PEMBERDAYAAN BENDA MANIPULATIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas II SD di Kota Bandung Tahun Pelajaran 2008/2009.

(1)

i

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK……. ... v

DAFTAR ISI ... ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Definisi Operasional ... 12

F. Hipotesis Penelitian ... 12

G. Metode Penelitian... 13

H. Lokasi dan Sampel Penelitian... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika ... 15

B. Pengertian Benda Manipulatif. ... 21

C. Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Benda Manipulatif ... 22

D. Konsep Perkalian dan Pembagian ... 26

E. Penanaman Konsep Perkalian dan Pembagian ... 29

F. Kemampuan Pemahaman Matematika ... 31

G. Kemampuan Penalaran Matematika ... 33

H. Teori Belajar yang Berkaitan Dengan Benda Manipulatif ... 38

I. Penelitian yang Relevan... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 54

B. Subjek Penelitian ... 55

C. Variabel Penelitian ... 57

D. Instrumen Penelitian ... 57

1. Tes (Mengukur Pemahaman dan Penalaran) ... 58

2. Angket Sikap Siswa ... 66

3. Lembar Observasi ... 66

4. Wawancara ... 67

5. Kuisioner ... 67

6. Catatan Lapangan ... 68


(2)

ii

F. Bahan Ajar... ... 70

G. Kegiatan Pembelajaran ... 71

H. Teknik Pengumpulan Data ... 72

I. Teknik Pengolahan Data ... 72

J. Teknik Analisis Data ... 73

K. Jadwal Penelitian ... 74

L. Prosedur Penelitian ... 74

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 77

1. Penggunaaan Benda Manipulatif dalam Pembelajaran ... 78

a. Karakteristik Benda Manipulatif yang Digunakan... 78

b. Kegiatan Pembelajaran Menggunakan Benda Manipulatif... 80

2. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran ... 96

a. Pengetahuan Awal Siswa... 96

b. Pengetahuan Akhir Siswa... 102

c. Gain Normal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran... 109

3. Tanggapan Siswa Terhadap pembelajaran... 122

4. Tanggapan Guru Terhadap Pembelajaran... 131

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 136

1. Pemanfaatan Benda Manipulatif Dalam Matematika... 136

2. Kemampuan Pemahaman Siswa ... 141

3. Kemampuan Penalaran Siswa ... 147

4. Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran ... 154

5. Tanggapan Guru Terhadap Pembelajaran ... 157

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan. ... 159

B. Rekomendasi ... 160

DAFTAR PUSTAKA ... 165

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 170


(3)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Hasil Analisis Validitas Butir Soal Pemahaman... 61

3.2 Hasil Analisis Validitas Butir Soal Penalaran... 61

3.3 Hasil Perhitungan Reliabilitas Soal Pemahaman dan Penalaran……... 62

3.4 Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Soal Pemahaman... 63

3.5 Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Soal Penalaran... 64

3.6 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal Pemahaman... 65

3.7 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal Penalaran... 65

4.1 Indikator Pembelajaran dan Benda Manipulatif yang Digunakan... 79

4.2 Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-Rata, Standar Deviasi Skor Pretes Kemampuan Pemahaman... 97

4.3 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Pemahaman... 98

4.4 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Pemahaman... 99

4.5 Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-Rata, Standar Deviasi Skor Pretes Kemampuan Penalaran... 100

4.6 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran... 101

4.7 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran... 101

4.8 Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-Rata, Standar Deviasi Skor Postes Kemampuan Pemahaman... 103

4.9 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Pemahaman... 104

4.10 Hasil Homogenitas Skor Postes Kemampuan Pemahaman... 105

4.11 Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-Rata, Standar Deviasi Skor Postes Kemampuan Penalaran... 106

4.12 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Penalaran... 108

4.13 Hasil Homogenitas Skor Postes Kemampuan Penalaran ………... 108

4.14 Gain Tertinggi, Gain Terendah, Rata-Rata, dan Standar Deviasi Gain Normal Kemampuan Pemahaman………..……….... ….... 110

4.15 Hasil Uji Normalitas Gain Normal Kemampuan Pemahaman... 112

4.16 Hasil Uji Homogenitas Gain Normal Kemampuan Pemahaman…... 112 4.17 Gain Tertinggi, Gain Terendah, Rata-Rata, dan Standar Deviasi


(4)

iv

Gain Normal Kemampuan Penalaran ………. 117 4.18 Hasil Uji Normalitas Gain Normal Kemampuan Penalaran.……... 118 4.19 Hasil Homogenitas Gain Normal Kemampuan Penalaran……….… 119 4.20 Rekapitulasi Hasil Jawaban Angket Sikap Siswa Terhadap

Pelajaran Matematika …...………. 124 4.21 Rekapitulasi Hasil Jawaban Angket Siswa Terhadap Kesungguhan/Motivasi dalam Pelajaran Matematika... 125 4.22 Rekapitulasi Hasil Jawaban Angket Sikap Siswa Terhadap

Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Benda Manipulatif 127 4.23 Rekapitulasi Hasil Jawaban Angket Sikap Siswa Terhadap Manfaat dan Motivasi Selama Pembelajaran Matematika dengan

Menggunakan Benda Manipulatif... 128 4.24 Rekapitulasi Hasil Jawaban Angket Sikap Siswa Terhadap

Soal-Soal yang Diberikan...… 129 4.25 Rekapitulasi Hasil Jawaban Angket Sikap Siswa Terhadap


(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Gambar Unsur Penting Dalam Pembelajaran Matematika... 16

3.1 Bagan Alur Penelitian... 76

4.1 Kegiatan Siswa dalam Menyusun dan Menggambar Kancing……... 83

4.2 Kegiatan Siswa Menghitung Banyaknya Kubus Satuan... 88

4.3 Kegiatan Siswa Dalam Merepresentasikan Hasil Pekerjaannya……….…. 89

4.4 Kegiatan Siswa Ketika Merepresentasikan Hasil Pekerjaannya di Depan Kelas………. 90

4.5 Kegiatan Siswa Ketika Berdiskusi………... 91

4.6 Kegiatan Mepresentasikan Hasil Pekerjaannya di Depan Kelas………... 93

4.7 Kegiatan Siswa Memanipulasi Bilangan... 95

4.8 Diagram Batang Rata-Rata Skor Pretes Pemahaman... 97

4.9 Diagram Batang Rata-Rata Skor Pretes Penalaran... 100

4.10 Diagram Batang Rata-Rata Skor Postes Kemampuan Pemahaman ... 103

4.11 Diagram Batang Rata-Rata Skor Postes Kemampuan Penalaran... 107

4.12 Diagram Batang Rata-Rata Gain Normal Kemampuan Pemahaman... 111

4.13 Interaksi Pembelajaran dengan Kualifikasi Sekolah Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman... 115

4.14 Diagram Batang Rata-Rata Gain Normal Kemampuan Penalaran... 117

4.15 Interaksi Pembelajaran dengan Kualifikasi SekolahTerhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran... 121


(6)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

3.1 Kisi-Kisi Soal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran ... 170

3.2 Soal Pemahaman dan Penalaran ... 171

3.3 Hasil Uji Instrumen Pemahaman ... 174

3.4 Hasil Uji Instrumen Penalaran ... 177

3.5 Kisi-Kisi Angket Siswa ... 180

3.6 Angket Siswa ... 181

3.7 Lembar Observasi Siswa ... 182

3.8 Lembar Observasi Guru ... 183

3.9 Pedoman Wawancara Siswa ... 185

3.10 Lembar Kuisioner Untuk Guru ... 186

3.11 Lembar Catatan lapangan ... 187

3.12 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 188

3.13 Lembar Aktivitas Siswa ... 197

4.1 Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi Tinggi Kelas Eksperimen ... 218

4.2 Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi Tinggi Kelas Kontrol ... 219

4.3 Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi Sedang Kelas Eksperimen ... 220

4.4 Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi Sedang Kelas Kontrol ... 221

4.5 Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi Rendah Kelas Eksperimen ... 222

4.6 Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi Rendah Kelas Kontrol ... 223

4.7 Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi Tinggi Kelas Eksperimen ... 224

4.8 Skor Pretes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi Tinggi Kelas Kontrol ... 225


(7)

vii

4.9 Skor Pretes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

Sedang Kelas Eksperimen ... 226 4.10 Skor Pretes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

Sedang Kelas Kontrol ... 227 4.11 Skor Pretes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

Rendah Kelas Eksperimen ... 228 4.12 Skor Pretes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

Rendah Kelas Kontrol ... 229 4.13 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Pemahaman

Dan Penalaran ... 230 4.14 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Pemahaman

Dan Penalaran ... 231 4.15 Skor Postes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi

Tinggi Kelas Eksperimen ... 232 4.16 Skor Postes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi

Tinggi Kelas Kontrol ... 233 4.17 Skor Postes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi

Sedang Kelas Eksperimen ... 234 4.18 Skor Postes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi

Sedang Kelas Kontrol ... 235 4.19 Skor Postes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi

Rendah Kelas Eksperimen ... 236 4.20 Skor Postes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi

Rendah Kelas Kontrol ... 237 4.21 Skor Postes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi

Tinggi Kelas Eksperimen ... 238 4.22 Skor Postes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

Tinggi Kelas Kontrol ... 239 4.23 Skor Postes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

Sedang Kelas Eksperimen ... 240 4.24 Skor Postes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi


(8)

viii

Sedang Kelas Kontrol ... 241 4.25 Skor Postes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

