ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR D
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR
Disusun oleh
Kelompok 3
Nama anggota :
1. Silvia chandra murniasi
2. Sifah fauziah
3. Melliana
4. Gesti mediana
Jus juansyah
Guru pembimbing
SMK KESEHATAN WAHANA MEDICA METRO
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang
yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson,
1995 : 1183).
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial
untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).Jadi berdasarkan pengertian diatas fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.
2. Etiologi
1.
Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2.
Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
3. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996:
356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau
tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot
trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000:
346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000:
299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
4. Pengobatan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi
konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari
reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi
interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian
yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang
agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan
luka
akibat
penekanan,
hilangnya
kekuatan
otot.
(Long,
1996:
378)
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346).
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan
pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi. (Price, 1995: 1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri
yang hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)
5. Klasifikasi
a.
Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya
tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar
b. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from
within (dari dalam), atau from without (dari luar).
c.
Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah
fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan
infeksi tulang
6. Manifestasi Klinis
a.
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di
ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
c.
Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
d. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
e.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah
cedera.
7. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang
kompleks.
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat
perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah
8. Komplikasi
a.
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal
c.
Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam
satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
e.
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f.
Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam
pai 80 fraktur tahun.
g. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil
dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada
perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
h.
Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi
pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat
i.
Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
j.
Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik
abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik
dan vasomotor instability.
9. Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
i. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama
untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota
gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
ii.
Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya
menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau
metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan.
iii.
Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan
umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan
gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
iv. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan
ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
b. Penatalaksanaan pembedahan.
i.
Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan
dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
ii.
Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction
internal Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah
fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang
yang patah
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.H DENGAN DIAGNOSA FRAKTUR
A.
Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 April 2008 hari Rabu jam 09.00 WIB. Data diperoleh
dari pasien, keluarga pasien, catatan keperawatan pasien dan tim kesehatan lainnya dengan
metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa.
1.
Identitas Pasien
Nama
: Tn. H
Umur
: 49 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: SD
Alamat
: Wonosari 4/2, Magelang, Muntilan
Agama
: Katholik
Tanggal masuk
: 22 April 2008
No. RM
: 147689
Diagnosa Medis : Fraktur tibia 1/3 proksimal dextra
2.
Identitas Penanggung Jawab
Nama
: Ny. I
Umur
: 49 tahun
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Pendidikan
: SD
Alamat
: Wonosari 4/2, Magelang, Muntilan
Hubungan dengan pasien
3.
: Istri pasien
Keluhan Utama
Nyeri pada tungkai kanan bagian bawah
4.
Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami patah tulang pada tungkai kanan dan
mengalami nyeri berat, skala nyeri 6. Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor pada hari
Sabtu tanggal 19 April 2008, ± 10 hari yang lalu sewaktu pulang dari bekerja jam 19.00
WIB. Pasien mengatakan mengendarai sepeda motor sendiri untuk menuju ke rumah
kemudian terserempet sepeda motor lain dan terjatuh dengan posisi tengkurap ke kanan.
Kemudian tungkainya yang sebelah kanan terkena aspal jalan karena pasien menggunakan
tungkai kanannya sebagai tumpuan. Oleh sebab itu pasien menderita patah tulang. Saat jatuh
pasien tidak pingsan. Beberapa saat setelah kecelakaan pasien dibawa ke RS Muntilan tidak
diberikan pengobatan hanya dilakukan pembidaian dan diberi perban. Pasien dirawat di RS
Muntilan ± 3 hari. Kemudian atas permintaan keluarga pasien dirujuk ke RSO Prof. Dr. R.
Soeharso, Surakarta pada hari Selasa tanggal 22 April 2008 jam 19.00 WIB. Di IGD pasien
mendapatkan terapi pemasangan infus RL 20 tpm (tetes per menit) pada tangan kiri kemudian
pukul 22.00 WIB pasien dipindahkan ke bangsal Cempaka. Keesokan harinya pasien
dilakukan pemeriksaan rontgen, laboratorium serta EKG (Elektro Kardio Grafi). Sekarang
pada saat pengkajian yaitu Rabu tanggal 30 April 2008 pasien mengatakan nyeri pada tungkai
kakinya sebelah kanan post operasi hari pertama. Nyeri timbul jika untuk bergerak, nyeri
seperti tertusuk-tusuk, nyeri berlangsung terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan tidak
bergerak. Saat ini pasien mendapatkan terapi injeksi Cefotaxime 2×1 gram per IV (Intra
Venous) dan injeksi Ketorolac 3×1 ampul per IV infus. Selain itu pasien juga mendapatkan
terapi injeksi Actrapid 4 IU setiap sebelum makan.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat inap di RS. Bila sakit pasien langsung
dibawa ke Puskesmas/ mantri di daerahnya. Keluarga pasien mengatakan bahwa sebelumnya
pasien tidak pernah mengalami kecelakaan sepeda motor seperti sekarang ini dan belum
pernah dioperasi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, jantung dan hipertensi.
Tetapi sekarang ini pasien menderita penyakit DM (Diabetes Mellitus) terbukti dengan kadar
GDS (Gula Darah Sewaktu) tanggal 29 April 2008 yaitu 198 mg/dl dan gula darah 2 jam PP
(Post Prandial) yaitu 225 mg/dl.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami kecelakaan.
Pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang mengalami sakit yang diderita
suaminya. Di dalam keluarganya juga tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti
DM, hipertensi, jantung dan penyakit menular seperti TBC, AIDS, Hepatitis. Pasien juga
mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai alergi baik obat-obatan
maupun makanan.
5.
Pola Kehidupan Sehari-hari
Pola persepsi kesehatan
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan bahwa ia dan keluarganya sangat memperhatikan
masalah kesehatan. Jika ada anggota keluarga yang sakit, segera diberi obat atau
diperiksakan ke Puskesmas atau mantri.
Selama sakit
: Keluarga pasien mengatakan bahwa kesehatan itu mahal harganya jadi
keluarga akan merawat Tn. H dengan baik. Pasien mengatakan jika sudah sembuh nanti akan
lebih memperhatikan kesehatan dan akan berhati-hati jika naik kendaraan.
Pola Nutrisi
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan biasanya makan 3x/ hari dengan menu nasi, sayur
(bayam, buncis, wortel, kangkung), lauk (tempe, telur, tahu, daging). Porsi 1 piring habis.
Pasien tidak suka makanan (sayuran yang bersantan contohnya: sayur nangka, kluwih, dan
opor). Pasien biasa minum 6-7 gelas perhari ± 1400 cc, pasien biasanya minum air putih dan
teh.
Selama sakit
: Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu yang disediakan
RS yaitu nasi, sayur, lauk, buah, porsi makan sedang tetapi pasien hanya makan dan habis ½
porsi makanan karena masakan yang disediakan dari RS tidak enak. Setiap sebelum makan
pasien selalu diberikan injeksi Actrapid 4 IU (IntraUnit) pada lengannya secara SC
(SubCutan). Pasien minum air putih ± 5-6 gelas setiap harinya ± 1200 cc. Diit dari RS yaitu
RKTP ( Rendah Kalori Tinggi Protein ).
Pola Eliminasi
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan BAB (Buang Air Besar) 1 kali sehari biasanya saat
pagi hari dengan konsistensi feses lunak, warna kuning kecoklatan, bau khas, tidak ada
lendir/ darah, tidak ada keluhan. Pasien mengatakan sehari BAK (Buang Air Kecil) 7-8 x/
hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan bau khas.
Selama sakit
: Pasien mengatakan semenjak dirawat, BAB tidak ada masalah tetap 1
kali dalam sehari tetapi waktunya tidak tentu. Warna feses kuning kecoklatan, bau khas dan
tidak ada lendir/ darah. Pasien mengatakan BAK 4-5 x/ hari dengan konsistensi jernih,
kekuningan dan bau khas. Pasien BAB dan BAK dibantu oleh keluarga dengan
menggunakan pispot.
Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan tidur malam ± 5-6 jam dimulai pukul 22.00–04.00
WIB, tidurnya tidak ada gangguan. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak pernah tidur
siang.
Selama sakit
: Pasien mengatakan tidur setelah minum obat. Selama di RS Ortopedi
pasien bisa tidur tetapi jika nyeri bekas operasi kambuh pasien terbangun. Pasien tidur
malam ± 8 jam dimulai pukul 21.00–05.00 WIB dan tidur siang ± 2 jam dimulai pukul
12.00–14.00 WIB. Pasien tidur dengan posisi elevasi tungkai.
Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai sopir. Berangkat jam
06.00 pagi dan pulang tidak tentu, tapi rata-rata pulang jam 20.00 WIB. Keseharian pasien
hanya dilakukan untuk bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pasien
tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada di desanya karena pekerjaannya yang selalu pulang
malam.
Selama sakit
: Pasien mengatakan izin bekerja selama masih sakit. Pasien mengatakan
aktivitas sehari-harinya dibantu keluarga yang tidak lain adalah istrinya (Ny. I). Untuk
makan disuapi, minum diambilkan, BAK dan BAB dengan pispot. Pasien dibantu keluarga
karena tidak bisa bergerak. Pasien setiap pagi disibin oleh istrinya.
Kemampuan perawatan diri
0
1
2
PP
Makan/minum
Mandi
Toilet
Berpakaian
Mobilitas ditempat tidur
Berpindah ambulasi (ROM)
Keterangan :
0
: Mandiri
1
: Dibantu dengan alat
2
: Dibantu orang lain/keluarga/perawat
3
: Dibantu orang lain dan alat
4
: Tergantung sepenuhnya
P
3
4
Pola Kognitif
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan tidak tahu bahaya dari patah tulang jika tidak segera
diatasi.
Selama sakit
: Pasien mengatakan sudah tahu tentang tindakan penangananan dari patah
tulang yang sedang dideritanya, pasien mendapatkan informasi dari dokter dan perawat yang
merawatnya.
Pola Konsep Diri
1)
Gambaran diri : Pasien mengatakan sedih dengan keadaannya saat ini, tetapi pasien
bisa menerima kondisinya saat ini karena masih banyak orang yang lebih menderita.
2)
Harga diri
: Pasien mengatakan tidak malu/ rendah diri dengan keadaannya
sekarang ini, keluarga dan sahabat selalu memberi semangat menjalani hidup.
3)
Peran
: Pasien mengatakan perannya sebagai ayah, kepala keluarga, dan
pencari nafkah. Sekarang ini pasien tidak bisa lagi bekerja karena kondisi pasien yang
sedang sakit. Untuk biaya RS pasien menggunakan uang tabungannya di Bank.
4)
Identitas
: Pasien mengatakan bahwa dirinya sebagai seorang ayah yang berumur
49 tahun dan beragama Katholik.
5)
Ideal diri
: Pasien berharap untuk cepat sembuh sehingga dapat beraktivitas
seperti sediakala sebelum sakit dan dapat berkumpul dengan keluarga, saudara, dan sahabat.
Pola Hubungan Pasien
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga, teman, tetangga baik tidak
ada masalah.
Selama sakit
: Pasien mengatakan hubungan dengan dokter, perawat di RS Ortopedi dan
dengan pasien lain baik. Istri selalu setia menunggu pasien di RS (Rumah Sakit).
Pola Seksual dan Reproduksi
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya. Pasien
mengatakan masih melakukan hubungan seksual dengan istrinya ± 2 kali dalam seminggu.
Selama sakit
: Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya. Pasien
mengatakan selama dirinya dirawat di RS pasien belum melakukan hubungan seksual dengan
istrinya karena saat ini yang dipikirkan pasien adalah tungkai kakinya bisa cepat sembuh.
Pola Koping dan Toleransi Peran
Sebelum sakit
: Bila ada masalah, pasien menceritakan kepada keluarga. Pasien
mengatakan bila ada masalah maka diselesaikan secara musyawarah.
Selama sakit
: Pasien mengatakan berusaha sabar, pasrah dan menerima keadaannya
serta menyerahkan kepada Tuhan dengan keadaannya saat ini, serta menyerahkan
pengobatannya kepada tim medis RS Ortopedi.
