MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGA

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
MACAM MACAM IDEOLOGI DUNIA SEBAGAI FILSAFAT

DISUSUN OLEH : PUTRI ROHMA DIANA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN
PRODI D3 ANALIS KESEHATAN
2018

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan bimbinganya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan tepat dan sebaik mungkin.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi nilai dan tugas di mata kuliahPendidikan
Pancasila yang membahas tentang “Macam-macam Ideologi dunia sebagai filsafat”
Harapan kami, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang berarti dalam
pengajaran Pendidikan Pancasila.Meskipun demikian, kami menyadari bahwa
susunan dan materi yang terkandung dalam makalah ini masih banyak
kekurangannya.Untuk itu, segala saran dan kritik sangat kami harapkan demi

perbaikan makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Tangerang , 13 Agustus 2018

Putri rohma Diana

2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................ 3
BAB I ....................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................... 4
BAB II ..................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ....................................................................................................... 5
IDEOLOGI DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA ........... 6
BENTUK-BENTUK IDEOLOGI .......................................................................... 7
MACAM-MACAM IDEOLOGI ........................................................................... 8
Tambahan Ideologi Dari Daratan Asia : ............................................................... 19
BAB III .................................................................................................................. 24

PENUTUP .............................................................................................................. 24
Kesimpulan ......................................................................................................... 24
Saran ................................................................................................................... 24

3

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Macam-macam ideologi diajarkan oleh para tokoh negara pada jaman dulu.
Ajaran mereka didasari oleh keyakinan untuk menciptakan tata kehidupan yang lebih
baik. Hal ini terutama ditujukan bagi negara yang dikuasai oleh para tokoh yang
menciptakan pemikiran tentang sebuah cara hidup sebuah negara.
Macam-macam ideologi ini, selain dikemukakan oleh para filsuf yang ahli di
bidang tata negara, juga diciptakan oleh penguasa sebuah negara. Benito Mousollini
adalah salah satu tokoh besar di dunia yang berani menciptakan gagasan tentang tata
kelola negara yang dikenal dengan nama fasisme.
Karl Marx, seorang cendekiawan dunia juga ikut menyumbang satu konsep

bernegara yang memperkaya macam-macam ideologi yang dianut oleh bangsa di
dunia. Pemikirannya tentang konsep bernegara, dikenal dengan faham Marxisme.
Bersama Frederich Engel, yang juga dikenal sebagai pemikir ilmu Ekonomi, mereka
menciptakan dasar pemikiran yang kemudian dipercaya sebagai dasar tumbuhnya
faham komunisme.
Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian dan macam – macam ideology
akan dibahas di bab pembahasan.

B.

Rumusan Masalah

-

Apakah pengertian ideologi?

-

Ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara


-

Apa saja macam – macam ideologi?

C.

Tujuan

-

Agar mahasiswa mengetahui pengertian Ideologi

-

Agar mahasiswa mengetahui Macam – macam Ideologi

4

BAB II
PEMBAHASAN

MACAM – MACAM IDEOLOGI
A.

Pengertian Ideologi
Istilah ideologi sering kali kita dapati dalam percakapan sehari-hari, baik itu
percakapan mengenai perpolitikan maupun percakapan mengenai kemasyarakatan
dan lingkungan sosial. Ideologi adalah gabungan dari dua kata majemuk “idea” dan
“logia”, yang berasal dari bahasa Yunani “eidios” dan “logos”. Secara sederhana
ideologi diartikan sebagai gagasan yang berdasarkan pemikiran yang sedalamdalamnya dan merupakan hasil dari pemikiran filsafat. Ideologi adalah ajaran,
doktrin, teori, dan ilmu yang diyakini kebenarannya, yang disusun secara sistematis
dan diberi petunjuk pelaksanaannya dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Secara historis, istilah ideologi pertama kali diciptakan oleh Desstut De Tracy tahun
1976 di Prancis. Ia mengatakan bahwa ideoligi adalah science of ideas, the study of
origin, evolution and nature of ideas. Namun dengan perkembangan zaman dewasa
ini ideologi telah mengalami sedikit pergeseran arti, yaitu pengertian ideologi sudah
semakin kompleks. Artinya tidak ada satu-satunya pengertian substansial mengenai
ideologi.
Mc. Closky, dkk (dalam Slamet Sutrisno, 2006: 24) menegaskan bahwa
“dalam kita mempermasalahkan ideologi, kita memasuki bidang yang penuh dengan
masalah-masalah yang sulit dan sampai sekarang ini belum terpecahkan, seperti

masalah hakikat dan pengukuran ideologi”. Pengertian ideologi menurut Ricoever
(dalam Slamet Sutrisno, 2006: 24) menyatakan bahwa “ideologi itu merupaka istilah
yang mengandung sifat dasar pemulaan yang sangat mendua, dan ambigu yaitu antara
sisi positif dan negatif, knstruktif dan destruktif serta antara dimensi konstitutif dan
patologisnya”. Oleh karena itu, apabila kita bermaksud membicarakan ideologi maka
perlu disertai presisi dan proposisinya yang jelas.
Selain pengertian di atas Sargent (Dalam Slamet Sutrisno 2006: 27)
“memberikan perumusan ideologi sebagai suatu sistem nilai atau keyakinan yang

5

diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu”. Subandi Al Marsudi
(2003: 65) juga mengemukakan tentang pengertian ideologi. Ia mengatakan bahwa
ideologi merupakan ajaran atau ilmu gagasan dan buah pikiran”. Pengertian idelogi
menurut Padmo wahyono (dalam Subandi Al Marsudi 2003: 66) yaitu “suatu
kelanjutan atau konsekuensi daripada pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa
dan akan berupa seperangkat tata nilai yang dicita-citakan akan direalisir di dalam
kehidupan berkelompok”.
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat kita ketahui bahwa pengertian
ideologi telah mengalami pergesaran begitu rupa sehingga bukan lagi sebagai science

of ideas. Ideologi berkembang menjadi pengertian yang mengandung arti sebagai
gagasan, ide-ide yang semula merupakan sasaran pengkajian dalam science of ideas
tersebut. Lebih lanjut, ideologi mengandung arti bukan hanya gagasan atau
pemikiran, melainkan sebagai keyakinan. Ini berarti bahwa ideologi merupakan suatu
keyakinan dalam diri individu untuk menjalani kehidupan yang lebih maju dan
terarah.

