Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Harga Diri pada Klien Pasca Gagal Ginjal Kronik T1 462012013 BAB IV

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Setting Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang diambil oleh peneliti disini adalah Skip Atas RT/RW 004/001, Kelurahan: Baru Meja, Kecamatan : Sirimau, Kota Ambon, Provinsi Maluku. Dimana peneliti melakukan penelitian berkisar pada beberapa lokasi yang berada di Kota Ambon dengan alamat yang berbeda-beda pula. Dimana penelitian ini berlangsung pada beberapa partisipan yang mengalami atau menderita penyakit gagal ginjal kronik dan harus di Hemodialisa.

4.1.2 Proses Pelaksanaan Penelitian 4.1.2.1 Persiapan Penelitian

Dalam sebuah penelitian pasti memerlukan suatu persiapan yang baik agar penelitian tersebut dapat berjalan dengan lancar. Pada penelitian ini, peneliti telah melakukan beberapa persiapan seperti mempersiapkan pedoman wawancara penelitian, meminta persetujuan penelitian dan pembimbing, dan menyiapkan segala administrasi seperti mengurusan bukti surat pengantar Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Maluku dan surat pengantar Kelurahan Batu Meja Kota Ambon. persetujuan penelitian yang akan di berikan kepada pembimbing, RT/RW setempat peneliti juga


(2)

menyiapkan surat persetujuan wawancara atau informed

consent yang akan diberikan untuk bukti persetujuan

partisipan. Dan proses wawancara ini juga didukung oleh alat perekam yaitu handphone yang peneliti gunakan untuk merekam wawancara yang berlangsung dan juga ada alat tulis menulis untuk mencatat data-data yang perlu ditambahkan pada saat wawancara berlangsung.

Persiapan penelitian selanjutnya yang dilakukan sebelum melakukan proses pengambilan data adalah menemui Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Maluku, Kepala Kelurahan Batu Meja Ambon dan ibu RT setempat ataupun yang kenalan yang telah memberikan informasi mengenai klien yang telah sembuh dari penyakit gagal ginjal kronik untuk menjadi riset partisipan dan menentukan waktu yang tepat untuk berlangsungnya proses pengambilan data. Disini peneliti mencari riset partisipan dengan perantara beberapa key informan yang merupakan Ny O sebagai salah satu key informan dan juga sebagai memberikan informasi bahwa di daerah Skip Atas Ambon RT/RW 004/001 ada salah seorang yang mengalami penyakit gagal ginjal kronik dengan berinisial Tn S dan salah seorang teman juga ada yang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Karena itu peneliti meminta bantuan dari Tn S untuk


(3)

menghubungkan peneliti dengan teman yang berinisial Tn. J sebagai riset partisipan ketiga. Setelah itu peneliti menanyakan informasi lagi kepada key informan selanjutnya yang dimana key informan tersebut pernah dirawat sampai sekarang di dokter karena penyakit gagal ginjal kronik yang dideritanya. Dan kemudian peneliti menemukan satu klien 4.1.2.2 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini berlangsung pada tanggal 18 April sampai 02 Mei 2016. Banyaknya wawancara yang dilakukan pada pada riset partisipan berbeda-beda anatara satu dengan yang lain karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kesedian dari riset partispan agar tidak mengganggu waktu, aktivitas ataupun pekerjaan dari riset partispan. Setiao ingin melakukan wawancara, peneliti melakukan kontrak waktu terlebih dahulu, baik itu dilakakukan secara langsung dengan menemui riset partisipan di rumahnya sendiri ataupun menemui keluarga riset partisipan untuk memberikan info kedatangan peneliti kalau riset partisipan tidak berada saat itu di rumah agar dapat memastikan hari dan waktu yang tepat untuk melakukan wawancara dengan riset partisipan. Setelah itu peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian,


(4)

mengucapkan terima kasih atas waktu dan kesedian riset partispan karena partisipan tersebut telah bersedia untuk melakukan wawancara yang ditandai dengan penandatanganan inforned consent, kemudian peneliti meminta ijin untuk merekan seluruh kegiatan wawancara yang akan berlangsung dengan partisipan dari awal mulainya wawancara dan kemudian peneliti memulai wawancara tersebut dirumah riset partisipan itu sendiri. 4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Gambaran Umum Riset Partisipan

Gambaran umum riset partisipan ditampilkan dalam tabel berikut ini.