Rendah Kelas Eksperimen ... 242 4.26 Skor Postes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

Rendah Kelas Kontrol ... 243 4.27 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Pemahaman

Dan Penalaran ... 244 4.28 Hasil Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Pemahaman

Dan Penalaran ... 245 4.29 Hasil Uji ANOVA Dua Jalur Skor Postes Kemampuan Pemahaman . 246 4.30 Hasil Uji ANOVA Dua Jalur Skor Postes Kemampuan Penalaran ... 247 4.31 Gain Normal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Sekolah Kualifikasi Tinggi Kelas Eksperimen ... 248 4.32 Gain Normal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Sekolah Kualifikasi Tinggi Kelas Kontrol ... 249 4.33 Gain Normal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Sekolah Kualifikasi Sedang Kelas Eksperimen ... 250 4.34 Gain Normal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Sekolah Kualifikasi Sedang Kelas Kontrol ... 251 4.35 Gain Normal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Sekolah Kualifikasi Rendah Kelas Eksperimen ... 252 4.36 Gain Normal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Sekolah Kualifikasi Rendah Kelas Kontrol ... 253 4.37 Hasil Uji Normalitas Gain Normal Kemampuan Pemahaman

Dan Penalaran ... 254 4.38 Hasil Uji Homogenitas Gain Normal Kemampuan Pemahaman

Dan Penalaran ... 255 4.39 Hasil Uji ANOVA Dua Jalur Gain Normal Kemampuan Pemahaman 256 4.40 Hasil Uji ANOVA Dua Jalur Gain Normal Kemampuan Penalaran ... 257 4.41 Hasil Rekapitulasi Angket Siswa ... 258 4.42 Hasil Observasi Kegiatan Siswa ... 259


(9)

ix

4.43 Rangkuman Hasil wawancara dengan Siswa ... 262

4.44 Hasil Observasi Kegiatan Guru Pada Sekolah Kualifikasi Tinggi ... 264

4.45 Hasil Kuisioner Guru ... 273


(10)

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menghadapi era globalisasi sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Selain perkembangan yang pesat, perubahan juga terjadi dengan cepat. Karenanya diperlukan kemampuan untuk memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Untuk menghadapi tantangan era globalisasi tersebut, diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan berpikir sistematis, logis, kritis dan kreatif dalam mengkomunikasikan gagasan atau dalam memecahkan masalah. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika.

Matematika memiliki peranan yang sangat penting karena banyak persoalan dalam kehidupan yang memerlukan kemampuan matematika, seperti menghitung, mengukur, dan menimbang. Misalnya untuk menghitung banyaknya benda, mengukur jarak atau luas suatu benda, sampai dengan menimbang berat benda tersebut.

Matematika adalah bidang studi yang diajarkan sejak siswa berada di sekolah dasar, bahkan mulai diperkenalkan pada siswa taman kanak-kanak, hal ini dimaksudkan agar siswa tidak merasa asing dengan materi ajar matematika dan


(12)

mampu menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Materi matematika yang diberikan di Sekolah Dasar (SD) merupakan konsep dasar yang banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu diperlukan penguasaan yang memadai terhadap konsep matematika

Menyadari akan peran penting matematika dalam kehidupan, maka belajar matematika selayaknya merupakan kebutuhan dan menjadi kegiatan yang menyenangkan. Namun kenyataannya bahwa matematika kurang diminati oleh para siswa, bahkan belajar matematika seakan menakutkan bagi mereka. Hal ini terjadi karena pembelajaran matematika selama ini cenderung hanya berupa menghitung angka-angka, yang seolah-olah tidak ada makna dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari apalagi untuk memecahkan masalah yang terjadi di sekitarnya.

Pemerintah berupaya meningkatan mutu pendidikan yang dilakukan secara menyeluruh meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Pengembangan aspek-aspek tersebut dilakukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kecakapan hidup (life skill) melalui seperangkat kompetensi, agar siswa dapat bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil pada masa yang akan datang.

Mencermati hal tersebut, pemerintah menjelaskan tujuan pembelajaran matematika pada Kurikulum 2006 (KTSP) yang berbunyi:

Tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah untuk:

1. Memahami konsep matematika. Menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.


(13)

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam menggunakan generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (BSNP, 2006)

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika tersebut maka pemilihan strategi pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk aktif baik secara mental, fisik, maupun sosial dengan mengutamakan keterlibatan seluruh indera, rasa, karsa, dan nalar siswa menjadi penting. Dengan harapan agar pembelajaran yang dilakukan tidak semata-mata mengacu kepada transfer informasi dan pengetahuan semata, tetapi dapat lebih memahami dan mengembangkan kemampuan penalaran siswa.

Untuk dapat mensukseskan pencapaian tujuan pembelajaran maka diperlukan adanya kerjasama yang baik oleh setiap unsur yang terkait dalam pelaksanaan pendidikan. Pelaksana utama yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, dalam hal ini adalah guru, perlu merubah sikap dan pola pembelajaran yang dilakukan. Dalam melakukan pembelajaran di kelas, guru harus memperhatikan kemampuan kognitif siswa. Berbagai teori belajar yang membahas tentang kemampuan kognitif siswa sekolah dasar menegaskan bahwa pembelajaran matematika harus mampu menjembatani kemampuan berpikir siswa yang masih operasional konkrit dengan matematika yang secara konseptual abstrak.


(14)

Pada usia sekolah dasar (7-12 tahun) anak dapat berpikir logis tetapi secara perseptual orientasinya masih dibatasi dengan realitas fisik (Piaget dalam Reys, dkk, 1989). Sementara menurut Bruner (Reys, et.al., 1989) anak dapat melakukan manipulasi objek, mengkonstruksi dan menyusun objek konkrit sehingga anak dapat berinteraksi secara langsung dengan benda fisik. Pada tahap yang lebih tinggi, anak mulai mampu menggunakan gambar untuk memahami situasi.

Kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai sumber belajar yang ada di sekitar kehidupan siswa dan ada di lingkungan sekolah. Selanjutnya sumber belajar dapat memakai benda-benda manipulatif yang ada di sekitar siswa, untuk dapat lebih menjelaskan konsep matematika yang abstrak menjadi lebih konkrit. Benda-benda manipulatif tersebut akan lebih bermakna bila berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Diharapkan pembelajaran dengan menggunakan benda-benda manipulatif, siswa dapat lebih memahami dan mampu menggunakan penalarannya sehingga diharapkan siswa dapat memiliki kompetensi untuk bersaing dalam era globalisasi ini.

Harapan tersebut tidak terlalu berlebihan karena matematika banyak berkaitan dengan kehidupan sehari-hari khususnya pada materi perkalian dan pembagian. Penanaman konsep perkalian dan pembagian di kelas II dapat dilakukan dengan menggunakan benda-benda manipulatif. Untuk konsep perkalian dapat digunakan susunan kancing, susunan kubus-kubus satuan, gambar-gambar, tabel perkalian bahkan permainan (misalnya permainan dadu). Untuk penanaman konsep pembagian dapat dilakukan dengan cara memberikan siswa sebungkus kacang kulit kemudian meminta meraka untuk membagikannya


(15)

sama rata kepada teman-temannya (anggota kelompoknya), bermain kartu, dan sebagainya.

Penggunaan benda manipulatif akan memberi banyak keuntungan kepada siswa karena siswa dapat memahami dengan baik konsep dan karakteristik materi yang disampaikan. Selanjutnya guru akan menjadi lebih kreatif dalam menggunakan dan memilih benda manipulatif yang sesuai dengan materi ajar yang akan disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan kemampuan penalarannya yang nantinya diharapkan akan meningkatkan hasil belajar siswa.

Selama ini pembelajaran matematika dipandang sebagai pelajaran yang ”menyeramkan”. Hal ini disebabkan bukan karena mereka tidak senang pada pelajaran matematika, tetapi mereka merasa jenuh. Sikap jenuh mereka dikarenakan pembelajaran matematika yang diberikan selama ini hanya berupa pelajaran klasikal yang konvensional. Pembelajaran lebih banyak di dominasi oleh guru mengajar (teacher centre). Aktivitas mereka kurang antusias, hal ini terlihat jelas ketika pembelajaran berlangsung. Siswa hanya mendengarkan dan menyimak guru mengajar. Siswa tidak berani bertanya apalagi untuk mengeluarkan pendapat.

Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika tersebut membuat kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep matematika belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Hasil evaluasi Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 1999 menjelaskan bahwa siswa Indonesia


(16)

menduduki peringkat ke-34 dari 38 negara. Kemudian pada tahun 2003, siswa Indonesia berada pada urutan ke-34 dari 45 negara.

Hasil penelitian TIMSS tersebut didukung oleh hasil penelitian Wahyudin (1999) yang merinci bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika yaitu siswa kurang memahami dan menggunakan nalar yang baik dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Lebih lanjut Wahyudin (1999: 251-252) menemukan bahwa kelemahan siswa dalam belajar matematika adalah kurang memiliki pengetahuan materi prasyarat yang baik, kurang memiliki kemampuan untuk memahami serta konsep-konsep dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah, dan teorema), kurang memiliki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak atau mengenali sebuah persoalan atau soal-soal matematika, kurang memiliki kemampuan menyimak kembali sebuah jawaban yang diperoleh, dan kurang memiliki penalaran yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika.

