FEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Genap SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa mengenyam pendidikan sama sekali, mustahil manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan bahagia sesuai dengan pandangan hidup mereka. Pendidikan juga merupakan proses interaksi antar individu maupun individu dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan tingkah laku pada individu yang bersangkutan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Fungsi pendidikan adalah untuk membimbing anak kearah suatu tujuan yang dinilai tinggi, yaitu agar anak tersebut bertambah pengetahuan dan keterampilan serta memiliki sifat yang benar. Pendidikan yang berhasil adalah usaha yang berhasil membawa anak didik pada tujuan yang diharapkan.

Proses interaksi antar invidu dalam pendidikan dapat terjadi di dalam maupun di luar sekolah. Kegiatan pokok dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah adalah kegiatan pembelajaran. Pembelajaran merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan peserta didik. Jika proses pembelajaran berjalan dengan baik maka peserta didik akan merasa nyaman dan aktif selama proses


(16)

2 pembelajaran. Sebaliknya, proses pembelajaran yang monoton cenderung membuat peserta didik menjadi bosan dan pasif. Oleh karena itu, proses pembelajaran perlu dilakukan secara optimal pada semua mata pelajaran, termasuk dalam pembelajaran matematika.

Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan kemampuan berpikir, karena itu matematika sangat diperlukan baik dalam kehidupan sehari-hari, sehingga matematika perlu diberikan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi. Oleh karena itu, banyak siswa yang secara sadar mengakui pentingnya matematika, bahkan para orang tua sering memaksa mereka untuk mengikuti pelajaran tambahan. Ini membuat anak merasa terpaksa mem-pelajari matematika, sehingga kurang tertarik dengan matematika. Akibatnya anak akan kesulitan memahami dan menguasai matematika.

Matematika pada hakekatnya memiliki objek kajian yang abstrak dan sepenuhnya menggunakan pola pikir deduktif. Mata pelajaran matematika berfungsi me-ngembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan menggunakan ketajaman penalaran untuk menyelesaikan persoalan sehari-hari. Sasaran dari pembelajaran matematika adalah siswa diharapkan lebih memahami keterkaitan antara topik dalam matematika serta manfaat bagi bidang lain. Untuk menguasai materi pelajaran matematika pada tingkat kesukaran yang lebih tinggi diperlukan penguasaan materi tertentu sebagai pengetahuan prasyarat, salah satunya yaitu memiliki pemahaman konsep yang baik sehingga memudahkan siswa dalam menerima materi selanjutnya.


(17)

3 Dalam pembelajaran, pemahaman konsep merupakan faktor yang sangat penting, karena pemahaman konsep yang dicapai siswa tidak dapat dipisahkan dengan masalah pembelajaran yang merupakan alat untuk mengukur sejauh mana penguasaan materi yang diajarkan. Untuk mencapai pemahaman konsep yang baik diperlukan suasana belajar yang tepat, agar siswa senantiasa meningkatkan aktivitas belajarnya. Proses pembelajaran yang menarik dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Dengan demikian, diharapkan pemahaman konsep siswa dapat meningkat.

Uno (2006:125) mengungkapkan bahwa untuk mempelajari matematika hendaknya berprinsip pada: (1) Materi matematika disusun menurut urutan tertentu atau tiap topik matematika berdasarkan subtopik tertentu; (2) Seorang siswa dapat memahami suatu topik matematika jika ia telah memahami subtopik pendukung atau pra-syaratnya, (3) Perbedaan kemampuan antarsiswa dalam mempelajari atau memahami suatu topik matematika dan dalam menyelesaikan masalahnya ditentukan oleh perbedaan penguasaan subtopik prasyaratnya; (4) Penguasaan topik baru oleh siswa tergantung pada penguasaan topik sebelumnya. Hal ini berarti bahwa pemahaman suatu konsep matematika sangat diperlukan siswa untuk dapat memahami materi pembelajaran matematika berikutnya dengan baik.

Kesulitan penguasaan matematika membuat peranan guru sangat penting dalam dunia pendidikan. Hal ini karena guru berhubungan langsung dengan para siswa. Guru harus bisa merencanakan suatu pembelajaran matematika yang menarik, efektif, dan bermakna. Ketika merencanakan pembelajaran, penting untuk merancang bagaimana siswa akan berpartisipasi dalam belajar.


(18)

4 Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka lebih tertarik dalam pembelajaran dan memahami satu sama lain. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berinteraksi satu sama lain adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif dapat memotivasi siswa, memanfaatkan seluruh energi sosial siswa, saling mengambil tanggung jawab. Model pembelajaran kooperatif membantu siswa belajar setiap mata pelajaran, mulai dari ketrampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks.

