IMPLEMENTASI BUDAYA SEKOLAH BERBASIS KARAKTER DI SEKOLAH DASAR ALAM BENGAWAN SOLO.

(1)

i

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : Adik Nurul Ummah

NIM 13108241106

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii

SEKOLAH DASAR ALAM BENGAWAN SOLO

Oleh:

Adik Nurul Ummah NIM 13108241106

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memaknai implementasi budaya sekolah berbasis karakter, nilai karakter yang telah membudaya, dan faktor pendukung dan penghambat penanaman nilai karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode fenomenologi sebagai upaya untuk memahami makna yang sesungguhnya dari suatu fenomena atau kejadian. Subjek penelitian ini yaitu pemilik yayasan, kepala sekolah, fasilitator, peserta didik, orang tua dan masyarakat yang ditentukan dengan teknik porposive. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui trianggulasi sumber dan teknik. Teknik analisis data menggunakan interaktive model menurut Miles, Huberman, dan Saldana (2014) melalui pengumpulan data (data collection), kondensasi data (data condensation), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (conclusion drawing/ verification).

Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi budaya sekolah berbasis karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo tercermin dalam tiga lapisan kultur yaitu nilai dan keyakinan, artifak serta asumsi yang terwujud dalam perwujudan fisik serta perilaku warga sekolah. perencanaan penanaman nilai karakter terintegrasi ke dalam kurikulum sekolah (spider web), pelaksanaan penanaman nilai karakter terintegrasi dalam setiap kegiatan sesuai tema yang telah ditentukan, evaluasi dilaksanakan secara kondisional serta forum fasilitator setiap akhir tema. Nilai karakter dapat dilihat dari lapisan nilai dan artifak dalam perwujudan fisik dan perilaku. Terdapat enam nilai karakter yang membudaya yaitu religius, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, komunikatif, dan peduli lingkungan. Terdapat faktor pendukung dan penghambat penanaman nilai karakter yang berasal dari orang tua dan masyarakat. Implementasi budaya sekolah berbasis karakter terintegrasi dalam kegiatan sekolah, dan didukung oleh semua pihak.


(3)

iii

SEKOLAH DASAR ALAM BENGAWAN SOLO Oleh:

Adik Nurul Ummah NIM 13108241106

ABSTRACT

This research aims at describing and interpreting of implementation of cultural school based on character, values of character that has become a habit, and factors supporting and inhibiting the planting of characters in SD Alam Bengawan Solo.

This research was a qualitative research with phenomenology method as an effort to understand an actual phenomenon. Data collection techniques of this research were interviews, observation, and documentation. Data validity was obtained from source triangulation and engineering triangulation. Data analysis techniques used was interactive model according to Miles, Huberman, and Saldana (2014) through data collection, data condensation, data display, and conclusion drawing/ verification.

The result shows that the investment character value planning is integrated into the school curriculum (spider web). The implementation is integrating in every activity according to the theme that has been determined, evaluation conditionally executed when needed. Six values of character that is become a habit are religious, creative, independent, curiosity, communicative, and caring environment. There are supporting factors and inhibiting the planting of characters that comes from parents and communities around the school.


(4)

iv Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Adik Nurul Ummah

NIM : 13108241106

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Judul TAS : Implementasi Budaya Sekolah Berbasis Karakter Di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo

menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulus atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Yogyakarta, 10 Mei 2017 Yang menyatakan,

Adik Nurul Ummah NIM. 13108241106


(5)

(6)

(7)

vii

“Demi Masa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali orang-orang yang

beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.”

(Q.S Al ‘Asr 1-3)

“ Karakter bukan turunan, jika mau mengusahakan” (Adik Nurul Ummah)


(8)

viii Tugas Akhir Skripsi ini dipersembahkan kepada:

1. Kedua orang tua penulis 2. Almamater UNY

3. Pendidikan di Indonesia


(9)

ix

Puji syukur kehadirat Allah SWT, satu-satunya Dzat yang telah memberikan akal fikiran pada hambanya yang senantiasa mau berfikir serta atas rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi dalam rangka mencari ilmu, pengalaman serta memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapat bonus gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Implementasi Budaya Sekolah Berbasis Karakter Di Sekolah Dasar Bengawan Solo” sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama berbagai pihak. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan bimbingan dan

kesempatan kepada mahasiswa UNY untuk berkarya dan bermanfaat untuk masyarakat.

2. Dr. Mustadi. A., M. Pd. selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat, semangat, dan bimbingan selama menyusun Tugas Akhir Skripsi.

3. TIM Penguji yang telah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini.

4. Dr. Haryanto, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang memberikan persetujuan pelaksanaan TAS ini.

5. Drs. Suparlan, M. Pd. I selaku ketua jurusan Pendidikan Sekolah Dasar beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan Tugas Akhir Skripsi.

6. Seluruh keluarga besar Yayasan Taruna Teladan khususnya Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo, Bapak Suyudi selaku pemilik yayasan, Mas Jefri selaku kepala sekolah, seluruh fasilitator serta peserta didik yang telah menerima kedatangan peneliti dengan ramah dan penuh rasa kekeluargaan, memberikan fasilitas, serta membantu selama proses pengambilan data berlangsung. 7. Bapak, ibu, serta keluarga besar peneliti yang telah memberikan semangat,


(10)

x

baik keluarga, semoga diberikan rasa sakinah, mawaddah, wa rahmah.

8. Kawan-kawan Pendidikan Guru Sekolah Dasar khususnya kelas B angkatan 2013, yang telah menerima peneliti sebagai keluarga selama perkuliahan di Universitas Negeri Yogyakarta.

9. Pejuang fitrah anak, menjadikan anak berkembang sesuai kemampuan dan kesenangannya masing-masing. Setiap individu memiliki karakter dan kemampuan yang tidak dapat dibandingkan dengan individu yang lain. Selalu memberikan inspirasi peneliti dalam memperjuangkan pendidikan alternatif masa depan.

10. Semua pihak, secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan semangat selama perkuliahan serta proses penyelesaian TAS ini.

Akhirnya, semoga segala bantuan dapat bermanfaat dan menjadi amal dan diterima oleh Allah SWT dan Tugas Akhir Skripsi ini dapat menginspirasi sekolah alternatif masa depan dan bermanfaat bagi pembaca maupun pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 9 Mei 2017 Penulis,

Adik Nurul Ummah NIM 13108241106


(11)

xi

Halaman Sampul ... i

Abstrak …... ii

Abstrak Bahasa Inggris …... iii

Halaman Pengesahan …... iv

Lembar Persetujuan …... v

Surat Pernyataan …...iv

Motto …... vii

Persembahan …... viii

Kata Pengantar …... ix

Daftar Tabel …... xiv

Daftar Gambar …... xv

Daftar Lampiran …... xvi

BAB I …... 1

PENDAHULUAN …... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Fokus Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat Teoritis ... 6

2. Manfaat Praktis ... 7

BAB II …... 8

LANDASAN PUSTAKA ... 8

A. Kajian Pustaka ... 8

1. Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Manajemen Sekolah ... 8

2. Pendidikan Karakter ... 12

3. Budaya Sekolah ... 25


(12)

xii

B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 37

C. Pertanyaan Peneliti ... 39

BAB III …... 40

METODE PENELITIAN….... 40

A. Pendekatan Penelitian ... 40

1. Penelitian Kualitatif ... 40

2. Fenomenologi ... 41

B. Setting Penelitian ... 42

C. Sumber Data ... 43

D. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data ... 44

1. Teknik Pengumpulan Data ... 44

2. Instrumen Penelitian ... 46

E. Keabsahan Data ... 52

F. Analisis Data ... 53

1. Pengumpulan Data (Data Collection) ... 53

2. Kondensasi Data (Data Condensation) ... 54

3. Penyajian Data (Data Display) ... 54

4. Penarikan Kesimpulan (Conclusions Drawing) ... 55

BAB IV 57 HASIL DAN PEMBAHASAN 57 A. Hasil Penelitian ... 57

1. Gambaran Umum Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo ... 57

2. Lapisan Artifak Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo ... 65

3. Lapisan Asumsi Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo ... 71

1. Perencanaan Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo ... 73

2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo ... 75


(13)

xiii

Solo ... 114

5. Faktor Penghambat dan Pendukung Penanaman Karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo ... 117

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 120

1. Perencanaan Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Alam ... Bengawan Solo ... 123

2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo ... 125

3. Karakter yang Membudaya Di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo ... 127

4. Evaluasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo ... 139

5. Faktor Pendukung dan Penghambat Penanaman Karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo ... 141

D. Keterbatasan Penelitian ... 143

BAB V …... 145

SIMPULAN DAN SARAN …... 145

A. Simpulan ... 145

B. Implikasi ... 146

C. Saran ... 147

DAFTAR PUSTAKA ... 148


(14)

xiv

Halaman Tabel 1. Lapisan Kultur Sekolah... 30 Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Wawancara Pengurus Yayasan, Kepala Sekolah, Guru ... 48 Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Wawancara Peserta Didik ... 49 Tabel 4. Kisi-kisi Pedoman Wawancara Warga/ Masyarakat... 49 Tabel 5. Kisi-kisi Pedoman Wawancara Orang Tua/ Wali Peserta Didik .... 50 Tabel 6. Kisi-Kisi Instrumen Lembar Observasi ... 51 Tabel 7. Kisi-Kisi Instrumen Lembar Dokumentasi ... 51 Tabel 8. Jumlah Peserta Didik Di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo ... 62 Tabel 9. Nilai Religius dalam Lapisan Artifak Terwujud Bentuk Fisik dan Perilaku ... 82 Tabel 10. Nilai Kreatif dalam Lapisan Artifak Terwujud Bentuk Fisik dan Perilaku ... 87 Tabel 11. Nilai Mandiri dalam Lapisan Artifak Terwujud Bentuk Fisik dan Perilaku ... 91 Tabel 12. Nilai Rasa Ingin Tahu dalam Lapisan Artifak Terwujud Bentuk Fisik dan Perilaku ... 98 Tabel 13 Nilai Bersahabat/ Komunikatif dalam Lapisan Artifak Terwujud

Bentuk Fisik dan Perilaku ... 107 Tabel 14. Nilai Peduli Lingkungan dalam Lapisan Artifak Terwujud Bentuk Fisik dan Perilaku ... 112


