PENGEMBANGAN BUDAYA BELAJAR DAN DAMPAKNYA TERHADAP MUTU LAYANAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH ALAM: Studi Kasus pada Sekolah Dasar Alam Bandung.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR HAK CIPTA ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Fokus Penelitian ... 9

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 11

1.4 Tujuan Penelitian ... 13

1.5 Manfaat Penelitian ... 15

II. KAJIAN PUSTAKA ... 17

2.1 Konsep Budaya Belajar ... 17

2.1.1 Hakikat Budaya ... 17

2.1.2 Hakikat Belajar ... 23

2.1.3 Budaya Belajar ... 28

2.2 Mutu Layanan ... 34

2.3 Konsep Sekolah Alam ... 54

2.3.1 Filosofi Sekolah Alam ... 54

2.3.2 Konsep Belajar dan Lingkungan ... 59

III. METODE PENELITIAN ... 84

3.1 Pendekatan Penelitian ... 84

3.2 Sumber Data Penelitian ... 86

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 87

3.3.1 Pengamatan atau Observasi ... 87

3.3.2 Wawancara ... 88

3.3.3 Studi Dokumentasi ... 89

3.4 Instrumen Penelitian ... 90

3.5 Teknik Analisis Data ... 91

3.6 Pengujian Keabsahan Data ... 93


(2)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 96

4.1 Hasil Penelitian ... 97

4.1.1 Dasar Pemikiran Pengembangan Budaya Belajar di Sekolah Alam Bandung ... 97

a. Latar Belakang Pengembangan Budaya Belajar di Sekolah Alam Bandung ... 97

b. Tujuan Sekolah Alam Bandung ... 107

c. Visi dan Misi Sekolah Alam Bandung ... 108

4.1.2 Budaya Belajar di Sekolah Alam Bandung ... 110

a. Kebijakan ... 110

b. Tata-tertib ... 114

c. Upaya dalam Pengembangan Budaya Belajar ... 120

4.1.3 Proses Pembelajaran di Sekolah Alam Bandung sebagai Upaya Pengembangan Budaya Belajar ... 124

a. Kurikulum di Sekolah Alam Bandung ... 124

b. Silabus di Sekolah Alam Bandung ... 135

c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran di Sekolah Alam Bandung ... 136

d. Implementasi Proses Pembelajaran di Sekolah Alam Bandung ... 137

4.1.4 Mutu Layanan Pembelajaran di Sekolah Alam Bandung ... 156

a. Dalam Perspektif Orang Tua ... 158

b. Dalam Perspektif Siswa ... 167

4.2 Pembahasan ... 170

4.2.1 Dasar Pemikiran Pengembangan Budaya Belajar di Sekolah Alam Bandung ... 170

4.2.2 Budaya Belajar di Sekolah Alam Bandung ... 173

a. Kebijakan dan Tata Tertib Sekolah Alam Bandung ... 176

b. Upaya Konkrit dalam pengembangan Budaya Belajar di Sekolah Alam Bandung ... 178

4.2.3 Proses Pembelajaran di Sekolah Alam Bandung dalam Upaya Pengembangan Budaya Belajar ... 180

a. Kurikulum di Sekolah Alam Bandung... 180

b. Silabus Pembelajaran di Sekolah Alam Bandung ... 187

c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran di Sekolah Alam Bandung ... 188

d. Implementasi Proses Pembelajaran di Sekolah Alam Bandung ... 190

4.2.4 Mutu Layanan Pembelajaran sebagai Dampak dari Pengembangan Budaya Belajar di Sekolah Alam Bandung 200 a. Dalam Perspektif Orang Tua ... 203


(3)

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 209 5.1 Kesimpulan ... 209

5.1.1 Dasar Pemikiran Pengembangan Budaya Belajar di

Sekolah Alam Bandung ... 209 5.1.2 Budaya Belajar ... 210 5.1.3 Proses Pembelajaran di Sekolah Alam Bandung dalam

Upaya Pengembangan Budaya Belajar ... 211 5.1.4 Mutu Layanan Pembelajaran sebagai Dampak dari

Pengembangan Budaya Belajar di Sekolah Alam Bandung 213 5.2 Rekomendasi ... 214 DAFTAR PUSTAKA ... 216 LAMPIRAN ... 219


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Pola Terbentuknya Kebiasaan ... 25

2.2 Standar-standar Mutu ... 37

2.3 Hirarki Konsep Mutu ... 40

2.4 Institusi Hirarkis dan Institusi Terbalik dalam Pendidikan ... 42

2.5 Bussiness Core Penyelenggaraan Pendidikan ... 43

2.6 Faktor-faktor Penentu Kualitas Layanan Jasa yang Diterima ... 46

2.7 Dimensi Kualitas Pelayanan yang Mempengaruhi Harapan dan Kenyataan ... 53

2.8 Tindakan Berpikir dan Bertindak ... 58

2.9 Komponen Esensial Belajar dan Pembelajaran ... 64

2.10Lingkungan dan Sumber Belajar Model Quantum Learning ... 70

2.11Alur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Terpadu ... 76

3.1 Analisis Data Kualitatif ... 92

4.1 Ruang Kelas Berupa Saung-saung Khas Sekolah Alam Bandung ... 102

4.2 Irisan Ketiga Falsafah Ketakwaan, Keilmuan, Kepemimpinan ... 127

4.3 Pengembangan Kurikulum Sekolah Alam Bandung ... 128

4.4 Spider Web, Bagan Keterhubungan Antar Indikator Setiap Mata Pelajaran yang Dipadukan ... 134

4.5 Matriks Keterhubungan Indikator Setiap Mata Pelajaran yang dipadukan ... 135

4.6 Suasana Buka Kelas dan Morning Talk ... 142

4.7 Suasana Talaqi ... 142

4.8 Suasana Sholat Dhuha Berjamaah Dipandu oleh Guru ... 143

4.9 Roket Air Karya Siswa sebagai Tugas Akhir Kelas 6 ... 145

4.10Suasana Persiapan Peluncuran Roket Air ... 146

4.11Suasana ketika Peluncuran Roket Air ... 146

4.12Kegiatan Out Bond ... 148

4.13Siswa Berusaha untuk Bangkit ketika Out Bond ... 148

4.14Siswa yang Menyerah ketika Out Bond ... 148

4.15Kegiatan Wirausaha ... 149

4.16Suasana Berbagi Makanan pada Waktu Istirahat ... 150

4.17Siswa sedang Membuat Karya ... 155


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Dimensi Mutu Layanan dari Beberapa Ahli ... 47

2.2 Kegiatan yang Sesuai dan Tidak Sesuai dengan Perkembangan dalam Pendidikan Sekolah Dasar ... 72

2.3 Ragam Model Pembelajaran Terpadu ... 77

3.1 Contoh Triangulasi Sumber mengenai Tata Tertib di Sekolah Alam Bandung ... 94

3.2 Contoh Triangulasi Teknik, Wawancara dengan Dokumen ... 94

3.3 Tahapan Penelitian ... 95

4.1 Jumlah Peserta Didik SD Alam Bandung ... 100


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kisi-kisi Instrumen ... 219

2. Matriks Fokus Penelitian ... 224

3. Ringkasan Hasil Wawancara, Observasi, dan Studi Dokumen ... 230

4. Ringkasan Hasil Wawancara ... 237

5. Wawancara dengan Kepala Sekolah ... 269

6. Wawancara dengan Perintis Sekolah ... 274

7. Wawancara dengan Ketua Yayasan ... 285

8. Wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum ... 294

9. Wawancara dengan Guru ... 309

10. Wawancara dengan Orang Tua Siswa ... 312

11. Wawancara dengan Siswa ... 326

12. Hasil Observasi ... 329

13. Hasil Studi Dokumentasi ... 340

14. Daftar Informan ... 342

15. Dokumen Profil Sekolah ... 345

16. Dokumen Kurikulum Sekolah Alam Bandung ... 352

17. Dokumen Silabus Sekolah Alam Bandung ... 362

18. Dokumen Weekly Plan Sekolah Alam Bandung ... 374


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG PENELITIAN

Memasuki abad 21, dunia dihadapkan pada perkembangan teknologi dan arus globalisasi. Hal itu dapat mempengaruhi aspek-aspek kehidupan, yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Ketidakberdayaan masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi perkembangan teknologi dan arus globalisasi tersebut bisa menyebabkan hancurnya tatanan ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

Memasuki era globalisasi, bangsa Indonesia dihadapkan pada sejumlah permasalahan yang sangat kompleks. Permasalahan-permasalahan tersebut tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat material, akan tetapi sudah menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan urusan spiritual. Untuk menghindari terjadinya berbagai penyimpangan, dibutuhkan suatu pendidikan.

