PENGARUH PENDEKATAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION (DI) TERHADAP KECEMASAN MATEMATIKA (MATH ANXIETY), PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMK : Studi Kuasi Eksperimen pada Salah Satu SMK di Kabupaten Bangka Tengah.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Differentiated Instruction (DI) ... 17

1. Apa yang dimaksud DI?... 17

2. Apa yang harus dibedakan?... 18

3. Bagaimana menggunakan DI?... 19

4. Membuat DI... 20

5. Langkah penerapan DI... 22

B. Multiple Intelligences Howard Garner ... 24

C. Kemampuan Pemahaman Matematis ... 28

D. Kemampuan Penalaran Matematis ... 33

E. Kecemasan Matematika (Mathematics Anxiety) ... 35

F. Keterkaitan DI dengan Kemampuan Pemahaman, Penalaran, dan Kecemasan Matematika... 41

G. Penelitian yang Relevan ... 43

H. Definisi Operasional ... 46

I. Hipotesis... 47

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 48


(2)

C. InstrumenPenelitian ... 49

1. Instrumen Tes Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematis ... 50

2. Analisis Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 55

3. Analisis Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 58

4. Instrumen Nontes ... 61

D. Prosedur Penelitian ... 62

E. Analisis Data ... 63

1. Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis ... 63

3. Analisis Data Skala Kecemasan Matematika ... 66

F. Jadwal Penelitian ... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pembelajaran dengan Pendekatan DI... 68

B. Hasil Penelitian ... 71

1. Kemampuan Pemahaman Matematis ... 72

a. Analisis Pretes dan Postes... 73

b. Analisis Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis 76

2. Kemampuan Penalaran Matematis ... 80

a. Pretes dan Postes ... 81

b. Analisis Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis... 85

3. Asosiasi Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis 87 4. Analisis Kecemasan Matematika ... 88

5. Analisis Kerja Siswa dalam Menyelesaikan Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 90

6. Analisis Kerja Siswa dalam Menyelesaikan Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 91

C. Pembahasan ... 92

1. Kemampuan Pemahaman Matematis ... 92

2. Kemampuan Penalaran Matematis ... 99

3. Asosiasi antara Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis ... 106

4. Kecemasan Matematika dengan Kemampuan ... 107

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 111

B. Implikasi ... 111


(3)

DAFTAR PUSTAKA ... 114

LAMPIRAN LAMPIRAN A ... 120

LAMPIRAN B ... 177

LAMPIRAN C ... 187

LAMPIRAN D ... 197


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia (BNSP, 2006). Berdasarkan pengertian di atas, maka wajar saja kita sering mendengar kalimat yang sering disitir akademisi matematika yaitu Math for All. Setiap orang di dalam kehidupannya pasti tidak dapat terlepas dengan matematika, siapapun, dan apapun profesinya pastinya membutuhkan matematika. Sejalan dengan prinsip tersebut maka sedari dini mulai dari jenjang pendidikan terendah sampai dengan tinggi diberikan pelajaran matematika sebagai salah satu pelajaran yang wajib ditempuh. Hal ini dapat menjadi bekal siswa dalam kehidupan sehari-hari serta kebutuhan karirnya kelak. Math for All ini juga sejalan dengan prinsip pembelajaran di Amerika yang menganut prinsip No Child Left Behind. Di sini tidak ada satupun siswa yang dianggap tidak mampu belajar matematika, dan semua siswa berhak mendapatkan materi pembelajaran matematika yang sama.

Matematika yang diberikan di sekolah memiliki kedudukan penting dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan mempertimbangkan enam prinsip matematika sekolah dalam pembelajaran (NCTM, 2000) yang melingkupi: (1) Equity. Keunggulan pada pendidikan matematika memerlukan keadilan (dugaan yang tinggi dan dorongan yang kuat pada semua siswa); (2) Curriculum. Kurikulum lebih dari kumpulan


(5)

aktivitas: harus koheren; difokuskan pada kepentingan matematika, dan artikulasi sekolah yang baik dan tepat; (3) Teaching. Pengajaran matematika yang efektif memerlukan pemahaman bagaimana siswa mengetahui dan membutuhkan belajar yang lebih menantang serta mendorong mereka untuk belajar lebih baik; (4) Learning. Siswa belajar matematika harus dengan pemahaman, dengan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya; (5) Assesment. Asesmen harus mendorong pembelajaran dari pentingnya matematika dan menyiapkan informasi yang bermanfaat diantaranya guru dan siswa; (6) Technology. Teknologi yang diperlukan dalam pengajaran dan pembelajaran matematika, itu mempengaruhi dalam mengajar matematika dan mempertinggi pembelajaran siswa.

Standar isi mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2007) menyatakan bahwa tujuan umum pendidikan matematika sekolah adalah:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan, menjelaskan keterkaitan antar konsep atau algoritma, secara luwes, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi yang menyusun bukti atau menjelaskan gagasan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol dan diagram, tabel, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki sikap ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.


(6)

Tujuan umum pendidikan matematika sekolah pada butir pertama mengisyaratkan bahwa kemampuan pemahaman konsep merupakan syarat untuk mencapai kemampuan pemecahan masalah, sehingga kemampuan pemahaman matematis memiliki peran penting dalam membentuk dan menunjang kemampuan-kemampuan matematis yang lainnya. Sama halnya dengan kemampuan pemahaman, kemampuan penalaran dalam butir tujuan yang kedua memberikan pengertian bahwa kemampuan penalaran matematis siswa mempengaruhi kemampuan siswa untuk dapat menyusun bukti atau menjelaskan ide gagasan. Di sini siswa dapat membuat suatu kesimpulan dan mengemukakan ide dengan baik dengan cara bernalar, yaitu memperhatikan keserupaan data, pola, memperkirakan solusi, dan membuat konjektur, sehingga kemampuan penalaran ini sangatlah penting kedudukannya dalam membentuk kemampuan matematis lainnya.

Hal tersebut juga sesuai dengan standar pendidikan matematika yang ditetapkan National Council of Teachers of Mathematics (2000) yaitu ada beberapa kemampuan-kemampuan standar yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika meliputi: (1) komunikasi matematis(mathematical communication); (2) penalaran matematis (mathematical reasoning); (3) pemecahan masalah matematis(mathematical problem solving); (4) koneksi matematis(mathematical connection); dan (5) representasi matematis(mathematical representation).

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa ada beberapa kemampuan matematis siswa yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran. Salah


(7)

satu kemampuan yang harus dikembangkan adalah penalaran matematis siswa. Berkenaan dengan pengembangan kemampuan matematis siswa,NCTM (2000) menyatakan bahwa siswa harus mempelajari matematika berdasarkan pemahaman dan aktif mengkonstruksi pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Artinya siswa dituntut mampu menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya serta menghubungkan pengetahuan baru dengan pengalaman sebelumnya. Pada saat siswa akan mempelajari materi matematika yang baru maka akan dipengaruhi oleh sejauh mana pengetahuan awal atau kesiapan yang dimiliki siswa, sehingga menentukan keberhasilan siswa tersebut dalam mempelajari pengetahuan baru dalam pembelajaran. Seperti yang dikemukakan Shadiq (2009) pengetahuan yang ada pada kerangka kognitif maupun pengalaman lama yang pernah dialami siswalah yang akan menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran.

Pentingnya kemampuan pemahaman dan penalaran di atas menjadikan penelitian-penelitian tentang kemampuan tersebut perlu dilakukan. Suryadi (Kurniawan, 2010) mengungkapkan bahwa hasil sejumlah penelitian pembelajaran matematika pada umumnya masih terfokus pada pengembangan berpikir matematis yang bersifat prosedural. Kemampuan berpikir matematis yang bersifat prosedural dengan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis adalah aspek yang saling melengkapi, sehingga tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Oleh karenanya diperlukan pula penelitian-penelitian yang berfokus kepada pengembangan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis. Prosedur penting, namun dengan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan bernalar


(8)

yang baik dapat membuat pembelajaran yang dilakukan lebih bermakna, sehingga siswa tidak mudah lupa. Dengan kemampuan pemahaman dan penalaran yang baik, maka siswa hanya membutuhkan daya mengingat kembali (recall) untuk memahami cara menyelesaikan soal yang serupa.

Fakta di lapangan sangat berbeda dengan yang diharapkan, berdasarkan data dari Depdiknas mengenai Ujian Nasional siswa SMK lima tahun terakhir, menyatakan bahwa nilai rata-rata matematika merupakan nilai terendah dari semua mata pelajaran yang diujiankan (Kurniawan, 2010). Rendahnya kemampuan siswa dalam mempelajari matematika ini juga dikeluhkan oleh para guru matematika SMK peserta diklat di PPPPTK Matematika (Markaban, 2008).

Sejalan dengan itu, ada beberapa penelitian yang telah dilakukan guna meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa, namun hasilnya masih belum maksimal. Penelitian Sunardja (2009) menyebutkan bahwa kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol belum tuntas secara klasikal. Lalu penelitian Sudihartini (2009) juga menyebutkan pembelajaran di kelas eksperimen baru mencapai ketuntasan belajar secara klasikal pada kemampuan pemahaman konsep. Sedangkan pada kemampuan penalaran matematis siswa kelas eksperimen belum tuntas secara klasikal. Penelitian Lestari (2008) menyatakan bahwa dari hasil deskripsi jawaban soal tampak siswa masih kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal untuk pemahaman relasional, penalaran analogi, penalaran kondisional dan penalaran silogisme. Secara khusus penelitian di SMK yang dilakukan Wijaya (2011) menyebutkan bahwa meskipun rataan skor postes kemampuan penalaran


(9)

kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol namun hasil yang diperoleh belum maksimal. Kemudian penelitian Arviantoet al. (2011) menyatakan bahwa masih rendahnya pemahaman konsep siswa SMK dalam belajar matematika.