(15)

xv

Halaman Gambar 1. Skema Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Proses

Pembelajaran... 10

Gambar 2.Tahap Skema Pendidikan Karakter yang Terintegrasi dengan Managemen Sekolah ... 11

Gambar 3 Dimensi Budaya Sekolah . ... 29

Gambar 4. Trianggulasi Sumber Data... 52

Gambar 5. Trianggulasi Sumber Teknik ... 53

Gambar 6. Komponen Analisis Data: Interaktif Model Miles, Huberman, dan Saldana ... 56

Gambar 7. Pelaksanaan Budaya Sekolah Berbasis Karakter Di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo ... 77


(16)

xvi

Halaman Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Mendalam... .... 152

Lampiran 2. Lembar Observasi ... 158

Lampiran 3 Perwujudan Fisik dan Perilaku yang Membudaya Berdasarkan Indikator Perkembangan Karakter Bangsa Kemendiknas di SD SABS . ... 161

Lampiran 4. Waktu Pelaksanaan Observasi di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo ... 163

Lampiran 5. Hasil Observasi ... 166

Lampiran 6. Transkip Wawancara ... 195

Lampiran 7. Kondensasi Hasil Observasi ... 212

Lampiran 8. Kondensasi Hasil Wawancara ... 243

Lampiran 9. Data Peserta Didik ... 265

Lampiran 10. Contoh Spider Web ... 273

Lampiran 11. Contoh Kegiatan Kelas Tematik ... 274


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan pada hakikatnya adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi selanjutnya yang berkaitan dengan berbagai aspek, baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Pendidikan mampu mengatasi berbagai permasalahan dan perubahan masa depan yang berkaitan dengan budaya,bangsa, negara maupun lingkup masyarakat sekitar. Pentingnya pendidikan bagi Indonesia tersebut Ki Hadjar Dewantara sebagai bapak pendidikan pernah berpendapat bahwa, pendidikan merupakan kunci pembangunan sebuah bangsa. Pendidikan dilakukan melalui usaha menuntun segenap kekuatan kodrat yang dimiliki anak, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Ki Hadjar Dewantara, 1977). Pernyataan tersebut memeperkuat pentingnya pendidikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kualitas suatu bangsa sangat bergantung pada penyelenggaraan pendidikannya. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan kunci dari keberhasilan secara akademik maupun non akademik, tidak hanya dilihat dari angka tetapi karakter yang diwujudkan oleh pribadi seseorang. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 menyebutkan tentang sistem pendidikan nasional yaitu usaha sadar dan terencana untuk menwujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan


(18)

2

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat dan bangsa. Fungsi pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik.

Sekolah merupakan tempat penyemaian nilai-nilai, baik nilai-nilai yang harus dilestarikan dan nilai-nilai yang mengandung benih perubahan. Sekolah memiliki sejumlah tradisi, kebiasaan, nilai, dan simbol-simbol yang membuat sekolah itu berbeda dari sekolah lain, pada tingkat ini sekolah telah mengembangkan, melaksanakan dan menghayati budaya sekolah. Budaya sekolah memiliki ruang lingkup yang luas dan mendalam. Budaya sekolah dapat meliputi lingkungan sekolah, manajemen sekolah, pelayanan, tradisi sekolah, prestasi sekolah, sarana dan prasarana dalam mendukung pembelajaran, sejarah sekolah, model-model dan metode pembelajaran, evaluasi, kegiatan ekstra kurikuler, guru, aturan, kebiasaan, perkembangan peserta didik hubungan dan interaksi dengan orang tua murid, masyarakat, model komunikasi dan interaksi yang terjalin di sekolah dan masih banyak lagi.

Dewasa ini penurunan moral anak bangsa menjadi topik utama dan menjadi fokus pemerintah dalam perbaikan bangsa dan negara. Pemerintah dan rakyat Indonesia sedang gencar mengimplementasikan pendidikan karakter di institusi pendidikan, mulai dari sekolah usia dini, sekolah dasar, sekolah menengah, maupun perguruan tinggi. Gencarnya penanaman pendidikan karakter tersebut disebabkan karena maraknya fenomena degradasi moral generasi muda saat ini yang turun


(19)

3

secara signifikan. Penurunan moral tersebut dibuktikan dengan munculnya masalah-masalah sosial seperti; aksi pembunuhan, pencurian, pelecehan seksual, korupsi, dan lain sebagainya. Permasalahan tersebut tidak hanya muncul dikalangan kaum elit saja tetapi rakyat kecil bahkan anak usia dini menjadi salah satu penyumbang permasalahan sosial seperti, mencontek saat ulangan, mencuri, bullying, sopan santun yang menurun, pengaruh negatif gadget dan lain sebagainya yang membuat semua pihak mulai resah.

Budaya yang menjadi ciri khas sebuah sekolah sangat diperlukan untuk mempertahankan eksistensi atau keberadaannya di masyarakat. Budaya tersebut semakin diuji dengan jaman modern yang diiringi dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekolah harus menciptakan inovasi agar membuat peserta didik bertahan dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Budaya yang khas ini tidak hanya harus dimiliki oleh sekolah formal saja tetapi sekolah non formal dan sekolah informal yang sering disebut dengan sekolah alternatif juga harus memiliki budaya sekolah. Sekolah alam contohnya, salah satu karakter dan budaya yang sudah sangat melekat di sekolah alam yaitu pembelajaran yang bersumber langsung dengan alam dan masyarakat. Sekolah alam juga termasuk lembaga pendidikan non formal yang tidak hanya menjunjung tinggi prestasi akademik saja tetapi lebih menanamkan karakter yang yang baik kepada peserta didik. Karakter merupakan salah satu aspek penting yang menjadi faktor kesuskesan manusia di masa depan. Lembaga pendidikan menjadi wadah yang dijadikan andalan dalam mengembangkan pendidikan karakter. Tanggung jawab utama negara dan masyarakat dalam mempersiapkan penerus bangsa yang


(20)

4

berkualitas diberbagai bidang terutama akademis, sosial, moral, dan mental dimulai dari lembaga pendidikan baik lembaga formal maupun non formal.

Pendidikan karakter dapat diimplementasikan ke dalam pembelajaran di kelas, pembiasaan kehidupan sehari-hari di sekolah, terintegrasi ke dalam ekstrakulikuler maupun pembiasaan di rumah dan masyarakat. Budaya sekolah yang dibangun sedemikian rupa merupakan cerminan dari usaha sekolah dalam menanamkan nilai karakter pada semua individu di sekolah termasuk peserta didik. Budaya sekolah yang baik akan mendukung keberhasilan dalam program pendidikan karakter. Sekolah yang satu dengan sekolah yang lain memiliki karakter yang berbeda-beda sesuai keunggulan dari sekolah tersebut, karakter yang ditekankan di sebuah sekolah akan membudaya dan menjadi identitas sebuah sekolah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk menkaji lebih dalam mengenai implementasi budaya sekolah berbasis karakter di sekolah dasar, khususnya Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran kimprehensif mengenai implementasi budaya sekolah berbasis karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian ini dapat diidentifikasi permasalahan antara lain:

1. Penurunan moral generasi penerus bangsa.

2. Munculnya permasalahan sosial yang dilakukan oleh berbagai pihak termasuk anak usia dini.


(21)

5

3. Masyarakat mulai resah terhadap masa depan anak.

4. Sekolah dipercaya menanamkan nilai karakter peserta didik .

5. Budaya sekolah yang diterapkan sebagai salah satu lingkup implementasi yang mendukung perkembangan pendidikan karakter di sekolah serta sebagai wujud usaha dalam menanamkan nilai-nilai karakter melalui perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan karakter.

C. Fokus Masalah

Penelitian ini mengambil topik budaya sekolah berbasis karakter di sekolah dasar khususnya sekolah alam. Untuk menghasilkan penelitian yang terarah dan sesuia dengan tujuan penelitian, maka dilakukan batasan (fokus) ruang lingkup penelitian. Penelitian difokuskan pada:

1. Implementasi budaya sekolah berbasis karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo, yang terdiri dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi,

2. nilai karakter yang telah membudaya di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo, dan

3. faktor pendukung dan penghambat implementasi budaya sekolah berbasis karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah ditentukan dalam penelitian ini, dapat dirumuskan beberapa rumusan pertanyaan penelitian yaitu: 1. Bagaimana implementasi budaya sekolah berbasis karakter di Sekolah Dasar


(22)

6

2. Apa saja nilai karakter yang telah membudaya di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo?.

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat implementasi budaya sekolah berbasis karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. untuk mendeskripsikan dan memaknai implementasi budaya sekolah berbasis karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo,

2. untuk mendeskripsikan dan memaknai nilai-nilai karakter yang telah membudaya di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo.

3. untuk mendeskripsikan dan memaknai faktor pendukung dan penghambat implementasi budaya sekolah berbasis karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo.

F. Manfaat Penelitian

Melihat tujuan di atas, diharapkan dalam penelitian ini mendapat manfaat baik dari segi teoritis maupun praktis, yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan sumbangan pengetahuan dan pemahaman mengenai implementasi budaya sekolah berbasis karakter terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, faktor pendukung dan penghambat serta nilai yang telah membudaya di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo.


(23)

7 2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat mermanfaat bagi berbagai pihak yang terkait, yaitu:

a. Bagi Lembaga, penelitian implementasi budaya sekolah berbasis karakter di sekolah alam dapat menjadi referensi pendidikan alternatif yang dapat dikembangkan dimasa yang akan datang.

b. Bagi Sekolah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam mengembangkan karakter dan budaya yang menjadi ciri khas agar sekolah semakin berkembang serta menjadi rujukan sekolah alternative berbasis karakter yang menyenangkan bagi peserta didik tanpa meninggal kan tujuan pendidikan.

c. Bagi Mahasiswa, penelitian diharapkan menjadi referensi pengetahuan mengenai implementasi nilai karakter yang telah menjadi budaya sekolah khususnya sekolah alam, serta lebih bersemangat dalam mencptakan inovasi dalam dunia pendidikan.

d. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan informasi bahwa di Indonesia memiliki alternatif pendidikan di luar pendidikan formal yang menjamin mutu pendidikan serta memiliki karakter serta budaya sekolah yang tidak kalah baik dengan pendidikan formal. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa sekolah alam memiliki daya saing mutu pendidikan yang baik dengan menerapkan berbagai metode belajar agar anak tidak merasa jenuh di sekolah.


