Sahabat Senandika
Yayasan Spiritia
No. 6, Mei 2003
Sahabat Senandika
Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha
Kunjungan Penguatan
Daerah Semarang
Oleh Daniel
Yayasan Spiritia melakukan Kunjungan
Penguatan Daerah selama 4 hari di Semarang
untuk mendukung orang HIV positif dan
mendorong terbentuknya kelompok dukungan
sebaya orang HIV positif. Serta membangun
hubungan dengan semua stake holder dalam
mendukung orang HIV positif.
Berdasarkan data Desember 2002 Propinsi
Jawa Tengah berpenduduk sekitar 30 juta dan di
Kota Semarang sekitar 1,3 juta dengan 35
kabupaten dan kotamadya, ada sekitar 143 kasus
HIV/AIDS kasus terbesar di Kota dan
Kabupaten Semarang 49 odha, Banyumas 20
odha dan Pati 12 odha dan dibeberapa kota
lainnya. Jawa Tengah ada sekitar 30 lokalisasi, 1
di Kota Semarang (sekitar 500 Pekerja Seks) dan
2 di Kabupaten Semarang (sekitar 450 Pekerja
Seks) serta ada 2 Panti Rehabilitasi Narkoba
sebahagian yang besar pengguna putaw jarum
suntik.
Kami mengunjungi beberapa LSM YSS
(Yayasan Sosial Soegijapranata) yang melakukan
penjangkauan di kalangan panti pijat dan anak
jalanan. LSM Griya ASA PKBI yang
menjangkau pekerja seks dan ASA PKBI
menjangkau anak usia dibawah 17 tahun yang
merupakan remaja sekolah SMP dan SMA.
Kami juga melakukan diskusi dengan berbagai
lsm lain dan sekitar 10 wartawan dari berbagai
media secara bersamaan. Diskusi ini sangat
menarik, kelihatan di Semarang sudah cukup
banyak lsm yang melakukan kegiatan
pencegahan HIV/AIDS. Beberapa juga
melakukan VCT tetapi belum ada dibidang
dukungan. Semangat teman – teman cukup
besar untuk belajar.
Seorang pasien AIDS disalah satu rumah sakit
di Semarang meninggal beberapa hari yang lalu
dan diberitakan di 3 surat kabar dengan foto
jelas, identitas lengkap dan berita yang
sensasional. Pertemuan dengan berbagai lsm dan
media masa adalah saat yang tepat buat kami
untuk membahasnya. Kami mendorong agar
teman – teman melakukan advokasi. Kami buat
surat klarifikasi kepada ketiga surat kabar dan
wakil LSM di Semarang telah bertemu dengan
salahsatu media tersebut dan telah memuat hak
jawab kami dan menyadari kekeliruannya.
Kesempatan wawancara dengan berbagai
media kami gunakan untuk membahas peran
media dalam memuat pemberitaan dan
menyebarkan informasi. Wawancara membawa
dampak positif dengan keesokan harinya
pemberitaan seputar wawancara dimuat secara
positif tanpa melanggar kode etik.
Kami melakukan siaran radio interaktif di 3
radio di Semarang. Kesempatan ini kami pikir
salah satu langkah efektif dalam menyampaikan
informasi dan berbagi pengalaman odha.
Kami melakukan pertemuan dengan Kasubdin
P3k dan beberapa jajaran dari Dinas Kesehatan
Kota. Kami mendapatkan kabar bahwa semua
UTD di Jawa Tengah telah melalui proses
screening HIV dan dibenarkan oleh Ketua PMI
dan Wakil Ketua UTD dan dibeberapa daerah
Daftar Isi
Kunjungan Penguatan Daerah Semarang 1
Resistansi HIV terhadap AZT Tidak Tentu
Berarti HAART Akan Gagal
2
APN+, Bangkok, Thailand.(29 April – 3 Mei
2003)
2
Nevirapine Generik: Laporan
Pengendalian Mutu Menunjukkan Hasil
yang Baik
3
TB dan HIV: Sebuah Kombinasi Gawat di
Negara Berkembang
4
Anak dengan HIV Lebih Kecil dan Ringan
daripada Anak Tidak Terinfeksi dari Ibu
HIV-positif
4
Lembaran Informasi Baru
5
Tanya-Jawab
6
Tips untuk Orang dengan HIV no.17
6
Laporan Keuangan Positive Fund
6
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
telah menggunakan alat tes ELISA.
Kota Semarang ada banyak laboratorium
kesehatan yang siap melakukan tes HIV. Hanya
sedikit pihak yang siap melakukan VCT di sana.
Sero Survylans masih rutin dilakukan oleh
Dinkes kota Semarang. Tahun 2003 melakukan
survey kepada 978 orang beresiko tinggi dan
mendapatkan 12 kasus HIV.
Dalam 2 tahun terakhir kasus HIV di PMI
mencapai 44 orang. Hanya sayangnya pihak
dinkes dan lsm masih berjalan sendiri – sendiri.
Kami membahas agar semua kasus HIV temuan
dinkes agar diteruskan oleh LSM yang terkait
dengan melakukan penyuluhan di daerah
tersebut dan melakukan VCT kepada yang
bersedia. Ide ini kelihatannya disambut baik.
Kami berkunjung ke salah satu Rehabilitasi
Narkoba yang dihuni sekitar 50 orang pengguna
yang 3/4nya pengguna putaw jarum suntik.
Dalam kunjungan ke pelajar dan mahasiswa
Papua Binterbusih di Semarang sekitar 50 an
orang berdiskusi bersama. Kelompok ini
melakukan penyuluhan HIV/AIDS dikalangan
orang Papua yang berada di Semarang.
Kelompok ini juga ada di Jogja, Surabaya dan
Bandung termasuk Jakarta berjumlah sekitar
2000 orang.
Selain itu kami juga meeting dengan pihak
Dinas Kesehatan Kota, RUSP Semarang, 35
Kepala Puskesmas Semarang dan berbagi pihak
lainnya.
Resistansi HIV terhadap
AZT Tidak Tentu Berarti
HAART Akan Gagal
Sebuah penelitian Perancis terhadap pasien
terinfeksi HIV dengan mutasi resistan terhadap
AZT menunjukkan bahwa pengobatan terus
dengan AZT dalam terapi antiretroviral sangat
manjur (HAART) dapat menghasilkan
tanggapan virologis yang terus-menerus dan
tahan lama.
Dr. Diane Descamps dari Hopital BichatClaude Bernard di Paris dan rekan-rekan
meneliti 155 pasien yang pernah diobati dengan
AZT, ddI atau ddC. Semua mempunyai
sedikitnya satu mutasi resistan terhadap AZT
dan 123 mempunyai dua atau lebih mutasi
tersebut. Banyaknya mutasi yang resistan
berhubungan dengan lamanya pengobatan
antiretroviral sebelumnya.