Salah satu penyebab rendahnya kualitas pemahaman matematika siswa di SD dan SMP menurut hasil survey IMSTEP-JICA (1999) di kota Bandung adalah karena dalam proses pembelajaran matematika guru umumnya lebih berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal yang lebih bersifat prosedural dan mekanistis dari pada berkonsentrasi pada penanaman pemahaman dan kemampuan penalaran matematika siswa. Hal tersebut senada dengan hasil penelitian yang dilakukan Zulkardi (2001:1) dan Turmudi (2008:1) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya prestasi


(17)

belajar matematika adalah faktor metode mengajar matematika yang masih berpusat pada guru, sementara siswa cenderung pasif.

Di antara berbagai kompetensi yang diharapkan muncul sebagai dampak dari pembelajaran matematika, kemampuan pemahaman dan kemampuan penalaran matematis merupakan dua kemampuan yang sangat penting dalam mencapai hasil belajar matematika yang optimal. Kemampuan pemahaman merupakan kemampuan yang sangat penting dalam mencapai hasil belajar matematika yang optimal. Kemampuan pemahaman merupakan kemampuan memahami suatu materi dan dapat menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kemampuan penalaran merupakan kemampuan untuk menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Kemampuan pemahaman dan penalaran memang seharusnya perlu dikembangkan karena dalam doing mathematics melibatkan kegiatan pemahaman dan penalaran.

Salah satu manfaat melakukan kegiatan pemahaman dan kegiatan bernalar dalam pembelajaran matematika adalah membantu siswa meningkatkan kemampuan dalam matematika, yaitu dari yang hanya sekedar mengingat fakta, aturan dan prosedur (Nasution, 2001:4) kepada kemampuan pemahaman (Sumarmo, 1987). Kemampuan pemahaman siswa dalam mempelajari matematika tidak terpisah-pisah antara satu konsep dengan konsep lain saling terkait. Pemahaman siswa pada topik tertentu akan menuntut pemahaman siswa pada topik sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pandangan matematika sebagai ilmu yang terstruktur.


(18)

Membangun pemahaman pada setiap kegiatan belajar matematika akan memperluas pengetahuan matematika yang dimiliki. Semakin luas pengetahuan tentang ide/gagasan matematika yang dimiliki, semakin bermanfaat dalam menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi. Dengan pemahaman diharapkan tumbuh kemampuan siswa untuk dapat menggunakan penalarannya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

Pentingnya pembelajaran matematika dengan menggunakan penalaran juga telah direkomendasikan oleh NCTM (2000:29) yang mengungkapkan bahwa matematika merupakan penalaran, artinya jika seseorang menggunakan matematika, maka ia tidak terlepas dari aktivitas bernalar dan dapat diberikan sejak awal persekolahan.

National Council of Supervisors of Mathematics (NCSM) juga merekondasikan pengembangan kemampuan penalaran matematika yang esensial untuk siswa (Reys, et al., 1998:13) sehingga siswa dapat belajar membuat investigasi bebas dari ide-ide matematika, mampu mengidentifikasi dan memperluas pola-pola dan menggunakan pengalaman serta observasi untuk membuat konjektur-konjektur, dapat belajar menggunakan counter example untuk membuktikan suatu konjektur, menggunakan model-model, mengetahui fakta-fakta dan argumentasi logis untuk memvalidasi suatu konjektur, serta mampu membedakan antara argumen-argumen valid dan tidak valid.

Kemampuan pemahaman dan penalaran matematis merupakan bagian integral dari pemecahan masalah matematika. Sedangkan pemecahan matematika merupakan esensi dari proses pembelajaran matematika. Oleh karena itu,


(19)

pembelajaran matematika yang mampu mengingkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa menjadi sangat penting untuk dilakukan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dan kenyataan yang kontradiktif di lapangan, penulis beranggapan bahwa dalam belajar matematika diperlukan suatu pembelajaran dengan menggunakan benda-benda manipulatif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini senada dengan pendapat Piaget yang berpendapat bahwa siswa pada usia sekolah dasar masih dalam tahap konkrit. Sedangkan Dienes berpendapat bahwa siswa mengkonstruksi pengetahuan melalui refleksi terhadap aksi-aksi yang dilakukan baik yang bersifat fisik maupun mental. Selain itu, dasar filosofi Montessori juga merekomendasikan bahwa dalam membelajarkan siswa, seorang guru harus memahami perkembangan siswa secara menyeluruh. Dengan demikian, maka pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif diharapkan dapat merubah sikap siswa menjadi senang dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran (terutama pembelajaran matematika) serta dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa sekolah dasar.

B. Rumusan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai masalah yang diteliti, serta berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi:

1. Bagaimana penggunaan benda manipulatif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman siswa?


(20)

2. Bagaimana penggunaan benda manipulatif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa?

3. Bagaimana peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif?

4. Bagaimana peningkatan kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif?

5. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif?

6. Bagaimana tanggapan guru terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Menelaah penggunaan benda manipulatif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman siswa.

2. Menelaah penggunaan benda manipulatif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa.

3. Menelaah peningkatan kemampuan pemahaman siswa setelah belajar dengan menggunakan benda manipulatif dalam pembelajaran matematika.

4. Menelaah peningkatan kemampuan penalaran siswa setelah belajar dengan menggunakan benda manipulatif dalam pembelajaran matematika.

5. Menelaah tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif.


(21)

6. Menelaah tanggapan guru terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan benda-benda manipulatif.

D. Manfaat Penelitian.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti dalam pemilihan kegiatan pembelajaran matematika di kelas khususnya dalam usaha meningkatkan pemahaman dan kemampuan penalaran siswa melalui pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif. Masukan-masukan diantaranya adalah: 1. Pembelajaran matematika menggunakan benda manipulatif dapat dijadikan

sebagai salah satu alternatif model pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman siswa.

2. Pembelajaran matematika menggunakan benda manipulatif dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran siswa.

3. Dapat dijadikan gambaran tentang peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif

4. Dapat dijadikan gambaran tentang peningkatan kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif 5. Dapat dijadikan gambaran tentang tanggapan siswa yang memperoleh

pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif.

6. Dapat dijadikan gambaran tentang tanggapan guru yang memberikan pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif.


(22)

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:

1. Benda manipulatif adalah seperangkat benda konkrit yang dirancang, dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika.

2. Kemampuan pemahaman merupakan kemampuan memahami suatu materi dan dapat menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini siswa dapat merumuskan cara mengerjakan atau menyelesaikan suatu butir soal secara algoritmik, penerapan suatu perhitungan sederhana, penggunaan simbol untuk mempresentasikan konsep, dan mengubah suatu bentuk ke bentuk lain. 3. Kemampuan penalaran merupakan kemampuan untuk menarik kesimpulan

berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Kemampuan ini meliputi kemampuan untuk belajar bereksplorasi, menyelidiki konjektur, membuat generalisasi serta menggunakan beragam cara untuk membuktikannya.

F. Hipotesis Penelitian.

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas maka hipotesis penelitiannya adalah:

1. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman antara siswa yang belajar matematika dengan menggunakan benda manipulatif dan siswa yang belajar


(23)

matematika dengan cara konvensional ditinjau dari kualifikasi sekolah tinggi, sedang dan rendah.

2. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran antara siswa yang belajar matematika dengan menggunakan benda manipulatif dan siswa yang belajar matematika dengan cara konvensional ditinjau dari kualifikasi sekolah tinggi, sedang dan rendah.

3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman antara siswa yang belajar matematika dengan menggunakan benda manipulatif dan siswa yang belajar matematika dengan cara konvensional ditinjau dari kualifikasi sekolah tinggi, sedang dan rendah.

4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran antara siswa yang belajar matematika dengan menggunakan benda manipulatif dengan siswa yang belajar dengan cara konvensional ditinjau dari kualifikasi sekolah tinggi, sedang dan rendah.

Untuk kepentingan penelitian ini, keempat hipotesis tersebut selanjutnya diuji dan dianalisis menggunakan statistik. Berdasarkan inferensi statistik ini, selanjutnya dilakukan analisis dan pembahasan lebih lanjut sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih bermakna dan rinci.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen dengan dua kelompok sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen melakukan pembelajaran dengan menggunakan benda-benda manipulatif. Sementara itu, kelas kontrol (pembanding) melakukan pembelajaran konvensional (tidak menggunakan benda


(24)

manipulatif). Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan lima jenis instrumen, yaitu : tes kemampuan pemahaman dan penalaran, lembar observasi, angket sikap untuk siswa dan kuisioner untuk guru, catatan lapangan dan wawancara.

H. Lokasi dan Sampel Penelitian

Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu menggolongkan sekolah ke dalam tiga kategori, yaitu kualifikasi sekolah tinggi, sedang dan rendah, berdasarkan data hasil nilai UASBN 2007/2008 dari dinas pendidikan kota setempat. Kemudian didapat bahwa populasi dari penelitian ini adalah siswa SD kelas II pada SDN Sukarasa 4 dan 5 mewakili sekolah dengan kualifikasi tinggi, SDN Isola II mewakili sekolah dengan kualifikasi sedang, dan SDN Sukarasa I mewakili sekolah dengan kualifikasi rendah di Kota Bandung.


(25)

54 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen dengan dua kelompok sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Menurut Ruseffendi (2005:35) penelitian eksperimen adalah penelitian yang benar-benar untuk melihat hubungan sebab akibat. Kelas eksperimen melakukan pembelajaran dengan menggunakan benda-benda manipulatif. Sementara itu, kelas kontrol (pembanding) melakukan pembelajaran konvensional (tidak menggunakan benda manipulatif).