IDEOLOGI DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita menjumpai adanya gejala
ideologi tertentu yang dihayati sebagai sumber nilai, sebagai contoh liberalisme di
AS, sosialisme di Kuba dan Pancasila di Indonesia. Satu pertanyaan dapat
ditampilkan di sini, mengapa komunitas politik seperti negara bangsa memerlukan
ideologi?
Salah satu ciri yang menandai suatu bangsa adalah kemajemukan yang dapat
berupa a) kemajemukan budaya seperti ras, suku bangsa, agama, bahasa maupun; b)
kemajemukan sosial seperti perbedaan-perbedaan yang diakibatkan oleh pekerjaan,
pendidikan, status ekonomi dan kekuasaan yang dimiliki.

6


Kejemukan itu tentu saja menimbulkan permasalahan sehubungan dengan
penciptaan identitas bersama, yang merupakan hal mendasar dalam hidup berbangsa
dan bernegara. Permasalahan identitas bersama ini akan semakin jelas dalam
pertanyaan-pertanyaan berikut: bagaimana individu mendefinisikan diri sebagai
warga negara? bagaimana individu terhubung dengan negara? apakah nilai-nilai etnis
dan agama mampu memberikan solidaritas sebangsa? Pertanyaan-pertanyaan tersebut
dapat dikatakan wajar karena kelompok-kelompok masyarakat memiliki sistem nilai
tersendiri yang digunakan untuk mengejar kepentingan kelompok masing-masing.
Mengingat beragamnya sistem nilai yang dimiliki kelompok masyarakat dan tak
jarang pula satu sama lain saling bertentangan, maka dalam kehidupan, berbangsa dan
bernegara memerlukan alat pemersatu sekaligus suatu identitas bersama sebagai
landasan untuk menyusun tatanan masyarakat.
BENTUK-BENTUK IDEOLOGI
Ideologi dapat dipilah menjadi dua macam bentuk, pertama, ideologi sebagai
sistem pemikiran yang tertutup. Bentuk ini mengacu pada ideologi yang memonopoli
kekuasaan, tidak mentolerir ide atau keyakinan-keyakinan yang bertentangan
dengannya. Ideologi menjadi instrumen kontrol sosial dan menuntut adanya
kepatuhan (Heywood, 1998:10)
Ideologi semacam ini dapat dijumpai dalam ideologi-ideologi doktriner
karena ajaran-ajaran yang ada di dalamnya disusun secara jelas, sistematis,

diindoktrinasikan kepada warga negara dan pelaksanaannya pun diawasi secara ketat
oleh aparat negara. Dalam masyarakat, ideologi yang diperkenankan hidup hanya
ideologi yang diakui negara saja. Sebagai contoh komunisme di era tegaknya Uni
Soviet, fasisme di Itali dan nazisme di Jerman era Hitler (Surbakti, 1983: 28).
Kedua, ideologi sebagai bentuk pemikiran yang terbuka. Dalam ideologi
semacam ini mengandung komitmen terhadap kebebasan, toleransi dan pengakuan
terhadap kemajemukan dalam masyarakat (Heywood, 1998: 10). Ideologi sebagai
bentuk pemikiran yang terbuka juga disebut sebagai ideologi yang tidak ketat karena

7

ajaran-ajarannya tidak disusun secara terperinci, tidak diindoktrinasikan pada warga
negara dan pelaksanaannya tidak diawasi secara ketat oleh negara. Ideologi ini dapat
menerima ideologi-ideologi lain, sehingga dapat hidup berdampingan dengan
ideologi-ideologi lain di masyarakat contohnya adalah Pancasila.
MACAM-MACAM IDEOLOGI
Berbagai macam ideologi dapat diuraikan sebagai berikut:
a). Liberalisme
Liberalisme adalah suatu ideologi atau ajaran tentang negara, ekonomi dan
masyarakat yang mengharapkan kemajuan di bidang budaya, hukum, ekonomi dan

tata kemasyarakatan atas dasar kebebasan individu yang dapat mengembangkan bakat
dan

kemampuannya

sebebas

mungkin.

Liberalisme

ekonomi

mengajarkan

kemakmuran orang perorang dan masyarakat seluruhnya diusahakan dengan memberi
kesempatan untuk mengejar kepentingan masing-masing dengan sebebas-bebasnya.
Neo-Liberalisme yang timbul setelah perang Dunia I berpegang pada
persaingan bebas di bidang politik ekonomi dengan syarat memperhatikan/membantu
negara-negara lemah/ berkembang. Dibandingkan dengan ideologi Pancasila, apabila

ideologi liberalisme lebih menekankan kepada kepentingan individu dan persaingan
bebas,

ideologi

Pancasila

mengutamakan

kebersamaan,

kekeluargaan

dan

kegotong-royongan. Demokrasi liberal lebih bersifat formalistis, demokrasi Pancasila
mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat.
b). Kapitalisme
Kapitalisme, bila dilihat dari sisi ekonomi diartikan sebagai sistem ekonomi di
mana bahan baku distribusinya secara pribadi dimiliki dan dikembangkan. Sedangkan
bila dilihat dari sisi politik, kapitalisme adalah sistem sosial berdasarkan hak asasi
manusia. Untuk mendapatkan sistem ekonomi di mana “produksi dan distribusi
dimiliki secara pribadi”, harus mempunyai hak individual dan terutama hak properti.