Seperti dilaporkan di Journal of Acquired
Immune Deficiency Syndromes terbitan 15
2
Desember 2002, pasien diacak untuk menerima
d4T atau AZT plus 3TC dan indinavir.
Para peneliti melakukan tes genotipe pada
virus dan mengukur viral load pada awal.
Kemudian, mereka membagikan tanggapan
virologis sebagai tanggapan dini (di bawah 50
tiruan pada 24 minggu). tanggapan lama (di
bawah 500 tiruan pada 80 minggu) dan
kegagalan (lebih dari 5.000 tiruan).
Kegagalan virologis terjadi pada 7 dari 24
pasien, yang digolongkan sebagai peka terhadap
AZT dan pada 26 dari 131 pasien yang
digolongkan sebagai resistan terhadap AZT.
Pada 24 minggu, 74 persen pasien pada
kelompok menerima d4T dan 77 persen yang
menerima AZT menanggapi pengobatan. Pada
80 minggu, hasil kurang-lebih sama. Pasien di
kelompok AZT yang digolongkan sebagai
resistan mengalami waktu lebih lama sebelum
kegagalan virologis dibanding dengan mereka
yang digolongkan sebagai peka terhadap AZT.
Kelompok Dr. Descamps menyimpulkan
bahwa “walau ada mutasi resistan terhadap
AZT...mutasi ini tidak menghindarkan
tanggapan yang dini dan tahan lama terhadap
pengobatan dengan regimen tiga obat yang
manjur pada pasien tersebut.”
Para peneliti menekankan bahwa “dampak
kepatuhan pada terapi antiretroviral yang
manjur menguasai dampak resistansi mutasi
terkait AZT.”
Sumber: JAIDS 2002;31:464-471.
URL: http://www.medscape.com/viewarticle/447065
APN+, Bangkok,
Thailand.(29 April – 3 Mei
2003)
Oleh : Johanes O.Bayu dan
Margaretha(Eta)
Kita berdua berangkat tanggal 28 April 2003,
pukul 13.00 WIB tiba di Bangkok pukul 16.00
WIB. Pengalaman pertama kita berdua di
Bangkok, Thailand. Tidak berbeda jauh dengan
Jakarta, penuh dengan kemacetan tetapi teratur
lalu-lintasnya. Kita tiba di hotel kemudian
registrasi dan kita istirahat. Besoknya kita mulai
meeting, o ya Bayu sekamar dengan Edward
Low dari Malaysia dan Eta sendirian dikamar
karena ada peserta yang tidak
Sahabat Senandika No. 6
hadir…..kebanyakan peserta yang tidak hadir
dikarenakan SARS. Kita berdua selama
perjalanan pergi atau pulang selalu memakai
masker selama di pesawat.
Meeting hari pertama dimulai dengan
perkenalan dan country report dari masingmasing negara. Malamnya kami berdua
kebingungan mencari makan malam tetapi
akhirnya kita ditemani dengan Edward jalanjalan mencari makan malam. Pada meeting hari
berikutnya dibahas berbagai macam tema antara
lain kita membahas Cape Town Report tentang
Treatment Preparedness Report juga ada Case
Study tentang Thai Buyers Club oleh Greg
Grey sebagai Advisor. Sebenarnya akan ada
presentasi Human Right Report dari Indonesia
akan tetapi wakil dari Indonesia tidak dapat
hadir sehingga digantikan oleh Susan Paxton.
Juga dibahas tentang masa depan APN+, secara
keseluruhan meeting berjalan semi formal, jadi
tidak terlalu melelahkan peserta, selain itu ada
ice breaker yang dilakukan oleh peserta. Kita
berdua kebagian ice breaker pada hari ketiga.
Ada juga wakil dari GNP+ yaitu Julian dari
London yang juga membicarakan tentang
Global Fund. Kita berdua juga banyak bertemu
teman dari Jepang yaitu Hiroshi yang
merupakan panitia di pertemuan Kobe dan juga
wakil dari UNDP, Kaz. Selain itu banyak lagi
teman-teman dari berbagai negara seperti Geena,
Noel, dan Amara dari Filipina; Rajiv dari Nepal;
Kamon dan Rung dari Thailand; Brenton dan
Rachel Ong dari Singapura; Bruce dari New
Zealand; Tamir dari Mongolia; Heng Sambhat
dari Kamboja; juga banyak teman yang lain dari
Laos, Korea, Pakistan, dan Vietnam. Pokoknya
kita berdua mendapat banyak teman baru.
Pada meeting hari terakhir, diadakan
pemilihan untuk struktur APN+, dimana Frika
terpilih menjadi Co-Chairs bersama Jose dari
Taiwan. Frika juga terpilih menjadi GNP Board
members bersama Banta dari India. Sekretariat
APN+ pindah dari Singapura ke Bangkok.
Pada malam ke tiga kita semua diundang oleh
Red Cross International (Palang Merah
Internasional) di sebuah restaurant terapung
alias berada di kapal yang mengelilingi sungai di
kota Bangkok, sungguh pengalaman yang tidak
terlupakan karena melihat Bangkok di waktu
malam sangat indah sekali. Malam terakhir kita
semua diajak oleh Greg Grey untuk makan
malam sebagai penutupan acara dengan nuansa
daerah plus penari adat Thailand yang cantik-
Mei 2003
cantik, Bayu jadi teringat dengan pagelaran
sendratari Ramayana di Jogya. Kita berdua
sangat terkesan dengan pertemuan tersebut
selain banyak teman baru dari berbagai negara
juga dapat berpartisipasi pada APN+. Kita
berdua pulang ke Indonesia tanggal 04 Mei 2003
pukul 10.00 WIB dan kami berdua membawa
banyak pengalaman selama kami mengikuti
APN+ Meeting di Bangkok.
Nevirapine Generik:
Laporan Pengendalian
Mutu Menunjukkan Hasil
yang Baik
Oleh Keith Alcorn, 13 Februari 2003
Sebuah penelitian yang dilaksanakan oleh
National Institutes of Health di AS dan
University of Alabama di Birmingham
menunjukkan bahwa sampel nevirapine generik
yang dibuat dalam empat bentuk berbeda
mengandung tingkat nevirapine yang serupa
dengan produk asli, Viramune, yang dibuat oleh
Boehringer-Ingelheim.
Sampel Triomune (nevirapine digabung
dengan d4T dan 3TC) dan Nevimune
(nevirapine tunggal) dibuat oleh Cipla, dan
Nevirex, dibuat oleh Aurobindo Pharma,
dibandingkan dengan sampel Viramune yang
diperoleh di Afrika Selatan dan Lithuania.
