PENGANTAR SOSIOLOGI BUDAYA BUSANA DI IND

PENGANTAR SOSIOLOGI
BUDAYA BUSANA DI INDONESIA
(LOMBOK)

Dosen Pembina : Dra. Nurul Aini, M.Pd.

Disusun Oleh
Arum Retnoningsih

( 1705425320 )

Jihan Afifah

( 170542532015 )

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI
Program Studi D3 Tata Busana
2018


1

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah dan
karunianya kepada kami. Sehingga kami dapat berkesempatan menyusun dan
menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul “Pengantar Sosiologi :
Budaya Busana di Lombok”. Tidak lupa juga kami ucapkan kepada Dosen
Pembina kami, Dra. Nurul Aini, M.Pd. yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyusun makalah ini bertujuan agar pembaca dapat mengetahui
tentang budaya berbusana di Lombok mulai dari sejarahnya, busana yang
digunakan, dan lain sebagainya. Jika ada kekurangan dalam penulisan ini mohon
dimaklumi, karena kesempurnaan hanya milik Allah Swt. oleh karena itu, kami
membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menyempurnakan
makalah ini, karena makalah ini jauh dari kata sempurna.
Terima kasih.
Malang, 21 Maret 2018

Penyusun


2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …...………………………………………..………

ii

DAFTAR ISI ………………..……………………………………………… iii
BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………….. 4
A.

Latar Belakang ………………………………………………. 4

BAB II : PEMBAHASAN …………………..……………………………... 6
A.

Sejarah Suku Sasak ……………...…..………………………. 6

B.


Sifat Masyarakat Suku Sasak ………….……..……………… 8

C.

Budaya Suku Sasak ………….………..……………………... 9

D.

Pakaian Adat Suku Sasak ………….……….………………... 17

E.

Aksesoris Pakaian Adat Suku Sasak ………….……………... 18

F.

Perkembangan Busana Suku Sasak .…..……………………... 25

BAB III : PENUTUP ………………………………..………………………. 29
A.


Kesimpulan....................…………...….………………………. 29

DAFTAR PUSTAKA ……………………...………………………………... 30

3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata "busana" diambil dari bahasa Sansekerta "bhusana". Namun
dalam bahasa Indonesia terjadi penggeseran arti "bhusana" menjadi "pananan
pakaian". Meskipun demikian, pengertian busana dan pakaian merupakan dua
hal yang berbeda. Busana merupakan seala sesuatu yang kita pakai mulai dai
ujung rambut sampai ke ujung kaki. Busana ini mencakup busana pokok,
pelengkap (milineris dan aksesoris) dan tata riasnya. Sedangkan pakaian
merupakan bagian dari busana yang terolong pada busana pokok. Jadi pakaian
merupakan busana pokok yang digunakan untuk menutupi bagian-bagian
tubuh terhadap hal-hal yang terdapat di sekelilingnya, seperti terlindung dari
panas dan dinginnya cuaca maupun gangguan binatang-binatang kecil yang

berbahaya. Pakaian juga berfungsi untuk menambah nilai estetika guna untuk
mempecantik diri seseorang. Fungsi etika dari pakaian adalah untuk
melindungi bagian-bagian tertentu. Pakaian adalah kebutuhan pokok manusia
selain makanan dan tempat berteduh atau rumah.
Pakaian melindungi bagian tubuh yang tidak terlihat, dan juga
bertindak sebagai perlindungan dari unsur- unsur yang merusak yang berasal
dari luar tubuh manusia. Namun seiring dengan perkembangan kehidupan
manusia, pakaian digunakan sebagai simbol status, jabatan, ataupun
kedudukan seseorang yang memakainya. Pakaian juga dapat mewakili
kebudayaan suatu bangsa yang membedakannya dengan bangsa lain. Melalui
pakaian dapat terlihat keindahan dan keunikan bangsa yang menggambarkan
identitasnya masing-masing. Hal tersebut dapat dilihat langsung dari warna,
motif, bentuk pakaian, bahkan alat-alat pelengkap seperti; topi, selendang, tali
pinggang, tombak dan lainnya. Contoh pakaian tradisional antara lain kebaya
yang berasal dari Indonesia, sarre yang berasal dari India, baju kurung yang
berasal dari Malaysia, serta hanbook yang berasal dari Korea, dan masih
4