Data yang telah dikemukakan di atas memberi makna bahwa penelitian terhadap aspek kemampuan pemahaman dan penalaran matematis masih perlu dilakukan, seperti yang dikemukakan Sutarto (2010) tentang perlunya penelitian lebih lanjut tentang kontribusi yang diberikan strategi yang digunakan pada aspek pemahaman instrumental, mekanikal, komputasi, atau pada aspek pemahaman rasional, relasional fungsional, serta aspek generalisasi, yaitu berupa penemuan fakta, memberikan makna pada fakta, atau membuat kesimpulan dari fakta-fakta.

Rendahnya kemampuan-kemampuan matematis siswa dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya dipengaruhi oleh kecemasan matematika siswa. Seperti yang terungkap dalam penelitian Anita (2011) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya kemampuan berpikir matematis siswa dapat dipengaruhi oleh kecemasan matematika yang sering disebut mathematics anxiety. Oleh karena itu, sebaiknya guru memperhatikan adanya indikasi kecemasan matematika pada diri siswa. Kecemasan matematika (mathematics anxiety) adalah perasaan-perasaan atau ketegangan saat memanipulasi angka-angka, menyelesaikan permasalahan matematika dalam kehidupan sehari-hari sertadalam situasi akademik (Royanto, 2010). Kecemasan dapat dialami oleh semua siswa, baik yang memliki kemampuan matematis tinggi atau rendah. Tapi saat kecemasan matematika itu sudah berlebihan, dengan kata lain telah mengganggu sikap positif siswa terhadap matematika, maka akan menghambat siswa dalam belajar dan mengembangkan


(10)

kemampuan matematisnya.Kecemasan matematika ini layak mendapatkan perhatian, khususnya yang terjadi pada siswa-siswa di Indonesia. Terutama berdasarkan data PISA tahun 2006, yang mengatakan bahwa jumlah siswa di Asia yang mengalami kecemasan matematika cukup tinggi (Tim, 2010). Hal yang sama juga dinyatakan Anita (2009) dalam penelitiannya tentang kecemasan matematika siswa SMP. Temuannya menyatakan bahwa tingkat kecemasan yang paling tinggi dialami siswa adalah kecemasan terhadap ujian matematika. Hal itu bukan hanya terlihat dalam analisis skala kecemasan matematika, tapi tampak pula pada saat pembelajaran di kelas. Artinya kecemasan matematika yang terjadi pada diri siswa telah masuk kategori yang mengkhawatirkan.

Kecemasan matematika termasuk dalam ranah afektif hasil pembelajaran matematika. Disebutkan Suryanto (2008) bahwa aspek afektif dianggap sebagai hasil langsung atau tidak langsung dari pembelajaran matematika kumulatif sejak sekolah dasar sampai sekolah menengah (sekolah menengah atas). Pernyataan tersebut dapat memberi dugaan bahwa tingkat kecemasan siswa SD tidak akan jauh berbeda dengan tingkat kecemasan siswa tersebut ketika telah berada jenjang SMP. Begitu pula tingkat kecemasan siswa SMP, diduga tidak akan jauh berbeda dengan tingkat kecemasan siswa tersebut saat ketika menduduki jenjang pendidikan SMA atau SMK.

Menimbang cukup tingginya tingkat kecemasan siswa serta bagaimana kecemasan matematika tersebut mempengaruhi kemampuan matematika siswa, maka penelitian-penelitian berkenaan kecemasan matematika ini perlu dilakukan. Sebagaimana yang disarankan oleh Sumardiyono (2011) bahwa perlu dilakukan


(11)

penelitian yang lebih komprehensif terkait kecemasan matematika karena gejala ini merupakan gejala umum dan nyata yang mempengaruhi perkembangan belajar peserta didik maupun pendidik. Lebih rinci Plaisance (2010) menyarankan agar penelitian di masa mendatang harus menyelidiki berkenaan menentukan metode pengajaran apa yang digunakan, bagaimana metode diimplementasikan, dan apa yang membuat metode tersebut menyenangkan sehingga dapat mengubah kecemasan matematika siswa.

Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya tingkat kemampuan siswa, salah satunya adalah cara mengajar guru yang kurang efektif. Slameto (2010) mengatakan salah satu syarat yang diperlukan dalam mengajar yang efektif adalah guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual. Karena masing-masing siswa mempunyai perbedaan dalam berbagai segi, misalnya intelegensi, bakat, minat, kebutuhan, kesiapan belajar, gaya belajar dan lain sebagainya. Guru harusmemeriksa kembalimetode pengajaran tradisionalyang seringtidaksesuai dengangaya belajar siswa dan keterampilanmengajarguru perlu lebih diproduktifkan. Pelajaranmatematika harusdisajikandalam berbagaicara(Khatoon dan Mahmood, 2010). Tentu saja maksudnya adalah dengan menyajikan matematika dalam beragam cara, maka dapat memberikan peluang yang lebih besar kepada guru untuk memenuhi kebutuhan siswanya yang beragam pula.Perbedaan siswa lainnya adalah perbedaan dalam kemampuan matematika, beberapa dari siswa kurang memiliki kemampuan tentang konsep matematika, stuktur dan proses (Kusumah, 2010). Penjelasan di atas memberi makna bahwa guru harus mengubah cara mengajar tradisional atau konvensional yang sering


(12)

digunakan menuju bentuk pengajaran yang dapat mengakomodir perbedaan-perbedaan individual tersebut.

Sebenarnya kemampuan yang harus dimiliki seorang guru untuk memahami siswa secara mendalam merupakan kompetensi yang memang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai agen pembelajaran yang termuat didalam UU no.14 tahun 2005. Sejalan dengan hal itu, dalam PP no.19 tahun 2005 menjelaskan apa saja kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, berupa kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, serta kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Subkompetensi memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik. Secara umum perkembangan kognitif siswa SMK hampir sama dengan siswa SMA yang rata-rata telah masuk ke dalam tahap operasi formal. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Berarti siswa telah mampu menyeimbangkan dengan karakter matematika yang abstrak. Namun jika ditilik dari karakter SMK sendiri, yang merupakan sekolah kejuruan dengan muatan kurikulum yang lebih menekankan kepada penguasaan kecakapan hidup


(13)

berupa keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakat siswa, maka hal ini akan berpengaruh kepada perkembangan kognitif siswa SMK juga. Karena interaksi siswa terhadap lingkungannya dalam hal ini SMK akan memberikan interaksi dan menciptakan pengalaman fisik yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif siswa.

Pelajaran matematika di SMK yang termasuk pelajaran adaptif secara substansi isi hampir sama dengan matematika SMA. Hanya saja dari sisi kedalaman materi, matematika SMA lebih dalam daripada matematika SMK. Akan tetapi, sebagaimana tertuang dalam salah satu butir Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mata pelajaran matematika SMK di semua kelompok kejuruan (BNSP, 2012) yaitu menerapkan matematika sebagai dasar penguasaan kompetensi produktif dan pengembangan diri, menjadikan matematika SMK memiliki karakteristik yang berbeda dengan matematika SMA. Ada Standar Kompetensi (SK) yang ada di SMK namun tidak ada di SMA, dan sebaliknya. Contoh SK matematika SMK, memecahkan masalah berkaitan dengan konsep aproksimasi kesalahan. SK ini tidak ada pada matematika SMA baik kelompok IPA atau IPS, SK tersebut hanya ada pada matematika SMK kelompok teknologi, kesehatan dan pertanian. Hal ini dikarenakan SK tersebut menjadi dasar siswa dalam mempelajari pelajaran produktif kejuruannya. Misalnya siswa SMK teknologi jurusan Teknik Instalasi Tenaga Listrik, SK tersebut menjadi dasar mereka dalam mempelajari SK pelajaran produktif yaitu menggunakan hasil pengukuran dengan Kompetensi Dasar (KD) melakukan pengukuran besaran listrik.


(14)

Namun sebaliknya, contoh SK matematika SMA, menggunakan perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas trigonometri dalam pemecahan masalah. SK ini tidak ada pada matematika SMK kelompok sosial, administrasi perkantoran, dan akuntansi, karena memang pada pelajaran produtif SMK kelompok sosial, administrasi perkantoran, dan akuntansi tidak membutuhkan dasar SK tersebut. Kekhasan SK dan KD atau Standar Isi dari matematika SMK ini membuat matematika pada SMK memiliki karakter tersendiri. Materi-materi matematika SMK hanya terbatas kepada sejauh mana materi itu dapat terpakai dalam pelajaran produktif. Singkatnya, matematika SMK diajarkan untuk mendukung dan mempermudah siswa dalam belajar pelajaran produktif.