Contoh Viramune diperoleh di negara yang
terbatas sumber daya sebagian agar menemukan
masalah apa saja berhubungan dengan
pembuatan obat palsu, suatu masalah yang
umum.
Para peneliti menemukan bahwa kandungan
tablet 200mg nevirapine rata-rata adalah
197,9mg, variasi di dalam jendela 3 persen plus/
minus yang dianggap diperbolehkan dalam
pengendalian mutu farmasi. Tidak ada sampel
yang berbeda lebih dari 3,1 persen dari
kandungan di etiket.
Penemuan ini digambarkan sebagai
menyamankan oleh tim peneliti, tetapi mereka
mengusulkan dilaksanakan penelitian
pengendalian mutu berskala besar sebagai bagian
berkala dari program meluaskan akses ke
pengobatan antiretroviral, karena beberapa
negara dan program pengobatan kemungkinan
3
akan tergantung pada antiretroviral generik.
Referensi: Penzak S et al. Quality-control analysis of generic
nevirapine formulations in the developing world: an initial report.
Tenth Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections,
Boston, abstract 549a, 2003.
URL: http://www.aidsmap.com/news/
newsdisplay2.asp?newsId=1906
TB dan HIV: Sebuah
Kombinasi Gawat di
Negara Berkembang
Oleh Brian Boyle, 14 Mei 2003
Tuberkulosis (TB) tetap menjadi masalah
kesehatan yang penting di negara berkembang.
Walaupun upaya untuk mencegah dan
mengobati pasien terinfeksi TB, penyakit ini
tetap penyebab kesakitan dan kematian yang
penting.
Infeksi HIV, yang juga terjadi dengan angka
yang tinggi di negara berkembang, sudah
ditunjukkan mengakibatkan angka TB aktif
yang meningkat, melalui peningkatan pada
resiko menjadikannya aktif kembali, atau
perjalanan TB yang dipercepat.
Pada penelitian yang diterbitkan di jurnal
Archives of Internal Medicine, peneliti menilai
hubungan antara TB dan HIV, dan peningkatan
dalam besarnya masalah TB di negara
berkembang. Untuk melakukannya, mereka
meninjau kembali data tentang kasus TB yang
baru, hasil pengobatan pada kelompok
penelitian, survei terhadap infeksi TB, dan
prevalensi HIV pada pasien dengan TB dan
subkelompok lain.
Para peneliti menemukan bahwa diperkirakan
ada 8,3 juta kasus TB yang baru pada 2000.
Angka TB keseluruhan, dan angka peningkatan
tahunan pada jumlah kasus adalah tertinggi di
Wilayah WHO Afrika: 290/100.000 orang per
tahun dan 6 persen, berturut-turut.
Dari kasus TB yang baru pada orang dewasa, 9
persen diakibatkan infeksi HIV, tetapi ini
berbeda-beda secara berarti antara wilayah,
dengan angka 31 persen di Wilayah WHO
Afrika. Diperkirakan ada 1,8 juta kematian
akibat TB pada 2000, 12 persen di antaranya
diakibatkan HIV. TB adalah penyebab kematian
pada 11 persen dari semua kematian akibat
AIDS pada orang dewasa.
Para penulis menyimpulkan, “Analisis ini
melewati penelitian tentang beban TB
4
sebelumnya dengan menggambarkan
kecenderungan utama dalam kejadian TB dan
dengan mengukur dampak HIV. Di Wilayah
WHO Afrika (sebagian besar Afrika subSahara), dampak HIV begitu muncul sehingga
angka kejadian TB berhubungan sangat erat
dengan prevalensi HIV di antara orang dewasa.
Kami menghitung bahwa 31 persen kasus TB
pada orang dewasa diakibatkan HIV di seluruh
Wilayah WHO Afrika pada 2000...
“Sebagian besar keberhasilan baru dalam
penanggulangan TB adalah di negara dengan
angka infeksi HIV yang rendah misalnya Cina,
Peru, dan Vietnam. Namun TB pada pasien
terinfeksi HIV dapat diobati dan dicegah.
Mencapai penanggulangan TB dalam populasi
dengan prevalensi HIV yang tinggi
membutuhkan lebih dari pelaksanaan strategi
DOTS secara luas. Ada keperluan mendesak
untuk melaksanakan sebuah strategi dengan
lingkup lebih luas, dengan menyertakan
penemuan kasus TB dan pengobatannya yang
ditingkatkan, pencegahan HIV, dan identifikasi
dan pengobatan TB yang laten pada orang yang
terinfeksi bersama dengan HIV dan TB.”
Referensi: E Corbett and others. The Growing Burden of
Tuberculosis Global Trends and Interactions With the HIV
Epidemic. Arch Intern Med. 2003;163:1009-1021.
URL: http://www.hivandhepatitis.com/recent/developing/
051403f.html
Anak dengan HIV Lebih
Kecil dan Ringan daripada
Anak Tidak Terinfeksi dari
Ibu HIV-positif
Oleh Michael Carter, 3 Januari 2003
Anak HIV-positif ternyata lebih pendek dan
ringan secara bermakna dibandingkan anak yang
tidak terinfeksi dari ibu HIV-positif. Ini
menurut penelitian besar Eropa yang
diterbitkan di jurnal Pediatrics edisi 1 Januari
2003. Ini penelitian pertama yang memantau
pola pertumbuhan anak yang HIV-positif dan negatif dari ibu yang HIV-positif selama jangka
waktu yang lama. Penemuan kunci lain
penelitian termasuk: anak yang tidak terinfeksi
dari ibu HIV-positif tumbuh dengan angka yang
serupa dengan anak dari ibu yang sehat, dan
terapi antiretroviral (ART) mendorong
pertumbuhan anak yang HIV-positif.
Sahabat Senandika No. 6
European Collaborative Study berjalan sejak
1987, dan pada Oktober 2001 melibatkan 1.587
anak, 187 di antaranya HIV-positif, di 11 pusat
di delapan negara. Para peneliti mengamati pola
tinggi dan berat badan pada anak terinfeksi dan
tidak terinfeksi dari ibu HIV-positif hingga usia
sepuluh tahun, dan menyelidiki faktor termasuk
penyakit terkait HIV dan ART untuk menilai
maknanya.
Tinggi dan berat badan diukur waktu lahir,
pada usia tiga dan enam bulan, dan seterusnya
setiap tiga bulan hingga usia 18 bulan, kemudian
setiap enam bulan. Hasil dibandingkan antara
anak terinfeksi dan tidak, dan hasil untuk anak
tidak terinfeksi juga dibandingkan dengan
standar pertumbuhan Inggris 1990.