Pola Nilai dan Kepercayaan
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan selalu rajin sembahyang ke gereja setiap 1 minggu
sekali pada hari Sabtu sore bersama istri dan anak-anaknya.
Selama sakit
: Pasien mengatakan tidak bisa menjalankan ibadah karena keadaannya
sekarang ini tetapi pasien selalu berdo’a kepada Tuhan agar cepat diberi kesembuhan.
6.
Pemeriksaan Umum pada tanggal 30 April 2008 jam 09.00 WIB
1.
Keadaan umum
: Sedang
2.
Kesadaran
: Compos mentis
3.
Tanda-tanda vital :
1)
TD (Tekanan Darah) : 130/90 mmHg
2)
N (Nadi)
: 80 x/ menit
3)
S (Suhu)
: 367 oC
4)
RR (Respirasi)
: 24 x/ menit
GCS (Glasgow Coma Scale) : E4 V5 M6
1.
Kepala
: Mesochepal, tidak terdapat lesi.
2.
Rambut
: Kulit kepala bersih, rambut hitam, lurus, tidak beruban,
rambut pendek, tidak berketombe, rambut bersih.
3.
Mata
: Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak
ada nyeri tekan, tidak ada gangguan penglihatan, pupil isokor.
4.
Telinga
: Simetris, bersih, tidak ada gangguan pendengaran, tidak
terdapat serumen, tidak ada nyeri saat telinga ditekan dan ditarik.
5.
Hidung
: Simetris, bersih, tidak ada polip, tidak ada gangguan
penciuman, tidak ada massa, tidak ada sekret, tidak ada nyeri tekan, tidak ada perdarahan,
tidak terpasang O2.
6.
Mulut
: Mulut berbau, gigi tidak caries, lidah kotor, tidak ada
stomatitis, tidak memakai gigi palsu, fungsi pengecapan baik, membran mukosa bibir
lembab.
7.
Wajah
: Tampak segar, tampak bekas luka jatuh tetapi luka sudah
mengering, kening berkerut menahan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan.
8.
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, simetris, tidak ada
nyeri tekan dan nyeri telan, tidak ada peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure).
9.
Dada
7.
Pemeriksaan Fisik
1)
Jantung
:
:
a) Inspeksi
: IC (Ictus Cordis) tidak nampak
b) Palpasi
: IC (Ictus Cordis) tidak kuat angkat
c) Perkusi
: Pekak, batas jantung kesan tidak melebar
d) Auskultasi
: Bunyi jantung I dan II normal terdengar lupdup, bising negatif,
tidak ada suara tambahan.
2)
Paru-paru
:
a) Inspeksi
: Pengembangan paru kanan dan kiri simetrik
b) Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan, gerakan fokal fremitus antara kanan dan
kiri sama.
c) Perkusi
: Bunyi paru resonan
d) Auskultasi
: Suara dasar paru normal, terdengar vesikuler, tidak ada whezzing.
3)Abdomen
a)
:
Inspeksi
: Tidak ada asites, tidak ada nodul, bentuk simetris, kontur
kulit lentur, tidak ada benjolan/ massa.
b)
Auskultasi
c)
Perkusi
: Bising usus 16 x/ menit
: Tidak ada pembesaran pada hati, tidak ada nyeri tekan,
suara tympani.
d)
4) Genetalia
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.
: Menolak dilakukan pemeriksaan. Tidak terpasang kateter. Untuk BAB
dan BAK dengan pispot.
5) Ekstremitas : 5
5
2
5
Ekstremitas atas: Tangan kanan dan kiri dapat melawan tahanan pemeriksa dengan
kekuatan maksimal, tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm (tetes per menit), tidak ada luka
pada ekstremitas atas, dapat digerakkan dengan bebas, dan tidak ada edema.
Ekstremitas bawah
:
a)
Kanan
: Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi, tungkai kanan
terpasang balutan bekas operasi hari pertama, balutan kering, tidak tambas, tampak pada jarijari kaki kanan mengalami pembengkakan, tidak terpasang drain.
P (Paliatif)
: tungkai sebelah kanan, nyeri jika untuk bergerak
Q (Quality)
: nyeri seperti tertusuk-tusuk
R (Regio)
: tungkai sebelah kanan menempel lutut (sebelah 1/3 proksimal pada tulang
tibia).
S (Scale)
: skala nyeri: 6 saat dilakukan pengkajian post operasi hari kedua.
T (Time)
: terus menerus berhenti jika posisi enak dan tidak bergerak.
b)
Kiri
: Pasien dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal,
tampak pada lutut dan di bawah lutut sebelah kiri luka-luka post trauma, luka sedikit kering
dan warna merah.
6) Kulit
: Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik (< 2 detik), tidak ada biang
keringat, tidak ada decubitus, pada tungkai kaki kanan yang telah di operasi ORIF
adanya 10 jahitan, daerah luka tampak berwarna kemerahan dan bengkak.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 22 April 2008
1. Pemeriksaan penunjang
Jenis pemeriksaan
LED
Hasil
Satuan
Normal
6
Mm
0-10
14,9
gr/dl
13-16
17.300
/mm3
5.000-10.000
266.000
/mm3
200.000-500.000
Hb
Leukosit
Trombosit
HCT
Masa perdarahan
Masa pembekuan
tampak
Hitung
jenis :Eosinofil
Basofil
10.
Batang
11.
Segmen
12.
Limfosit
13.
Monosit
14.
Protein total
15.
Albumin
16.
Globulin
17.
SGOT
18.
SGPT
19.
Alkali fosfat
20.
Ureum
21.
Kreatinin
22.
GDS
23.
Uric acid
24.
Cholesterol acid
25.
Trigliserid
26.
HBSAg
27.
Golongan darah : O
44
Vol %
40-48
2
Menit
1-3
4
Menit
2-6
1
%
1-3
–
%
0-3
–
%
2-6
67
%
50-70
28
%
20-40
4
%
2-8
6,6
gr/dl
6-8
3,6
gr/dl
3,5-5,5
3
gr/dl
1,3-3,3
14
U/L
< 37
17
U/L
< 42
246
U/L
60-300
47
mg/dl
10-50
1,0
mg/dl
0,6-1,1
198
mg/dl
70-100
2,4
mg/dl
3,4-7
173
£ 220
290
£ 150
Negatif
Negatif
1. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu) dan GDP (Gula Darah Puasa) tanggal 29
April 2008
GDP
GDS
: 146 mg/dl
: 189 mg/dl
2. Pemeriksaan rontgen pada tanggal 22 April 2008
Tampak gambaran fraktur pada tibia dextra 1/3 proksimal.
3. Pemeriksaan Rontgen pada tanggal 30 April 2008 (post operasi ORIF dan
debridement).
2. Terapi tanggal 30 April 2008
1.
Infus RL 20 tpm
2.
Injeksi Cefotaxime 2×1 gram per Intra Venous
3.
Injeksi Ketorolac 3×1 ampul per Intra Venous
4.
Injeksi Actrapid 4 IU sebelum makan 3×1 di lengan kanan/kiri.
5.
Diit RKTP
6.
Posisi elevasi tungkai
7.
Observasi VS (Vital Sign)/ KU (Kondisi Umum) dan perdarahan
8.
Ambulasi dengan menggunakan walker
9.
Perawatan luka
10.
Fisioterapi
11.
Jenis tindakan operasi : ORIF dan dedridement
12.
Obat oral :
Asam mefenamat 3×1 tablet
Cascidin (calcium dan multivitamin) 2×1 tablet
Ciprofloxacin 2×1 tablet
Glibenclamid diminum tanggal 1 Mei 2008
1.
Analisa Data
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R Soeharso
Tgl/Jam
1-05-08
08.00
WIB
Data fokus
Problem
Etiologi
DS :Pasien mengatakan nyeri pada Nyeri akut
Agen-agen yang
luka post operasi hari kedua pada
menyebabkan cidera
tungkai kakinya sebelah kanan,
fisik, luka insisi post
skala nyeri: 6
operasi.
DO :
1. P : Tungkai sebelah kanan nyeri
jika untuk bergerak
2. Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
3. R : Tungkai sebelah kanan
menempel lutut (sebelah 1/3
proksimal tepatnya pada tulang
tibia)
TTD
Juritha
4. S
: Skala nyeri: 6
5. T : Nyeri terus menerus
berhenti saat posisi enak dan
tidak bergerak
6. Pasien tampak menahan sakit
7. Ekspresi wajah pasien tampak
tegang
8. TTV : TD : 130/ 90 mmHg
N : 80 x/ menit
S
: 367 oC
RR : 24 x/ menit
9. Pasien tampak takut
menggerakkan kakinya sebelah
kanan
1-05-08
08.00
WIB
DS :1. Pasien mengatakan takut
Hambatan
Kerusakan
untuk bergerak dan nyeri pada
mobilitas
neuromuskuler dan
tungkai kakinya sebelah kanan jika fisik
muskuloskeletal, nyeri
untuk bergerak
post operasi
Pasien mengatakan kaki
kanan tidak bisa digerakkan dan
nyeri jika untuk bergerak
DO :
1. Pasien tampak bedrest, posisi
elevasi tungkai
Juritha
2. Tampak balutan post operasi hari
kedua
Pasien tampak lemah
Pasien tampak takut
bergerak
Dalam aktivitasnya pasien
dibantu oleh keluarga dan perawat
Pasien tampak membatasi
gerakan
Tampak pada tungkai dan
kaki sebelah kanan bengkak
1-05-08
08.00
DS :Pasien mengatakan ini hari
Risiko
Luka insisi bedah,
kedua post operasi
infeksi
prosedur invasif,
kehancuran jaringan
DO :
WIB
1. Tampak pada tungkai kanan 1/3
proksimal terpasang balutan luka
post operasi, balutan kering, tidak
tambas
2. Pasien tidak terpasang drain di
tungkai kaki kanannya
3. Leukosit : 17.300/ mm3
4. GDP : 146 mg/dl, GDS : 189
mg/ dl
5. Hasil rontgen didapatkan
gambaran tibia 1/3 proksimal post
platting dengan 5 sekrup dan
pinning os fibula 1/3 proksimal 4
Juritha
sekrup
DS :Pasien mengatakan terdapat
1-05-08
08.00
Kerusakan
luka bekas operasi pada tungkainya integritas
Bedah perbaikan dan
Juritha
imobilisasi
kulit
DO :
WIB
1. Tampak adalanya luka post
ORIF pada tungkai kaki kanan, 10
jahitan
2. Daerah luka post ORIF tampak
kemerahan dan bengkak
Prioritas Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik, luka
insisi post operasi.
2.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan
muskuloskeletal, nyeri post operasi.
3.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bedah perbaikan dan imobilisas
4.
Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah, prosedur invasif.
Intervensi
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso
Tanggal/Jam No.
Dx
1
1 Mei ‘08
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Rasional
Hasil
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Ajarkan dan dorong
Untuk mengetahui
selama 3×24 jam
08.00 WIB
diharapkan nyeri
berkurang atau hilang
dengan kriteria hasil:
untuk manajemen stress
perkembangan kesehatan klien
(relaksasi, nafas dalam,
Mengurangi nyeri dan
imajinasi, sentuhan terapeutik). pergerakan.
Monitor TTV dan
Skala nyeri 2-3. observasi KU pasien dan
Nyeri dan spasme diko
dengan imobilisasi.
Ekspresi wajah keluhan pasien.
santai dan tenang
TTV dalam
Atur posisi yang aman
menurunkan nyeri.
dan nyaman.
batas normal.
Pasien tampak
Program pengobatan un
Pertahankan imobilisasi
pada bagian yang sakit.
rileks.
Kolaborasi dengan
Kaji tingkat
nyeri dengan standar
dokter dalam pemberian
analgetik.
PQRST.
Mengetahui
tindakan keperawatan yang
diberikan sesuai dengan
tingkatan nyeri.
Memfokuskan
kembali perhatian koping
terhadap stress sehingga dapat
menurunkan nyeri.
2
1 Mei ‘08
08.00 WIB
Setelah dilakukan
(Range Of Motion) pasif dan
tindakan keperawatan
aktif.