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe, salah satunya Student Teams Achievement Divisions (STAD). STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yang mana siswa ditempatkan dalam tim belajar heterogen berdasarkan tingkat kemampuan dan jenis kelamin yang beranggotakan tiga sampai enam orang. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim, selanjutnya diadakan kuis untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.

Hasil wawancara terhadap beberapa guru SMK di Bandar Lampung, dapat terlihat beberapa permasalahan dalam pembelajaran matematika pada siswa SMK di Bandar Lampung yang masih mendapat pembelajaran konvensional, khususnya menurut guru matematika di SMKN 1 Bandar Lampung pembelajaran kooperatif tipe STAD belum pernah diterapkan pada pembelajaran matematika di kelas XPM. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan penelitian tentang keefektifan model pembelajaran kooperatif


(19)

5 tipe STAD dalam meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa kelas XPM semester ganjil SMKN 1 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “ Apakah penerapan model pembelajarn kooperatif tipe STAD efektif digunakan dalam meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa ?”

Dari rumusan masalah diatas, dapat dijabarkan pertanyaan sebagai berikut: Apakah rata-rata peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dibandingkan dengan rata-rata peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, dapat menjadi sarana bagi pengembangan diri, menambah pengalaman dan pengetahuan terkait dengan penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD serta sebagai acuan atau refrensi untuk peneliti lain pada penelitian yang sejenis.


(20)

6 2. Bagi guru, dapat menjadi model pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan

untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.

3. Bagi siswa, menumbuhkan semangat saling tolong-menolong dan kerja sama, meningkatkan daya tarik siswa terhadap matematika, dan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa konsep dan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Efektivitas pembelajaran adalah ketepatgunaan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam penelitian ini pembelajaran dikatakan efektif apabila rata-rata pemahaman konsep matematis siswa pada kelas dengan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD lebih baik dari pada rata-rata pemahaman konsep matematis siswa pada kelas dengan pendekatan konvensional.

2. Pemahaman konsep matematis adalah pengertian abstrak yang memungkinkan kita untuk mengelompokkan objek atau kejadian dan menerangkan apakah objek atau kejadian itu merupakan contoh atau bukan contoh dari pengertian tersebut. Adapun indikator pemahaman konsep adalah sebagai berikut:

a. Menyatakan ulang suatu konsep.

b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. c. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.


(21)

7 e. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

f. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. g. Mengaplikasikan konsep atau pemecahan masalah.

3. Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dimana siswa bekerja sama dalam satu kelompok kecil (4 sampai 5 orang ) yang heterogen, untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran dikelas. Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini terdiri dari 5 kompone utama,yaitu presentasi kelas, kegiatan kelompok, evaluasi, pemberian skor individu dan penghargaan kelompok.

4. Model pembelajaran konvensional adalah pembelajaran satu arah yang berpusat kepada guru dan siswa cendrung bekerja secara mandiri dalam menyelesaikan suatu masalah dalam sebuah pembelajaran.


(22)

8

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno (2005:24) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pembelajaran dikatakan efektif apabila tujuan dari pembelajaran tersebut tercapai.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:584), efektif didefinisikan dengan “ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya)”. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh, tingkat daya fungsi unsur atau komponen, serta masalah tingkat kepuasaan pengguna. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Mulyasa (2006: 193) menyatakan bahwa pembelajaran dikatakan efektif


(23)

9 jika mampu memberikan pengalaman baru, dan membentuk kompetensi peserta didik, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan peserta didik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Seluruh peserta didik harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran, sehingga suasana pembelajaran betul-betul kondusif, dan terarah pada tujuan dan pembentukkan kompetensi peserta didik. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Dengan demikian, pembelajaran dikatakan efektif apabila tujuan dari pembelajaran tersebut tercapai. Lebih lanjut, Satria (2005) menyatakan bahwa efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus yang telah dicanangkan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah tingkat keberhasilan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dalam penelitian ini, efektivitas dikatakan tercapai bila rata-rata peningkatan pemahaman konsep pada pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada rata-rata peningkatan pemahaman konsep pada pembelajaran konvensional.

2. Belajar

Pengertian belajar menurut pendapat para ahli pendidikan seperti pendapat Hamalik (2004: 28) yang mengatakan,”belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya. ”


(24)

10 Mustaqim dan Wahib (1991:62) berpendapat bahwa belajar merupakan proses perubahan baik lahir maupun batin, tidak hanya perubahan tingkah laku yang tampak melainkan juga perubahan yang tidak tampak dan perubahan itu adalah perubahan yang positif bukan negatif. Perubahan positif yang dimaksud adalah perubahan menuju ke arah kemajuan atau perbaikan, sedangkan perubahan negatif merupakan perubahan yang menuju ke arah kemunduran.

