ atau perorangan, dalam bentu corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan.

Berdasarkan ketentuan di atas, arsip dinyatakan dalam bentuk corak apapun, sehingga tentu saja dapat berupa data elektronik. Mengenai keamanan data, undang-undang ini mencantumkan ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang melawan hukum dalam memiliki arsip tersebut dan/atau secara sengaja melanggar kewajiban untuk merahasiakannya.

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1997 Tentang

Dokumen Perusahaan.

Berbeda dengan Undang-undang Tentang Ketentuan Pokok Kearsipan yang mengatur dalam lingkup aspek publik, undang-undang ini mengatur dalam

lingkup perusahaan. Dalam Pasal 1 angka 2 ditentukan bahwa, “dokumen

perusahaan adalah data, catatan, dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di


(54)

atas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang

dapat dilihat, dibaca, atau didengar.”

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan data pribadi dalam undang-undang ini ialah menyangkut rahasia bank. Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bank diwajibkan untuk merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A. Pasal-pasal pengecualian tersebut adalah apabila untuk kepentingan perpajakan, untuk penyelesaian piutang bank, untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, serta atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan, maka bank dapat melanggar ketentuan mengenai rahasia bank ini namun dengan prosedur-prosedur tertentu.

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi.

Dalam undang-undang ini diatur mengenai kerahasiaan informasi, yakni dalam Pasal 22 dinyatakan bahwa, “setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi: (a) akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau (b) akses ke jasa telekomunikasi; dan atau (c) akses ke jaringan telekomunikasi

khusus.” Bagi pihak yang melanggar ketentuan tersebut maka dikenakan pidana


(55)

(enam ratus juta rupiah), sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 50. Selanjutnya Pasal 40 melarang setiap orang untuk melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun, dan bagi yang melanggar dikenakan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun sebagaimana yang diatur dalam Pasal 56. Namun ketentuan ini mendapat pengecualian yakni dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas permintaan pengguna jasa telekomunikasi serta untuk keperluan proses peradilan pidana sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 41 dan Pasal 42 ayat (2). Undang-undang ini juga mengatur mengenai kewajiban penyelenggara jasa telekomunikasi dalam merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya, yakni diatur dalam Pasal 42 ayat (1). Selanjutnya dalam Pasal 57 mengatur bahwa bagi pihak yang melanggar ketentuan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang

Administrasi Kependudukan.

Berbeda dengan berbagai undang-undang yang dijabarkan sebelumnya, Undang-undang tentang Administrasi Kependudukan secara eksplisit menjelaskan

mengenai data pribadi, yakni dalam Pasal 1 angka 22 ditentukan bahwa, “data

pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga


(56)

84 mengenai data pribadi penduduk yang harus dilindungi mencakup (a) nomor KK; (b) NIK; (c) tanggal/bulan/tahun lahir; (d) keterangan tentang kecacatan fisik dan/atau mental; (e) NIK ibu kandung; (f) NIK ayah; dan (g) beberapa isi catatan peristiwa penting. Data pribadi yang diatur dalam undang-undang ini tentu mendapat perlindungan khususnya terdapat dalam Pasal 85.

f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 Tentang

Kearsipan.

Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 Tentang Ketentuan Pokok Kearsipan, undang-undang ini tidak saja diatur mengenai penyelenggaran kearsipan di lingkungan pemerintah, tetapi juga penyelenggaraan sistem kearsipan oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan serta lembaga kearsipan. Dalam sistem kearsipan ini dapat tercakup juga data dan/atau informasi pribadi seseorang yang juga mendapat perlindungan. Pasal 44 menentukan bahwa pencipta arsip dapat menutup akses atas arsip dengan alasan apabila arsip dibuka untuk umum dapat mengungkapkan rahasia atau data pribadi. Selain itu dalam Pasal 66 mengatur bahwa lembaga kearsipan berwenang menetapkan keterbukaan arsip sepanjang tidak mengungkapkan rahasia atau data pribadi seseorang.

g. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Dalam UU ITE tidak dijelaskan secara eksplisit mengenai data pribadi, namun di dalamnya tercermin perlindungan terhadap data pribadi itu sendiri. Pasal 26 ayat (1) mengatur bahwa setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut


(1)

berubah. Jasa/layanan yang ditawarkan oleh GO-Jek yang dikenal saat ini ialah Go-Food, Go-Mart, dan Go-Box.

a. Go-Food.