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1,

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang dimaksudkan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektual peserta didik saja, akan tetapi ditekankan pada proses menumbuhkan benih-benih adab manusia untuk meningkatkan kualitas kemanusiaan. Selain itu, pendidikan juga merupakan


(8)

proses pembinaan kepribadian secara menyeluruh agar menjadi lebih dewasa. Oleh karena itu, pendidikan bukan hanya berhubungan dengan persoalan pengolahan dan pemberian informasi, juga bukan sekedar penerapan teori belajar di dalam kelas yang menekankan pada hasil ujian prestasi yang berpusat pada mata pelajaran. Akan tetapi menurut Bruner dalam Sagala (2008: 3) “pendidikan merupakan usaha yang kompleks untuk menyesuaikan kebudayaan dengan kebutuhan anggotanya, dan menyesuaikan anggotanya dengan cara mereka

mengetahui kebudayaan”.

Pendapat tersebut menegaskan bahwa pendidikan merupakan usaha untuk menyesuaikan kebudayaan dengan kebutuhan anggotanya. Dalam usaha menyesuaikan kebudayaan dengan kebutuhan anggotanya, dibutuhkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang terdapat dalam ilmu pendidikan. Ilmu

pendidikan menurut Sagala (2008: 3) merupakan “ilmu yang mempelajari proses pengaruh mempengaruhi antara peserta didik dengan pendidik dalam berbagai

situasi untuk mencapai tujuan pendidikan”.

Hasil dari pendidikan tersebut diharapkan bisa menjadikan peserta didik dapat bertanggungjawab atas tindakan dan keputusannya sendiri, sehingga mereka menjadi manusia yang mandiri dan dapat hidup lebih baik. Hal itu sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Pasal 3,

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,


(9)

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam konteks ini, maka tujuan pendidikan adalah sebagai penuntun, pembimbing, dan petunjuk arah bagi para peserta didik agar mereka dapat tumbuh dewasa sesuai dengan potensi dan konsep diri yang sebenarnya. Hal tersebut bertujuan agar peserta didik dapat tumbuh, bersaing, dan mempertahankan hidupnya di masa depan yang penuh dengan tantangan dan perubahan.

Untuk mencapai tujuan pendidikan, setiap lembaga pendidikan diharapkan menciptakan suatu budaya belajar. Karena pendidikan dimaksudkan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003, Pasal 4, Ayat 3, “Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung

sepanjang hayat”.

Proses pembudayaan dan pemberdayaan tersebut diselenggarakan dengan memberikan keteladanan, membangun keinginan, memberikan motivasi, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam setiap proses pembelajaran. Hal itu tertuang dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, Pasal 4, Ayat 4, “Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran”.

Pasal tersebut menjelaskan bahwa dalam proses pembelajaran, pendidik harus memberikan keteladanan dalam setiap tindakannya, memberikan motivasi agar peserta didik mau belajar, dan mengembangkan kreativitas peserta didik. Hal


(10)

itu dikarenakan mutu pendidikan bukan hanya terletak pada mutu lulusannya saja, akan tetapi terletak pada input, proses, output, dan outcome. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh Usman (2010: 513) bahwa “mutu di bidang pendidikan meliputi mutu input, proses, output, outcome”.

Pendidikan merupakan suatu industri layanan jasa. Institusi pendidikan baik yang formal maupun nonformal sebagai institusi pemberi jasa. Jasa berbeda dengan produk, karena biasanya pemberian jasa berhubungan langsung antara pemberi jasa dan pelanggannya (penerima jasa). Jasa diberikan secara langsung oleh orang dan diterima secara langsung oleh orang. Ada hubungan yang sangat dekat antara pemberi dan penerima jasa. Oleh karena itu, jasa tidak dapat dipisahkan dari orang yang memberikannya, dan yang menerimanya.

Menurut Sallis (2010: 68-69), pelanggan dalam industri layanan jasa terbagi menjadi pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal dalam dunia pendidikan adalah pendidik dan staf. Sedangkan pelanggan eksternalnya meliputi peserta didik, orang tua, pemerintah, dan dunia kerja. Sedangkan, pelanggan utamanya adalah peserta didik.

Suatu institusi pendidikan dikatakan bermutu jika pelanggannya merasa puas atas layanan yang diberikan. Kepuasan pelanggan terlihat jika mutu pelayanan jasa yang diberikan sesuai dengan mutu pelayanan yang diharapkannya atau bahkan melebihinya.

Sistem pendidikan nasional yang ada pada saat ini tampaknya lebih mengutamakan pengajaran daripada pendidikan, sebagaimana yang diungkapkan


(11)

porsi pengajaran lebih besar daripada porsi pendidikan, sehingga kegiatan pendidikan cenderung diidentikkan dengan proses peningkatan kemampuan,

keterampilan, dan kecerdasan belaka”. Sedangkan, pembentukan kepribadian

unggul dan budaya mutu belum diperhatikan secara mendasar. Hal tersebut mengakibatkan pembelajaran yang lebih mengutamakan proses penguasaan materi dan nilai daripada pembentukan kepribadian. Sistem dan proses itulah yang menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan kualitas diri.

Ketidak seimbangan tersebut antara lain diakibatkan oleh banyaknya mata pelajaran dan padatnya materi yang harus diberikan kepada para peserta didik. Penyampaian materi (transfer ilmu pengetahuan) yang disebabkan oleh banyaknya materi menyita waktu pembelajaran, sehingga mengabaikan tugas pokok lainnya, yaitu meningkatkan pertumbuhan dan kualitas kepribadian peserta didik.

Secara lahiriah, anak-anak lebih suka berada dalam ruangan yang informal, terbuka dan bebas daripada dalam suasana yang formal, tertutup dan dengan lingkungan yang terbatas. Anak-anak lebih dapat menikmati waktu belajar mereka di ruang terbuka, sehingga pengembangan kreatifitas dan kemampuan dirinya menjadi lebih efektif.

Armstrong yang diterjemahkan oleh Lovely dan Widjanarko (2011: 154) mengemukakan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan perkembangan dalam pendidikan sekolah dasar, sebagai berikut:

1. Ruang kelas yang membuka dunia nyata

2. Membaca, menulis, dan matematika yang berhubungan dengan penemuan dunia nyata


(12)

3. Bahan pelajaran autentik yang biasanya menjadi bagian dari dunia nyata 4. Eksplorasi siswa pada dunia nyata yang dipandu oleh guru

5. Balajar berdasarkan pertemuannya dengan dunia nyata, menghasilkan gagasan, wawasan, pencerahan, renungan, pengamatan, dan sebagainya.

Memberikan kepercayaan dan sikap positif pada diri anak terhadap lingkungannya merupakan sistem pengembangan pendidikan yang utama. Namun, pendidikan yang ada telah mematikan daya kritis dan kreativitas generasi bangsa. Sejak duduk di Taman Kanak-kanak hingga perguruan tunggi siswa dididik untuk tidak boleh kritis dan kreatif.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh www.ayahbundaku.com pada Ruang Ayah Edi menunjukkan bahwa sistem pendidikan di sekolah yang ada di Indonesia pada umumnya:

1. Berpusat pada jasmani saja, bukan pada jasmani dan rohani (holistic). Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai aspek rohani yang meliputi fungsi-fungsi kerja otak dan psikologi anak.

2. Berpusat pada kepentingan guru bukan murid.

3. Berpusat pada target materi/kurikulum bukan dinamika kelas.

4. Berpusat pada pemahaman fungsi otak yang terbatas (IQ) bukan pada multiple intelligence (kecerdasan unik tanpa batas).

5. Berpusat pada kemampuan naluri mengajar bukan pada keahlian professional mengajar berdasarkan pelatihan.


(13)

7. Berpusat pada 1 model tes (verbal test model/scholastic aptitude test) bukan berdasarkan tes beragam yang disesuaikan dengan jenis bidang dan mata pelajaran dan keunggulan spesifik anak.

8. Berpusat pada hasil akhir (hanya sebagai uji ingatan) bukan pada proses perbaikan yang diamati dan dicatat dari waktu ke waktu.

9. Berpusat pada proses imaginative bukan realitas 10.Guru sebagai sumber kebenaran

11.Berpusat pada ruang dan tempat yang terbatas.