(24)

8 BAB II

LANDASAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka

1. Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Manajemen Sekolah

Pendidikan karakter ditanamkan melalui keluarga, dikembangkan di lingkungan sekolah dan diterapkan di lingkungan masyarakat. Berdasarkan pernyataan tersebut lembaga pendidikan khususnya sekolah memiliki peran penting dalam pengembangan dan penilaian pendidikan karakter tujuan pendidikan nasional Indonesia. Tujuan pendidikan nasional dalam Bab II Pasal 3 UUSPN Nomor 20 tahun 2003 mengamanatkan bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat , berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Berdasarkan amanat tujuan pendidikan nasional tersebut sangatlah kaya nilai-nilai karakter jika diterapkan kepada peserta didik. Tantangan bagi institusi pendidikan dan pendidik dalam menerjemahkan dan mengimplementasikan tujuan pendidikan nasional menjadi strategi dan pendekatan pembelajaran yang efektif dan dicita-citakan.

Suryadi. A. (2014: 97) mengemukakan bahwa mutu karakter yang diinginkan dapat dikembangkan secara terpadu melalui manajemen pendidikan dan pembelajaran berdasarkan nilai-nilai yang menjadi rujukan. Diperkuat dengan konsep yang dikemukakan oleh Siregar (Jamal Ma’ruf Asmani, 2013: 60) menyatakan bahwa managemen adalah proses yang membeda-bedakan atas perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan, pelaksanaan


(25)

9

dan pengendalian (controling). Menejemen didefinisikan sebagai kumpulan orang yang memiliki tujuan bersama dan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan pengertian tersebut sumber daya manusia merupakan salah satu faktor utama guna menggerakan atau mengimplementasikan suatu kebijakan di sekolah. Kebijakan tersebut memiliki tahapan yang harus dilalui dari mulai perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pelaksanaan, pengendalian sampai dengan evaluasi kebijakan. Penerapan atau penanaman pendidikan karakterpun merupakan salah satu kebijakan yang diterapkan di sekolah khususnya di sekolah dasar. Penyelenggaraan pendidikan karakter memerlukan pengelolaan yang memadai. Pengelolaan tersebut berupa perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik dan memadai terutama di lingkup dunia pendidikan. Diperkuat dengan Tatang A. Amirin, dkk (2013: 11) menjelaskan yang termasuk kategori manajemen pendidikan adalah merencanakan pendidikan, yaitu merencanakan sistem dan keperluan penyelenggaraan pendidikan di masa depan. Juga termasuk penyelenggaraan kurikulum dan sistem evaluasi pendidikan serta pembuatan berbagai peraturan perundangan.

Wibowo. A. (2016: 15) menguraikan bahwa “Implementasi pendidikan karakter dapat diintegrasikan melalui pembelajaran, dalam pengembangan diri melalui ektrakulikuler, dan terintegrasi dalam manajemen sekolah”. Manajemen sekolah selalu berkaitan dengan manajemen peserta didik yang dibutuhkan karena merupakan subjek serta objek dalam keberlangsungan proses penyampaian ilmu dalam pembelajaran. Pendidikan karakter yang terintegrasikan dengan proses pembelajaran dalam skema sebagai berikut:


(26)

10

Gambar 1. Skema Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Proses Pembelajaran Menurut Wibowo. A. (2016)

Judiani. S. (2010: 285) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter yang dikembangkan dari pusat kurikulum, yaitu : 1) berkelanjutan; proses pengembangan nilai karakter merupakan penanaman nilai tiada henti; 2) melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah, serta muatan lokal; 3) nilai tidak diajarkan tetapi dikembangkan dan dilaksanakan dan diterapkan dalam muatan mata pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik; dan proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan yang berarti peserta didik lebih dominan berperan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Prinsip ini juga menyatakan bahwa peserta didik belajar dalam suasana yang menyenangkan dan aktif dalam merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi, merekonstruksi kata, data ataupun nilai serta mendiskusikannya dengan teman sebaya.

Amirin. T. M, dkk (2013: 51) mengemukakan bahwa “Manajemen peserta didik memiliki tahapan kegiatan yang harus dijalani, yaitu perencanaan terhadap peserta didik, pembinaan peserta didik, evaluasi peserta didik dan mutasi peserta

Perencanaan -Penyususnan

silabus,RPP, dan bahan ajar

Pelaksanaan -Kegiatan, pembelajaran yang aktif

Evaluasi

Siswa SD berkarakter Nilai-nilai


(27)

11

didik”. Berdasarkan tahapan kegiatan yang harus dijalani dalam manajemen peserta didik inilah yang menguatkan tahapan penanaman karakter kepada peserta didik di sekolah. Pendidikan karakter yang terintegrasi dengan managemen sekolah berbagai hal yang terkait dengan karakter direncanakan, diimplementasikan, serta dievaluasi melalui managemen sekolah. Menurut Wibowo. A. (2016: 19), pendidikan karakter yang terintegrasi dalam managemen sekolah tergambar dalam skema berikut.

Gambar 2. Tahap Skema Pendidikan Karakter yang Terintegrasi dengan Managemen Sekolah Menurut Wibowo. A. (2016)

Penanaman pendidikan karakter melalui manajemen sekolah bermula dari nilai-nilai karakter yang dirancang melalui perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Penanaman pendidikan karakter dikuatkan dengan beberapa komponen yang saling berintegrasi melalui proses pembelajaran didukung sarana prasarana yang menunjang sampai dengan pendanaan dalam manajemen sekolah. Semua komponen yang saling terkait tesebut akan menghasilkan peserta didik yang mengimplementasikan nilai karakter yang telah membudaya di sekolah.

Nilai-nilai karakter

Peserta didik SD

-SI & SKL -pendidikan -sarana dan prasarana - kesiswaan - pendanaan

Kemandirian, kemitraan, partisipasi, transparansi,

dan akuntabilitas

Perencanaan, pelaksanaan, supervisi& ME


(28)

12 2. Pendidikan Karakter

Amanat pendidikan yang dibebankan kepada negara semakin membuat pemerintah berat dalam memikulnya. Beratnya amanat tersebut dipengaruhi oleh pemerosotan moral anak khususnya anak usia dini yang semakin meningkat. Pemerosotan tersebut dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Mustadi. A. (2015: 71) mengungkapkan bahwa “Banyak faktor yang mempengaruhi kemerosotan moral peserta didik, mulai dari faktor internal, yakni dari keluarga, hingga faktor eksternal atau luar keluarga”. Faktor internal dapat berupa kekerasan dalam rumah tangga, korban perpisahan anak yang mempengaruhi mental anak. Faktor ekternal dapat berupa lingkungan hidup dan teman sebaya. Faktor internal maupun faktor ekternal jika tidak segera ditangani dengan baik maka tingkat degradasi mental anak usia dini akan semakin meningkat. Diperkuat oleh Murniyetti, Engkizar, dan Fuady Anwar (2016: 157-158) mengenai tujuh bentuk dekadensi moral anak bangsa, yaitu melalui: 1) narkoba. 2) pornografi, 3) geng motor. 4) tawuran, 5) prostitusi, 6) aborsi, dan 7) seks bebas.

Pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam memajukan peradaban suatu bangsa bahkan peradaban dunia serta sebagai lembaga efektif menanggulangi masalah moral bangsa. Pentingnya pendidikan tersebut membuat pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Melalui pendidikan manusia dapat memperoleh, memberikan, serta saling berbagi ilmu,` kepercayaan, nilai, norma yang berlaku dalam masyarakat. Ilmu, nilai dan norma yang terkandung dalam pendidikan akan menjadi petunjuk atau arahan bagi manusia dalam bertindak serta berperilaku di lingkungan sekitarnya. Akan tetapi pada


(29)

13

kenyataannya , pendidikan nasional saat ini lebih menonjolakan aspek material ketimbang aspek kemanusiaannya dan lebih mementingkan sarana dan prasarana fisik daripada pengembangan kapasitas sumber daya manusia (Suryadi. A., 2014: 94).

Menurut Amirin. T. M, dkk (2013: 2) bahwa “Pendidikan merupakan penyampaian pengetahuan, nilai, dan kecakapan merupakan terjemahan dari “knowledge, value, and skills.” Sudah ditekankan dalam pengertian di atas bahwa pendidikan tidak hanya menyampaikan pengetahuan saja tetapi pendidikan memiliki kewajiban dalam menyampaikan nilai, norma, maupun kecakapan yang harus dimiliki peserta didik. Proses pendidikan sangat erat kaitannya dengan pembelajaran, menurut Sujarwo (2011: 3) mengungkapkan definisi dari pembelajaran, pembelajaran merupakan upaya peserta didik memahami diri dan lingkungannya agar lebih bermakna. Gagne (Sujarwo, 2011: 1) menambahkan, suatu kegiatan dikatakan belajar apa bila memiliki empat ciri sebagai berikut; a) belajar merupakan perubahan tingkah laku, b) perubahan yang terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan, c) perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada dalam waktu tan cukup lama, d) adanya perubahan menimbulkan pengalaman baru. Belajar yang bermakna berarti membutuhkan waktu yang tidak singkat atau sering disebut dengan proses atau tahap belajar. Tahapan belajar tersebut akan menjadikan manusia atau sumber daya manusia lebih terjamin kualitasnya.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang melimpah akan sumber daya alam. Negara kepulauan dan melimpahnya sumber daya alam ini yang membuat


(30)

14

Indonesia menjadi tempat bersinggah yang nyaman bagi penjajah yang membuat Indonesia semakin tertindas dan mengalami kemunduran beberapa abad silam. Sejarah tersebut membuktikan bahwa sumber daya alam yang melimpah tidak akan menjamin berkembangnya suatu bangsa. Sumber daya alam yang melimpah harus diimbangi dengan sumber daya manusia yang dapat mengelolanya. Sumber daya manusia ini menjadi faktor penting kemajuan suatu bangsa. Sumber daya manusia yang tidak hanya cerdas secara akademik tetapi cerdas secara moral dalam mengelola segala komponen demi kemajuan bangsa. Soekarno (Wiyani. N.A., 2013: 19) menyampaikan ciri-ciri bangsa yang berkarakter, yaitu: 1) kemandirian, kemandirian diharapkan terwujud dalam sikap percaya pada kemampuan manusia dan penyelenggaraan berbangsa dan bernegara, 2) demokrasi, masyarakat yang ingin dicapai dalam budaya demokrasi adalah sebagai pengganti dari masyarakat warisan feodalistik, 3) persatuan nasional, sebagai kebutuhan untuk melakukan rekonsiliasi nasional antar kelompok yang bertikai, dan 4) peradaban internasional, sikan preventif agar bangsa tidak lagi dijajah oleh bangsa lain. Seluruh ciri-ciri tersebut diharapkan menjadi acuan bagai bangsa Indonesia dalam menanaman nilai karakter guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.