8

Milton Friedman cenderung untuk mengefektifkan pasar bebas (free-market), di mana
mereka mengklaim promosi kebebasan individu dan demokrasi. Sedangkan menurut
Marx, kapitalisme adalah hasil karya dari pasar pekerja (labor market).
Perkembangan ekonomi yang pesat di Eropa akibat Liberalisme menimbulkan
suatu ideologi yang baru, yang bersumber pada modal pribadi atau modal perusahaan
swasta dengan ciri persaingan dalam pasar bebas. Ideologi ini disebut Kapitalisme.
Sebenarnya bentuk awal dari kapitalisme adalah merkantilisme yang berkembang di
Eropa dan Timur Tengah pada Abad Pertengahan. Pada dasarnya inti dari
merkantilisme dan kapitalisme sama, yaitu untuk mencapai keuntungan. Namun
seiring dengan berjalannya waktu, merkantilisme di Eropa berpadu dengan praktek
ekonomi, yang kemudian disebut dengan kapitalisme.
Kapitalisme yang berkembang menyebabkan munculnya negara-negara yang
kuat dan kaya, sehingga berambisi untuk memperluas wilayahnya. Kemudian
timbullah suatu ideologi baru yaitu kolonialisme. Upaya untuk memperluas wilayah
tersebut berupa klaim atas wilayah yang dikuasai dan disusul dengan pemindahan
penduduk.
c). Kolonialisme
Kolonialisme adalah paham tentang penguasa oleh suatu negara atas
daerah/bangsa lain dengan maksud untuk memperluas wilayah negara itu. Faktor
penyebab timbulnya kolonialisme: keinginan untuk menjadi bangsa yang terkuat,
menyebarkan agama dan ideologi, kebanggaan atas bangsa yang istimewa, keinginan
untuk mencari sumber kekayaan alam dan tempat pemasaran hasil industrinya.
Tipe-tipe kolonialisme adalah:
(1) Koloni penduduk: jika terjadi migrasi besar-besaran ke negeri asing dan
kemudian menjadi tanah air baru. Misalnya Amerika Utara dan Kanada.
(2) Koloni kelebihan penduduk : seperti koloni-koloni bangsa Italia dan Jepang.

9

(3) Koloni deportasi: tanah koloni yang dikerjakan olen orang-orang buangan,
misalnya Australia.
(4) Koloni eksploitasi: daerah jajahan yang dikerjakan hanya untuk mencari
keuntungan, misalnya Hindia Belanda.
(5) Koloni sekunder: tanah-tanah koloni yang tidak menguntungkan ibu-negeri,
tapi perlu dipertahankan karena kepentingan strategi.
d). Nasionalisme
Nasionalisme merupakan salah satu ideologi yang berpengaruh di Eropa pada
akhir abad ke-18 sampai dengan awal abad ke-20 dan di Asia-Afrika pada abad ke20. Dalam kurun waktu sepanjang dua abad, nasionalisme telah merepresentasikan
diri sebagai ideologi yang berperan penting dalam pembentukan negara-bangsa
(nation-state) di ketiga belahan dunia tersebut.
Dalam kajian-kajian tentang nasionalisme, titik tolak pembahasan terletak
pada bangsa (nation). Berpijak dari konsep bangsa ini maka nasionalisme dapat
dimengerti sebagai sebuah kesadaran nasional, ideologi politik dan gerakan politik
yang mengarahkan suatu bangsa menuju pembentukan organisasi politik yang ideal
yaitu negara-bangsa. Negara bangsa adalah konsep di mana negara terdiri dari satu
bangsa, dan yang disebut bangsa di sini adalah rakyat yang berdaulat. Jadi konsep
bangsa yang digunakan tidak lagi mengacu pada aspek primordial seperti kesatuan
etnis, atau bahasa namun lebih pada aspek politis.
Pembentukan negara-bangsa - sebagai tujuan nasionalisme - mensyaratkan
adanya pemahaman tentang bangsa dalam arti modern, yaitu bangsa di mana para
anggotanya memiliki kesadaran bahwa mereka 1) tinggal dalam teritori yang sama
sehingga menimbulkan rasa memiliki negara yang sama, 2) memiliki identitas
nasional yang terkristalisasi dari sejarah, bahasa dan budaya yang sama, dan 3)
merupakan anggota bangsa yang sama. Ketiga hal ini merupakan aspek-aspek yang

10

dapat mempersatukan rakyat yang terpisah secara geografis sekaligus menumbuhkan
tanggung jawab politik bersama.
Bangsa dalam arti modern, seperti telah disebut, dicirikan dengan adanya
tanggung jawab politik bersama dari para anggotanya. Dalam sejarah, pembangunan
bangsa sebagai kesatuan politis dilatar belakangi oleh gagasan kedaulatan rakyat (
merupakan reaksi dari gagasan kedaulatan raja yang bercorak absolut). Gagasan
kedaulatan rakyat inilah yang kemudian melahirkan sebuah kata kunci yaitu warga
negara. Sebagai akibat dari lahirnya gagasan kedaulatan rakyat maka dalam konteks
kenegaraan, negara dipahami sebagai tatanan politik yang melembagakan kehendak
rakyat. Rakyat adalah subyek hukum, pihak yang memahami diri sebagai pembuat
hukum itu sendiri. Selain itu, dengan adanya kesadaran dari rakyat bahwa mereka
adalah warga negara, maka rakyat (yang juga) sebagai anggota bangsa akan melihat
diri mereka sebagai kesatuan warga negara yang berhak menentukan pemerintahan
sendiri. Jadi, dalam pengertian bangsa yang modern, terdapat hubungan yang erat
antara bangsa, negara dan rakyat sebagai warga Negara. Adapun peran nasionalisme
adalah sebagai ideologi yang mendorong kesadaran rakyat menjadi kesadaran
nasional untuk menuju pembentukan negara-bangsa yang berdaulat.
Untuk memahami nasionalisme di Eropa pada abad ke- 18- 20 dan di Asia Afrika pada abad ke-20 maka dapat dijelaskan dari ideologi-ideologi lain yang
mengiringi