12.Miskinnya pemberian dukungan belajar/ motivasi dari para guru. Guru lebih suka memuji siswa yang sukses daripada membangkitkan siswa yang gagal dan memuji usaha-usaha kebangkitannya terlepas dari kegagalan.

13.Guru sebagai penguji bukan pembimbing, guru merasa tidak bertanggungjawab terhadap kegagalan para siswanya dalam ujian yang dibuatnya sendiri.

14.Berpusat pada tradisi bukan kreatifitas, sehingga materi yang diajarkan selalu sama dan seringkali tidak relevan dengan perubahan zaman yang dialami siswanya sekarang.

Oleh karena itu, sekolah lebih tepat disebut sebagai lembaga pengajaran bukan lembaga pendidikan. Mengajar adalah membuat tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa sedangkan mendidik adalah membuat anak tidak mau menjadi mau. Sasaran mengajar adalah ilmu sedangkan sasaran mendidik adalah moral dan karakter. Maka, wajar jika banyak anak didik di sekolah yang justru memiliki karakter sama seperti orang yang tidak terdidik.


(14)

Salah satu sekolah alternatif yang berorientasi holistic bahkan spiritual adalah Sekolah Alam. Sekolah Alam merupakan salah satu pendidikan alternatif berbasis lingkungan yang sedang berkembang di Indonesia. Sekolah Alam merupakan sekolah dengan konsep pendidikan berbasis alam semesta untuk membantu siswa tumbuh menjadi manusia yang tidak hanya mampu memanfaatkan, mencintai, dan memelihara alam.

Penelitian mengambil tempat di Sekolah Alam Bandung. Sekolah Alam Bandung berusaha mengaplikasi model pembelajaran yang memperhatikan perkembangan psikologis siswanya. Satu-satunya cara terbaik yang dapat ditempuh untuk memenuhi perkembangan anak adalah dengan permainan,

sebagaimana yang diungkapkan oleh Amstrong (2011: 124) bahwa “bermain

adalah proses yang terus berubah dan bersifat multi-indrawi, interaktif, kreatif, dan imajinatif. Maka, proses belajar anak seharusnya tidak boleh terpisah dari

dunia bermain”.

Sekolah Alam Bandung membuat terobosan baru dalam dunia pendidikan dengan menekankan proses pembelajaran yang disampaikan secara aktif dan fun yang dapat membuat anak tetap riang gembira di saat sekolah berlangsung (joyful

learning). Prinsip dasarnya, anak akan belajar secara efektif bila berada dalam

kondisi fun dan nyaman. Sistem pendidikan yang dikembangkan di Sekolah Alam Bandung adalah dengan cara memberikan kepercayaan, sikap positif pada diri anak terhadap lingkungannya, karena perkembangan intelektualitas, emosional dan spiritual quotient sangat dipengaruhi oleh lingkungan alam sekitar, sehingga


(15)

anak dapat mengembangkan nilai kepemimpinannya, memiliki emosi yang stabil dan dapat bekerja dalam suatu kelompok.

Berdasarkan pengamatan awal, Sekolah Alam Bandung mendesain sekolah menjadi tempat belajar yang menyenangkan sehingga anak menjadi kerasan. Siswa tidak hanya belajar di dalam kelas, tetapi juga belajar di ruang terbuka, alam bebas maupun di arena bermain yang edukatif. Materi sekolah yang diterapkan di Sekolah Alam Bandung tetap mengacu pada kurikulum Diknas, namun ditambah dengan beberapa kajian khusus dan penerapannya diselaraskan dengan filosofi Sekolah Alam yang disajikan dalam bentuk tiga falsafah, yaitu ketakwaan, keilmuan, dan kepemimpinan.

1.2FOKUS PENELITIAN

Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembudayaan. Hal itu sesuai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Pasal 4, Ayat 3 yang menyatakan bahwa proses pendidikan sebagai proses pemberdayaan dan pembudayaan peserta didik sepanjang hayat. Oleh karena itu, dalam proses pendidikan harus menciptakan suatu budaya belajar.

Sallis (2010:86) mengemukakan bahwa core bisnis pendidikan terletak pada mutu layanan pembelajaran. Jika layanan yang diberikan sesuai dengan harapan dan kebutuhan pelanggan bahkan melebihinya, maka layanan tersebut bisa dikatakan bermutu, akan tetapi jika layanan tersebut tidak sesuai dengan harapan dan kebutuhan pelanggan, maka dapat dikatakan tidak bermutu dan ada gap di dalamnya. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, setiap sekolah sebagai


(16)

instiitusi formal di bidang pendidikan harus meningkatkan mutu layanan pembelajarannya.

Namun kenyataannya, hasil-hasil pembelajaran yang ada sekarang ini seringkali dianggap kurang memuaskan berbagai pihak. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut; pertama, kebutuhan dan aktivitas di berbagai bidang kehidupan terus berkembang lebih pesat daripada perkembangan proses pembelajaran, sehingga hasil-hasil pembelajaran yang diperoleh oleh peserta didik menjadi tidak cocok dengan kenyataan kehidupan yang dihadapinya. Kedua, temuan-temuan baru tentang pembelajaran di berbagai bidang membuat paradigma, falsafah, dan metodologi pembelajaraan yang ada sekarang ini tidak cocok lagi untuk digunakan. Ketiga, berbagai permasalahan dan kenyataan negatif tentang hasil pembelajaran menuntut adanya upaya pembaharuan paradigma, falsafah, dan metodologi pembelajaran, dengan harapan dapat meningkatkan mutu dan hasil pembelajaran.

Untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran, berbagai kalangan pendidikan mulai mengembangkan falsafah dan metode pembelajaran. Dalam meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran tersebut, mulai bermunculan sekolah-sekolah yang mengembangkan falsafah dan metode pembelajaran yang dipandang lebih efektif bagi para peserta didik. Salah satunya adalah Sekolah Alam. Sekolah Alam merupakan sekolah dengan konsep pendidikan berbasis alam semesta untuk membantu siswa tumbuh menjadi manusia yang tidak hanya mampu memanfaatkan, mencintai, dan memelihara alam. Metode pembelajaran yang digunakan di Sekolah Alam menekankan proses


(17)

pembelajaran yang disampaikan secara aktif dan fun yang dapat membuat anak tetap riang gembira di saat sekolah berlangsung (joyful learning). Sekolah Alam mengembangkan proses pembelajaran dengan berlandaskan tiga falsafah, yaitu ketaqwaan, keilmuan, dan kepemimpinan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka diambil fokus penelitian sebagai berikut:

1. Dasar pemikiran yang mendasari pengembangan budaya belajar di Sekolah Alam Bandung

2. Budaya belajar di Sekolah Alam Bandung

3. Proses pembelajaran di Sekolah Alam Bandung dalam upaya mengembangkan budaya belajar

4. Mutu layanan pembelajaran di Sekolah Alam Bandung sebagai dampak dari budaya belajar

1.3PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan fokus penelitian di atas, dapat dirinci pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah dasar pemikiran yang mendasari pengembangan budaya belajar di Sekolah Alam Bandung

a. Apa yang melatarbelakangi pengembangan budaya belajar di Sekolah Alam Bandung?

b. Apa tujuan Sekolah Alam Bandung? c. Apa visi dan misi Sekolah Alam Bandung?


(18)

2. Bagaimana usaha Sekolah Alam Bandung mengembangkan budaya belajar? a. Bagaimana kebijakan yang diterapkan di Sekolah Alam Bandung dalam

mengembangkan budaya belajar?

b. Bagaimana tata tertib yang diterapkan Sekolah Alam Bandung dalam mengembangkan budaya belajar?

c. Bagaimana upaya konkrit dalam mengembangkan budaya belajar di Sekolah Alam Bandung?

3. Bagaimana proses pembelajaran di Sekolah Alam Bandung dalam upaya pengembangan budaya belajar?

a. Bagaimana pengembangan kurikulum di Sekolah Alam Bandung? b. Bagaimana silabus pembelajaran di Sekolah Alam Bandung?

c. Bagaimana rencana pelaksanaan pembelajaran di Sekolah Alam Bandung?

d. Bagaimana implementasi proses pembelajaran di Sekolah Alam Bandung?

4. Bagaimana mutu layanan pembelajaran di Sekolah Alam Bandung dari perspektif pelanggan (siswa dan orang tua)?

a. Bagaimana fasilitas yang ada di Sekolah Alam Bandung dalam perspektif pelanggan (siswa dan orang tua)?

b. Bagaimana kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi, perhatian pribadi, dan memahami peserta didiknya dalam perspektif pelanggan (siswa dan orang tua)?