Abdurrahman (2003: 28) mengemukakan bahwa, “Belajar merupakan suatu proses seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut dengan hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, disimpulkan bahwa belajar adalah seluruh aktivitas baik fisik maupun psikis yang menghasilkan perubahan tingkah laku positif yang terjadi melalui proses interaksi dengan lingkungannya .

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pengertian pembelajaran kooperatif berdasarkan pendapat ahli pendidikan seperti Lie, (2002:2) mengatakan bahwa, pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dimana dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator. Dengan demikian, pembelajaran kooperatif harus mengarahkan siswa untuk belajar dalam kelompok, yang mana guru sebagai fasilitator harus mampu mengondisikan siswa untuk dapat bekerja dalam kelompok masing-masing.


(25)

11 Hal ini sesuai dengan Slavin (2008:284) yang mengatakan

Pembelajaran kooperatif mengondisikan siswa belajar dalam kelompok kecil, dimana mereka saling membantu dalam memahami materi pelajaran, menyelesaikan tugas atau kegiatan lain agar semua siswa dalam kelompok tersebut mencapai hasil belajar yang tinggi.

Dalam pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih mudah dalam memahami konsep-konsep yang dianggap sukar dengan cara mendiskusikan konsep-konsep tersebut dengan teman kelompoknya.

STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat sampai enam orang yang merupakan campuran menurut tingkat kemampuan dan jenis kelamin. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam kelompok untuk mendiskusikan materi yang sedang dipelajari.

Slavin (2008 : 143) mengatakan bahwa dalam STAD, siswa dibagi menjadi kelompok heterogen yang terdiri dari tiga sampai empat siswa. Teknik instruksional model pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima langkah yaitu:

1. Presentasi. Materi dipresentasikan secara khusus di depan kelas, biasanya dengan menggunakan pendekatan konvensional seperti ceramah, diskusi atau video. Siswa harus memperhatikan dengan baik selama presentasi kelas karena akan membantu siswa dalam tes.

2. Team work. Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Mereka dimotivasi atau didorong untuk saling membantu satu sama lain dan menyakinkan bahwa setiap siswa harus memahami


(26)

12 materi. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep, dan menjawab pertanyaan.

3. Kuis/tes. Pada akhir periode belajar, siswa diberikan kuis berdasarkan pada materi mingguan secara individual dan tanpa saling membantu satu dengan yang lainnya.

4. Poin perkembangan individu. Setiap siswa diberi skor dasar berdasarkan skor tes awal, kemudian siswa diberi skor untuk tes akhir. Poin peningkatan individu diberikan berdasarkan selisih antara skor tes akhir dengan skor tes awal. Dalam hal ini para siswa yang meraih prestasi rendah bisa memberikan kontribusi sebanyak mungkin pada tota nilai kelompok, seperti halnya para siswa yang lebih kemampuannya lebih tinggi.

5. Penghargaan kelompok. Setelah poin peningkatan individu diperoleh, penghargaan kelompok diberikan berdasarkan poin peningkatan individu.

4. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru. Metode mengajar yang lebih banyak digunakan dalam pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) dipakai guru pada pembelajaran matematika. Menurut Suyitno (2004:4), metode ekspositori adalah cara penyampaian materi pelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. Hal ini berarti kegiatan


(27)

13 guru yang utama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang disampaikan guru.

Menurut Hannafin (dalam Juliantara, 2009) sumber belajar dalam pembelajaran konvensional lebih banyak berupa informasi verbal yang diperoleh dari buku dan penjelasan guru atau ahli. Sumber-sumber inilah yang sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Oleh karena itu, sumber belajar (informasi) harus tersusun secara sistematis mengikuti urutan dari komponen-komponen yang kecil ke keseluruhan dan biasanya bersifat deduktif. Oleh sebab itu, apa yang terjadi selama pembelajaran jauh dari upaya-upaya untuk terjadinya pemahaman. Siswa dituntut untuk menunjukkan kemampuan menghafal dan menguasai potongan-potongan informasi sebagai prasyarat untuk mempelajari keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks. Artinya bahwa siswa yang telah mempelajari pengetahuan dasar tertentu, maka siswa diharapakan akan dapat menggabungkan sub-sub pengetahuan tersebut untuk menampilkan prilaku (hasil) belajar yang lebih kompleks.

5. Pemahaman Konsep

Dalam kamus Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan. Sedangkan dalam matematika, konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk menggolongkan suatu objek atau kejadian. Jadi pemahaman konsep adalah pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.


(28)

14 Kemampuan pemahaman matematis merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu. Dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan Carpenter (dalam Bennu, 2010) yang menyatakan “salah satu ide yang diterima secara luas dalam pendidikan matematika adalah bahwa siswa harus memahami matematika.”