Kompetensi guru dalam merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran, memiliki peran yang penting. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. Guru matematika SMK yang memiliki kompetensi ini harus dapat merancang strategi pembelajaran yang cocok dengan karakteristik matematika SMK dan siswa SMK itu sendiri. Matematika SMK yang aplikatif dalam kejuruannya masing-masing dan siswa yang lebih senang bekerja dengan cara praktek atau termasuk tipe belajar kinestetik. Meski tidak dipungkiri siswa dengan tipe belajar visual dan audio juga pasti ada. Karakteristik ini yang


(15)

merupakan salah satu dari perbedaan individual yang seharusnya menjadi perhatian guru dalam merencanakan pembelajaran di kelas.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa mengatasi perbedaan-perbedaan individual (1) akan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar sambil mendorong mereka untuk tetap berkomitmen dan tetap positif serta (2) siswa dapat belajar efektif ketika berhadapan dengan tugas-tugas yang menantang, tidak terlalu sederhana atau terlalu kompleks. (Tomlinson dalam Harta, 2011). Penelitian serupa juga menemukan bahwa mengabaikan karakteristik ini (1) akan mengabaikan gaya belajar yang berbeda dan kepentingan hadir disemua kelas (Fischer dan Rose dalam Harta, 2011) (2) dapat mengakibatkan beberapa siswa jatuh kebelakang, kehilangan motivasi dan gagal untuk berhasil. (3) siswa yang kemungkinan maju dan termotivasi pada awalnya menjadi hilang semangat dikarenakan guru yang berusaha menyelesaikan target kurikulum sebanyak mungkin (Tomlinson dalam Harta, 2011). Menimbang keutamaan mengatasi perbedaan individual yang telah diuraikan diatas maka diperlukan suatu cara atau pendekatan yang dapat dengan efektif mengakomodir perbedaan individual siswa tersebut.

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan perbedaan individual itu adalah dengan membedakan instruksi (differentiated instruction). Differentiated instruction (DI) adalah cara untuk menyesuaikan instruksi kepada kebutuhan siswa dengan tujuan memaksimalkan potensi masing-masing pembelajar dalam lingkup yang diberikan (Tomlinson dalam Butler, 2008). Tomlinson membedakan DI berdasarkan proses, isi, penilaian, atau kombinasi dari ketiganya. Berbeda


(16)

halnya dengan pendekatan Direct Instruction yang sering disebut pula DI. Direct Instruction adalah sebuah pendekatan untuk mengajar yang berorientasi pada keterampilan dan praktek-praktek pengajaran yang diarahkan oleh guru (Carnine, 2000). Jadi pendekatan Direct Instruction ini dapat dikatakan berpusat kepada guru, sedangkan pendekatan Differentiated Instruction berbasis guru tapi berpusat kepada siswa.

Differentiated Instruction atau disingkat DI yang dimaksud di sini adalah cara berpikir tentang pengajaran dan pembelajaran yang menekankan pada kondisi awal individu daripada rencana tindakan yang mengabaikan kesiapan, minat dan profil belajar siswa (Good dalam Butler, 2008). DI memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada siswa untuk mengeksplorasi perbedaan individualnya untuk dijadikan kekuatan dalam memahami matematika. Proses tersebut diawali dengan pengumpulan informasi awal siswa berupa kesiapan belajar siswa (readiness), minat (interest) dan gaya belajar siswa (learning profile) pada tahap sebelum pembelajaran dimulai yang dilakukan guru. Berdasarkan informasi inilah DI disusun, pada tahap ini pula guru berperan sangat penting untuk merencanakan dan membuat bahan ajar berdasarkan DI sehingga perbedaan individual siswa justru dapat disinergikan menjadi kekuatan yang dapat membuat siswa lebih efektif belajar matematika.

Logan (2008) menyatakan bahwa DI milik sekolah menengah. Karena pada saat siswa berada pada jenjang itu, perbedaan siswa lebih terlihat jelas. Dengan menerapkan DI, gurudapatberperan dalam membantusiswauntuk mencapai hasil belajar yang lebih baikdan mengembangkan potensinya.Lebih


(17)

lanjut Logan menyatakan bahwa sekolahmemiliki tanggung jawab untukmenyesuaikan diri denganperkembangankebutuhan dantingkatansiswa. Jadi dapat dikatakan bahwa untuk pendekatan DI ini tepat digunakan pada pembelajaran siswa pada jenjang SMK.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka penelitian difokuskan pada pengaruh pendekatan Differentiated Instruction (DI) terhadap kecemasan matematika (Math Anxiety), peningkatan kemampuan pemahaman serta penalaran matematis siswa SMK.

B. Rumusan Masalah

Paparan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, mengerucutkan penelitian ini kepada empat masalah yang dirinci sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman siswa yang belajar melalui pendekatan DI lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan penalaran siswa yang belajar melalui pendekatan DI lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional?

3. Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan pemahaman dengan penalaran matematis siswa?

4. Apakah terdapat pengaruh pembelajaran dengan pendekatan DI terhadap kecemasan matematika siswa?


(18)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menelaah tentang peningkatan pemahaman matematis siswa yang belajar melalui pendekatan DI apakah lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

2. Menelaah tentang peningkatan penalaran matematis siswa yang belajar melalui pendekatan DI apakah lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

3. Menelaah asosiasi antara kemampuan pemahaman matematis dan penalaran matematis siswa.

4. Menelaah pengaruh pendekatan DI terhadap kecemasan matematika siswa.

D. Manfaat Penelitian

Selain menjawab permasalahan penelitian yang akan dikaji, penelitian ini juga akan memberikan banyak manfaat, khususnya kepada siswa, guru, praktisi pendidikan lainnya serta dunia pendidikan umumnya. Berikut manfaat yang akan diberikan penelitian ini:

1. Memberi gambaran kondisi kecemasan matematika siswa.

2. Menawarkan salah satu alternatif pilihan pendekatan dalam mengajar matematika.


(19)

3. Memberikan variasi cara belajar bagi siswa, dalam hal ini pembelajaran didasarkan kepada perbedaan individual siswa.

4. Menjadi penyegaran dalam pembelajaran matematika konvensional. 5. Memberi gambaran kondisi kemampuan pemahaman dan penalaran

matematika siswa khususnya siswa SMK.

6. Menjadi bahan dan kajian untuk penelitian lebih lanjut berkenaan penerapan pendekatan DI dalam pembelajaran matematika.


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan menggunakan desain penelitian kuasi eksperimen, dengan desain kelompok kontrol non-ekuivalen.Karena dua kelompok sampel yang akan dibandingkan sudah terbentuk sebelum penelitian dilaksanakan. Diagram desain penelitian adalah sebagai berikut:

O X O --- O O

(Ruseffendi, 2005)

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Differentiated Instruction (X) pada kelas eksperimen, dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Pada akhir pembelajaran diadakan tes akhir (O) yaitu tes kemampuan pemahaman dan tes kemampuan penalaran.

Untuk melihat ada atau tidaknya perubahan kecemasan matematika siswa di kelas eksperimen, maka khusus di kelas ini diberikan skala kecemasan matematika yang harus diisi siswa sebelum dan sesudah proses pembelajaran. Data diperlukan untuk mendeskripsikan kecemasan matematika siswa dan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kecemasan matematika siswa sebelum dan setelah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan DI.


(21)

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa pada sebuah SMK Negeri di Kabupaten Bangka Tengah tahun pembelajaran 2012/2013. Pemilihan populasi dikarenakan SMK tersebut termasuk berkategori sedang. Sedangkan siswa yang menjadi sampel adalah siswa kelas XI. Pertimbangannya adalah siswa kelas XI telah cukup beradaptasi dengan kurikulum SMK. Beda halnya dengan siswa kelas X yang masih dalam masa peralihan dari jenjang SMP ke SMK sehingga masih dalam tahap adaptasi, sedangkan siswa kelas XII telah dipersiapkan untuk menghadapi ujian nasional.

Total kelas XI berjumlah enam kelas, dengan rincian dua kelas Teknik Kendaraan Ringan (TKR), dua kelas Teknik Instalasi Tenaga Listrik (TITL), dan dua kelas Teknik Komputer Jaringan (TKJ). Sampel yang diambil sebanyak dua kelas yaitu kelas XI TKJ1 dan kelas XI TKJ2. Pertimbangannya adalah hasil diskusi dengan guru yang mengajar matematika dikelas XI yang mengungkapkan bahwa kemampuan siswa kelas TKR, TKJ dan TITL berturut-turut memiliki kemampuan yang rendah, sedang dan tinggi. Jadi siswa kelas XI TKJ termasuk kategori yang mewakili, yaitu memiliki kemampuan yang sedang.

D. Instrumen Penelitian


(22)

tes, yaitu soal kemampuan awal matematis, soal kemampuan pemahaman dan soal penalaran; serta non tes, terdiri skala kecemasan matematika siswa terhadap pembelajaran matematika, lembar observasi dan pedoman wawancara. Instrumen tes akan diujicobakan sebelum digunakan untuk penelitian.

1. Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis

Penyusunan tes kemampuan pemahaman dan penalaran matematis dimulai dengan membuat kisi-kisi soal, dilanjutkan dengan menyusun soal dan kunci jawaban secara terpisah. Tes disusun dalam tipe uraian karena peneliti ingin melihat proses yang tampak dalam penyelesaian masalah yang dibuat siswa. Tes kemampuan pemahaman dibuat sejumlah lima item soal. Sedangkan Tes kemampuan penalaran dibuat sejumlah tujuh item soal.

Pemberian skor tes kemampuan pemahaman dan penalaran matematis merujuk kepada pedoman penilaian rubrik berikut ini:

Tabel 3.1

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Pemahaman Matematis

Skor Respon Siswa

0 Tidak ada Jawaban, tidak ada penjelasan dari solusi, penjelasan tidak dapat dimengerti, atau tidak berhubungan dengan masalah

1 Terdapat banyak kesalahan dalam prosedur matematika sehingga masalah tidak dapat diselesaikan

2 Beberapa bagian bisa jadi benar, tapi sebuah jawaban benar tidak tercapai

3 Solusi/penyelesaian menunjukkan bahwa siswa mempunyai pemahaman yang luas dari permasalahan dan konsep utama yang diperlukan untuk solusi


(23)

Tabel 3.2.