banyak lagi. Pakaian tradisional adalah hasil dari sebuah budaya suatu daerah
yang mempunyai ciri khas tersendiri dan merupakan bagian penting yang juga

diakui sebagai salah satu identitas bangsa (Wang, 2009: 1).
Di Lombok, fungsi busana yaitu sebagai pelindung tubuh, sebagai nilai
estetika, dan biasanya juga dipakai untuk menghadiri acara-acara adat. Di
Lombok, semua busana adatnya sama, tidak ada sistem kasta yang diterapkan.
Makalah ini akan membahas mengenai sejarah hingga perkembangan busana
yang ada di suku sasak yang mendiami pulau Lombok.

5

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Suku Sasak
Pulau Lombok adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau
Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelah barat
dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Pulau ini kurang lebih
berbentuk bulat dengan semacam “ekor” di sisi barat daya yang panjangnya
±70 km. Luas pulau ini mencapai 5.435 km2 menempatkannya pada peringkat
108 dari daftar pulau berdasarkan luasnya di dunia. Kota utama di pulau ini
adalah Kota Mataram.


Selat Lombok menandai batas flora dan fauna asia. Mulai dari pulau
Lombok ke arah timur, flora dan fauna lebih menunjukkan kemiripan dengan
flora dan fauna yang dijumpai di Australia daripada di Asia.
Topografi pulau ini didominasi oleh gunung berapi Rinjani yang
ketinggiannya mencapai 3.726 m di atas permukaan laut dan menjadikannya
yang ketiga tertinggi di Indonesia. Daerah selatan pulau ini sebagian besar
terdiri atas tanah subur yang dimanfaatkan untuk pertanian, komoditas yang

6

biasanya ditanam di daerah ini antara lain jagung, padi, kopi, tembakau, dan
kapas.
Suku sasak adalah sukubangsa yang mendiami pulau Lombok dan
menggunakan bahasa sasak. Sebagian besar suku sasak beragama Islam,
namun sekitar 1% masyarakat suku sasak mempraktikkan agama Islam Wetu
Telu. Ada pula sedikit warga suku sasak yang menganut kepercayaan praislam yang disebut dengan nama “Sasak Boda”
Wetu Telu yaitu bentuk akulturasi dari ajaran islam dan sisa
kepercayaan lama yakni animisme, dinamisme, dan kepercayaan hindu. Selain
itu, para penganut Islam Wetu Telu juga tidak menjalankan peribadatan seperti
agama islam pada umumnya (sholat lima waktu), yang wajib menjalankan

ibadah-ibadah tersebut hanyalah orang-orang tertentu saja seperti kiai atau
pemangku adat. Kegiatan apapun yang berhubungan dengan daur hidup
(kematian, kelahiran, penyembelihan hewan, selamatan, dsb) harus diketahui
oleh kiai atau pemangku adat dan mereka harus mendapat bagian dari
upacara-upacara tersebut sebagai ucapan terima kasih dari tuan rumah.

Kata Sasak berasal dari kata sak sak, artinya satu satu. Orang Sasak
terkenal pintar membuat kain dengan cara menenun, dahulu setiap perempuan
akan dikatakan dewasa dan siap berumah tangga jika sudah pandai menenun,

7

menenun dalam bahasa orang Sasak adalah Sesek, yaitu kegiatan memasukkan
benang satu persatu, kemudian benang disesakkan atau dirapatkan hingga
sesak dan padat untuk menjadi bentuk kain dengan cara memukul-mukulkan
alat tenun.
Orang suku Sasak yang mula-mula mendiami pulau Lombok
menggunakan bahasa Sasak sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa sasak sangat
dekat dengan bahasa suku Samawa, Bima dan bahkan Sulawesi, terutama
Sulawesi Tenggara yang berbahasa Tolaki.


B. Sifat Masyarakat Suku Sasak
Setiap suku di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Sifat masyarakat suku Sasak sangat khas dan kental, yaitu baik, ramah, tidak
kasar, suka menolong, dan mudah menerima orang baru.
Perawakan pria suku Sasak tampan dan cantik pula, jadi tidak heran
apalabila banyak suku lain mau menikahi wanita suku sasak, karena watak
masyarakat suku sasak menarik, maka mereka pantas dijadikan jodoh.