Skemp (dalam Muaddab, 2010) membedakan pemahaman menjadi dua yaitu pemahaman instruksional (instructional understanding) dan pemahaman relasional (relational understanding). Pada pemahaman instruksional, siswa hanya sekedar tahu mengenai suatu konsep namun belum memahami mengapa hal itu bisa terjadi. Sedangkan pada pemahaman relasional, siswa telah memahami mengapa hal tersebut bisa terjadi dan dapat menggunakan konsep dalam memecahkan masalah-masalah sesuai dengan kondisi yang ada.

Pemahaman konsep berpengaruh terhadap tercapainya hasil belajar. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar atau kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Berkenaan dengan hal tersebut, Dimyati (2006: 3) mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari guru tindak mengajar diakhiri


(29)

15 dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari siswa hasil belajar merupakan puncak dari proses belajar.

Pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap konsep matematika menurut NCTM (dalam Herdian, 2010) dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam beberapa kriteria yaitu mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan, membuat contoh dan bukan contoh, menggunakan simbol-simbol untuk merepresentasikan suatu konsep, mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lainnya, mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep, mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan suatu konsep, serta membandingkan dan membedakan konsep-konsep.

Dalam penelitian ini, hasil belajar diperoleh siswa berdasarkan hasil tes pemahaman konsep. Untuk menilai pemahaman konsep matematika dapat dilakukan dengan memperhatikan indikator-indikator dari pemahaman konsep matematika. Adapun indikator pemahaman konsep dalam penelitian ini adalah :

a. Menyatakan ulang suatu konsep.

b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. c. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika. e. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

f. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu. g. Mengaplikasikan konsep.


(30)

16 B. Kerangka Pikir

Penelitian tentang efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa kelas X Pm SMKN 1 Bandar Lampung ini merupakan penelitian yang terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (X). Sedangkan pemahaman konsep matematis siswa sebagai variabel terikat (Y).

Pemahaman konsep merupakan modal penting bagi siswa untuk dapat menerapkan matematika dalam kehidupannya, sehingga manfaat pelajaran matematika benar-benar dapat dirasakan siswa. Oleh karena itu, rendahnya pemahaman konsep matematis siswa merupakan permasalahan yang harus mendapatkan perhatian serius dari guru. Permasalahan ini dapat terjadi karena proses pembelajaran yang berlangsung selama ini terpusat pada guru sehingga selama pembelajaran matematika hanya terjadi komunikasi satu arah yang menyebabkan siswa mengalami kejenuhan dan pasif selama pembelajaran.

Untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa dapat dilakukan beberapa hal, salah satunya adalah memilih model pembelajaran yang tepat. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran. Model pembelajaran yang dipilih hendaklah yang dapat menarik minat dan menumbuhkan semangat belajar siswa sehingga siswa aktif, kreatif, serta dapat memahami konsep matematika dengan baik.


(31)

17 Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menuntut siswa untuk berperan aktif menyelesaikan masalah yang ada di kelompoknya secara bersama-sama. Selain itu, pembelajaran kooperatif juga mengajarkan keterampilan bekerja sama dalam kelompok. Dengan kata lain, pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berperan aktif selama kegiatan pembelajaran, membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, berpikir kritis, serta memberikan efek terhadap sikap penerimaan perbedaan antar individu.

Model pembelajaran kooperatif ini mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang ditemui selama proses pembelajara. Pola interaksi yang bersifat terbuka dan langsung diantara anggota kelompok sangat penting bagi siswa untuk memperoleh kenyamanan dalam mengeksplorasi pengetahuan yang di-milikinya. Hal ini dimungkinkan karena siswa akan merasa lebih nyaman jika mengemukakan pikirannya melalui diskusi dengan teman dibanding dengan guru, sehingga penguasaan terhadap materi pelajaran akan lebih baik, hal ini dapat berimplikasi pada hasil belajar yang diperoleh siswa akan menjadi lebih baik

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan suatu model pembelajaran yang mana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok heterogen berdasarkan tingkat kemampuan akademik dan jenis kelamin untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, guru mengawali pembelajaran dengan mempresentasikan materi secara singkat. Kemudian siswa bekerja dengan kelompok STADnya. Di dalam kelompok STAD masing-masing, siswa dituntut untuk saling membantu, mendiskusikan, dan berargumentasi


(32)

18 guna mengembangkan pengetahuan yang mereka kuasai dan menutup adanya kesenjangan dalam pemahaman materi masing-masing, sehingga menerapkan model pembelajaran kooperatif akan lebih memberdayakan siswa dalam pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, setelah pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD diharapkan pemahaman konsep siswa dapat meningkat. Dengan pemahaman konsep yang optimal akan membantu siswa dalam memperoleh hasil belajar yang baik.

C. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah faktor lain yang mempengaruhi pemahaman konsep matematis siswa selain model pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak diperhatikan.

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Hipotesis Umum

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

2) Hipotesis Kerja

Rata-rata peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih dari rata-rata peningkatan


(33)

19 pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.