NO DATA UMUM PARTISIPAN

PARTISIPAN 1 PARTISIPAN 2 PARTISPAN 3 1. Nama

Partisipan

Tn S Tn J Tn P

2. Umur 50 55 59

3. Alamat Ambon Ambon Ambon

4. Agama Kristen Protestan Kristen Protestan Kristen Prostestan 5. Status

Pernikahan

Sudah, Menikah Sudah, Menikah Sudah, Menikah

6. Pekerjaan Dosen Konsultan PNS

7. Pendidikan Terakhir

S2 S1 S1

8. Anak Ke 3 1 1

4.2.2 Partisipan 1

Awal peneliti sampai bisa bertemu dengan Tn S melalui orang tua peneliti karena Tn S masih memiliki hubungan saudara, kemudian peneliti datang ke rumahnya hari sabtu pukul 17.00 WIB


(5)

untuk membuat janji dan meminta kesedian untuk menjadi partisipan dalam penelitian tersebut. Kemudian Tn S bersedia untuk di wawancara Tn S sedang melakukan tugas kampus karena sedang menyelesaikan studi S3, Tn S menentukan hari dan jam berapa untuk peneliti datang untuk diwawancara Tn S menikah dengan Ny L dan memiliki 3 orang anak kandung. Tn S tinggal bersama istri dan ketiga anak serumah, pekerjaan Tn S sebagai dosen di Universitas Pattimura Ambon. Kemudian peneliti dan Tn S bersepakat untuk menetukan hari dan waktu yang tepat untuk peneliti akan kembali memulai wawancara dengan Tn S. Setelah peneliti kembali menemui Tn S untuk melakukan wawancara, dan meminta kesedian untuk merekam pembicaraan selama proses wawancara berlangsung Tn S sedang membuat tugas studi di rumahnya.

Riset partisipan satu yang dikenal dengan RP I, berumur 50 tahun merupakan seorang anggota masyarakat yang sudah menjalani kehidupannya di daerah Skip Atas sejak ia masih bayi. Ia tinggal bersama istri dan anak-anaknya. Riset partisipan sangat komunikatif kontak mata sangat baik dan bahasa yang digunakan juga dapat dimengerti oleh peneliti.

Dulu sebelum Tn S sakit gagal ginjal kronik Tn S sangat giat dalam melakukan aktivitas dan pekerjaan yang sangat berat


(6)

karena Tn S menjadi dosen, ketua RT, pelayan Gereja Bethany. Wawancara dilakukan bersama Tn S pada tanggal 18 April 2016. 4.2.3 Partisipan 2

Awal peneliti sampai bisa bertemu dengan Tn J melalui Ny I karena tetangga rumah kepada Tn J. Setelah itu peneliti langsung menuju ke rumah Tn J bersama Ny I untuk menemui Tn J sesampainya d rumah Tn J, peneliti bisa langsung bertemu dengan Tn J sedang melakukan aktivitas kesehariannya yaitu merawat ternak ayam dirumahnya. Peneliti berbincang-bicang dengan Tn J untuk meminta persetujuan untuk menjadi partisipan dalam penelitian tentang “harga diri pada klien pasca gagal ginjal kronik” Tn J bersedia dan berikan waktu dan jam berpa peneliti datang untuk wawancara, Tn J menikah dengan Ny C dan memiliki anak 3 (perempuan 3) Tn J dan istri bersama anak-anak kandung serumah. Tn J menjalani kehidupannya di Skip Atas semenjak ia kecil, menikah dan sampai sekarang ini.

Pertemuan pertama peneliti dengan RP II hanya dilakukan kurang lebih 25 menit untuk meminta kesedian menjadi riset partisipan dan meminta kesedian hari dan waktu yang tepat dengan riset partisipan agar dapat memulai wawancara. Pertemuan selanjutnya dilakuan di tempat yang sama rumahnya Tn J. Riset partisipan wawancara pada tanggal sangat


(7)

komunikatif kontak mata sangat baik dan bahasa yang digunakan juga dapat dimengerti oleh peneliti.

4.2.4 Partisipan 3

Awal pertemuan peneliti dengan riset partisipan melalui orang tua peneliti teman kerja. Peneliti bersama orang tua pergi ke rumah partisipan untuk menemui Tn P. Kemudian bertemu dengan Tn P ini peneliti membicarakan tentang maksud peneliti datang untuk meminta kesedian Tn P untuk menjadi partisipan dalam penelitian peneliti dan akan dalam wawancara peneliti akan merekam suara Tn P. Kemudian ditentukan hari untuk datang wawancara Tn P. Tn P menikah dengan Ny D dan memiliki anak 2 laki-laki dan perempuan, Tn P ini bekerja di kantor dinas kesehatan Tn P tinggal serumah dengan istri dan anak-anaknya. Aktivitas Tn P pulang kerja istirahat, tiap jam ibadah pergi itu sudah sebagai rutinitas Tn P.