Go-Food adalah salah satu fitur dalam aplikasi Go-Jek. Go-Food memberikan konsumen (pengguna jasa) kemudahan dalam layanan pesan antar makanan.26 Pada saat ini Go-Food baru ada di area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Bali, Surabaya, Bandung, Surabaya, dan Makassar. Go-Jek memiliki 15,000 data restoran yang menu-nya dapat di akses via aplikasi Go-Jek. Cara penggunaannya ialah dengan menggunakan fitur Go-Food dalam aplikasi Go-Jek untuk memilih kategori makanan yang konsumen inginkan. Konsumen juga bisa klik “near me” untuk menemukan

restoran yang posisinya paling dekat dengan posisi konsumen. Saat memilih dari menu, konsumen dapat menggunakan fitur “add note” untuk memperjelas

pesanan, sebagai contoh: goreng kering, tidak pedas, tidak pakai bawang goring, dan sebagainya. Harga yang tercantum di Go-Food merupakan harga perkiraan. Pihak penyedia jasa (pengemudi Go-Jek) akan menalangi pembelian makanan sampai dengan Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dengan syarat total makanan yang dibeli masih dapat diantar menggunakan motor. Biaya pembelian makanan dibayarkan secara langsung dengan nilai tukar yang disepakati.

b. Go-Mart.

26

Frequently Asked Question Go-Food, Situs Resmi Go-Food oleh Go-Jek Indonesia, URL: http://www.go-food.co.id/faqs, diakses tanggal 5 Januari 2016.


(2)

Go-Mart adalah layanan terbaru dari Go-Jek yang diciptakan untuk memberikan kemudahan berbelanja dari aplikasi ponsel.27 Terdapat puluhan toko dengan puluhan ribu produk bagi konsumen yang ingin praktis dalam berbelanja. Saat ini layanan Go-Food tersedia di area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Toko-toko yang terdapat dalam Go-Mart ialah berbagai macam jenis supermarket, minimarket, hipermarket, optik, pet-shop,

office supplies dan farmasi di seluruh Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Dalam penggunaannya, konsumen dibatasi untuk berbelanja maksimal Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per pemesanan. Setelah terjadi proses pemesanan oleh konsumen, maka penyedia jasa (pengemudi Go-Jek) yang akan membayar belanjaan konsumen ke toko, setalah itu saat barang diantarkan ke alamat yang dituju oleh konsumen, maka konsumen dapat membayar belanjaan tersebut kepada pengemudi Go-Jek sesuai nilai tukar yang disepakati. Namun terjadi kemungkinan bahwa pengemudi Go-Jek tidak punya cukup uang tunai untuk transaksi, maka dari itu apabila pengemudi Go-Jek tidak mempunyai cukup uang, pihak perusahaan Go-Go-Jek akan mentransfer kekurangan dana tersebut ke rekening ponsel pengemudi Go-Jek. Selanjutnya apabila barang yang dipesan oleh konsumen telah habis (out of stock), maka penyedia jasa (pengemudi Go-Jek) akan menghubungi konsumen untuk menginformasikan hal tersebut. Harga yang tercantum di Go-Mart merupakan

27

Go-Mart oleh Go-Jek Indonesia, Situs Resmi Go-Jek Indonesia, URL: http://www.go-jek.com/faq, diakses tanggal 5 Januari 2016.


(3)

harga perkiraan, pengemudi Go-Jek akan mencantumkan nilai transaksi sebenarnya sesuai dengan struk pembelian. Jika konsumen memiliki permintaan khusus saat memilih produk maka dapat dibuat catatan (add note) saat memilih produk. Catatan ini akan muncul pada aplikasi pengemudi Go-Jek. Saat ini Go-Mart tidak memiliki peraturan pembatalan pesanan (cancellation policy) karena konsumen tidak bisa membatalkan pemesanan apabila pengemudi Go-Jek sudah membeli barang yang dipesan konsumen. Dalam menjamin barang sampai dengan kondisi yang masih baik, oleh Go-Jek pengemudi Go-Jek dilengkapi dengan box untuk menyimpan barang-barang belanjaan konsumen selama pengantaran. Pihak Go-Food sebaik mungkin akan memastikan barang sampai dengan kondisi yang baik.

c. Go-Box.

Go-Box adalah layanan terbaru dari Go-Jek yang diciptakan untuk memberikan kemudahan pengiriman barang dalam jumlah yang besar.28 Go-Box tersedia sebagai salah satu layanan yang terdapat dalam aplikasi Go-Jek. Layanan ini tersedia pada area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Surabaya, dan Bali, serta dapat melakukan pengantaran ke seluruh Pulau Jawa dan Bali. Cara menggunakan Go-Box ialah dengan memasukkan alamat dan tipe kendaraan yang diperlukan untuk mengetahui biaya penggunaan layanan. Dengan menggunakan layanan “use my location” dalam

aplikasi Go-Jek, maka pengemudi Go-Jek diarahkan ke tempat konsumen

28

Frequently Asked Question Go-Box, Situs Resmi Go-Box oleh Go-Jek Indonesia, URL: http://www.go-box.co.id/faq, diakses tanggal 5 Januari 2016.