Karakter merupakan kepribadian seseorang yang terbentuk dari lingkungan ia tinggal yang menjadi ciri khas dari seseorang atau benda tersebut. Fasli Jalal

(2014: 21) menyebutkan bahwa “Karakter ialah nilai-nilai yang khas-baik (tahu

nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Pendidikan karakter ialah suatu pendidikan yang mengajarkan suatu tabiat, moral,


(31)

15

tingkah laku maupun kepribadian”. Proses pembelajaran di lembaga pendidikan harus mengarahkan, mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada peserta didik yang kemudian dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari hari. Berbeda dengan definisi Doni Koesoema. A (2015: 57) bahwa “Karakter merupakan keseluruhan dinamika psikologi individu, yang memungkinkannya mengerti, memahami, dan menghayati nilai-nilai (moral dan non moral), yang menentukan cara dia bertindak dan berinteraksi dengan dunianya”. Definisi di atas dapat dipahami bahwa karakter memungkinkan manusia untuk melakukan apa yang dicita-citakannya sebagai sesuatu yang bernilai dan berharga, sebagai penentu identitas pada dirinya.

Menurut Bohlin, Farmer, & Ryan (Judiani. S., 2010: 282) menyatakan bahwa karakter diibaratkan seperti mengukir batu permata atau permukaan besi yang keras. Pengembangan karakter bangsa dapat dikembangkang melalui pengembangan karakter individu, karakter sosial maupun karakter budayanya. Lingkungan sosial dan budaya menjadi lingkup yang spesifik dan menjadi ciri khas dalam perkembangan nilai karakter dalam masyarakat. Perkembangan karakter bangsa akan berjalan dengan maksimal apabila pendidikan selaras dengan lingkungan sosial dan budaya dalam masyarakat. Wibowo. A.. (2016: 13-14) menyatakan bahwa lokalias menjadi penting dikedepankan dalam pendidikan karakter, sehingga peserta didik tidak tercerabut dari akar dan budayanya. Pengertian karakter tersebut dapat diartikan pentingnya penekanan pada budaya dan adat yang berlaku di lngkungan sekitar yang dapat diterapkan kepada peserta didik, seperti menghormati orang yang lebih tua, mencium tangan orang tua dan guru,


(32)

16

menghormati dan menjaga alam serta lingkungan sekitar dan lain sebagainya. Perilaku mendasar dari budaya yang berlaku di sekitar lebih ditekankan dan diterapkan pada peserta didik dalam pendidikan di dalam maupun diluar sekolah. Di dalam sekolah pendidikan karakter penting diintegrasikan dalam bahan dan proses pembelajaran. Namun tidak hanya diajarkan saja tetapi perlunya beberapa fakto pendukung dalam implementasi pendidikan karakter.

Johnson (Wawan., Ali, 2015: 109) mengungkapkan bahwa “Character education in school is where most children will probably develop their character.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa pendidikan karakter di sekolah merupakan tempat yang memiliki luang pengembangan yang efektif. Suryadi. A., (2014: 96) menungkapkan bahwa nilai tidak hanya dapat diajarkan, tetapi harus dilakukan dalam pembiasaan, pemahaman, keteladanan, dan aplikasi yang terus menerus, hingga akhirnya ditemukan makna dari suatu nilai karakter. Pernyataan ini menegaskan bahwa tidak mudah menanamkan nilai karakter pada peserta didik tanpa bekerja sama dengan berbagai pihak. Pihak yang terlibatpun harus memahami dan memberikan teladan menerapan nilai karakter kepada peserta didik agar keteladanan dari orang yang disegani menjadi proses akselerasi tersendiri dalam pembudayaan karakter khususnya dalam diri peserta didik.

Suparlan (Jamal Ma’ruf Asmani, 2013: 49-50) menjelaskan bahwa

“Pendidikan karakter memiliki sembilan pilar yang saling mengait. Kesembilan pilar tersebut yaitu tanggung jawab (responsibility), rasa hormat (respect), keadilan (fairness), keberanian (courage), kejujuran (honesty), kewarganegaraan (citizenship), disiplin diri (self-discipline), peduli (caring), dan ketekunan


(33)

17

(perserverance)”. Berdasarkan sembilan pilar karakter tersebut nilai karakter merupakan landasan hidup yang diterapkan dalam diri manusia sejak dini. Penanaman nilai karakter dapat dimulai dari siri sendiri yaitu dibangun dari lingkup keluarga, dikembangkan di lingkungan sekola dan diterapkan dilingkungan masyarakat.

Permendiknas (2010), disebutkan bahwa nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam adat dan budaya suku bangsa kita, telah dikaji dan dirangkum menjadi satu. Berdasarkan kajian tersebut telah teridentifikasikan ke dalam butir-butir nilai luhur yang diiternalisasikan terhadap generasi bangsa melalui pendidikan karakter. Dalam mencapai tujuan pendidikan karakter dibutuhkannya suatu indikator tertentu sebagai bahan acuan pendidikan. Berikut delapan belas nilai-nilai dalam pendidikan karakter menurut Wibowo. A. (2016: 14-15) sebagai bahan untuk menerapkan pendidikan karakter bangsa.

1. Religius

Religius yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Berdasarkan pengertian tersebut pendidikan karakter memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih agama yang diyakini. Kebebasan bergama tersebut diimbangi dengan perilaku yang baik dengan menjalankan ibadah berdasarkan agama yang dianut dan toleransi terhadap pelaksanaan ibadah agama lain. Pentingnya nilai religius diterapkan sejak usia dini inilah yang akan mempengaruhu kerukunan beragama di masa yang akan datang.


(34)

18 2. Jujur

Jujur yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Berdasarkan pengertian tersebut menekankan pada rasa saling mempercayai. Rasa mempercayai diperlukan saat pembelajaran agar peserta didik dapat berinterksi dan bekerja sama saat tugas kelompok yang diberikan oleh guru. Jujur dan saling mempercayai mendidik peserta didik untuk menurunkan egoisme diri dan melatih bekerjasama.

3. Toleransi

Toleransi yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda. Berdasarkan pengertian tersebut toleransi tidak hanya menekankan pada toleransi beragama saja tetapi dalam berbagai aspek seperti perbedaan suku bangsa, pendapat, etnis, warna kulit, asal daerah dan lain sebagainya. Penanaman nilai toleransi yang kurang akan mengakibatka peserta didik saling ejek, menyalahkan, membanggakan golongannya sendiri yang berakibat maraknya tindakan bullying di sekolah.

4. Disiplin

Disiplin yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Berdasarkan pengertian tersebut nilai disiplin merupakan sikap dalam diri untuk berperilaku tertib dan patuh. Nilai disiplin akan terbentuk melalui pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.


(35)

19

Pembiasaan berperilaku tertib dan patuh membuat peserta didik siap menjadi warga negara yang patuh akan hukum.

5. Kerja Keras

Kerja Keras yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan pengertian tersebut kerja keras merupakan usaha untuk membuka peluang yang lebih besar dan menghasilkan keuntungan bagi individu. Seperti yang dilakukan oleh peserta didik yang kerja keras giat untuk belajar dipastikan memperoleh ilmu yang bermanfaat dan dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.

6. Kreatif

Kreatif yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Berdasarkan pengertian tersebut nilai kreatif merupakan kemampuan seorang atau sekelompok untuk memberikan solusi baru atas berbagai masalah yang dialami. Nilai kreatif tertanam dengan baik sering kali dikarenakan karena keterbatasan fasilitas yang ada. Keterbatasan tersenut membuat seseorang berfikir dan berimajinasi agar memanfaatkan apa yang ada untuk diolah menjadi hasil yang maksimal. 7. Mandiri

Mandiri, yaitu sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Kemandirian berasal dari kata dasar diri yang memiliki arti perkembangan yang terjadi pada diri individu itu sendiri. Perkembangan tersebut berkaitan dengan mengusahakan dari diri sendiri tanpa


(36)

20

bergantung pada orang lain. Kemandirian terwujud dalam sikap seperti cakap melakukan pekerjaan dengan sendiri, cakap dalam berwirausaha atau mandiri secara finansial dan lain sebagainya. Nilai mandiri jika diterapkan dalam diri peserta didik akan membuat peserta didik tidak selalu mengandalkan orang lain dan menghargai hasil karya yang dibuatnya sendiri.

8. Demokratis

Demokratis, yaitu cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Demokratis penting diterapkan dalam diri anak sejak dini. Nilai demokratis mengajarkan pada peserta didik untuk saling menghargai orang lain. Peserta didik belajar menerima haknya dengan memperjuangkan kewajiban yang patut diperjuangkan. Demokratis juga membuat peserta didik mengerti akan kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat tersebut harus diimbangi dengan tanggung jawab yang ditanamkan pada diri peserta didik.

9. Rasa Ingin Tahu

Rasa Ingin Tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar. Nilai rasa ingin tahu merupakan pondasi peserta didik untuk berkembang. Rasa ingin tahu membuat peserta didik semakin menggali pengetahuan yang bersumber dari mana saja , siapa saja kan kapan saja. Rasa ingin tahu tersebut sering kali diawali dengan apersepsi seorang guru yang membuat menarik bagi peserta didik. Rasa ingin tahu akan terlihat apabila


(37)

21

peserta didik mulai bertanya dengan berbagai pertanyaan yang diajukan kepada guru.

10. Semangat Kebangsaan

Semangat Kebangsaan yaitu cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Berdasarkan pengertian tersebut penanaman kebangsaan dimulai dari peserta didik mengenal bangsanya. Mengenal bangsanya sendiri dapat membuat peserta didik bangga akan bangsanya dan mementingkan kepentingan bangsa.