Kemudian peneliti balik di hari kamis untuk wawancara Tn P, disitu peneliti mulai wawancara Tn P ini menceritakan banyak hal tentang sebelum Tn P sakit sampai terkena penyakit gagal ginjal. Pertama Tn P belum bisa menerima kenyataan apa yang terjadi kepada Tn P tersebut, Tn P mencari banyak informasi tentang penyakit gagal ginjal sampai sekarang. Tn P yakin dan selalu bersandar dan memohon dari Tuhan.


(8)

A. Aspek-aspek harga diri pada klien gagal ginjal kronik

a. Lingkungan keluarga dan lingkungan sosial Dari hasil wawancara ketiga riset partisipan mampu membangun hubungan sosial dengan keluarga dan lingkungan sosial lainnya. Ketiga riset partisipan memilki hubungan yang harmonis seperti saling menghargai dengan anggota keluarga, teman kerja dan lingkungan masyarakat. Hubungan yang harmonis yang dimaksud yaitu dari ketiga riset partisipan selama berada dalam lingkup hubungan sosial dengan masyarakat memiliki perilaku dan sikap yang baik, sehingga penerimaan dari lingkungan sekitar juga mendukung hubungan interaksi yang baik dan harmonis dalam lingkup masyarakat. seperti ungkapan pada salah satu riset partisipan yang dimana dalam ruang lingkungan sekitar memilih partisipan sebagai ketua RT, terlihat bahwa dari lingkungan sekitar mampu menerima dan partisipan dapat melakukan hubungan sosial dengan baik sampai saat ini.

Ketiga riset partisipan mampu beradaptasi dengan kondisi penyakit gagal ginjal kronik dengan berbagai macam upaya untuk kesembuhan, dengan cara laser ginjal, penggangkatan ginjal hingga cuci darah atau hemodialisa dan pengobatan tradisional dengan semut jepang sampai sekarang ini. Ketiga riset


(9)

partisipan dalam aktivitas sehar-hari tidak terganggung seperti biasa, tetapi ada batasan dalam melakukan aktivitas. Ketiga riset partisipan memiliki kemiripan dalam sosialisasi antar anggota keluarga, membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga yang sedang sakit.

Lingkungan sosial yang pertama kali dijumpai riset partisipan dalam kehidupannya adalah lingkungan keluarga. Di dalam keluargalah ketiga riset partisipan mengembangkan kemampuan diri dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Selain itu juga melalui keluarga pula riset partisipan bersentuhan dengan berbagai gejala sosial seperti adanya pengaruh dari luar saat partisipan beradaptasi dengan lingkungan.

b. Penerimaan diri

Dari hasil wawancara peneliti dengan ketiga riset partisipan terlihat bahwa partisipan selalu menjalani kehidupannya dengan tidak ada terpaksa atau terbeban atas penyakit yang di derita. Kemudian ketiga partisipan mampu bertanggung jawab dengan penyakitnya, maksud dari bertanggung jawab ini ialah partisipan mampu menerima keadaan dirinya saat terdiagnosa penyakit gagal ginjal, partisipan


(10)

menerima apa yang terjadi dalam kehidupannya dan siap dengan segala resiko yang harus partisipan tanggung. Dan juga ketiga riset partisipan menerima semua perubahan dalam kehidupan baik atau buruk dan menjadikannya sebagai motivasi semangat untuk cepat sembuh dari penyakit gagal ginjal kronik.

Ketiga riset partisipan juga menunjukan adanya penerimaan dari lingkungan sosial adanya kepedulian, perhatian dan serta ekspresi cinta yang diterima riset partisipan dari lingkungan sosialnya. Penerimaan dari lingkungan ditandai dengan adanya kehangatan, respon yang baik dari lingkungan. Ungkapan diatas menggambarkan bahwa klien pasca gagal ginjal tidak takut terkait penyakit yang dihadapinya, mampu menjalani tanggung jawab dengan keadaan mereka dan merasa diterima sebagai bagian dari lingkungan sosial dimana mereka berada.

c. Perasaan dibutuhkan dan Perasaan Berharga Ketiga riset partisipan dalam menjalani kehidupannya membutuhkan pendamping baik


(11)

dari pihak keluarga, kerabat, maupun masyarakat tempat lingkungan riset partisipan tinggal. Dari ketiga riset partisipan merasa dirinya berguna bagi orang lain terlihat dari penerimaan lingkungan sekitar dan orang-orang terdekat seperti keluarga yang mempunyai ikatan hubungan membutuhkan antara satu dengan yang lain yang didalamnya keluarga, istri dan anak-anak selalu menemani dan setia menunggu partisipan dalam setiap proses penyembuhan selama ini juga partisipan didorong oleh lingkungan sekitar untuk sembuh sehingga partisipan mempunyai motivasi dalam dirinya untuk sembuh dan tetap melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya meskipun sekarang hidup dengan satu ginjal.