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematis

Skor Respon Siswa

0 Tidak ada tanda/petunjuk/fakta/bukti dari sebuah strategi atau prosedur, atau menggunakan sebuah strategi yang tidak membantu menyelesaikan/memecahkan masalah

1 Tidak ada tanda/petunjuk/fakta/bukti dari penalaran matematika 2 Beberapa tanda/petunjuk/fakta/bukti dari penalaran matematika 3 Menggunakan penalaran matematika yang efektif

a. Langkah-langkah yang dilakukan dalam melaksanakan uji coba soal tes kemampuan pemahaman dan penalaran matematis adalah sebagai berikut:

1) Pengecekan validitas isi dan validitas konstruk berkenaan dengan ketepatan alat ukur dengan materi yang akan diuji; kesesuaian antara indikator dan butir soal; kejelasan bahasa atau gambar dalam soal.

2) Kemudian untuk melihat validitas empirik, dalam hal ini validitas banding tiap butir soal menggunakan korelasi produk momen dengan angka kasar (Suherman dan Kusumah, 1990: 154).

= −

2− 2 . 2− 2

Keterangan :

= Koefisien validitas = Banyak subjek

= Skor tiap butir soal = Skor total


(24)

Kemudian untuk menentukan kriteria derajat validitas menurut Suherman dan Kusumah (1990: 147) tersaji pada Tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3.

Klasifikasi Koefisien Validitas

Nilai rxy Interpretasi

0,90 < rxy 1,00 Validitas sangat tinggi (sangat baik) 0,70 < rxy 0,90 Validitas tinggi (baik)

0,40 < rxy 0,70 Validitas sedang (cukup) 0,20 < rxy 0,40 Validitas rendah

0,00 < rxy 0,20 Validitas sangat rendah rxy 0,00 Tidak valid

3) Reliabilitas instrumen adalah suatu kondisi konsisten terhadap hasil yang diberikan oleh suatu alat ukur, walaupun dilakukan oleh orang, waktu dan tempat yang berbeda (Suherman dan Kusumah, 1990: 167). Dengan rumus Cronbach-Alpha (Suherman dan Kusumah, 1990: 194) sebagai berikut:

11 = −

1 1− �2 2

Keterangan :

11 = koefisien reliabilitas = banyak butir soal

�2 = jumlah variansi skor tiap item 2 = variansi skor total


(25)

4) Kemudian untuk menginterpretasikan reliabilitas instrumen menggunakan kriteria yang dibuat Guilford (Suherman dan Kusumah, 1990: 177) tersaji pada Tabel 3.4 berikut:

Tabel 3.4.

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Nilai r11 Interpretasi

r11 0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah

0,20 < r11 0,40 Derajat reliabilitas rendah

0,40 < r11 0,60 Derajat reliabilitas sedang

0,60 <r11 0,80 Derajat reliabilitas tinggi

0,80 < r11 1,00 Derajat reliabilitas sangat tinggi

5) Untuk mengetahui daya pembeda setiap butir soal tes, langkah pertama yang dilakukan adalah mengurutkan perolehan skor seluruh siswa dari yang skor tertinggi sampai skor terendah, langkah kedua mengambil 27% siswa yang skornya tinggi dan 27% siswa yang skor rendah selanjutnya disebut kelompok atas dan kelompok bawah. Kemudian menggunakan rumus sebagai berikut

DP =

Soal Maks Skor JSA

JB JBA B .

(Juhara dan Zauhara, 1999:7) Keterangan :

DP = Daya pembeda

JBA = Jumlah skor dari kelompok atas

JBB = Jumlah skor siswa dari kelompok bawah


(26)

Untuk menginterpretasikan daya pembeda menurut (Suherman dan Kusumah:1990) menggunakan kriteria yang tersaji pada Tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5.

Klasifikasi Daya Pembeda

Untuk menganalisis tingkat kesukaran soal kemampuan pemahaman matematis dan soal kemampuan pemahaman matematis, digunakan rumus sebagai berikut:

IK=

Soal maks Skor JSA

JB JBA B

. . 2

(Juhara dan Zauhara, 1999: 8) Keterangan :

IK = Indeks kesukaran

JBA = Jumlah skor dari kelompok atas

JBB = Jumlah skor siswa dari kelompok bawah

JSA = Jumlah siswa dari kelompok atas

Kemudian menurut Suherman dan Kusumah (1990) mengklasifikasi indeks kesukaran tersaji pada Tabel 3.6 berikut:

Nilai DP Interpretasi

DP≤0,00 Sangat Jelek

0,00 < DP≤0,20 Jelek

0,20 < DP≤0,40 Cukup

0,40 < DP≤0,70 Baik


(27)

Tabel 3.6.

Klasifikasi Tingkat Kesukaran Nilai IK Interpretasi Soal IK = 0,00 Soal terlalu sukar 0,00 < IK 0,30 Soal sukar 0,30 < IK  0,70 Soal sedang 0,70 < IK < 1,00 Soal mudah

IK = 1,00 Soal terlalu mudah

b. Hasil Ujicoba Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Ujicoba instrumen dilakukan di SMK 1 Koba pada siswa kelas XII TKJ2 yang berjumlah 31 siswa.Pemilihan tempat ujicoba didasari subjek dan karakteristiknya yang serupa dengan populasi penelitian (Ruseffendi, 2005).Ujicoba dilaksanakan pada hari Senin, 1 Oktober 2012. Sebelumnya, siswa telah diinformasikan jika akan diadakan tes berkenaan materi peluang yang telah mereka pelajari. Sehingga hasil ujicoba yang didapatkan diharapkan benar-benar menjadi data yang representatif sesuai kebutuhan ujicoba instrumen yang dibutuhkan peneliti.

2. Analisis Tes Kemampuan Pemahaman Matematis a. Analisis Statistik

Analisis data skor tes ujicoba menggunakanan program Anates, dan program Microsoft Office Excel 2007 yang keduanya menghasilkan data statistik yang sama. Berikut rekapitulasi analisis statistik tes kemampuan pemahaman.


(28)

Tabel 3.7. Nilai Analisis Tes Kemampuan Pemahaman Matematis No No Butir

Soal

Validitas Realibilitas Tingkat Kesukaran

Daya Pembeda

1 1a 0,941 0,92 0,40 0,79

2 1b 0,927 0,38 0,75

3 1c 0,818 0,23 0,46

4 4 0,688 0,25 0,50

5 5 0,279 0,06 0,12

Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.2 halaman 181.Berdasarkan kriteria klasifikasi yang telah dijelaskan dibagian sebelumnya, maka nilai statistik tes kemampuan pemahaman matematis diinterpretasikan sebagai berikut:

Tabel 3.8.

Interpretasi Hasil Analisis Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

No No Butir Soal

Validitas Realibilitas Tingkat Kesukaran

Daya Pembeda 1 1a Sangat tinggi

Sangat tinggi

Sedang Sangat baik

2 1b Sangat tinggi Sedang Sangat baik

3 1c Tinggi Sukar Baik

4 4 Sedang Sukar Baik

5 5 Rendah Sukar Jelek

b. Analisis Penggunaan Soal Tes Kemampuan Pemahaman

Satu set soal dikatakan baik bila validitasnya dan realibilitasnya tinggi, tingkat kesukaran sedang, serta daya pembeda sedang (Ruseffendi, 1991). Selanjutnya soal dianggap baik untuk PAN (Penilaian Acuan Normatif) ialah soal yang tingkat kesukarannya sedang, tetapi untuk PAP (Penilaian Acuan Patokan) melihat sudah belajar tuntasnya seseorang atau untuk tes kekuatan (power test) bagi seseorang misalnya, maka kesukaran soal secara relatif itu tidak usah terlalu dihiraukan


(29)

(Ruseffendi, 2005). Dikarenakan maksud tes kemampuan pemahaman ini untuk melihat ketuntasan seorang siswa dalam kemampuan pemahaman matematis jadi yang digunakan adalah PAP, sehingga soal dengan tingkat kesukaran soal yang sukar masih dipertimbangkan dipakai dengan alasan-alasan tertentu.

Berikut analisis hasil uji coba berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 3.7 dan Tabel 3.8:

1) Soal no 1 a dan 1 b langsung dipakai

2) Soal no 1 c termasuk soal sukar. Soal mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu mengukur kemampuan pemahaman relasional. Beberapa jawaban siswa telah mengarah ke alasan yang diminta, namun secara bahasa terlihat siswa kesulitan mengkomunikasikan jawaban dengan kata-kata yang tepat.Dikarenakan kemampuan pemahaman relasional ini yang memang hendak diukur peneliti maka soal tetap digunakan.

3) Soal no 4 termasuk soal sukar, namun berdasarkan deskripsi jawaban siswa dapat diketahui jika kalimat soal memberi pengertian ganda. Siswa menjawab jika banyaknya flashdisk yang ada berjumlah total 16 buah. Padahal sebenarnya ada 12, tapi diantaranya ada 4 flashdisk yang terkena virus. Jadi soal ini tetap dipakai dengan syarat diperbaiki terlebih dahulu.