pemikiran nasionalisme di kawasan-kawasan tersebut. Di Eropa,

perkembangan nasionalisme juga diiringi oleh ide-ide kedaulatan rakyat, liberalisme
dan kapitalisme. Terkait dengan liberalisme, dalam paham ini kebebasan individu
dijamin keberadaannya, sebagai akibatnya, tujuan negara dalam masyarakat yang
liberal adalah untuk mempertahankan kebebasan, melindungi harta milik dan
mewujudkan kebahagiaan individu. Dengan demikian, ketika nasionalisme,
liberalisme dan gagasan kedaulatan rakyat telah berhasil mentransformasi bangsabangsa di negara-negara Eropa (khususnya Eropa Barat) menjadi bangsa bercorak
politis yang terdiri dari kesatuan warga negara, maka negara-bangsa tak lebih dari
sarana untuk melindungi kepentingan-kepentingan individu-individu warga negara.

11

Dampaknya dalam hubungan antar negara adalah, yang disebut kepentingan
nasional sebenarnya tak lain dari kepentingan individu-individu atau warga negara, di
mana negara berkewajiban untuk mewujudkannya. Bila tiap negara berkewajiban
mewujudkan kepentingan nasional maka dalam hubungan internasional akan muncul
benturan antar kepentingan nasional. Nasionalisme dan liberalisme (dan kemudian
diikuti oleh liberalisme dalam bidang ekonomi yaitu kapitalisme) yang berkembang
di Eropa akhirnya mendorong intensitas konflik internasional yang dipicu oleh
persaingan ekonomi disertai persaingan untuk melakukan ekspansi wilayah guna
mendapat sumber bahan mentah. Tiap negara berlomba membangun imperium
dengan memperluas wilayah-wilayah jajahan di kawasan Asia dan Afrika, sebagai
contoh Inggris pada tahun 1870 – 1900 menguasai wilayah jajahan seluas 4.250.000
mil2, Perancis menguasasi 3.500.000 mil2 dan Jerman memiliki jajahan seluas +
1.000.000 mil2.
Nasionalisme dan kapitalisme di Eropa pada abad ke-18-19 telah melahirkan
negara-bangsa yang kokoh dan dengan kekuatan negara ini pula, suatu bangsa dapat
membangun koloni-koloni dan imperium. Semakin luas wilayah jajahan yang
dimiliki maka semakin makmur suatu negara-bangsa.
Sebaliknya, di Asia dan Afrika, kolonialisme dan imperialisme bangsa-bangsa
Eropa (kemudian diikuti Jepang) telah menyadarkan rakyat pribumi untuk melawan.
Nasionalisme yang bercorak antikolonialisme dan antiimperialisme merupakan jiwa
dari seluruh gerakan nasional untuk memerdekakan bangsa-bangsa di Asia dan
Afrika. Hasil perjuangan tersebut dapat dilihat dari data antara tahun 1945 sampai
1960, terdapat 55 wilayah jajahan yang merdeka dan membentuk negara-negara
berdaulat.
Pada abad ke-21 ini, nasionalisme tidak lagi menjadi isu sentral dalam
masalah-masalah global. Namun demikian masih banyak negara yang

harus

menghadapi masalah-masalah kebangsaan yang bertumpu pada upaya persatuan
bangsa (Nation Building) dan permasalahan ini umumnya terjadi di negara-negara

12

yang terbentuk dari bangsa yang multietnis dan multikultural, sebagai contoh yang
dapat ditampilkan di sini adalah kegagalan Uni Sovyet dan Yugoslavia dalam
mambangun kesatuan bangsa dari keragaman etnis, yang akhirnya berujung pada
pembubaran kedua negara tersebut. Selain itu negara-negara seperti Spanyol masih
harus menghadapi gerakan separatis Basque. Sementara itu, negara-negara seperti
Irak, Sri Lanka dan bahkan Indonesia masih harus terus berjuang menuju kesatuan
bangsa ini.
e). Sosialisme
Sosialisme adalah suatu ideologi yang menjadi gerakan yang hendak
mengubah struktur kepemilikan masyarakat secara politis, serta ingin membangun
suatu masyarakat baru atas dasar berbagai aliran dalam sosialisme. Pada Abad ke-19
dan ke-20, sosialisme merupakan salah satu jawaban terhadap krisis sosial akibat
industrialisasi dan cara produksi kapitalis. Sosialisme mau menggantikan sistem
kapitalis dengan suatu tatanan masyarakat yang lain. Sosialisme berpendapat bahwa
manusia sebenarnya tak hanya bersifat egoistis, melainkan juga sosial. Manusia
mampu mewujudkan hidup dalam kebersamaan yang akrab asal diberi kesempatan.
Halangan utama adalah hak milik pribadi yang tidak terbagi rata. Ciri khas sosialisme
ialah tuntutan penghapusan atau pembatasan hak milik pribadi sebagai sarana utama
untuk membangun suatu masyarakat yang sekaligus bebas dan selaras. Cara mencapai
tujuan berbeda-beda menurut macam-macam aliran sosialisme. Sosialisme ada yang
ateis dan ada yang religius. Sosialisme Marxis (Karl Marx 1818-1883) yang
menganggap dirinya sebagai “sosialisme ilmiah” bersifat ateis. Sosialisme tidak
identik dengan Marxisme. Sosialisme yang bersumber pada ideologi Pancasila adalah
sosialisme yang relegius. Hak milik perseorangan diakui tetapi mempunyai fungsi
sosial.
f). Marxisme
Marxisme sebagai suatu ideologi timbul karena munculnya kapitalisme yang
menimbulkan perbedaan kelas dalam masyarakat. Hal itu menyebabkan penderitaan