11. Cinta Tanah Air, yaitu cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Berdasarkan pengertian tersebut rasa cinta tanah air oleh peserta didik dapat dilihat dari kekritisan peserta didik menanggapi fenomena yang sedang berlangsung di sekitarnya. Rasa cintatanah air tersebut dapat diwujudkan melalui sikap kepedulian terhadap sesama apabila terjadi bencana. Ketanggapan peserta didik tersebut merupakan pondasi awal peserta didik menjadi generasi penerus yang peduli dengan tanah airnya sendiri.

12. Menghargai Prestasi

Menghargai Prestasi yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain. Keinginan untuk bermanfaat bagi orang lain merupakan salah satu prestasi prestasi non akademis. Prestasi tidak hanya


(38)

22

diukur dengan nilai akademis saja tetapi melalui sikap. Sikap peduli dengan lingkungan masyarakat, menghormati oranglain juga merupakan sebuah prestasi yang perlu dikembangkan pada diri peserta didik.

13. Bersahabat/ Komuniktif

Bersahabat/ Komuniktif, yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang. Pembiasaan dan berdialog kepada peserta didik merupakan salah satu cara agar peserta didik mudah berinteraksi dengan orang lain. Nilai bersahabat atau komunikatif dapat dimaksimalkan melalui diskusi kelompok saat pembelajaran. Kegiatan berkelompok melatih peserta didik berinteraksi dengan orang lain.

14. Cinta Damai

Cinta Damai yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Nilai cinta damai tercermin dalam sikap peserta didik pada orang lain. Sikap tersebut membuat orang menjadikan nyaman atau tidaknya ketika bersama peserta didik. Cinta damai ditanamkan agar menjadikan suasana pembelajaran pada khususnya menjadi lebih kondusif.

15. Gemar Membaca

Gemar Membaca yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. Membaca adalah jendela dunia. Membaca membuat peserta didik mengenali daerahnya bahkan dunia. Membaca merupakan sarana menambah ilmu yang paling efektik. 16. Peduli Lingkungan


(39)

23

Peduli Lingkungan yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli Sosial

Peduli Sosial yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Nilai peduli sosial menjadi sangat penting ditanamkan kepada peserta didik mengingat mulai menurunnya sikap peduli terhadap lingkungan sosial. Peduli sosial merupakan sikap menguji kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Peserta didik yang memiliki sikap peduli sosial tinggi akan mudah berinteraksi dengan teman-temannya.

18. Tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan delapan belas nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di atas, setiap satuan pendidikan dapat mengembangkan nilai-nilai dan memodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Proses pengembangan nilai-nilai karakter tersebut disesuaikan dengan kondisi lingkungan sosial dan budaya yang ada di satuan pendidikan. Proses pengembangan dan modifikasi dapat dilakukan berdasarkan nilai-nilai karakter yang dikonsep dan direncanakan dengan sengaja agar menjadi ciri khas dari sebuah lembaga atau satuan pendidikan.


(40)

24

Setiap kebijakan yang diterapkan di suatu lembaga pada hakikatnya memiliki tujuan. Tujuan penerapan pendidikan karakter di lembaga pendidikan atau sekolah adalah menanamkan nilai dalam diri peserta didikdan mendalami tata kehidupan serta menghargai kebebasan individu. Koesoema. D.(Jamal Ma’ruf Asmani, 2013: 42-43) menjelaskan bahwa:

tujuan jangka panjang pendidikan karakter adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri secara terus menerus (on going formation). Tujuan jangka panjang ini merupakan pendekatan dialektis semakin mendekatkan dengan kenyataan yang ideal, melalui proses refleksi dan interaksi secara terus-menerus antara idealisme, pilihan sarana, dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara objektif.

Tujuan pendidikan karakter jangka panjang merupakan penanaman nilai kepada peserta didik tidak hanya penanaman nilai yang akan digunakan di kehidupan sehari-hari saja yang hanya digunakan dalam jangka pendek tetapi penanaman nilai dan moral kepada peserta didiksampai dengan penanaman idealisme individu. Penanaman idealisme tersebut akan menjadikan peserta didikmemiliki prinsip dalam bersosial dan bermasyarakat.

Tujuan pendidikan karakter tetap merujuk pada tujuan pendidikan nasional. Dharma Kesuma, Cepi Triatna dan Johar Permana (2012: 6) menjelaskan bahwa

“Tujuan pendidikan nasional tidak boleh melupakan landasan konseptual filosofi

pendidikan yang membebaskan dan mampu menyiapkan generasi masa depan untuk dapat bertahan hidup (survive) dan berhasil menghadapi tantangan-tantangan

zamannya”. Penjelasan tersebut berarti tujuan pendidikan nasional mengarah

kepada pentingnya pendidikan karakter yaitu nilai yang ditanamkan dan dimaknai dalam diri untuk menghadapi tantangan masa depan. Sebagaimana yang telah


(41)

25

dijelaskan oleh Endah Sulistyowati (2012: 27) bahwa tujuan pendidikan karakter antara lain; 1) mengembangkan potensi kalbu/nurani dan afeksi sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai dalam ber budaya dan bernegara, 2) mengembangkan serta membiasakan perilaku peserta didik yang terpuji sejalan dengan budaya bangsa, 3) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab kepada peserta didik, 4) mengembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri, aktif, kreatif dan berwawasan luas, dan 5) mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan yang kondusif untuk belajar peserta didik 3. Budaya Sekolah

Salah satu penentu penyelenggaraan pendidikan yang baik yaitu dengan melihat budaya yang berlaku di lingkungan lembaga atau organisasi pendidikan khususnya sekolah. Budaya sekolah merupakan identitas khas sebuah lembaga atau organisasi. Philip Selznick (Hoy. W. K, Miskel. C. G, 2014: 269) memperluas analisis kehidupan organisasional dengan memandang “organisasi sebagai institusi, bukan semata-mata sebagai organisasi rasional. Institusi dijiwai oleh nilai di luar tuntutan teknis yang dihadapi. Peleburan/ penjiwaan nilai ini membuahkan identitas

khas bagi organisasi; peleburan nilai menentukan karakter organisasi”. Berdasarkan

pendapat tersebut peleburan nilai membuahkan identitas khas sebuah organisasi yang berarti menentukan karakter dalam organisasi. Rumusan organisasi sebagai institusi memiliki kompetensi dan karakter organisasional khasnya, yang memberikan landasan bagi analisis kontenporer organisasi sebagai budaya menurut Peter dan Waterman (Hoy. W. K, Miskel. C. G, 2014: 269). “Budaya organisasi merupakan satu upaya untuk mewujudkan perasaan, kesan, atmosfer, karakter, atau


(42)

26

sosok sebuah organisasi. Perwujudan perasaan, kesan, atmosfer, karakter tersebut menjadi khas dan dapat dirasakan oleh setiap orang yang mengunjungi organisasi tersebut”. Hoy. W. K, Miskel. C. G (2014: 269) menambahkan organisasi yang efektif memiliki budaya korporat yang kuat dan unik dan bahwa fungsi dasar kepemimipinan eksekutif adalah bentuk budaya organisasi. Berdasarkan pendapat diatas dapat diartikan sekolah yang baik memiliki budaya atau karakter yang kuat dan unik serta kepala sekolah memiliki peran penting dalam keberlangsungan budaya sekolah.

Berbeda dengan Schein. E (Hoy. W. K, Miskel. C. G, 2014: 270) bahwa budaya seyogianya dikhususkan bagi “tingkat lebih dalam dari asumsi, nilai, dan kepercayaan dasar” yang menjadi milik bersama dan diterima apa adanya selagi organisasinya terus menuai sukses. Pengetian tersebut dapat diartikan bahwa nilai atau kepercayaan yang diinternalisasikan sebagai budaya organisasi atau sekolah tidak hanya dijalankan semata tetapi diresapi seluruh anggota sekolah atau bersama dan diterima tanpa digantikan selama sekolah tersebut dapat mempertahankan eksistensinya di dunia pendidikan. Budaya organisasi adalah sistem orientasi bersama yang mempersatukan unitnya dan memberikan identitas khusus. Pada dasarnya budaya sekolah merupakan seperangkat nilai, norma, karakter yang telah disepakati bersama dan telah menjadi identitas khas dari sekolah. Mowday, Porter, dan Steer (Hoy. W. K, Miskel. C. G, 2014: 277) mengatakan bahwa “Meskipun mungkin tidak ada satu pun budaya terbaik, budaya yang kuat meningkatkan kerekatan, kesetiaan, dan komitmen, yang pada gilirannya mengurangi kecenderungan anggota untuk meninggalkan organisasinya”. Berdasarkan jabaran


(43)

27

tersebut berarti pentingnya karakter yang dimiliki oleh sekolah yang telah membudaya sebagai penguat komponen di dalamnya (sekolah). Robbins (Hoy. W. K, Miskel. C. G, 2014: 277-278) memperkuat fungsi budaya sekolah/organisasi, yaitu budaya memiliki fungsi penentu-batas; budaya menciptakan perbedaan diantara sekian organisasi; budaya membrikan rasa identitas kepada organisasi; budaya memudahkan pengembangan komitmen pada kelompok; budaya meningkatkan stabilitas di dalam sistem sosial; dan budaya merupakan lem sosial yang mengikat organisasi kuat-kuat; budaya memberikan standar yang tepat bagi perilaku.

Berdasarkan fungsi budaya sekolah tersebut budaya berfungsi untuk memandu dan membentuk sikap sekaligus perilaku anggota organisasi. Sagala (Supardi, 2013: 221) menyatakan bahwa budaya menggambarkan cara kita melakukan segala sesuatu, jadi budaya suatu konsep yang membangkitkan minat dan berkenaan dengan cara manusia hidup, belajar berfikir, merasa, memercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Karakter yang telah diterapkan di suatu lembaga pendidikan atau dalam hal ini di sekolah seyogyanya harus dipertahan dan benar benar diinternalisasika kepada seluruh warga sekolah, tidak hanya peserta didik saja dari peserta didik, guru, kepala sekolah komite atau yayasan yang menaungi sekolah tersebut.