Posisi elevasi mengura
edema.
selama 3×24 jam
diharapkan masalah
hambatan mobilitas
fisik dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
Bantu dan dorong pasien
untuk melakukan aktivitas
mobilitas pasien
meningkat.
otot.
perawatan secara bertahap.
Meningkatkan kekuatan
Beri bantuan dalam
menggunakan alat gerak.
Kemampuan
Meningkatkan kekuatan
Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk melatih pasien.
Meminimalkan
Pasien menjadi nyeri dan mencegah salah posisi.
otot.
Mobilisasi menurunkan
komplikasi.
Melatih otot dan sendi-
tidak takut untuk
sendi agar tidak mengalami
bergerak.
kontraktur dan komplikasi.
Pasien mampu
beraktivitas secara
bertahap.
Pasien mampu
menggunakan alat bantu
gerak.
Pertahankan
tirah baring dan melatih
tangan serta ekstremitas
sakit dengan lembut.
Atur posisi
elevasi tungkai.
Latih dan bantu
ROM
3
1 Mei ‘08
08.00 WIB
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3×24 jam
diharapkan tidak terjadi
kerusakan integritas
kulit dengan kriteria
hasil:
Meminimalkan risiko
terjadinya decubitus.
Mencegah terjadinya
kerusakan kulit.
Mengetahui indikasi
keefektifan dan terapi yang
Pasien
mengatakan
ketidaknyamanan
diberikan.
Mempercepat proses
regenerasi jaringan.
hilang.
Pasien mencapai
proses penyembuhan
secara maksimal dengan
cepat.
Pasien
Mempercepat proses
penyembuhan.
menunjukkan regenerasi
jaringan pada area yang
luka.
Ubah posisi
pasien dengan sering.
Lakukan
perawatan pada area
kulit yang dilakukan
tindakan bedah.
Kaji/ catat
ukuran, warna,
kedalaman luka,
perhatikan jaringan
nekrotik dan kondisi di
sekitar luka.
Kolaborasi
dengan dokter dalam
pemberian obat-obatan
topikal.
Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk
pemberian diit.
4
1 Mei ‘08
08.00 WIB
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3×24 jam
diharapkan tidak terjadi
infeksi dengan kriteria
Perhatikan adanya
keluhan peningkatan nyeri.
Kaji tonus otot dan
refleks tendon.
penyembuhan luka dan menceg
infeksi.
Mengetahui tanda-tand
Selidiki adanya nyeri
hasil:
Mempercepat
infeksi gas gangren.
yang muncul tiba-tiba.
TTV dalam
batas normal.
Tidak ada
bengkak.
Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
antibiotik dan Vitamin C
Mengetahui
Mencegah terjadinya
kerusakan kulit yang lebih luas
Untuk mengidentifikas
keluhan nyeri.
Mengkaji tanda-tanda
Luka tidak
tambas, kering dan
bersih.
perkembangan kesehatan pasien. tetanus.
Merupakan indikasi
terjadinya osteomyelitis.
Tidak ada tandatanda infeksi.
Program pengobatan un
mencegah infeksi.
Mencapai
penyembuhan luka
nitrogen positif dan meningkat
sesuai waktu.
Bebas drainase
purulen atau eritema
dan demam.
Pantau
KU pasien dan monitor
TTV, kaji tanda-tanda
infeksi.
Lakukan
perawatan luka dengan
tepat dan steril.
Observas
i keadaan luka terhadap
pembentukan bulla,
krepitasi dan bau
drainase yang tidak
enak.
Inspeksi
kulit terhadap adanya
iritasi.
Untuk menjamin keseimbanga
proses penyembuhan.
Implementasi
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso
TTD
Tanggal/jam
No
Implementasi
Respon pasien
Dx
Mengobservasi KU (Kondisi Subyektif:Pasien
1 Mei ‘08
08.00 WIB
1,4
1
Umum), TTV (Tanda-Tanda mengatakan nyeri pada
Vital) pasien dan mengkaji tungkai kakinya yang
tingkat nyeri pasien dengan sebelah kanan setelah
Kamis
3
08.30 WIB
2
PQRSTMengajarkan nafas
12.00 WIB
1,4
imobilisasi pada kaki kanan
Juritha
Juritha
P: Nyeri jika
untuk bergerak
kanan diganjal dengan
bantal
14.00 WIB
Q: Nyeri seperti
tertusuk-tusuk
S : Skala nyeri
Mengubah posisi pasien
dengan sering ke kanan dan
ke kiri.
6
T : Nyeri terus
menerus
berhenti jika
Melatih pasien untuk
posisi nyaman dan tidak
menggerakkan jari kaki
bergerak
kanan, menggerakkan
Hasil rontgen:
telapak kaki kanan secara
tampak gambaran
aktif dan melatih pasien
fraktur tibia 1/3
untuk mengangkat kaki kiri proksimal dengan post
secara aktif.
platting os tibia dengan
5 sekrup dan post
Mengobservasi TTV dan
KU pasien.
Juritha
Obyektif:
dan mengatur posisi tidur
terlentang dengan kaki
Juritha
dioperasi, skala nyeri 6
dalam, mempertahankan
09.45 WIB
Juritha
pinning 4 sekrup.
Subyektif:
Pasien mengatakan bisa
melakukan nafas dalam
jika nyeri timbul.
Obyektif:
Pasien tampak
memperagakan nafas
dalam dengan benar.
Pasien tampak
posisi terlentang, kaki
kanan khususnya pada
tungkai atas dan lutut
diganjal dengan bantal.
Pasien tampak
rileks.
Subyektif:
Pasien mengatakan
bersedia untuk ubah
posisi.
Obyektif:
Pasien tampak
mengubah posisi
tidurnya dengan miring
kiri, kanan, setengah
duduk.
Subyektif:
Pasien mengatakan
takut untuk bergerak.
Obyektif:
Pasien tampak
dibantu perawat dalam
bergerak ROM aktif dan
pasif.
Tampak jari-jari
kanan pasien
digerakkan dengan hatihati.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kadang nyeri timbul
lagi jika untuk
bergerak.
Obyektif:
TD : 110/ 70 mmHg
S
: 36 6 o C
N : 84 x/ menit
RR : 22 x/ menit
Mengatur posisi yang aman Subyektif:Pasien
14.30 WIB
15.30 WIB
16.00 WIB
1,2
1
4
dan nyaman pada pasien
mengatakan nyaman
dengan elevasi
dengan posisi tidur
tungkaiMengkaji tingkat
seperti ini.
Ari,AmKAri,AmK
Ari,AmK
Ari,AmK
nyeri
Obyektif:
Memantau tanda-tanda
Ari,AmK
17.00 WIB
1,3,4 infeksi yaitu rubor, kalor,
Pasien tampak tertidur.
dolor, tumor dan fungsiolesa
19.30 WIB
4
serta mengobservasi
keadaan luka terhadap
pembentukan bulla,
krepitasi dan drainase.
Memberikan injeksi sesuai
dengan advise dokter yaitu:
Subyektif:
Pasien mengatakan
nyeri pada pangkal
tungkai kaki sebelah
kanan kadang masih
terasa jika untuk
bergerak dan berkurang
injeksi Cefotaxime 2×1
dengan nafas dalam,
gram per IV infus
skala nyeri: 6.
injeksi Ketorolac 3×1 ampul Obyektif:
per IV infus
P : nyeri jika
injeksi Actrapid 4 IU per SC untuk bergerak
Q : nyeri seperti
Menginspeksi kulit terhadap
adanya iritasi,
memperhatikan adanya
keluhan peningkatan nyeri
dan menyelidiki adanya
nyeri yang muncul tiba-tiba.
ngilu
R : nyeri pada
pangkal paha
S : skala nyeri 6
T : nyeri terus
menerus berhenti jika
posisi nyaman
Subyektif:
Pasien mengatakan
balutan luka post
operasi belum diganti
sejak kemarin, skala
nyeri : 5
Obyektif:
Balutan tidak
merembes
Disekitar luka
tidak merembes
S : 36 0C
Tampak
bengkak pada luka
Kekuatan otot
5
5
2
5
Subyektif:
Pasien mengatakan
tidak sakit waktu
disuntik.
Obyektif:
Cefotaxime dan
Ketorolac masuk semua
lewat selang infus tanpa
tumpah.
Injeksi Actrapid
masuk tanpa tumpah
pada lengan sebelah kiri
Subyektif:
Pasien bersedia
diinspeksi dan dikaji.
Pasien
mengatakan tidak
terjadi peningkatan
nyeri.
Pasien
mengatakan nyeri terus
menerus dan berhenti
jika posisi nyaman.
Obyektif:
Pasien tampak
tenang dan santai.
Terkadang
kening tampak
mengkerut menahan
nyeri.
Mengkaji reflek tendon dan Subyektif:Pasien
21.30 WIB
4
06.00 WIB
2
tonus ototMembantu dan
mengatakan mau untuk
mendorong pasien untuk
diperiksa.
melakukan aktivitas
05.00 WIB 1,3,4 perawatan diri secara
Obyektif:
bertahap.
Berkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat-
Kekuatan otot
5
5
2
5
obatan yaitu: injeksi
Cefotaxime 2×1 gram per IV 2. Pada ekstremitas
infus dan injeksi Ketorolac bawah sebelah kanan
3×1 ampul per IV infus.
tampak ada gerakan
pada sendi tetapi tidak
dapat melawan
gravitasi.
Heru,AmKHeru,AmK
Heru,AmK
Subyektif:
Pasien mengatakan
akan sedikit demi
sedikit mengambil
makanan dan minum
secara mandiri tanpa
bantuan istri
Obyektif:
Pasien tampak
memenuhi perintah
perawat.
Subyektif:
Pasien bersedia
di suntik
Pasien
mengatakan tidak sakit
waktu disuntik.
Obyektif :
Injeksi telah masuk
semua lewat selang
infus tanpa tumpah,
infus kembali lancar 20
tpm.
2 Mei ‘08
3,4
07.45 WIB
3
Memantau tanda-tanda
Subyektif:Pasien
infeksi yaitu rubor, kalor,
mengatakan nyeri pada
dolor, tumor, fungsiolesa,
luka post operasi belum
mengobservasi keadaan luka berkurang, skala nyeri
terhadap pembentukan bulla, 6.
Juritha
Juritha
Juritha
krepitasi dan bau drainase
Jum’at
1,3,4
10.00 WIB
1,4
yang tidak enak dan
mengkaji serta mencatat
ukuran, warna, kedalaman
10.30 WIB
1
12.00 WIB
2
Obyektif:
luka, lalu memperhatikan
Balutan post
12.30 WIB
13.00 WIB
luka.Berkolaborasi dengan
ahli gizi untuk pemberian
kering, tidak tambas.
Tampak
bengkak pada jari-jari
kaki kanan dan tungkai
bawah.
diit RKTP dan
menganjurkan pasien untuk
Tidak ada bulla,
krepitasi dan drainase.
banyak makan yang tinggi
protein, contoh (putih telur,
ikan kutuk) dan
Ada jahitan post
operasi dengan jumlah :
10
menghindari/ membatasi
S: 362 O C
jumlah kalori (contoh: nasi).
Melakukan aff infus karena
Kekuatan otot
5
5
2
5
obat telah habis maka obat
diganti dengan oral yaitu:
Asam mefenamat 3×1 tablet,
Cascidin 2×1 tablet,
Ciprofloxacin 2×1 tablet
dan Glibenclamid 3×1.
Mengobservasi KU pasien
dan TTVnya.
Mengkaji nyeri.
Berkolaborasi dengan ahli
fisioterapi dalam melatih
bergerak jari, tungkai dan
telapak kaki kanan secara
pasif (ekstensi dan fleksi)
Juritha
operasi hari ketiga
jaringan nekrotik dan
kondisi di sekitar
Juritha
Subyektif:
Pasien mengatakan
telah menghabiskan 2/3
dari porsi yang
disediakan oleh RS.
Obyektif:
Pasien tampak
mengangguk, tampak
mendengarkan dan
menuruti perintah
Juritha
dan melatih kaki kiri untuk perawat.
mengangkat secara aktif
(fleksi dan ekstensi).