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah “pretest-postest control group design” atau desain kelompok pretes-postes yang melibatkan dua kelompok (Sudjana, 2004:9). Unit-unit penelitian ditentukan berdasarkan kategori sekolah, kategori pembelajaran dan kategori kemampuan matematika siswa. Kategori sekolah dibedakan ke dalam tiga kategori berdasarkan kualifikasi sekolah (hasil nilai UASBN 2007/2008). Kualifikasi sekolah dibagi ke dalam tiga kategori yaitu sekolah kualifikasi tinggi, sekolah kualifikasi sedang, dan sekolah kualifikasi rendah. Kategori pembelajaran dibedakan kedalam dua jenis pembelajaran, yaitu pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif dan pembelajaran konvensional (tidak menggunakan benda manipulatif). Dari kedua kategori pembelajaran ini diteliti dampak yang muncul dalam diri subjek sebagai akibat dari perlakuan pembelajaran, yaitu kemampuan pemahaman dan penalaran siswa. Kontribusi dari masing-masing pembelajaran ini dianalisis melalui pengujian statistik sehingga diperoleh kejelasan tentang pembelajaran


(26)

55 yang paling tepat (appropriate) dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa.

Desain penelitian eksperimen ini menurut Ruseffendi (1998), dapat digambarkan sebagai berikut:

A O X O O O Keterangan:

A : Pengambilan sampel sekolah secara acak menurut kualifikasi sekolah O : Pretes dan postes (tes kemampuan pemahaman dan penalaran)

X : Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif.

B. Subjek Penelitian

Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu menggolongkan sekolah ke dalam tiga ketegori, yaitu kualifikasi sekolah tinggi, sedang dan rendah, berdasarkan data hasil nilai UASBN 2007/2008 dari dinas pendidikan kota setempat. Dari setiap kategori sekolah dipilih secara acak satu sekolah. Dari pemilihan secara acak tersebut maka terpilih sekolah kualifikasi tinggi, sedang dan rendah. Kemudian didapat bahwa populasi dari penelitian ini adalah siswa SD kelas II pada SDN Sukarasa 4 dan 5, SDN Isola II, dan SDN Sukarasa I di Kota Bandung. Adapun karakteristik dari siswa pada sekolah tersebut adalah sebagai berikut:

1. SDN Sukarasa 4 dan 5 mewakili sekolah kualifikasi tinggi • Merupakan sekolah berkualifikasi baik di Kota Bandung • Nilai UASBN tahun pelajaran 2007/2008 adalah 23,33


(27)

56 • Sebahagian besar lulusannya diterima di SMP unggulan di Kota Bandung • Latar belakang orang tua siswa sebagian besar dari pegawai negri dan

wirasasta, sehingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan siswa dalam proses pembelajaran dapat dipenuhi oleh komite sekolah dengan cepat. • Lokasi sekolah berada + 500 meter dari kampus UPI dan berada di tengah

komplek perumahan serta mempunyai halaman yang cukup luas 2. SDN Isola II mewakili sekolah kualifikasi sedang

• Merupakan sekolah berkualifikasi sedang di Kota Bandung • Nilai UASBN tahun pelajaran 2007/2008 adalah 20,46

• Latar belakang orang tua siswa sebagian besar dari pegawai swasta dan wirasasta, sehingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan siswa dalam proses pembelajaran kurang dapat dipenuhi oleh komite sekolah dengan cepat.

• Lokasi sekolah berada + 50 meter dari kampus UPI 3. SDN Sukarasa I mewakili sekolah kualifikasi rendah

• Merupakan sekolah berkualifikasi rendah di Kota Bandung • Nilai UASBN tahun pelajaran 2007/2008 adalah 18,98

• Latar belakang orang tua siswa sebagian besar dari pegawai swasta dan buruh, sehingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan siswa dalam proses pembelajaran kurang dapat dipenuhi oleh komite sekolah dengan cepat. • Lokasi sekolah berada + 1 KM dari kampus UPI

Sampel penelitian diambil dari kelas dua, dengan pertimbangan para siswa sudah memiliki kemampuan membaca dan menulis, telah memiliki kemampuan


(28)

57 dasar matematika relatif lebih homogen, serta masih dalam tahap operasional konkrit. Subjek penelitian sebanyak 198 siswa dari tiga sekolah. Kemudian terpilih secara acak kelas A sebagai kelas eksperimen dan kelas B sebagai kelas kontrol.

Dalam penelitian ini, yang melakukan pembelajaran matematika di kedua kelas penelitian pada setiap sekolah adalah masing-masing guru di sekolah tersebut (6 orang guru). Untuk menjaga agar guru di sekolah berbeda melakukan hal yang relatif sama dalam pembelajaran, sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan beberapa pertemuan dengan peneliti untuk melakukan diskusi. Untuk kelas eksperimen kemudian diadakan pelatihan guru agar guru lebih paham tentang pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas (Independent Variables) dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif.

2. Variabel terikat (dependent variables) dalam penelitian ini adalah kemampuan pemahaman dan kemampuan penalaran.

D. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan lima jenis instrumen, yaitu : tes kemampuan pemahaman dan penalaran, lembar observasi, angket sikap untuk siswa dan kuisioner untuk guru, catatan lapangan dan wawancara. Tes digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman dan


(29)

58 penalaran siswa. Lembar observasi digunakan untuk memonitor pelaksanaan kegiatan pembelajaran serta untuk mengamati aktivitas siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Angket diberikan untuk mengukur sikap siswa terhadap pembelajaran menggunakan benda-benda manipulatif. Kuisioner diberikan pada guru untuk mengetahui tanggapan guru terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif. Catatan lapangan dibuat oleh peneliti untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya dari pembelajaran yang dilakukan. Wawancara kepada siswa untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif.

1. Tes (Mengukur Kemampuan Pemahaman dan Penalaran)

Tes kemampuan pemahaman dan penalaran dalam penelitian ini berupa soal-soal pemahaman yang kontekstual yang berkaitan dengan materi perkalian dan pembagian. Kemampuan pemahaman siswa diukur melalui kemampuan siswa dalam mendefinisikan konsep secara verbal dan tertulis; mengidentifikasi membuat contoh dan bukan contoh; menggunakan model, diagram, dan simbol-simbol untuk mempresentasikan suatu konsep, dan mengubah suatu bentuk presentasi ke dalam bentuk lain

Sedangkan tes penalaran berupa soal-soal penalaran yang kontekstual yang berkaitan dengan materi perkalian dan pembagian. Kemampuan penalaran siswa diukur melalui kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan logis, memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat dan hubungan, memperkirakan jawaban dan proses solusi, menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik, menyusun dan menguji konjektur,


(30)

59 merumuskan lawan contoh, mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, menyusun argumen yang valid, menyusun pembuktian langsung dan tidak langsung serta menggunakan induksi matematika.

Bentuk soal tes ini adalah soal tes uraian untuk mengukur kemampuan pemahaman dan penalaran siswa. Tes kemampuan pemahaman terdiri dari lima soal dan tes kemampuan penalaran terdiri dari lima soal. Dalam penyusunan tes kemampuan pemahaman dan penalaran dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut:

a. Membuat kisi-kisi soal yang sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi standar, indikator pembelajaran, dan indikator kemampuan pemahaman dan penalaran yang akan diukur. Kisi-kisi soal kemampuan pemahaman dan penalaran disajikan pada Lampiran 3.1.

b. Menyusun soal pemahaman dan penalaran berdasarkan kisi-kisi tersebut. Soal pemahaman dan penalaran disajikan pada Lampiran 3.2.

c. Menilai validasi isi soal pemahaman dan penalaran yang berkaitan dengan kesesuaian antara indikator dengan soal, validitas konstruk, dan kebenaran kunci jawaban oleh dosen pembimbing, mahasiswa S2 UPI, dan guru SD kelas II.

d. Mempertimbangkan keterbacaan soal yang dilakukan oleh dosen pembimbing, mahasiswa S2 UPI, dan guru SD kelas II, untuk mengetahui apakah soal-soal tersebut dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Dalam hal ini juga dilakukan uji coba soal terhadap 30 orang siswa untuk mengetahui keterbacaan siswa terhadap soal tersebut.


(31)

60 e. Melakukan uji coba tes yang dilanjutkan dengan menghitung validitas,

reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembedanya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah tes (soal yang akan digunakan dalam penelitian ini sudah memenuhi syarat atau belum. Pada penelitian ini, pelaksanaan uji coba tes (soal) kemampuan pemahaman dan penalaran dilakukan pada tanggal 28 Januari 2009 kepada siswa kelas III SDN Cisintok Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat, dengan pertimbangan bahwa siswa kelas III sudah pernah mempelajari materi perkalian dan pembagian sebelumnya di kelas II.

Hasil tes yang telah dilaksanakan sebagai berikut: 1) Validitas

Untuk mengukur validitas butir soal dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment pearson (Arikunto, 2001:72). Perhitungan korelasi product moment dilakukan dengan bantuan program ANATES. Perhitungan lengkap untuk validitas tes kemampuan pemahaman tersaji pada Lampiran 3.3 dan tes kemampuan penalaran tersaji pada Lampiran 3.4.

Hasil perhitungan validitas butir soal kemampuan pemahaman disajikan pada Tabel 3.1.