8

Ciri khas suku Sasak mau membantu sesame manusia menjadi daya
pikat bagi semua orang untuk menerima kehadiran mereka di tengah-tengah
keluarga, masyarakat, dan Negara.
Prinsip suku Sasak yaitu hidup mandiri dan saling membantu orang
lain. Suku Sasak juga tidak mengharuskan masyarakatnya menikah dengan
sesama suku. Asal kedua pasangan saling mencintai, maka diperbolehkan
pernikahan meskipun berbeda suku.

C. Budaya Suku Sasak

1. Gendang Beleq
Disebut Gendang Beleq karena salah satu alatnya adalah gendang
beleq (gendang besar). Orkestra ini terdiri atas dua buah gendang beleq
yang disebut gendang mama (laki-laki) dan gendang nina(perempuan),
berfungsi sebagai pembawa dinamika. Sebuah gendang kodeq (gendang
kecil), dua buah reog sebagai pembawa melodi masing-masing reog
mama, terdiri atas dua nada dan sebuah reog nina, sebuah perembak beleq
yang berfungsi sebagai alat ritmis, delapan buah perembak kodeq.
Perembak ini paling sedikit enam buah dan paling banyak sepuluh.
Berfungsi sebagai alat ritmis, sebuah petuk sebagai alat ritmis, sebuah
gong besar sebagai alat ritmis, sebuah gong penyentak, sebagai alat ritmis,
sebuah gong oncer, sebagai alat ritmis, dan dua buah bendera maerah tau
kuning yang disebut lelontek. Menurut cerita, gendang beleq ini dulu
dimainkan kalau ada pesta-pesta kerajaan, sedang kalau ada perang
berfungsi sebagai komandan perang, sedang copek sebagai prajuritnya.
Kalau perlu datu (raja) ikut berperang, disini payung agung akan
9

digunakan. Sekarang fungsi payung ini ditiru dalam upacara perakawinan.
Gendang beleq dapat dimainkan sambil berjalan atau duduk. Komposisi

waktu berjalan mempunyai aturan tertentu, berbeda dengan duduk yang
tidak mempunyai aturan. pada waktu dimainkan pembawa gendang beleq
akan memainkannya sambil menari, demikian juga pembawa petuk, copek
dan lelontok.

2. Bau Nyale
Bau Nyale adalah sebuah peristiwa dan tradisi yang sangat
melegenda dan mempunyai nilai sakral tinggi bagi suku Sasak. Tradisi ini
diawali oleh kisah seorang Putri Raja Tonjang Baru yang sangat cantik
yang dipanggil dengan Putri Mandalika. Karena kecantikannya itu para
Putra Raja, memperebutkan untuk meminangnya. Jika salah satu Putra raja
ditolak pinangannya maka akan menimbulkan peperangan. Sang Putri
mengambil

keputusan

pada

tanggal

20

bulan

kesepuluh

untuk

menceburkan diri ke laut lepas. Dipercaya oleh masyarakat hingga kini
bahwa Nyale adalah jelmaan dari Putri Mandalika. Nyale adalah sejenis
binatang laut berkembang biak dengan bertelur, perkelaminan antara
jantan dan betina. Upacara ini diadakan setahun sekali. Bagi masyarakat
Sasak, Nyale dipergunakan untuk bermacam-macam keperluan seperti
santapan (Emping Nyale), ditaburkan ke sawah untuk kesuburan padi, lauk
pauk, obat kuat dan lainnya yang bersifat magis sesuai dengan keyakinan
masing-masing.

10

3. Upacara Rebo Bontong
Upacara Rebo bontong dimaksudkan untuk menolak bala
(bencana/penyakit), dilaksanakan setiap tahun sekali tepat pada hari Rabu
minggu terakhir bulan Safar. Menurut kepercayaan masyarakat Sasak
bahwa pada hari Rebo Bontong adalah merupakan puncak terjadi Bala
(bencana/penyakit), sehingga sampai sekarang masih dipercaya untuk
memulai suatu pekerjaan tidak diawali pada hari Rebo Bontong. Rebo
Bontong ini mengandung arti Rebo dan Bontong yang berarti putus
sehingga bila diberi awalan pe menjadi pemutus. Upacara Rebo Bontong
ini sampai sekarang masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat di
Kecamatan Pringgabaya.