Subyektif
Pasien mengatakan
sakit saat infus dilepas.
Obyektif:
Infus telah
dilepas dan obat
diberikan.
Pasien tampak
mendengarkan
penjelasan dari perawat
bahwa obat diminum
setelah makan.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kondisinya baik.
Obyektif:
TD : 110/ 70
mmHg
RR : 20 x/ menit
N : 80 x/
menit
S
: 362 oC
Subyektif:
Pasien mengatakan
nyeri pada luka post
operasi sudah
berkurang.
Obyektif:
P:
masih
sedikit nyeri jika
digunakan untuk
bergerak
Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk
sedikit berkurang
R : nyeri pada
tungkai kanan 1/3
proksimal
S
: skala
nyeri 5
T : nyeri ± 10
menit kemudian
berhenti jika posisi
nyaman dan nyeri
timbul lagi jika untuk
bergerak.
Pasien tampak
sedikit santai dan rileks.
Subyektif:
Pasien mengatakan
sudah tidak takut untuk
bergerak.
Obyektif:
Pasien tampak dibantu
oleh perawat dalam
ROM aktif dan pasif.
Mengobservasi KU, TTV
15.00 WIB
1,4
16.00 WIB
2
16.30 WIB
Subyektif:Pasien
pasien dan mengkaji tingkat mengatakan kaki
nyeri.Membantu aktivitas
kanannya masih nyeri
perawatan diri
walaupun tidak separah
kemarin, skala nyeri: 5
3
Menganjurkan pasien untuk
20.00 WIB
Ari,AmKAri,AmK
1,2,4 latihan duduk.
Obyektif:
Mengingatkan kepada
pasien untuk minum obat
P : nyeri jika
untuk bergerak
Asam mefenamat 3×1 tablet,
Cascidin 2×1 tablet,
Q : nyeri seperti
ngilu
Ciprofloxacin 3×1 tablet dan
R : nyeri pada
Glibenclamid 3×1 tablet
tungkai kanan 1/3
untuk mengontrol GDS.
proksimal
S : skala nyeri 5
T : nyeri hilang
timbul
TD : 120/ 80
mmHg
N : 82 x/ menit
S : 36 oC
RR : 22 x/
menit.
Subyektif :
Pasien mengatakan
nyaman setelah disibin
Ari,AmK
Ari,AmK
Obyektif:
Pasien tampak segar
Subyektif:
Pasien
mengatakan akan
mencoba latihan duduk
Pasien
mengatakan “ya”
Obyektif:
Pasien tampak latihan
duduk dan tampak
mengangguk.
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu rajin minum obat
setelah makan, pasien
mengatakan “iya”.
Obyektif:
Pasien tampak
mengangguk dan
mendengarkan
penjelasan perawat.
22.15 WIB
05.00 WIB
1,2
2
Mengatur posisi yang
Subyektif:Pasien
nyaman dan aman pada
mengatakan nyaman
pasien dengan posisi elevasi dengan posisi tidur
tungkai.Membantu dan
seperti ini.
Heru,AmKHeru,AmK
Heru,AmK
mendorong pasien untuk
06.00 WIB
1,3,4
06.30 WIB
1
melakukan aktivitas
perawatan diri secara
Obyektif:
Heru,AmK
Pasien tampak tertidur
Heru,AmK
bertahap.
06.45 WIB
pulas.
3
Mengingatkan kepada
Subyektif:
pasien untuk minum obat
Pasien mengatakan
Mengingatkan untuk nafas
dalam jika nyeri timbul,
mempertahankan imobilisasi
pada kaki kanan dan
akan belajar mengambil
makan sendiri tanpa
harus minta bantuan
istri
mengatur posisi tidur
terlentang dengan kaki
Obyektif:
kanan diganjal dengan
bantal
Pasien tampak
melakukan aktivitasnya
Mengubah posisi pasien
secara mandiri.
setiap 30 menit
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu rajin minum obat
Obyektif:
Pasien tampak
mengangguk dan
mendengarkan
penjelasan perawat
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu melakukan nafas
dalam jika nyeri timbul.
Obyektif:
Pasien tampak
memperagakan nafas
dalam dengan benar.
Pasien tampak
dalam posisi terlentang,
kaki kanan khususnya
pada tungkai atas dan
lutut diganjal dengan
bantal.
Subyektif:
Pasien mengatakan
rajin mengubah posisi
tidurnya
Obyektif:
Pasien tampak rileks.
3 Mei ‘08
08.00 WIB
4
3
Melakukan medikasi/
Subyektif:Pasien
perawatan post
mengatakan nyeri saat
operasiMemberikan obat
dibersihkan lukanya.
topikal (sofratulle) pada
Sabtu
09.30 WIB
2
jahitan luka post operasi.
1,4 Melatih pasien untuk
menggerakkan jari kaki
12.00 WIB
1,3,4
kanan, menggerakkan
telapak kaki kanan secara
12.30 WIB
1,4
13.00 WIB
1,2 untuk mengangkat kaki kiri
pasif dan melatih pasien
secara aktif.
Obyektif:
Pasien tampak meringis
menahan sakit, luka
tampak bersih, tidak
ada pus, bulla/
drainase, tampak
bengkak pada sekitar
area jahitan luka post
operasi, bengkak pada
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Mengobservasi KU pasien
jari kaki kanan dan
tungkai bawah.
Mengingatkan pasien untuk
minum obat
Subyektif:
Mengkaji tingkat nyeri
Pasien mengatakan
pasien dengan PQRST.
sudah tidak takut untuk
bergerak.
Mengatur posisi yang
nyaman dan aman pada
Obyektif:
pasien dengan posisi elevasi
Pasien tampak
tungkai.
menggerakkan jari kaki
kanan.
KU: baik
Subyektif:
Pasien mengatakan
akan rajin minum obat
Obyektif:
Pasien mendengarkan
dan melaksanakan
perintah perawat.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kakinya sebelah kanan
nyeri tetapi sudah
sedikit berkurang,
skala: 4
Obyektif:
P : nyeri jika
untuk bergerak
Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk
R : nyeri pada
tungkai kanan 1/3
proksimal
S : skala nyeri 4
T: nyeri kadangkadang saja jika
digunakan untuk
bergerak
Subyektif:
Pasien mengatakan
nyaman dengan posisi
tidur seperti ini.
Obyektif:
Pasien tampak tertidur
pulas.
15.00 WIB
16.00 WIB
1
1,3
Mengingatkan untuk nafas
Subyektif:Pasien
dalam jika nyeri timbul,
mengatakan selalu
mempertahankan imobilisasi melakukan nafas dalam
pada kaki kanan dan
18.30 WIB
jika nyeri timbul.
1,3,4 mengatur posisi tidur
terlentang dengan kaki
kanan diganjal dengan
bantalMembantu aktivitas
perawatan diri
Obyektif:
Pasien tampak
berbaring dalam posisi
terlentang, kaki kanan
khususnya pada tungkai
Ari,AmKAri,AmK
Ari,AmK
Mengingatkan kepada
atas dan lutut diganjal
pasien untuk minum obat
dengan bantal.
Asam mefenamat 3×1 tablet,
Cascidin 2×1 tablet,
Pasien tampak
tenang dan santai
Ciprofloxacin 3×1 tablet dan
Glibenclamid 3×1 tablet
untuk mengontrol GDS.
Subyektif:
Pasien mengatakan
nyaman setelah disibin
Obyektif:
Pasien tampak segar
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu berhati-hati
dalam makan sehingga
gula darahnya tidak
meningkat.
Pasien mengatakan
selalu rajin minum obat
setelah makan.
Obyektif:
Pasien tampak
menjelaskan yang
dilakukan pada perawat,
pasien mengangguk.
22.00 WIB
1,2
Mengatur posisi yang
Subyektif:Pasien
nyaman dan aman pada
mengatakan nyaman
pasien dengan posisi elevasi dengan posisi tidur
Heru,AmKHeru,AmK
Heru,AmK
tungkai.Mengobservasi KU seperti ini.
05.00 WIB
06.00 WIB
1,4
3
pasien dan mengkaji tingkat
nyeri pasien dengan PQRST.
Melakukan ubah posisi
pasien dengan sering ke
kanan dan ke kiri.
Obyektif:
Pasien tampak tertidur
pulas.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kakinya sebelah kanan
masih nyeri tapi sudah
sedikit berkurang, skala
nyeri: 4
Obyektif:
P : nyeri jika
untuk bergerak
Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk
R : nyeri pada
tungkai kanan 1/3
proksimal
S : skala nyeri 4
T : nyeri
kadang-kadang saja jika
digunakan untuk
bergerak
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu rajin untuk
mengubah posisi
tidurnya.
Obyektif:
Pasien tampak
mengubah posisi
tidurnya dengan miring
ke kiri, kanan dan
setengah duduk.
Evaluasi Formatif
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso
Tanggal/Jam
No. Dx
Evaluasi formatif
S : Pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya, masih
Kamis
1
1 Mei ‘08
2
14.00 WIB
3
4
TTD
Juritha
terasa jika untuk bergerak tapi berkurang dengan nafas dalam,
skala nyeri:6O : P : Nyeri jika untuk bergerak
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : Nyeri pada luka post operasi hari kedua pada tungkai
sebelah kanan, 1/3 proksimal mendekati lutut.
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan dan
tidak bergerak.
Pasien tampak menahan sakit, ekspresi wajah tegang
A : Masalah nyeri akut belum teratasi
Juritha
Juritha
Juritha
P : Lanjutkan intevensi:
1.
Kaji tingkat nyeri.
Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien
Atur posisi aman dan nyaman
Imobilisasikan bagian yang sakit
Lakukan program terapi dari dokter
S : Pasien mengatakan masih takut jika untuk bergerak, pasien
mengatakan nyeri jika untuk bergerak.
O : Pasien tampak bedrest, posisi pasien tidur terlentang
dengan elevasi tungkai paha kanan pasien diatas bantal,
pasien tampak takut dan kesakitan jika untuk bergerak,
aktivitas kebutuhan pasien sehari-hari dibantu keluarga dan
pasien tampak lemah.
Kekuatan otot
5
5
2
5
A : Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi
P : Lanjutkan intevensi:
1. Pertahankan tirah baring
Atur posisi elevasi tungkai
Kolaborasi dengan Fisioterapi
S : Pasien mengatakan bersedia rajin untuk mengatasi posisi
dan bersedia untuk dilakukan tidakan keperawatan yaitu
perawatan luka, pasien mengatakan telah menghabiskan 2/3
dari porsi yang disediakan oleh RS.
O : Tampak 10 jahitan pada luka post ORIF, balutan luka
tampak bersih, tidak terdapat jaringan nekrotik, tampak kulit
yang dijahit belum menyatu.
A : Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi:
1.
Ubah posisi dengan sering
Lakukan perawatan pada area kulit yang di operasi.
Kaji adanya jaringan nekrotik.
Lanjutkan pemberian obat topikal (sofratulle).
Pemberian diit RKTP.
S :
Pasien mengatakan balutan luka belum diganti sejak
kemarin.
O : Balutan tampak tidak merembes, pasien tidak terpasang
drain, tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada bengkak,
TD : 110/ 70 mmHg,N : 84 x/ menit, S
: 366 oC, RR : 22 x/
menit
A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi:
1. Pantau KU & monitor TTV
Lakukan perawatan luka
Anjurkan banyak makan tinggi protein, vitamin C dan
D
Kolaborasi pemberian antibiotik
S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi hari ketiga Juritha
Jum’at
2 Mei ‘08
14.00 WIB
1
2
3
4
sudah berkurang.O : P : masih sedikit nyeri jika untuk
bergerak
Q : nyeri seperti ngilu sedikit berkurang
R : nyeri pada tungkai kanan 1/3 proksimal
S : skala nyeri 5
T: nyeri ± 10 menit kemudian berhenti jika posisi nyaman
dan nyeri timbul jika untuk bergerak.