Para peneliti menemukan bahwa, waktu lahir
anak yang terinfeksi dan tidak, mempunyai
tinggi dan berat badan yang serupa. Namun,
dalam tahun pertama perbedaan muncul dalam
angka pertumbuhan anak terinfeksi dan tidak.
Antara enam dan 12 bulan, anak yang tidak
terinfeksi tumbuh 1,6 persen (tinggi) dan 6,2
persen (berat) lebih cepat dibandingkan anak
yang terinfeksi.
Pada usia tiga dan empat tahun, perbedaan ini
meningkat menjadi 10,7 persen dan 10,8 persen,
dengan peningkatan yang bahkan lebih jelas
antara delapan dan sepuluh tahun, menjadi
perbedaan 16 persen pada tingginya dan 44
persen pada berat badan.
Pada usia sepuluh tahun, anak yang tidak
terinfeksi rata-rata 7,5cm lebih tinggi dan 7kg
lebih berat dibandingkan sebayanya yang HIVpositif. Lagi pula, anak yang tidak terinfeksi
mempunyai tinggi dan berat badan serupa
dengan anak dari ibu yang HIV-negatif.
Penggunaan obat profilaksis secara berhasil
untuk mencegah penularan dari ibu-ke-bayi
tampaknya tidak berdampak pada angka
pertumbuhan anak yang tidak terinfeksi. Para
peneliti juga menemukan bahwa anak yang sakit
karena HIV tumbuh dengan angka yang paling
rendah. Karena ini, mereka mencatat “infeksi
HIV mempengaruhi pertumbuhan, terutama
dalam keadaan AIDS.” Pengobatan dengan ART
memperbaiki baik tinggi maupun berat badan
pada anak HIV-positif, dengan perbaikan yang
paling jelas pada anak yang sakit parah. Namun,
jumlah peserta dalam hal ini kecil.
Dalam pembahasan tentang penelitiannya,
para peneliti mengesankan bahwa, dengan
perbedaan yang begitu jelas pada pertumbuhan
Mei 2003
antara anak yang terinfeksi dan tidak pada usia
sepuluh tahun, anak HIV-positif kemungkinan
akan menjadi matang secara seksual lebih telat,
dan kemungkinan ini sebaiknya diteliti lebih
lanjut. Peneliti memperkirakan bahwa viral load
HIV yang tinggi, mungkin meramalkan
pertumbuhan yang terkebelakang, dengan
penggandaan diri HIV mempengaruhi
metabolisme dan memperlambat pertumbuhan.
Lagi pula, penyakit disebabkan HIV juga
mungkin mempengaruhi pertumbuhan.
Walaupun penelitian menemukan hubungan
antara pertumbuhan yang lebih baik dan
penggunaan ART, para peneliti mencatat bahwa
jumlah anak yang diobati dengan obat anti-HIV
dalam penelitiannya kecil. Mereka
menyimpulkan, “penelitian lebih lanjut dengan
lebih banyak anak yang memakai terapi akan
membantu menjelaskan hubungan antara terapi
kombinasi dan waktu terbaik untuk mulai
terapi untuk mengoptimalkan pertumbuhan
anak yang terinfeksi HIV.”
Referensi: Newell ML et al. Height, weight, and growth in
children born to mothers with HIV-1 infection in Europe.
Pediatrics 111: 52-60, 2003.
URL: http://www.aidsmap.com/news/
newsdisplay2.asp?newsId=1823
Lembaran Informasi Baru
Pada Mei 2003, Yayasan Spiritia telah
memperbaharui tujuh lembaran informasi
untuk Odha, sbb:
• Informasi Dasar
Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran
Informasi
• Terapi Antiretroviral
Lembaran Informasi 422—ddI
Lembaran Informasi 423—d4T
Lembaran Informasi 424—3TC
Lembaran Informasi 431—Nevirapine
Lembaran Informasi 444—Nelfinavir
• Infeksi Oportunistik
Lembaran Informasi 504—Demensia &
Masalah Saraf
Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini
atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan
hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di
halaman belakang. Anggota milis WartaAIDS
dapat akses file ini dengan browse ke:
5
Tanya-Jawab
Apa Artinya HAART?
T: Mohon maaf, dapatkah Anda menjelaskan
sedikit tentang HAART?
J: HAART merupakan kependekan dari
Highly Active Antiretroviral Therapy, atau terapi
antiretroviral yang sangat manjur. Terapi ini
dapat menekankan pengembangbiakan atau
penggandaan HIV dan perjalanan menuju AIDS.
Regimen HAART menggabungkan tiga atau
lebih obat antiretroviral dalam kombinasi,
biasanya terdiri dari dua analog nukleosida dan
satu analog non-nukleosida (NNRTI) dan/atau
satu atau lebih protease inhibitor. Terapi ini
dibuktikan mengurangi jumlah virus dalam
darah menjadi tingkat yang tidak dapat
dideteksi, untuk jangka waktu yang cukup lama.
Terapi antiretroviral dengan hanya dua obat
tidak dianggap HAART.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai terapi
antiretroviral (ART), lihat Lembaran Informasi
Yayasan Spiritia 410 dan buku kecil Yayasan
Spiritia “Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai?”
Laporan Keuangan Positive
Fund
Periode M ei 2003
Saldo awal 1 M ei 2003
6,279,213
Penerimaan di bulan Mei 2003
3,516,250
Total penerimaan
9,795,463
Pengeluaran selama bulan Mei:
Item
Jumlah
Pengobatan
559,539
Transportasi
63,000
Komunikasi
-
Peralatan / Pemeliharaan
33,800
Modal Usaha
-
Total pengeluaran
656,339
Saldo akhir Positive Fund per 31 M ei
9,139,124
Tips untuk Orang dengan
HIV no.17
Semua Odha di Indonesia, terutama yang
terinfeksi HIV melalui penggunaan narkoba
suntikan, sebaiknya melakukan tes untuk
mengetahui apakah dirinya juga terinfeksi
hepatitis. Hepatitis A, B dan C dapat menular
dengan cara sama dengan HIV. Tetapi tidak
tentu kita terinfeksi, dan sudah ada vaksin
terhadap hepatitis A dan B, yang dapat
melindungi kita dari infeksi.
Sahabat Senandika
Diterbitkan sekali sebulan oleh
Yayasan Spiritia
dengan dukungan
T H E FORD
AT I ON
DA
FOU N D
Kantor Redaksi:
Jl Radio IV/10
Kebayoran Baru
Jakarta 12130
Telp: (021) 7279 7007
Fax: (021) 726-9521
E-mail: [email protected]
Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk
diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus
mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon).