4. Slober
Kesenian Slober adalah salah satu jenis musik tradisional Lombok
yang tergolong cukup tua, alat-alat musiknya sangat unik dan sederhana

11

yang terbuat dari pelepah enau dengan panjang 1 jengkal dan lebar 3 cm.
Kesenian slober didukung juga dengan peralatan yang lainnya yaitu
gendang, petuq, rincik, gambus, seruling. Nama kesenian slober diambil
dari salah seorang warga desa Pengadangan kecamatan Pringgasela yang
bernama Amaq Asih alias Amaq Slober. Kesenian ini salah satu kesenian
yang masih eksis sampai saat ini yang biasanya dimainkan pada setiap
bulan purnama.

4. Lomba Memaos
Lomba Memaos atau membaca lontar yaitu lomba menceritakan
hikayat kerajaan masa lampau, satu kelompok pepaos terdiri dari 3-4
orang, satu orang sebagai pembaca, satu orang sebagai pejangga dan satu
orang sebagai pendukung vokal. Tujuan pembacaan cerita ini untuk
mengetahui kebudayaan masa lampau, dan menanamkan nilai-nilai budaya
pada generasi penerus. Kesenian memaos ini diangkat kembali sebagai
asset budaya daerah dan dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata
khususnya wisata budaya.

12

5. Periseian
Kesenian Bela diri ini sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan di
Lombok, awalnya adalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum
berangkat ke medan pertempuran. Pada perkembangannya hingga kini
senjata yang dipakai berupa sebilah rotan dengan lapisan aspal dan
pecahan kaca yang dihaluskan, sedangkan perisai (Ende) terbuat dari kulit
lembu atau kerbau. Setiap pemainnya/pepadu dilengkapi dengan ikat
kepala dan kain panjang. Kesenian ini tak lepas dari upacara ritual dan
musik yang membangkitkan semangat untuk berperang. Pertandingan akan
dihentikan jika salah satu pepadu mengeluarkan darah atau dihentikan oleh
juri. Walaupun perkelahian cukup seru bahkan tak jarang terjadi cidera
hingga mengucurkan darah didalam arena., tetapi diluar arena sebagai
pepadu yang menjunjung tinggi sportifitas tidak ada dendam diantara
mereka. Inilah pepadu Sasak. Festival Periseian diadakan setiap tahun di
Kabupaten Lombok Timur dan diikuti oleh pepadu sepulau Lombok.

13

6. Begasingan
Begasingan merupakan salah satu permainan yang mem-punyai
unsur seni dan olah raga, merupakan permainan yang ter-golong cukup tua
di masyarakat Sasak. Begasingan ini berasal dari dua suku kata yaitu Gang
dan Sing yang artinya gang adalah lokasi lahadalah suara. Seni tradisional
ini mencerminkan nuansa kemasyarakatan yang tetap berpegangan kepada
petunjuk dan aturan yang berlaku ditempat permainan itu, nilai-nilai yang
berkembang didalamnya selalu mengedepankan rasa saling menghormati
dan rasa kebersamaan yang cukup kuat serta utuh dalam melaksanakan
suatu tujuan dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang menjadi
kebanggaan jati diri. Permainan ini biasanya dilakukan semua kelompok
umur dan jumlah pemain tergantung kesepakatan kedua belah pihak di
lapangan.

7. Bebubus Batu

14

Bebubus batu merupakan salah satu warisan budaya Sasak yang
masih dilaksanakan didusun Batu Pandang kecamatan Swela. Bebubus
batu berasal dari kata bubus yaitu sejenis ramuan obatan yang terbuat dari
beras dan dicampur dengan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan sedangkan
batu adalah sebuah batu tempat untuk melaksanakan upacara yang
dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Prosesi acara ini dipimpin oleh
Pemangku yang diiringi oleh kiyai, penghulu dan seluruh warga dengan
menggunakan pakaian adat dan membawa Sesajen (dulang) serta ayam
yang akan dipakai untuk melaksanakan upacara. Upacara Bebubus batu ini
dilaksanakan setiap tahunnya yang dimaksudkan adalah untuk meminta
berkah kepada Sang Pencipta.