Nursyam (Sudrajat. A., 2011: 7) menyatakan bahwa tiga budaya yang perlu dikembangkan di sekolah, yaitu kultur akademik, kultur budaya, dan kultur demokratis. Pertama, kultur akademik memiliki ciri pada setiap tindakan, keputusan, kebijakan dan opini didukung dengan dasar akademik yang dapat


(44)

28

dipertanggung jawabkan. Kultur akademik berlandaskan pada teori yang ada dan dapat tercermin pada kedisiplinan dalam bertindak, kearifan dalam bersikap, serta kepiawaian dalam berfikir dan berargumentasi. Kedua, kultur budaya dapat dilihat dari pengembangan sekolah dari memelihara, membangun, dan mengembangkan budaya bangsa yang positif. Kultur budaya menjadi garda terdepan dunia pendidikan dalam menghadapi kultur budaya asing yang mulai gencar di masyarakat. Kultur budaya juga mengajarkan kepada peserta didik dalam menjaga dam lelestarikan budaya yang sudah ada, membenahi kekurangannya dan menambah jika dibutuhkan. Kultuh budaya juga mengajarkan kepada peserta didik bahwa budaya yang selama ini di pegang oleh peserta didik dan nenek moyang merupakan budaya yang selaras dengan budaya bangsa. Ketiga, kultur demokratis yaitu kultur yang mementingkan aspek bersama tanpa memunculkan rasa diskriminasi antar anggotanya. Kultur demokrasi mengakomodir semua perbedaan menjadi sebuah kerjasama yang kuat. Kultur demokrasi mengajarkan peserta didik untuk bebas dalam berpendapat tanpa meninggalkan tanggung jawab dari pendapat tersebut. Kultur demokrasi dapat langsung diterapkan pada peserta didik khususnya di sekolah dasar.

Arief Effendy (2016: 47) menyatakan bahwa dimensi budaya/kultur sekolah adalah kepemimpinan kepala sekolah, komite, guru, siswa, proses belajar, dan hasil belajar, memiliki tujuan, materi, media, metode, dan evaluasi. Kelima dimensi tersebut dijelaskan dalam gambar sebagai berikut:


(45)

29

Gambar 3. Dimensi Budaya Sekolah menurut Arief Effendy (2016) Stolp dan Smith (Moerdiyanto, 2012: 7) menjelaskan bahwa kultur sekolah memiliki tiga lapisan kultur yaitu: 1) artifak di permukaan, 2) nilai-nilai dan keyakinan di tengah, dan 3) asumsi yang berada di lapisan dasar. Artifak adalah lapisan kultur sekolah yang paling mudah diamati seperti aneka ritual sehari-hari di sekolah,benda-benda simbolik di sekolah, dan aneka kebiasaan yang berlangsung di sekolah. Lapisan ke dua atau lapisan yang lebih dalam di sekolah yaitu nilai dan keyakinan yang ada di sekolah. Berupa norma-norma dan perilaku yang diinginkan, menjadi patokan warga sekolah dalam bertindak dan berperilaku,dan dapat diterapkan sebagai lapisan yang menjadi khas dari sekolah atau sering disebut sebagai budaya sekolah. Lapisan yang paling dalam adalah asumsi atau simbol-simbol. Asumsi atau simbol-simbol ini berupa nilai dan keyakinan yang tidak dapat dikenali tetapi berdampak pada perilaku warga sekolah. Tiga lapisan kultur sekolah dapat digambarkan dalam tabel berikut:

Guru

Budaya Organisasi

Sekolah

Budaya lainnya

siswa PBM Hasil

belajar Budaya

komite Sekolah


(46)

30

Tabel 1. Lapisan Kultur Sekolah Lapisan

Kultur

Keterangan Bentuk Perwujudan Keterangan Artifak Fisik A.Taman dan halaman

yang rapi

B.Gedung yang rapi dan bagus

C.Interior ruang yang selaras

D.Sarana ruang yang bersih dan tertata

Nyata dan dapat diamati

Perilaku 1. Upacara keagamaan 2. Kesenian yang

berhasil 3. Membersihkan

lingkungan Nilai dan

Keyakinan

1. Lingkungan yang bersih, indah dan rapi 2. Suasana area belajar

yang nyaman dan menyenangkan

3. Menjunjung nilai kejujuran dan kemandirian

Abstrak dan tersembunyi

Asumsi 1. Harmoni dalam

hubungan

2. Kerja keras pasti berhasil

3. Sekolah bermutu adalah hasil kerjasama

Kultur atau budaya sekolah selalu didasari dengan asumsi, nilai dan keyakinan yang bersifat abstrak. Asumsi, nilai, keyakinan yang berlaku tersebut terwujud dalam artifak yang berwujud dan dapat diamati dengan panca indera baik secara perilaku maupun fisik.

4. Pendidikan Karakter di Sekolah Alam

Kegiatan belajar mengajar dapat dilakukan di mana saja, di dalam kelas maupun di luar kelas. Di sekolah formal pembelajaran yang berjalan mendominasi peserta didik untuk belajar di dalam kelas. Kondisi ini sering kali membuat peserta


(47)

31

didik merasa jenuh dan kurang bersemangat dalam belajar. Di zaman yang semakin inovatif ini ditawarkan konsep pembelajaran alternatif yang membuat peserta didik lebih bersemangat belajar dengan belajar di luar kelas dan langsung menerapkan pengetahuan di kehidupan sehari hari. Konsep tersebut tertanam dalam konsep sekolah alam.

“Sekolah alam merupakan sekolah yang berbasis pembelajaran di luar kelas yang berarti langsung memanfaatkan alam sebagai objek pembelajaran. Sekolah yang berbasis kelas alam dan menggunakan alam sebagai media dan sumber belajar serta segala kegiatan belajar dikonsep secara alam”, Kurniawan. H (2016: 31). Menurut Vera. A. (2012: 17) yang mengemukakan tentang mengajar di luar kelas dapat dipahami sebagai suatu kegiatan menyampaikan pelajaran di luar kelas, sehingga kegiatan atau aktifitas belajar mengajar berlangsung di luar kelas atau di alam bebas. Metode mengajar di luar kelas merupakan upaya mengajak lebih dekat dengan sumber belajar yang sesungguhnya, yaitu alam dan masyarakat.

Sekolah alam menggunakan metode mengajar di luar kelas tidak hanya mengatasi kebosanan peserta didik tetapi lebih pada tujuan pokok yang ingin dicapai yaitu tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalui pendidikan luar sekolah yang diungkapkan Menurut Vera. A. (2012: 22-25) antara lain: mengarahkan peserta untuk mengembangkan bakat dan kreatifitas; menyediakan latar (setting) yang berarti bagi pembentukan sikap dan mental peserta didik; meningkatkan kesadaran, apresiasi, dan pemahaman peserta didik terhadap lingkungan sekitarnya, serta cara mereka untuk membangun hubungan baik dengan alam; membantu mengembangkan segala potensi setiap peserta didik;


(48)

32

memberikan konteks dalam pengenalan pendidikan sosial dalam tataran praktik (kenyataan di lapangan); menjunjung keterampilan dan ketertarikan peserta didik; menciptakan kesadaran dan pemahaman peserta didik cara menghargai alam dan lingkungan, serta menghargai perbedaan; mengenalkan berbagai kegiatan luar kelas yang dapat membuat pembelajaran lebih kreatif, memberikan kontribusi penting dalam rangka membantu mengembangkan hubungan guru dengan murid dan memanfaatkan sumber-sumber yang berasal dari lingkungan dan komunitas sekitar untuk pendidikan agar peserta didik dapat memahami secara optimal seluruh mata pelajaran.

Kurniawan. H (2016: 29) meyatakan bahwa sekolah yang berbasis karakter dengan alam sebagai sarana penyampaiannya menurut dapat diidentifikasikan menjadi tiga hal, yaitu; a) kelas alam natural, b) kelas alam artifisial, dan c) sekolah alam sosio-kultural. Tiga jenis kelas berbasis alam ini menekankan pada pendidikan karakter yang terintegrasi di dalamnya. Kelas alam natural menyampaikan nilai karakter dan tujuan pembelajaran melalui peserta didik yang benar-benar langsuung terjun ke alam. Contoh kelas alam natural yaitu alam sebagai sumber alami dalam pembelajaran, sehingga peserta didikbertanggungjawab atas kelestariannya. Kelas yang ke dua yaitu kelas alam artifisial, yaitu sekolah alam buatan dengan merancang pembelajaran baik sarana maupun konsep pembelajaran dibuat semirip mungkin dengan konsep alam yang sebenarnya walaipun area yang digunakan dalam pembelajaran yaitu di dalam ruang tertutup. Kelas alam yang terakhir yaitu kelas alam sosio-kultural atau sering disebut dengan sekolah masyarakat. Kelas alam ini menekankan pada interaksi sosial di dalamnya. Kelas ini bertujuan


(49)

33

menerapkan nilai karakter berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik lain dalam berdiskusi, bertukar pendapat maupun menyelesaikan masalah tertentu.

Sekolah alam bertujuan membangun karakter peserta didik tidak hanya menekankan dari aspek kognitif tetapi mengunggulkan aspek moral dan karakter serta peserta didik dapat hidup selaras dengan alam. Adisendjaja. Y. H. (2008: 3) mengatakan bahwa hidup selaras dengan alam hanya akan tercapai jika setiap orang memahami prinsip berkelanjutan dan melaksanakan etika lingkungan. Peserta didik sejak dini sudah mulai diajarkan pentingnya menjaga lingkungan untuk kepentingan masa depan bangsa.