(19)

c. Bagaimana kemampuan para guru Sekolah Alam Bandung dalam memberikan layanan yang dijanjikan dalam perspektif pelanggan (siswa dan orang tua)?

d. Bagaimana kemauan para guru Sekolah Alam Bandung untuk membantu para peserta didik dan memberikan pelayanan dalam perspektif pelanggan (siswa dan orang tua)?

e. Bagaimana kemampuan, kompetensi, kesopanan, respek yang dimiliki oleh para guru Sekolah Alam Bandung terhadap peserta didik?

1.4TUJUAN PENELITIAN

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan:

1. Dasar pemikiran yang mendasari pengembangan budaya belajar di Sekolah Alam Bandung.

a. Latar belakang pengembangan budaya belajar di Sekolah Alam Bandung. b. Tujuan pengembangan budaya belajar di Sekolah Alam Bandung.

c. Visi dan Misi Sekolah Alam Bandung.

2. Usaha Sekolah Alam Bandung dalam mengembangkan budaya belajar.

a. Kebijakan Sekolah Alam Bandung dalam mengembangkan budaya belajar.

b. Tata tertib Sekolah Alam Bandung dalam mengembangkan budaya belajar.


(20)

3. Proses pembelajaran di Sekolah Alam Bandung sebagai upaya pengembangan budaya belajar.

a. Pengembangan kurikulum di Sekolah Alam Bandung. b. Silabus pembelajaran di Sekolah Alam Bandung.

c. Rencana proses pembelajaran di Sekolah Alam Bandung. d. Implementasi proses pembelajaran di Sekolah Alam Bandung.

4. Mutu layanan pembelajaran di Sekolah Alam Bandung dari perspektif pelanggan (siswa dan orang tua).

a. Fasilitas yang ada di Sekolah Alam Bandung dalam perspektif pelanggan (siswa dan orang tua).

b. Kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi, perhatian pribadi, dan memahami peserta didiknya dalam perspektif pelanggan (siswa dan orang tua).

c. Kemampuan para guru Sekolah Alam Bandung dalam memberikan layanan yang dijanjikan dalam perspektif pelanggan (siswa dan orang tua).

d. Kemauan para guru Sekolah Alam Bandung untuk membantu para peserta didik dan memberikan pelayanan dalam perspektif pelanggan (siswa dan orang tua).

e. Kemampuan, kompetensi, kesopanan, respek oleh para guru Sekolah Alam Bandung terhadap peserta didik.


(21)

1.5MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan manfaat yang diperoleh, baik teoritis maupun praktis.

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dalam: a. Memberikan informasi mengenai upaya pengembangan budaya belajar

dalam meningkatkan mutu layanan pembelajaran.

b. Menguji keberhasilan Sekolah Alam dalam meningkatkan mutu layanan pembelajaran sebagai dampak dari pengembangan budaya belajar.

2. Manfaat praktis a. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai Sekolah Alam. Hal ini berguna bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jelas tentang Sekolah Alam sebagai salah satu alternatif pendidikan selain sekolah formal. b. Praktisi Sekolah Alam

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi bagi praktisi Sekolah Alam untuk lebih mengkaji aspek-aspek dari program kegiatan belajar Sekolah Alam agar dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

2. Memberikan kontribusi yang positif pada Sekolah Alam, khususnya dalam meningkatkan mutu layanan untuk mewujudkan pembelajaran yang lebih baik di masa yang akan datang, serta diharapkan dapat


(22)

memberikan informasi penting dalam pemberian kebijakan guna meningkatkan pengembangan pendidikan sekolah-sekolah lain pada umumnya.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan Sekolah Alam.

d. Bagi pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan Nasional

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memonitor perkembangan sekolah-sekolah alternatif yang ada di Indonesia, salah satunya Sekolah Alam.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar pemikiran yang mendasari pengembangan budaya belajar di Sekolah Alam Bandung, proses pembelajaran dalam upaya pengembangan budaya belajar, budaya belajar, dan mutu layanan pembelajaran sebagai dampak dari budaya belajar. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini akan dilakukan melalui pengamatan secara intensif dalam situasi yang wajar. Pendekatan semacam ini selanjutnya disebut dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan suatu paradigma penelitian untuk mendeskripsikan peristiwa, perilaku orang atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan dalam bentuk narasi. Satori dan Komariah (2011: 25) mengemukakan bahwa,

Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan data dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi yang alamiah.

Oleh karena itu, untuk mengungkapkan substansi penelitian kualitatif diperlukan pengamatan secara mendalam dengan latar yang dialami, dan data yang diungkap bukan berupa angka-angka tetapi berupa kata-kata, kalimat, paragraf, dan dokumen. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan informan, pengkajian dokumen, dan pengamatan langsung di lapangan, kemudian


(24)

dianalisis secara induktif. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Satori dan Komariah (2011: 25) bahwa,

Penelitian kualitatif tidak hanya sebagai upaya mendeskripsikan data tetapi deskripsi tersebut hasil dari pengumpulan data yang sohih yang dipersyaratkan kualitatif yaitu wawancara mendalam, observasi pertisipasi, studi dokumen, dan dengan melakukan triangulasi.

Moleong (2011: 8-13) mengungkapkan beberapa ciri penelitian kualitatif, yaitu: (1) berlangsung dalam latar yang alami, (2) manusia sebagai alat (instrumen), (3) analisis data secara induktif, (4) pengungkapan data dan laporan secara deskriptif, (5) lebih mementingkan proses daripada hasil, (6) adanya

“batas” yang ditentukan oleh fokus, (7) adanya kriteria khusus untuk keabsahan

data, (8) desain yang bersifat sementara, dan (9) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

Penelitian ini menggunakan data empiris, dimana gejala yang sedang terjadi merupakan obyek yang diselidiki. Peneliti tidak memanipulasi dan/atau mengendalikan keadaan dengan memanfaatkan banyak sumber bukti. Hal ini sesuai dengan definisi studi kasus yang dikemukakan oleh Robert K. Yin (2011: 18), yaitu; “Studi kasus merupakan suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana: batas -batas antara fenomena dan konteks tidak tampak dengan tegas, dan dimana multi sumber bukti dimanfaatkan”. Dari tiga tipe studi kasus, yaitu eksplanatoris, eksploratoris dan deskriptif, maka tipe studi kasus penelitian ini adalah studi kasus deskriptif analitis.


(25)

Lingkup penelitian ini dibatasi pada satu satuan pendidikan yang terpilih dengan menggunakan studi kasus. Dipilihnya studi kasus deskriptif analitis dalam penelitian ini disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Gejala yang menunjukkan bahwa telah diselenggarakan pendekatan pembelajaran tertentu oleh satuan pendidikan.

2. Penelitian ini mengungkap berbagai pertanyaan yang berhubungan dengan "apa", "mengapa" dan "bagaimana" mekanisme proses pembelajaran itu diselenggarakan.

3. Terdapat beberapa persepsi tentang mutu layanan pembelajaran dari berbagai sudut pandang.

3.2 Sumber Data Penelitian

Menurut Miles dan Huberman (1992: 2), sumber data dalam penelitian ini adalah manusia dan non manusia. Manusia sebagai sumber data merupakan informan, yaitu pelaku utama dan bukan pelaku utama. Pelaku utama terdiri atas: (1) perintis Sekolah Alam Bandung, (2) ketua yayasan, (3) kepala sekolah, (4) wakil kepala sekolah, (5) dan guru. Informan yang bukan pelaku utama terdiri atas: (1) beberapa siswa, dan (2) orang tua siswa. Sedangkan sumber data non manusia yaitu berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan konsep sekolah, kebijakan dan tata tertib, dan pengembangan kurikulum dan rencana pelasanaan pembelajaran. Selain itu juga dilakukan pengamatan mengenai proses pembelajaran, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.