(34)

20

III METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMKN 1 Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMKN 1 Bandar Lampung yang terdiri dari 6 kelas jurusan manajemen (Akuntansi, Pemasaran dan Perkantoran). Dari keenam kelas tersebut dipilih 2 kelas yaitu sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan menggunakan teknik cluster random sampling karena tiap kelas dianggap memiliki tingkat kemampuan pemahaman konsep yang sama, sampel dalam penelitian terpilih kelas X PM1 sebagai kelas eksperimen dan X PM2 sebagai kelas kontrol.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan pola

pretest-posttest control designsebagaimana yang dikemukakan Furchan (1982:356)

sebagai berikut:

Tabel 3.1. Pretes – Postes Kontrol Desain

Kelas Pre-tes Perlakuan Pos-tes

Eksperimen Y1 X1 Y2


(35)

21 Keterangan:

X1 : perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

X2 : perlakuan pada kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran konvensional

Y1 : pretestyang diberikan sebelum perlakuan Y2 : posttestyang diberikan setelah perlakuan C. Langkah-Langkah Penelitian

Adapun langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Penelitian pendahuluan, untuk melihat kondisi lapangan seperti berapa kelas yang ada, jumlah siswanya, serta cara mengajar guru matematika selama pembelajaran

2. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar kerja Siswa (LKS) untuk kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sedangkan untuk kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

3. Membuat instrumen penelitian yang terlebih dahulu dibuat kisi-kisi yang sesuai dengan indikator pemahaman konsep matematis beserta penyelesaian dan aturan penskorannya. Kemudian soal tersebut diujikan terlebih dahulu ke kelas yang sebelumnya sudah pernah mendapatkan materi yang ada pada soal-soal tersebut. Setelah itu menghitung validitas tes untuk mengetahui apakah soal tersebut layak digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman


(36)

22 konsep matematis pada siswa yang baru akan mendapat pembelajaran tentang materi fungsi linier.

4. Mengadakan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

5. Melaksanakan perlakuan pada kelas eksperimen menggunakan model pem-belajaran STAD dan pada kelas kontrol menggunakan pempem-belajaran konvensioanal

6. Mengadakan posttes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol 7. Menganalisis data

8. Membuat kesimpulan D. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah data pemahaman konsep matematis siswa yang diperoleh dari tes pemahaman konsep pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pemahaman konsep berbentuk esai. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi Fungsi Linier yang diberikan. Tes diberikan sebelum pembelajaran (pretest) dan sesudah pembelajaran (posttest) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang diberikan sesudah pembelajaran dimaksudkan untuk melihat pengaruh pembelajaran terhadap pemahaman konsep matematis siswa. Untuk menilai pemahaman konsep matematika dapat dilakukan dengan memperhatikan indikator-indikator dari pemahaman konsep matematika. Adapun kriteria penilaian pemahaman konsep, disajikan dalam Tabel 3.2.


(37)

23 Tabel 3.2. Skoring Tes Pemahaman Konsep

No Indikator Jawaban Skor

1.

Menyatakan ulang suatu konsep

Tidak menjawab 0

Menyatakan ulang suatu konsep tetapi salah 1 Menyatakan ulang suatu konsep dengan benar 2

2.

Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.

Tidak menjawab 0

Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat

tertentu tetapi salah. 1

Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat

tertentu dengan benar. 2

3.

Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

Tidak menjawab. 0

Memberi contoh dan non-contoh dari konsep tetapi

salah. 1

Memberi contoh dan non-contoh dari konsep

dengan benar. 2

4.

Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.

Tidak menjawab 0

Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika tetapi salah. 1 Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika dengan benar. 2

5.

Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

Tidak menjawab. 0

Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup

suatu konsep tetapi salah. 1

Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup

suatu konsep dengan benar. 2

6.

Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

Tidak menjawab. 0

Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu tetapi salah. 1 Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu dengan benar. 2

7.

Mengaplikasikan konsep atau

pemecahan masalah.

Tidak menjawab. 0

Mengaplikasikan konsep atau pemecahan masalah

tetapi salah. 1

Mengaplikasikan konsep atau pemecahan masalah

dengan benar. 2

Sartika ( 2011:22)

F. Instrumen Penelitian dan Pengembangan

1. Validitas Butir Soal

Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi dari tes pemahaman konsep matematis ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes pemahaman konsep matematis dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan.


(38)

24 Dalam penelitian ini soal tes dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas X. Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika kelas X SMKN 1 Bandar Lampung mengetahui dengan benar kurikulum SMK, maka validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika. Tes yang dikategorikan valid adalah yang butir-butir tesnya telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur berdasarkan penilaian guru mitra.

Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa dilakukan dengan menggunakan daftar check list oleh guru.