d. Perasaan mampu

Dari hasil wawancara ketiga riset partisipan dalam menjalani kehidupannya riset partisipan akan semakin kuat dalam menghadapi penderitaan hidup, semakin tabah, dan semakin tahan dalam menghadapi tekanan-tekanan kehidupan, serta tidak mudah menyerah dan


(12)

putus asa. Kehidupan ketiga riset partisipan dalam menghadapi proses sakit hingga kesembuhan sangat luar biasa, tetap optimis dalam menghadapi masalah kehidupan penyakit gagal ginjal kronik. Penyakit gagal ginjal kronik bukan penyakit menular tetapi penyakit yang kronik bisa terkenal oleh siapa saja tidak memandang usia dan jenis kelamin, penyakit yang mengancam pada nyawa seseorang. Ketiga riset partisipan ada kesamaan dalam perasaan mampu pribadi berarti pandangan pikiran, perasaan dan penilaian terhadapat pribadi sendiri. Ketiga riset partisipan digolongkan memilki konsep diri pribadi positif bila memandang dirinya sebagai orang yang bahagia, optimis, mampu mengontrol diri dan memilki berbagai kemampuan. Ungkapan diatas menggambarkan klien pasca gagal ginjal kronik mampu dalam menghadapi penyakit hingga kesembuhan dan sikap optimis dalam menghadapi masalah kehidupan.


(13)

Ketiga riset partisipan secara umum merasa puas akan dirinya dan dapat menerima keadaan dirinya, selalu merasa baik dan dapat menghadapi keadaan. Ketika ketiga riset partisipan dalam keadaan memburuk mereka akan berpikir bahwa hal tersebut tidak akan berlangsung lama. Mudah dan senang, tersenyum, memiliki keyakinan positif akan diri sendiri dan keluarga serta lingkungan sekitar sebagai kesatuan. Selalu bersemangat sehingga ketiga riset partisipan mampu menetapkan dan mencapai tujuan yang diharapkan. Harga diri mulai terbentuk setelah lahir, ketika berhadapan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas dan pemahaman tentang diri. Harga diri yang tinggi akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan didalam dunia ini. Hal ini dirasakan oleh ketiga riset partisipan, riset partisipan 1,2 dan 3 memilki harga diri yang cukup tinggi, karena dapat


(14)

mencapai sebuah target yang ketiga riset partisipan diharapkan untuk kesembuhan dari penyakit gagal ginjal kronik. keyakinan itu akan memotovasi ketiga riset partisipan tersebut untuk bersungguh-sungguh mencapai apa yang diinginkan.

4.4 Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek harga diri pada klien pasca gagal ginjla kronik dan mengetahui harga diri pada klien pasca gagal ginjal kronik seperti diungkapkan oleh Coopersmith (1967). Ada beberapa alasan yang menyebabkan klien pasca gagal ginjal kronik menyatakan sikap kesetujuan dan ketidaksetujuan serta menunjukan sejauh mana klien pasca gagal ginjal kronik percaya bahwa dirinya mampu, berarti berhasil dan berharga. Coopersmith (1967) dan Maslow (1970) yaitu, aspek-aspek harga diri yaitu, perasaan berharga, penerimaan diri, perasaan dibutuhkan dan perasaan mampu. Coopersmith (dalam Dewi, 2010) yaitu, harga diri terbagi atas 2, harga diri tinggi dan harga diri rendah.

Dari hasil analisis dapat dilihat dan diketahui bahwa lingkungan keluarga dan lingkungan sosial pada riset partisipan 1,2 dan 3 miliki hubungan keharmonisan, saling percaya dan dorongan sangat baik dari keluarga dan masyarakat, karena semua dipandang baik kepada ketiga riset partisipan. Ketiga riset partisipan merasa senang dan bahagia karena mereka merasa berharga bagi keluarga dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Coopersmith (dalam Anggoro, 2006), lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama yang ditemui oleh individu dan menjadi tempat penting dalam perkembangan hidup seseorang. Di dalam keluarga seseorang dapat merasakan dirinya dicintai, diinginkan, diterima dan dihargai, pada akhirnya membantu individu untuk lebih dapat menghargai dirinya. Suka cita karena


(15)

dihargai dapat dipelihara dengan ucapan pujian yang tulus dan yang diberikan dengan konsisten. Lingkungan sosial merupakan cermin dan kriteria dalam penilaian orang-orang penting dalam dunia sosial individu, individu menyesuaikan dan berintergrasi dengan lingkungan sosialnya dan menginternalisasikan ide dan sikap yang diekspresikan oleh figure kunci dalam kehidupannya. Individu cenderung memberi respon terhadap sikap diri yang sesuai dengan apa yang diekspresikan orang-orang penting dalam kehidupannya.