4) Soal no 5, validitas rendah, sukar dan daya pembedanya jelek. Sangat dimungkinkan untuk tidak dipakai. Tetapi pada analisis soal kemampuan penalaran khususnya pada butir soal no 2 untuk semua item, sebagian besar siswa dapat


(30)

menjawab dengan benar dan termasuk soal yang baik (dipakai). Soal no 2 ini sama dengan soal no 5 yaitu tentang materi kaidah pencacahan, khususnya aturan perkalian. Hanya saja bentuk soal no 5 dikhususkan kepada aturan pengisian tempat. Jadi sebenarnya secara konsep siswa paham, terlihat pula dalam deskripsi beberapa jawaban siswa yang dapat memberikan beberapa contoh susunan kata kunci yang diminta namun tidak tuntas (tidak menjawab dengan benar).

3. Analisis Tes Kemampuan Penalaran Matematis a. Analisis Statistik

Analisis data skor tes ujicoba menggunakanan program Anates dan Microsoft Office Excel 2007. Berikut rekapitulasi analisis statistik tes kemampuan penalaran.

Tabel 3.9.

Nilai Analisis Tes Kemampuan Penalaran Matematis No No Butir

Soal

Validitas Realibilitas Tingkat Kesukaran

Daya Pembeda

1 2a 0,26

0,88

0,94 0,12

2 2b 0,45 0,81 0,38

3 2c 0,76 0,40 0,79

4 3a 0,80 0,52 0,96

5 3b 0,66 0,48 0,71

6 3c 0,83 0,21 0,42

7 6 0,49 0,23 0,29

Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.4 halaman 185.Berdasarkan kriteria klasifikasi yang telah dijelaskan dibagian sebelumnya, maka nilai statistik tes kemampuan pemahaman matematis diinterpretasikan sebagai


(31)

Tabel 3.10.

Interpretasi Hasil Analisis Tes Kemampuan Penalaran No No Butir

Soal

Validitas Realibilitas Tingkat Kesukaran

Daya Pembeda

1 2a Rendah Tinggi Mudah Jelek

2 2b Sedang Mudah Cukup

3 2c Tinggi Sedang Sangat baik

4 3a Tinggi Sedang Sangat baik

5 3b Sedang Sedang Sangat baik

6 3c Tinggi Sukar Baik

7 6 Sedang Sukar Cukup

b. Analisis Penggunaan Soal Tes Kemampuan Penalaran

Dengan menggunakan acuan yang telah dipaparkan pada analisis penggunaan soal tes kemampuan penalaran, maka berdasarkan data yang disajikan dalam Tabel 3.7 dan Tabel 3.8 disimpulkan:

1) Soal no 2a dengan validitas rendah, mudah, dan daya pembeda jelek tidak dipakai.

2) Soal no 2b dengan tingkat kesukaran mudah tetap dipakai. Alasannya soal ini digunakan untuk mengarahkan pada soal berikutnya 2c (kemampuan generalisasi).

3) Soal no 2c, 3a, 3b, dipakai.

4) Soal no 3c termasuk sukar tetap dipakai. Dengan pertimbangan soal ini mengukur kemampuan penalaran siswa dalam hal menarik kesimpulan, memang tidak rutin. Namun berdasarkan deskripsi sebagian jawaban siswa terdapat arah/petunjuk bahwa siswa mengetahui maksud soal hanya belum teliti dan belum mampu


(32)

mengkomunikasikan dalam kata-kata atau pernyataan yang tepat. Tetapi ada siswa yang mampu menjawab soal dengan benar.

5) Soal no 6 termasuk soal sukar. Hampir sama dengan soal no 3c. siswa mengetahui arah/maksud soal. Bedanya pada soal no 6 ini sebagian siswa dapat menjawab dengan benar, namun alasan belum tepat. Ada pula terkecoh dengan angka dalam perbandingan. Ada yang menebak dengan menggunakan logika sederhana. Jadi soal ini masih tergolong baik dan dapat dipakai dengan revisi redaksi soal.

c. Kesimpulan

Berdasarkan analisis hasil uji coba tes kemampuan pemahaman dan penalaran yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkanketerpakaian dan revisi soal dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.11.Keterpakaian dan Revisi Soal Tes Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis

No Butir Soal Keterpakaian

1a, 1b, 1c Dipakai

2a Tidak dipakai

2b, 2c, 3a, 3b, 3c Dipakai

4 Direvisi

5 Direvisi


(33)

2. Instrumen Nontes

a. Skala Kecemasan Matematika

Skala kecemasan matematika siswa disusun untuk mengetahui kecemasan dan ketegangan siswa terhadap proses pembelajaran.Tes skala kecemasan matematika yang digunakan adalah modifikasi tes skala kecemasan matematika dari Khaled (2012). Terdiri atas 15 pernyataan berpedoman bentuk skala Likert dengan empat pilihan jawaban yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Empat pilihan ini berguna untuk menghindari jawaban siswa yang ragu-ragu sehingga pada skala respon siswa tidak menggunakan opsi N (Netral). b. Lembar observasi

Penelitian ini menggunakan lembar observasi untuk mengamati kesesuaian proses pembelajaran di kelas dengan aktivitas dan unsur-unsur yang harus muncul dalam menggunakan DI. Data hasil pengamatan yang diperoleh digunakan sebagai bahan refleksi dan diskusi guru untuk menjadi bahan pertimbangan proses pembelajaran selanjutnya.

c. Wawancara

Wawancara digunakan untuk mengungkap dan menggali informasi yang belum teramati dalam observasi pengamat.Pedoman wawancara dibuat untuk mengetahui lebih lanjut berkenaan dengan kesulitan dan kekeliruan siswa dalam menyelesaikan soal tes pemahaman dan penalaran matematis, memastikan penyebab ketidak konsistenan jawaban siswa dalam skala kecemasan matematika.


(34)

D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Berikut ini adalah prosedur penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti: 1. Persiapan

a. Telaah literatur b. Observasi

c. Membuat rencana penelitian. d. Menyusun instrumen penelitian. 2. Pelaksanaan

a. Melakukan tes untuk mengetahui perbedaan individual siswa, berupa tes untuk mengetahui gaya belajar siswa dan tes untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam materi peluang.

b. Menentukan kelas kontrol dan eksperimen dari sampel yang ada.

c. Mengadakan tes kemampuan awal matematis siswa pada kelas eksperimen. d. Melakukan pretest pada kedua kelas

e. Memberikan angket skala kecemasan pada kelas eksperimen.

f. Melakukan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran untuk masing-masing kelas.

g. Melakukan postest pada kedua kelas.

h. Memberikan angket skala kecemasan dikelas eksperimen. 3. Pengumpulan Data.


(35)

E. Analisis Data

1. Analisis Data Tes Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis a. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis

Hasil tes kemampuan pemahaman dan kemampuan penalaran matematis siswa secara kuantitatif diperoleh dari hasil pretest dan postes. Kemudian data yang berupa skor pretes dianalisis untuk mengetahui kemampuan awal pemahaman dan penalaran matematis siswa. Apabila kemampuan awal pemahaman dan penalaran siswa pada kelas eksperimen sama dengan kelas kontrol, maka untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis dapat menggunakan analisis postes atau analisis N-gain. Namun jika ternyata kemampuan awal pemahaman dan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen berbeda dengan kelas kontrol, maka digunakan analisis N-gain. Analisis N-gain lebih representatif dibandingkan dengan analisis postes. Namun karena hasil analisis N-gain sejalan dengan hasil analisis postes, maka analisis postes tetap dilakukan sebagai pelengkap dari analisis data secara keseluruhan.

Langkah-langkah analisis data yang dilakukan secara rinci diuraikan sebagai berikut:

i. Menguji normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnovdengan kriteria jika Sig (p) > α, maka sebaran berdistribusi normal. Kemudian, jika data berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan menguji homogenitas menggunakan uji Levene dengan kriteria jika nilai Sig (p) > α maka data berasal


(36)

ii. Menguji perbedaan rataan kelompok siswa, jika berdistribusi normal dan homogen digunakan uji-t. Jika berdistribusi normal tapi tidak homogenakan diuji dangan uji-t*. Sedangkan untuk data yang tidak berdistribusi normal maka akan dianalisis dengan menggunakan uji Mann-Whitney

iii. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis digunakan rumus gain yang ternormalisasi.

�= − �

�� − �

Keterangan:

Spre : Skor Pretes Spos : Skor Postes

Smaks : Skor maksimum ideal

Kategori peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematismengacu pada tabel berikut:

Tabel 3.12.

Kategori Gain Ternormalisasi

Nilai g Kategori

�< , Rendah

, ≤ �< ,� Sedang

,� ≤ � Tinggi

(Hake, 1999) b. Asosiasi Kemampuan Pemahaman dengan Penalaran Matematis

Menentukan asosiasi kemampuan pemahaman dengan penalaran matematis dilakukan dengan berpedoman kepada teknik korelasi Pearson Product Moment. Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien korelasinya adalah:


(37)

=

2 2

Dimana: (Sugiyono, 2012)

rxy= korelasi antara variable x dengan y

x =( − ) dengan X: skor kemampuan pemahaman y =( − ) dengan Y: skor kemampuan penalaran

Interpretasi terhadap koefisien korelasi merujuk pada Tabel 3.13 di bawah ini: Tabel 3.13.