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar
untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum
melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi
6
Sahabat Senandika No. 6
No. 6, Mei 2003
Sahabat Senandika
Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha
Kunjungan Penguatan
Daerah Semarang
Oleh Daniel
Yayasan Spiritia melakukan Kunjungan
Penguatan Daerah selama 4 hari di Semarang
untuk mendukung orang HIV positif dan
mendorong terbentuknya kelompok dukungan
sebaya orang HIV positif. Serta membangun
hubungan dengan semua stake holder dalam
mendukung orang HIV positif.
Berdasarkan data Desember 2002 Propinsi
Jawa Tengah berpenduduk sekitar 30 juta dan di
Kota Semarang sekitar 1,3 juta dengan 35
kabupaten dan kotamadya, ada sekitar 143 kasus
HIV/AIDS kasus terbesar di Kota dan
Kabupaten Semarang 49 odha, Banyumas 20
odha dan Pati 12 odha dan dibeberapa kota
lainnya. Jawa Tengah ada sekitar 30 lokalisasi, 1
di Kota Semarang (sekitar 500 Pekerja Seks) dan
2 di Kabupaten Semarang (sekitar 450 Pekerja
Seks) serta ada 2 Panti Rehabilitasi Narkoba
sebahagian yang besar pengguna putaw jarum
suntik.
Kami mengunjungi beberapa LSM YSS
(Yayasan Sosial Soegijapranata) yang melakukan
penjangkauan di kalangan panti pijat dan anak
jalanan. LSM Griya ASA PKBI yang
menjangkau pekerja seks dan ASA PKBI
menjangkau anak usia dibawah 17 tahun yang
merupakan remaja sekolah SMP dan SMA.
Kami juga melakukan diskusi dengan berbagai
lsm lain dan sekitar 10 wartawan dari berbagai
media secara bersamaan. Diskusi ini sangat
menarik, kelihatan di Semarang sudah cukup
banyak lsm yang melakukan kegiatan
pencegahan HIV/AIDS. Beberapa juga
melakukan VCT tetapi belum ada dibidang
dukungan. Semangat teman – teman cukup
besar untuk belajar.
Seorang pasien AIDS disalah satu rumah sakit
di Semarang meninggal beberapa hari yang lalu
dan diberitakan di 3 surat kabar dengan foto
jelas, identitas lengkap dan berita yang
sensasional. Pertemuan dengan berbagai lsm dan
media masa adalah saat yang tepat buat kami
untuk membahasnya. Kami mendorong agar
teman – teman melakukan advokasi. Kami buat
surat klarifikasi kepada ketiga surat kabar dan
wakil LSM di Semarang telah bertemu dengan
salahsatu media tersebut dan telah memuat hak
jawab kami dan menyadari kekeliruannya.
Kesempatan wawancara dengan berbagai
media kami gunakan untuk membahas peran
media dalam memuat pemberitaan dan
menyebarkan informasi. Wawancara membawa
dampak positif dengan keesokan harinya
pemberitaan seputar wawancara dimuat secara
positif tanpa melanggar kode etik.
Kami melakukan siaran radio interaktif di 3
radio di Semarang. Kesempatan ini kami pikir
salah satu langkah efektif dalam menyampaikan
informasi dan berbagi pengalaman odha.
Kami melakukan pertemuan dengan Kasubdin
P3k dan beberapa jajaran dari Dinas Kesehatan
Kota. Kami mendapatkan kabar bahwa semua
UTD di Jawa Tengah telah melalui proses
screening HIV dan dibenarkan oleh Ketua PMI
dan Wakil Ketua UTD dan dibeberapa daerah
Daftar Isi
Kunjungan Penguatan Daerah Semarang 1
Resistansi HIV terhadap AZT Tidak Tentu
Berarti HAART Akan Gagal
2
APN+, Bangkok, Thailand.(29 April – 3 Mei
2003)
2
Nevirapine Generik: Laporan
Pengendalian Mutu Menunjukkan Hasil
yang Baik
3
TB dan HIV: Sebuah Kombinasi Gawat di
Negara Berkembang
4
Anak dengan HIV Lebih Kecil dan Ringan
daripada Anak Tidak Terinfeksi dari Ibu
HIV-positif
4
Lembaran Informasi Baru
5
Tanya-Jawab
6
Tips untuk Orang dengan HIV no.17
6
Laporan Keuangan Positive Fund
6
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
telah menggunakan alat tes ELISA.
Kota Semarang ada banyak laboratorium
kesehatan yang siap melakukan tes HIV. Hanya
sedikit pihak yang siap melakukan VCT di sana.
Sero Survylans masih rutin dilakukan oleh
Dinkes kota Semarang. Tahun 2003 melakukan
survey kepada 978 orang beresiko tinggi dan
mendapatkan 12 kasus HIV.
Dalam 2 tahun terakhir kasus HIV di PMI
mencapai 44 orang. Hanya sayangnya pihak
dinkes dan lsm masih berjalan sendiri – sendiri.
Kami membahas agar semua kasus HIV temuan
dinkes agar diteruskan oleh LSM yang terkait
dengan melakukan penyuluhan di daerah
tersebut dan melakukan VCT kepada yang
bersedia. Ide ini kelihatannya disambut baik.
Kami berkunjung ke salah satu Rehabilitasi
Narkoba yang dihuni sekitar 50 orang pengguna
yang 3/4nya pengguna putaw jarum suntik.
Dalam kunjungan ke pelajar dan mahasiswa
Papua Binterbusih di Semarang sekitar 50 an
orang berdiskusi bersama. Kelompok ini
melakukan penyuluhan HIV/AIDS dikalangan
orang Papua yang berada di Semarang.
Kelompok ini juga ada di Jogja, Surabaya dan
Bandung termasuk Jakarta berjumlah sekitar
2000 orang.
Selain itu kami juga meeting dengan pihak
Dinas Kesehatan Kota, RUSP Semarang, 35
Kepala Puskesmas Semarang dan berbagi pihak
lainnya.
Resistansi HIV terhadap
AZT Tidak Tentu Berarti
HAART Akan Gagal
Sebuah penelitian Perancis terhadap pasien
terinfeksi HIV dengan mutasi resistan terhadap
AZT menunjukkan bahwa pengobatan terus
dengan AZT dalam terapi antiretroviral sangat
manjur (HAART) dapat menghasilkan
tanggapan virologis yang terus-menerus dan
tahan lama.
Dr. Diane Descamps dari Hopital BichatClaude Bernard di Paris dan rekan-rekan
meneliti 155 pasien yang pernah diobati dengan
AZT, ddI atau ddC. Semua mempunyai
sedikitnya satu mutasi resistan terhadap AZT
dan 123 mempunyai dua atau lebih mutasi
tersebut. Banyaknya mutasi yang resistan
berhubungan dengan lamanya pengobatan
antiretroviral sebelumnya.