Pasien tampak sedikit santai dan rileks, TD: 110/ 70 mmHg,
N: 80 x/ menit, S: 363 oC, RR: 20 x/ menit
A : Masalah nyeri akut teratasi sebagi
Disusun oleh
Kelompok 3
Nama anggota :
1. Silvia chandra murniasi
2. Sifah fauziah
3. Melliana
4. Gesti mediana
Jus juansyah
Guru pembimbing
SMK KESEHATAN WAHANA MEDICA METRO
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang
yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson,
1995 : 1183).
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial
untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).Jadi berdasarkan pengertian diatas fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.
2. Etiologi
1.
Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2.
Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
3. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996:
356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau
tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot
trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000:
346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000:
299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
4. Pengobatan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi
konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari
reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi
interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian
yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang
agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan
luka
akibat
penekanan,
hilangnya
kekuatan
otot.
(Long,
1996:
378)
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346).
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan
pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi. (Price, 1995: 1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri
yang hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)
5. Klasifikasi
a.
Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya
tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar
b. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from
within (dari dalam), atau from without (dari luar).
c.
Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah
fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan
infeksi tulang
6. Manifestasi Klinis
a.
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di
ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
c.
Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
d. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
e.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah
cedera.
7. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang
kompleks.
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat
perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah
8. Komplikasi
a.
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal
c.
Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam
satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
e.
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f.
Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam
pai 80 fraktur tahun.
g. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil
dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada
perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
h.
Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi
pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat
i.
Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
j.
Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik
abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik
dan vasomotor instability.
9. Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
i. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama
untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota
gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
ii.
Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya
menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau
metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan.
iii.
Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan
umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan
gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
iv. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan
ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
b. Penatalaksanaan pembedahan.
i.
Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan
dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
ii.
Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction
internal Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah
fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang
yang patah
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.H DENGAN DIAGNOSA FRAKTUR
A.
Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 April 2008 hari Rabu jam 09.00 WIB. Data diperoleh
dari pasien, keluarga pasien, catatan keperawatan pasien dan tim kesehatan lainnya dengan
metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa.
1.
Identitas Pasien
Nama
: Tn. H
Umur
: 49 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: SD
Alamat
: Wonosari 4/2, Magelang, Muntilan
Agama
: Katholik
Tanggal masuk
: 22 April 2008
No. RM
: 147689
Diagnosa Medis : Fraktur tibia 1/3 proksimal dextra
2.
Identitas Penanggung Jawab
Nama
: Ny. I
Umur
: 49 tahun
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Pendidikan
: SD
Alamat
: Wonosari 4/2, Magelang, Muntilan
Hubungan dengan pasien
3.
: Istri pasien
Keluhan Utama
Nyeri pada tungkai kanan bagian bawah
4.
Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami patah tulang pada tungkai kanan dan
mengalami nyeri berat, skala nyeri 6. Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor pada hari
Sabtu tanggal 19 April 2008, ± 10 hari yang lalu sewaktu pulang dari bekerja jam 19.00
WIB. Pasien mengatakan mengendarai sepeda motor sendiri untuk menuju ke rumah
kemudian terserempet sepeda motor lain dan terjatuh dengan posisi tengkurap ke kanan.
Kemudian tungkainya yang sebelah kanan terkena aspal jalan karena pasien menggunakan
tungkai kanannya sebagai tumpuan. Oleh sebab itu pasien menderita patah tulang. Saat jatuh
pasien tidak pingsan. Beberapa saat setelah kecelakaan pasien dibawa ke RS Muntilan tidak
diberikan pengobatan hanya dilakukan pembidaian dan diberi perban. Pasien dirawat di RS
Muntilan ± 3 hari. Kemudian atas permintaan keluarga pasien dirujuk ke RSO Prof. Dr. R.
Soeharso, Surakarta pada hari Selasa tanggal 22 April 2008 jam 19.00 WIB. Di IGD pasien
mendapatkan terapi pemasangan infus RL 20 tpm (tetes per menit) pada tangan kiri kemudian
pukul 22.00 WIB pasien dipindahkan ke bangsal Cempaka. Keesokan harinya pasien
dilakukan pemeriksaan rontgen, laboratorium serta EKG (Elektro Kardio Grafi). Sekarang
pada saat pengkajian yaitu Rabu tanggal 30 April 2008 pasien mengatakan nyeri pada tungkai
kakinya sebelah kanan post operasi hari pertama. Nyeri timbul jika untuk bergerak, nyeri
seperti tertusuk-tusuk, nyeri berlangsung terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan tidak
bergerak. Saat ini pasien mendapatkan terapi injeksi Cefotaxime 2×1 gram per IV (Intra
Venous) dan injeksi Ketorolac 3×1 ampul per IV infus. Selain itu pasien juga mendapatkan
terapi injeksi Actrapid 4 IU setiap sebelum makan.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat inap di RS. Bila sakit pasien langsung
dibawa ke Puskesmas/ mantri di daerahnya. Keluarga pasien mengatakan bahwa sebelumnya
pasien tidak pernah mengalami kecelakaan sepeda motor seperti sekarang ini dan belum
pernah dioperasi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, jantung dan hipertensi.
Tetapi sekarang ini pasien menderita penyakit DM (Diabetes Mellitus) terbukti dengan kadar
GDS (Gula Darah Sewaktu) tanggal 29 April 2008 yaitu 198 mg/dl dan gula darah 2 jam PP
(Post Prandial) yaitu 225 mg/dl.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami kecelakaan.
Pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang mengalami sakit yang diderita
suaminya. Di dalam keluarganya juga tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti
DM, hipertensi, jantung dan penyakit menular seperti TBC, AIDS, Hepatitis. Pasien juga
mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai alergi baik obat-obatan
maupun makanan.
5.
Pola Kehidupan Sehari-hari
Pola persepsi kesehatan
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan bahwa ia dan keluarganya sangat memperhatikan
masalah kesehatan. Jika ada anggota keluarga yang sakit, segera diberi obat atau
diperiksakan ke Puskesmas atau mantri.
Selama sakit
: Keluarga pasien mengatakan bahwa kesehatan itu mahal harganya jadi
keluarga akan merawat Tn. H dengan baik. Pasien mengatakan jika sudah sembuh nanti akan
lebih memperhatikan kesehatan dan akan berhati-hati jika naik kendaraan.
Pola Nutrisi
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan biasanya makan 3x/ hari dengan menu nasi, sayur
(bayam, buncis, wortel, kangkung), lauk (tempe, telur, tahu, daging). Porsi 1 piring habis.
Pasien tidak suka makanan (sayuran yang bersantan contohnya: sayur nangka, kluwih, dan
opor). Pasien biasa minum 6-7 gelas perhari ± 1400 cc, pasien biasanya minum air putih dan
teh.
Selama sakit
: Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu yang disediakan
RS yaitu nasi, sayur, lauk, buah, porsi makan sedang tetapi pasien hanya makan dan habis ½
porsi makanan karena masakan yang disediakan dari RS tidak enak. Setiap sebelum makan
pasien selalu diberikan injeksi Actrapid 4 IU (IntraUnit) pada lengannya secara SC
(SubCutan). Pasien minum air putih ± 5-6 gelas setiap harinya ± 1200 cc. Diit dari RS yaitu
RKTP ( Rendah Kalori Tinggi Protein ).
Pola Eliminasi
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan BAB (Buang Air Besar) 1 kali sehari biasanya saat
pagi hari dengan konsistensi feses lunak, warna kuning kecoklatan, bau khas, tidak ada
lendir/ darah, tidak ada keluhan. Pasien mengatakan sehari BAK (Buang Air Kecil) 7-8 x/
hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan bau khas.
Selama sakit
: Pasien mengatakan semenjak dirawat, BAB tidak ada masalah tetap 1
kali dalam sehari tetapi waktunya tidak tentu. Warna feses kuning kecoklatan, bau khas dan
tidak ada lendir/ darah. Pasien mengatakan BAK 4-5 x/ hari dengan konsistensi jernih,
kekuningan dan bau khas. Pasien BAB dan BAK dibantu oleh keluarga dengan
menggunakan pispot.
Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan tidur malam ± 5-6 jam dimulai pukul 22.00–04.00
WIB, tidurnya tidak ada gangguan. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak pernah tidur
siang.
Selama sakit
: Pasien mengatakan tidur setelah minum obat. Selama di RS Ortopedi
pasien bisa tidur tetapi jika nyeri bekas operasi kambuh pasien terbangun. Pasien tidur
malam ± 8 jam dimulai pukul 21.00–05.00 WIB dan tidur siang ± 2 jam dimulai pukul
12.00–14.00 WIB. Pasien tidur dengan posisi elevasi tungkai.
Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai sopir. Berangkat jam
06.00 pagi dan pulang tidak tentu, tapi rata-rata pulang jam 20.00 WIB. Keseharian pasien
hanya dilakukan untuk bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pasien
tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada di desanya karena pekerjaannya yang selalu pulang
malam.
Selama sakit
: Pasien mengatakan izin bekerja selama masih sakit. Pasien mengatakan
aktivitas sehari-harinya dibantu keluarga yang tidak lain adalah istrinya (Ny. I). Untuk
makan disuapi, minum diambilkan, BAK dan BAB dengan pispot. Pasien dibantu keluarga
karena tidak bisa bergerak. Pasien setiap pagi disibin oleh istrinya.
Kemampuan perawatan diri
0
1
2
PP
Makan/minum
Mandi
Toilet
Berpakaian
Mobilitas ditempat tidur
Berpindah ambulasi (ROM)
Keterangan :
0
: Mandiri
1
: Dibantu dengan alat
2
: Dibantu orang lain/keluarga/perawat
3
: Dibantu orang lain dan alat
4
: Tergantung sepenuhnya
P
3
4
Pola Kognitif
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan tidak tahu bahaya dari patah tulang jika tidak segera
diatasi.
Selama sakit
: Pasien mengatakan sudah tahu tentang tindakan penangananan dari patah
tulang yang sedang dideritanya, pasien mendapatkan informasi dari dokter dan perawat yang
merawatnya.
Pola Konsep Diri
1)
Gambaran diri : Pasien mengatakan sedih dengan keadaannya saat ini, tetapi pasien
bisa menerima kondisinya saat ini karena masih banyak orang yang lebih menderita.
2)
Harga diri
: Pasien mengatakan tidak malu/ rendah diri dengan keadaannya
sekarang ini, keluarga dan sahabat selalu memberi semangat menjalani hidup.
3)
Peran
: Pasien mengatakan perannya sebagai ayah, kepala keluarga, dan
pencari nafkah. Sekarang ini pasien tidak bisa lagi bekerja karena kondisi pasien yang
sedang sakit. Untuk biaya RS pasien menggunakan uang tabungannya di Bank.
4)
Identitas
: Pasien mengatakan bahwa dirinya sebagai seorang ayah yang berumur
49 tahun dan beragama Katholik.
5)
Ideal diri
: Pasien berharap untuk cepat sembuh sehingga dapat beraktivitas
seperti sediakala sebelum sakit dan dapat berkumpul dengan keluarga, saudara, dan sahabat.
Pola Hubungan Pasien
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga, teman, tetangga baik tidak
ada masalah.
Selama sakit
: Pasien mengatakan hubungan dengan dokter, perawat di RS Ortopedi dan
dengan pasien lain baik. Istri selalu setia menunggu pasien di RS (Rumah Sakit).
Pola Seksual dan Reproduksi
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya. Pasien
mengatakan masih melakukan hubungan seksual dengan istrinya ± 2 kali dalam seminggu.
Selama sakit
: Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya. Pasien
mengatakan selama dirinya dirawat di RS pasien belum melakukan hubungan seksual dengan
istrinya karena saat ini yang dipikirkan pasien adalah tungkai kakinya bisa cepat sembuh.
Pola Koping dan Toleransi Peran
Sebelum sakit
: Bila ada masalah, pasien menceritakan kepada keluarga. Pasien
mengatakan bila ada masalah maka diselesaikan secara musyawarah.
Selama sakit
: Pasien mengatakan berusaha sabar, pasrah dan menerima keadaannya
serta menyerahkan kepada Tuhan dengan keadaannya saat ini, serta menyerahkan
pengobatannya kepada tim medis RS Ortopedi.