8. Tandang Mendet
Tari tandang Mendet /tarian Perang merupakan salah satu tarian
yang ada sejak jaman kejayaan kerajaan Selaparang yang menggambarkan
oleh keprajuritan atau peperangan. Tarian ini dimainkan oleh belasan
orang yang berpakaian lengkap dengan membawa tombak, tameng,
kelewang (pedang) dan diiringi dengan gendang beleq serta sair-sair yang
menceritakan tentang keperkasaan dan perjuangan, tarian ini bisa ditemui
di Sembalun.

15

9. Sabuk Belo
Sabuk Belo adalah sabuk yang panjangnya 25 meter dan
merupakan warisan turun temurun masyarakat Lombok khususnya yang
berada di Lenek Daya. Sabuk Belo biasanya dikeluarkan pada saat
peringatan Maulid Bleq bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal tahun
Hijriah. Upacara pengeluaran Sabuk Bleq ini diawali dengan mengusung
keliling kampung secara bersama-sama yang diiringi dengan tetabuhan
Gendang Beleq yang dilanjutkan dengan praja mulud dan diakhiri dengan
memberi makan kepada berbagai jenis makhluk. Menurut kepercayaan
masyarakat setempat upacara ini dilakukan sebagai simbol ikatan
persaudaraan, persahabatan, persatuan dan gotong royong serta rasa kasih
sayang diantara makhluk yang merupakan ciptaan Allah.

D. Pakaian Adat Suku Sasak
 Pakaian Adat Wanita

16

Pakaian adat lambung adalah pakaian adat NTB yang digunakan
khusus untuk wanita saat menyambut tamu dan dalam upacara adat
mendakin atau nyongkol. Pakaian ini berupa baju hitam dengan kerah
bentuk huruf “V”, tidak berlengan, dan berhias manik-manik di tepi
jahitan. Pakaian yang dibuat dari bahan kain pelung ini digunakan bersama
selendang bercorak ragi genep di bahu kanan atau kiri pemakainya.
Selendang tersebut dibuat dari bahan kain songket khas suku sasak. Untuk
bawahannya, digunakan kain panjang yang dibalut ke pinggang. Kain
tersebut diberi motif bordir kotak atau segitiga di bagian tepinya. Untuk
menguatkan balutan kain, digunakan sebuah sabuk anteng atau ikat
pinggang berupa kain yang ujungnya sengaja dijuntaikan di pinggang kiri.
Penggunaan pakaian adat lambung bagi perempuan umumnya akan
dilengkapi dengan beragam aksesoris di antaranya sepasang gelang tangan
dan gelang kaki dari bahan perak, anting-anting berbentuk bulat yang
terbuat dari daun lontar (sowang), dan bunga cempaka atau mawar yang
diselipkan di sanggulan rambut yang bermodel punjung pliset.



Pakaian adat Pria
Berbeda dengan baju lambung, baju pegon khusus dikenakan oleh para
pria. Baju ini dipercaya merupakan hasil adaptasi kebudayaan Eropa dan
Jawa yang terbawa ke NTB di masa silam. Bentuknya berupa jas hitam
sama seperti jas biasa. Sementara untuk bawahannya, digunakan wiron
atau cute yaitu batik bermotif nangka dari bahan kain pelung hitam. Selain
pegon dan wiron, ada beberapa aksesoris lain yang digunakan untuk
melengkapi keindahan pakaian adat NTB untuk para pria Sasak ini.
17

Aksesoris tersebut antara lain ikat kepala bernama capuq yang bentuknya
mirip udeng khas bali, ikat pinggang bernama leang yang berupa kain
songket bersulam benang emas, dan keris yang diselipkan di samping atau
di belakang ikat pinggan. Selain itu, khusus untuk para pemangku adat
dikenakan juga selendang umbak berwarna putih, merah, hitam yang
panjangnya sekitar 4 meter.

E. Aksesoris Pakaian Adat Suku Sasak
 Aksesoris Pakaian Adat Pria
1. Capuq atau Sapuk
Sapuk merupakan mahkota yang digunakan sebagai lambang
penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menjaga pemikiran
pemakainya dari hal-hal yang kotor dan tidak baik. Sekilas bentuk sapuk
yang dikenakan oleh masyarakat suku sasak tidak jauh berbeda dengan
ikat kepala dari Bali. Untuk penggunaan sehari-hari jenis sapuk yang
digunakan yaitu berbentuk segitiga sama kaki, sedangkan untuk ritual
khusus seperti upacara adat atau ritual khusus biasanya menggunakan
sapuk jadi atau perade yang terbuat dari bahan songket benang emas.