Coopersmith (dalam Harsini, 2008) menyatakan bahwa Menunjukkan adanya penilaian individu terhadap dirinya sendiri yaitu penilaian terhadap keberartiannya, keberhargaannya termasuk penerimaan dan rasa berarti yang didapat dari lingkungannya, yang ditunjukkan dengan adanya kepedulian, perhatian, dan ekspresi cinta yang diterima individu dari lingkungan sosialnya. Penerimaan dari lingkungan ditandai dengan adanya kehangatan, respon yang baik dari lingkungan dan ketertarikan lingkungan terhadap individu serta menyukai individu sebagaimana adanya diri sendiri.

Selanjutnya analisis mengenai penerimaan diri Coopersmith (dalam Anggoro, 2006) mengemukakan bahwa penilaian diri merupakan kunci yang direfleksikan individu dalam dirinya meliputi sikap, perhatian, dan ekspresi perasaan mereka terhadap diri individu. Eksperesi tersebut dikatakan sebagai penerimaan atau popularitas, kebalikannya disebut sebagai penolakan atau isolasi. Penerimaan ini dibentuk oleh kehangatan, tanggapan, perhatian serta menerima individu sebagaimana adanya. Sedangkan Maslow (1970) mengemukakan bahwa penerimaan diri kemampuan individu untuk mampu menghargai dirinya sendiri, percaya diri, menerima tanggung jawab terhadap perilakunya dan menerima keadaan dirinya apa adanya. Hal tersebut terbukti pada ketiga riset partisipan yang menerima keadaan dirinya dengan kini hidup dengan satu ginjal.


(16)

Perasaan berharga terhadap diri dapat ditumbuhkan melalui pengetahuan yang baik tentang diri serta mampu menilai secara obyektif kelebihan maupun kelemahan yang dimiliki. Peneliti juga menyimpulkan bahwa penerimaan diri ketiga riset partisipan adalah mampu melewati tantangan dalam kehidupannya. Tidak hanya pandai dalam kehidupannya, riet partisipan 1,2 dan 3 juga mampu melihat dirinya dengan kemampuan yang dimilikinya. Riset partisipan 2 dan 3 mengungkapkan dirinya mampu melewati proses sakit hingga kesembuhan sampai dengan upaya-upaya yang dengan cara operasi/diangkat ginjal, laser, cuci darah (hemodialisa) dan pengobatan tradisional dengan cara menggunakan semut jepang. Diri pribadi ketiga riset partisipan tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan individu lainnya, merasa puas dengan hidupnya dan merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.

Selanjutnya analisis mengenai perasaan dibutuhkan dan perasaan berharga diungkapkan oleh Maslow (1970), aspek ini ditunjukan dengan kemampuan individu bahwa dirinya diterima oleh lingkungan, merasa dianggap berguna bagi orang lain. Maslow (1967) mengungkapkan bahwa perasaan dibutuhkan/diterima merupakan perasaan yang dimiliki individu ketika ia dapat diterima sebagai dirinya sendiri oleh suatu kelompok. Ketika seseorang berada pada suatu kelompok dan diperlakukan sebagai bagian dari kelompok tersebut, maka ia akan merasa dirinya diterima serta dihargai oleh anggota kelompok itu. Riset partisipan 1 mengungkapkan bahwa dirinya merasa berguna bagi masyarakat dan lembaga pendidikan yaitu, menjadi ketua RT dan sebagai dosen, begitu juga riset partisipan 2 dan 3 diterima oleh lingkungan masyarakat dan menjadi berguna bagi keluarganya. Penerimaan diri lingkungan ditandai adanya kehangatan, respon baik dari lingkungan dan lingkungan menyukai individu sesuai dengan keadaan diri yang sebenarnya. Coopersmith (dalam Tyas, 2010;33-35).