Pedoman untuk Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat kuat

Pengujian keberartian dari r digunakan uji-t, dengan = −2 1− 2

2. Analisis Data Skala Kecemasan Matematika (Mathematics Anxiety)

Data tes skala kecemasan matematika yang menggunakan skala likert ditransformasikan ke dalam skor-z. Kemudian untuk melihat apakah ada perbedaan atau tidak antara kecemasan matematika siswa sebelum dengan sesudah pembelajaran dengan DI, maka data skor kecemasan matematika akan dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon Match Pairs Test. Karena sampel berpasangan lebih besar


(38)

dari 25, maka distribusinya akan mendekati normal. Jadi pengujian yang dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

= −� �

(Sugiyono, 2012) Dimana:

T = jumlah jenjang/rangking yang kecil �=� −�(�+ )

��= � �

+ ( �+ )

Analisis data danuji statistik yang dilakukan menggunakan Microsoft Office Excel 2007dan SPSS 17 for Windows, kemudian hasilnya akan diberikan interpretasi yang sesuai dan mewakili.

F. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2012 tahun ajaran 2012/2013. Adapun untuk jadwal penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.14 berikut.


(39)

Tabel 3.14. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan (2012)

Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 1. Perencanaan Penelitian

2. Pelaksanaan penelitian 3. Analisis Data dan

Pembahasan


(40)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan data hasilpenelitian yang

telahdianalisisdandibahaspadababsebelumnya, makadapatdisimpulkanhal-halsebagaiberikut:

1. Peningkatankemampuanpemahamanmatematissiswamelaluipembelajarandeng anpendekatanDifferentiated

Instructionsecarasignifikanlebihbaikdaripadasiswamendapatkanpembelajarank onvensional.

2. Tidakterdapatperbedaanpeningkatanpenalaranmatematissecarasignifikanantara siswa yang mendapatpembelajarandenganpendekatanDifferentiated Instructiondengansiswa yang mendapatkanpembelajarankonvensional.

3. Terdapatasosiasisecarasignifikanantarakemampuanpemahamanmatematisdeng anpenalaranmatematissiswasetelahmendapatkanpembelajarandenganpendekat anDifferentiated Instruction.

4. PembelajarandenganmenggunakanpendekatanDifferentiated

Instructiontidakberpengaruhsecarasignifikanterhadapkecemasanmatematikasis wa


(41)

Kesimpulandaripenelitiankuasieksperimeninimemberikanimplikasipadabe berapahal:

1. PenerapanpendekatanDifferentiated

Instructiondapatmemberikankontribusipadapeningkatankemampuanpemaham anmatematissiswa

2. Meskipunsecarasignifikantidakadaperbedaanpeningkatankemampuanpenalara nmatematis. Namunberdasarkanaktivitas yang terjadi di kelasDifferentiated

Instruction, terdapatkegiatansiswa yang

menunjukkansiswatelahmemilikikemampuanpenalaran.

Makamasihdapatdiadakanpenelitianlanjutandenganwaktupenelitian yang lebih lama, gunamembuktikanadaatautidakperbedaansecarasignifikan.

3. PenerapanpendekatanDifferentiated Instructionmendapatkanapresiasi yang

baikdarisiswadan observer.

Sehinggapendekataninidapatmemberikanpenyegarandalampembelajaranmate

matika yang

biasanyamenggunakansatuinstruksidansatucaradasarpengelompokansiswadala mpembelajaran.

C. Rekomendasi

Berdasarkankesimpulandanimplikasipadabagiansebelumnya,

makasecarakeseluruhanhasildaripenelitianinimemberikanbeberaparekomendasi yang


(42)

Instructiondalampembelajaranmatematika.Adapunrekomendasitersebut, secaraterperincidiuraikan di bawahini:

1. PembelajarandenganmenerapkanpendekatanDifferentiated

Instructionhendaknyamenjadialternatifpilihanpendekatanpembelajaranmatema tikakhususnyauntukmeningkatkankemampuanpemahamanmatematissiswa, sertacenderungmereduksikecemasanmatematikasiswa.

2. Menimbangbahwapendekataninimemberikanresponpositifterhadappembelajar an yang biasanyahanyamenggunakansatuinstruksiuntuksemuasiswa, dansatudasarpengelompokansiswadalambelajar. MakapenerapanDifferentiated Instructioninidapatlebihmemberikankesempatansiswa yang lebihbesaruntukdapatmengelolaperbedaanindividualnyasebagaicarauntuklebih mempermudahsiswaitusendiridalambelajardanbekerjasamadenganteman yang memilikiperbedaan yang sama. Kemudian, karenabanyaknyapilihaninstruksi

yang dapatditentukansiswasendiri,

makapendekataninihendaknyamenjadialternatifpendekatan yang dapatmeningkatkanpengalamansuksessiswadalampembelajaran,

karenasiswasendirimampumengukurkemampuandirinyadalammenyelesaikanp ermasalahandalaminstruksi yang dipilihnya.

3. PenerapanpendekatanDifferentiated

Instructionpadapenelitianiniterbataskepadapokokbahasanpeluang,

danterbatashanyapadakemampuanpemahamandanpenalaranmatematissertakec emasanmatematikasiswa.


(43)

Jadidiperlukanpenelitianlebihlanjutpadapokokbahasanlainnya, danpadakemampuanmatematislainnya.

4. Penelitianinijugamasihterbataspadasatujenjangpendidikanyaitu SMK, makadiharapkanpadapenelitianlanjutandapatmengambilpopulasipenelitiandarij enjangpendidikanlainnya.

Apalagijikadilihatdarikemampuanpendekataninimengakomodirperbedaan individual siswa, makadapatditerapkanpadasiswa-siswa yang memilikikebutuhankhusus.

5. Diperlukanpenelitian yang lebihdalamberkenaankecemasanmatematikasiswa, terutama yang mengkajiaspekkecemasanmatematikaapasaja yang paling banyakdialamisiswa.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L. W. & Krathwohl, D. R. (Eds) (2001).A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing. United States: Addison Wesley Longman. Anita, I. W. (2011). PengaruhKecemasan (Mathematics Anxiety)

TerhadapKemampuanPemecahanMasalahdanKoneksiMatematisSiswa SMP. UPI Bandung. Tesis.TidakDiterbitkan.

Arvianto, I. R., Murtiyasa, B.,

&Masduki.(2011).PenggunaanMutimediaPembelajaranuntukMeningkatk anPemahamanKonsepSiswadenganPendekatan Instructional Concrete Representational Abstract (CRA).MakalahpadaProsiding Seminar Program StudiPendidikanMatematikaUniversitasMuhammadiyah Surakarta.

Ashcraft, M.H. (2002). “Math Anxiety: Personal, Educational, and Cognitive Consequences”.Directions in Psychological Science. 11.

BNSP.(2006). Standar Isi untukSatuanPendidikanDasardanMenengah

______. (2012). StandarKompetensiLulusan.[Online].Tersedia: http://bsnp-indonesia.org/id/?page_id=63/ [4 Agustus 2012]

Benner, J. (2010). Anxiety in The Math Classroom.Bemidji State University.Tesis.TidakDiterbitkan.

Butler, M& Van Lowe, K. (2010).“Using Differentiated Instruction in Teacher Education”.International Journal for Mathematics Teaching and Learning.[Online].Tersedia:

http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/default.htm [30 Desember 2011] Carnine, D. W., Silbert, J., Kameenui, E. J., &Tarver, S. G. (2000). Direct

Instruction Reading.http://books.google.co.id/

Chamberlin, M. T. & Robert, P. (2010)“The Promise of Differentiated Instruction for Enhancing the Mathematical Understandings of College Students”.An International Journal of the IMA, 29, (3), 113-139. Abstrak.[Online].Tersedia: http://www.eric.ed.gov. [31 Desember 2012] Chatib, M. (2011).GurunyaManusia. Bandung: Kaifa Learning.

Cox, J. T. (2012).Differentiating Mathematics Instruction so Everyone Learns.White Paper. STEM.


(45)

Darmayanti, S. (2010).MeningkatkanPemahamandanPenalaranMatematikaSiswadengan PembelajaranmatematikaRealistik. UPI Bandung. Tesis.TidakDiterbitkan

Davis, S. (2012). Student’s Math Anxiety Bill of Right. [Online].Tersedia: http://www.mathpower.com/billrght2.htm [ 17 Desember 2012]

Ellis, D. K., Ellis, K. A., Huemann, L. J., &Stolarik, E. A. (2007). Improving Mathematics Skills Using Differentiated Instruction with Primary and High School Students.Chicago. Saint Xavier University & Pearson Achievement Solutions, Inc. ProyekPenelitianTindakan,Tesis. TidakDiterbitkan.

Fauziah, A. (2010).

PeningkatanKemampuanPemahamandanPemecahanMasalahMatematik aSiswa SMP MelaluiStartegi REACT. UPI Bandung.

Tesis.TidakDiterbitkan.

Fox, J. & Whitney, H. (2011).The Differentiated Instruction Book of Lists. San

Fransisco. Jossey-Bass.[Online].Tersedia:

http://books.google.co.id/books?id=W93R_tO49zYC&printsec=frontcov er&hl=id#v=onepage&q&f=false [3 Oktober 2012]

Freedman, (2012).Ten Way to Reduce Math Anxiety. [Online].Tersedia: http://www.mathpower.com/reduce.htm [17 Desember 2012]

Hake, R. (1999).Analizing Change/Gain Scores.[Online].Tersedia :

http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [18 Juli 2012].

Harsono, M. (2009).Differentiated Instruction in The Indonesian Reguler Classroom: Generating an Observation Checklist. Adelaide. Flinders University of South Australia.Tesis.TidakDiterbitkan.

Harta, I. (2011). DifferetiatedInstrucstion: What, Why and How?. Yogyakarta: SEAMEO for Qitep in Mathematics.TidakDiterbitkan.

Jonhson, P. A. (1999). Constructivist: A Short Summary. Slippery Rock University of Pennsylvania.