18

2. Baju Pegon
Baju pegon merupakan perlengkapan pakaian adat suku sasak yang
mendapat pengaruh dari jawa yang mengadopsi model jas eropa sebagai
lambang keanggunan dan kesopanan. Untuk memudahkan penggunaan
keris model jas tersebut kemudian dimodifikasi menjadi agak terbuka pada
bagian belakang pegon. Bahan kain yang digunakan untuk membuat baju
pegon umumnya berwarna gelap dan tidak bermotif.

3. Leang atau Dodot

19

Leang atau dodot merupakan kain songket yang berfungsi untuk
menyelipkan keris. Beragam motif yang terdapat pada kain songket ini
diantaranya motif subahnale, keker, bintang empet yang bermakna
semangat dalam berkarya pengabdian kepada masyarakat.

4. Kain Dalam Dengan Wiron
Jenis kain yang digunakan sebagai penutup tubuh bagian bawah ini
digunakan sampai sebatas mata kaki dengan ujung lurus kebawah sebagai
lambang sikap tawadduk dan rendah hati. Kain yan digunakan berasal dari
bahan batik jawa dengan motif tulang nangka atau kain pelung hitam,
dapat pula menggunakan motif tapo kemalo dan songket dengan motif
serat penginang. Dalam penggunaan kain wiron tidak diperkenankan
menggunakan kain polos berwarna putih atau merah.

20

5. Keris
Penggunan keris sebagai pelengkap pakaian adat suku sasak
digunakan

sebagai

lambang

kesatriaan

dan

keberanian

dalam

mempertahankan martabat. Dalam aturannya pengunaan keris sebagai
lambang adat bagian mukanya harus menghadap kedepan, jika terbalik
maka berubah makna menjadi siap beperang atau siaga. Pada
perkembangannya penggunaan keris sendiri dapat diganti dengan pisau
raut atau pemaja.

6. Selendang Umbak
Selendang umbak merupakan sabuk yang khusus diperuntukkan
bagi para pemangku adat atau pengayom masyarakat yang dibuat dengan
ritual khusus dalam keluarga sasak. Jenis kain yang digunakan umumnya
berwarna merah dan hitam dengan panjang berkisar empat meter yang

21

dihiasi dengan uang cina (kepeng bolong). Umbak sebagai pakaian adat
hanya digunkan oleh para pemangku adat, pengayom masyarakat. Umbak
untuk busana sebagai lambang kasih sayang dan kebijakan.
 Aksesoris Pakaian Adat Wanita
1. Pangkak
Pangkak merupakan mahkota emas berbentuk bunga cempaka dan
bunga mawar yang diselipkan disela-sela konde atau sanggul.

2. Tangkong
Sebagai lambang keanggunan jenis pakaian ini umumnya dibuat dari
bahan beludru atau brokat dan dapat berupa pakaian kebaya dari bahan
berwarna cerah atau gelap.
3. Tongkak
Tongkak adalah kain sabuk panjang dengan bagian ujung berumbai
yang dililitkan pada bagian pingang sebelah kiri dan digunakan sebagai
lambang kesuburan dan pengabdian.

22

4. Lempot
Lempot merupakan kain tenun panjang bercorak khas yang
disampirkan pada pundak bagian kiri. Penggunaan selendang ini memiliki
makna sebagai perlambang kasih sayang.

23

5. Kereng
Penggunaan kain tenun songket (kain kereng) sebagai lambang
kesopanan, dan kesuburan yaitu dililitkan dibagian pingang sampai sebatas
mata kaki.

24

6. Aksesoris
Selain perlengkapan yang telah disebutkan diatas ditambahkan
pula penggunaan endit atau pending yaitu berupa rantai perak yang
difungsikan sebagai ikat pinggang, onggar-onggar atau hiasan berupa
bunga emas yang diselipkan dibagian konde, giwang atau anting-anting,
serta suku atau ketip yang terbuat dari uang emas dan perak yang dibentuk
bros, serta kalung.
Walau pada kenyataannya jilbab dan alas kaki tidak digunakan sebagai
kelengkapan pakaian adat suku sasak namun pada perkembangannya
penggunaan keduanya tetap dibenarkan. Meski hanya alas kaki berupa selop
yang terbuat dari bahan karet maupun kulit dan jilbab yang dimodifikasi dengan
tambahan mahkota seperti halnya penggunaan konde atau sanggul.