Seperti dilaporkan di Journal of Acquired
Immune Deficiency Syndromes terbitan 15
2
Desember 2002, pasien diacak untuk menerima
d4T atau AZT plus 3TC dan indinavir.
Para peneliti melakukan tes genotipe pada
virus dan mengukur viral load pada awal.
Kemudian, mereka membagikan tanggapan
virologis sebagai tanggapan dini (di bawah 50
tiruan pada 24 minggu). tanggapan lama (di
bawah 500 tiruan pada 80 minggu) dan
kegagalan (lebih dari 5.000 tiruan).
Kegagalan virologis terjadi pada 7 dari 24
pasien, yang digolongkan sebagai peka terhadap
AZT dan pada 26 dari 131 pasien yang
digolongkan sebagai resistan terhadap AZT.
Pada 24 minggu, 74 persen pasien pada
kelompok menerima d4T dan 77 persen yang
menerima AZT menanggapi pengobatan. Pada
80 minggu, hasil kurang-lebih sama. Pasien di
kelompok AZT yang digolongkan sebagai
resistan mengalami waktu lebih lama sebelum
kegagalan virologis dibanding dengan mereka
yang digolongkan sebagai peka terhadap AZT.
Kelompok Dr. Descamps menyimpulkan
bahwa “walau ada mutasi resistan terhadap
AZT...mutasi ini tidak menghindarkan
tanggapan yang dini dan tahan lama terhadap
pengobatan dengan regimen tiga obat yang
manjur pada pasien tersebut.”
Para peneliti menekankan bahwa “dampak
kepatuhan pada terapi antiretroviral yang
manjur menguasai dampak resistansi mutasi
terkait AZT.”
Sumber: JAIDS 2002;31:464-471.
URL: http://www.medscape.com/viewarticle/447065
APN+, Bangkok,
Thailand.(29 April – 3 Mei
2003)
Oleh : Johanes O.Bayu dan
Margaretha(Eta)
Kita berdua berangkat tanggal 28 April 2003,
pukul 13.00 WIB tiba di Bangkok pukul 16.00
WIB. Pengalaman pertama kita berdua di
Bangkok, Thailand. Tidak berbeda jauh dengan
Jakarta, penuh dengan kemacetan tetapi teratur
lalu-lintasnya. Kita tiba di hotel kemudian
registrasi dan kita istirahat. Besoknya kita mulai
meeting, o ya Bayu sekamar dengan Edward
Low dari Malaysia dan Eta sendirian dikamar
karena ada peserta yang tidak
Sahabat Senandika No. 6
hadir…..kebanyakan peserta yang tidak hadir
dikarenakan SARS. Kita berdua selama
perjalanan pergi atau pulang selalu memakai
masker selama di pesawat.
Meeting hari pertama dimulai dengan
perkenalan dan country report dari masingmasing negara. Malamnya kami berdua
kebingungan mencari makan malam tetapi
akhirnya kita ditemani dengan Edward jalanjalan mencari makan malam. Pada meeting hari
berikutnya dibahas berbagai macam tema antara
lain kita membahas Cape Town Report tentang
Treatment Preparedness Report juga ada Case
Study tentang Thai Buyers Club oleh Greg
Grey sebagai Advisor. Sebenarnya akan ada
presentasi Human Right Report dari Indonesia
akan tetapi wakil dari Indonesia tidak dapat
hadir sehingga digantikan oleh Susan Paxton.
Juga dibahas tentang masa depan APN+, secara
keseluruhan meeting berjalan semi formal, jadi
tidak terlalu melelahkan peserta, selain itu ada
ice breaker yang dilakukan oleh peserta. Kita
berdua kebagian ice breaker pada hari ketiga.
Ada juga wakil dari GNP+ yaitu Julian dari
London yang juga membicarakan tentang
Global Fund. Kita berdua juga banyak bertemu
teman dari Jepang yaitu Hiroshi yang
merupakan panitia di pertemuan Kobe dan juga
wakil dari UNDP, Kaz. Selain itu banyak lagi
teman-teman dari berbagai negara seperti Geena,
Noel, dan Amara dari Filipina; Rajiv dari Nepal;
Kamon dan Rung dari Thailand; Brenton dan
Rachel Ong dari Singapura; Bruce dari New
Zealand; Tamir dari Mongolia; Heng Sambhat
dari Kamboja; juga banyak teman yang lain dari
Laos, Korea, Pakistan, dan Vietnam. Pokoknya
kita berdua mendapat banyak teman baru.
Pada meeting hari terakhir, diadakan
pemilihan untuk struktur APN+, dimana Frika
terpilih menjadi Co-Chairs bersama Jose dari
Taiwan. Frika juga terpilih menjadi GNP Board
members bersama Banta dari India. Sekretariat
APN+ pindah dari Singapura ke Bangkok.
Pada malam ke tiga kita semua diundang oleh
Red Cross International (Palang Merah
Internasional) di sebuah restaurant terapung
alias berada di kapal yang mengelilingi sungai di
kota Bangkok, sungguh pengalaman yang tidak
terlupakan karena melihat Bangkok di waktu
malam sangat indah sekali. Malam terakhir kita
semua diajak oleh Greg Grey untuk makan
malam sebagai penutupan acara dengan nuansa
daerah plus penari adat Thailand yang cantik-
Mei 2003
cantik, Bayu jadi teringat dengan pagelaran
sendratari Ramayana di Jogya. Kita berdua
sangat terkesan dengan pertemuan tersebut
selain banyak teman baru dari berbagai negara
juga dapat berpartisipasi pada APN+. Kita
berdua pulang ke Indonesia tanggal 04 Mei 2003
pukul 10.00 WIB dan kami berdua membawa
banyak pengalaman selama kami mengikuti
APN+ Meeting di Bangkok.
Nevirapine Generik:
Laporan Pengendalian
Mutu Menunjukkan Hasil
yang Baik
Oleh Keith Alcorn, 13 Februari 2003
Sebuah penelitian yang dilaksanakan oleh
National Institutes of Health di AS dan
University of Alabama di Birmingham
menunjukkan bahwa sampel nevirapine generik
yang dibuat dalam empat bentuk berbeda
mengandung tingkat nevirapine yang serupa
dengan produk asli, Viramune, yang dibuat oleh
Boehringer-Ingelheim.
Sampel Triomune (nevirapine digabung
dengan d4T dan 3TC) dan Nevimune
(nevirapine tunggal) dibuat oleh Cipla, dan
Nevirex, dibuat oleh Aurobindo Pharma,
dibandingkan dengan sampel Viramune yang
diperoleh di Afrika Selatan dan Lithuania.