Setelah perangkat tes dinyatakan valid, maka perangkat tes diujicobakan diluar sampel penelitian yaitu pada siswa kelas XI PM2. Setelah diujicobakan, diukur tingkat realiabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal.

2. Reliabilitas

Perhitungan reliabilitas tes ini didasarkan pada pendapat Sudijono (2008:207) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas tes dapat digunakan rumus alpha, yaitu :

keterangan: 11

r = Koefisien reliabilitas tes

n = Banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes

2

Si = Jumlah varians skor dari tiap butir item Si2 = Varians total

2 2 11 1 1 Si Si n n r


(39)

25 Setelah dilakukan perhitungan instrumen tes, diperoleh nilai r11= 0,79. Menurut Sudijono (2008:207) reliabilitas dari tes hasil belajar dikatakan tinggi apabila r11 sama dengan atau lebih dari 0,70. Berdasarkan interpretasi reliabilitas tersebut, instrumen tes digolongkan pada reliabilitas tinggi karena lebih dari 0,70. Oleh karena itu, instrumen tes tersebut dapat digunakan untuk mengumpulkan data.

3. Tingkat Kesukaran (TK)

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal. Suatu tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, yaitu tidak terlalu sukar, dan tidak terlalu mudah. Seperti yang dikemukakan Sudijono (dalam Noer, 2010:23) untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus :

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran sebagai berikut :

Tabel 3.3. Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

05 , 0 00

,

0 TK Sangat Sukar

30 , 0 16

,

0 TK Sukar

70 , 0 31

,

0 TK Sedang

85 , 0 71

,

0 TK Mudah

00 , 1 86

,

0 TK Sangat Mudah

Sudijono (dalam Noer, 2010:23)

T T I J TK


(40)

26 Setelah menghitung tingkat kesukaran soal diperoleh hasil bahwa soal nomor 1 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,62 sehingga termasuk kategori soal yang sedang, soal nomor 2 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,79 sehingga termasuk kategori soal yang mudah, soal nomor 3 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,17 sehingga termasuk kategori soal sukar, soal nomor 4 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,46 sehingga termasuk kategori soal sedang, soal nomor 5 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,32 sehingga termasuk kategori soal sedang dan soal nomor 6 memiliki tingkat kesukaran 0,16 sehingga termasuk kategori sukar. Dari 6 soal tersebut, dapat diketahui bahwa 3 soal memiliki tingkat kesukaran dengan kategori sedang yaitu butir soal nomor 1, 4, 5, dan 2 soal dengan kategori sukar yaitu butir soal nomor 6 dan 3, serta 1 soal dengan kategori mudah yaitu soal nomor 2.

4. Daya Pembeda (DP)

Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat membedakan siswa yang berkemampuam tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah. Untuk menghitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah).

Karno To (dalam Noer, 2010) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus:

IA JB JA DP


(41)

27 Keterangan :

DP : indeks daya pembeda satu butri soal tertentu

JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam tabel 3.3 berikut :

Tabel 3.4. Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

10 , 0 DP

Negatif Sangat Buruk

19 , 0 10

,

0 DP Buruk

29 , 0 20

,

0 DP Agak baik, perlu revisi

49 , 0 30

,

0 DP Baik

50 , 0

DP Sangat Baik

Sudijono (dalam Noer, 2010)

Setelah menghitung daya pembeda soal diperoleh hasil bahwa soal nomor 1 memiliki daya pembeda 0,40 sehingga termasuk soal dengan kategori baik, soal nomor 2 memiliki daya pembeda 0,22 sehingga termasuk soal dengan kategori sedang (agak baik), soal nomor 3 memiliki daya pembeda 0,38 sehingga termasuk soal dengan kategori baik, soal nomor 4 memiliki daya pembeda 0,63 sehingga termasuk soal dengan kategori sangat baik, soal nomor 5 memiliki daya pembeda 0,31 sehingga termasuk soal dengan kategori baik dan soal nomor 6 memiliki daya pembeda 0,36 sehingga termasuk soal dengan kategori baik. Dari 6 soal tersebut, dapat diketahui bahwa 4 soal memiliki daya pembeda dengan kategori baik yaitu soal nomor 1, 3, 5, 6, dan 1 soal dengan kategori agak baik


(42)

28 yaitu soal nomor 2 serta 1 soal dengan kategori sangat baik yaitu soal no 4. Rekapitulasi hasil tes uji coba disajikan dalam tabel 3.4 sebagai berikut:

Tabel 3.4. Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba No

Soal Validitas Reliabilitas Daya Pembeda

Tingkat Kesukaran

1 Valid

0,79 (Reliabilitas

Tinggi)

0,40 (baik) 0,62 (sedang)

2 Valid 0,22 (agak baik) 0,79 (mudah)

3 Valid 0,38 (baik) 0,17 (sukar)

4 Valid 0,63 (sangat baik) 0,46 (sedang)

5 Valid 0,31 (baik) 0,32 (sedang)

6 Valid 0,36 (baik) 0,16 (sukar)

Dari tabel rekapitulasi hasil tes uji coba diatas, terlihat bahwa keempat komponen soal yaitu nomor 1, 2, 4, 5 dari keenam butir soal tersebut telah memenuhi kriteria yang ditentukan, Sedangkan untuk dua butir soal yaitu nomor 3 dan 6 setelah dilakukan revisi,soal memenuhi kriteria sehingga keenam butir soal tersebut dapat digunakan untuk mengukur peningkatan pemahaman konsep matematis siswa.