F. Perkembangan Busana Suku Sasak
Memasuki abad ke 20 ketika globalisasi menghantam seluruh sudut
dunia, pakaian pun mengalami koreksi bentuk dan gaya. Yang terlihat dari

25

perubahan itu yaitu, berkembangnya pakaian dengan bahan yang sangat
minim. Pakaian (sepertinya) dirancang agar dapat memperlihatkan lekuk
tubuh, memberikan tonjolan di tempat-tempat bagian tubuh yang indah
dipandang mata.
Bahkan kini, pakaian telah menjadi alat pencitraan paling hebat bagi
sekelompok orang. Pakaian dapat menerjemahkan karakter, intelektualitas,
moralitas, tingkat kesejahteraan, bahkan kelas sosial seseorang.
Begitu cepatnya gerak perubahan yang terjadi pada dunia fashion,
sehingga tidak memberikan ruang sedikitpun bagi pakaian lokal untuk
melakukan adaptasi terhadap perubahan itu. Pakaian yang bernuansa lokal,
hanya digunakan pada saat berlangsungnya seremonial kebudayaan atau pada
event-event tertentu yang membutuhkan lahirnya sentimen kebudayaan.
Akibat yang ditimbulkan kemudian, pakaian dengan nuansa lokal cenderung
dilupakan, bahkan diabaikan oleh generasi sekarang. Banyak dari kita yang
tidak lagi mengenal pakaian khas daerah sendiri, karena hantaman kuat banjir
bandeng budaya global.
Kendati demikian, sebagai pengetahuan, jenis pakaian yang digunakan
oleh masyarakat suku Sasak, baik pakaian kebudayaan maupun pakaian
sehari-hari akan saya jelaskan secara rinci. Secara umum, dikenal berbagai
jenis pakaian, untuk laki-laki dan wanita yaitu;
– Pakaian sehari-hari
– Pakaian setengah resmi
– Pakaian resmi.
Pakaian lelaki sehari-hari: Terdiri dari atasan baju atau kaos, baik yang
berkerah atau kaos oblong, bawahan mengenakan kain panjang atau sarung.
Digunakan untuk keseharian di rumah. Tidak selalu dengan kopiah atau ikat
kepala dari kain batik atau kain tenun (Sasak: Sapuq). Tetapi bagi lelaki yang
sudah menunaikan ibadah haji, biasanya topi putih selalu lekat di kepalanya.
Pakaian casual setengah resmi: Terdiri dari kelengkapan pakaian
sehari-hari, seperti disebut di atas, dengan ditambah pemakaian selembar kain
26

tenun yang dililitkan di bagian pinggang (Sasak: bebet atau bengkung) serta
memakai sapuq atau kopiah hitam atau topi putih.
Pakaian adat resmi: Sama dengan pakaian casual setengah resmi,
ditambah beberapa kelengkapan, muali dari pemakaian sapuq, baju jas pegon,
kain songket yang dililitkan sedemikian rupa di antara dada dan lutut (Sasak:
leang), dan ditambah dengan menyelipkan sebilah keris di bagian belakang
dengan posisi pegangan keris yang terbalik. Posisi keris mengandung isyaratisyarat. Pemakaian dengan posisi gagang yang siap pakai, menandakan siap
duel atau menantang. Keris merupakan kelengkapan atribut hanya bagi kaun
lelaki. Keris yang prestisius disebut gerantim, jenis keris yang sarung dan
tangkainya bertatahkan emas dan ornamen batu mulia.
Pakaian sehari-hari wanita: terdiri dari baju kebaya dan bawahannya
menggunakan kain batik.
Pakaian casual setengah resmi wanita: ditambah dengan jowong atau
lempot sebagai penutup kepala. Jowong menggunakan bahan selembar kain
tipis yang dililitkan dibagian kepala, mirip tutup kepala wanita Afrika.
Sedangkan lempot, bahannya sama dengan jowong, tetapi digunakan agak
berbeda, menutupi kepala tetapikedua ujungnya dibiarkan terjurai ke bagian
pundak dan dada. Dewasa ini, wanita menggunakan busana muslim sebagai
busana setengah resminya.
Pakaian adat resmi wanita: terdiri dari kebaya, kain sarung dari
songket atau batik, selendang yang disampirkan di bagian pundak serta
kepalanya menggunakan rambut palsu untuk memberi kesan pemakainya
berambut panjang dan lebat (Sasak: isen-isen). Kadang-kadang sanggulnya
diberi aksesoris berupa tusuk konde emas atau keemasan denganmotif
kembang. Dikalangan wanita muda, di bagian kepalanya dibiarkan begitu saja
tanpa disanggul.