5. Pendidikan Karakter yang Membudaya Di Sekolah a. Mewujudkan Sekolah sebagai Institusi Karakter

Karakter tidak hanya tumbuh dan berkembang pada setiap individu melainkan setiap kelompok, organisasi maupun institusi. Institusi atau sekolah yang menerima dan mendukung implementasi pendidikan karakterlah yang akan menjadi wadah ideal karakter peserta didik tumbuh dan berkembang. Lickona (1992: 325) menyatakan bahwa terdapat enam elemen utama untuk proses pembentukan kultur moral di sekolah yang dapat menumbuhkan nilai, sikap, dan perilaku positif bagi siswa. Elemen-elemen sekolah sebagai institusi karakter antara lain sebagai berikut:

1) Kepala Sekolah sebagai Pelopor Pendidikan Karakter

Kepala sekolah terlibat penuh dalam program pendidikan karakter di sekolah yang dipimpinnya. Pendidikan karakter tidak sepenuhnya diserahkan kepada guru sebagai pengajar yang langsung menghadapi peserta didik tetapi kepala sekolah


(50)

34

harus menjadi garda terdepan menjadi teladan dalam implementasi pendidikan karakter. Kepala sekolah sebagai pelopor dan memfasilitasi penyelenggaraan kegiatan yang berkaitan dengan penanaman pendidikan karakter di sekolah. 2) Sekolah yang Disiplin

Mendisiplinkan peserta didik di sekolah mengajarkan kehidupan disekolah merupakan institusi dan rumah bersama, yang menciptakan shared values antar warga sekolah. Setiap sekolah harus memiliki aturan yang harus dipatuhi bersama. Cara ini disebut mainstreaming, yaitu menanamkan rasa bangga sebagai anak yang berkarakter.

3) Rasa Kekeluargaan yang Kuat

Memperkuat rasa kekeluargaan merupakan salah satu cara efektif dalam mengurangi perilaku tidak terpuji dalam lembaga pendidikan khususnya sekolah. Winkelman (Suryadi. A., 2014: 100) berhasil menerapkan “a cahesive and caring school comunity” sebagai model yang memperkuat rasa kekeluargaan di sekolah dengan menciptakan community building antar peserta didikyang akan menumbuhkan rasa senasib dan seperjuangan, saling membantu, berempati kepada teman, mendengar keluhan dan lain sebagainya. Rasa kekeluargaan dapat diciptakan dalam kegiatan belajar di kelas maupun kegiata luar kelas seperti ekstrakulikuler yang menumbuhkan perasaan beruntung karena menjadi bagian dari keluarga besar sekolah.

4) Demokrasi dalam Pengelolaan Sekolah

Pengambilan keputusan yang melibatkan seluruh warga sekolah atau minimal mempertimbangkan kebaikan bersama menjadi salah satu cara agar sekolah tetap


(51)

35

terjamin keutuhannya. Salah satu cara yang digunakan yaitu melibatkan peserta didik dalam mengambil keputusan. Peserta didik akan merasa dihargai dan memiliki hak suara di sekolah tempat belajar. Melibatkan warga sekolah juga menjadi menanaman nilai demokrasi sejak dini dari lembaga pendidikan.

5) Kuatnya Kerjasama dari Berbagai Pihak

Implementasi nilai karakter dan menjadikannya sebagai budaya perlu kerjasama dari berbagai pihak. Semua pihak bertanggung jawab atas nilai yang ditanamkan. Kuatnya kerja sama berbagai pihak ini akan membuat komunikasi antar individu di sekolah semakin menjamin mutu sebuah sekolah. Sekolah yang efektif menjadikan semua pihak atau warga di dalamnya saling membantu dalam mewujudkan tujuan bersama seperti merumuskan kebijakan sekolah, memperbaiki kualitas pendidikan, memperkuat disiplin sekolah, serta menciptakan program yang efektif dalam implementasi pendidikan karakter.

6) Meluangkan Waktu untuk Menyelesaikan Masalah

Menyisihkan waktu untuk menangani berbagai masalah dari masalah kecil sampai masalah yang besar serta tidak menunda dalam penyelesaian masalah menjadi kunci utama keharmonisan dalam keluarga di lingkup sekolah. Kepala sekolah serta guru perlu meluangkan waktu menyelesaikan hal-hal kecil yang tidak boleh diremehkan seperti kebersihan lingkungan, perilaku tidak sopan kepada orang lain, membuang sampah sembarangan sampai masalah bullying yang dewasa ini marak terjadi. Permasalah kecil maupun besar yang cepat ditangani akan membuat nilai karakter lebih mudah diimplementasikan di sekolah.


(52)

36

Pendidikan karakter suatu pendidikan yang berlangsung di mana saja, baik dalam institusi pendidikan formal, nonformal maupun informal. Pendidikan karakter merupakan proses secara otomatis disusun, direncanakan dan di laksanakan oleh lembaga pendidikan yang menghendaki warga sekolah khususnya peserta didik berkembang dalam bidang akademik maupun non akademik khususnya moral.

Lockheed (Suryadi. A., 2014: 104) mengemukakan empat tahap pertumbuhan moral dan karakter pada peserta didik, yaitu: tahap keteladanan, pembiasaan, dan (bila perlu) pemaksaan; tahap pemahaman peserta didikakan pentingnya norma dan standar moral dan karakter; tahap aturan dan tanggung jawab ; dan tahap menjiwai norma dan standar, dan perilaku karakter dilaksanakan atas dasar motivasi intrinsik.Suryadi. A. (2014: 105) mengemukakan dua pendekatan untuk mengimbangi tahapan yang dikemukakan oleh Lockheed, yaitu pendekatan program karakter sekolah sebagai institusi, dan pendekatan pembelajaran karakter untuk peserta didiksecara individual atau kolektif.

Pertama, pembentukan karakter dalam institusi sekolah dapat dilakukan dengan enam komponen, yaitu: penyususnan indikator kehidupan sekolah yang berkarakter; kepemimpinan moran dan akademik kepala sekolah; menerapkan disiplin sekolah yang berkeadilan; iklim sekolah yang berkeadilan; harmonis, mutual respect; oraganisasi kesiswaan yang demokratis; diskusi permasalahan karakter di sekolah; dan rasa kekeluargaan dan kebersamaan di sekolah. Kedua, suatu program pendidikan karakter di sekolah perlu dikembangkan secara terprogram yang meliputi: program pembiasaan, pemaksaan, keteladanan, pemahaman nilai dan norma; program aplikasi dalam kegiatan/ kehidupan di sekolah; dan program pemaknaan nilai dan norma moral dan karakter.

Berdasarkan Kemendiknas (Wibowo. A., 2016: 16) pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran di sekolah dan telah membudaya artinya


(53)

37

pengenalan nilai-nilai, kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, menginternalisasi nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik melalui proses pembelajaran, baik yang langsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Berdasarkan pengertian tersebut pembelajaran selain menjadikan peserta didik mencapai tujuan materi yang diajarkan tetapi peserta didik harus menginternalisasi nilai-nilai karakter yang ada dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Proses penginternalisasian tersebut disebut pembudayaan nilai karakter yang ada. Terdapat skema pendidikan karakter di sekolah beserta proses pembudayaan dan pemberdayaan.

Fokus penelitian dalam implementasi budaya sekolah berkarakter ini adalah pada perilaku individu. Perilaku ini dilakukan oleh seluruh warga sekolah baik pesrta didik, guru, kepala sekolah, pemilik yayasan guna mewujudkan nilai karakter yang membudaya dan menjadi khas atau identitas suatu sekolah. Komponen satu dengan yang lain harus bersinergi, baik dari segi kebijakan yang berlaku, sumber daya manusia, lingkungan, sarana dan prasarana, pemangku kebijakan dan yang paling penting yaitu komitmen bersama dalam menghidupkan karakter yang membudaya di sekolah. Penanaman nilai karakter di sekolah dapat dilakukan dengan pembinaan kepada peserta didikmelalui pembelajaran maupun manajemen sekolah.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Supaya peneliti mendaptkan penelitian yang akurat, maka perlu didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian ini harus relevan dengan penelitian yang dilaksanakan, agar peneliti dapat memperkuat


(54)

38

penelitian sebelumnya dan mejadikan bahan kajian untuk penelitian selanjutnya.berikut yang menjadi rujukan penelitian:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Zamroni (2005) dengan judul Mengembangkan Kultur Sekolah Pendidikan yang Bermutu menyatakan bahwa: dengan adanya kultur sekolah setelah terbukti ada keberhasilan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Keberhasilan tersebut dapat dikembangkan sebagai berikut:

SMA “A”,ddahulu memiliki gedung sekolah sudah tua tidak terawat, lingkungan sekolah kotor, fasilitas minim, semangat kerja guru dan semangat belajar peserta didik rendah, kepala sekolah otoriter. Sejak kedatangan kepala sekolah baru terjadi perubahan. Kepala sekolah mengembangkan visi dan misi sekolah dengan jelas. Arus menguasai komputer dan bahasa asing. Sekolah menerbitkan majalah bulanan berbahasa Inggris, untuk mengembangkan kemampuan komputer di sekolah dan bekerja sama dengan lembaga komputer. Kepala sekolah melakukan dialog dengan guru baik saat rapat maupun di luar rapat. Sekarang sekolah menjadi sekolah favorit. Peserta duduk yang mendaftar datang tidak hanya dari dalam kota tetapi luar kota.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Winih Jayanti yang berjudul Implementasi Kebijakan Perbaikan Kultur Sekolah Di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul. Penelitian ini menunjukan bahwa kebijakan dalam perbaikan kultur sekolah meliputi: kebijakan terkait dengan nilai, kenijakan terkait dengan kurikulum, kebijakan terkait dengan fasilitas, kebijakan otonomi sekolah melalui program kewirausahaan. Perbaikan kultur sekolah dapat dilihat dari aktivitas sekolah


(55)

39

meliputi: nilai di sekolah dapat dilihat dengan mengacu pada implementasi pendidikan budaya dan karakter bangsa, kebutuhan dan kemampuan peserta didik, berusaha melengkapi fasilitas belajar. Terdapat faktor pendukung dan penghambat kultur sekolah.

C. Pertanyaan Peneliti

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka yang menjadi pertanyaan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan penanaman pendidikan karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo?

2. Bagaimana pelaksanaan penanaman pendidikan karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo?

3. Bagaimana evaluasi penanaman pendidikan karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo?

4. Apa saja nilai karakter yang telah membudaya di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo?.

5. Apa saja faktor pendukung dan penghambat implementasi budaya sekolah berbasis karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo?


(56)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Implementasi Budaya Sekolah Berbasis Karakter Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo” ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan metode Fenomenologi. Penelitian ini berupaya mendeskripsikan dan memaknai implementasi budaya sekolah berbasis karakter Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo.

1. Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif menurut Flick (Gunawan. I., 2016: 81) adalah specific relevance to thr study of social relations, owing to the fact of the pluralization of life worlds. Penelitian kualitatif adalah keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang berhubungan dengan fakta dari pluralisasi dunia kehidupan. Berdasarkan pengertian tersebut penelitian kualitatif berhubungan dengan fakta dari kehidupan sehari-hari. Metode ini diterapkan untuk melihat dan memahami subjek dan objek lebih dalam meliputi orang atau suatu lembaga yang ditampilkan sesuai penelitian di lapangan.