(26)

Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling, agar data yang diperoleh dari informan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitian. Sebagaiman yang dikemukakan Satori (2011: 47) bahwa purposive sampling menentukan subjek/objek sesuai dengan tujuan. Melalui teknik purposive ini, maka diperoleh informan kunci, dan dari informan kunci dikembangkan untuk mendapatkan informasi lainnya dengan teknik sampel bola salju (snowball sampling). Informan kunci dalam penelitian ini adalah kepala sekolah.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data penelitian yang luas dan mendalam, maka upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut:

3.3.1 Pengamatan atau Observasi

Menurut Guba dan Lincoln dalam Satori (2011: 108), pengamatan atau observasi dalam pengumpulan data dilakukan karena; (1) teknik pengamatan didasarkan atas pengamatan langsung, (2) teknik pengamatan memungkinkan melihat, mengamati, dan mencatat kejadian atau perilaku yang sebenarnya, (3) pengamatan memungkinkan mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun yang langsung diperoleh dari data, (4) dapat digunakan untuk menguji kebenaran data yang meragukan, (5) memungkinkan peneliti mampu memahami situasi yang rumit, (6) dapat menjadi alat yang bermanfaat bagi kasus-kasus tertentu yang tidak memungkinkan dilakukan dengan teknik lain.


(27)

Kegiatan observasi dilakukan peneliti beberapa kali untuk mengamati proses pembelajaran yang dilakukan di Sekolah Alam Bandung. Observasi tidak hanya dilakukan pada proses pembelajaran di dalam kelas saja, namun dilakukan pada proses pembelajaran yang dilakukan di luar kelas.

3.3.2 Wawancara

“Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu” (Moleong,

2006: 186). Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi melalui tatap muka, sebagaimana yang diungkapkan Sudjana dalam Satori dan

Komariah (2011: 130) bahwa “wawancara adalah proses pengumpulan data atau

informasi melalui tatap muka antara pihak penanya (interviewer) dengan pihak yang ditanya atau penjawab (interviewee)”. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini merupakan wawancara tidak terstruktur atau tidak terstandar. Teknik wawancara ini digunakan karena dapat dilakukan secara lebih personal yang memungkinkan informasi didapat sebanyak-banyaknya.

Pengumpulan data dengan cara wawancara dilakukan dengan mengajukan ijin terlebih dahulu. Setelah mendapatkan ijin dari lembaga, peneliti kemudian melakukan pendekatan dengan informan kunci, yaitu kepala sekolah. Wawancara dilakukan setelah adanya kesepakatan dengan informan kunci tentang waktu dan tata cara wawancara, yaitu wawancara dapat direkan menggunakan alat perekam.

Sebelum memulai wawancara, peneliti selalu memberikan poin-poin pertanyaan yang berkaitan dengan fokus penelitian yang sedang dilakukan. Berdasarkan fokus penelitian tersebut, peneliti selalu mengembangkan pertanyaan, namun tetap berpedoman pada fokus penelitian.


(28)

Setelah melakukan wawancara dengan kepala sekolah, kegiatan wawancara dilanjutkan kepada salah satu perintis Sekolah Alam Bandung, ketua yayasan, wakil kepala sekolah, dan beberapa guru. Pada saat melakukan wawancara dengan kepala sekolah, peneliti juga mengajukan ijin untuk melakukan wawancara dengan beberapa siswa dan orang tua siswa.

3.3.3 Studi dokumentasi

Informasi yang diperoleh dengan menggunakan teknik studi dokumentasi bukan dari orang sebagai narasumber melainkan dari berbagai sumber tertulis. Satori (2011: 148) mengemukakan bahwa dengan studi dokumentasi, peneliti dapat memperoleh informasi bukan dari orang sebagai narasumber, tetapi memperoleh informasi dari macam-macam sumber tertulis atau dari dokumen yang ada pada informan berupa peninggalan, karya seni, dan karya pikir.

Diantara dokumen yang dianalisis dalam penelitian ini adalah (1) dokumen konsep Sekolah Alam Bandung, (2) dokumen KTSP Sekolah Alam Bandung, (3) dokumen silabus, (4) dokumen Lesson Plan, (5) dokumen Weekly

Plan, dan beberapa dokumen yang berkaitan dengan Sekolah Alam Bandung.

Studi dokumen dilakukan untuk menguji dan menafsirkan sumber data berupa dokumen. Studi dokumen dilakukan untuk keperluan penelitian, menurut Guba dan Lincoln dalam Moleong (2006: 217), karena alasan-alasan yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai berikut: (1) dokumen merupakan sumber data yang stabil, kaya, dan mendorong, (2) dokumen berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian, (3) sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, dan sesuai dengan konteks, (4) relatif murah dan tidak sukar diperoleh meskipun


(29)

harus dicari dan ditemukan, (5) tidak reaktif, sehingga tidak sulit untuk ditemukan, (6) hasil pengkajian isi dapat lebih memperluas pengetahuan terhadap sesuatu yang diteliti.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian kualitatif adalah orang yang melakukan penelitian itu, yaitu peneliti sendiri, (Satori dan Komariah, 2011: 61). Sejalan dengan pendapat tersebut, Sugiyono (2010: 305) mengemukakan bahwa yang menjadi instrumen atau alat penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Dalam penelitian kualitatif, peneliti menjadi kunci utama untuk mengungkapkan fakta-fakta yang ada di lapangan dan peneliti merupakan alat yang tepat untuk mengungkap data-data penelitian kualitatif. Hal itu sesuai dengan yang dijelaskan oleh Guba dan Lincoln dalam Satori dan Komariah (2011:

62) bahwa “manusia sebagai instrument pengumpulan data memberikan

keuntungan, dimana ia dapat bersikap fleksibel dan adaptif, serta dapat menggunakan keseluruhan alat indera yang dimilikinya untuk memahami

sesuatu”.

Dalam penelitian kualitatif, segala sesuatu yang dicari belum pasti dan belum jelas masalahnya, sumber datanya, dan juga hasil yang diharapkannya. Rancangan penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang di lapangan. Oleh karena itu, menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian merupakan pilihan utama.


(30)

3.5 Teknik Analisis Data

Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini dilakukan selama dan setelah pengumpulan data. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan berupa angka. Data dikumpulkan dengan berbagai cara yaitu pengamatan, wawancara, dan studi dokumen. Kemudian data tersebut diproses melalui pencatatan, pengetikan, dan penyuntingan, akan tetapi analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata.

Miles dan Huberman yang diterjemahkan oleh Rosidi (1992: 16)

mengemukakan bahwa “analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan”. Alur tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Reduksi data

Reduksi data dilakukan sebagai proses pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang didapat dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data dilakukan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak diperlukan, dan mengorganisasi data agar dapat menarik kesimpulan akhir dan memverifikasinya.

2. Penyajian data

Penyajian data diartikan sebagai proses penyusunan data dan informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data bisa dalam bentuk matriks, grafik, dan bagan. Hal itu dirancang untuk menggabungkan informasi yang telah


(31)

tersusun, agar dapat menentukan tindakan penarikan kesimpulan atau melakukan analisis lanjutan.

3. Penarikan kesimpulan/ verifikasi

Alur analisis yang ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari suatu kegiatan konfigurasi yang utuh. Verifikasi dan penarikan kesimpulan akhir dilakukan setelah pengumpulan data selesai.

Ketiga alur analisis data kualitatif tersebut dilakukan pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data kualitatif tersebut diilustrasikan dalam gambar berikut.

Gambar 3.1 Analisis data kualitatif

Sumber: Miles dan Huberman yang diterjemahkan oleh Rohidi (1992: 20)

Pengumpulan data

Penyajian data Reduksi

data

Kesimpulan-kesimpulan: Penarikan/Verifikasi


(32)

3.6 Pengujian Keabsahan Data

Diperlukan suatu teknik pengecekan untuk menetapkan keabsahan data. Teknik pengecekan tersebut dilakukan berdasarkan atas beberapa kriteria. Menurut Moleong (2006: 324) terdapat empat kriteria yang digunakan dalam pengecekan keabsahan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).

Pengecekan credibility dilakukan dengan cara meningkatkan ketekunan, diskusi dengan teman sejawat, dan melakukan triangulasi. Satori dan Komariah

(2011: 94) mengemukakan bahwa “triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu”. Triangulasi

dilakukan dengan cara membandingkan dan mengecek data dan informasi yang telah diperoleh dengan alat dan waktu yang berbeda.

Satori dan Komariah (2011: 170-171) membagi triangulasi menjadi tiga, yaitu: (1) triangulasi sumber, (2) triangulasi teknik, dan (3) triangulasi waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mencari data dari sumber yang beragam yang masih terkait satu sama lain. Triangulasi teknik dilakukan dengan menggunakan beragam teknik untuk mengungkap data yang dilakukan kepada sumber data. Sedangkan triangulasi waktu dilakukan dengan cara mengumpulkan data pada waktu yang berbeda.

Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek informasi/data yang diperoleh melalui wawancara dengan informan. Kemudian data tersebut ditanyakan kepada informan lain yang masih terkait satu sama lain.


(33)

Penggunaan metode triangulasi ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban yang lebih jelas, sebagaimana terlihat dalam contoh hasil wawancara yang ada pada tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Contoh Triangulasi Sumber mengenai Tata Tertib yang ada di Sekolah Alam Bandung

Kepala sekolah Perintis sekolah Guru

Tata tertib itu juga sifatnya sewaktu-waktu, jika ada satu hal yang perlu diregulasi maka kita keluarkan, tapi pada umumnya di sekolah alam itu tingkat regulasi itu ada di kelas, jadi ada peraturan kelas yang disepakati, modelnya bukan top down tetapi kesepakatan, jadi sebelum ditetapkan siswa diberi kesempatan untuk mengkritisi, atau memberi masukan dan lain

sebagainya.

Kita ngga punya banyak aturan di sekolah alam. Jadi, aturan dalam tataran sekolah juga mungkin sangat sedikit.

Kebanyakan kalopun ada aturan-aturan, tata tertib yang harus diikuti, itu adalah tata tertib yang dilakukan oleh komunal kelas. Komunitas kelas yang membuat aturan-aturan main di kelas tersebut, tapi kalo di sekolah tidak banyak

Kalau tata tertib dulu sempet kita tempel pertama itu buka tutup kelas tuh, kaya yang solatnya bagus, terus tidak memukul temen, ada lima poin yang saya inget, cuma udah dicabut-cabutin

Triangulasi teknik peneliti lakukan untuk melakukan mengecekan informasi/data antara hasil wawancara dengan dokumen, sebagaimana terlihat dalam tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Contoh Triangulasi Teknik, Wawancara dengan Dokumen

Wawancara Dokumen

Pen Untuk pelaporan hasil belajarnya seperti apa pa?

Raport siswa Jwb

w.wkk.mp.3.3.p20

Jadi kalo raport tuh ada 3, ini

(menunjukkan raport dari dinas), ada narasi saya ambil contoh narasi ya, ada stu lagi grufi. Grufi tuh yang kaya mister yang ketawa2, seperti itu. Mister grufi ya...


(34)

Transferability dilakukan dengan cara menyajikan laporan hasil penelitian

dengan sebaik mungkin agar dapat terbaca dan memberikan informasi dengan jelas, lengkap, sistematis, dan dapat dipercaya. Dependability dilakukan dengan cara mengaudit keseluruhan proses penelitian. Confirmability dilakukan dengan cara mengaudit hasil penelitian dengan proses penelitian agar data yang diperoleh dapat dilacak kebenarannya.

3.7 Tahapan Penelitian

Kegiatan dan tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini digambarkan dalam tabel berikut.

Tabel 3.3 Tahapan Penelitian

Jenis Kegiatan Bulan

1 2 3 4 5 6 7

Penyusunan dan pensetujuan proposal/ desain penelitian

Perumusan izin penelitian

Perumusan dan penyempurnaan kisi-kisi dan instrumen penelitian

Studi pendahuluan untuk menentukan lokasi penelitan

Pengumpulan data di lapangan Pengolahan dan analisis data Penyusunan laporan

Penggandaan laporan

Publikasi hasil penelitian melalui seminar


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan disusun berdasarkan pembahasan pada fokus penelitian yang diajukan. Fokus tersebut adalah dasar pemikiran pengembangan proses pembelajaran berbasis 3 pilar (ketakwaan, keilmuan, dan kepemimpinan), proses pembelajaran berbasis 3 pilar (ketakwaan, keilmuan, dan kepemimpinan), budaya belajar, dan mutu layanan di Sekolah Alam Bandung.

5.1.1 Dasar Pemikiran Pengembangan Budaya Belajar di Sekolah Alam Bandung

Ketiga pilar atau falsafah yang mendasari pengembangan kurikulum di Sekolah Alam Bandung sudah diimplementasikan dengan cukup baik dalam proses pembelajaran. Falsafah ketakwaan yang bertujuan untuk mendidik siswa-siswi agar memiliki akhlak yang baik terlihat sangat dominan dalam setiap proses pembelajaran, karena tujuan utama proses pembelajaran di Sekolah Alam Bandung adalah mendidik siswa-siswinya agar memiliki akhlak yang baik. Proses pembelajaran yang berkaitan dengan keilmuan dilakukan dengan cara menyentuh logika berfikir siswa agar siswa mampu berpikir kritis. Kepemimpinan dilakukan dengan cara out bond dan wirausaha, bertujuan untuk melatih keberanian dan kemandirian siswa. Namun demikian, animo masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke Sekolah Alam Bandung masih kurang, karena pemahaman masyarakat tentang konsep Sekolah Alam masih sangat kurang.


(36)

5.1.2 Budaya Belajar di Sekolah Alam Bandung

Sekolah Alam Bandung memiliki budaya belajar yang berbeda dengan sekolah-sekolah lain, yang menjadikannya identitas dan citra sekolah. Budaya belajar tersebut berasal dari ide dan gagasan para pendirinya yang merumuskan konsep pendidikan yang berbeda dengan pendidikan yang ada di sekolah-sekolah pada umumnya. Ide dan gagasan tersebut dirangkai dalam bentuk kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan yang diberlakukan. Kebijakan-kebijakan-kebijakan di Sekolah Alam Bandung tidak didokumentasikan dan dijelaskan secara tertulis, melainkan diimplementasikan berdasarkan ide dan gagasan pendirinya. Kebijaka-kebijakan yang diberlakukan di Sekolah Alam Bandung mengarah pada suatu budaya bebas yang sarat nilai, artinya para siswa dibebaskan untuk melakukan apapun asal tidak menyakiti dan mendholimi, dan bertanggung jawab pada diri sendiri dan pada orang lain. Kebebasan tersebut bertujuan untuk mengeluarkan kreativitas dan kekritisan siswa, agar dapat mengarahkan pada budaya belajar dimanapun dan kapanpun. Sedangkan aturan dan tata tertib di Sekolah Alam Bandung dibuat dan diberlakukan pada tingkat kelas berdasarkan kesepakatan antara guru dan siswa.

Upaya-upaya yang dilakukan Sekolah Alam Bandung dalam mengembangkan budaya belajar yaitu memberikan keteladanan, pembiasaan, dan menggunakan metode yang menyenangkan dan berdasarkan pengalaman. Guru-guru di Sekolah Alam Bandung dituntun untuk menjadi teladan bagi para siswanya. Proses pembelajaran yang dilakukan di Sekolah Alam Bandung dilakukan dengan cara pembiasaan dan dengan metode yang menyenangkan dan berdasarkan pengalaman nyata untuk menanamkan pada diri siswa bahwa belajar


(37)

bukanlah suatu kegiatan yang membosankan dan menjenuhkan. Hal itu dilakukan agar budaya belajar dimanapun dan kapanpun tertanam dalam diri siswa.

5.1.3 Proses Pembelajaran di Sekolah Alam Bandung sebagai Upaya Pengembangan Budaya Belajar

Kurikulum, silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan satu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Kurikulum di Sekolah Alam Bandung adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pengembangan kurikulumnya sudah sesuai dengan pedoman penyusunan KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Namun, isi dan muatan KTSP Sekolah Alam Bandung ditambah dan dikembangkan berdasarkan pada 3 pilar yang menjadi konsep sekolah, yaitu falsafah ketakwaan, falsafah keilmuan, dan falsafah kepemimpinan. KTSP Sekolah Alam Bandung menggunakan model pembelajaran tematik untuk kelas 1, 2, dan 3, menggunakan model tematik dan bidang studi untuk kelas 4 dan 5, dan menggunakan tematik untuk proyek atau tugas yang harus diselesaikan oleh kelas 6.

Penyusunan silabus di Sekolah Alam Bandung belum mengikuti semua langkah-langkah penyusunan silabus, baik untuk yang tematik maupun bidang studi. Silabus Sekolah Alam Bandung hanya memuat komponen-komponen standar kompetensi, kompetensi dasar, hasil belajar, indikator, dan materi pokok.

RPP yang disusun dan digunakan oleh guru-guru Sekolah Alam Bandung berbeda dengan RPP pada umumnya. Dalam penyusunannya tidak mengikuti


(38)

langkah-langkah menyusunan RPP. RPP yang digunakan adalah dalam bentuk

lesson plan dan weekly plan.