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Sebelum sampel diberi perlakuan terlebih dahulu diadakan pretest, kemudian didapat hasil pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest, dianalisis untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Menurut Melzer dalam Noer (2010: 105) besarnya peningkatan dihitung dengan rumus gain ternormalisasi( norma-lized gain) = g, yaitu :

score pretes score possible imum score pretest score posttest g max


(43)

29 Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasi-fikasi dari Hake dalam Noer (105: 2010 ) seperti terdapat pada tabel berikut Tabel 3.5 Kriteria Indeks Gain

Indeks Gain (g) Kriteria

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang

g ≤ 0,3 Rendah

Sumber : Meltzer dalam Noer (2010: 105)

1. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah data peningkatan pemahaman matematis yang sudah dihitung dengan gain sebelumnya ber-distribusi normal atau tidak.

Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah. 1) Hipotesis Uji:

H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal 2) Taraf Signifikansi: α = 5%

3) Statistik uji:

Uji ini menggunakan uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2005: 273):

Keterangan:

X2 = harga Chi-kuadrat Oi = frekuensi observasi Ei = frekuensi harapan k = banyaknya kelas interval


(44)

30

4) Keputusan uji:

Tolak H0 jika 1 3 2

k

x

x dengan taraf = taraf nyata untuk pengujian. Dalam hal lainnya H0 diterima.

Karena sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal kemudian data diolah dengan menggunakan uji non-parametrik (uji Mann-Whitney U).

2. Uji Hipotesis

Adapun hipotesis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam uji Mann-Whitney U menurut Djarwanto (1985: 40) sebagai berikut.

H0 : Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sama dengan Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

H1 : Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

Untuk menghitung nilai statistik uji Mann-Whitney U, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

U = 1 2 1 1 1 2 ) 1 ( R n n n n

U = 1 2 2 2 2 2 ) 1 ( R n n n n


(45)

31 Keterangan:

U = Nilai Uji Mann-Whitney U

n1 = banyaknya subyek kelas dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD

n2 = banyaknya subyek kelas dengan pembelajaran konvensional

R1 = jumlah urutan yang diberikan pada sampel dengan jumlah n1.

R2 = jumlah urutan yang diberikan pada sampel dengan jumlah n2.

Adapun kriterianya adalah:

1. Jika probabilitas 0,05 maka H0 diterima

2. Jika probabilitas 0,05 maka H1 diterima

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan SPSS untuk melakukan Uji Mann-Whitney U.


(46)

49

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan analisis data diperoleh simpulan bahwa belum terdapat efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatan pemahaman konsep matematis siswa karena nilai rata-rata yang diperoleh pada indeks gain tidak berbeda secara signifikan. Banyak kelemahan pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD saat pembelajaran berlangsung.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Kepada peneliti lain yang ingin mengkaji lebih mendalam tentang model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sebaiknya pembentukan kelompok lebih memperhatikan heterogenitas dan tingkat kemampuan siswa. Selain itu, peneliti harus bisa mengontrol siswa dengan baik, sehingga proses pembelajaran berjalan kondusif.

2. Tahapan-tahapan pada model pembelajaran kooperatif STAD harus dilaksanakan secara maksimal sehingga siswa dapat mengkonstruksikan pemahaman konsep terhadap materi melalui diskusi kelompok.


(47)

50

3. Bagi guru sebaiknya memilih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Hal ini dikarenakan tidak semua materi pelajaran matematika selalu cocok hanya dengan satu model pembelajaran tertentu.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar Rineka Cipta. Jakarta

Bennu. 2010. Pemahaman Konsep. [on line]. Tersedia: http://sudarman- bennu. blogspot. com/2010/02/pemahaman-konsep.html. (01 Desember 2012)

Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Djarwanto. 1985. Statistika nonparametrik. Yogyakarta : BPFE

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Herdian. 2010. Kemampuan Pemahaman Matematika. [on line]. Tersedia: http://herdy07. wordpress.com/. (28 Agustus 2011)

Juliantara, Ketut. 2009. Pembelajaran Konvensional. [on line]. Tersedia:

http://www.kompasiana.com/ikpj. 27 Agustus 2012

Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning. Grasindo. Jakarta.