(32)

61 Tabel 3.1

Hasil Analisis Validitas Butir Soal Pemahaman No

Soal

r

xy

Interpretasi Validitas

r

tabel Keputusan

SR RD SD TG ST

1 0,510 √ 0,361 Valid

3 0,628 √ 0,361 Valid

5 0,597 √ 0,361 Valid

7 0,570 √ 0,361 Valid

9 0,480 √ 0,361 Valid

Berdasarkan Tabel 3.1, dapat dilihat bahwa semua item soal pemahaman yang terdiri dari lima soal adalah valid. Hal ini menunjukkan bahwa kelima soal pemahaman tersebut dapat digunakan pada penelitian ini.

Sedangkan hasil perhitungan validitas item soal kemampuan penalaran disajikan pada Tabel 3.2

Tabel 3.2

Hasil Analisis Validitas Butir Soal Penalaran No

Soal

r

xy

Interpretasi Validitas

r

tabel Keputusan

SR RD SD TG ST

2 0,366 √ 0,361 Valid

4 0,587 √ 0,361 Valid

6 0,550 √ 0,361 Valid

8 0,554 √ 0,361 Valid

10 0,472 √ 0,361 Valid

Berdasarkan Tabel 3.2, dapat dilihat bahwa semua item soal penalaran yang terdiri dari lima soal adalah valid. Hal ini menunjukkan bahwa kelima soal penalaran tersebut dapat digunakan pada penelitian ini.


(33)

62 2) Reliabilitas

Dalam menentukan koefisien reliabilitas soal menggunakan rumus Cronbach Alpha. Hal ini berdasarkan pada pendapat Ruseffendi (1991) yang menyatakan bahwa untuk menghitung koefisien korelasi reliabilitas pada bentuk soal yang memiliki jawaban beragam seperti soal uraian menggunakan cara Cronbach Alpha. Hasil perhitungan koefisien reliabilitas kemudian ditafsirkan dan diinterpretasikan mengikuti interpretasi menurut J.P Guilford (Ruseffendi, 1991).

Perhitungan koefisien reliabilitas dilakukan dengan bantuan program ANATES. Perhitungan reliabilitas soal pemahaman dan penalaran selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.3 dan Lampiran 3.4. Hasil perhitungan reliabilitas butir soal kemampuan pemahaman dan penalaran disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Hasil Perhitungan Reliabilitas Soal Pemahaman dan Penalaran

Soal r Keterangan

Pemahaman 0,44 Reliabel

Penalaran 0,43 Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.3 diperoleh bahwa soal pemahaman dan penalaran adalah reliabel. Hal ini menunjukkan bahwa soal pemahaman dan penalaran tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini.

3) Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sukar atau tidak terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk berusaha memecahkannya, sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa


(34)

63 putus asa dan tidak bersemangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya (Arikunto, 2001:208).

Perhitungan indeks kesukaran soal pemahaman dan penalaran dilakukan dengan bantuan program Excel. Perhitungan indeks kesukaran soal pemahaman dan penalaran selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.3. Hasil perhitungan indeks kesukaran butir soal pemahaman disajikan pada Tabel 3.4

Tabel 3.4

Hasil perhitungan Indeks Kesukaran Soal Pemahaman

No. Soal Interpretasi

1 Mudah

3 Sedang

5 Sedang

7 Sedang

9 Sukar

Dengan memperhatikan Tabel 3.4 di atas dapat dilihat bahwa dari hasil tes soal pemahaman 1 butir soal (20%) berkategori mudah, 3 butir soal (60%) berkategori sedang dan 1 butir soal (20%) berkategori sukar.

Selanjutnya hasil perhitungan indeks kesukaran butir soal penalaran disajikan pada Tabel 3.5


(35)

64 Tabel 3.5

Hasil perhitungan Indeks Kesukaran Soal Penalaran

No. Soal Interpretasi

2 Mudah

4 Sedang

6 Sedang

8 Sedang

10 Sukar

Dengan memperhatikan Tabel 3.5 di atas dapat dilihat bahwa dari hasil tes soal penalaran 1 butir soal (20%) berkategori mudah, 3 butir soal (60%) berkategori sedang dan 1 butir soal (20%) berkategori sukar.

4) Daya Pembeda

Ruseffendi (1991) menyatakan bahwa daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik apabila siswa pandai dapat menjawab soal dengan baik, dan siswa yang kurang pandai tidak dapat menjawab soal dengan baik.

Perhitungan daya pembeda soal pemahaman dilakukan dengan bantuan Excel. Perhitungan daya pembeda soal selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.3. Hasil perhitungan daya pembeda butir soal pemahaman disajikan ada Tabel 3.3


(36)

65 Tabel 3.6

Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal Pemahaman

No Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,34 Cukup

3 0,37 Cukup

5 0,37 Cukup

7 0,25 Cukup

9 0,28 Cukup

Dengan memperhatikan Tabel 3.6 di atas dapat dilihat bahwa soal pemahaman yang telah diujikan memiliki daya pembeda yang cukup baik sehingga soal pemahaman tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini.

Selanjutnya, hasil perhitungan daya pembeda butir soal penalaran disajikan ada Tabel 3.7

Tabel 3.7

Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal Penalaran

No Soal Daya Pembeda Interpretasi

2 0,22 Cukup

4 0,53 Baik

6 0,31 Cukup

8 0,47 Baik

10 0,25 Cukup

Dengan memperhatikan Tabel 3. di atas dapat dilihat bahwa soal penalaran yang telah diujikan 2 butir soal memiliki daya pembeda yang baik, dan 3 butir soal memiliki daya pembeda yang cukup baik sehingga soal penalaran tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini.


(37)

66 2. Angket Sikap Siswa

Sikap merupakan salah satu kompenen dari aspek afektif yang merupakan kecenderungan seseorang merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep atau kelompok individu. Oleh karena itu, sikap siswa terhadap matematika adalah kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak terhadap suatu konsep atau objek matematika.

Angket ini digunakan untuk mengetahui sikap siswa secara umum yang terkait dengan pelajaran matematika, pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif dan soal-soal kemampuan pemahaman dan penalaran. Angket skala sikap diberikan kepada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif yang dilakukan setelah pembelajaran dan postes.

Dalam penyusunan angket sikap ini, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi yang memuat tentang sikap siswa dan indikatornya yang akan diukur. Kisi-kisi Angket selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.5. kemudian disusun angket yang berupa pernyataan-pernyataan dalam bentuk pernyataan tertutup tentang pendapat siswa. Angket sikap siswa selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.6. Dalam skala sikap ini terdapat 10 pernyataan yang memiliki pilihan jawaban Ya atau Tidak.

3. Lembar Observasi

Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati dan menelaah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif. Lembar observasi ini terdiri dari indikator-indikstor pengamatan yang dikembangkan untuk memonitor munculnya karakteristik pembelajaran dengan


(38)

67 menggunakan benda manipulatif dalam proses pembelajaran. Dalam lembar observasi ini memuat aktivitas siswa dan aktivitas guru dalam pembelajaran pada kelas eksperimen.

Salah satu tujuan dari lembar observasi ini adalah untuk membuat refleksi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan, sehingga diharapkan pada pembelajaran berikutnya menjadi lebih baik. Selanjutnya dengan lembar observasi dapat digunakan untuk menelaah secara lebih mendalam tentang temuan yang diperoleh dari hasil penelitian. Lembar observasi tentang kegiatan siswa selengkapnya tersaji pada Lampiran 3.7, sedangkan lembar observasi tentang kegiatan guru selengkapnya tersaji pada Lampiran 3.8.

4. Wawancara

Wawancara pada penelitian ini dilakukan pada siswa kelas eksperimen yaitu siswa yang belajar dengan menggunakan benda manipulatif dengan materi pokok perkalian dan pembagian. Wawancara ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang kesulitan yang dihadapi siswa, tanggapan atau pendapat siswa secara lisan terhadap pembelajaran yang telah dilakukan, dan pernyataan-pernyataannya tidak tercakup dalam angket sikap siswa. Pedoman wawancara tersaji pada Lampiran 3.9.

5. Kuisioner

Pada penelitian ini kuisioner diberikan kepada guru kelas di sekolah tempat dilaksanakannya penelitian. Pada kuisioner diberikan sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan pembelajaran matematika dengan menggunakan benda


(39)

68 manipulatif, kelebihan dan kekurangannya, serta soal-soal pemahaman dan penalaran yang telah diberikan. Lembar Kuisioner selengkapnya tersaji pada Lampiran 3.10.

6. Catatan Lapangan

Pada penelitian ini untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya selama penelitian, maka sesaat setelah penelitian, peneliti melakukan/menuliskan keadaan yang sebenarnya dari keadaan pada kelas penelitian. Selain itu catatan lapangan dibuat untuk mencocokan antara keadaan yang sebenarnya dengan tanggapan/jawaban siswa maupun guru.

Catatan lapangan yang dibuat oleh peneliti berisi masalah-masalah apa saja yang muncul, materi apa yang dirasakan sulit oleh siswa, bagaimana guru mengatasi kesulitan siswa, bagaimana interaksi siswa dengan Lembar Aktivitas Siswa (LAS), bagaimana interaksi siswa dengan siswa, dan bagaimana interaksi siswa dengan guru. Lembar catatan lapangan selengkapnya tersaji pada Lampiran 3.11.

E. Pedoman Penskoran

Untuk memperoleh data yang didasarkan hasil penelitian secara objektif, maka diperlukan pedoman penskoran yang proporsional untuk setiap butir soal dari kedua tes tersebut.