Implementasi pembelajaran di Sekolah Alam Bandung bisa dikatakan diwarnai oleh teori konstruktivis yang memandang kegiatan belajar bukan merupakan kegiatan mekanisme yang dilakukan hanya untuk mengumpulkan informasi atau fakta saja, melainkan kegiatan siswa dalam upaya menemukan pengetahuan, konsep, dan kesimpulan yang dilakukannya secara aktif. Dalam setiap kegiatan pembelajarannya, tidak ditemukan kegiatan guru mentransfer pengetahuan dan konsep-konsep yang harus diingat dan dihapal oleh para siswa, melainkan memberikan kebebasan dan fasilitas kepada siswa untuk mengkontruksi pengetahuannya sendiri dan memaknainya berdasarkan pengalaman-pengaman nyata yang didapatnya. Proses pembelajaran di Sekolah Alam Bandung dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan dalam lingkungan yang nyaman, rileks, penuh pencahayaan, dan keluar masuknya oksigen lancar, yang dapat mengoptimalkan dan memaksimalkan kerja otak siswa.

Proses penilaian yang dilakukan di Sekolah Alam Bandung bersifat komprehensif, baik penilaian proses maupun hasil belajar, yang meliputi aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Hal itu sesuai dengan prinsip penilaian dalam model tematik. Jenis penilaian yang dilakukan ada dua yaitu tes dan non-tes. Jenis tes meliputi tes tulis, tes lisan, dan praktek untuk menilai kognitif dan psikomotor siswa. Non-tes dilakukan melalui observasi untuk mengetahui perkembangan akhlaq, sikap, dan nilai siswa selama proses pembelajaran. Pelaporan penilaian


(39)

hasil belajar diberikan dalam bentuk tiga raport, yaitu raport nilai tes sebagaimana biasanya, raport narasi, dan raport grufi.

5.1.4 Mutu Layanan Pembelajaran sebagai Dampak dari Budaya Belajar di Sekolah Alam Bandung

Hasil penelitian menunjukkan indikasi bahwa dalam memberikan layanan kepada pelanggannya, Sekolah Alam Bandung memastikan bahwa layanan yang diberikannya sesuai dengan konsep yang dimilikinya dan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan sejak awal proses. Hal itu menunjukkan bahwa dalam memberikan layanannya, Sekolah Alam Bandung telah melakukan penjaminan mutu.

Hasil wawancara yang dilakukan terhadap orang tua siswa dan siswa menunjukkan indikasi bahwa baik orang tua siswa maupun siswa sudah merasa cukup puas terhadap mutu layanan pembelajaran yang diberikan oleh Sekolah Alam Bandung. Mereka memahami dengan baik konsep Sekolah Alam Bandung. Dari kelima dimensi jasa pendidikan yang diungkapkan oleh Zeithaml, Parasuraman, Berry, tangible (bukti fisik), empathy (empati), responsiveness (daya tanggap), reliability (keandalan), dan assurance (jaminan) yang diberikan oleh Sekolah Alam Bandung, dimensi keandalan dan jaminan dalam bidang kompetensi guru yang dirasa masih perlu terus diupgrade dan digali, karena tidak semua guru di Sekolah Alam Bandung berlatar belakang pendidikan. Namun, secara keseluruhan layanan jasa yang diberikan oleh Sekolah Alam Bandung


(40)

sudah sesuai dengan harapan pelanggan, yaitu siswa dan orang tua siswa, dan sudah sesuai dengan yang dijanjikan.

5.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil temuan yang didapat di Sekolah Alam Bandung yang berkaitan dengan budaya belajar dan mutu layanan pembelajaran, maka peneliti memberikan beberapa rekomendasi sebagai berikut.

1. Untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan sistem perencanaan yang baik dengan materi dan sistem tata kelola yang baik dan disampaikan oleh guru yang baik dengan komponen pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran diperlukan suatu sistem perencanaan yang baik, terutama dalam perencanaan pelaksanaan pembelajaran. Perencanaan pelaksanaan pembelajaran sebaiknya disusun secara lebih mendetail agar kegiatan pembelajaran lebih terarah dengan tujuan yang jelas.

2. Dalam meningkatkan kualitas perencanaan pelaksanaan pembelajaran, sebaiknya pihak sekolah dan yayasan memberikan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan proses pendidikan dan pembelajaran, mulai dari penyusunan perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, sampai dengan penilaian.

3. Guru yang baik dan kompeten juga diperlukan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Untuk meningkatkan kompetensinya, guru sebaiknya selalu mengupgrade dan memperluas wawasan dan pengetahuannya, baik dalam


(41)

bidang keilmuannya maupun dalam bidang-bidang lain yang berkaitan dengan pendidikan dan pembelajaran. Pengembangan kompetensi guru, baik pedagogik maupun profesional, bisa dilakukan dengan mengikuti dan atau mengadakan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pendidikan dan pembelajaran.

4. Dalam pengembangan budaya belajar di sekolah diperlukan suatu kebijakan dan aturan yang tertulis agar terdokumentasikan dengan jelas. Hal itu bertujuan agar sekolah memiliki kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan yang jelas sebagai pedoman bagi guru dan siswa.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Thomas. (2011). The Best Schools; Mendidik Siswa Menjadi Insan

Cerdekia Seutuhnya. Bandung: Kaifa.

Arifin, Zainal. (2011). Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya

Aunurrahman. (2011). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

BSNP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Danim, Sudarwan. (2007). Visi Baru Manajemen Sekolah; Dari Unit Birokrasi ke

Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.

Freire, Paulo, edited by McLaren, Peter, dan Leonard, Peter. (1993). A Critical

Encounter. London: Routledge

Freire, Paulo. (1985). Education; Culture, Power, and Liberation. USA

Freire, Paulo. (2004). Politik Pendidikan, Kebudayaan, Kekuasaan, dan

Pembebasan. (Penerjemah: Prihantoro, Agung, dan Fudiyartanto, A

Fuad). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

http://www.ayahbundaku.com/ruangayahedi yang diunggah pada hari jum’at, 10

Juli 2009 pukul 15:15

http://www.wikipedia.org yang diunduh pada tanggal 28 April 2012, pukul 06:03. Indawati, dan Sohib. (2007). Modul Pembelajaran Terpadu di SD. Bandung Koesoema, Doni. (2010). Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman

Global. Jakarta: Grasindo.

Komariah, Aan, dan Triatna, Cepi. (2008). Visionary Leadership, Menuju Sekolah

Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Miles, Mathew B., Huberman A. Michael. (1992). Analisis Data Kualitatif; Buku

Sumber Tentang Metode-Metode Baru. (Penerjemah Tjetjep Rohendi

Rohidi). Jakarta: UI-Press.

Moleong, Lexy J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(43)

Mulyasana, Dedy. (2011). Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. Bandung: Remaja Rosdakarya.

O’Sullivan, Kevin. (2008). 5th International Conference on Intellectual Capital, Knowledge Management & Organisational Learning. USA: New York

Institute of Technology.

Perdana, TI dan Wahyudi, V. (2005). Menemukan Sekolah yang Membebaskan:

Perjalanan Menggapai Sekolah yang Mendidik Anak Menjadi Manusia Berkarakter. Depok: Kawan Pustaka.

Rochaety, Eti, Rahayuningsih, P, dan Yanti, P Gusti. (2008). Sistem Informasi

Manajemen Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Rusman. (2010). Model-model Pembelajaran, Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sagala, Syaiful. (2008). Budaya dan Reinventing Organisasi Pendidikan:

Pemberdayaan Organisasi Pendidikan ke Arah yang Lebih Profesional dan Dinamis di Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Satuan Pendidikan.

Bandung: Alfabeta.

Sagala, Syaiful. (2011). Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu

Memecahkan Problematikan Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta

Sallis, Edward. (2010). Total Quality Manajemen in Education; MAnajemen Mutu

Pendidikan. Jogjakarta: Ircisod.

Satori, Djam’an, dan Komariah, Aan. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung: Alfabeta.

Satori, Djam’an. (2011). Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan; Hand out mata kuliah Sistem Penjaminan Mutu Sekolah: Internal dan Eksternal. Bandung: UPI.

Senge, Peter. (2000). A Fifth Disciplines; The School That Learn. London: Nicholas Breealey.

Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suyono, dan Hariyanto. (2011). Belajar dan Pembelajaran; Teori dan Konsep

Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Syaifudin, M., dkk. (2007). Manajemen Berbasis Sekolah Bahan Ajar Cetak. Jakarta.