Muaddab, Hafis. 2010. Pemahaman Siswa. [on line]. Tersedia: http://hafismuaddab. wordpress.com/ 2010/01/13/pemahaman-siswa/. (26 Desember 2012)

Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Mustaqim dan Wahib, Abdul. 1991. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta


(49)

Sartika, Dewi. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 29 Bandar Lampung). Unila. Bandar Lampung

Satria, A. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Halim Jaya. Jakarta.

Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Nusa Media. Jakarta.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Tarsito. Bandung

Sudijono, Anas. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta

Sutikno, M. Sobry.2005. Pembelajaran Efektif.NTP Pres.Mataram.

Suyitno. 2004. Menjelajahi Pembelajaran Inovatif. Mass Media Buana Pustaka: Sidoarjo.


(1)

30 4) Keputusan uji:

Tolak H0 jika 1 3 2

k x

x dengan taraf = taraf nyata untuk pengujian. Dalam hal lainnya H0 diterima.

Karena sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal kemudian data diolah dengan menggunakan uji non-parametrik (uji Mann-Whitney U).

2. Uji Hipotesis

Adapun hipotesis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam uji Mann-Whitney U menurut Djarwanto (1985: 40) sebagai berikut.

H0 : Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sama dengan Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

H1 : Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

Untuk menghitung nilai statistik uji Mann-Whitney U, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

U = 1 2 1 1 1 2 ) 1 ( R n n n n

U = 1 2 2 2 2 2 ) 1 ( R n n n n


(2)

n1 = banyaknya subyek kelas dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD

n2 = banyaknya subyek kelas dengan pembelajaran konvensional

R1 = jumlah urutan yang diberikan pada sampel dengan jumlah n1.

R2 = jumlah urutan yang diberikan pada sampel dengan jumlah n2.

Adapun kriterianya adalah:

1. Jika probabilitas 0,05 maka H0 diterima

2. Jika probabilitas 0,05 maka H1 diterima

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan SPSS untuk melakukan Uji Mann-Whitney U.


(3)

49

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan analisis data diperoleh simpulan bahwa belum terdapat efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatan pemahaman konsep matematis siswa karena nilai rata-rata yang diperoleh pada indeks gain tidak berbeda secara signifikan. Banyak kelemahan pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD saat pembelajaran berlangsung.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Kepada peneliti lain yang ingin mengkaji lebih mendalam tentang model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sebaiknya pembentukan kelompok lebih memperhatikan heterogenitas dan tingkat kemampuan siswa. Selain itu, peneliti harus bisa mengontrol siswa dengan baik, sehingga proses pembelajaran berjalan kondusif.

2. Tahapan-tahapan pada model pembelajaran kooperatif STAD harus dilaksanakan secara maksimal sehingga siswa dapat mengkonstruksikan pemahaman konsep terhadap materi melalui diskusi kelompok.


(4)

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar Rineka Cipta. Jakarta

Bennu. 2010. Pemahaman Konsep. [on line]. Tersedia: http://sudarman- bennu. blogspot. com/2010/02/pemahaman-konsep.html. (01 Desember 2012)

Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Djarwanto. 1985. Statistika nonparametrik. Yogyakarta : BPFE

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Herdian. 2010. Kemampuan Pemahaman Matematika. [on line]. Tersedia: http://herdy07. wordpress.com/. (28 Agustus 2011)

Juliantara, Ketut. 2009. Pembelajaran Konvensional. [on line]. Tersedia: http://www.kompasiana.com/ikpj. 27 Agustus 2012

Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning. Grasindo. Jakarta.

Muaddab, Hafis. 2010. Pemahaman Siswa. [on line]. Tersedia: http://hafismuaddab. wordpress.com/ 2010/01/13/pemahaman-siswa/. (26 Desember 2012)

Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Mustaqim dan Wahib, Abdul. 1991. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta


(6)

Satria, A. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Halim Jaya. Jakarta.

Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Nusa Media. Jakarta.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Tarsito. Bandung

Sudijono, Anas. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta

Sutikno, M. Sobry.2005. Pembelajaran Efektif.NTP Pres.Mataram.

Suyitno. 2004. Menjelajahi Pembelajaran Inovatif. Mass Media Buana Pustaka: Sidoarjo.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Pagelaran Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 3 48

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Genap SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 37

FEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Genap SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 5 49

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 22 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 9 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 8 39

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA (Studi pada Siswa Kelas VII.2 Semester Ganjil SMP Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 54

PENGARUH PEMBELAJARAN AUDIOVISUAL TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi Pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Semester Genap SMK Negeri 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 12 51

PENGARUH PENERAPAN MODEL PERAIHAN KONSEP TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 13 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 43

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 20 Bandar Lampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 10 52

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 1 Terbanggi Besar Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 15 161