Soal untuk mengukur kemampuan pemahaman disusun dalam bentuk uraian. Soal yang diberikan berbentuk soal atau masalah kontekstual yang disusun berdasarkan indkator kemampuan pemahaman. Penjabaran kemampuan


(40)

69 pemahaman didasarkan pada empat indikator, yaitu (1) mendefinisikan konsep secara verbal dan tertulis, (2) mengidentifikasi membuat contoh dan bukan contoh, (3) menggunakan model, diagram, dan simbol-simbol untuk mempresentasikan suatu konsep, dan (4) mengubah suatu bentuk presentasi ke dalam bentuk lain. Adapun pedoman penskoran tes kemampuan pemahaman disajikan pada Tabel 3.8. Kriteria skor untuk soal tes pemahaman mengacu pada teknik penyekoran Cai, Lane, dan Jakabesin (1996) dengan berbagai adaptasi adalah sebagai berikut:

Tabel 3.8

Kriteria Skor Kemampuan Pemahaman

Respon Siswa Skor

Jawaban lengkap (hampir semua petunjuk soal diikuti), penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, dan melakukan perhitungan dengan benar

4

Jawaban hampir lengkap (sebagian petunjuk diikuti), penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun mengandung sedikit kesalahan.

3

Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti) penggunaan algoritma lengkap, namun mengandung perhitungan yang salah.

2 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah. 1

Tidak ada jawaban/salah menginterpretasikan. 0

Soal untuk mengukur kemampuan penalaran disusun dalam bentuk uraian. Soal yang diberikan berbentuk soal atau masalah kontekstual yang disusun berdasarkan indkator kemampuan pemahaman. Penjabaran kemampuan pemahaman didasarkan pada empat indikator, yaitu (1) menarik kesimpulan logis, (2) memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat dan hubungan, (3) memperkirakan jalaban dan proses solusi, (4) menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik, (5) menyusun dan menguji konjektur, (6) merumuskan lawan contoh, (7) mengikuti aturan inferensi, (8)


(41)

70 memeriksa validitas argumen, (9) menyusun argumen yang valid, (10) menyusun pembuktian langsung dan tidak langsung serta (11) menggunakan induksi matematika. Adapun pedoman penskoran tes kemampuan penalaran disajikan pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9

Kriteria Skor Kemampuan Pemahaman

Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4

Tidak ada jawaban

Jawaban ada tapi tidak benar

Jawaban ada tapi tidak ada kesimpulan

Jawaban benar tapi tidak lengkap

Jawaban benar disertai alasan yang benar

F. Bahan Ajar

Bahan ajar dalam penelitian ini adalah bahan ajar yang akan digunakan dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif pada kelas eksperimen. Bahan ajar disusun dengan mengacu pada karakteristik pembelajaran matematika yang disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran (KTSP). Isi bahan ajar memuat masalah kontekstual yang berkaitan dengan materi perkalian dan pembagian, yang disusun agar siswa dapat mengembangkan model-model matematika dalam menyelesaikan masalah kontekstual tersebut untuk menemukan sendiri konsep-konsep ataupun prosedur matematika yang sedang dipelajari. Sebelum penyusunan bahan ajar, terlebih dahulu disusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) agar setiap penyusunan bahan ajar mengarahkan kepada


(42)

71 tujuan yang jelas. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disajikan pada Lampiran 3.12.

Secara umum, bahan ajar yang dikembangkan untuk pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif memiliki dua bentuk, yaitu bahan ajar yang dikemas dalam bentuk Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dan latihan soal-soal. Lembar Aktivitas Siswa memuat kegiatan siswa dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan materi perkalian dan pembagian untuk mengembangkan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa. Lembar Aktivitas Siswa selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.13.

G. Kegiatan Pembelajaran

Dalam penelitian ini, kegiatan pembelajaran pada kelas eksperimen dengan menggunakan benda manipulatif dilaksanakan dengn mengacu kepada karakteristik pembelajaran yang telah disusun dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada Lampiran 3.12. Bahan ajar yang digunakan adalah bahan ajar yang dirancang dalam bentuk masalah kontekstual yang harus diselesaikan oleh siswa. Konsep dibangun sendiri oleh siswa melalui proses matematisasi. Siswa berperan sebagai peserta yang aktif dalam pembelajaran. Kontribusi dalam pembelajaran diharapkan datang dari siswa sendiri dengan mengkonstruksi dan memproduksi sendiri model secara bebas. Guru berperan sebagai fasilitator, mediator, dan pembimbing dalam proses pembelajarn, serta melakukan refleksi dan evaluasi.

Sedangkan kegiatan pada kelas kontrol dilakukan seperti biasa (konvensional) yaitu guru mengawali pembelajaran dengan membahas sosl-soal


(43)

72 yang telah lalu, kemudian memberikan penjelasan konsep yang baru secara informatif dilanjutkan dengan memberikan contoh soal, dan diakhiri dengan memberikan soal-soal rutin untuk latihan serta memberikan pekerjaan rumah. Bahan ajar yang akan digunakan adalah buku ajar yang biasa dipakai guru. Siswa berperan sebagai penerima informasi yang diberikan oleh guru dan berlatih menyelesaikan soal-soal latihan. Guru berperan sebagai sumber belajar, menjelaskan konsep, menjelaskan contoh soal, memberikan soal-soal latihan yang harus dikerjakan siswa, dan mengevaluasi hasil belajar siswa.

H. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada tahap ini, dilakukan analisis terhadap seperangkat data (data dari pretes dan postes kemampuan pemahaman dan penalaran, angket, kuisioner, lembar observasi dan catatan lapangan), dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian berlangsung.

Terdapat dua jenis data yang dianalisis, yaitu data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan pemahaman dan kemampuan penalaran siswa serta data kualitatif berupa hasil observasi dan skala sikap untuk siswa, kuisioner untuk guru dan wawancara berkaitan dengan pandangan siswa dan guru terhadap pembelajaran yang dikembangkan.

I. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengolahanan data selanjutnya diolah melalui tahapan sebagai berikut:


(44)

73 1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman

penskoran yang digunakan.

2. Membuat daftar nilai dalam bentuk tabel yang berisikan skor hasil tes kelas eksperimen dan kontrol.

3. Menghitung peningkatan kompetansi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran.

4. Menghitung rata-rata ( X ) skor hasil pretes, postes, dan gain ternormalisasi 5. Menghitung standar deviasi (S) skor hasil pretes, postes, dan gain

ternormalisasi

6. Menguji normalitas data skor pretes, postes, dan gain ternormalisasi

7. Menguji homogenitas varians skor pretes, postes dan gain ternormalisasi dengan menggunakan uji Levene

8. Jika sebaran data berdistribusi normal dan homogen, maka pengujian perbedaan dua sampel yang digunakan adalah ANOVA dua jalur

9. Jika sebaran data berdistribuai tidak normal dan tidak homogen, atau syarat untuk uji parametrik tidak terpenuhi, maka pengujian perbedaan dua sampel yang digunakan adalah uji non parametrik yaitu uji Mann Whitney

Proses perhitungan-perhitungan di atas dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 12.0.

J. Teknik Analisis Data

Teknik statistik yang digunakan yang statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan penggunaan benda manipulatif dalam pembelajaran matematika, menghitung tabel frekuensi,


(45)

74 rata-rata dan standar deviasi untuk mendeskripsikan ciri atau karakteristik data masing-masing variabel penelitian. Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis.

Untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini, dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pemeriksaan atau pembanding terhadap data tersebut. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah triangulasi sumber, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data dengan membandingkan data yang diperoleh berupa tes, hasil pengamatan dan wawancara.

K. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Februari sampai 20 Maret 2009 sebanyak 13 kali pertemuan termasuk pretes dan postes yang masing-masing pertemuan 2 x 35 menit.

I. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan studi kepustakaan tentang pembelajaran matematika di sekolah dasar terutama kelas II serta melakukan observasi pendahuluan melalui wawancara dengan guru kelas untuk memperoleh informasi tentang kesulitan dan permasalahan siswa dalam belajar matematika, cara-cara yang dipakai guru dalam mengatasi permasalahan siswa, serta model pembelajaran matematika yang diterapkan di sekolah.


(46)

75 2. Penyusunan komponen-komponen pembelajaran yaitu tes matematika, angket,

skala sikap, bahan ajar, dan lembar observasi yang dikonsultasikan kepada pembimbing.

3. Melakukan uji coba tes matematika kepada objek di luar objek penelitian untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembedanya. Tes yang dianggap layak akan digunakan dalam penelitian dan tes yang tidak layak akan dibuang atau direvisi.

4. Penentuan subjek penelitian dilakukan secara acak berdasarkan nilai UASBN 2007/2008. Dipilih dua kelas sampel dari subjek sampel yang tersedia, selanjutnya sampel yang dipilih masing-masing diperlakukan sebagai kelas eksperimen dan kontrol

5. Memberikan pretes kepada kedua kelas eksperimen kemudian menentukan rata-rata hasil pretes tersebut untuk mengetahui kemampuan pemahaman dan penalaran dari masing-masing kelas sebelum mendapat perlakuan.

6. Melaksanakan pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif pada kelas eksperimen dan melaksanakan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

7. Memberikan postes kepada kedua kelompok untuk mengetahui kemampuan pemahaman dan penalaran setelah mendapat perlakuan.

8. Melakukan pengolahan dan analisis data hasil penelitian untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa antara yang menggunakan pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif dengan pembelajaran konvensional.