Juhara&Zauhara, D. M. (1999).Analisis Kualitas Alat Evaluasi Matematika.Hand out. Bandung: Local education Centre (LEC).

Khaled, K. (2012). Math Anxiety


(46)

Khatoon, T. &Sadia, M. (2010). “Mathematics Anxiety Among Secondary School Students in India and its Relationship to Acgievement in Mathematics”. European Journal of Social Sciences. 16, (1), 75-86. Kusumah, Y. S.&Marsigit. (2010). The Philosophy of Mathematics Education and

Current Trends of Mathematics Teaching Practice. Yogyakarta: SEAMEO for Qitep.

Kusumah, Y.S. (2011). Mathematics Teaching and Learning Activities. UPI Bandung. MakalahpadaSeminardan WorkshopSPs UPI.

Kurniawan, R. (2010).

PeningkatanKemampuanPemahamandanPemecahanMasalahMatematis MelaluiPembelajarandenganPendekatanKontekstualpadaSiswaSekolah MenengahKejuruan. UPI Bandung. Disertasi.TidakDiterbitkan.

Lestari, A. (2008).

MeningkatkanKemampuanPemahamandanPenalaranMatematisSiswa SMA MelaluiPembelajarandenganPendekatanMetakognitif. UPI Bandung. Tesis.TidakDiterbitkan.

Logan, B. (2008).“Examining differentiated instruction: Teachers Respond”.Research in Higher Education Journal.Armstrong Atlantic State University.

Markaban.(2008). Model PenemuanTerbimbingpadaPembelajaranMatematika SMK.PPPPTK Yogyakarta.E-book.[Online].Tersedia: http://website.p4tkmatematika.com/tag/matematika-smk/ [3 Agustus 2012]

Martin, H.(2006). Differentiated Instruction for Mathematics.WalchPublishing.

Meltzer, D.E. (2002b). Normalized Learning Gain: A Key Measure of Student Learning, Addendum to Meltzer (2002a). [Online].Tersedia :

www.physicseducation.net/docs/Addendum_on_normalized_gain.pdf [18 Juli 2012].

NCTM. (2000).Principle and Standarts of School Mathematics. Reston: NCTM

_____. (2008). “Focus in High School Mathematics”: Reasoning and Sense Making. Public Draft


(47)

Plaisance, D.V. (2009). “Mathematics Anxiety of Preservice Elementary Teachers After Completing a Problem Solving Course”. Louisiana Association of Teachers (LATM) Journal, 5, (1).

________, D. V. (2010).“A Teacher’s Quick Guide to Understanding Mathematics Anxiety”. Louisiana Association of Teachers (LATM) Journal, 6, (1).

Pranoto, I. (2011). Differentiating Students Based on Some Criteria. Yogyakarta: SEAMEO for Qitep in Mathematics.Tidakditerbitkan.

Puspitasari, N. (2010). PembelajaranberbasisMasalahdenganStrategiKooperatif Jigsaw

untukMeningkatkanKemampuanPemahamandanKoneksidanMatematisSi swasekolahMenengahPertama.Tesispada UPI Bandung: Tidakditerbitkan Royanto, L. R.M. (2010).Overview of Learner Differences. Yogyakarta:

SEAMEO for Qitep. TidakDiterbitkan

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

____________. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

____________. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Handout Mata Kuliah SPs UPI.

Shadiq, F. (2009). Apa Implikasi dari Inti Psikologi Kognitif Terhadap Pembelajaran Matematika?.Artikel.[Online].Tersedia: http://fadjarp3g.wordpress.com/2009/09/04/apa-implikasi-dari-inti-psikologi-kognitif/ [4 Agustus 2012]

Shaughnessy, M., Martin, W. G., &Salls, J. (2011). “NCTM’s Reasoning and Sense Making Initiative: Current Progress and a Look Ahead”. A Presentation at the Annual NCSM Conference, Indiana.

Skemp, R. R. (1976). “Relational Understanding and Instrumental Understanding”.Mathematics Teaching.7, 20-26.

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.


(48)

Menggunakan Teknik Solo/Superitem. UPI Bandung. Tesis. Tidak Diterbitkan.

Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suhena, E. 2009. Pengaruh Strategi REACT dalam Pembelajaran Matematika terhadap peningkatan Kemampuan Pemahaman, Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Desertasipada UPI Bandung.TidakDiterbitkan.

Suherman, E & Kusumah, Y.S. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

Sujatmikowati, A. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Generalisasi Siswa dalam Matematika Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended. UPI Bandung. Tesis. Tidak Diterbitkan.

Sumardyono. (2011). ”Kecemasan Matematika Guru Matematika Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin”. Jurnal Edukasi Matematika. 2, (4), 245-256.

Sumarmo, U. (2011a). ”Pembinaan Karakter, Berpikir dan Disposisi Matematik, Kesulitan Guru dan Siswa serta Alternatif Solusinya”. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika di UNINUS, Bandung.

__________. (2011b). Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran Matematika. Handout Mata Kuliah Evaluasi Pengajaran Matematika. Bandung: SPs UPI.

Sunardja. (2009). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran dengan Metode Inkuiri. UPI Bandung. Tesis. Tidak Diterbitkan.

Suryadi, D. (2012). Membangun Budaya Baru dalam Berpikir Matematika. Bandung: Rizqi Press.

Suryanto. (2008). ”Aspek Afektif Hasil pembelajaran Matematika”. PAEDAGOGIA, 11, (1), 62-73.

Sutarto, H. (2010). Komparasi Pemahaman Konsep dan Generalisasi Matematika Antara Student Reseach dan Direct Instruction Berbantuan Geometer’s Sketchpad. UPI Bandung. Tesis. Tidak Diterbitkan.

Tim. (2010). Course on Diffrentiated Instruction/Heterogeneous Mathematics Class Instruction for Senior High School and Vocational School


(49)

Mathematics Teacher.Handout.Seameo Regional Centere for Qitep in Mathematics.TidakDiterbitkan

Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. (2003).Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung. UPI.

Tim RedaksiFokus Media.(2005).

HimpunanPeraturanPerundanganStandarNasionalPendidikan.Bandung: Fokus Media

Tomlinson, C.A. (2000). What is Differentiated Instruction?. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Turmudi. (2009). LandasanFilsafat dan

TeoriPembelajaranMatematikaBerparadigmaEksploratif dan Investigasi. Jakarta :LeuserCitaPustaka.

Westbrook, A. F. (2011). The Effects of Differentiated Instruction by Learning Style on Problem Solving in Cooperative Groups. Georgia. LaGrange College.Tesis.TidakDiterbitkan.

Wijaya, H. (2011).

PeningkatanKemampuanPenalarandanRepresentasiSiswaMelaluiPembel ajaranMatematikadenganPendekatan Open Ended. UPI Bandung. Tesis.TidakDiterbitkan.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L. W. & Krathwohl, D. R. (Eds) (2001).A Taxonomy for Learning,

Teaching, and Assesing. United States: Addison Wesley Longman.

Anita, I. W. (2011). PengaruhKecemasan (Mathematics Anxiety) TerhadapKemampuanPemecahanMasalahdanKoneksiMatematisSiswa SMP. UPI Bandung. Tesis.TidakDiterbitkan.

Arvianto, I. R., Murtiyasa, B.,

&Masduki.(2011).PenggunaanMutimediaPembelajaranuntukMeningkatk

anPemahamanKonsepSiswadenganPendekatan Instructional Concrete Representational Abstract (CRA).MakalahpadaProsiding Seminar Program StudiPendidikanMatematikaUniversitasMuhammadiyah Surakarta.

Ashcraft, M.H. (2002). “Math Anxiety: Personal, Educational, and Cognitive Consequences”.Directions in Psychological Science. 11.

BNSP.(2006). Standar Isi untukSatuanPendidikanDasardanMenengah

______. (2012). StandarKompetensiLulusan.[Online].Tersedia: http://bsnp-indonesia.org/id/?page_id=63/ [4 Agustus 2012]

Benner, J. (2010). Anxiety in The Math Classroom.Bemidji State

University.Tesis.TidakDiterbitkan.

Butler, M& Van Lowe, K. (2010).“Using Differentiated Instruction in Teacher Education”.International Journal for Mathematics Teaching and Learning.[Online].Tersedia:

http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/default.htm [30 Desember 2011]

Carnine, D. W., Silbert, J., Kameenui, E. J., &Tarver, S. G. (2000). Direct

Instruction Reading.http://books.google.co.id/

Chamberlin, M. T. & Robert, P. (2010)“The Promise of Differentiated Instruction for Enhancing the Mathematical Understandings of College Students”.An International Journal of the IMA, 29, (3), 113-139. Abstrak.[Online].Tersedia: http://www.eric.ed.gov. [31 Desember 2012]

Chatib, M. (2011).GurunyaManusia. Bandung: Kaifa Learning.

Cox, J. T. (2012).Differentiating Mathematics Instruction so Everyone


(2)

Darmayanti, S. (2010).MeningkatkanPemahamandanPenalaranMatematikaSiswadengan

PembelajaranmatematikaRealistik. UPI Bandung.

Tesis.TidakDiterbitkan

Davis, S. (2012). Student’s Math Anxiety Bill of Right. [Online].Tersedia: http://www.mathpower.com/billrght2.htm [ 17 Desember 2012]

Ellis, D. K., Ellis, K. A., Huemann, L. J., &Stolarik, E. A. (2007). Improving

Mathematics Skills Using Differentiated Instruction with Primary and High School Students.Chicago. Saint Xavier University & Pearson

Achievement Solutions, Inc. ProyekPenelitianTindakan,Tesis. TidakDiterbitkan.