(17)

Selanjutnya analisis mengenai perasaan mampu diungkapkan oleh Maslow (1970), aspek ini ditunjukan dengan kemampuan individu bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu dengan baik dan memiliki penghargaan yang tinggi serta sikap optimis dalam menghadapi masalah kehidupan. Perasaan mampu merupakan perasaan yang dimiliki oleh individu pada saat dia merasa mampu mencapai suatu hasil yang diharapkan. Individu yang memiliki perasaan mampu umumnya memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis. Individu ini menyukai tugas baru yang menantang, aktif dan tidak cepat bingung bila segala sesuatu berjalan di luar rencana. Mereka tidak menganggap dirinya sempurna tetapi sadar akan keterbatasan diri dan berusaha agar ada perubahan dalam dirinya. Bila individu merasa telah mencapai tujuannya secara efisien maka individu akan menilai dirinya secara tinggi menurut Coopersmith (1967). Kemampuan atau competence menunjukan pada adanya performansi yang tinggi untuk memenuhi keutuhan mencapai kesembuhan dari penyakit gagal ginjal kronik, maka itu dari ketiga riset partisipan mampu menjalani proses sakit yang dialami sampai tahap penyembuhan melalui banyak rintangan yang ketiga riset partisipan alami. Riset partisipan 1 mengatakan bahwa tidak merasa putus asa, tetap semangat dalam kehidupannya, menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasa dan optimis untuk kesembuhan. Sedangkan riset partisipan 2 dan 3 optimis untuk kesembuhan, istri dan anak-anak yang menjadi dorongan penyemangat dalam proses kesembuhan dan yakin Tuhan akan memberikan kesembuhan.

Dari hasil analisis dilihat dan diketahui bahwa harga diri pada klien pasca gagal ginjal kronik, terbukti pada riset partisipan 1,2 dan 3 memiliki harga diri tinggi karena ketiga riset partisipan yang baik penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung dengan akibat-akibatnya. Ketiga riset partisipan melakukan segala tindakan


(18)

sesuai dengan masalah yang dihadapinya yaitu gagal ginjal kronik. Ketiga riset partisipan dapat mengontrol tindakannya terhadap dunia luar dirinya dan dapat menerima kritik dengan baik, tidak hanya menganggap dirinya sempurna. Tetapi tahu keterbatasan diri dan mengharapkan adanya pertumbuhan dalam dirinya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Coopersmith (dalam Dewi, 2010) dan Clemes (1995) bahwa individu yang memilki harga diri tinggi memiliki ciri : mandiri, kreatif, yakin akan gagasan-gagasannya, tingkat kecemasan rendah, mempunyai kenyakinan yang tinggi, melihat dirinya sebagai orang yang berguna dan mempunyai harapan-harapan yang tinggi, lebih berorientasi kepada kebutuhan, mempunyai pendapat sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain. Menurut Myers (2012) harga diri adalah evaluasi diri seseorang secara keseluruhan. Sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif dan negatif. Harga diri sebagai evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat dimana individu itu meyakini diri sendiri bahwa dia mampu, penting, berhasil dan berharga.

4.5 Keterbatasan Penelitian

Dari awal penulisan skripsi berupa proposal skripsi sampai penelitian, ada beberapa kekurangan dan keterbatasan peneliti. Peneliti kesulitan dalam mencari waktu untuk wawancara bersama riset partisipan karena dengan berbagai kesibukan yaitu pelayanan di Gereja, mengajar dan terapi hemodialisa oleh riset partisipan. Ada yang tidak mau menerima peneliti untuk menjadikan riset partisipan dengan alasan tidak mau terbuka dengan penyakitnya.


(1)

Ketiga riset partisipan secara umum merasa puas akan dirinya dan dapat menerima keadaan dirinya, selalu merasa baik dan dapat menghadapi keadaan. Ketika ketiga riset partisipan dalam keadaan memburuk mereka akan berpikir bahwa hal tersebut tidak akan berlangsung lama. Mudah dan senang, tersenyum, memiliki keyakinan positif akan diri sendiri dan keluarga serta lingkungan sekitar sebagai kesatuan. Selalu bersemangat sehingga ketiga riset partisipan mampu menetapkan dan mencapai tujuan yang diharapkan. Harga diri mulai terbentuk setelah lahir, ketika berhadapan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas dan pemahaman tentang diri. Harga diri yang tinggi akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan didalam dunia ini. Hal ini dirasakan oleh ketiga riset partisipan, riset partisipan 1,2 dan 3 memilki harga diri yang cukup tinggi, karena dapat


(2)

mencapai sebuah target yang ketiga riset partisipan diharapkan untuk kesembuhan dari penyakit gagal ginjal kronik. keyakinan itu akan memotovasi ketiga riset partisipan tersebut untuk bersungguh-sungguh mencapai apa yang diinginkan.