(47)

76 9. Membuat kesimpulan dari hasil penelitian.

Untuk lebih jelasnya langkah-langkah penelitian ini dapat dilihat pada bagan alur penelitian seperti diperlihatkan pada Gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian Studi pendahuluan

tentang pembelajaran menggunakan benda

manipulatif

Merumuskan masalah dan tujuan penelitian Rancangan model

dengan media animasi komputer

Penentuan subjek penelitian. Penyusunan, uji coba dan

revisi instrumen.

Rancangan pembelajran praktikum dengan media

gambar

Pretes Implementasi pembelajaran

menggunakan benda manipulatif pada kelas

eksperimen

Angket

Analisis Data

Postes Observasi

Kesimpulan

Implementasi pembelajaran konvensional pada kelas

kontrol Observasi Rancangan model pembelajaran menggunakan benda manipulatif Rancangan model pembelajaran konvensional


(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelum ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman antara siswa yang belajar matematika dengan menggunakan benda manipulatif dan siswa yang belajar dengan cara konvensional ditinjau dari kualifikasi sekolah tinggi, sedang dan rendah. Pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan pemahaman siswa dibanding pembelajaran konvensional. Rata-rata nilai yang dicapai siswa kelas eksperimen pada sekolah kualifikasi tinggi adalah 16,25, sekolah kualifikasi sedang adalah 16,10 dan siswa pada sekolah kualifikasi rendah adalah 14,81. Sedangkan pada kelas kontrol rata-rata siswa pada sekolah kualifikasi tinggi adalah 13,03, siswa pada sekolah kualifikasi sedang adalah 12,32 dan siswa pada sekolah kualifikasi rendah 10,13.

2. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran siswa antara siswa yang belajar matematika dengan menggunakan benda manipulatif dengan siswa yang belajar dengan cara konvensional ditinjau dari kualifikasi sekolah tinggi, sedang dan rendah. Pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan penalaran siswa dibanding pembelajaran konvensional. Rata-rata nilai yang dicapai siswa kelas eksperimen pada sekolah kualifikasi tinggi adalah 15,25,


(49)

sekolah kualifikasi sedang adalah 12,80 dan siswa pada sekolah kualifikasi rendah adalah 11,81. Sedangkan pada kelas kontrol rata-rata siswa pada sekolah kualifikasi tinggi adalah 12,71, siswa pada sekolah kualifikasi sedang adalah 9,34 dan siswa pada sekolah kualifikasi rendah 11,70.

3. Pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif secara signifikan mengalami peningkatan kemampuan pemahaman yang lebih baik dibanding pembelajaran kovensional. Peningkatan pemahaman siswa pada sekolah kualifikasi tinggi dan sedang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan siswa dari sekolah kualifikasi rendah. Peningkatan kemampuan pemahaman yang dicapai siswa kelas eksperimen pada sekolah kualifikasi tinggi adalah 0,79, sekolah kualifikasi sedang adalah 0,77 dan siswa pada sekolah kualifikasi rendah adalah 0,71. Sedangkan pada kelas kontrol peningkatan kemampuan pemahaman siswa pada sekolah kualifikasi tinggi adalah 0,59, siswa pada sekolah kualifikasi sedang adalah 0,56 dan siswa pada sekolah kualifikasi rendah 0,45.

4. Pembelajaran matematika dengan menggunakan benda-benda manipulatif secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan penalaran siswa dibandingkan pembelajaran konvensional. Peningkatan penalaran siswa pada sekolah kualifikasi tinggi secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa dari sekolah kualifikasi sedang dan rendah. Peningkatan kemampuan penalaran yang dicapai siswa kelas eksperimen pada sekolah kualifikasi tinggi adalah 0,75, siswa pada sekolah kualifikasi sedang adalah 0,61 dan siswa pada sekolah kualifikasi rendah adalah 0,54. Sedangkan pada kelas


(50)

kontrol peningkatan kemampuan pemahaman siswa pada sekolah kualifikasi tinggi adalah 0,59, siswa pada sekolah kualifikasi sedang adalah 0,41 dan siswa pada sekolah kualifikasi rendah 0,54.

5. Siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif

6. Guru memberikan tanggapan yang positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif.

B. Implikasi

Temuan penelitian ini mendukung usaha pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, dalam usaha dalam menerapkan kebijakan umum tentang KTSP 2006. Terdapat beberapa alasan yang dapat dikemukakan berkaitan dengan pernyataan diatas.

Pertama, dalam pembelajaran matematika, KTSP 2006 menekankan pentingnya kemampuan pemahaman dan penalaran siswa, disamping kemampuan komunikasi, koneksi dan pemecahan masalah (BSNP, 2006). Sementara itu pentingnya kemampuan pemahaman dan penalaran juga direkomendasikan oleh NTCM 1989 dan 2000.

Kedua, prestasi belajar matematika siswa SD di seluruh Indonesia masih kurang memuaskan (sebagaimana telah dijelaskan pada bagian pendahuluan Tesis ini). Dengan demikian, temuan penelitian ini yang menunjukkan bahwa penggunaan benda manipulatif baik diterapkan pada semua kualifikasi sekolah akan banyak membantu kebijakan pemerintah dalam usaha meningkatkan prestasi belajar matematika siswa di sekolah, utamanya pada siswa kelas II SD. Secara


(51)

umum, terdapat beberapa penyebab mengapa pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif sesuai untuk diterapkan pada semua kualifikasi sekolah:

1. Siswa pada semua kualifikasi sekolah memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar. Hal ini terlihat dari aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif.

2. Siswa pada semua kualifikasi sekolah dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan pembelajaran menggunakan benda manipulatif karena benda manipulatif yang digunakan sering siswa jumpai dalam kehidupan sehari-hari.. 3. Guru yang terlibat dalam penelitian ini, memperlihatkan perhatian yang

sungguh-sungguh kepada siswanya, baik dalam persiapan pembelajaran, selama proses pembelajaran maupun sesudah pembelajaran.

Ketiga, pembelajaram dengan menggunakan benda manipulatif mampu mengalihkan bahkan mengubah perhatian atau metode pembelajaran dari teacher centered menjadi student centered. Kondisi ini memungkinkan siswa yang kurang atau lemah kemampuan pemahamannya mendapat kesempatan untuk lebih banyak melakukan aktivitas matematika. Kurang aktifnya siswa dalam pembelajaran selama ini lebih banyak disebabkan oleh sikap jenuh siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika. Masalah tersebut dapat diatasi melalui pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif dengan alasan:

1. Sikap positif dalam belajar matematika dapat ditimbulkan dengan cara siswa aktif dalam pembelajaran sehingga timbul rasa senang pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif. Sikap positif tersebut akan dapat memperbesar perhatian siswa terhadap pembelajaran yang berlangsung,


(52)

karena mereka terlibat dengan aktif dalam pembelajaran. Dengan bantuan benda manipulatif, konsentrasi belajar siswa dapat lebih ditingkatkan. Siswa juga dapat lebih memahami secara mendalam dan dapat menggunakan logikanya tentang suatu konsep matematika.

2. Dengan bantuan benda manipulatif, siswa akan semakin mudah memahami hubungan antara matematika dengan lingkungan alam sekitar. Siswa akan semakin mudah memahami kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Diharapkan, dengan kesadaran ini, mereka terdorong untuk mempelajari matematika lebih lanjut. Higgins dan Suydam (dalam Suherman, 1993:273) berpendapat bahwa penggunaan benda manipulatif dapat menunjang penjelasan konsep matematika.

3. Kelemahaman siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan dapat diatasi dengan bantuan benda manipulatif. Sesudah itu, siswa diarahkan untuk menjawab soal yang diberikan serta mengkomunikasikan ide-idenya dengan siswa lainnya.

Dari wawancara dengan beberapa orang siswa diperoleh informasi bahwa pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif, siswa belajar matematika ”seolah-olah tidak belajar” matematika seperti biasa. Siswa beranggapan bahwa mereka seperti bermain-main bukan belajar matematika. Aktivitas matematika terjadi secara spontanitas sebagai suatu kebutuhan yang siswa lakukan karena adanya keinginan kuat untuk dapat mengetahui penyelesaian soal yang diberikan. Hal ini merupakan salah satu ciri belajar yaitu suatu proses aktif, yang dimaksud aktif disini bukan hanya aktivitas yang nampak seperti gerakan-gerakan badan,


(53)

akan tetapi juga aktivitas-aktivitas mental seperti proses bepikir, mengingat dan sebagainya. Cobb (dalam Sukmawati, 2003: 11) menyatakan bahwa belajar dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif dimana siswa mencoba untuk menyelesaikan masalah yang muncul sebagai akibat sebagaimana mereka berpartisipasi secara aktif dalam latihan matematika di kelas. Belajar juga merupakan kohesi sosial, yakni pencapaian tujuan dengan anggapan bahwa siswa akan menolong temannya dalam belajar karena peduli terhadap temannya dan menginginkan memperoleh kesuksesan bersama, belajar merupakan pengetahuan baru, pengembangan keterampilan baru, pengembangan sikap baru, pengembangan sikap baru yang dihasilkan dari interaksi individu dengan lingkungannya. Ilmu pengetahuan bukan sebagai suatu hal yang diserap secara pasif namun sesuatu yang secara aktif dikonstruksi siswa dalam proses adaptasi terhadap lingkungannya.