Kualitatif berarti berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat dibalik fakta. Creswell (2014: 4) menyatakan bahwa Research that is guided by the qualitative paradigma is defined as: “an inquiry process of understanding a social or human problem based on building a complex, holistic picture, formed with word, reporting detiled views of informants, and conducted in a natural setting.” Penelitian kualitatif tersebut didefinisikan sebagai proses


(57)

41

penelitian untuk memahami masalah manusia atau keadaan sosial dengan menciptkan gambaran menyeluruh dan disajikan dengan kata, menjabarkan informasi dari sumber data serta dilakukan dalam setting alamiah.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai maslah manusia dan sosial dengan latar alamiah serta bukan berdasarkan manipulasi variabel yang terkait dalam penelitian.

2. Fenomenologi

Menurut Merleau Ponty (Gunawan. I., 2016: 70) mengemukakan bahwa fenomenoligi sangat menekankan hubungan dialektis antar subjek dan dunianya, tidak ada subjek tanpa dunia, dan tidak ada dunia tanpa subjek. Terwujudnya pengetahuan subjek harus terarah pada objek agar dapat diketahui sebagaimana adanya, dan dan objek harus terbuka pada subjek. Pendapat tersebut dikuatkan dengan pengertian dari Husserl (Gunawan. I., 2016: 71) menyatakan bahwa fenomenologi menjelaskan fenomena dalam kemurniannya. Fenomena adalah sesuatu yang dengan suatu kesadaran tertentu tampil dalam kesadaran manusia.

Gunawan. I. (2016: 71-72) mengartikan “fenomenologi sebagai upaya untuk memahami makna yang sesungguhnya atas suatu pengalaman dan menekankan pada kesadaran yang disengaja (intentiunallity of consciousness) atas pengalaman, karena pengalaman mengandung penampilan keluar dan kesadaran yang dalam, yang berbasis pada ingatan, gambaran dan makna”. fenomenologi diartikan sebagai upaya kesadaran diri merefleksikan pada benda atau fenomena yang dilihat, dipikirkan, diingat dan diharapkan.


(58)

42

Penelitian deskriptif kualitatif fenomenologi dapat menggunakan teknik pengumpulan data berupa kegiatan wawancara mendalam dengan subjek penelitian. Kelengkapan data penelitian dapat diperdalam dengan teknik observasi partisipasi yang disempurnakan dengan penelusuran dokumen dan komponen pendukung lainnya.

B. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lingkungan Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo yang beralamat di Desa Gondangsari, Juwiring, Bulakan, Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo (SD SABS) terletak di tepi sungai Bengawan Solo dan memiliki lingkungan yang menunjang pembelajaran dengan konsep sekolah alam atau pendidikan luar kelas.

Penentuan lokasi penelitian dilakukan melalui pertimbangan pre-research yaitu Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo memiliki tujuan menanamkan nilai-nilai karakter. Proses penanaman nilai karakter di SD SABS dimulai dengan pembiasaan kepada peserta didik melalui program yang terencana mau program isidental. Selain proses penanaman pembiasaan nilai-nilai karakter pada peserta didik, pemilihan Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo sebagai lokasi penelitian dikarenakan sekolah yang setara dengan pendidikan dasar ini merupakan sekolah yang memiliki karakteristik khas menjadikan SD SABS berbeda dengan sekolah pada umumnya, seperti sekolah berkonsep alam sebagai sumber belajar, penanaman nilai religius yang kental sesuai pembiasaan berupa sholat berjamaah di masjid, tahajud bersama, penanaman nilai komunikatif atau interaksi yang baik dengan orang lain dengan


(59)

43

pembiasaan senyum, salam, sapa, sopan, dan santun, penanaman nilai mandiri kepada peserta didik dengan pembiasaan tidak bergantung pada orang lain seperti diajarkannya berwirausaha, penanaman nilai peduli lingkungan dengan pembiasaan membersihkan sungai dan lingkungan sekitar sekolah. Pembiasaan, nilai, perilaku khas dari Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo tersebut sesuai dengan teori budaya sekolah yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya dan membuat peneliti semakin tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai implementasi bidaya sekolah berbasis karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo.

C. Sumber Data

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang implementasi budaya sekolah berbasis karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo. Penentuan sumber data atau subjek penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik porpisive-sampling yang dimaksud untuk memperoleh data yang lebih fokus dan terarah dari setiap subjek. Menurut Sugiyono (2016: 146) menyatakan bahwa teknik porposive-sampling dalam menentukan subjek penelitian dengan cara mengidentifikasi subjek yang relevan, berpengaruh dan sesuai dengan kriteria guna menunjang hasil penelitian. Subjek yang dipilih merupakan orang yang menjadi kunci dari informasi yang akan digunakan dalam penelitian. Subjek yang dipilih yaitu pemilik yayasan, kepala sekolah Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo sebagai informan utama yang mengetahui informasi implementasi budaya di sekolah alam tersebut khususnya pembudayaan karakter, guru kelas rendah dan guru kelas tinggi sebagai informan yang langsung melaksanakan dan mendampingi peserta didik


(60)

44

dalam menerapkan budaya sekolah. Guru informan utama dianggap peneliti lebih mengetahui proses penanaman karakter dan kendala yang terjadi di lapangan.

Selain pemilik yayasan, kepala sekolah dan guru sebagai sumber informasi utama, dalam penelitian ini juga menggunakan informan pendukung yaitu peserta didik dan wali/ orang tua. Subjek penelitian dari pihak peserta didik terdiri dari dua peserta didik dari kelas tinggi yang dianggap peneliti memahami kondisi, kultur, atau budaya sekolah yang menjadi khas Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo. Dua peserta didik dari kelas rendah yang dianggap peneliti sebagai subjek baru atau belum lama menjadi peseta didik yang merasakan budaya sekolah yang telah berjalan sehingga dapat menjadi perbandingan dengan peserta didik kelas tinggi.

Orangtua/ wali dari peserta didik sebagai subjek penelitian bertujuan untuk mendapat variasi data pengaruh perilaku peserta didik di rumah dari penanaman nilai karakter yang membudaya di sekolah. Sebagai penyempurna data yang diperoleh dari berbagai nara sumber, peneliti memilih warga sekitas Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo yang dianggap memiliki pemahaman mengenai perilaku warga sekolah khussnya peserta didik dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial dan masyarakat.

D. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam suatu penelitian kualitatif dapat dilakuakan dengan beberapa cara yaitu interview (wawancara), observasi (pengamatan), dan dokumentasi. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui beberapa teknik pengumpulan data kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam


(61)

45

penelitian implementasi budaya sekolah berbasis karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo yaitu teknik wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. a. Wawancara (Interview)

Teknik wawancara dilakukan secara mendalam kepada narasumber yang ditentukan melalui teknik purposive-sampling yang telah dijelaskan pada cara pemilihan subjek penelitian. Subjek yang diwawancarai dalam penelitian ini yaitu pemilik yayasan, kepala sekolah, guru, peserta didikdan warga di lingkungan sekitar Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo. Teknk wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data secara langsung dari informan utama maupun informan pendukung mengenai implementasi budaya sekolah berbasis karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo. Pelaksanaan penelitian dengan teknik wawancara mendalam ini diperlukan instrumen wawancara sebagai pedoman pengumpulan data.

b. Observasi (Observasi Partisipatif Moderat)

Teknik observasi pada penelitian “Implementasi Budaya Sekolag Berbasis Karakter Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo” ini menggunakan teknik observasi partisipatif yang bersifat moderat. Teknik observasi partisipatif yang bersifat moderat yaitu teknik observasi bersifat seimbang antara peneliti sebagai orang dalam dan peneliti sebagai orang luar. Peneliti dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan akan tetapi ada beberapa kegiatan tidak diikuti secara menyeluruh dengan berbagai pertimbangan.

Teknik observasi ini dilakukan setelah melalui proses wawancara dengan informan utama beserta rekomendasi objek wawancara yang mendukung


(62)

46

penelitian. Observasi dilakukan untuk memperoleh data mengenai proses penanaman pendidikan karakter melalui perencanaan, pelaksanaan dan evauasi serta untuk mengetahui karakteristik khas yang membudaya di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo. Selain untuk memperoleh informasi proses penanaman nilai karakter yang menjadi budaya sekolah, teknik observasi ini digunakan untuk mengetahui berbagai fasilitas dan dokumentasi pendukung implementasi budaya sekolah yang berbasis karakter di SD SABS. Teknik observasi partidipatif yang bersifat moderat ini menggunakan instrumen berupa lembar observasi yang dikembangkan dari kisi-kisi instrumen.

c. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi berupa perekaman data berupa objek gambar atau peristiwa, maupun arsip guna mendukung dan melengkapi informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Data berupa gambar, perekaman data maupun dokumentasi arsip diambil dari berbagai situasi di lapangan saat proses penelitian. Seluruh data yang terkumpul melalui teknik ini digunakan guna mendukung teknik wawancara dan observasi saat proses penelitian. 2. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi dan pengumpulan dokumentasi guna memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian. Berbagai teknik pengumpulan data tersebut digunakan alat perekam data baik secara audio maupun visual berupa foto dan video.

Sugiyono (2016: 145) menyatakan bahwa instrumen utama penelitian kualitatif yaitu peneliti itu sendiri atau anggota tim peneliti, oleh sebab itu perlu


(1)

284

Tenda orang tua Kembang Mekar, night camp,penerimaan raport –

Bersahabat/komunikatif, evaluasi, mandiri, religius, kreatif, (Doc. Gambar 17 April 2017)

Malam api unggun Kembang Mekar SD SABS Bersahabat/komunikatif, evaluasi, mandiri, religius, kreatif, (Doc. Gambar 16 April 2017)


(2)

285

Work with parent –Evaluasi, komunikatif/ bersahabat, kreatif (Doc. Gambar selama penelitian)


(3)

286


(4)

287


(5)

288


(6)

289

Lampiran. Surat Pengantar Permohonan Penelitian dari UNY ke Pemerintah Kabupaten Klaten