13

kaum proletar, sedangkan kaum borjuis semakin kaya. Sementara dalam Marxisme
tidak mengenal perbedaan kelas. Perekonomian negara dan hak milik bersama diatur
oleh negara.
Landasan filosofi ideologi Marxisme adalah materialisme, karena menurut
Marx dan Engels dalam kehidupan ini, "yang primer" dianggap sebagai materi.
Konflik yang terjadi dalam sejarah manusia selalu memperebutkan sesuatu yang ada
hubungannya dengan materi. Penerapan Marxisme kemudian menimbulkan paham
baru yaitu sosialisme-marxisme. Pada awalnya, sosialisme merupakan utopia sosialis,
artinya dalam kehidupan sosial semua orang dipandang sama, tidak ada perbedaan
baik laki-laki maupun perempuan, tidak ada perbedaan antara yang memiliki uang
dengan yang tidak memiliki uang.
g). Fasisme dan Nazisme
Berakhirnya Perang Dunia (PD) I pada tahun 1918 menimbulkan tragedi bagi
Eropa dan dunia. Bagi negara-negara yang kalah perang, kenyataan ini tentu
menyakitkan lagi, Jerman misalnya, harus menerima isi Perjanjian Perdamaian
Versaille (1919) yang isinya antara lain kedaulatan Jerman dikendalikan oleh Tentara
Pendudukan Sekutu.
Dalam situasi negara yang kacau setelah perang, di mana korban-korban sipil
berjatuhan, dan kemiskinan yang merajalela, fasisme dan nazisme ditawarkan sebagai
ideologi maupun gerakan yang mampu membangkitkan kembali kemakmuran,
kehormatan dam kejayaan suatu negara bangsa. 1
Istilah fasisme dikumandangkan pertama kali pada tahun 1919, tepatnya pada
saat berdirinya gerakan Fasis di Italia. Selanjutnya, sebagai sebuah ideologi, fasisme
mengacu pada ideologi yang diterapkan Mussolini di Itali pada tahun 1922-1939.

1

Disini terdapat ide nasionalisme dalam bentuk yang radikal yaitu chauvinisme.

14

Fasisme dan nazisme memiliki beberapa kesamaan konsep dasar sehingga
nazisme sering disebut sebagai fasisme varian Jerman. Nazisme berasal dari kata
Nazi singkatan dari Nationalsozialistische yang menjadi ideologi Partai NSDAP
(Nationalsozialstische Deutsche Arbeiter Partei atau Partai Buruh Nasional Sosialis
Jerman). NSDAP menjadi terkenal berkat kemampuan pidato-pidato Hitler. Bagi
kaum Nazi, buku tulisan Hitler, Mein Kampf (Perjuanganku) mrupakan buku yang
wajib dibaca (Marbun, 1983: 44-46). Nazisme diadopsi di Jerman antara tahun 19331938.
Secara umum, fasisme dan nazisme bertitik tolak dari konsep-konsep dasar
tentang 1) superioritas ras, 2) elit dan kepemimpinan yang karismatik, 3) negara
totaliter, 4) nasionalisme, 5) sosialisme dan 6) militerisme (Hayes, 1973: 19).
h). Feminisme
Feminisme sebagai suatu pemikiran dan gerakan lahir di sekitar abad ke-18,
tepatnya setelah Revolusi Amerika (1776) dan Revolusi Perancis (1792). Pemikiran
ini lahir karena didorong oleh realitas di masyarakat, di mana posisi perempuan pada
masa-masa tersebut kurang beruntung dibandingkan dengan posisi laki-laki. Pada
masa ini, perempuan (baik dari kelas menengah – atas ataupun kelas bawah) tidak
memiliki hak-hak seperti 1) hak untuk mendapat pendidikan, 2) hak untuk memilih
dan dipilih (hak politik), 3) hak untuk memasuki lapangan pekerjaan di masyarakat,
khususnya pada perempuan dari kelas menengah–atas, 4) hak atas harta milik,
akibatnya perempuan yang menikah tidak memiliki harta sendiri yang sah dan segala
harta yang diperolehnya secara legal menjadi milik suaminya.
Sebagai akibat dari tiadanya hak-hak tersebut, maka perempuan tidak dapat
masuk ke perguruan tinggi, parlemen, kantor-kantor dan tidak memiliki kedudukan
yang sama dengan laki-laki di hadapan hukum. Kondisi seperti ini pada akhirnya
menimbulkan kesadaran akan ketidaksetaraan hak-hak perempuan dengan hak-hak
laki-laki dan kemudian mendorong adanya pemikiran serta gerakan untuk menuntut
hak-hak perempuan. Gerakan feminisme mula-mula berlangsung di Amerika Serikat