(44)

Tilaar, H.A.R. (2002). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani

Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). Ilmu & Aplikasi Pendidikan. Bandung: Intima.

Tjiptono, Fandy, dan Diana, Anastasia. (2003). Total Quality Management. Yogyakarta: Andi.

Umiarso, dan Gojali, Imam. (2011). Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi

Pendidikan; menjual Mutu Pendidikan dengan Pendekatan Quality Control bagi Pelaku Lembaga Pendidikan. Yogyakarta: Ircisod.

Usman, Husaini. (2010). Manajemen; Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Winch, Christoper. (1996). Quality and Education.

Yin, K. Robert. (2004). Studi Kasus; Desain dan Metode. Jakarta: RajaGrafindo Perkasa.

Zeithaml, Parasuraman, dan Berry. (1990). Delivering Quality Service; Balancing


(1)

hasil belajar diberikan dalam bentuk tiga raport, yaitu raport nilai tes sebagaimana biasanya, raport narasi, dan raport grufi.

5.1.4 Mutu Layanan Pembelajaran sebagai Dampak dari Budaya Belajar di Sekolah Alam Bandung

Hasil penelitian menunjukkan indikasi bahwa dalam memberikan layanan kepada pelanggannya, Sekolah Alam Bandung memastikan bahwa layanan yang diberikannya sesuai dengan konsep yang dimilikinya dan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan sejak awal proses. Hal itu menunjukkan bahwa dalam memberikan layanannya, Sekolah Alam Bandung telah melakukan penjaminan mutu.

Hasil wawancara yang dilakukan terhadap orang tua siswa dan siswa menunjukkan indikasi bahwa baik orang tua siswa maupun siswa sudah merasa cukup puas terhadap mutu layanan pembelajaran yang diberikan oleh Sekolah Alam Bandung. Mereka memahami dengan baik konsep Sekolah Alam Bandung. Dari kelima dimensi jasa pendidikan yang diungkapkan oleh Zeithaml, Parasuraman, Berry, tangible (bukti fisik), empathy (empati), responsiveness (daya tanggap), reliability (keandalan), dan assurance (jaminan) yang diberikan oleh Sekolah Alam Bandung, dimensi keandalan dan jaminan dalam bidang kompetensi guru yang dirasa masih perlu terus diupgrade dan digali, karena tidak semua guru di Sekolah Alam Bandung berlatar belakang pendidikan. Namun, secara keseluruhan layanan jasa yang diberikan oleh Sekolah Alam Bandung


(2)

sudah sesuai dengan harapan pelanggan, yaitu siswa dan orang tua siswa, dan sudah sesuai dengan yang dijanjikan.

5.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil temuan yang didapat di Sekolah Alam Bandung yang berkaitan dengan budaya belajar dan mutu layanan pembelajaran, maka peneliti memberikan beberapa rekomendasi sebagai berikut.

1. Untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan sistem perencanaan yang baik dengan materi dan sistem tata kelola yang baik dan disampaikan oleh guru yang baik dengan komponen pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran diperlukan suatu sistem perencanaan yang baik, terutama dalam perencanaan pelaksanaan pembelajaran. Perencanaan pelaksanaan pembelajaran sebaiknya disusun secara lebih mendetail agar kegiatan pembelajaran lebih terarah dengan tujuan yang jelas.

2. Dalam meningkatkan kualitas perencanaan pelaksanaan pembelajaran, sebaiknya pihak sekolah dan yayasan memberikan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan proses pendidikan dan pembelajaran, mulai dari penyusunan perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, sampai dengan penilaian.

3. Guru yang baik dan kompeten juga diperlukan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Untuk meningkatkan kompetensinya, guru sebaiknya selalu mengupgrade dan memperluas wawasan dan pengetahuannya, baik dalam


(3)

bidang keilmuannya maupun dalam bidang-bidang lain yang berkaitan dengan pendidikan dan pembelajaran. Pengembangan kompetensi guru, baik pedagogik maupun profesional, bisa dilakukan dengan mengikuti dan atau mengadakan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pendidikan dan pembelajaran.

4. Dalam pengembangan budaya belajar di sekolah diperlukan suatu kebijakan dan aturan yang tertulis agar terdokumentasikan dengan jelas. Hal itu bertujuan agar sekolah memiliki kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan yang jelas sebagai pedoman bagi guru dan siswa.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Thomas. (2011). The Best Schools; Mendidik Siswa Menjadi Insan

Cerdekia Seutuhnya. Bandung: Kaifa.

Arifin, Zainal. (2011). Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya

Aunurrahman. (2011). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

BSNP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Danim, Sudarwan. (2007). Visi Baru Manajemen Sekolah; Dari Unit Birokrasi ke

Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.

Freire, Paulo, edited by McLaren, Peter, dan Leonard, Peter. (1993). A Critical

Encounter. London: Routledge

Freire, Paulo. (1985). Education; Culture, Power, and Liberation. USA

Freire, Paulo. (2004). Politik Pendidikan, Kebudayaan, Kekuasaan, dan

Pembebasan. (Penerjemah: Prihantoro, Agung, dan Fudiyartanto, A

Fuad). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

http://www.ayahbundaku.com/ruangayahedi yang diunggah pada hari jum’at, 10 Juli 2009 pukul 15:15

http://www.wikipedia.org yang diunduh pada tanggal 28 April 2012, pukul 06:03. Indawati, dan Sohib. (2007). Modul Pembelajaran Terpadu di SD. Bandung Koesoema, Doni. (2010). Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman

Global. Jakarta: Grasindo.

Komariah, Aan, dan Triatna, Cepi. (2008). Visionary Leadership, Menuju Sekolah

Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Miles, Mathew B., Huberman A. Michael. (1992). Analisis Data Kualitatif; Buku

Sumber Tentang Metode-Metode Baru. (Penerjemah Tjetjep Rohendi

Rohidi). Jakarta: UI-Press.

Moleong, Lexy J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(5)

Mulyasana, Dedy. (2011). Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. Bandung: Remaja Rosdakarya.

O’Sullivan, Kevin. (2008). 5th International Conference on Intellectual Capital, Knowledge Management & Organisational Learning. USA: New York

Institute of Technology.

Perdana, TI dan Wahyudi, V. (2005). Menemukan Sekolah yang Membebaskan:

Perjalanan Menggapai Sekolah yang Mendidik Anak Menjadi Manusia Berkarakter. Depok: Kawan Pustaka.

Rochaety, Eti, Rahayuningsih, P, dan Yanti, P Gusti. (2008). Sistem Informasi

Manajemen Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Rusman. (2010). Model-model Pembelajaran, Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sagala, Syaiful. (2008). Budaya dan Reinventing Organisasi Pendidikan:

Pemberdayaan Organisasi Pendidikan ke Arah yang Lebih Profesional dan Dinamis di Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Satuan Pendidikan.

Bandung: Alfabeta.

Sagala, Syaiful. (2011). Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu

Memecahkan Problematikan Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta

Sallis, Edward. (2010). Total Quality Manajemen in Education; MAnajemen Mutu

Pendidikan. Jogjakarta: Ircisod.

Satori, Djam’an, dan Komariah, Aan. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung: Alfabeta.

Satori, Djam’an. (2011). Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan; Hand out mata kuliah Sistem Penjaminan Mutu Sekolah: Internal dan Eksternal. Bandung: UPI.

Senge, Peter. (2000). A Fifth Disciplines; The School That Learn. London: Nicholas Breealey.

Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suyono, dan Hariyanto. (2011). Belajar dan Pembelajaran; Teori dan Konsep

Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Syaifudin, M., dkk. (2007). Manajemen Berbasis Sekolah Bahan Ajar Cetak. Jakarta.


(6)

Tilaar, H.A.R. (2002). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani

Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). Ilmu & Aplikasi Pendidikan. Bandung: Intima.

Tjiptono, Fandy, dan Diana, Anastasia. (2003). Total Quality Management. Yogyakarta: Andi.

Umiarso, dan Gojali, Imam. (2011). Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi

Pendidikan; menjual Mutu Pendidikan dengan Pendekatan Quality Control bagi Pelaku Lembaga Pendidikan. Yogyakarta: Ircisod.

Usman, Husaini. (2010). Manajemen; Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Winch, Christoper. (1996). Quality and Education.

Yin, K. Robert. (2004). Studi Kasus; Desain dan Metode. Jakarta: RajaGrafindo Perkasa.

Zeithaml, Parasuraman, dan Berry. (1990). Delivering Quality Service; Balancing