C. Rekomendasi

Dari hasil penelitian ini dengan segala keterbatasannya, peneliti memberikan beberapa rekomendasi yang menyangkut 1) sajian isi matematika (mathematical content) sekolah, 2) orientasi siswa (student centered), 3) guru (teacher centered), serta 4) lembaga pendidikan sehingga pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa.

Tahap berpikir siswa (khususnya untuk kelas II SD) adalah masih dalam tahap operasional konkrit, artinya anak dapat berpikir logis tetapi secara perseptual orientasinya masih dibatasi dengan realitas fisik Dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa, maka dalam kegiatan pembelajaran,


(1)

dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Dengan fasilitas belajar yang memadai diharapkan pembelajaran akan berlangsung dengan menarik sehingga dapat menarik perhatian siswa, menimbulkan perasaan senang yang pada akhirnya akan menumbuhkan minat yang lebih besar untuk mempelajari matematika secara mendalam.

Dengan minat yang besar untuk mempelajari matematika, diharapkan siswa mampu mengadaptasikan konsep berpikir matematika ke dalam konsep berpikir dalam kehidupannya, sehingga dapat membawa kemajuan siswa sebagai individu dan masyarakat.

Untuk keperluan penelitian lanjutan dan generalisasi yang lebih luas, maka direkomendasikan kepada peneliti dan guru yang akan mengkaji lebih jauh mengenai hubungan kemampuan pemahaman dan kemampuan penalaran serta melakukan antisipasi terhadap keterbatasan penelitian ini.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi

Alim, J A. (2008). Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Siswa Sekolah Dasar. Tesis. Banding: UPI. Tidak Diterbitkan.

Alwi, H. (2002). Kamus BesarBahasa Indnesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Arikunto, S. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Comunicating K-8: Helping Children Think Mathematically. New York. Mac Millan Publishing Company.

Bergeson, T. (2000). Teaching and Learning Mathematics. http://www.hkame.org.hk/html/modules/tinydz/content/Edumath/V4/V4 47 to50.pdf

Cai, J L, S & Jakabesin, M.S. (1996). The Role Of Open-Ended Task & Holistic Scoring Ribrics: Assesing Student Mathematical Reasoning And Communication.Dalam Communication In Mathematics K-12 And Beyond. 1996 Year Book. National Council of Teachers Of Mathematics.

Dahar, R. W. (1998). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dahlan, J.A dan Fitrajaya. (2005). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Open-Ended. Mimbar Pendidikan. Bandung: UPI

Depdiknas. (2002) Kurikulum Berbasis Kompetensi: . Jakarta: Balitbang Puskur Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004: Standar Kompetensi. Jakarta: Balitbang

Puskur

Dienes. (2009). Brief Notes on Zoltan Diene’s Six- Stage Theory of Learning Mathematics. http://www.zoltandienes.com.

Echols, J, Shadily, H. (1987). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


(3)

Er, A. (2007). Maths Companion Primary 2. Singapore: Educational Publishing House Pte Ltd.

Greavetter, Walnau. (1996). Statistical for The Behavioral Science. USA: West Publishing Company

Hainstock, E. (1986). The Essential Montessori: Up Dated Edition. Penguin Books USA Inc.

Hainstock, E. (2002). Teaching Montessori in the Home Pre-School Years. Delapratasa Publishing.

Halmaheri. (2004). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SLTP Melalui Strategi Think-Talk-Wrte Dalam Kelompok Kecil. (Tesis). Bandung: UPI.

Herman, T. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Disertasi. Bandung: UPI. Tidak Diterbitkan.

Hudojo, H. (2003). Common Textbook: Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: FMIPA

IMSTEP JICA. (1999). Permasalahan Pembelajaran Matematika SD, SLTP, dan SMU di Kota Bandung. Bandung:FMIPA

Jacob, C. (2000). Mengajar Berpikir Kritis (suatu Upaya Meningkatkan Efektivitas Belajar Matematika). Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia (Journal of Indonesian Mathematical Society).

Kelly, C A. (2006). Using Manipulative In Mathematical Problem Solving: A Performance Based Analysis. [tersedia].

Kheong, F H. (2004). Maths 4A. Singapore: Marshall Cavendish Education. Kilpatrick, J. (1996). International Handbook of Mathematics Education. London:

Kluwer Academic Publishers.

Kusumah, Y S. (2008). Konsep, Pengembangan, dan Implementasi Computer-Based Learning Dalam Meningkatkan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap. UPI Bandung


(4)

Marno. (2006). Penggunaan Benda Manipulatif (Alat Peraga) Matematika Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Dalam Konsep Pecahan. Skripsi. UPI: Bandung. Tidak Dipublikasikan.

Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. Tarsito.

National Center For Education Statistics. (1998). Trend in International Mathematics dan Science Study (TIMSS Result). [tersedia]. http://www.nces.ed.gov/timss/result.atp.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, Va: Authur.

NCTM. (2000). Principles ands Standard for School Mathematics. Reston, Va: Authur.

Olkun, S, Toluk, Z. (2004). Teacher Questioning with an Appropriate Manipulative May Make a Big Difference. Journal of Pedagogy Vol. 2. www.k-12prep.math.ttu.edu.pdf

Poerwadarminta. W. J. S (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pujiati. (2002). Penggunaan Alat Peraga Dalam Pembelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama. Depdiknas. [tersedia]. http://p4tkmatematika.org/downloads/smp/APMat.Pdf

Purwanto. (2007). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ruseffendi, E.T. (1980). Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua, Murid, Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.

Russeffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1992). Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Depdikbud

Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar: Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung.

Ruseffendi, E.T (2007). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


(5)

Reys, R.E., Suydam, M.N., Lindquist, M.M., dan Smith, N.L (1998). Helping Children Learn Mathematics. Boston.: Allyn and Bacon.

Sari, Atikah. (2006). Penggunaan Pendekatan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V (Penelitian Tindakan Kelas di SD Negeri Cisintok Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung). Skripsi. UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Sanjaya, W. (2008). Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: UPI

Shaw, M J. (2002). Manipulatives Enchance The Learning of Mathematics. University of Missisipi.

Sriraman, B. and Lesh. (2007). A Conversation With Zoltan P Dienes. www.math.umt.edu/tmme/monograph2/Sramanes_article.pdf.

Suherman, E.(2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Tim MKPBM: JICA Universitas Pendidikan Indonesia.

Suherman dan Winataputra. (1993). Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Dikti, Depdikbud.

Sukmawati, D. (2003). Pengembangan Kemampuan Metakognisi Siswa Melalui Model Pembelajaran Matematika yang Berbasis pada Proses Dasar Keterampilan Berpikir Transformasi suatu Penelitian Terhadap Siswa Kelas II Sekolah Menengah Umum 14 Bandung. Skripsi. UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Sumarmo, Utari. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Dikaitkan Dengan Kemampuan Penalaran Logis Siswa. (Disertasi). Bandung: IKIP Bandung.

Sumarmo, Utari. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Guru dan Siswa SMP. Laporan Penelitian FPMIPA Bandung : Tidak diterbitkan.

Suparno, S. (2001). Membangun kompetensi belajar. Jakarta: Depdiknas.

Suherman, E.(2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA Universitas Pendidikan Indonesia.

Suryadi, D., Herman, T. ( ) Pembelajaran Pemecahan Masalah. Jakarta: Karya Duta Wahana.

Sururi, Suharto, N. (2007). Belajar SPSS for Windows untuk Mengolah Data Penelitian. Bandung: Dewa Ruchi.


(6)

Syamsudin, A. (2005). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. (2001). Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer. JICA Universitas Pendidikan Indonesia.

Trihendradi, C. (2004). Memecahkan Kasus Statistik: Deskriptif, Parametrik, dan Non-Parametrik dengan SPSS 12. Yogyakarta: Andi.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Turmudi. (2008). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika. (Berparadigma

Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.

Uttal, D. (1997). Manipulatif as Symbols: A New Perspective on the Use of Concrete Objects to Teach Mathematics. Journal of Applied Developmental Psychology.

http://wexler.free.fr/library/files/uttal%20(1997)%20%manipulatives%20as %Symbols%20a%new%20perspective%20on%20the%20use%20of%20con create%20objects%20to%20teach%20mathematics.pdf.

Uyanto, S. (2006). Pedoman Analisis Data SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Van De Walle, J. (2007). Elementary and Middle School Mathematics Sixth Edition. Pearson Education, Inc.

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa Dalam Pelajaran Matematika. (Disertasi). Bandung: IKIP Bandung. Winggowati, Sri. (2006). Penggunaan Alat Peraga Keping Untuk Meningkatkan

Pretasi Belajar Siswa Dalam Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat di Kelas V SDN Durman I Kota Bandung. (Skripsi). Bandung: UPI Bandung


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII MTs Negeri Kedondong Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 3 53

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Genap SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 37

FEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Genap SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 5 49

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA (Studi pada Siswa Kelas VII.2 Semester Ganjil SMP Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 20 Bandar Lampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 10 52

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LERANING CYCLE "5E" BERBANTUAN LKS TERSTRUKTUR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA

0 2 13

KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

0 0 9

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR

0 0 14

PENERAPAN MODEL MULTILITERASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA SEKOLAH DASAR

0 1 6

PENGGUNAAN METODE DEMONTRASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DALAM PEMBELAJARAN IPA DAN IPS SISWA SEKOLAH DASAR Neng Elita Guru SD Negeri 004 Koto Kombu elita561gmail.com ABSTRAK - PENGGUNAAN METODE DEMONTRASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DALAM PEMBELAJARAN

0 2 6