15

yang kemudian menyebar ke Perancis dan Inggris. Gerakan ini dimotori oleh
perempuan kelas menengah-atas dengan tuntutannya yang terkenal yaitu kesetaraan
hak dengan laki-laki di dunia kerja, lapangan pendidikan dan hak untuk memilih dan
dipilih.
Salah satu tokoh pemikir yang berpengaruh dan berperan dalam mendorong
kesadaran akan nasib perempuan pada saat itu adalah Mary Wallstonecraft dari
Inggris. Pada tahun 1792, ia menerbitkan buku Vindication of the Rights of Woman.
Lima puluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1848, pemikiran-pemikiran
Wallstonecraft dimuat dalam konvensi hak-hak kaum perempuan yang diadakan di
Seneca Falls, AS.
Dalam sejarah gerakan terdapat satu gerakan perempuan yang dilandasi oleh
gagasan sosialis dengan tokoh pemikir seperti Clara Zetkin (1857-1933) dan
Charlotte Perkin Gilman ( 1860-1935). Kedua tokoh ini memandang bahwa tuntutantuntutan feminisme sebenarnya bukanlah kesetaraan hak dengan laki-laki semata
tetapi juga meliputi perubahan secara total terhadap tatanan masyarakat yang penuh
dengan ketidak adilan. Dengan demikian, ideologi feminisme yang bercorak sosialis
mengarah pada penciptaan Dunia Baru yang berkeadilan dan tanpa penindasan.
Pada abad ke-21 ini, perempuan telah menikmati hasil perjuangan gerakan
feminisme. Pada saat ini tidak banyak orang yang masih mempertentangkan hak-hak
perempuan untuk memperoleh pendidikan, mendapatkan perlakuan yang sama di
depan hukum, mendapatkan pekerjaan di masyarakat ataupun dalam hak-hak politik.
Namun demikian, bukan berarti kelompok perempuan telah terbebas dari diskriminasi
sama sekali, seperti yang terjadi di Indonesia misalnya, gerakan perempuan masih
harus berjuang untuk mendukung pembuatan undang-undang perlindungan. Tujuan
undang-undang ini adalah untuk melindungi perempuan dari dampak pekerjaan yang
merugikan seperti kecelakaan kerja, upah rendah dan jam kerja yang panjang.
Adapun peraturan-peraturan lain yang diperjuangkan meliputi; penghapusan
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perlindungan terhadap pekerja rumah tangga

16

anak (untuk anak perempuan usia dibawah 15 tahun), perlindungan terhadap
perdagangan perempuan dan anak (trafiking), perlindungan terhadap perempuan dan
anak yang dilacurkan (PYLA / AYLA) dan korban-korban pemerkosaan.
i). Ekologisme
Semenjak berakhirnya Perang Dingin antara Blok Barat dan Timur di akhir
tahun 1990-an, isu-isu global didominasi oleh isu-isu tentang globalisasi, ledakan
populasi, kemisikinan di Dunia Ketiga dan lingkungan hidup.
Sebagai isu global, masalah lingkungan hidup merupakan salah satu yang
terpenting. Hal ini dapat dilihat dari diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi Bumi
(Earth Summit) tentang lingkungan dan pembangunan pada tahun 1992 di Rio de
Jeneiro. KTT ini dihadiri 100 kepala negara, 172 perwakilan resmi negara, 14 ribu
organisasi non pemerintah dan diliput oleh lebih dari 8000 wartawan dari seluruh
dunia.
Beberapa kesepakatan yang dihasilkan dalam KTT ini adalah konvensi
tentang lingkungan dan pembangunan, konvensi perubahan iklim dan konvensi
tentang keanekaragaman hayati. Kesepakatan-kesepakatan ini tentu saja memberi
harapan bagi penyelamatan dan kehidupan lingkungan. Namun yang menarik untuk
dicermati adalah apa yang dicapai melalui KTT tersebut merupakan hasil perjuangan
dan pemikiran yang tak kenal lelah dari semua pihak yang sangat peduli terhadap
kelestarian lingkungan. Untuk mendalami masalah lingkungan ini maka ditampilkan
satu ideologi yaitu ekologisme atau ekologi politik. Di sini perlu dibedakan terlebih
dahulu antara ekologisme dan environmentalisme. Keduanya peduli terhadap
lingkungan hidup namun perbedaannya terletak pada cara pandang. Kelompok
environmentalis bertindak berdasarkan gejala kerusakan lingkungan, sementara kaum
ekolog lebih menekankan pada keterkaitan faktor-faktor ekonomi dan politik dengan
degradasi lingkungan sehingga menimbulkan keyakinan bahwa kerusakan alam bisa
diperbaiki melalui kerjasama dengan para industrialis. Sebaliknya, kelompok
environmentalis berpandangan untuk membongkar jalinan ekonomi politik tersebut.

17

Dalam kehidupan aktual, publik sebenarnya tidak terlalu membedakan keduanya dan
bahkan menyamakan politik hijau (green politic) dengan ekologisme. Hal ini terjadi
karena publik terbiasa melihat gerakan kelompok hijau sebagai kelompok penekan di
tingkat internasional seperti Greenpeace dan Friends of Earth.
Sebagai sebuah ideologi politik kontemporer, ekologisme merupakan reaksi
terhadap proses industrialisasi yang cenderung memperluas produksi dan konsumsi
tanpa mempedulikan keterbatasan bumi. Cepat atau lambat, proses produksi akan
menghabiskan sumber daya alam melampaui kemampuan bumi untuk menyerap
pembuangan zat-zat beracun, bila hal ini dibiarkan maka kualitas hidup manusia akan
semakin memburuk.
Pada masa modern ini, masyarakat industri di negara maju dan kemudian
diikuti oleh negara-negara berkembang berlomba untuk mempercepat produksi dan
meningkatkan konsumsi demi tercapainya kemakmuran. Dampak dari segala proses
ini adalah pengurasan isi bumi (penggunaan energi fosil seperti batubara, minyak dan
gas) dan penciptaan polusi yang tak terkendali (sebagai akibat limbah gas seperti
karbon dioksida dan metana), Fritz Schumacher dalam The Small is Beautiful
memperlihatkan bawha industri modern dengan segala kecanggihan intelektualnya
telah menghabiskan unsur-unsur yang paling dasar di mana industri dibangun.
Industrialisasi pula yang membentuk cara berpikir manusia yang bertumpu
pada “modal”. Modal dipandang sebagai sesuatu yang diciptakan manusia dan dapat
dihabiskan atau diinvestasikan. Dari sudut pandang ekolog maupun environmentalis,
bumi dan sumberdayanya tidak dapat diperbaharui, keduanya merupakan modal yang
tidak diciptakan manusia dan tentu saja tidak dapat ditingkatkan. Jadi, ekologisme di
sini bertujuan untuk membangun kepedulian terhadap hubungan antara manusia
dengan lingkungan serta antara manusia dengan dirinya sendiri.
Hasil gerakan lingkungan hidup baik dari kelompok environmentalis maupun
ekolog telah membuahkan kesadaran global akan masalah-masalah lingkungan hidup
seperti pemanasan global. Gerakan-gerakan tersebut juga berhasil mendorong