Fauziah, A. (2010).

PeningkatanKemampuanPemahamandanPemecahanMasalahMatematik aSiswa SMP MelaluiStartegi REACT. UPI Bandung.

Tesis.TidakDiterbitkan.

Fox, J. & Whitney, H. (2011).The Differentiated Instruction Book of Lists. San

Fransisco. Jossey-Bass.[Online].Tersedia:

http://books.google.co.id/books?id=W93R_tO49zYC&printsec=frontcov er&hl=id#v=onepage&q&f=false [3 Oktober 2012]

Freedman, (2012).Ten Way to Reduce Math Anxiety. [Online].Tersedia: http://www.mathpower.com/reduce.htm [17 Desember 2012]

Hake, R. (1999).Analizing Change/Gain Scores.[Online].Tersedia :

http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [18 Juli 2012].

Harsono, M. (2009).Differentiated Instruction in The Indonesian Reguler

Classroom: Generating an Observation Checklist. Adelaide. Flinders

University of South Australia.Tesis.TidakDiterbitkan.

Harta, I. (2011). DifferetiatedInstrucstion: What, Why and How?. Yogyakarta:

SEAMEO for Qitep in Mathematics.TidakDiterbitkan.

Jonhson, P. A. (1999). Constructivist: A Short Summary. Slippery Rock University of Pennsylvania.

Juhara&Zauhara, D. M. (1999).Analisis Kualitas Alat Evaluasi Matematika.Hand out. Bandung: Local education Centre (LEC).

Khaled, K. (2012). Math Anxiety


(3)

Khatoon, T. &Sadia, M. (2010). “Mathematics Anxiety Among Secondary School Students in India and its Relationship to Acgievement in Mathematics”. European Journal of Social Sciences. 16, (1), 75-86. Kusumah, Y. S.&Marsigit. (2010). The Philosophy of Mathematics Education and

Current Trends of Mathematics Teaching Practice. Yogyakarta:

SEAMEO for Qitep.

Kusumah, Y.S. (2011). Mathematics Teaching and Learning Activities. UPI Bandung. MakalahpadaSeminardan WorkshopSPs UPI.

Kurniawan, R. (2010).

PeningkatanKemampuanPemahamandanPemecahanMasalahMatematis MelaluiPembelajarandenganPendekatanKontekstualpadaSiswaSekolah MenengahKejuruan. UPI Bandung. Disertasi.TidakDiterbitkan.

Lestari, A. (2008).

MeningkatkanKemampuanPemahamandanPenalaranMatematisSiswa SMA MelaluiPembelajarandenganPendekatanMetakognitif. UPI Bandung. Tesis.TidakDiterbitkan.

Logan, B. (2008).“Examining differentiated instruction: Teachers Respond”.Research in Higher Education Journal.Armstrong Atlantic State University.

Markaban.(2008). Model PenemuanTerbimbingpadaPembelajaranMatematika

SMK.PPPPTK Yogyakarta.E-book.[Online].Tersedia:

http://website.p4tkmatematika.com/tag/matematika-smk/ [3 Agustus 2012]

Martin, H.(2006). Differentiated Instruction for Mathematics.WalchPublishing.

Meltzer, D.E. (2002b). Normalized Learning Gain: A Key Measure of Student Learning, Addendum to Meltzer (2002a). [Online].Tersedia :

www.physicseducation.net/docs/Addendum_on_normalized_gain.pdf [18 Juli 2012].

NCTM. (2000).Principle and Standarts of School Mathematics. Reston: NCTM

_____. (2008). “Focus in High School Mathematics”: Reasoning and Sense Making. Public Draft


(4)

Plaisance, D.V. (2009). “Mathematics Anxiety of Preservice Elementary Teachers After Completing a Problem Solving Course”. Louisiana Association of

Teachers (LATM) Journal, 5, (1).

________, D. V. (2010).“A Teacher’s Quick Guide to Understanding Mathematics Anxiety”. Louisiana Association of Teachers (LATM)

Journal, 6, (1).

Pranoto, I. (2011). Differentiating Students Based on Some Criteria. Yogyakarta: SEAMEO for Qitep in Mathematics.Tidakditerbitkan.

Puspitasari, N. (2010). PembelajaranberbasisMasalahdenganStrategiKooperatif

Jigsaw

untukMeningkatkanKemampuanPemahamandanKoneksidanMatematisSi swasekolahMenengahPertama.Tesispada UPI Bandung: Tidakditerbitkan

Royanto, L. R.M. (2010).Overview of Learner Differences. Yogyakarta: SEAMEO for Qitep. TidakDiterbitkan

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

____________. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang

Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

____________. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya

dalam Pengajaran Matematika. Handout Mata Kuliah SPs UPI.

Shadiq, F. (2009). Apa Implikasi dari Inti Psikologi Kognitif Terhadap

Pembelajaran Matematika?.Artikel.[Online].Tersedia:

http://fadjarp3g.wordpress.com/2009/09/04/apa-implikasi-dari-inti-psikologi-kognitif/ [4 Agustus 2012]

Shaughnessy, M., Martin, W. G., &Salls, J. (2011). “NCTM’s Reasoning and Sense Making Initiative: Current Progress and a Look Ahead”. A Presentation at the Annual NCSM Conference, Indiana.

Skemp, R. R. (1976). “Relational Understanding and Instrumental Understanding”.Mathematics Teaching.7, 20-26.

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.


(5)

Menggunakan Teknik Solo/Superitem. UPI Bandung. Tesis. Tidak

Diterbitkan.

Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suhena, E. 2009. Pengaruh Strategi REACT dalam Pembelajaran Matematika

terhadap peningkatan Kemampuan Pemahaman, Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Desertasipada UPI Bandung.TidakDiterbitkan.

Suherman, E & Kusumah, Y.S. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

Sujatmikowati, A. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan

Generalisasi Siswa dalam Matematika Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended. UPI Bandung. Tesis. Tidak Diterbitkan.

Sumardyono. (2011). ”Kecemasan Matematika Guru Matematika Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin”. Jurnal Edukasi Matematika. 2, (4), 245-256.

Sumarmo, U. (2011a). ”Pembinaan Karakter, Berpikir dan Disposisi Matematik, Kesulitan Guru dan Siswa serta Alternatif Solusinya”. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika di UNINUS, Bandung.

__________. (2011b). Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran Matematika.

Handout Mata Kuliah Evaluasi Pengajaran Matematika. Bandung: SPs

UPI.

Sunardja. (2009). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran dengan Metode Inkuiri. UPI Bandung. Tesis. Tidak Diterbitkan.

Suryadi, D. (2012). Membangun Budaya Baru dalam Berpikir Matematika. Bandung: Rizqi Press.

Suryanto. (2008). ”Aspek Afektif Hasil pembelajaran Matematika”.

PAEDAGOGIA, 11, (1), 62-73.

Sutarto, H. (2010). Komparasi Pemahaman Konsep dan Generalisasi Matematika

Antara Student Reseach dan Direct Instruction Berbantuan Geometer’s Sketchpad. UPI Bandung. Tesis. Tidak Diterbitkan.

Tim. (2010). Course on Diffrentiated Instruction/Heterogeneous Mathematics


(6)

Mathematics Teacher.Handout.Seameo Regional Centere for Qitep in

Mathematics.TidakDiterbitkan

Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. (2003).Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer. Bandung. UPI.

Tim RedaksiFokus Media.(2005).

HimpunanPeraturanPerundanganStandarNasionalPendidikan.Bandung:

Fokus Media

Tomlinson, C.A. (2000). What is Differentiated Instruction?. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Turmudi. (2009). LandasanFilsafat dan

TeoriPembelajaranMatematikaBerparadigmaEksploratif dan Investigasi.

Jakarta :LeuserCitaPustaka.

Westbrook, A. F. (2011). The Effects of Differentiated Instruction by Learning

Style on Problem Solving in Cooperative Groups. Georgia. LaGrange

College.Tesis.TidakDiterbitkan.

Wijaya, H. (2011).

PeningkatanKemampuanPenalarandanRepresentasiSiswaMelaluiPembel ajaranMatematikadenganPendekatan Open Ended. UPI Bandung.


Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

Pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan penalaran adaptif matematis siswa eksperimen di salah satu SMP Negeri di Depok

9 47 208

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS PADA SISWA SMP (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMP di Kabupaten Bandung).

0 1 36

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN METAKOGNITIF: Penelitian Kuasi eksperimen pada Salah Satu SMP Negeri di Kota Medan.

0 0 46

MENINGKATKAN KEMAMPUAN METAKOGNISI MATEMATIS SISWA DENGAN PENDEKATAN REALISTIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA : Penelitian Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas IX Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Majalengka.

0 3 41

PENGARUH MODEL MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) BERBASIS KONTEKSTUAL TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS SISWA SMP : Studi Kuasi Eksperimen pada Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Subang.

2 3 45

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN, REPRESENTASI, DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP NEGERI MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH : Penelitian Kuasi Eksperimen pada Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Garut.

3 26 56

PENERAPAN PENDEKATAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMA.

1 9 46

PENGARUH PENERAPAN BLENDED E-LEARNING BERBASIS WEBSITE TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN BERPIKIR LOGIS MATEMATIS SISWA SMA : Studi Kuasi Eksperimen pada Salah Satu Sekolah di Kabupaten Bangka Tengah.

1 3 49

PENGARUH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES BERPIKIR REFLEKTIF TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA :Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa salah satu SMP Negeri di Sungailiat.

0 0 53