Contoh Viramune diperoleh di negara yang
terbatas sumber daya sebagian agar menemukan
masalah apa saja berhubungan dengan
pembuatan obat palsu, suatu masalah yang
umum.
Para peneliti menemukan bahwa kandungan
tablet 200mg nevirapine rata-rata adalah
197,9mg, variasi di dalam jendela 3 persen plus/
minus yang dianggap diperbolehkan dalam
pengendalian mutu farmasi. Tidak ada sampel
yang berbeda lebih dari 3,1 persen dari
kandungan di etiket.
Penemuan ini digambarkan sebagai
menyamankan oleh tim peneliti, tetapi mereka
mengusulkan dilaksanakan penelitian
pengendalian mutu berskala besar sebagai bagian
berkala dari program meluaskan akses ke
pengobatan antiretroviral, karena beberapa
negara dan program pengobatan kemungkinan
3
akan tergantung pada antiretroviral generik.
Referensi: Penzak S et al. Quality-control analysis of generic
nevirapine formulations in the developing world: an initial report.
Tenth Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections,
Boston, abstract 549a, 2003.
URL: http://www.aidsmap.com/news/
newsdisplay2.asp?newsId=1906
TB dan HIV: Sebuah
Kombinasi Gawat di
Negara Berkembang
Oleh Brian Boyle, 14 Mei 2003
Tuberkulosis (TB) tetap menjadi masalah
kesehatan yang penting di negara berkembang.
Walaupun upaya untuk mencegah dan
mengobati pasien terinfeksi TB, penyakit ini
tetap penyebab kesakitan dan kematian yang
penting.
Infeksi HIV, yang juga terjadi dengan angka
yang tinggi di negara berkembang, sudah
ditunjukkan mengakibatkan angka TB aktif
yang meningkat, melalui peningkatan pada
resiko menjadikannya aktif kembali, atau
perjalanan TB yang dipercepat.
Pada penelitian yang diterbitkan di jurnal
Archives of Internal Medicine, peneliti menilai
hubungan antara TB dan HIV, dan peningkatan
dalam besarnya masalah TB di negara
berkembang. Untuk melakukannya, mereka
meninjau kembali data tentang kasus TB yang
baru, hasil pengobatan pada kelompok
penelitian, survei terhadap infeksi TB, dan
prevalensi HIV pada pasien dengan TB dan
subkelompok lain.
Para peneliti menemukan bahwa diperkirakan
ada 8,3 juta kasus TB yang baru pada 2000.
Angka TB keseluruhan, dan angka peningkatan
tahunan pada jumlah kasus adalah tertinggi di
Wilayah WHO Afrika: 290/100.000 orang per
tahun dan 6 persen, berturut-turut.
Dari kasus TB yang baru pada orang dewasa, 9
persen diakibatkan infeksi HIV, tetapi ini
berbeda-beda secara berarti antara wilayah,
dengan angka 31 persen di Wilayah WHO
Afrika. Diperkirakan ada 1,8 juta kematian
akibat TB pada 2000, 12 persen di antaranya
diakibatkan HIV. TB adalah penyebab kematian
pada 11 persen dari semua kematian akibat
AIDS pada orang dewasa.
Para penulis menyimpulkan, “Analisis ini
melewati penelitian tentang beban TB
4
sebelumnya dengan menggambarkan
kecenderungan utama dalam kejadian TB dan
dengan mengukur dampak HIV. Di Wilayah
WHO Afrika (sebagian besar Afrika subSahara), dampak HIV begitu muncul sehingga
angka kejadian TB berhubungan sangat erat
dengan prevalensi HIV di antara orang dewasa.
Kami menghitung bahwa 31 persen kasus TB
pada orang dewasa diakibatkan HIV di seluruh
Wilayah WHO Afrika pada 2000...
“Sebagian besar keberhasilan baru dalam
penanggulangan TB adalah di negara dengan
angka infeksi HIV yang rendah misalnya Cina,
Peru, dan Vietnam. Namun TB pada pasien
terinfeksi HIV dapat diobati dan dicegah.
Mencapai penanggulangan TB dalam populasi
dengan prevalensi HIV yang tinggi
membutuhkan lebih dari pelaksanaan strategi
DOTS secara luas. Ada keperluan mendesak
untuk melaksanakan sebuah strategi dengan
lingkup lebih luas, dengan menyertakan
penemuan kasus TB dan pengobatannya yang
ditingkatkan, pencegahan HIV, dan identifikasi
dan pengobatan TB yang laten pada orang yang
terinfeksi bersama dengan HIV dan TB.”
Referensi: E Corbett and others. The Growing Burden of
Tuberculosis Global Trends and Interactions With the HIV
Epidemic. Arch Intern Med. 2003;163:1009-1021.
URL: http://www.hivandhepatitis.com/recent/developing/
051403f.html
Anak dengan HIV Lebih
Kecil dan Ringan daripada
Anak Tidak Terinfeksi dari
Ibu HIV-positif
Oleh Michael Carter, 3 Januari 2003
Anak HIV-positif ternyata lebih pendek dan
ringan secara bermakna dibandingkan anak yang
tidak terinfeksi dari ibu HIV-positif. Ini
menurut penelitian besar Eropa yang
diterbitkan di jurnal Pediatrics edisi 1 Januari
2003. Ini penelitian pertama yang memantau
pola pertumbuhan anak yang HIV-positif dan negatif dari ibu yang HIV-positif selama jangka
waktu yang lama. Penemuan kunci lain
penelitian termasuk: anak yang tidak terinfeksi
dari ibu HIV-positif tumbuh dengan angka yang
serupa dengan anak dari ibu yang sehat, dan
terapi antiretroviral (ART) mendorong
pertumbuhan anak yang HIV-positif.
Sahabat Senandika No. 6
European Collaborative Study berjalan sejak
1987, dan pada Oktober 2001 melibatkan 1.587
anak, 187 di antaranya HIV-positif, di 11 pusat
di delapan negara. Para peneliti mengamati pola
tinggi dan berat badan pada anak terinfeksi dan
tidak terinfeksi dari ibu HIV-positif hingga usia
sepuluh tahun, dan menyelidiki faktor termasuk
penyakit terkait HIV dan ART untuk menilai
maknanya.
Tinggi dan berat badan diukur waktu lahir,
pada usia tiga dan enam bulan, dan seterusnya
setiap tiga bulan hingga usia 18 bulan, kemudian
setiap enam bulan. Hasil dibandingkan antara
anak terinfeksi dan tidak, dan hasil untuk anak
tidak terinfeksi juga dibandingkan dengan
standar pertumbuhan Inggris 1990.