18

pengurangan atau penghentian penebangan hutan yang tujuannya 1) menghindari
kelangkaan bahan genetika bagi pengembangan obat-obat baru, 2) menyerap karbon
dioksida, 3) membantu mengurangi pemanasan global, 4) mencegah erosi, 5)
melidungi suku-suku pribumi dari kehancuran lingkungannya dan 6) menjadi wahana
kontemplasi terhadap keindahan yang ditumpulkan oleh industrialisasi.
Secara formal, keberhasilan gerakan ekologisme juga dapat dilihat dari
penerapan berbagai kebijakan tentang lingkungan di negara-negara maju. Bahkan di
tingkat internasional telah diadakan KTT Bumi yang kemudian melahirkan
penandatanganan kovensi perubahan iklim di PBB (United Nation Framework
Convention on Climate Change) pada 9 Mei 1992.
Tambahan Ideologi Dari Daratan Asia :

a). Hind Swaraj
Hind Swaraj (berasal dari kata Hind yang berarti bangsa India dan Swaraj
yang berarti pemerintahan sendiri), adalah ideologi yang digagas oleh Mohandas
Karamchand Gandhi (1869-1948). Ia dikenal sebagai Bapak dan Guru bangsa India
yang wafat karena ditembak pada tahun 1948.
Sebagai sebuah ideologi, Hind Swaraj terdiri dari beberapa ide dasar yaitu
nasionalisme humanistis, sarvodaya (kesejahteraan sosial), ekonomi khadi serta
pemerintahan yang demokratis.
Nasionalisme humanistis Gandhi bertumpu pada ajaran ahimsa (prinsip
menghormati kehidupan, dalam arti khusus adalah tidak melakukan tindakan
kekerasan apalagi pembunuhan) dan satyagraha (prinsip kekuatan jiwa, cinta akan
kebenaran. Dalam bahasa Inggris sering dipadankan dengan passive resistance, nonviolence atau perlawanan tanpa kekerasan/pasif). Dengan kedua prinsip tersebut,
gerakan kemerdekaan India di bawah Gandhi memiliki ciri-ciri seperti tidak
melakukan tindakan kekerasan tapi lebih memilih aksi-aksi semacam boikot dan

19

mengedepankan peralihan kekuasan secara damai melalui negosiasi dan gentlemen
agreement.
Sarvodaya (kesejahteraan untuk semua). Hind Swaraj juga meliputi ide
tentang tatanan sosial-ekonomi yang ideal yakni kesejahteraan dan kesetaraan sosial
bagi bangsa India. Ide tentang kesetaraan diangkat mengingat India masih menganut
sistem kasta, di mana kaum Pariah atau kaum Harijan (kelompok yang terpinggirkan)
perlu diangkat, baik secara sosial maupun ekonomi agar di dalam India yang
merdeka, kelompok ini juga memiliki tempat dan kekuatan.
Ide tentang ekonomi khadi. Khadi adalah kain tenun yang ditenun dengan
charkha (alat tenun yang dijalankan oleh tenaga manusia). Bagi Gandhi, kedua alat
ini merupakan simbol sekaligus sarana untuk yang mendukung sarvodaya, keduanya
merupakan alat sederhana namun dapat menjadi tumpuan jutaan rakyat miskin untuk
memproduksi kain sendiri, hingga lepas dari ketergantungan kain impor dari Inggris.
Ekonomi khadi dengan demikian merupakan simbol kemandirian ekonomi dari
ketergantungan impor dan simbol kebebasan dari eksploitasi sistem industri pabrik
yang diyakini Gandhi dapat menimbulkan pengangguran di desa-desa.
Ide Ramrajya (negara yang demokratis) dan Gram Swaraj (pemerintahan
lokal berbasis desa), merupakan dua ide Gandhi tentang negara dan kedaulatan
negara yang dicirikan oleh desentralisasi kekuasaan. Bentuk-bentuk pemerintahan
semacam ini diyakini Gandhi dapat mewujudkan kedaulatan rakyat yang
sesungguhnya, serta dapat memberi ruang bagi semua bantuk aliran atau pemikiran
individu (Peorbasari, 2007:183-189)
Dalam konstitusi India, tidak semua ide-ide dasar Gandhi termaktub di
dalamnya, sebagai contoh ide tentang ekonomi khadi sulit diadopsi, namun sebagai
suatu jiwa atau semangat kemandirian ekonomi, ide tersebut tetap hidup dalam kalbu
bangsa India.

20

b). Pancasila
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang dikumandangkan
pertama kali oleh Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945, yakni pada saat berlangsungnya
sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Pada awal pidato dalam sidang tersebut, Soekarno menekankan pentingnya
sebuah dasar negara. Istilah dasar negara ini kemudian disamakan dengan fundamen,
filsafat, pemikiran yang mendalam, jiwa dan hasrat yang mendalam. Sementara di
bagian lain, Soekarno juga menyebut dasar negara sebagai weltanschauung.2
Weltanschauung menurut Soekarno adalah dasar yang mempersatukan seluruh
perjuangan bangsa karena ia merupakan cita-cita dan tujuan bersama, yaitu melawan
imperialisme bangsa asing dan mencapai kemerdekaan. Dan perjuangan suatu bangsa
senantiasa memiliki karakter sendiri yang berasal dari kepribadian bangsa. 3 Sesuai
dengan rumusan ini, maka sejak pertama kali dikumandangkan, Pancasila diartikan
sebagai ideologi (dalam arti weltanschauung), yang mencerminkan identitas,
kepribadian bangsa sekaligus merupakan alat pemersatu seluruh bangsa untuk
mencapai tujuan perjuangan kemerdekaan. Tujuan kemerdekaan tersebut seperti
tertuang dalam Pembukaan UUD’45 adalah sebagai berikut : melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dunia dan keadilan sosial.
Pancasila, secara etimologis berasal dari dua kata yaitu Panca yang berarti
lima dan Sila berarti dasar. Pancasila dari akar kata berarti lima dasar, tepatnya adalah
dasar bagi negara Indonesia yang merdeka.
Semenjak dikumandangkan pada tanggal 1 Juni 1945, Pancasila mengalami
beberapakali perubahan urutan sila maupun kata. Dalam rumusan Soekarno sebagai
berikut: 1) Kebangsaan Indonesia, 2) Internasionalisme atau peri kemanusiaan, 3)
3