4.4 Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek harga diri pada klien pasca gagal ginjla kronik dan mengetahui harga diri pada klien pasca gagal ginjal kronik seperti diungkapkan oleh Coopersmith (1967). Ada beberapa alasan yang menyebabkan klien pasca gagal ginjal kronik menyatakan sikap kesetujuan dan ketidaksetujuan serta menunjukan sejauh mana klien pasca gagal ginjal kronik percaya bahwa dirinya mampu, berarti berhasil dan berharga. Coopersmith (1967) dan Maslow (1970) yaitu, aspek-aspek harga diri yaitu, perasaan berharga, penerimaan diri, perasaan dibutuhkan dan perasaan mampu. Coopersmith (dalam Dewi, 2010) yaitu, harga diri terbagi atas 2, harga diri tinggi dan harga diri rendah.

Dari hasil analisis dapat dilihat dan diketahui bahwa lingkungan keluarga dan lingkungan sosial pada riset partisipan 1,2 dan 3 miliki hubungan keharmonisan, saling percaya dan dorongan sangat baik dari keluarga dan masyarakat, karena semua dipandang baik kepada ketiga riset partisipan. Ketiga riset partisipan merasa senang dan bahagia karena mereka merasa berharga bagi keluarga dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Coopersmith (dalam Anggoro, 2006), lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama yang ditemui oleh individu dan menjadi tempat penting dalam perkembangan hidup seseorang. Di dalam keluarga seseorang dapat merasakan dirinya dicintai, diinginkan, diterima dan dihargai, pada akhirnya membantu


(3)

dihargai dapat dipelihara dengan ucapan pujian yang tulus dan yang diberikan dengan konsisten. Lingkungan sosial merupakan cermin dan kriteria dalam penilaian orang-orang penting dalam dunia sosial individu, individu menyesuaikan dan berintergrasi dengan lingkungan sosialnya dan menginternalisasikan ide dan sikap yang diekspresikan oleh figure kunci dalam kehidupannya. Individu cenderung memberi respon terhadap sikap diri yang sesuai dengan apa yang diekspresikan orang-orang penting dalam kehidupannya.

Coopersmith (dalam Harsini, 2008) menyatakan bahwa Menunjukkan adanya penilaian individu terhadap dirinya sendiri yaitu penilaian terhadap keberartiannya, keberhargaannya termasuk penerimaan dan rasa berarti yang didapat dari lingkungannya, yang ditunjukkan dengan adanya kepedulian, perhatian, dan ekspresi cinta yang diterima individu dari lingkungan sosialnya. Penerimaan dari lingkungan ditandai dengan adanya kehangatan, respon yang baik dari lingkungan dan ketertarikan lingkungan terhadap individu serta menyukai individu sebagaimana adanya diri sendiri.

Selanjutnya analisis mengenai penerimaan diri Coopersmith (dalam Anggoro, 2006) mengemukakan bahwa penilaian diri merupakan kunci yang direfleksikan individu dalam dirinya meliputi sikap, perhatian, dan ekspresi perasaan mereka terhadap diri individu. Eksperesi tersebut dikatakan sebagai penerimaan atau popularitas, kebalikannya disebut sebagai penolakan atau isolasi. Penerimaan ini dibentuk oleh kehangatan, tanggapan, perhatian serta menerima individu sebagaimana adanya. Sedangkan Maslow (1970) mengemukakan bahwa penerimaan diri kemampuan individu untuk mampu menghargai dirinya sendiri, percaya diri, menerima tanggung jawab terhadap perilakunya dan menerima keadaan dirinya apa adanya. Hal tersebut terbukti pada ketiga riset partisipan yang menerima keadaan dirinya dengan kini hidup dengan satu ginjal.


(4)

Perasaan berharga terhadap diri dapat ditumbuhkan melalui pengetahuan yang baik tentang diri serta mampu menilai secara obyektif kelebihan maupun kelemahan yang dimiliki. Peneliti juga menyimpulkan bahwa penerimaan diri ketiga riset partisipan adalah mampu melewati tantangan dalam kehidupannya. Tidak hanya pandai dalam kehidupannya, riet partisipan 1,2 dan 3 juga mampu melihat dirinya dengan kemampuan yang dimilikinya. Riset partisipan 2 dan 3 mengungkapkan dirinya mampu melewati proses sakit hingga kesembuhan sampai dengan upaya-upaya yang dengan cara operasi/diangkat ginjal, laser, cuci darah (hemodialisa) dan pengobatan tradisional dengan cara menggunakan semut jepang. Diri pribadi ketiga riset partisipan tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan individu lainnya, merasa puas dengan hidupnya dan merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.