27

Bagi yang sudah berhaji, busana bagi laki-lakinya bercirikan topiputih,
serta menggunakan bebet, bengkung pada bagian pinggang. Sementara
wanitanya menggunakan busana wanita muslim pada umumnya.
Di wilayah Lombok bagian selatan, wanita mengenakan baju harian
tradisional dengan dominasi warna hitam (Sasak: lambung). Pada bagian
pinggir kain, diberi siluet sebagai pemanis. Di bagian belakang baju lambung
ini, dibuat agak naik sehingga nampak sensual bagi pemakainya. Ada
kecenderungan menggelikan. Pada desainer terkini mencoba mengganti warna
baju lambung dengan warna yang lebih cerah. Tetapi karena pada dasarnya,
baju lambung adalah juga jenis baju bodo seperti yang terdapat dikalangan
suku Sumbawa, Bima, Dompu atau Makasar,maka usaha moidifikasi para
desainer menjadi tidak berhasil, karena baju lambung menjadi kehilangan ruh
yang justru terletak pada warnanya yang hitam polos.
Telinga wanita Sasak di wilayah Lombok bagian Selatan, berhiaskan
anting-anting besar dari gulungan daunlontar dengan sedikit aksen dari bahan
perak (Sasak: Sengkang). Karena besarnya anting-anting yang digunakan,
membuat lubang daun telinganya membesar. Itulah alasnnya, sehingga wanita
Sasak generasi kini, tidak lagi menyukai sengkang, karena tidak ingin lubang
daun telinganya menjadi besar.
Gadis-gadis di wilayah selatan, dulunya melengkapi asesoris mereka
dengan menggunakan gelang kaki dan gelang tangan yang juga terbuat dari
bahan perak yang menimbulkan bunyi gemerincing kalau berjalan. Tetapi
inipun mulai ditinggalkan, karena dianggap tidakpraktis dan tidak fashionable.
Pemakaian pakaian tradisional lambung secara lengkap sudah jarang
dijumpai. Tetapi secara artifisial, dikenakan oleh gadis-gadis kota pada saat
berlangsungnya acara festivalatau acara seremonial lainnya.

28

29

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di Lombok, fungsi busana yaitu sebagai pelindung tubuh, sebagai
nilai estetika, dan biasanya juga dipakai untuk menghadiri acara-acara
adat. Di Lombok, semua busana adatnya sama, tidak ada sistem kasta yang
diterapkan. Makalah ini akan membahas mengenai sejarah hingga
perkembangan busana yang ada di suku sasak yang mendiami pulau
Lombok.
Pakaian adat lambung adalah pakaian adat NTB yang digunakan
khusus untuk wanita saat menyambut tamu dan dalam upacara adat
mendakin atau nyongkol. Pakaian ini berupa baju hitam dengan kerah
bentuk huruf “V”, tidak berlengan, dan berhias manik-manik di tepi
jahitan.
Sedangkan pakaian adat pria sasak bentuknya berupa jas hitam
sama seperti jas biasa. Sementara untuk bawahannya, digunakan wiron
atau cute yaitu batik bermotif nangka dari bahan kain pelung hitam.

30

DAFTAR PUSTAKA





https://fitinline.com
http://infobudaya.net
http://www.alicaris.blogspot.co.id



Abdurrachim. 2016. Pakaian Adat Tradisional Suku Sasak Lombok.
Lombok



Lalu Pangkat Ali, S.IP. 2014. Mengenal Pakaian Penduduk Masyarakat
Suku Sasak. Lombok

31