Pola Nilai dan Kepercayaan
Sebelum sakit
: Pasien mengatakan selalu rajin sembahyang ke gereja setiap 1 minggu
sekali pada hari Sabtu sore bersama istri dan anak-anaknya.
Selama sakit
: Pasien mengatakan tidak bisa menjalankan ibadah karena keadaannya
sekarang ini tetapi pasien selalu berdo’a kepada Tuhan agar cepat diberi kesembuhan.
6.
Pemeriksaan Umum pada tanggal 30 April 2008 jam 09.00 WIB
1.
Keadaan umum
: Sedang
2.
Kesadaran
: Compos mentis
3.
Tanda-tanda vital :
1)
TD (Tekanan Darah) : 130/90 mmHg
2)
N (Nadi)
: 80 x/ menit
3)
S (Suhu)
: 367 oC
4)
RR (Respirasi)
: 24 x/ menit
GCS (Glasgow Coma Scale) : E4 V5 M6
1.
Kepala
: Mesochepal, tidak terdapat lesi.
2.
Rambut
: Kulit kepala bersih, rambut hitam, lurus, tidak beruban,
rambut pendek, tidak berketombe, rambut bersih.
3.
Mata
: Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak
ada nyeri tekan, tidak ada gangguan penglihatan, pupil isokor.
4.
Telinga
: Simetris, bersih, tidak ada gangguan pendengaran, tidak
terdapat serumen, tidak ada nyeri saat telinga ditekan dan ditarik.
5.
Hidung
: Simetris, bersih, tidak ada polip, tidak ada gangguan
penciuman, tidak ada massa, tidak ada sekret, tidak ada nyeri tekan, tidak ada perdarahan,
tidak terpasang O2.
6.
Mulut
: Mulut berbau, gigi tidak caries, lidah kotor, tidak ada
stomatitis, tidak memakai gigi palsu, fungsi pengecapan baik, membran mukosa bibir
lembab.
7.
Wajah
: Tampak segar, tampak bekas luka jatuh tetapi luka sudah
mengering, kening berkerut menahan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan.
8.
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, simetris, tidak ada
nyeri tekan dan nyeri telan, tidak ada peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure).
9.
Dada
7.
Pemeriksaan Fisik
1)
Jantung
:
:
a) Inspeksi
: IC (Ictus Cordis) tidak nampak
b) Palpasi
: IC (Ictus Cordis) tidak kuat angkat
c) Perkusi
: Pekak, batas jantung kesan tidak melebar
d) Auskultasi
: Bunyi jantung I dan II normal terdengar lupdup, bising negatif,
tidak ada suara tambahan.
2)
Paru-paru
:
a) Inspeksi
: Pengembangan paru kanan dan kiri simetrik
b) Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan, gerakan fokal fremitus antara kanan dan
kiri sama.
c) Perkusi
: Bunyi paru resonan
d) Auskultasi
: Suara dasar paru normal, terdengar vesikuler, tidak ada whezzing.
3)Abdomen
a)
:
Inspeksi
: Tidak ada asites, tidak ada nodul, bentuk simetris, kontur
kulit lentur, tidak ada benjolan/ massa.
b)
Auskultasi
c)
Perkusi
: Bising usus 16 x/ menit
: Tidak ada pembesaran pada hati, tidak ada nyeri tekan,
suara tympani.
d)
4) Genetalia
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.
: Menolak dilakukan pemeriksaan. Tidak terpasang kateter. Untuk BAB
dan BAK dengan pispot.
5) Ekstremitas : 5
5
2
5
Ekstremitas atas: Tangan kanan dan kiri dapat melawan tahanan pemeriksa dengan
kekuatan maksimal, tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm (tetes per menit), tidak ada luka
pada ekstremitas atas, dapat digerakkan dengan bebas, dan tidak ada edema.
Ekstremitas bawah
:
a)
Kanan
: Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi, tungkai kanan
terpasang balutan bekas operasi hari pertama, balutan kering, tidak tambas, tampak pada jarijari kaki kanan mengalami pembengkakan, tidak terpasang drain.
P (Paliatif)
: tungkai sebelah kanan, nyeri jika untuk bergerak
Q (Quality)
: nyeri seperti tertusuk-tusuk
R (Regio)
: tungkai sebelah kanan menempel lutut (sebelah 1/3 proksimal pada tulang
tibia).
S (Scale)
: skala nyeri: 6 saat dilakukan pengkajian post operasi hari kedua.
T (Time)
: terus menerus berhenti jika posisi enak dan tidak bergerak.
b)
Kiri
: Pasien dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal,
tampak pada lutut dan di bawah lutut sebelah kiri luka-luka post trauma, luka sedikit kering
dan warna merah.
6) Kulit
: Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik (< 2 detik), tidak ada biang
keringat, tidak ada decubitus, pada tungkai kaki kanan yang telah di operasi ORIF
adanya 10 jahitan, daerah luka tampak berwarna kemerahan dan bengkak.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 22 April 2008
1. Pemeriksaan penunjang
Jenis pemeriksaan
LED
Hasil
Satuan
Normal
6
Mm
0-10
14,9
gr/dl
13-16
17.300
/mm3
5.000-10.000
266.000
/mm3
200.000-500.000
Hb
Leukosit
Trombosit
HCT
Masa perdarahan
Masa pembekuan
tampak
Hitung
jenis :Eosinofil
Basofil
10.
Batang
11.
Segmen
12.
Limfosit
13.
Monosit
14.
Protein total
15.
Albumin
16.
Globulin
17.
SGOT
18.
SGPT
19.
Alkali fosfat
20.
Ureum
21.
Kreatinin
22.
GDS
23.
Uric acid
24.
Cholesterol acid
25.
Trigliserid
26.
HBSAg
27.
Golongan darah : O
44
Vol %
40-48
2
Menit
1-3
4
Menit
2-6
1
%
1-3
–
%
0-3
–
%
2-6
67
%
50-70
28
%
20-40
4
%
2-8
6,6
gr/dl
6-8
3,6
gr/dl
3,5-5,5
3
gr/dl
1,3-3,3
14
U/L
< 37
17
U/L
< 42
246
U/L
60-300
47
mg/dl
10-50
1,0
mg/dl
0,6-1,1
198
mg/dl
70-100
2,4
mg/dl
3,4-7
173
£ 220
290
£ 150
Negatif
Negatif
1. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu) dan GDP (Gula Darah Puasa) tanggal 29
April 2008
GDP
GDS
: 146 mg/dl
: 189 mg/dl
2. Pemeriksaan rontgen pada tanggal 22 April 2008
Tampak gambaran fraktur pada tibia dextra 1/3 proksimal.
3. Pemeriksaan Rontgen pada tanggal 30 April 2008 (post operasi ORIF dan
debridement).
2. Terapi tanggal 30 April 2008
1.
Infus RL 20 tpm
2.
Injeksi Cefotaxime 2×1 gram per Intra Venous
3.
Injeksi Ketorolac 3×1 ampul per Intra Venous
4.
Injeksi Actrapid 4 IU sebelum makan 3×1 di lengan kanan/kiri.
5.
Diit RKTP
6.
Posisi elevasi tungkai
7.
Observasi VS (Vital Sign)/ KU (Kondisi Umum) dan perdarahan
8.
Ambulasi dengan menggunakan walker
9.
Perawatan luka
10.
Fisioterapi
11.
Jenis tindakan operasi : ORIF dan dedridement
12.
Obat oral :
Asam mefenamat 3×1 tablet
Cascidin (calcium dan multivitamin) 2×1 tablet
Ciprofloxacin 2×1 tablet
Glibenclamid diminum tanggal 1 Mei 2008
1.
Analisa Data
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R Soeharso
Tgl/Jam
1-05-08
08.00
WIB
Data fokus
Problem
Etiologi
DS :Pasien mengatakan nyeri pada Nyeri akut
Agen-agen yang
luka post operasi hari kedua pada
menyebabkan cidera
tungkai kakinya sebelah kanan,
fisik, luka insisi post
skala nyeri: 6
operasi.
DO :
1. P : Tungkai sebelah kanan nyeri
jika untuk bergerak
2. Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
3. R : Tungkai sebelah kanan
menempel lutut (sebelah 1/3
proksimal tepatnya pada tulang
tibia)
TTD
Juritha
4. S
: Skala nyeri: 6
5. T : Nyeri terus menerus
berhenti saat posisi enak dan
tidak bergerak
6. Pasien tampak menahan sakit
7. Ekspresi wajah pasien tampak
tegang
8. TTV : TD : 130/ 90 mmHg
N : 80 x/ menit
S
: 367 oC
RR : 24 x/ menit
9. Pasien tampak takut
menggerakkan kakinya sebelah
kanan
1-05-08
08.00
WIB
DS :1. Pasien mengatakan takut
Hambatan
Kerusakan
untuk bergerak dan nyeri pada
mobilitas
neuromuskuler dan
tungkai kakinya sebelah kanan jika fisik
muskuloskeletal, nyeri
untuk bergerak
post operasi
Pasien mengatakan kaki
kanan tidak bisa digerakkan dan
nyeri jika untuk bergerak
DO :
1. Pasien tampak bedrest, posisi
elevasi tungkai
Juritha
2. Tampak balutan post operasi hari
kedua
Pasien tampak lemah
Pasien tampak takut
bergerak
Dalam aktivitasnya pasien
dibantu oleh keluarga dan perawat
Pasien tampak membatasi
gerakan
Tampak pada tungkai dan
kaki sebelah kanan bengkak
1-05-08
08.00
DS :Pasien mengatakan ini hari
Risiko
Luka insisi bedah,
kedua post operasi
infeksi
prosedur invasif,
kehancuran jaringan
DO :
WIB
1. Tampak pada tungkai kanan 1/3
proksimal terpasang balutan luka
post operasi, balutan kering, tidak
tambas
2. Pasien tidak terpasang drain di
tungkai kaki kanannya
3. Leukosit : 17.300/ mm3
4. GDP : 146 mg/dl, GDS : 189
mg/ dl
5. Hasil rontgen didapatkan
gambaran tibia 1/3 proksimal post
platting dengan 5 sekrup dan
pinning os fibula 1/3 proksimal 4
Juritha
sekrup
DS :Pasien mengatakan terdapat
1-05-08
08.00
Kerusakan
luka bekas operasi pada tungkainya integritas
Bedah perbaikan dan
Juritha
imobilisasi
kulit
DO :
WIB
1. Tampak adalanya luka post
ORIF pada tungkai kaki kanan, 10
jahitan
2. Daerah luka post ORIF tampak
kemerahan dan bengkak
Prioritas Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik, luka
insisi post operasi.
2.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan
muskuloskeletal, nyeri post operasi.
3.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bedah perbaikan dan imobilisas
4.
Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah, prosedur invasif.
Intervensi
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso
Tanggal/Jam No.
Dx
1
1 Mei ‘08
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Rasional
Hasil
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Ajarkan dan dorong
Untuk mengetahui
selama 3×24 jam
08.00 WIB
diharapkan nyeri
berkurang atau hilang
dengan kriteria hasil:
untuk manajemen stress
perkembangan kesehatan klien
(relaksasi, nafas dalam,
Mengurangi nyeri dan
imajinasi, sentuhan terapeutik). pergerakan.
Monitor TTV dan
Skala nyeri 2-3. observasi KU pasien dan
Nyeri dan spasme diko
dengan imobilisasi.
Ekspresi wajah keluhan pasien.
santai dan tenang
TTV dalam
Atur posisi yang aman
menurunkan nyeri.
dan nyaman.
batas normal.
Pasien tampak
Program pengobatan un
Pertahankan imobilisasi
pada bagian yang sakit.
rileks.
Kolaborasi dengan
Kaji tingkat
nyeri dengan standar
dokter dalam pemberian
analgetik.
PQRST.
Mengetahui
tindakan keperawatan yang
diberikan sesuai dengan
tingkatan nyeri.
Memfokuskan
kembali perhatian koping
terhadap stress sehingga dapat
menurunkan nyeri.
2
1 Mei ‘08
08.00 WIB
Setelah dilakukan
(Range Of Motion) pasif dan
tindakan keperawatan
aktif.