(4)

berada. Setelah itu, konsumen memasukan alamat yang hendak dituju untuk mengirim atau mengantar barang. Dalam memberikan jasanya, Go-Box menyediakan empat macam jenis truk, yaitu mobil pick-up bak, pick-up box, truk engkel bak, dan truk engkel box untuk memenuhi kebutuhan Anda, dan konsumen dapat memilih dari jenis kendaraan tersebut yang akan digunakan untuk mengantar barang. Pihak Go-Jek sebaik mungkin akan memastikan barang sampai dengan kondisi yang baik.

Dalam menggunakan jasa ini maka pengguna jasa diharuskan untuk memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai jenis dan spesifikasi barang yang akan dikirimkan. Go-Box menyediakan asuransi hingga maksimal Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk barang-barang yang


hilang dalam perjalanan, selama barang-barang tersebut sesuai dengan informasi yang diberikan. Jumlah penggantian akan didasarkan oleh tanda terima pembelian dan/atau akan mengacu pada harga pasaran barang tersebut. Go-Box tidak menyediakan kardus untuk pengiriman. Pengguna jasa bersama-sama dengan pengemudi Go-Jek bertanggung jawab untuk pengepakan/pembungkusan barang yang akan dikirim. Untuk barang-barang pecah belah yang terbuat dari kaca, keramik, dan lain-lain, disarankan untuk dibungkus secara khusus. Go-Box tidak bertanggung jawab untuk kerusakan atau perubahan bentuk yang terjadi selama pengiriman barang-barang tersebut. Go-Box tidak menyediakan peralatan bantu pengangkatan dan perpindahan seperti dolly, pallet, alat bantu angkat dari bawah ke atas, dan sebagainya. Pengguna jasa bertanggung jawab untuk menyediakan peralatan


(5)

tersebut jika diperlukan. Biaya pembatalan sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan biaya pengiriman akan dikenakan jika pemesanan dibatalkan setelah pengemudi Go-Jek tiba di lokasi. Biaya pembatalan juga akan dikenakan jika pengemudi Go-Jek tidak dapat menyelesaikan pengiriman karena alasan-alasan berikut.

1) Barang tidak dapat dimasukkan ke dalam kendaraan karena ukuran dan/atau berat barang-barang tersebut melebihi ukuran/berat yang telah ditentukan untuk jenis kendaraan yang telah dipilih, seperti telah ditentukan di aplikasi Go-Jek.

2) Kendaraan tidak dapat mencapai lokasi penjemputan/pengiriman dikarenakan oleh jalanan yang sempit.

3) Barang-barang tidak dapat dimuat karena kurangnya peralatan perpindahan khusus.29

Di samping itu Go-Box tidak menyediakan jasa pengiriman untuk barang-barang berikut:

1) barang-barang yang ilegal menurut hukum Indonesia; 2) ternak atau hewan peliharaan;

3) barang-barang berbahaya, mudah terbakar, atau berbau.

Berdasarkan uraian mengenai berbagai lingkup jasa yang diberikan oleh Go-Jek, dilihat bahwa Go-Jek tidak memberikan layanan pengiriman untuk barang-barang yakni sebagai berikut:

a. barang yang dilarang oleh pihak berwajib untuk dimiliki atau diedarkan; b. pengiriman barang dari dan ke penjara;

c. ternak atau binatang peliharaan;

29

Syarat dan Ketentuan Go-Box, Situs Resmi Go-Box oleh Go-Jek Indonesia, URL: http://www.go-box.co.id/term, diakses tanggal 5 Januari 2016.


(6)

d. barang yang dimensinya dengan panjang lebih dari 70 cm (tujuh puluh sentimeter), lebar lebih dari 50 cm (lima puluh sentimeter), dan tinggi lebih dari 50 cm (lima puluh sentimeter) atau barang yang beratnya melebihi 20 kg (dua puluh kilogram). Namun ketentuan ini terkecuali untuk penggunaan jasa dalam layanan Go-Box.


Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Data Diri Pengguna Transportasi Umum Berbasis Aplikasi Online Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

9 67 123

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE PRODUK FASHION BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

0 1 15

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PENYEBARAN VIDEO PORNO MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

0 1 14

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

0 0 14

Perlindungan Hukum Terhadap Data Diri Pengguna Transportasi Umum Berbasis Aplikasi Online Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 0 8

Perlindungan Hukum Terhadap Data Diri Pengguna Transportasi Umum Berbasis Aplikasi Online Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 0 1

Perlindungan Hukum Terhadap Data Diri Pengguna Transportasi Umum Berbasis Aplikasi Online Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 0 14

Perlindungan Hukum Terhadap Data Diri Pengguna Transportasi Umum Berbasis Aplikasi Online Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 2 35

Perlindungan Hukum Terhadap Data Diri Pengguna Transportasi Umum Berbasis Aplikasi Online Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 1 3

SITUS LAYANAN PEMBUNUH BAYARAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK, KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

0 0 16