Selanjutnya analisis mengenai perasaan dibutuhkan dan perasaan berharga diungkapkan oleh Maslow (1970), aspek ini ditunjukan dengan kemampuan individu bahwa dirinya diterima oleh lingkungan, merasa dianggap berguna bagi orang lain. Maslow (1967) mengungkapkan bahwa perasaan dibutuhkan/diterima merupakan perasaan yang dimiliki individu ketika ia dapat diterima sebagai dirinya sendiri oleh suatu kelompok. Ketika seseorang berada pada suatu kelompok dan diperlakukan sebagai bagian dari kelompok tersebut, maka ia akan merasa dirinya diterima serta dihargai oleh anggota kelompok itu. Riset partisipan 1 mengungkapkan bahwa dirinya merasa berguna bagi masyarakat dan lembaga pendidikan yaitu, menjadi ketua RT dan sebagai dosen, begitu juga riset partisipan 2 dan 3 diterima oleh lingkungan masyarakat dan menjadi berguna bagi keluarganya. Penerimaan diri lingkungan ditandai adanya kehangatan, respon baik dari lingkungan dan lingkungan menyukai individu sesuai dengan keadaan diri yang sebenarnya. Coopersmith (dalam Tyas, 2010;33-35).


(5)

Selanjutnya analisis mengenai perasaan mampu diungkapkan oleh Maslow (1970), aspek ini ditunjukan dengan kemampuan individu bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu dengan baik dan memiliki penghargaan yang tinggi serta sikap optimis dalam menghadapi masalah kehidupan. Perasaan mampu merupakan perasaan yang dimiliki oleh individu pada saat dia merasa mampu mencapai suatu hasil yang diharapkan. Individu yang memiliki perasaan mampu umumnya memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis. Individu ini menyukai tugas baru yang menantang, aktif dan tidak cepat bingung bila segala sesuatu berjalan di luar rencana. Mereka tidak menganggap dirinya sempurna tetapi sadar akan keterbatasan diri dan berusaha agar ada perubahan dalam dirinya. Bila individu merasa telah mencapai tujuannya secara efisien maka individu akan menilai dirinya secara tinggi menurut Coopersmith (1967). Kemampuan atau competence menunjukan pada adanya performansi yang tinggi untuk memenuhi keutuhan mencapai kesembuhan dari penyakit gagal ginjal kronik, maka itu dari ketiga riset partisipan mampu menjalani proses sakit yang dialami sampai tahap penyembuhan melalui banyak rintangan yang ketiga riset partisipan alami. Riset partisipan 1 mengatakan bahwa tidak merasa putus asa, tetap semangat dalam kehidupannya, menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasa dan optimis untuk kesembuhan. Sedangkan riset partisipan 2 dan 3 optimis untuk kesembuhan, istri dan anak-anak yang menjadi dorongan penyemangat dalam proses kesembuhan dan yakin Tuhan akan memberikan kesembuhan.

Dari hasil analisis dilihat dan diketahui bahwa harga diri pada klien pasca gagal ginjal kronik, terbukti pada riset partisipan 1,2 dan 3 memiliki harga diri tinggi karena ketiga riset partisipan yang baik penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung dengan akibat-akibatnya. Ketiga riset partisipan melakukan segala tindakan


(6)

sesuai dengan masalah yang dihadapinya yaitu gagal ginjal kronik. Ketiga riset partisipan dapat mengontrol tindakannya terhadap dunia luar dirinya dan dapat menerima kritik dengan baik, tidak hanya menganggap dirinya sempurna. Tetapi tahu keterbatasan diri dan mengharapkan adanya pertumbuhan dalam dirinya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Coopersmith (dalam Dewi, 2010) dan Clemes (1995) bahwa individu yang memilki harga diri tinggi memiliki ciri : mandiri, kreatif, yakin akan gagasan-gagasannya, tingkat kecemasan rendah, mempunyai kenyakinan yang tinggi, melihat dirinya sebagai orang yang berguna dan mempunyai harapan-harapan yang tinggi, lebih berorientasi kepada kebutuhan, mempunyai pendapat sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain. Menurut Myers (2012) harga diri adalah evaluasi diri seseorang secara keseluruhan. Sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif dan negatif. Harga diri sebagai evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat dimana individu itu meyakini diri sendiri bahwa dia mampu, penting, berhasil dan berharga.

4.5 Keterbatasan Penelitian

Dari awal penulisan skripsi berupa proposal skripsi sampai penelitian, ada beberapa kekurangan dan keterbatasan peneliti. Peneliti kesulitan dalam mencari waktu untuk wawancara bersama riset partisipan karena dengan berbagai kesibukan yaitu pelayanan di Gereja, mengajar dan terapi hemodialisa oleh riset partisipan. Ada yang tidak mau menerima peneliti untuk menjadikan riset partisipan dengan