Posisi elevasi mengura
edema.
selama 3×24 jam
diharapkan masalah
hambatan mobilitas
fisik dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
Bantu dan dorong pasien
untuk melakukan aktivitas
mobilitas pasien
meningkat.
otot.
perawatan secara bertahap.
Meningkatkan kekuatan
Beri bantuan dalam
menggunakan alat gerak.
Kemampuan
Meningkatkan kekuatan
Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk melatih pasien.
Meminimalkan
Pasien menjadi nyeri dan mencegah salah posisi.
otot.
Mobilisasi menurunkan
komplikasi.
Melatih otot dan sendi-
tidak takut untuk
sendi agar tidak mengalami
bergerak.
kontraktur dan komplikasi.
Pasien mampu
beraktivitas secara
bertahap.
Pasien mampu
menggunakan alat bantu
gerak.
Pertahankan
tirah baring dan melatih
tangan serta ekstremitas
sakit dengan lembut.
Atur posisi
elevasi tungkai.
Latih dan bantu
ROM
3
1 Mei ‘08
08.00 WIB
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3×24 jam
diharapkan tidak terjadi
kerusakan integritas
kulit dengan kriteria
hasil:
Meminimalkan risiko
terjadinya decubitus.
Mencegah terjadinya
kerusakan kulit.
Mengetahui indikasi
keefektifan dan terapi yang
Pasien
mengatakan
ketidaknyamanan
diberikan.
Mempercepat proses
regenerasi jaringan.
hilang.
Pasien mencapai
proses penyembuhan
secara maksimal dengan
cepat.
Pasien
Mempercepat proses
penyembuhan.
menunjukkan regenerasi
jaringan pada area yang
luka.
Ubah posisi
pasien dengan sering.
Lakukan
perawatan pada area
kulit yang dilakukan
tindakan bedah.
Kaji/ catat
ukuran, warna,
kedalaman luka,
perhatikan jaringan
nekrotik dan kondisi di
sekitar luka.
Kolaborasi
dengan dokter dalam
pemberian obat-obatan
topikal.
Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk
pemberian diit.
4
1 Mei ‘08
08.00 WIB
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3×24 jam
diharapkan tidak terjadi
infeksi dengan kriteria
Perhatikan adanya
keluhan peningkatan nyeri.
Kaji tonus otot dan
refleks tendon.
penyembuhan luka dan menceg
infeksi.
Mengetahui tanda-tand
Selidiki adanya nyeri
hasil:
Mempercepat
infeksi gas gangren.
yang muncul tiba-tiba.
TTV dalam
batas normal.
Tidak ada
bengkak.
Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
antibiotik dan Vitamin C
Mengetahui
Mencegah terjadinya
kerusakan kulit yang lebih luas
Untuk mengidentifikas
keluhan nyeri.
Mengkaji tanda-tanda
Luka tidak
tambas, kering dan
bersih.
perkembangan kesehatan pasien. tetanus.
Merupakan indikasi
terjadinya osteomyelitis.
Tidak ada tandatanda infeksi.
Program pengobatan un
mencegah infeksi.
Mencapai
penyembuhan luka
nitrogen positif dan meningkat
sesuai waktu.
Bebas drainase
purulen atau eritema
dan demam.
Pantau
KU pasien dan monitor
TTV, kaji tanda-tanda
infeksi.
Lakukan
perawatan luka dengan
tepat dan steril.
Observas
i keadaan luka terhadap
pembentukan bulla,
krepitasi dan bau
drainase yang tidak
enak.
Inspeksi
kulit terhadap adanya
iritasi.
Untuk menjamin keseimbanga
proses penyembuhan.
Implementasi
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso
TTD
Tanggal/jam
No
Implementasi
Respon pasien
Dx
Mengobservasi KU (Kondisi Subyektif:Pasien
1 Mei ‘08
08.00 WIB
1,4
1
Umum), TTV (Tanda-Tanda mengatakan nyeri pada
Vital) pasien dan mengkaji tungkai kakinya yang
tingkat nyeri pasien dengan sebelah kanan setelah
Kamis
3
08.30 WIB
2
PQRSTMengajarkan nafas
12.00 WIB
1,4
imobilisasi pada kaki kanan
Juritha
Juritha
P: Nyeri jika
untuk bergerak
kanan diganjal dengan
bantal
14.00 WIB
Q: Nyeri seperti
tertusuk-tusuk
S : Skala nyeri
Mengubah posisi pasien
dengan sering ke kanan dan
ke kiri.
6
T : Nyeri terus
menerus
berhenti jika
Melatih pasien untuk
posisi nyaman dan tidak
menggerakkan jari kaki
bergerak
kanan, menggerakkan
Hasil rontgen:
telapak kaki kanan secara
tampak gambaran
aktif dan melatih pasien
fraktur tibia 1/3
untuk mengangkat kaki kiri proksimal dengan post
secara aktif.
platting os tibia dengan
5 sekrup dan post
Mengobservasi TTV dan
KU pasien.
Juritha
Obyektif:
dan mengatur posisi tidur
terlentang dengan kaki
Juritha
dioperasi, skala nyeri 6
dalam, mempertahankan
09.45 WIB
Juritha
pinning 4 sekrup.
Subyektif:
Pasien mengatakan bisa
melakukan nafas dalam
jika nyeri timbul.
Obyektif:
Pasien tampak
memperagakan nafas
dalam dengan benar.
Pasien tampak
posisi terlentang, kaki
kanan khususnya pada
tungkai atas dan lutut
diganjal dengan bantal.
Pasien tampak
rileks.
Subyektif:
Pasien mengatakan
bersedia untuk ubah
posisi.
Obyektif:
Pasien tampak
mengubah posisi
tidurnya dengan miring
kiri, kanan, setengah
duduk.
Subyektif:
Pasien mengatakan
takut untuk bergerak.
Obyektif:
Pasien tampak
dibantu perawat dalam
bergerak ROM aktif dan
pasif.
Tampak jari-jari
kanan pasien
digerakkan dengan hatihati.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kadang nyeri timbul
lagi jika untuk
bergerak.
Obyektif:
TD : 110/ 70 mmHg
S
: 36 6 o C
N : 84 x/ menit
RR : 22 x/ menit
Mengatur posisi yang aman Subyektif:Pasien
14.30 WIB
15.30 WIB
16.00 WIB
1,2
1
4
dan nyaman pada pasien
mengatakan nyaman
dengan elevasi
dengan posisi tidur
tungkaiMengkaji tingkat
seperti ini.
Ari,AmKAri,AmK
Ari,AmK
Ari,AmK
nyeri
Obyektif:
Memantau tanda-tanda
Ari,AmK
17.00 WIB
1,3,4 infeksi yaitu rubor, kalor,
Pasien tampak tertidur.
dolor, tumor dan fungsiolesa
19.30 WIB
4
serta mengobservasi
keadaan luka terhadap
pembentukan bulla,
krepitasi dan drainase.
Memberikan injeksi sesuai
dengan advise dokter yaitu:
Subyektif:
Pasien mengatakan
nyeri pada pangkal
tungkai kaki sebelah
kanan kadang masih
terasa jika untuk
bergerak dan berkurang
injeksi Cefotaxime 2×1
dengan nafas dalam,
gram per IV infus
skala nyeri: 6.
injeksi Ketorolac 3×1 ampul Obyektif:
per IV infus
P : nyeri jika
injeksi Actrapid 4 IU per SC untuk bergerak
Q : nyeri seperti
Menginspeksi kulit terhadap
adanya iritasi,
memperhatikan adanya
keluhan peningkatan nyeri
dan menyelidiki adanya
nyeri yang muncul tiba-tiba.
ngilu
R : nyeri pada
pangkal paha
S : skala nyeri 6
T : nyeri terus
menerus berhenti jika
posisi nyaman
Subyektif:
Pasien mengatakan
balutan luka post
operasi belum diganti
sejak kemarin, skala
nyeri : 5
Obyektif:
Balutan tidak
merembes
Disekitar luka
tidak merembes
S : 36 0C
Tampak
bengkak pada luka
Kekuatan otot
5
5
2
5
Subyektif:
Pasien mengatakan
tidak sakit waktu
disuntik.
Obyektif:
Cefotaxime dan
Ketorolac masuk semua
lewat selang infus tanpa
tumpah.
Injeksi Actrapid
masuk tanpa tumpah
pada lengan sebelah kiri
Subyektif:
Pasien bersedia
diinspeksi dan dikaji.
Pasien
mengatakan tidak
terjadi peningkatan
nyeri.
Pasien
mengatakan nyeri terus
menerus dan berhenti
jika posisi nyaman.
Obyektif:
Pasien tampak
tenang dan santai.
Terkadang
kening tampak
mengkerut menahan
nyeri.
Mengkaji reflek tendon dan Subyektif:Pasien
21.30 WIB
4
06.00 WIB
2
tonus ototMembantu dan
mengatakan mau untuk
mendorong pasien untuk
diperiksa.
melakukan aktivitas
05.00 WIB 1,3,4 perawatan diri secara
Obyektif:
bertahap.
Berkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat-
Kekuatan otot
5
5
2
5
obatan yaitu: injeksi
Cefotaxime 2×1 gram per IV 2. Pada ekstremitas
infus dan injeksi Ketorolac bawah sebelah kanan
3×1 ampul per IV infus.
tampak ada gerakan
pada sendi tetapi tidak
dapat melawan
gravitasi.
Heru,AmKHeru,AmK
Heru,AmK
Subyektif:
Pasien mengatakan
akan sedikit demi
sedikit mengambil
makanan dan minum
secara mandiri tanpa
bantuan istri
Obyektif:
Pasien tampak
memenuhi perintah
perawat.
Subyektif:
Pasien bersedia
di suntik
Pasien
mengatakan tidak sakit
waktu disuntik.
Obyektif :
Injeksi telah masuk
semua lewat selang
infus tanpa tumpah,
infus kembali lancar 20
tpm.
2 Mei ‘08
3,4
07.45 WIB
3
Memantau tanda-tanda
Subyektif:Pasien
infeksi yaitu rubor, kalor,
mengatakan nyeri pada
dolor, tumor, fungsiolesa,
luka post operasi belum
mengobservasi keadaan luka berkurang, skala nyeri
terhadap pembentukan bulla, 6.
Juritha
Juritha
Juritha
krepitasi dan bau drainase
Jum’at
1,3,4
10.00 WIB
1,4
yang tidak enak dan
mengkaji serta mencatat
ukuran, warna, kedalaman
10.30 WIB
1
12.00 WIB
2
Obyektif:
luka, lalu memperhatikan
Balutan post
12.30 WIB
13.00 WIB
luka.Berkolaborasi dengan
ahli gizi untuk pemberian
kering, tidak tambas.
Tampak
bengkak pada jari-jari
kaki kanan dan tungkai
bawah.
diit RKTP dan
menganjurkan pasien untuk
Tidak ada bulla,
krepitasi dan drainase.
banyak makan yang tinggi
protein, contoh (putih telur,
ikan kutuk) dan
Ada jahitan post
operasi dengan jumlah :
10
menghindari/ membatasi
S: 362 O C
jumlah kalori (contoh: nasi).
Melakukan aff infus karena
Kekuatan otot
5
5
2
5
obat telah habis maka obat
diganti dengan oral yaitu:
Asam mefenamat 3×1 tablet,
Cascidin 2×1 tablet,
Ciprofloxacin 2×1 tablet
dan Glibenclamid 3×1.
Mengobservasi KU pasien
dan TTVnya.
Mengkaji nyeri.
Berkolaborasi dengan ahli
fisioterapi dalam melatih
bergerak jari, tungkai dan
telapak kaki kanan secara
pasif (ekstensi dan fleksi)
Juritha
operasi hari ketiga
jaringan nekrotik dan
kondisi di sekitar
Juritha
Subyektif:
Pasien mengatakan
telah menghabiskan 2/3
dari porsi yang
disediakan oleh RS.
Obyektif:
Pasien tampak
mengangguk, tampak
mendengarkan dan
menuruti perintah
Juritha
dan melatih kaki kiri untuk perawat.
mengangkat secara aktif
(fleksi dan ekstensi).