Para peneliti menemukan bahwa, waktu lahir
anak yang terinfeksi dan tidak, mempunyai
tinggi dan berat badan yang serupa. Namun,
dalam tahun pertama perbedaan muncul dalam
angka pertumbuhan anak terinfeksi dan tidak.
Antara enam dan 12 bulan, anak yang tidak
terinfeksi tumbuh 1,6 persen (tinggi) dan 6,2
persen (berat) lebih cepat dibandingkan anak
yang terinfeksi.
Pada usia tiga dan empat tahun, perbedaan ini
meningkat menjadi 10,7 persen dan 10,8 persen,
dengan peningkatan yang bahkan lebih jelas
antara delapan dan sepuluh tahun, menjadi
perbedaan 16 persen pada tingginya dan 44
persen pada berat badan.
Pada usia sepuluh tahun, anak yang tidak
terinfeksi rata-rata 7,5cm lebih tinggi dan 7kg
lebih berat dibandingkan sebayanya yang HIVpositif. Lagi pula, anak yang tidak terinfeksi
mempunyai tinggi dan berat badan serupa
dengan anak dari ibu yang HIV-negatif.
Penggunaan obat profilaksis secara berhasil
untuk mencegah penularan dari ibu-ke-bayi
tampaknya tidak berdampak pada angka
pertumbuhan anak yang tidak terinfeksi. Para
peneliti juga menemukan bahwa anak yang sakit
karena HIV tumbuh dengan angka yang paling
rendah. Karena ini, mereka mencatat “infeksi
HIV mempengaruhi pertumbuhan, terutama
dalam keadaan AIDS.” Pengobatan dengan ART
memperbaiki baik tinggi maupun berat badan
pada anak HIV-positif, dengan perbaikan yang
paling jelas pada anak yang sakit parah. Namun,
jumlah peserta dalam hal ini kecil.
Dalam pembahasan tentang penelitiannya,
para peneliti mengesankan bahwa, dengan
perbedaan yang begitu jelas pada pertumbuhan
Mei 2003
antara anak yang terinfeksi dan tidak pada usia
sepuluh tahun, anak HIV-positif kemungkinan
akan menjadi matang secara seksual lebih telat,
dan kemungkinan ini sebaiknya diteliti lebih
lanjut. Peneliti memperkirakan bahwa viral load
HIV yang tinggi, mungkin meramalkan
pertumbuhan yang terkebelakang, dengan
penggandaan diri HIV mempengaruhi
metabolisme dan memperlambat pertumbuhan.
Lagi pula, penyakit disebabkan HIV juga
mungkin mempengaruhi pertumbuhan.
Walaupun penelitian menemukan hubungan
antara pertumbuhan yang lebih baik dan
penggunaan ART, para peneliti mencatat bahwa
jumlah anak yang diobati dengan obat anti-HIV
dalam penelitiannya kecil. Mereka
menyimpulkan, “penelitian lebih lanjut dengan
lebih banyak anak yang memakai terapi akan
membantu menjelaskan hubungan antara terapi
kombinasi dan waktu terbaik untuk mulai
terapi untuk mengoptimalkan pertumbuhan
anak yang terinfeksi HIV.”
Referensi: Newell ML et al. Height, weight, and growth in
children born to mothers with HIV-1 infection in Europe.
Pediatrics 111: 52-60, 2003.
URL: http://www.aidsmap.com/news/
newsdisplay2.asp?newsId=1823
Lembaran Informasi Baru
Pada Mei 2003, Yayasan Spiritia telah
memperbaharui tujuh lembaran informasi
untuk Odha, sbb:
• Informasi Dasar
Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran
Informasi
• Terapi Antiretroviral
Lembaran Informasi 422—ddI
Lembaran Informasi 423—d4T
Lembaran Informasi 424—3TC
Lembaran Informasi 431—Nevirapine
Lembaran Informasi 444—Nelfinavir
• Infeksi Oportunistik
Lembaran Informasi 504—Demensia &
Masalah Saraf
Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini
atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan
hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di
halaman belakang. Anggota milis WartaAIDS
dapat akses file ini dengan browse ke:
5
Tanya-Jawab
Apa Artinya HAART?
T: Mohon maaf, dapatkah Anda menjelaskan
sedikit tentang HAART?
J: HAART merupakan kependekan dari
Highly Active Antiretroviral Therapy, atau terapi
antiretroviral yang sangat manjur. Terapi ini
dapat menekankan pengembangbiakan atau
penggandaan HIV dan perjalanan menuju AIDS.
Regimen HAART menggabungkan tiga atau
lebih obat antiretroviral dalam kombinasi,
biasanya terdiri dari dua analog nukleosida dan
satu analog non-nukleosida (NNRTI) dan/atau
satu atau lebih protease inhibitor. Terapi ini
dibuktikan mengurangi jumlah virus dalam
darah menjadi tingkat yang tidak dapat
dideteksi, untuk jangka waktu yang cukup lama.
Terapi antiretroviral dengan hanya dua obat
tidak dianggap HAART.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai terapi
antiretroviral (ART), lihat Lembaran Informasi
Yayasan Spiritia 410 dan buku kecil Yayasan
Spiritia “Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai?”
Laporan Keuangan Positive
Fund
Periode M ei 2003
Saldo awal 1 M ei 2003
6,279,213
Penerimaan di bulan Mei 2003
3,516,250
Total penerimaan
9,795,463
Pengeluaran selama bulan Mei:
Item
Jumlah
Pengobatan
559,539
Transportasi
63,000
Komunikasi
-
Peralatan / Pemeliharaan
33,800
Modal Usaha
-
Total pengeluaran
656,339
Saldo akhir Positive Fund per 31 M ei
9,139,124
Tips untuk Orang dengan
HIV no.17
Semua Odha di Indonesia, terutama yang
terinfeksi HIV melalui penggunaan narkoba
suntikan, sebaiknya melakukan tes untuk
mengetahui apakah dirinya juga terinfeksi
hepatitis. Hepatitis A, B dan C dapat menular
dengan cara sama dengan HIV. Tetapi tidak
tentu kita terinfeksi, dan sudah ada vaksin
terhadap hepatitis A dan B, yang dapat
melindungi kita dari infeksi.
Sahabat Senandika
Diterbitkan sekali sebulan oleh
Yayasan Spiritia
dengan dukungan
T H E FORD
AT I ON
DA
FOU N D
Kantor Redaksi:
Jl Radio IV/10
Kebayoran Baru
Jakarta 12130
Telp: (021) 7279 7007
Fax: (021) 726-9521
E-mail: [email protected]
Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk
diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus
mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon).
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar
untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum
melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi
6
Sahabat Senandika No. 6