Berbagai ldeologi di dunia , oleh : Putri Rohma Diana

21

Mufakat atau demokrasi, 4) Kesejahteraan sosial dan 5) Indonesia merdeka dengan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa atau prinsip Ketuhanan.
Berikut dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945, terdapat perubahan kata dalam
Pancasila sebagai berikut , 1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya, 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3)
Persatuan Indonesia, 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan dan 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perubahan berikutnya terlihat dalam Mukaddimah UUD RIS tahun 1950, di
mana kata-kata dalam Pancasila adalah 1) Ketuhanan Yang Maha Esa, 2) Peri
kemanusiaan, 3) Kebangsaan, 4) Kerakyatan dan 5) Keadilan sosial.
Adapun urutan dan kata-kata dalam Pancasila yang digunakan saat ini adalah
seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD’45 yakni 1) Ketuhanan yang Maha
Esa, 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3) Persatuan Indonesia, 4) Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijakasanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penempatan sila Ketuhanan yang Maha Esa pada sila pertama dimaksudkan
agar tidak hanya menjadi dasar untuk saling menghormati antar agama, melainkan
juga menjadi dasar yang kuat untuk memimpin ke jalan kebenaran, keadilan,
kebaikan, kejujuran dan persaudaraan. Dengan penempatan sila Ketuhanan di bagian
atas dimaksudkan agar negara dan pemerintah mendapat dasar moral. 4
Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan kelanjutan dari praktek
hidup dari Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua sila ini bercorak universal, tidak terikat
oleh batas negara maupun bangsa. Dengan sila kedua, maka dalam perundangundangan, hak dan kewajiban warga negara diberi tempat seperti dengan adanya
jaminan hak hidup dan hak atas keselamatan seseorang.
4

Uraian dan penjelasan sila-sila dalam Pancasila ini secara lengkap dapat dibaca dalam Panitia Lima
“Uraian Pancasila” (Jakarta, 1975). Panitia Lima terdiri dari Mohammad Hatta, Ahmad Soebadrjo,
A.A. Maramis, Sunario dan A.G. Pringgodigdo.

22

Dalam sila Persatuan Indonesia, terkandung pengertian bahwa bangsa
Indonesia adalah satu, tak terpecah belah dan hal ini diperkuat dengan lambang
kesatuan Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia merupakan kesatuan di tengah luasnya
wilayah dan keragaman suku bangsa, adat, bahasa daerah, agama dan bahasa. Hanya
dengan dasar persatuan ini bangsa dan negara tetap utuh dan bila persatuan ini
terpecah belah, Indonesia pun runtuh. Oleh sebab itu, persatuan Indonesia merupakan
syarat hidup bangsa dan negara Indonesia.
Sila berikutnya, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, menunjukan bahwa kerakyatan yang dianut oleh
bangsa Indonesia bukanlah kerakyatan yang mencari suara terbanyak tapi dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dengan sila
Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab, maka kerakyatan harus berpijak
pada kebenaran, keadilan, kebaikan dan kejujuran. Dasar moral ini akan memelihara
dasar kerakyatan dari bujukan korupsi dan anarki yang senantiasa mengancam
demokrasi. Sila kerakyatan ini juga terkait erat dengan sila kelima, Keadilan sosial.
Untuk mewujudkan tujuan ini, maka demokrasi yang tepat bukanlah demokrasi
liberal ataupun yang bercorak totaliter. Sila kerakyatan dan keadilan sosial
diharapkan mampu mewujudkan demokrasi dan keadilan di bidang ekonomi bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Terakhir, sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ini
merupakan salah satu tujuan negara yakni mencapai Indonesia yang adil dan makmur,
untuk itu menjadi jiwa bagi pasal-pasal dalam UUD’45, seperti dalam pasal 27
disebutkan bahwa warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.
Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, Pancasila dapat diterima sebagai
ideologi nasional karena sifatnya yang menyatukan berbagai kelompok masyarakat,
memberi arah dan pedoman tingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
serta menjadi prosedur penyelesaian konflik (Surbakti, 1992, 48).

23

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ideologi berarti ide-ide atau gagasan yang menjadi akar atau pondasi suatu
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat luas di berbagai bidang kehidupan. Bisa
diartikan juga ideologi sebagai arah dasar suatu sistem atau aturan yang ada atau
berlaku dan Setiap Negara memiliki keunikan tersendiri soal ideologi
Saran
Saat ini banyak sekali orang menyalahgunakan ideologi. Banyak ideologi
yang digunakan untuk menghasut masyarakat luas agar mendukung seseorang untuk
menjadi pemimpin atau penguasa. Maka dari itu janganlah begitu mudah menerima
sebuah ideologi, namun berpikirlah terlebih dahulu apakah ideologi itu sesuai dengan
keadaan masyarakat saat itu atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA
Lestari ,Fisca.2013.Macam-macam ideologi dunia. Makalah dikutip dari :
http://afifahallutfiah.blogspot.com/2015/12/macam-macam-ideologi-duniapendidikan.html .13 Agustus
Erwini . 2008 . ideologi . Makalah dikutip dari :
https://erwini.files.wordpress.com/2008/11/06-bab-5-ideologi.doc . 13 Agustus

24