Subyektif
Pasien mengatakan
sakit saat infus dilepas.
Obyektif:
Infus telah
dilepas dan obat
diberikan.
Pasien tampak
mendengarkan
penjelasan dari perawat
bahwa obat diminum
setelah makan.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kondisinya baik.
Obyektif:
TD : 110/ 70
mmHg
RR : 20 x/ menit
N : 80 x/
menit
S
: 362 oC
Subyektif:
Pasien mengatakan
nyeri pada luka post
operasi sudah
berkurang.
Obyektif:
P:
masih
sedikit nyeri jika
digunakan untuk
bergerak
Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk
sedikit berkurang
R : nyeri pada
tungkai kanan 1/3
proksimal
S
: skala
nyeri 5
T : nyeri ± 10
menit kemudian
berhenti jika posisi
nyaman dan nyeri
timbul lagi jika untuk
bergerak.
Pasien tampak
sedikit santai dan rileks.
Subyektif:
Pasien mengatakan
sudah tidak takut untuk
bergerak.
Obyektif:
Pasien tampak dibantu
oleh perawat dalam
ROM aktif dan pasif.
Mengobservasi KU, TTV
15.00 WIB
1,4
16.00 WIB
2
16.30 WIB
Subyektif:Pasien
pasien dan mengkaji tingkat mengatakan kaki
nyeri.Membantu aktivitas
kanannya masih nyeri
perawatan diri
walaupun tidak separah
kemarin, skala nyeri: 5
3
Menganjurkan pasien untuk
20.00 WIB
Ari,AmKAri,AmK
1,2,4 latihan duduk.
Obyektif:
Mengingatkan kepada
pasien untuk minum obat
P : nyeri jika
untuk bergerak
Asam mefenamat 3×1 tablet,
Cascidin 2×1 tablet,
Q : nyeri seperti
ngilu
Ciprofloxacin 3×1 tablet dan
R : nyeri pada
Glibenclamid 3×1 tablet
tungkai kanan 1/3
untuk mengontrol GDS.
proksimal
S : skala nyeri 5
T : nyeri hilang
timbul
TD : 120/ 80
mmHg
N : 82 x/ menit
S : 36 oC
RR : 22 x/
menit.
Subyektif :
Pasien mengatakan
nyaman setelah disibin
Ari,AmK
Ari,AmK
Obyektif:
Pasien tampak segar
Subyektif:
Pasien
mengatakan akan
mencoba latihan duduk
Pasien
mengatakan “ya”
Obyektif:
Pasien tampak latihan
duduk dan tampak
mengangguk.
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu rajin minum obat
setelah makan, pasien
mengatakan “iya”.
Obyektif:
Pasien tampak
mengangguk dan
mendengarkan
penjelasan perawat.
22.15 WIB
05.00 WIB
1,2
2
Mengatur posisi yang
Subyektif:Pasien
nyaman dan aman pada
mengatakan nyaman
pasien dengan posisi elevasi dengan posisi tidur
tungkai.Membantu dan
seperti ini.
Heru,AmKHeru,AmK
Heru,AmK
mendorong pasien untuk
06.00 WIB
1,3,4
06.30 WIB
1
melakukan aktivitas
perawatan diri secara
Obyektif:
Heru,AmK
Pasien tampak tertidur
Heru,AmK
bertahap.
06.45 WIB
pulas.
3
Mengingatkan kepada
Subyektif:
pasien untuk minum obat
Pasien mengatakan
Mengingatkan untuk nafas
dalam jika nyeri timbul,
mempertahankan imobilisasi
pada kaki kanan dan
akan belajar mengambil
makan sendiri tanpa
harus minta bantuan
istri
mengatur posisi tidur
terlentang dengan kaki
Obyektif:
kanan diganjal dengan
bantal
Pasien tampak
melakukan aktivitasnya
Mengubah posisi pasien
secara mandiri.
setiap 30 menit
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu rajin minum obat
Obyektif:
Pasien tampak
mengangguk dan
mendengarkan
penjelasan perawat
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu melakukan nafas
dalam jika nyeri timbul.
Obyektif:
Pasien tampak
memperagakan nafas
dalam dengan benar.
Pasien tampak
dalam posisi terlentang,
kaki kanan khususnya
pada tungkai atas dan
lutut diganjal dengan
bantal.
Subyektif:
Pasien mengatakan
rajin mengubah posisi
tidurnya
Obyektif:
Pasien tampak rileks.
3 Mei ‘08
08.00 WIB
4
3
Melakukan medikasi/
Subyektif:Pasien
perawatan post
mengatakan nyeri saat
operasiMemberikan obat
dibersihkan lukanya.
topikal (sofratulle) pada
Sabtu
09.30 WIB
2
jahitan luka post operasi.
1,4 Melatih pasien untuk
menggerakkan jari kaki
12.00 WIB
1,3,4
kanan, menggerakkan
telapak kaki kanan secara
12.30 WIB
1,4
13.00 WIB
1,2 untuk mengangkat kaki kiri
pasif dan melatih pasien
secara aktif.
Obyektif:
Pasien tampak meringis
menahan sakit, luka
tampak bersih, tidak
ada pus, bulla/
drainase, tampak
bengkak pada sekitar
area jahitan luka post
operasi, bengkak pada
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Mengobservasi KU pasien
jari kaki kanan dan
tungkai bawah.
Mengingatkan pasien untuk
minum obat
Subyektif:
Mengkaji tingkat nyeri
Pasien mengatakan
pasien dengan PQRST.
sudah tidak takut untuk
bergerak.
Mengatur posisi yang
nyaman dan aman pada
Obyektif:
pasien dengan posisi elevasi
Pasien tampak
tungkai.
menggerakkan jari kaki
kanan.
KU: baik
Subyektif:
Pasien mengatakan
akan rajin minum obat
Obyektif:
Pasien mendengarkan
dan melaksanakan
perintah perawat.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kakinya sebelah kanan
nyeri tetapi sudah
sedikit berkurang,
skala: 4
Obyektif:
P : nyeri jika
untuk bergerak
Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk
R : nyeri pada
tungkai kanan 1/3
proksimal
S : skala nyeri 4
T: nyeri kadangkadang saja jika
digunakan untuk
bergerak
Subyektif:
Pasien mengatakan
nyaman dengan posisi
tidur seperti ini.
Obyektif:
Pasien tampak tertidur
pulas.
15.00 WIB
16.00 WIB
1
1,3
Mengingatkan untuk nafas
Subyektif:Pasien
dalam jika nyeri timbul,
mengatakan selalu
mempertahankan imobilisasi melakukan nafas dalam
pada kaki kanan dan
18.30 WIB
jika nyeri timbul.
1,3,4 mengatur posisi tidur
terlentang dengan kaki
kanan diganjal dengan
bantalMembantu aktivitas
perawatan diri
Obyektif:
Pasien tampak
berbaring dalam posisi
terlentang, kaki kanan
khususnya pada tungkai
Ari,AmKAri,AmK
Ari,AmK
Mengingatkan kepada
atas dan lutut diganjal
pasien untuk minum obat
dengan bantal.
Asam mefenamat 3×1 tablet,
Cascidin 2×1 tablet,
Pasien tampak
tenang dan santai
Ciprofloxacin 3×1 tablet dan
Glibenclamid 3×1 tablet
untuk mengontrol GDS.
Subyektif:
Pasien mengatakan
nyaman setelah disibin
Obyektif:
Pasien tampak segar
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu berhati-hati
dalam makan sehingga
gula darahnya tidak
meningkat.
Pasien mengatakan
selalu rajin minum obat
setelah makan.
Obyektif:
Pasien tampak
menjelaskan yang
dilakukan pada perawat,
pasien mengangguk.
22.00 WIB
1,2
Mengatur posisi yang
Subyektif:Pasien
nyaman dan aman pada
mengatakan nyaman
pasien dengan posisi elevasi dengan posisi tidur
Heru,AmKHeru,AmK
Heru,AmK
tungkai.Mengobservasi KU seperti ini.
05.00 WIB
06.00 WIB
1,4
3
pasien dan mengkaji tingkat
nyeri pasien dengan PQRST.
Melakukan ubah posisi
pasien dengan sering ke
kanan dan ke kiri.
Obyektif:
Pasien tampak tertidur
pulas.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kakinya sebelah kanan
masih nyeri tapi sudah
sedikit berkurang, skala
nyeri: 4
Obyektif:
P : nyeri jika
untuk bergerak
Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk
R : nyeri pada
tungkai kanan 1/3
proksimal
S : skala nyeri 4
T : nyeri
kadang-kadang saja jika
digunakan untuk
bergerak
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu rajin untuk
mengubah posisi
tidurnya.
Obyektif:
Pasien tampak
mengubah posisi
tidurnya dengan miring
ke kiri, kanan dan
setengah duduk.
Evaluasi Formatif
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso
Tanggal/Jam
No. Dx
Evaluasi formatif
S : Pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya, masih
Kamis
1
1 Mei ‘08
2
14.00 WIB
3
4
TTD
Juritha
terasa jika untuk bergerak tapi berkurang dengan nafas dalam,
skala nyeri:6O : P : Nyeri jika untuk bergerak
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : Nyeri pada luka post operasi hari kedua pada tungkai
sebelah kanan, 1/3 proksimal mendekati lutut.
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan dan
tidak bergerak.
Pasien tampak menahan sakit, ekspresi wajah tegang
A : Masalah nyeri akut belum teratasi
Juritha
Juritha
Juritha
P : Lanjutkan intevensi:
1.
Kaji tingkat nyeri.
Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien
Atur posisi aman dan nyaman
Imobilisasikan bagian yang sakit
Lakukan program terapi dari dokter
S : Pasien mengatakan masih takut jika untuk bergerak, pasien
mengatakan nyeri jika untuk bergerak.
O : Pasien tampak bedrest, posisi pasien tidur terlentang
dengan elevasi tungkai paha kanan pasien diatas bantal,
pasien tampak takut dan kesakitan jika untuk bergerak,
aktivitas kebutuhan pasien sehari-hari dibantu keluarga dan
pasien tampak lemah.
Kekuatan otot
5
5
2
5
A : Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi
P : Lanjutkan intevensi:
1. Pertahankan tirah baring
Atur posisi elevasi tungkai
Kolaborasi dengan Fisioterapi
S : Pasien mengatakan bersedia rajin untuk mengatasi posisi
dan bersedia untuk dilakukan tidakan keperawatan yaitu
perawatan luka, pasien mengatakan telah menghabiskan 2/3
dari porsi yang disediakan oleh RS.
O : Tampak 10 jahitan pada luka post ORIF, balutan luka
tampak bersih, tidak terdapat jaringan nekrotik, tampak kulit
yang dijahit belum menyatu.
A : Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi:
1.
Ubah posisi dengan sering
Lakukan perawatan pada area kulit yang di operasi.
Kaji adanya jaringan nekrotik.
Lanjutkan pemberian obat topikal (sofratulle).
Pemberian diit RKTP.
S :
Pasien mengatakan balutan luka belum diganti sejak
kemarin.
O : Balutan tampak tidak merembes, pasien tidak terpasang
drain, tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada bengkak,
TD : 110/ 70 mmHg,N : 84 x/ menit, S
: 366 oC, RR : 22 x/
menit
A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi:
1. Pantau KU & monitor TTV
Lakukan perawatan luka
Anjurkan banyak makan tinggi protein, vitamin C dan
D
Kolaborasi pemberian antibiotik
S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi hari ketiga Juritha
Jum’at
2 Mei ‘08
14.00 WIB
1
2
3
4
sudah berkurang.O : P : masih sedikit nyeri jika untuk
bergerak
Q : nyeri seperti ngilu sedikit berkurang
R : nyeri pada tungkai kanan 1/3 proksimal
S : skala nyeri 5
T: nyeri ± 10 menit kemudian berhenti jika posisi nyaman
dan nyeri timbul jika untuk bergerak.
Pasien tampak sedikit santai dan rileks, TD: 110/ 70 mmHg,
N: 80 x/ menit, S: 363 oC, RR: 20 x/ menit
A : Masalah nyeri akut teratasi sebagi